Professional Documents
Culture Documents
A. Definisi.a. Appendiks adalah organ tambahan kecil yang menyerupai jari, melekat pada
sekum tepat dibawah katup ileocecal ( Brunner dan Sudarth, 2002 hal 1097 ).
b. Appendicitis adalah peradangan dari appendiks vermiformis, dan merupakan penyebab
abdomen akut yang paling sering. (Arif Mansjoer ddk 2000 hal 307 ).
c. Apendisitis adalah kondisi di mana infeksi terjadi di umbai cacing. Dalam kasus ringan
dapat sembuh tanpa perawatan, tetapi banyak kasus memerlukan laparotomi dengan
penyingkiran umbai cacing yang terinfeksi. Bila tidak terawat, angka kematian cukup tinggi,
dikarenakan oleh peritonitis dan shock ketika umbai cacing yang terinfeksi hancur. (Anonim,
Apendisitis, 2007)
B. Etiologi.
Appendicitis belum ada penyebab yang pasti atau spesifik tetapi ada factor-faktor prediposisi
yang menyertai. Factor tersering yang muncul adalah obtruksi lumen.
1. Pada umumnya obstruksi ini terjadi karena :
a. Hiperplasia dari folikel limfoid, ini merupakan penyebab terbanyak.
b. Adanya faekolit dalam lumen appendiks.
c. Adanya benda asing seperti biji – bijian. Seperti biji Lombok, biji jeruk dll.
d. Striktura lumen karena fibrosa akibat peradangan sebelumnya
2. Infeksi kuman dari colon yang paling sering adalah E. Coli dan streptococcus
3. Laki – laki lebih banyak dari wanita. Yang terbanyak pada umur 15 – 30 tahun (remaja
dewasa). Ini disebabkan oleh karena peningkatan jaringan limpoid pada masa tersebut.
4. Tergantung pada bentuk appendiks
5. Appendik yang terlalu panjang.
6. Messo appendiks yang pendek.
7. Penonjolan jaringan limpoid dalam lumen appendiks.
8. Kelainan katup di pangkal appendiks.
C. Klasifikasi
Klasifikasi Apendisitis ada 2 :
a. Apendisitis akut, dibagi atas: Apendisitis akut fokalis atau segmentalis, yaitu setelah
sembuh akan timbul striktur lokal. Appendisitis purulenta difusi, yaitu sudah bertumpuk
nanah.
b. Apendisitis kronis, dibagi atas: Apendisitis kronis fokalis atau parsial, setelah sembuh akan
timbul striktur lokal. Apendisitis kronis obliteritiva yaitu appendiks miring, biasanya
ditemukan pada usia tua.
D. Patofisiologi
Apendiks terinflamasi dan mengalami edema sebagai akibat terlipat atau tersumbat
kemungkinan oleh fekolit (massa keras dari faeces) atau benda asing. Proses inflamasi
meningkatkan tekanan intraluminal, menimbulkan nyeri abdomen atas atau menyebar hebat
secara progresif, dalam beberapa jam terlokalisasi dalam kuadran kanan bawah dari abdomen.
Akhirnya apendiks yang terinflamasi berisi pus.
E. Manifestasi Klinis
Untuk menegakkan diagnosa pada apendisitis didasarkan atas anamnese ditambah dengan
pemeriksaan laboratorium serta pemeriksaan penunjang lainnya.
Gejala apendisitis ditegakkan dengan anamnese, ada 4 hal yang penting adalah: Nyeri mula-
mula di epigastrium (nyeri viseral) yang beberapa waktu kemudian menjalar ke perut kanan
bawah. Muntah oleh karena nyeri viseral. Panas (karena kuman yang menetap di dinding
usus). Gejala lain adalah badan lemah dan kurang nafsu makan, penderita nampak sakit,
menghindarkan pergerakan, di perut terasa nyeri.
Tanda dan gejala :
1. Anoreksia biasanya tanda pertama.
2. Nyeri, permulaan nyeri timbul pada daerah sentral (viseral) lalu kemudian menjalar
ketempat appendics yang meradang (parietal). Retrosekal/nyeri punggung/pinggang.
Postekal/nyeri terbuka.
3. Diare, Muntah, demam derajat rendah, kecuali ada perforasi.
F. Penatalaksanaan
Tidak ada penatalaksanaan appendicsitis, sampai pembedahan dapat di lakukan. Cairan intra
vena dan antibiotik diberikan intervensi bedah meliputi pengangkatan appendics dalam 24
jam sampai 48 jam awitan manifestasi. Pembedahan dapat dilakukan melalui insisi
kecil/laparoskop. Bila operasi dilakukan pada waktunya laju mortalitas kurang dari 0,5%.
Penundaan selalu menyebabkan ruptur organ dan akhirnya peritonitis. Pembedahan sering
ditunda namun karena dianggap sulit dibuat dan klien sering mencari bantuan medis tapi
lambat. Bila terjadi perforasi klien memerlukan antibiotik dan drainase.
