You are on page 1of 15

LAPORAN PENDAHULUAN

PNEUMONIA

Disusun oleh :

Yullaifung Angga Putra Rusadi


201720461011074
A. DEFINISI

Pneumonia adalah penyakit inflamasi pada paru yang dicirikan dengan adanya
konsolidasi akibat eksudat yang masuk
dalam area alveoli.(Axton & Fugate,
1993)
Pneumonia adalah infeksi saluran
pernapasan bagian bawah. Penyakit ini
adalah infeksi akut jaringan paru oleh
mikroorganisme. Pneumonia
merupakan peradangan akut parenkim
paru-paru yang biasanya berasal dari
suatu infeksi. Sebagian besar
pneumonia disebabkan oleh bakteri,
yang timbul secara primer atau sekunder setelah infeksi virus. Penyebab tersering
pneumonia bakterialis adalah bakteri positif gram, Streptococus pneumonia yang
menyebabkan pneumonia streptokokus. Bakteri Staphylococcus aureus dan streptokokus
beta-hemolitikus grup A juga sering menyebabkan pneumonia, demikian juga
Pseudomonas aeruginosa. Pneumonia lainnya disebabkan oleh virus, misalnya influenza.
Pneumonia mikoplasma, suatu pneumonia yang relatif sering dijumpai, disebabkan oleh
mikroorganisme yang berdasarkan beberapa aspeknya berada di antara bakteri dan virus.
Individu yang mengidap acquired immunodeficiency syndrome (AIDS) sering mengalami
pneumonia yang pada orang normal sangat jarang terjadi yaitu Pneumocystis carinii.
Individu yang terpajan ke aerosol dari air yang lama tergenang, misalnya dari unit
pendingin ruangan (AC) atau alat pelembab yang kotor, dapat mengidap pneumonia
Legionella (Elizabeth 2001).
Menurut American Thoracic Society (ATS)/Infectious Diseases Society of America
(IDSA) HCAP adalah pasien dengan pneumonia , setiap saat di rumah sakit mereka
tinggal ( saat masuk atau diperoleh di rumah sakit ) , yang memiliki riwayat rawat inap
terbaru dalam 90 hari terakhir , tinggal di sebuah panti jompo atau fasilitas perawatan
diperpanjang , pengobatan dengan hemodialisis kronis , penerimaan perawatan rumah
luka , atau paparan anggota keluarga dengan infeksi patogen resistan terhadap obat
Healthcare-associated pneumonia (HCAP) termasuk pasien yang dirawat oleh
perawatan akut di RS selama 2 hari atau lebih dalam waktu 90 hari dari proses infeksi,
tinggal di rumah perawatan (nursing home atau long-term care facility), mendapat AB
intavena, kemoterapi atau perawatan luka dalam waktu 30 hari proses infeksi ataupun
datang ke klinik RS atau klinik hemodialisa.

B. ETIOLOGI

Pneumonia dapat disebabkan oleh bermacam-macam etiologi seperti:

1. Bakteri penyebab pneumonia yang paling umum adalah staphylococcus aureus,


streptococus, aeruginosa, legionella, hemophillus, influenza, eneterobacter.
Bakteri-bakteri tersebut berada pada kerongkongan manusia sehat, setelah
system pertahanan menurun oleh sakit, usia tua, atau malnutrisi, bakteri tersebut
segera memperbanyak diri dan menyebabkan kerusakan.
2. Virus penyebab pneumonia diantaranya yaitu virus influenza,
adenovirus,chicken-pox (cacar air). Meskipun virus-virus ini menyerang saluran
pernafasan bagian atas, tetapi gangguan ini dapat memicu pneumonia, terutama
pada anak-anak.

3. Organism mirip bakteri yaituMicoplasma pneumonia. Pneumonia jenis ini


berbeda dengan pneumonia pada umumnya. Karena itu pneumonia yang diduga
disebabkan oleh virus yang belum ditemukan ini sering disebut pneumonia yang
tidak tipikal. Mikoplasma ini menyerang segala jenis usia.

C. FAKTOR RESIKO

1. Umur> 65 tahun

2. Tinggaldirumahperawatantertentu(pantijompo)

3. Alkoholismus: meningkatkan resiko kolonisasi kuman, mengganggu refleks batuk,


mengganggu transport mukosiliar dan gangguan terhadap pertahanan sistem seluler.

