You are on page 1of 6

Wadah Aspirasi Muslimah:

PENAKLUKAN DALAM ISLAM ITU DAKWAH “ISLAM RAHMATAN LIL-‘ALAMIN”, BUKAN PENJAJAHAN

Oleh : Ustadz Azizi Fathoni

“Islam kita ini Islam nusantara, Islam kita ini Islam yang sejati bukan Islam abal-abal model Timur
Tengah. Ini Islam sejati, Islam nusantara ini, serius! serius! … Kenapa Islam nusantara mampu menjadi
Islam yang sejati? karena Islam hadir dan hidup di nusantara ini bukan sebagai penakluk. Lain dengan
yang di Arab dan anak-anak peradabannya, semuanya Islam datang sebagai penakluk.. yaa kurang
lebih sebagai penjajah.”

Begitulah narasi yang dibawakan oleh Yahya Staquf dalam sebuah potongan video yang sedang viral
bebarapa hari terakhir, bersamaan dengan viralnya video talkshow dirinya di wilayah pendudukan
Israel.

Dalam narasinya tersebut, Yahya Staquf mengangkat “Islam Nusantara” dan merendahkan “Islam
Arab”. Lebih memperihatinkan lagi adalah alasan bahwa itu disebabkan karena Islam Arab datang
sebagai penakluk, yang itu ia samakan dengan penjajahan. Itu berarti secara tidak langsung
menganggap Rasulullah saw beserta para Khulafa’ Rasyidun ra layaknya penjajah. Karena di tangan
beliau-beliaulah Islam tersebar di jazirah Arab dan anak-anak peradabannya. wal ‘iyâdzu billâh.

Mari kita fokus pada isu penaklukan dalam Islam yang ia samakan dengan penjajahan. Benarkah
demikian? Mari kita lihat dari sudut pandang bagaimana itu penaklukan dalam Islam, dan apa itu
penjajahan. Sering kali aspek ini juga disalahpahami oleh sebagian kaum muslim akibat propaganda
yang dilakukan oleh kaum orientalis atau para penyambung lidah mereka, bahwa Islam disebarkan
dengan pedang alias dengan pemaksaan, kekerasan, atau semacamnya.

Menaklukkan Demi Dakwah Islam Tanpa Paksaan

Penaklukan dalam Islam atau yang juga dikenal dengan pembebasan dan futuhat adalah bagian
daripada syari’at jihad. Yaitu tepatnya jihad yang bersifat offensive (jihâd hujûmî), yang diartikan
sebagai:

‫ وهو الذي يبدؤه المسلمون عندما يتجهون بالدعوة السلمية إلي ا ل‬: ‫القتال الهجومي‬
‫ فيصددهم حكامها عن‬، ‫لمم الخأرى في بلدها‬
‫ أن ييببللغُوا بكلمة الحق سمع الناس‬.
“Perang yang bersifat offensive; yaitu perang yang dimulai oleh kaum muslim ketika mereka
memaksudkan dakwah Islam kepada umat lain di negeri mereka, namun penguasanya menghalang-
halangi kaum muslim untuk menyampaikan kebenaran.” (Mushthafa Dib al-Bugha dkk., al-Fiqh al-
Manhajî ‘alâ Madzhab al-Imâm al-Syâfi’î, juz 8 hlm 115)

Inti daripada jihad ini adalah dakwah, yaitu agar Islam masuk, tersiar, dan diterapkan di wilayah yang
menjadi target dakwah. Adapun perang, sebatas untuk menghilangkan penghalang dakwah yang
biasanya datang dari penguasa wilayah setempat.

Jihad offensive ini dalam keterangan para ulama, hukumnya fardhu kifayah yang lazim dilaksanakan
minimal setahun sekali.

، ‫ لن فرضه على البد ما بقي للكفار دار‬: ‫ ول يعطل الجهاد إذا قدر عليه‬، ‫أن يغُزو كل عام إما بنفسه أو بسراياه على المام‬
، ‫ وشتوية في الشتاء‬، ‫ صيفية في الصيف‬، ‫والذي استقرت عليه سيرة الخألفاء الراشدين أن يكون لهم في كل سنة أربع غزوات‬
. ‫ فإن عجز المام عن أربع غزوات في كل عام انتصر منها على ما قدر عليه‬... . ‫ وخأريفية في الخأريف‬، ‫وربيعية في الربيع‬
‫ ول يجوز أن يتركها إل من ضرورة‬، ‫وأقل ما عليه أن يغُزو في كل عام مرة‬.