G. Komplikasi
1. Perforasi dengan pembentukan abses.
2. Peritonitis generalisata
3. Pieloflebitis dan abses hati, tapi jarang.
H. Prognosis.
B. Pemeriksaan Fisik.
Data Subyektif
a. Rasa sakit di epigastrium atau daerah periumbilikus kemudian menjalar ke bagian perut
bawa
b. Rasa sakit hilang timbul
c. Mual, muntah
d. Diare atau konstipasi
e. Tungkai kanan tidak dapat diluruskan
f. Rewel dan menangis
g. Lemah dan lesu
h. Suhu tubuh meningkat
5. Data Obyektif
a. Nyeri tekan titik MC.Burney
b. Bising usus meningkat, perut kembung
c. Suhu meningkat, nadi cepat
d. Hasil leukosit meningkat 10.000 – 12.000 /ui dan 13.000/ui bila sudah terjadi perforasi
Diagnosa keperawatan
1. Resiko tinggi terhadap infeksi behubungan dengan perforasi pada Apendiks dan tidak
adekuatnya pertahanan utama.
2. Volume cairan kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual dan muntah.
3. Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan terjadinya mual dan muntah.
4. Nyeri berhubungan dengan anatomi ureter yang berdekatan dengan apendiks oleh
inflamasi.
5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan tidak mengenal sumber informasi yang ditandai
dengan anxietas.
6. Intoleransi Aktifitas berhubungan dengan keadaan nyeri yang mengakibatkan terjadinya
penurunan pergerakan akibat nyeri akut.
Intervensi dan Rasional
1. Resiko terjadinya infeksi berhubungan dengan dengan perforasi pada Apendiks dan tidak
adekuatnya pertahanan utama.
Tujuan :
Kriteria Hasil : Meningkatkan penyembuhan luka dengan benar, bebas tanda infeksi atau
inflamasi
No. Intervensi Rasional
1. a. Awasi tanda vital. Perhatikan demam, menggigil, berkeringat, perubahan mental,
meningkatnya nyeri abdomen.
b. Lakukan pencucian tangan yang baik dan perawatn luka aseptic. Berika perawatan
paripurna.
c. Lihan insisi dan balutan. Catat karakteristik drainase luka, adanya eritema.
d. Beriakn informasi yang tepat dan jujur pada pasien
e. Ambil contoh drainage bila diindikasikan.
f. Berikan antibiotic sesuai indikasi/ a. Dugaan adanya infeksi/terjadinya sepsis, abses,
peritonitis.
b. Menurunkan resiko penyebaran bakteri.
c. Memberikan deteksi dini terjainya proses infeksi, dan atau pengawasan penyembuhan
peritonitis yang telah ada sebelumnya.
d. Penetahuan tenteng kemajuan situasi memberikan dukungan emosi, membantu
menurunkan anxietas.
e. Kultur pewarnaan gram dan sensitifias berguna untuk mengidentifikasi organism penyebab
dan pilihan terapi.
f. Mungkin diberikan secara profilaktik atau menurunkan jumlah organism (pada innfeksi
yang telah ada sebelumnya) utuk menurunkan penyebaran dan pertumbuhannya pada rongga
abdomen
2. Resiko berkurangnya volume cairan berhubungan dengan adanya mual muntah.
Tujuan :
Kriteria Hasil : Mempertahankan keseimbangan cairan dibuktikan oleh kelembaban
membrane mukosa, turgor kulit baik, tanda-tanda vital stabil, dan secara individual haluaran
urine adekuat.
No. Intervensi Rasional
1. a. Awasi TD dan nadi
b. Lihat membrane mukosa, kaji turgor ulit dan pengisian kapiler
c. Awasi masuk dan haluaran, catat warna urine, konsentrasi, berat jenis.
d. Auskultasi bising usus. Cata kelancaran flatus, gerakan usus.
e. Berikan sejumlah kecil minuman jernih bila pemasukan oral dimulai dan lanjutkan dengan
diet sesuai toleransi.
f. Pertahankan penghisapan gaster/usus
g. Beriakn cairan IV dan elektrolit a. Tanda yang membantu mengidentifikasi fluktuasi
volume intravaskuler.
b. Indikator keadekuatan sirkulasi perifer dan hidrasi seluler
c. Penurunan haluaran urine pekat dengan peningkatan berat jenis diduga dehidrasi cairan.
d. Indikator kembalinya peristaltic, kesiapan untuk pemasukan per oral.
e. Menurunkan muntah untuk meminimalkan kehilangan cairan.
f. Dekompresi usus, meningkatnya istirahat usus, mencegah muntah
g. Peritonium bereaksiterhadap infeksi dengan menghasilkan sejumlah besar cairan yang
dapat menurunkan volume sirkulasi darah, mengakibatkan hipovolemia. Dehidrasi dan dapat
terjadi ketidakseimbangan elektrolit.
3. Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan terjadinya mual dan muntah.
Kriteria Hasil : BB normal,
4. Nyeri berhubungan dengan anatomi ureter yang berdekatan dengan apendiks oleh
inflamasi.
Tujuan :
Kriteria hasil : Pasien tampak rileks mampu tidur/ istirahat dengan tepat.
No. Intervensi Rasional
1. Pertahankan istirahat dengan posisi semi-fowler Gravitasi melokalisasi eksudat inflamasi
dalam abdomen bawah atau pelvis, menghilangkan tegangan abdomen yang bertambah
dengan posisi terlentang (supine)
2. Berikan aktivitas hiburan Focus perhatian kembali, meningkatkan relaksasi dan dapat
meningkatkan kemampuan koping.
3. Berikan anlgesik sesuai indikasi. Analgesic dapat menghilangkan nyeri yang diderita
pasien.
4. Berikan kantong es pada abdomen Menghilangkan dan mengurangi nyeri melalui
penghilangan rasa ujung saraf.
Muhammad Akbar
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Anatomi
Appendiks merupakan suatu organ limfoid seperti tonsil, payer patch (analog dengan Bursa
cm (kisaran 3-15 cm) dengan diameter 0,5-1 cm, dan berpangkal di sekum. Lumennya sempit
di bagian proksimal dan melebar dibagian distal.7 Basis appendiks terletak pada bagian
postero medial caecum, di bawah katup ileocaecal. Ketiga taenia caecum bertemu pada basis
appendiks. 8,9
mesenterium usus halus pada daerah ileum terminale. Mesenteriolum berisi a. Apendikularis
merupakan jaringan lemak yang mempunyai pembuluh appendiceal dan terkadang juga
Struktur apendiks mirip dengan usus mempunyai 4 lapisan yaitu mukosa, submukosa,
muskularis eksterna/propria (otot longitudinal dan sirkuler) dan serosa. Apendiks mungkin
tidak terlihat karena adanya membran Jackson yang merupakan lapisan peritoneum yang
menyebar dari bagian lateral abdomen ke ileum terminal, menutup caecum dan appendiks.
Lapisan submukosa terdiri dari jaringan ikat kendor dan jaringan elastic membentuk jaringan
saraf, pembuluh darah dan lymphe. Antara Mukosa dan submukosa terdapat lymphonodes.
Mukosa terdiri dari satu lapis collumnar epithelium dan terdiri dari kantong yang disebut
crypta lieberkuhn. Dinding dalam sama dan berhubungan dengan sekum (inner circular layer).
Dinding luar (outer longitudinal muscle) dilapisi oleh pertemuan ketiga taenia colli pada
pertemuan caecum dan apendiks. Taenia anterior digunakan sebagai pegangan untuk mencari
apendiks.3
Appendiks pertama kali tampak saat perkembangan embriologi minggu ke-8 yaitu bagian
ujung dari protuberans sekum. Pada saat antenatal dan postnatal, pertumbuhan dari sekum
yang berlebih akan menjadi apendiks, yang akan berpindah dari medial menuju katup
ileosekal. 2
Pada bayi, apendiks berbentuk kerucut, lebar pada pangkalnya dan menyempit kearah
ujungnya. Keadaan ini mungkin menjadi sebab rendahnya insiden apendisitis pada usia itu.
bergerak dan ruang geraknya bergantung pada panjang mesoapendiks penggantungnya. Pada
kasus selebihnya, apediks terletak retroperitoneal, yaitu di belakang sekum, di belakang kolon
asendens, atau ditepi lateral kolon asendens. Gejala klinis apendisitis ditentukan oleh letak
apendiks.7
Persarafan parasimpatis berasal dari cabang n.vagus yang mengikuti a.mesenterika superior
dan a.apendikularis, sedangkan persarafan simpatis berasal dari n.torakalis X. Oleh karena itu,
nyeri visceral pada apendisitis bermula disekitar umbilikus. Pendarahan apendiks berasal dari
a. apendikularis yang merupakan arteri tanpa kolateral. Jika arteri ini tersumbat, misalnya
2.2. Fisiologi
Apendiks menghasilkan lendir 1-2 ml per hari. Lendir di muara apendiks tampaknya berperan
Imunoglobulin sekretoar yang dihasilkan oleh GALT (Gut associated Lymphoid tissue) yang
terdapat di sepanjang saluran cerna termasuk apendiks, ialah IgA. Imunoglobulin ini sangat
efektif sebagai pelindung terhadap infeksi. Namun demikian, pengangkatan apendiks tidak
mempengaruhi system imun tubuh karena jumlah jaringan limfe disini kecil sekali jika
Jaringan lymphoid pertama kali muncul pada apendiks sekitar 2 minggu setelah lahir.