4. Malnutrisi: menurunkan immunoglobulin A dan gangguan terhadap fungsi makrofag

5. Kebiasaan merokok juga mengganggu transpor mukosiliar dan sistem pertahanan


selular dan humoral.

6. Keadaan kemungkinan terjadinya aspirasi misalnya gangguan kesadaran, penderita


yang sedang diintubasi

7. Adanya penyakit–penyakit penyerta: PPOK, kardiovaskuler, DM, gangguan


neurologis

8. Infeksi saluran nafas bagian atas: ± 1/3–1/2 pneumonia didahului oleh infeksi saluran
nafas bagian atas/ infeksi virus

D. KLASIFIKASI PNEUMONIA

Secara klinis, pneumonia dapat terjadi baik sebagai penyakit primer maupun sebagai
komplikasi dari beberapa penyakit lain. Secara morfologis pneumonia dikenal sebagai
berikut:
1. Pneumonia lobaris, melibatkan seluruh atau satu bagian besar dari satu atau lebih
lobus paru. Bila kedua paru terkena, maka dikenal sebagai pneumonia bilateral atau
“ganda”.
2. Bronkopneumonia, terjadi pada ujung akhir bronkiolus, yang tersumbat oleh eksudat
mukopurulen untuk membentuk bercak konsolidasi dalam lobus yang berada
didekatnya, disebut juga pneumonia loburalis.
3. Pneumonia interstisial, proses inflamasi yang terjadi di dalalm dinding alveolar
(interstisium) dan jaringan peribronkial serta interlobular.
Pneumonia lebih sering diklasifikasikan berdasarkan agen penyebabnya, virus,
atipikal (mukoplasma), bakteri, atau aspirasi substansi asing. Pneumonia jarang terjadi yang
mingkin terjadi karena histomikosis, kokidiomikosis, dan jamur lain.
1. Pneumonia virus, lebih sering terjadi dibandingkan pneumonia bakterial. Terlihat pada
anak dari semua kelompok umur, sering dikaitkan dengan ISPA virus, dan jumlah
RSV untuk persentase terbesar. Dapat akut atau berat. Gejalanya bervariasi, dari
ringan seperti demam ringan, batuk sedikit, dan malaise. Berat dapat berupa demam
tinggi, batuk parah, prostasi. Batuk biasanya bersifat tidak produktif pada awal
penyakit. Sedikit mengi atau krekels terdengar auskultasi.
2. Pneumonia atipikal, agen etiologinya adalah mikoplasma, terjadi terutama di musim
gugur dan musim dingin, lebih menonjol di tempat dengan konsidi hidup yang padat
penduduk. Mungkin tiba-tiba atau berat. Gejala sistemik umum seperti demam,
mengigil (pada anak yang lebih besar), sakit kepala, malaise, anoreksia, mialgia. Yang
diikuti dengan rinitis, sakit tenggorokan, batuk kering, keras. Pada awalnya batuk
bersifat tidak produktif, kemudian bersputum seromukoid, sampai mukopurulen atau
bercak darah. Krekels krepitasi halus di berbagai area paru.
3. Pneumonia bakterial, meliputi pneumokokus, stafilokokus, dan pneumonia
streptokokus, manifestasi klinis berbeda dari tipe pneumonia lain, mikro-organisme
individual menghasilkan gambaran klinis yang berbeda. Awitannya tiba-tiba, biasanya
didahului dengan infeksi virus, toksik, tampilan menderita sakit yang akut , demam,
malaise, pernafasan cepat dan dangkal, batuk, nyeri dada sering diperberat dengan
nafas dalam, nyeri dapat menyebar ke abdomen, menggigil, meningismus.
Berdasarkan usaha terhadap pemberantasan pneumonia melalui usia, pneumonia
dapat diklasifikasikan:
1. Usia 2 bulan – 5 tahun
a. Pneumonia berat, ditandai secara klinis oleh sesak nafas yang dilihat dengan
adanya tarikan dinding dada bagian bawah.
b. Pneumonia, ditandai secar aklinis oleh adanya nafas cepat yaitu pada usia 2
bulan – 1 tahun frekuensi nafas 50 x/menit atau lebih, dan pada usia 1-5 tahun
40 x/menit atau lebih.
c. Bukan pneumonia, ditandai secara klinis oleh batuk pilek biasa dapat disertai
dengan demam, tetapi tanpa terikan dinding dada bagian bawah dan tanpa
adanya nafas cepat.
2. Usia 0 – 2 bulan
a. Pneumonia berat, bila ada tarikan kuat dinding dada bagian bawah atau nafas
cepat yaitu frekuensi nafas 60 x/menit atau lebih.
b. Bukan pneumonia, bila tidak ada tarikan kuat dinding dada bagian bawah dan
tidak ada nafas cepat.
Menurut Depkes RI (2002) klasifikasi pneumonia menurut program P2 ISPA
antara lain :
1. Pneumonia sangat berat
Ditandai dengan sianosis sentral dan tidak dapat minum.
2. Pneumonia berat
Ditandai dengan penarikan dinding dada, tanpa sianosis dan dapat minum.
3. Pneumonia sedang
Ditandai dengan tidak ada penarikan dinding dada dan pernafasan cepat.
Klasifikasi pneumonia atas dasar anatomis dan etiologis, antara lain :
1. Pembagian anatomis
a. Pneumonia lobaris
b. Pneumonia lobularis (bronchopneumonia)
c. Pneumonia interstitialis (brochitis)
2. Pembagian etiologis
a. Bakteria : diplococcus pneumoniae, pneumococcus, streptococcus nerus, dll
b. Virus : respiratory syncytial virus, virus influensa, adenovirus, dll
c. Mycoplasma pneumonia
d. Jamur : aspergillus species, candida albicans, dll
e. Aspirasi : karosen, makanan, cairan amnion, benda asing
f. Pneumonia hipostatik
g. Sindrom loeffler