“Wajib seorang imam (khalifah) untuk menyelenggarakan perang (jihad) setiap tahun, baik dengan
melibatkan dirinya langsung maupun dengan mengirim pasukan, dan tidak boleh menelantarkan
jihad apabila ada kemampuan untuk itu. Sebab wajibnya jihad itu berlaku untuk selamanya, selama
kaum kafir memiliki wilayah kekuasaan. Dan yang menjadi ketetapan pada masa Khulafa Rasyidin
adalah mereka setiap tahunnya menyelenggarakan empat kali jihad; di musim panas, di musim
dingin, di musim semi, dan di musim gugur. … Apabila sang imam (khalifah) tidak mampu
menyelenggarakan empat kali jihad di setiap tahunnya, maka dilakukan semampunya menurut
kemampuan maksimal yang dimilikinya. Sedangkan minimal yang wajib untuk dilaksanakannya di
setiap tahun adalah satu kali. Dan tidak boleh ditinggalkan kecuali dengan alasan darurat.” (al-
Mawardi, al-hâwî al-kabîr, juz 14 hlm 301)

Meski berupa aktivitas perang fisik, jihad jenis ini tidak dilakukan s

ecara sembarangan. Akan tetapi memiliki tata cara tertentu yang khas. Yakni diawali dengan
menawarkan kepada penguasa kaum kafir untuk memilih salah satu dari tiga pilihan: masuk Islam,
membayar jizyah (dengan tetap dalam kekafiran), atau perang.

Tiga pilihan ini merupakan kaifiyah baku yang datang dari Rasulullah saw. Beliau bersabda:

‫ ثم ادعهم إلى‬، ‫ وكف عنهم‬، ‫ فأيتهن ما أجابوك فاقبل منهم‬-‫أو خألل‬- ‫ فادعهم إلى ثلثا خأصال‬، ‫وإذا لقيت عدوك من المشركين‬
‫ فإن‬، ‫ وكف عنهم‬، ‫ فإن هم أجابوك فاقبل منهم‬، ‫ فإن هم أبوا فسلهم الجزية‬... ، ‫ وكف عنهم‬، ‫ فاقبل منهم‬، ‫ فإن أجابوك‬، ‫السلم‬
‫ هم أبوا فاستعن بال وقاتلهم‬.
"Jika kamu menjumpai musuhmu kaum musyrik, maka serulah mereka untuk memilih salah satu dari
tiga perkara. Apapun dari ketiganya yang mereka pilih maka kamu harus menerimanya. Serulah
mereka untuk masuk Islam, jika mereka mau maka terimalah dan biarkan mereka … jika mereka tidak
mau maka mintalah dari mereka jizyah, jika mereka mau maka terimalah dan biarkan mereka. Jika
mereka tidak mau, maka mintalah pertolongan pada Allah perangilah mereka." (HR. Muslim, Abu
Dawud, dan Ahmad)

Bakunya seruan di atas tergambar jelas di antaranya dalam pembicaraan antara ‘Ubadah bin al-
Shamit ra yang merupakan utusan panglima ‘Amr bin al-‘Ash ra, yang diutus khalifah ‘Umar bin al-
Khaththab ra untuk membebaskan negeri Syam, dengan raja Muqauqis berikut.

... ‫ ول‬، ‫ فاخأتر أيها شئت‬،‫ ول نجيبك إليها إل خأصلة من ثلثا‬، ‫ فليس بيننا وبينكم خأصلة نقلبها منكم‬، ‫فانظر الذي تريد فبينه لنا‬
‫صللى ل‬
‫ال يعيلبيهه يويسلليم من قبل إلينا‬ ‫ وبها أمره أمير المؤمنين ؛ وهو عهد رسول ا ي‬، ‫ لتطمع نفسك في الباطل؛ بذلك أمرني المير‬.