Jumlahnya meningkat selama pubertas, dan menetap saat dewasa dan kemudian berkurang
mengikuti umur. Setelah usia 60 tahun, tidak ada jaringan lymphoid lagi di apendiks dan
2.3. Definisi
Apendisitis infiltrate adalah proses radang apendiks yang penyebarannya dapat dibatasi oleh
(appendiceal mass). Umumnya massa apendiks terbentuk pada hari ke-4 sejak peradangan
mulai apabila tidak terjadi peritonitis umum. Massa apendiks lebih sering dijumpai pada
pasien berumur lima tahun atau lebih karena daya tahan tubuh telah berkembang dengan baik
dan omentum telah cukup panjang dan tebal untuk membungkus proses radang.13
2.4 Etiologi
tersering dari obstruksi apendiks. Penyebab lainnya adalah hipertrofi jaringan limfoid, sisa
barium dari pemeriksaan roentgen, diet rendah serat, dan cacing usus termasuk ascaris.
Trauma tumpul atau trauma karena colonoscopy dapat mencetuskan inflamasi pada apendiks.
Post operasi apendisitis juga dapat menjadi penyebab akibat adanya trauma atau stasis fekal.
2,8
Frekuensi obstruksi meningkat dengan memberatnya proses inflamasi. Fekalit ditemukan
pada 40% dari kasus apendisitis akut, sekitar 65% merupakan apendisitis gangrenous tanpa
makan makanan rendah serat dan pengaruh konstipasi terhadap timbulnya apendisitis.
fungsional apendiks dan meningkatnya pertumbuhan kuman flora kolon biasa. Semuanya
2.5. Patofisiologi
Appendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks oleh hyperplasia folikel
limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis akibat peradangan sebelumnya, atau
neoplasma.1
Obstruksi lumen yang tertutup disebabkan oleh hambatan pada bagian proksimalnya dan
berlanjut pada peningkatan sekresi normal dari mukosa apendiks yang distensi. Obstruksi
tersebut mneyebabkan mucus yang diproduksi mukosa mengalami bendungan. Makin lama
mucus tersebut makin banyak, namun elastisitas dinding appendiks mempunyai keterbatasan
sekitar 0,1 ml. Jika sekresi sekitar 0,5 dapat meningkatkan tekanan intalumen sekitar 60
cmH20. Manusia merupakan salah satu dari sedikit binatang yang dapat mengkompensasi
peningkatan sekresi yang cukup tinggi sehingga menjadi gangrene atau terjadi perforasi.2
menghambat aliran limfe, terjadi ulserasi mukosa dan invasi bakteri. Infeksi menyebabkan
pembengkakan apendiks bertambah (edema) dan semakin iskemik karena terjadi trombosis
pembuluh darah intramural (dinding apendiks). Pada saat inilah terjadi apendisitis akut fokal
yang ditandai oleh nyeri epigastrium. Gangren dan perforasi khas dapat terjadi dalam 24-36
jam, tapi waktu tersebut dapat berbeda-beda setiap pasien karena ditentukan banyak faktor. 1,9
Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal tersebut akan
menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan menembus dinding.
Peradangan timbul meluas dan mengenai peritoneum setempat sehingga menimbulkan nyeri
didaerah kanan bawah. Keadaan ini disebut dengan apendisitis supuratif akut.1
Bila kemudian arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks yang diikuti dengan
gangrene. Stadium ini disebut dengan apendisitis gangrenosa. Bila dinding yang telah rapuh
Bila semua proses diatas berjalan lambat, omentum dan usus yang berdekatan akan bergerak
kearah apendiks hingga timbul suatu massa local yang disebut infiltrate apendikularis.
Infiltrat apendikularis merupakan tahap patologi apendisitis yang dimulai dimukosa dan
melibatkan seluruh lapisan dinding apendiks dalam waktu 24-48 jam pertama, ini merupakan
usaha pertahanan tubuh dengan membatasi proses radang dengan menutup apendiks dengan
omentum, usus halus, atau adneksa sehingga terbentuk massa periapendikular. Didalamnya
dapat terjadi nekrosis jaringan berupa abses yang dapat mengalami perforasi. Jika tidak
terbentuk abses, apendisitis akan sembuh dan massa periapendikular akan menjadi tenang
Pada anak-anak, karena omentum lebih pendek dan apendiks lebih panjang, dinding apendiks
lebih tipis. Keadaan tersebut ditambah dengan daya tahan tubuh yang masih kurang
memudahkan terjadinya perforasi. Sedangkan pada orang tua perforasi mudah terjadi karena
Kecepatan rentetan peristiwa tersebut tergantung pada virulensi mikroorganisme, daya tahan
tubuh, fibrosis pada dinding apendiks, omentum, usus yang lain, peritoneum parietale dan
juga organ lain seperti vesika urinaria, uterus tuba, mencoba membatasi dan melokalisir
proses peradangan ini. Bila proses melokalisir ini belum selesai dan sudah terjadi perforasi
maka akan timbul peritonitis. Walaupun proses melokalisir sudah selesai tetapi masih belum
cukup kuat menahan tahanan atau tegangan dalam cavum abdominalis, oleh karena itu
Apendiks yang pernah meradang tidak akan sembuh sempurna, tetapi akan membentuk
jaringan parut yang menyebabkan perlengketan dengan jaringan sekitarnya. Perlengketan ini
dapat menimbulkan keluhan berulang diperut kanan bawah. Pada suatu ketika organ ini dapat
Appendisitis infiltrat didahului oleh keluhan appendisitis akut yang kemudian disertai adanya
massa periapendikular. Gejala klasik apendisitis akut biasanya bermula dari nyeri di daerah
umbilikus atau periumbilikus yang berhubungan dengan muntah. Dalam 2-12 jam nyeri
beralih kekuadran kanan, yang akan menetap dan diperberat bila berjalan atau batuk.