Klasifikasi secara garis besar:

1. Pneumonia Community (Community Acquired Pneumonia)


Suatu infeksi akut parenkim paru yang sesuai dengan gejala infeksi akut, diikuti
dengan infltrat pada fototoraks, auskultasi sesuai dengan pneumonia. Pasien tidak
pernah dirawat atau berada difasilitas kesehatan lebih dari 14 hari sebelum timbul
gejala (Bartlett, 2000).

2. Pneumonia Nosocomial:
a. Health Care Associated Pneumonia
Pnemumonia pada pasien:
 Dirawat di RS ≥ 2 hari di IGD karena infeksi terjadi dalam 90 hari
 Berada dalam perawatan di rumah jangka panjang
 Hadir di RS untuk hemodialisis
 Mendapat pengobatan immunosuppressive atau perawatan luka
dalam 30 hari
b. Hospital Acquired Pneumonia
Pneumonia yang erjadi ≥ 48jam setelah masuk rumah sakit
c. ICU Acquired Pneumonia
d. Ventilator Acquired Pneumonia
Pneumonia yang terjadi > 48-72 jam setelah intubasi
E. MANIFESTASI KLINIS
Gejala-gejala yang biasa ditemukan adalah:
1. Batuk berdahak (dahaknya seperti lendir, kehijauan atau seperti nanah)
2. Nyeri dada (bisa tajam atau tumpul dan bertambah hebat jika penderita menarik
nafas dalam atau terbatuk)
3. Menggigil
4. Demam
5. Mudah merasa lelah
6. Sesak nafas
7. Sakit kepala
8. Nafsu makan berkurang
9. Mual dan muntah
10. Merasa tidak enak badan
11. Kekakuan sendi
12. Kekakuan otot