‫ أمرنا ا أن نقاتل من خأالفه‬، ‫ وهو دين أنبيائه ورسله وملئكته‬، ‫أما إن أجبتم إلى السلم الذي هو الدين الذي ل يقبل ا غيره‬
‫ فقد‬، ‫ وكان أخأانا في دين ا ؛ فإن قبلت ذلك أنت وأصحابك‬، ‫ فإن فعل كان له ما لنا وعليه ما علينا‬، ‫ورغب عنه حتى يدخأل فيه‬
‫ فأدوا إلينا الجزية‬، ‫ وإن أبيتم إل الجزية‬، ‫ ول التعرض لكم‬، ‫ ول نستحل أذاكم‬، ‫ ورجعنا عن قتالكم‬، ‫سعدتم في الدنيا والخأرة‬
‫ ونقاتل عنكم من ناوأكم‬، ‫ نعاملكم على شيء نرضى به نحن وأنتم في كل عام أبددا ما بقينا وبقيتم‬، ‫عن يد وأنتم صاغرون‬
‫ وإن أبيتم‬، ‫ وكان لكم به عهد ا علينا‬،‫ ونقوم بذلك عنكم ؛ إذ كنتم في ذمتنا‬،‫وعرض لكم في شيء من أرضكم ودمائكم وأموالكم‬
‫ ول يجوز‬، ‫ أو نصيب ما نريد منكم ؛ هذا ديننا الذي ندين ا به‬، ‫فليس بيننا وبينكم إل المحاكمة بالسيف حتى نموت من آخأرنا‬
‫ فانظروا لنفسكم‬،‫ لنا فيما بيننا وبينه غيره‬.

‫ فاخأتر‬، ‫ هو ذاك‬: ‫ فقال له عبادة‬. ‫ ما تريدون إل أن تأخأذونا لكم عبيددا ما كانت الدنيا‬، ‫ هذا مما ل يكون أبددا‬: ‫فقال له المقوقس‬
‫ ل ورب السماء ورب‬: ‫ وقال‬، ‫ أفل تجيبونا إلى خأصلة غير هذه الخأصال الثلثا ؟ فرفع عبادة يديه‬: ‫ فقال له المقوقس‬. ‫ما شئت‬
‫ فاخأتاروا لنفسكم‬، ‫ ما لكم عندنا خأصلة غيرها‬، ‫ هذه الرض ورب كل شيء‬.

“(’Ubadah bin al-Shamit ra.): … Pikirkanlah dan terangkan kepada kami apa yang anda mau. Antara
kita tidak ada pilihan yang akan kami terima dan tidak pula pilihan lain selain salah satu dari tiga
pilihan saja. Pilihlah mana yang anda mau, jangan perturutkan hawa nafsu anda dalam kebatilan.
Begitulah aku diperintahkan oleh amir (amir jihad), dan begitu pula-lah amirul mukminin (khalifah)
memerintahkan beliau. Dan sebelumnya, itu merupakan amanat dari Rasulullah saw kepada kami.

Yaitu antara memenuhi seruan masuk Islam, yang merupakan agama satu-satunya yang diterima oleh
Allah, ialah agama para nabi, rasul, dan malaikat-Nya. Allah memerintahkan kami untuk memerangi
siapa saja yang menyelisihi dan membencinya hingga ia masuk ke dalamnya. Apabila ia lakukan itu
(masuk Islam) maka ia akan mendapat hak dan kewajiban yang sama dengan kami, dan akan menjadi
saudara se-Islam kami. Jika anda dan sahabat-sahabat anda memilih itu, maka kalian pasti bahagia di
dunia dan di akhirat, dan kami akan pulang dari memerangi kalian, dan tidak menyakiti kalian, dan
tidak pula menantang kalian. Tapi jika kalian tidak mau kecuali membayar jizyah, maka tunaikanlah
jizyah kepada kami dalam keadaan tunduk terhadap syari’at Islam. Kami akan memperlakukan kalian
berdasarkan apa yang kita sepakati bersama di setiap tahunnya untuk seterusnya selama kami dan
kalian ada. Kami akan memerangi siapa saja yang memusu

hi dan menantang kalian terkait tanah, keselamatan jiwa dan harta kalian. Kami lakukan itu untuk
kalian karena kalian berada dalam jaminan kami, dan kalian punya hak dalam perjanjian yang wajib
kami tepati. Tapi jika kalian enggan, maka antara kita hanya ada penentuan melalui perang hingga
kami mati semua atau kami mengalahkan kalian. Inilah agama kami yang kami yakini, dan kami tidak
boleh menempuh langkah lain di dalamnya. Maka pikirkanlah keputusan untuk diri kalian.