Terdapat juga keluhan anoreksia, malaise, dan demam yang tidak terlalu tinggi. Biasanya
juga terdapat konstipasi tetapi kadang-kadang terjadi diare, mual dan muntah. Pada
permulaan timbulnya penyakit belum ada keluhan abdomen yang menetap. Namun dalam
Apendisitis akut sering tampil dengan gejala khas yang didasari oleh radang mendadak
apendiks yang memberikan tanda setempat, disertai maupun tidak disertai rangsang
peritoneum lokal. Umunya nafsu makan menurun. Dalam beberapa jam nyeri akan berpindah
ke kanan bawah ke titik McBurney. Disini nyeri dirasakan lebih tajam dan lebih jelas
letaknya sehingga merupakan somatik setempat. Kadang tidak ada nyeri epigastrium tetapi
terdapat konstipasi sehingga penderita merasa memerlukan obat pencahar. Tindakan itu
perangsangan peritoneum biasanya pasien mengeluh sakit perut bila berjalan atau batuk.7
Bila letak apendiks retrosekal di luar rongga perut, karena letaknya terlindung sekum
maka tanda nyeri perut kanan bawah tidak begitu jelas dan tidak ada rangsangan peritoneal.
Rasa nyeri lebih ke arah perut sisi kanan atau nyeri timbul pada saat berjalan, karena
Apendiks yang terletak di rongga pelvis, bila meradang, dapat menimbulkan gejala
dan tanda rangsangan sigmoid atau rektum sehingga peristaltik meningkat, pengosongan
rektum akan menjadi lebih cepat dan berulang-ulang. Jika apendiks tadi menempel ke
kandung kemih, dapat terjadi peningkatan frekuensi kencing, karena rangsangan dindingnya.
7
Pada beberapa keadaan, apendisitis agak sulit didiagnosis sehingga tidak ditangani
pada waktunya dan terjadi komplikasi. Gejala apendisitis akut pada anak tidak spesifik.
Gejala awalnya sering hanya rewel dan tidak mau makan. Anak sering tidak bisa melukiskan
rasa nyerinya dalam beberapa jam kemudian akan timbul muntah-muntah dan anak akan
menjadi lemah dan letargik. Karena gejala yang tidak khas tadi, sering apendisitis diketahui
setelah perforasi. Pada bayi, 80-90 % apendisitis baru diketahui setelah terjadi perforasi. 7
mungkin kolik
(rangsaganan automik)
Pendindingan (Infiltrat)
Pada orang berusia lanjut gejalanya juga sering samar-samar saja, tidak jarang
terlambat diagnosis. Akibatnya lebih dari separo penderita baru dapat didiagnosis setelah
perforasi. 7
Pada kehamilan, keluhan utama apendisitis adalah nyeri perut, mual, dan muntah.
Yang perlu diperhatikan ialah, pada kehamilan trimester pertama sering juga terjadi mual dan
muntah. Pada kehamilan lanjut sekum dengan apendiks terdorong ke kraniolateral sehingga
keluhan tidak dirasakan di perut kanan bawah tetapi lebih ke regio lumbal kanan. 7
o nyeri tekan
o nyeri lepas
o defans muskuler
2.7. Pemeriksaan
Demam biasanya ringan, dengan suhu sekitar 37,5-38,5C. Bila suhu lebih tinggi, mungkin
sudah terjadi perforasi. Bisa terdapat perbedaan suhu aksilar dan rektal sampai 1C. Pada
inspeksi perut tidak ditemukan gambaran spesifik. Kembung sering terlihat pada penderita
dengan komplikasi perforasi. Appendisitis infiltrat atau adanya abses apendikuler terlihat
Pada palpasi didapatkan nyeri yang terbatas pada regio iliaka kanan, bisa disertai nyeri lepas.