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang menurut Betz dan Sowden (2002) dapat dilakukan
antara lain :
1. Kajian foto thorak– diagnostic, digunakan untuk melihat adanya infeksi di paru
dan status pulmoner (untuk mengkaji perubahan pada paru)
2. Nilai analisa gas darah, untuk mengevaluasi status kardiopulmoner sehubungan
dengan oksigenasi
3. Hitung darah lengkap dengan hitung jenis untuk menetapkan adanya anemia,
infeksi dan proses inflamasi
4. Pewarnaan gram (darah) untuk seleksi awal antimikroba
5. Tes kulit untuk tuberkulin– mengesampingkan kemungkinan TB jika anak tidak
berespons terhadap pengobatan
6. Jumlah leukosit– leukositosis pada pneumonia bakterial
7. Tes fungsi paru, digunakan untuk mengevaluasi fungsi paru, menetapkan luas dan
beratnya penyakit dan membantu mendiagnosis keadaan
8. Spirometri statik, digunakan untuk mengkaji jumlah udara yang diinspirasi
9. Kultur darah – spesimen darah untuk menetapkan agens penyebabnya seperti virus
dan bakteri
10. Kultur cairan pleura– spesimen cairan dari rongga pleura untuk menetapkan agens
penyebab seperti bakteri dan virus
11. Bronkoskopi, digunakan untuk melihat dan memanipulasi cabang-cabang utama
dari pohon trakeobronkhial; jaringan yang diambil untuk diuji diagnostik, secara
terapeutik digunakan untuk menetapkan dan mengangkat benda asing.
12. Biopsi paru– selama torakotomi, jaringan paru dieksisi untuk melakukan kajian
diagnostik.
Sedangkan menurut Engram (1998) pemeriksaan penunjang meliputi
1. Pemeriksaan laboratorium
a. Leukosit, umumnya pneumonia bakteri didapatkan leukositosis dengan
predominan polimorfonuklear. Leukopenia menunjukkan prognosis yang
buruk.
b. Cairan pleura, eksudat dengan sel polimorfonuklear 300-100.000/mm. Protein
di atas 2,5 g/dl dan glukosa relatif lebih rendah dari glukosa darah.
c. Titer antistreptolisin serum, pada infeksi streptokokus meningkat dan dapat
menyokong diagnosa.
d. Kadang ditemukan anemia ringan atau berat.
2. Pemeriksaan mikrobiologik
a. Spesimen: usap tenggorok, sekresi nasofaring, bilasan bronkus atau sputum
darah, aspirasi trachea fungsi pleura, aspirasi paru.
b. Diagnosa definitif jika kuman ditemukan dari darah, cairan pleura atau
aspirasi paru.
3. Pemeriksaan imunologis
a. Sebagai upaya untuk mendiagnosis dengan cepat
b. Mendeteksi baik antigen maupun antigen spesifik terhadap kuman penyebab.
c. Spesimen: darah atau urin.
d. Tekniknya antara lain: Conunter Immunoe Lectrophorosis, ELISA, latex
agglutination, atau latex coagulation.
4. Pemeriksaan radiologis, gambaran radiologis berbeda-beda untuk tiap
mikroorganisme penyebab pneumonia.
a. Pneumonia pneumokokus: gambaran radiologiknya bervariasi dari infiltrasi
ringan sampai bercak-bercak konsolidasi merata (bronkopneumonia) kedua
lapangan paru atau konsolidasi pada satu lobus (pneumonia lobaris). Bayi dan
anak-anak gambaran konsolidasi lobus jarang ditemukan.
b. Pneumonia streptokokus, gambagan radiologik menunjukkan
bronkopneumonia difus atau infiltrate interstisialis. Sering disertai efudi pleura
yang berat, kadang terdapat adenopati hilus.
c. Pneumonia stapilokokus, gambaran radiologiknya tidak khas pada permulaan
penyakit. Infiltrat mula=mula berupa bercak-bercak, kemudian memadat dan
mengenai keseluruhan lobus atau hemithoraks. Perpadatan hemithoraks
umumhya penekanan (65%), < 20% mengenai kedua paru.

G. KOMPLIKASI
Menurut Engram (1998) dan Betz dan Sowden (2002) komplikasi yang sering terjadi
menyertai pneumonia adalah abses paru, efusi pleural, empiema, gagal nafas, perikarditis,
meningitis, pneumonia interstitial menahun, atelektasis segmental atau lobar kronik,
atelektasis persiten, rusaknya jalan nafas, kalsifikasi paru, fibrosis paru, bronkitis obliteratif
dan bronkiolitis.
Pada pasien usia lanjut usia risiko terjadinya komplikasi tinggi sebab struktur sistem
pulmonal telah berubah karena proses penuaan (komplain jaringan paru menurun,
kemampuan batuk efektif menurun dan kemampuan ekspansi paru menurun sebagai akibat
dari kalsifikasi kartilago vertebra.