Raja Muqauqis berkata kepada beliau: Yang kalian mau tidak lain adalah menjadikan kami sebagai
orang-orang kalian, sampai hari kiamat ini tidak akan mungkin terjadi! Ubadah berkata: Itulah
adanya, silahkan pilih mana yang anda mau. Muqauqis: Tidakkah kalian mau menerima alternatif
pilihan selain tiga perkara ini? Maka ‘Ubadah mengangkat kedua tangan beliau, dan berkata: Demi
Allah Tuhan langit, bumi, dan segala sesuatu, kalian tidak punya pilihan lain selain itu. Maka tentukan
pilihan kalian.” (Jalaluddin al-Suyuthi, Husn al-Muhâdharah fî Târîkh Mishr wa al-Qâhirah, juz 1 hlm
113-114)

Di situ jelas bahwa tiga pilihan tersebut adalah “harga mati” yang tidak bisa ditawar lagi. Ia adalah
amanat Rasulullah saw bagi kaum muslim sepeninggal beliau untuk selalu diterapkan hingga hari
kiamat tiba, dan bagi kaum kafir dipersilahkan untuk memilih; apakah mau masuk Islam, atau mau
tetap kafir dengan membayar jizyah, atau bahkan menghendaki perang.

Tentu umat Islam sangat berharap mereka memilih pilihan yang pertama, yaitu masuk Islam tanpa
ada peperangan. Akan tetapi, umat Islam tidak bisa memaksa kaum kafir memilih yang mana.
Keputusan memilih sepenuhnya ada di tangan kaum kafir, dan manapun yang menjadi pilihan
mereka umat Islam harus siap menghadapinya. “Apapun dari ketiganya yang mereka pilih maka kamu
harus menerimanya” begitu pesan Nabi saw.

Tidak bisa dikatakan bahwa kaum muslim memaksa mereka masuk Islam dengan ancaman perang,
karena ada opsi yang dengan memilihnya mereka bisa tetap dalam kekafirannya jika memang tidak
mau masuk Islam. Yaitu dengan membayar jizyah dan tunduk sebagai Kafir Dzimmi. Kalaupun yang
mereka pilih adalah perang, maka itu kemauan mereka sendiri, bukan kemauan umat Islam.

Dan yang perlu digaris bawahi tebal-tebal adalah, bahwa tiga pilihan tersebut bukan kreasi umat
Islam sendiri. Bukan pula hasil karangan Muhammad bin Abdillah sebagai manusia. Akan tetapi itu
adalah ketentuan syari’at dari Allah swt yang telah mengutus beliau. Kaum muslim hanya
menjalankannya sebagai bagian dari konsep sistem khilafah dari masa ke-masa, yakni terkait dengan
prinsip politik luar-negerinya. Dan terbukti inilah cara mahahebat Allah swt dalam mengunggulkan
Islam atas segala agama yang ada. Sehingga menjadi agama pengayom bukan yang diayomi, pemberi
keputusan bukan yang diberi keputusan, menyebar rahmat dan pemakmur dunia dengan cahaya
petunjuk ilahi bukan menyebab kerusakan dan kesesatan. Sebagaimana terkandung dalam ayat:
{ ‫[ } لهيو اللهذي أيبريسيل يرلسويلله هبابللهيدى يوهديهن ابليحقق لهليبظههيرهل يعيلى القديهن لكلقهه يوليبو يكهريه ابللمبشهرلكوين‬33 :‫]التوبة‬

“Dialah yang telah mengutus Rasul-Nya dengan petunjuk dan agama yang benar, untuk Dia
menangkan atas segala agama yang ada, walaupun kaum musyrik membencinya.” (QS. Al-Taubah [9]:
33)

Semoga kita tidak termasuk kaum musyrik yang tidak menyukai akan hal tersebut.