Defans muskuler menunjukkan adanya rangsangan peritoneum parietale. Nyeri tekan perut
kanan bawah ini merupakan kunci diagnosis. Pada penekanan perut kiri bawah akan
dirawakan nyeri di perut kanan bawah yang disebut tanda Rovsing. Pada apendisitis
retrosekal atau retroileal diperlukan palpasi dalam untuk menentukan adanya rasa nyeri. 7
Jika sudah terbentuk abses yaitu bila ada omentum atau usus lain yang dengan cepat
membendung daerah apendiks maka selain ada nyeri pada fossa iliaka kanan selama 3-4 hari
(waktu yang dibutuhkan untuk pembentukan abses) juga pada palpasi akan teraba massa yang
fixed dengan nyeri tekan dan tepi atas massa dapat diraba. Jika apendiks intrapelvinal maka
massa dapat diraba pada RT(Rectal Touche) sebagai massa yang hangat.3
Peristalsis usus sering normal, peristalsis dapat hilang karena ileus paralitik pada peritonitis
generalisata akibat apendisitis perforata. Pemeriksaan colok dubur menyebabkan nyeri bila
daerah infeksi bisa dicapai dengan jari telunjuk, misalnya pada apendisitis pelvika. 7
Pada apendisitis pelvika tanda perut sering meragukan, maka kunci diagnosis adalah nyeri
terbatas sewaktu dilakukan colok dubur. Colok dubur pada anak tidak dianjurkan.
Pemeriksaan uji psoas dan uji obturator merupakan pemeriksaan yang lebih ditujukan untuk
mengetahui letak apendiks. Uji psoas dilakukan dengan rangsangan m. psoas lewat
hiperekstensi atau fleksi aktif. Bila apendiks yang meradang menempel di m.psoas, tindakan
tersebut akan menimbulkan nyeri. Uji obturator digunakan untuk melihat apakah apendiks
yang meradang kontak dengan m.obturator internus yang merupakan dinding panggul kecil.
Dengan gerakan fleksi dan endorotasi sendi panggul pada posisi terlentang, pada apendisitis
Psoas sign. Nyeri pada saat paha kanan pasien diekstensikan. Pasien dimiringkan kekiri.
Pemeriksa meluruskan paha kanan pasien, pada saat itu ada hambatan pada pinggul / pangkal
Tes Obturator. Nyeri pada rotasi kedalam secara pasif saat paha pasien difleksikan.
Pemeriksa menggerakkan tungkai bawah kelateral, pada saat itu ada tahanan pada sisi
Dasar Anatomi dari tes obturator : Peradangan apendiks dipelvis yang kontak denhgan otot
obturator internus yang meregang saat dilakukan manuver. 14
Pemeriksaan Laboratorium, pada darah lengkap didapatkan leukosit ringan umumnya pada
apendisitis sederhana. Lebih dari 13.000/mm3 umumnya pada apendisitis perforasi. Tidak
pergeseran kekiri. Pada pemeriksaan urin, sedimen dapat normal atau terdapat leukosit dan
eritrosit lebih dari normal bila apendiks yang meradang menempel pada ureter atau vesika.13
Pemeriksaan Radiologi,
foto polos abdomen dikerjakan apabila hasil anamnesa atau pemeriksaan fisik
mungkin terlihat ”ileal atau caecal ileus” (gambaran garis permukaan air-udara
USG atau CT Scan. USG dilakukan khususnya untuk melihat keadaan kuadran kanan
bawah atau nyeri pada pelvis pada pasien anak atau wanita. Adanya peradangan pada
Kondisi penyakit lain pada kuadran kanan bawah seperti inflammatory bowel desease,
mengidentifikasi apendiks yang mengalami inflamasi (diameter lebih dari 6 mm) juga dapat
apendiks.3
2.8. Diagnosis
Riwayat klasik apendisitis akut, yang diikuti dengan adanya massa yang nyeri di region iliaka
kanan dan disertai demam, mengarahkan diagnosis ke massa atau abses apendikuler.
keadaan ini sulit dibedakan dengan karsinoma sekum, penyakit Crohn, amuboma dan
Terganggu (KET), Adneksitis dan Kista Ovarium terpuntir . Kunci diagnosis biasanya
Tumor caecum, biasanya terjadi pada orang tua dengan tanda keadaan umum jelek, anemia
dan turunnya berat badan. Hal ini perlu dipastikan dengan colon in loop dan benzidin test.
Pada anak-anak tumor caecum yang sering adalah sarcoma dari kelenjar mesenterium. Pada
apendisitis tuberkulosa, klinisnya antara lain keluhan nyeri yang tidak begitu hebat disebelah
kanan perut, dengan atau tanpa muntah dan waktu serangan dapat timbul panas badan,
leukositosis sedang, biasanya terdapat nyeri tekan dan rigiditas pada kuadran lateral bawah
Massa apendiks dengan proses radang yang masih aktif ditandai dengan:
1. keadaan umum pasien masih terlihat sakit, suhu tubuh masih tinggi;
2. pemeriksaan lokal pada abdomen kuadran kanan bawah masih jelas terdapat
tanda-tanda peritonitis;
pergeseran ke kiri.