H. PENATALAKSANAAN MEDIS
Pada penderita yang penyakitnya tidak terlalu berat, bisa diberikan antibiotik per-oral
(lewat mulut) dan tetap tinggal di rumah. Penderita yang lebih tua dan penderita dengan sesak
nafas atau dengan penyakit jantung atau paru-paru lainnya, harus dirawat dan antibiotik
diberikan melalui infus. Mungkin perlu diberikan oksigen tambahan, cairan intravena dan alat
bantu nafas mekanik. Kebanyakan penderita akan memberikan respon terhadap pengobatan
dan keadaannya membaik dalam waktu 2 minggu
Engram (1998) menyatakan bahwa penatalaksanaan medis umum terdiri dari
1. Farmakoterapi : antibiotik (diberikan secara intravena), ekspektoran, antipiretik
dan analgetik.
2. Terapi oksigen dan nebulisasi aerosol
3. Fisioterapi dada dengan drainage postural.
Dalam melakukan terapi pada penderita pneumonia, yang perlu diperhatikan antara lain :
1. Perhatikan hidrasi.
2. Berikan cairan i.v sekaligus antibiotika bila oral tidak memungkinkan.
3. Perhatikan volume cairan agar tidak ada kelebihan cairan karena seleksi ADH
juga akan berlebihan.
4. Setelah hidrasi cukup, turunkan ccairan i.v 50-60% sesuai kebutuhan.
5. Disstres respirasi diatasi dengan oksidasi, konsentrasi tergantung dengan keadaan
klinis pengukuran pulse oksimetri.
6. Pengobatan antibiotik:
a. Penisillin dan derivatnya. Biasanya penisilin S IV 50.000 unit/kg/hari atau
penisilil prokain i.m 600.000 V/kali/hari atau amphisilin 1000 mg/kgBB/hari .
Lama terapi 7 – 10 hari untuk kasus yang tidak terjadi komplikasi.
b. Amoksisillin atau amoksisillin plus ampisillin. Untuk yang resisten terhadap
ampisillin.
c. Kombinasi flukosasillin dan gentamisin atau sefalospirin generasi ketiga,
misal sefatoksim.
d. Kloramfenikol atau sefalosporin. H. Influensa, Klebsiella, P. Aeruginosa
umumnya resisten terhadap ampisillin dan derivatnya. Dapat diberi
kloramfenikol 100 mg/kgBB/hari aatu sefalosporin.
e. Golongan makrolit seperti eritromisin atau roksittromisin. Untuk pneumonia
karena M. Pneumoniae. Roksitromisin mempenetrasi jaringan lebih baik
dengan rasio konsentrasi antibiotik di jaringan dibanding plasma lebih tinggi.
Dosis 2 kali sehari meningkatkan compliance dan efficacy.
f. Klaritromisin. Punya aktivitas 10 kali erirtomisin terhadap C. pneumonie in
vitro dan mempenetrasi jaringan lebih baik.

I. PENCEGAHAN
Untuk orang-orang yang rentan terhadap pneumonia, latihan bernafas dalam dan terapi untuk
membuang dahak, bisa membantu mencegah terjadinya pneumonia. Vaksinasi bisa membantu
mencegah beberapa jenis pneumonia pada anak-anak dan orang dewasa yang beresiko tinggi
yakni :
1. Vaksin pneumokokus (untuk mencegah pneumonia karena Streptococcus
pneumoniae)
2. Vaksin flu
3. Vaksin Hib (untuk mencegah pneumonia karena Haemophilus influenzae type b).
Upaya pencegahan merupakan komponen strategis dalam pemberantasan pneumonia pada
anak; terdiri dari pencegahan melalui imunisasi dan upaya pencegahan non-imunisasi.
Program Pengembangan Imunisasi (PPI) yang meliputi imunisasi DPT dan campak yang
telah dilaksanakan pemerintah selama ini dapat menurunkan proporsi kematian balita akibat
pneumonia. Hal ini dapat dimengerti karena campak, pertusis dan juga difteri bisa juga
menyebabkan pneumonia atau merupakan penyakit penyerta pada pneumonia balita.
Di samping itu, sekarang telah tersedia vaksin Hib dan vaksin pneumokokus konjugat untuk
pencegahan terhadap infeksi bakteri penyebab pneumonia dan penyakit berat lain seperti
meningitis. Namun vaksin ini belum masuk dalam Program Pengembangan Imunisasi (PPI)
Pemerintah.
Yang tidak kalah penting sebenarnya adalah upaya pencegahan non-imunisasi yang
meliputi pemberian ASI eksklusif, pemberian nutrisi yang baik, penghindaran pajanan asap
rokok, asap dapur dIl; perbaikan lingkungan hidup dan sikap hidup sehat; yang kesemuanya
itu dapat menghindarkan terhadap risiko terinfeksi penyakit menular termasuk penghindaran
terhadap pneumonia (Said 2007).
PATHWAY

