Professional Documents
Culture Documents
Asma Intermitten
Disusun oleh :
Moh. Rezza Rizaldi G4A016047
Pembimbing :
dr. Indah Rahmawati, Sp.P
2018
Telah dipresentasikan dan disetujui presentasi kasus berjudul
Asma Intermitten
Presentasi kasus ini telah dipresentasikan dan disahkan sebagai salah satu
prasyarat mengikuti ujian kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu Penyakit Dalam
RSUD Prof. DR. Margono Soekarjo Purwokerto.
Disusun oleh:
Pembimbing,
A. Identitas Penderita
Nama : Ny. P
Umur : 45 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Pliken RT 1/RW 1
Agama : Islam
Tanggal masuk RSMS : 31 Juli 2018
Tanggal periksa : 31 Juli 2018
No. CM : 00747021
B. Anamnesis
1. Keluhan Utama
Sesak napas
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke Poliklinik Paru RS Margono dengan keluhan sesak
napas 3 hari yang lalu sebelum datang ke Poliklinik Paru. Sesak napas
dirasakan hilang timbul dan mengganggu aktivitas. Sesak disertai batuk
berdahak, dahak berwarna putih. Sesak juga disertai nafas berbunyi “ngik-
ngik” saat pasien menghembuskan nafas. Sesak napas kambuh pada malam
hari dan jika pasien terkena batuk dan pilek, udara dingin, debu rumah,
polusi udara di jalan raya, asap rokok, bulu kucing. Sesak memberat saat
aktivitas, dan membaik dengan istirahat. Pasien juga mengeluhkan dada
terasa berat saat sesak napas. Nyeri dada disangkal. Pasien mengalami
keluhan serupa sejak 2 tahun yang lalu dan menjalani pengobatan rutin
sejak tahun 2017. Pasien mengalami sesak napas yang bersifat kambuh-
kambuhan sebanyak 2x sebulan. Sesak membaik bila pasien menghisap
Berotec, pasien jarang menghisap Barotec.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
a. Riwayat keluhan yang sama : diakui
b. Riwayat hipertensi : diakui
c. Riwayat DM : disangkal
d. Riwayat penyakit jantung : disangkal
e. Riwayat penyakit ginjal : disangkal
f. Riwayat alergi obat : disangkal
g. Riwayat alergi makanan : disangkal
4. Riwayat Penyakit Keluarga
a. Riwayat keluhan yang sama : diakui, ayah kandung
b. Riwayat batuk lama : disangkal
c. Riwayat hipertensi : diakui, ayah dan ibu kandung
d. Riwayat DM : disangkal
e. Riwayat penyakit jantung : disangkal
f. Riwayat penyakit ginjal : disangkal
g. Riwayat alergi : disangkal
5. Riwayat Sosial Ekonomi
a. Occupational
Pasien adalah seorang ibu rumah tangga yang tinggal dengan suami,
anak, menantu, dan 2 orang cucu. Kegiatan sehari-hari pasien adalah
mengerjakan pekerjaan rumah dan mengurus cucu.
b. Diet
Pasien makan 3 kali dalam sehari teratur, makan dalam porsi cukup
dengan dan suka mengkonsumsi makanan ringan. Pasien jarang
mengkonsumsi sayur dan buah-buahan. Pasien mengkonsumsi goreng-
gorengan, santan, dan makanan yang asin.
c. Drug
Pasien sebelumnya menggunakan Seretide Diskus pagi dan sore,
Berotec apabila sesak, dan obat tablet.
d. Habit
Pasien tidak memiliki kebiasaan merokok dan minum alkohol.
C. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan Umum : tidak tampak sesak
2. Kesadaran : Compos mentis / GCS 15 (E4V5M6)
3. Tanda Vital
a. Tekanan Darah : 167/84 mmHg
b. Nadi : 101x/menit
c. Pernapasan : 20 x/menit
d. Suhu (Peraksiller) : 36,5 °C
Status Generalis
1. Pemeriksaan kepala
a. Bentuk kepala : Simetris, mesocephal
b. Rambut : Distribusi merata, alopesia (-)
c. Venektasi temporal : tidak ada
2. Pemeriksaan mata
a. Konjungtiva : Anemis (-/-)
b. Sklera : Ikterik (-/-)
c. Palpebra : Oedem (-/-)
d. Reflek cahaya langsung/tidak langsung : (+/+) / (+/+)
3. Pemeriksaan telinga
a. Simetris
b. Kelainan bentuk : (-)
c. Discharge : (-)
4. Pemeriksaan Hidung
a. Discharge : (-)
b. Napas cuping hidung : (-)
5. Pemeriksaan mulut
a. Bibir sianosis : (-)
b. Lidah sianosis : (-)
c. Lidah kotor : (-)
6. Pemeriksaan leher
a. Deviasi trakea : (-)
b. Perbesaran kelenjar tiroid : (-)
c. Perbesaran limfonodi : (-)
d. Peningkatan JVP : (-)
7. Pemeriksaan Thorax
Pulmo
a. Inspeksi : Simetris kanan kiri, retraksi (-), ketertinggalan gerak (-)
b. Palpasi : Vokal fremitus lobus superior kanan sama dengan kiri.
Vokal fremitus lobus inferior kanan sama dengan kiri.
c. Perkusi : Sonor di seluruh lapangan paru, batas paru hepar
di SIC V linea midclavicula dekstra.
d. Auskultasi : Suara dasar : vesikuler (+/+)
Suara tambahan : wheezing (-/-), RBH (-/-), RBK(-/-)
Jantung
a. Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak, pulsasi epigastrium(-)
b. Palpasi : Ictus cordis di SIC VI LMC sinistra dan tidak kuat
angkat
c. Perkusi : Batas kanan atas SIC II LPS dekstra,
Batas kiri atas SIC II LPS sinistra,
Batas kanan bawah SIC IV 2 jari lateral LPS dekstra.
Batas kiri bawah SIC V 2 jari medial LMC sinistra.
d. Auskultasi : S1 > S2 reguler, murmur (-), gallop (-)
8. Pemeriksaan Abdomen
a. Inspeksi : Datar, jaringan parut (-)
b. Auskultasi : Bising usus (+) normal
c. Perkusi : Timpani, pekak alih (-), pekak sisi (-)
d. Palpasi : Supel, nyeri tekan (-), hepar tidak teraba dan lien tidak
Teraba
9. Pemeriksaan Ekstremitas
a. Superior : Oedem (-/-), sianosis (-/-), akral hangat (+/+)
b. Inferior : Oedem (-/-), sianosis (-/-), akral hangat (+/+)
D. Diagnosis Kerja
Asma intermitten
Hipertensi grade II
E. Terapi
a. Non Farmakologi
1) Menghindari alergen seperti debu rumah, polusi udara di jalan raya,
asap rokok, dan bulu kucing.
2) Kurangi aktivitas berat yang menyebabkan kelelahan.
3) Meningkatkan daya tahan tubuh agar pasien terhindar dari infeksi
saluran pernapasan akut.
4) Menggunakan pakaian hangat saat malam hari dan udara dingin.
5) Edukasi pasien dan keluarga pasien tentang faktor pencetus penyakit
pasien, kenali dan hindari faktor pencetus asma, dan kepatuhan
konsumsi obat pengontrol asma.
6) Makan makanan yang sehat dan bergizi, seperti sayur dan buah-
buahan setiap hari, serta mengurangi gorengan, santan, dan garam.