Massa apendiks dengan proses radang yang telah mereda dengan ditandai dengan
1. keadaan umum telah membaik dengan tidak terlihat sakit, suhu tubuh tidak tinggi lagi;
2. pemeriksaan lokal abdomen tenang, tidak terdapat tanda-tanda peritonitis dan hanya
2.9. Penatalaksanaan
Perjalanan patologis penyakit dimulai pada saat apendiks menjadi dilindungi oleh omentum
dan gulungan usus halus didekatnya. Mula-mula, massa yang terbentuk tersusun atas
campuran membingungkan bangunan-bangunan ini dan jaringan granulasi dan biasanya dapat
segera dirasakan secara klinis. Jika peradangan pada apendiks tidak dapat mengatasi
batasnya. 15
Urut-urutan patologis ini merupakan masalah bagi ahli bedah. Masalah ini adalah bilamana
penderita ditemui lewat sekitar 48 jam, ahli bedah akan mengoperasi untuk membuang
apendiks yang mungkin gangrene dari dalam massa perlekatan ringan yang longgar dan
sangat berbahaya, dan bilamana karena massa ini telah menjadi lebih terfiksasi dan vascular,
sehingga membuat operasi berbahaya maka harus menunggu pembentukan abses yang dapat
mudah didrainase.15
Massa apendiks terjadi bila terjadi apendisitis gangrenosa atau mikroperforasi ditutupi atau
dibungkus oleh omentum dan atau lekuk usus halus. Pada massa periapendikular yang
pendidingannya belum sempurna, dapat terjadi penyebaran pus keseluruh rongga peritoneum
jika perforasi diikuti peritonitis purulenta generalisata. Oleh karena itu, massa
periapendikular yang masih bebas disarankan segera dioperasi untuk mencegah penyulit
tersebut. Selain itu, operasi lebih mudah. Pada anak, dipersiapkan untuk operasi dalam waktu
2-3 hari saja. Pasien dewasa dengan massa periapendikular yang terpancang dengan
pendindingan sempurna, dianjurkan untuk dirawat dahulu dan diberi antibiotik sambil
diawasi suhu tubuh, ukuran massa, serta luasnya peritonitis. Bila sudah tidak ada demam,
massa periapendikular hilang, dan leukosit normal, penderita boleh pulang dan apendiktomi
elektif dapat dikerjakan 2-3 bulan kemudian agar perdarahan akibat perlengketan dapat
ditekan sekecil mungkin. Bila terjadi perforasi, akan terbentuk abses apendiks. Hal ini
ditandai dengan kenaikan suhu dan frekuensi nadi, bertambahnya nyeri, dan teraba
Massa apendiks dengan proses radang yang masih aktif sebaiknya dilakukan tindakan
pembedahan segera setelah pasien dipersiapkan, karena dikuatirkan akan terjadi abses
apendiks dan peritonitis umum. Persiapan dan pembedahan harus dilakukan sebaik-baiknya
mengingat penyulit infeksi luka lebih tinggi daripada pembedahan pada apendisitis sederhana
tanpa perforasi. 13
Pada periapendikular infiltrat, dilarang keras membuka perut, tindakan bedah apabila
dilakukan akan lebih sulit dan perdarahan lebih banyak, lebih-lebih bila massa apendiks telah
terbentuk lebih dari satu minggu sejak serangan sakit perut. Pembedahan dilakukan segera
bila dalam perawatan terjadi abses dengan atau pun tanpa peritonitis umum. 13
Terapi sementara untuk 8-12 minggu adalah konservatif saja. Pada anak kecil, wanita hamil,
dan penderita usia lanjut, jika secara konservatif tidak membaik atau berkembang menjadi
Bila pada waktu membuka perut terdapat periapendikular infiltrat maka luka operasi ditutup