Penaklukan Bukan Penjajahan

Karena misi utama daripada jihad di atas adalah dakwah Islam, maka tentu terbalik akal orang-orang
yang menyamakannya dengan penjajahan. Bisa dilihat dalam catatan sejarah, betapa penaklukan
Islam dapat membawa kemakmuran dan kesejahteraan di wilayah-wilayah yang ditaklukkannya, dan
semua itu dinikmati oleh warga setempat baik muslim maupun non-muslimnya. Di antara pengakuan
akan keadilan dan kesejahteraan yang dirasakan non-muslim dalam naungan Islam dengan sistem
khilafah-nya, adalah surat yang dikirim oleh kaum nasrani Syam kepada sahabat Abu ‘Ubaidah bin al-
Jarrah ra pada tahun 13 H:

‫ أنتم أوفى لنا وأرأف بنا وأكف عن ظلمنا وأحسن ولية‬، ‫يا معشر المسلمين أنتم أحب إلينا من الروم وإن كانوا على ديننا‬

‫علينا‬.

“Wahai kaum muslim, kalian lebih kami cintai daripada bangsa Romawi meskipun mereka seagama
dengan kami. Kalian lebih menepati janji, lebih berbelas-kasih terhadap kami, lebih bersikap adil
terhadap kami, dan lebih baik dalam memerintah kami.” (al-Baladzuri, Futûh al-Buldân, hlm 139)

Dan banyak lagi keterangan serupa dapat dibaca di banyak referensi. Di antaranya sebagaimana telah
dihimpun oleh Dr. Abdullah bin Ibrahim al-Luhaidan dalam karyanya Samâhah al-Islâm fî Mu’âmalah
Ghayr al-Muslimîn.

Ini 180° berbeda dengan penjajahan. Yang faktanya selalu mengeksploitasi kekayaan negeri jajahan
untuk dinikmati pihak penjajahnya, serta memiskinkan, memperbudak, mengusir atau bahkan kalau
perlu membantai warga aslinya. Sebagaimana penjajahan Belanda atas Indonesia, kaum zionis Israel
atas Palestina, bangsa kulit putih atas kulit hitam di AS, dan lain sebagainya.
Islam tidak hanya sebatas memakmurkan wilayah yang ditaklukkan dan menyejahterakan
penduduknya. Karena dengan penaklukan tersebut Islam diterapkan sebagai sistem kehidupan,
termasuk dalam bernegara, maka banyak warga non-muslim melihat keindahan Islam dan akhirnya
dengan suka-rela masuk Islam. Sebagaimana masuk Islam nya seorang Nasrani di masa kekhilafahan
‘Umar bin Khaththab ra karena telah dibela sang khalifah atas perilaku zalim seorang walinya; juga
berislamnya seorang Yahudi di masa kekhilafahan ‘Ali bin Abi Thalib ra karena kasusnya dimenangkan
secara adil oleh al-Qadhi Syuraikh padahal lawan sengketanya tidak lain adalah sang khalifah sendiri,
dan banyak lagi. Inilah dakwah bil-hâl (dengan praktik langsung) sebenarnya yang diperankan oleh
khilafah dengan penerapan syari’at Islam secara menyeluruh atas umat atau wilayah yang
ditaklukkannya. Sebagaimana pepatah arab mengatakan:

‫لسان الحال أفصح من لسان المقال‬

"Ajakan melalui praktik itu lebih kuat pengaruhnya daripada ajakan secara lisan semata."

Adakah sistem yang seindah, seteratur, dan secermat sistem Islam ini? Kenapa ada manusia-manusia
jahat yang berusaha mengkriminalisasi ajarannya, dalam hal ini Jihad dengan menyamakannya
dengan penjajahan? Apakah tidak mungkin justru merekalah penyambung lidah para penjajah yang
sebenarnya, dari kalangan kaum kapitalis yang merasa terancam kepentingannya dengan tegaknya
syari’at yang anti terhadap penjajahan, yaitu Khilafah yang akan menerapkan jihad offensive
menyebarkan islam sebagai rahmat[an] lil-‘âlamîn? Wallâhu ta’âlâ a’lam. Mari kita pelihara otak kita
agar selalu berfikir. [af]

=================================

Raih Amal Sholih dengan Ikut Serta Menyebarkan Status ini.

==================================

Facebook :

https://www.facebook.com/Wadah-Aspirasi-Muslimah-1951240191859944/

Twitter : www.twitter.com/muslimah_bogor2

Instagram: www.instagram.com/muslimah_bogor

Telegram : https://t.me/WadahAspirasiMuslimah

You might also like