Micoplasma
virus Bakteri (mirip bakteri) jamur

Masuk sasaluran pernafasan

Paru-paru

Bronkus & alveoli


Reseptor peradangan

Mengganggu krj
makrofag hipothalamus

Hipertermi
Resiko penyebaran infeksi infeksi

Peradangan/ inflamasi
Reseptor nyeri:

Histamine Difusi gas antara O2 &


odema produksi skreet CO2 di alveoli terganggu
Prostaglandin mngkat

bradikinin Kapasitas transportasi


dispnea batuk O2 menurun

Nyeri
kelelahan pola napas
tidak efektif Gangguan pertukaran
gas
Nadi lemah
Bersihan jln napas
tdk efektif Pnekanan diafragma
Intoleransi
akftifitas
Pe tekanan Intra abdomen

Anureksia Saraf pusat

Nutrisi
berkurang
Peningkatan
Metabolisme
ASUHAN KEPERAWATAN

PENGKAJIAN

1. Data dasar pengkajian pasien


2. Aktivitas/istirahat
Gejala : kelemahan, kelelahan, insomnia
Tanda : letargi, penurunan toleransi terhadap aktivitas.
3. Sirkulasi
Gejala : riwayat adanya
Tanda : takikardia, penampilan kemerahan, atau pucat
4. Makanan/cairan
Gejala : kehilangan nafsu makan, mual, muntah, riwayat diabetes mellitus
Tanda : sistensi abdomen, kulit kering dengan turgor buruk, penampilan kakeksia
(malnutrisi)
5. Neurosensori
Gejala : sakit kepala daerah frontal (influenza)
Tanda : perusakan mental (bingung)
6. Nyeri/kenyamanan
Gejala : sakit kepala, nyeri dada (meningkat oleh batuk), imralgia, artralgia.
Tanda : melindungi area yang sakit (tidur pada sisi yang sakit untuk membatasi
gerakan)
7. Pernafasan
Gejala : adanya riwayat ISK kronis, takipnea (sesak nafas), dispnea.
Tanda :
sputum:merah muda, berkarat
perpusi: pekak datar area yang konsolidasi
premikus: taksil dan vocal bertahap meningkat dengan konsolidasi
Bunyi nafas menurun
Warna: pucat/sianosis bibir dan kuku
8. Keamanan
Gejala : riwayat gangguan sistem imun misal: AIDS, penggunaan steroid, demam.
Tanda : berkeringat, menggigil berulang, gemetar
9. Penyuluhan/pembelajaran
Gejala : riwayat mengalami pembedahan, penggunaan alkohol kronis
Tanda : DRG menunjukkan rerata lama dirawat 6-8 hari
Rencana pemulangan: bantuan dengan perawatan diri, tugas pemeliharaan rumah

Diagnosa yang mungkin muncul

1. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan perfusi kapiler

alveolar
2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan kelelahan otot pernafasan.
3. Ketidak efektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan obstruksi jalan nafas
4. Peningkatan suhu tubuh berhubungkan dengan proses infeksi
5. Intoleransi aktivitas berhubungkan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan

kebutuhan oksigen, kelemahan, kelelahan


6. Nyeri

DAFTAR PUSTAKA
Betz, C. L., & Sowden, L. A 2002, Buku saku keperawatan pediatri, RGC, Jakarta.

Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, alih bahasa: Waluyo
Agung., Yasmin Asih., Juli., Kuncara., I.made karyasa, EGC: Jakarta.
Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta. Penebit Buku Kedokteran EGC
Depkes RI 2002, Pedoman penanggulangan P2 ISPA, Depkes RI, Jakarta.

Docterman dan Bullechek. Nursing Invention Classifications (NIC), Edition 4, United States
Of America: Mosby Elseveir Acadamic Press, 2013.

Hall & Guyton. 2006. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Maas, Morhead, Jhonson dan Swanson. Nursing Out Comes (NOC), United States Of
America: Mosby Elseveir Acadamic Press, 2013.

Nanda International. Diagnosis Keperawatan: Defenisi dan klassifikasi, Jakarata: EGC, 2009.

You might also like