1. Total bed rest posisi fawler agar pus terkumpul di cavum douglassi.
3. Antibiotika parenteral dalam dosis tinggi, antibiotik kombinasi yang aktif terhadap
kuman aerob dan anaerob. Baru setelah keadaan tenang, yaitu sekitar 6-8 minggu
kemudian, dilakukan apendiktomi. Kalau sudah terjadi abses, dianjurkan drainase saja
dan apendiktomi dikerjakan setelah 6-8 minggu kemudian. Jika ternyata tidak ada
keluhan atau gejala apapun, dan pemeriksaan jasmani dan laboratorium tidak
tindakan bedah.3,7
Analgesik diberikan hanya kalau perlu saja. Observasi suhu dan nadi. Biasanya 48 jam gejala
akan mereda. Bila gejala menghebat, tandanya terjadi perforasi maka harus
dipertimbangkan appendiktomy. Batas dari massa hendaknya diberi tanda (demografi)
setiap hari. Biasanya pada hari ke5-7 massa mulai mengecil dan terlokalisir. Bila
massa tidak juga mengecil, tandanya telah terbentuk abses dan massa harus segera
Caranya dengan membuat insisi pada dinding perut sebelah lateral dimana nyeri tekan adalah
maksimum (incisi grid iron). Abses dicapai secara ekstraperitoneal, bila apendiks mudah
diambil, lebih baik diambil karena apendik ini akan menjadi sumber infeksi. Bila apendiks
sukar dilepas, maka apendiks dapat dipertahankan karena jika dipaksakan akan ruptur dan
infeksi dapat menyebar. Abses didrainase dengan selang yang berdiameter besar, dan
dikeluarkan lewat samping perut. Pipa drainase didiamkan selama 72 jam, bila pus sudah
kurang dari 100 cc/hari, drai dapat diputar dan ditarik sedikit demi sedikit sepanjang 1 inci
tiap hari. Antibiotik sistemik dilanjutkan sampai minimal 5 hari post operasi. Untuk
LED
Jumlah leukosit
Massa
2. Pemeriksaan fisik :
o Keadaan umum penderita baik, tidak terdapat kenaikan suhu tubuh (diukur
dibanding semula.
3. Tidak didapatkan massa atau pada pemeriksaan berulang massa sudah tidak mengecil
lagi.
d. Bila dalam 8-12 minggu masih terdapat tanda-tanda infiltrat atau tidak ada perbaikan,
e. Bila ada massa periapendikular yang fixed, ini berarti sudah terjadi abses dan terapi
adalah drainase.3
2.10. Komplikasi
Komplikasi yang paling sering ditemukan adalah perforasi, baik berupa perforasi bebas
maupun perforasi pada apendiks yang telah mengalami pendindingan berupa massa yang
Perforasi dapat menyebabkan timbulnya abses lokal ataupun suatu peritonitis generalisata.
nyeri lokal pada fossa iliaka kanan berganti menjadi nyeri abdomen menyeluruh
Perut distended
1. Pelvic Abscess
2. Subphrenic absess
Peritonitis merupakan infeksi yang berbahaya karena bakteri masuk kerongga abdomen,
KESIMPULAN
adalah proses radang apendiks yang penyebarannya dapat dibatasi oleh omentum dan
apabila tidak terjadi peritonitis umum. Massa apendiks lebih sering dijumpai pada
pasien berumur lima tahun atau lebih karena daya tahan tubuh telah berkembang
dengan baik dan omentum telah cukup panjang dan tebal untuk membungkus proses
radang.
2. Etiologi dan patofisiologi appendisitis infiltrat diawali oleh adanya apendisitis akut.
terjadi 3 kemungkinan :
o terjadi apendisitis infiltrat jika pertahanan tubuh baik (massa lama kelamaan
apendisitis akut dengan tanda khasnya, pemeriksaan fisik dan penunjang yang
pada kuadran kanan abdomen dengan massa diantaranya tumor cekum, lymfoma
maligna intra abdomen, apendisitis tuberkulosa, amuboma, penyakit crohn, dan juga
4. Terapi appendisitis infiltrat adalah operasi elektif appendiktomy jika massa dianggap
dosis tinggi untuk kuman aerob dan anaerob selama 6-8 minggu. Apabila massa
mengecil pembedahan dapat dibatalkan tetapi apabila massa tetap dan nyeri perut
pasien bertambah berarti sudah terjadi abses dan massa harus segera dibuka dan
dilakukan drainase.
5. Komplikasi yang dapat terjadi yaitu perforasi apendisitis yang dapat mengakibatkan
peritonitis yang pada akhirnya akan terjadi kegagalan organ dan kematian.
DAFTAR PUSTAKA
1. Mansjoer,A., dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga Jilid Kedua.
Jakarta.
2. Schwartz, Spencer, S., Fisher, D.G., 1999. Principles of Surgery sevent edition.
Electronic Publication.
UNAIR. Surabaya.
http://www.gpnotebook.co.uh/cache/1738145813.htm
http://www.meddean.lun.edu/lumen/Meded/Radio/Nuc_med?Appendicitis/Natural.htm.
7. De Jong,.W., Sjamsuhidajat, R., 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2. EGC.
Jakarta.
Sumatra Utara.
http://library.usu.ac.id/download/fk/bedah-emir%20jehan.pdf.
9. Itskowiz, M.S., Jones, S.M., 2004. Appendicitis. Emerg Med 36 (10): 10-15.
www.emedmag.com
http://www.patholoyoutlines.com
www.Bartleby.com
12. Anonim, 2004. Appendicitis. U.S. Department Of Health and Human Services.
www.digestive.niddk.nih.gov
13. Reksoprodjo, S., dkk.1995. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Bagian Bedah Staf
Jakarta.
14. Hardin, M., 1999. Acute Appendisitis :Review and Update. The American
http://www.aafg.org
15. Hugh, A.F.Dudley. 1992. Ilmu Bedah Gawat Darurat edisi kesebelas. Gadjah