b. Farmakologi
1) Seretide diskus 250 mcg 2x1 hisap
2) Berotec 0,1 mg 3x2 puff bila sesak
3) Metilprednisolon tab 2x4 mg
4) Cetirizine 1x1 tab
5) Ambroxol 3x1 tab
F. Prognosis
1. Ad Vitam : Dubia ad bonam
2. Ad Fungsionam : Dubia ad bonam
3. Ad Sanationam : Dubia ad bonam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Asma adalah penyakit heterogen, biasanya ditandai dengan inflamasi
kronik jalan napas. Asma ditandai dengan riwayat gejala saluran pernapasan
seperti wheezing, sesak napas, dada terasa berat, batuk dengan waktu dan
intensitas yang bervariasi, bersamaan dengan hambatan jalan nafas ekspirasi
yang bervariasi pula. Variasi yang terjadi disebabkan oleh beberapa faktor
misalnya olahraga, paparan alergen atau iritan, perubahan cuaca, atau infeksi
viral pernapasan (GINA, 2016). Asma adalah gangguan inflamasi kronik saluran
napas yang melibatkan banyak sel dan elemennya. Inflamasi kronik menyebabkan
peningkatan hiperesponsif jalan napas yang menimbulkan gejala episodik berulang
berupa mengi, sesak napas, dada terasa berat dan batuk-batuk terutama malam dan
atau dini hari. Episodik tersebut berhubungan dengan obstruksi jalan napas yang
luas, bervariasi dan seringkali bersifat reversibel dengan atau tanpa pengobatan
(PDPI, 2003).
B. Epidemiologi
Menurut data laporan dari Global Initiative for Asthma (GINA) pada
tahun 2012 dinyatakan bahwa perkiraan jumlah penderita asma seluruh dunia
adalah tiga ratus juta orang, dengan jumlah kematian yang terus meningkat
hingga 180.000 orang per tahun (GINA, 2012). Data World Health
Organization (WHO) juga menunjukkan data yang serupa bahwa prevalensi
asma terus meningkat dalam tiga puluh tahun terakhir terutama di negara maju.
Hampir separuh dari seluruh pasien asma pernah dirawat di rumah sakit dan
melakukan kunjungan ke bagian gawat darurat setiap tahunnya (Rengganis,
2008). Penyakit asma masuk dalam sepuluh besar penyebab kesakitan dan
kematian di Indonesia. Pada tahun 2005 Survei Kesehatan Rumah Tangga
mencatat 225.000 orang meninggal karena asma. Menurut hasil Riset Kesehatan
Dasar (RISKESDAS) Nasional tahun 2007, penyakit asma ditemukan sebesar
4% dari 222.000.000 total populasi nasional (Depkes RI, 2007). Sementara itu,
menurut RISKESDAS tahun 2013, asma merupakan penyakit tidak menular
(PTM) nomor satu di Indonesia (Depkes RI, 2007).
Studi di Asia Pasifik menunjukkan bahwa tingkat tidak masuk kerja
akibat asma jauh lebih tinggi dibandingkan dengan di Amerika Serikat dan
Eropa. Hal ini disebabkan manajemen dan pengobatan asma yang masih jauh
dari pedoman yang direkomendasikan Global Initiative for Asthma (GINA). Di
Indonesia prevalensi asma belum diketahui secara pasti, namun hasil penelitian
pada anak sekolah usia 13-14 tahun dengan menggunakan kuesioner ISAAC
(Internationla Study on Asthma and Allergy in Children) tahun 1995 prevalensi
asma masih 2,1%, sedangkan pada tahun 2003 meningkat menjadi 5,2%. Hasil
survei asma pada anak sekolah di beberapa kota di Indonesia (Medan,
Palembang, Jakarta, Bandung, Semarang, Yogyakarta, Malang, dan Denpasar)
menunjukkan prevalensi asma pada anak SD (6 sampai 12 tahun) berkisar
antara 3,7%-6,4%, sedangkan pada anak SMP di Jakarta Pusat sebesar 5,8%
tahun 1995 dan tahun 2001 di Jakarta Timur sebesar 8,6%. Berdasarkan
gambaran tersebut di atas, terlihat bahwa asma telah menjadi masalah kesehatan
masyarakat yang perlu mendapat perhatian secara serius (Hadibroto et al.,
2006).
C. Etiologi
Penyebab dari asma belum diketahui secara pasti namun berbagai
penelitian telah menunjukkan bahwa dasar gejala asma adalah inflamasi dan
respon saluran napas yang berlebihan. Sifat saluran napas pasien asma sangat
peka terhadap berbagai rangsangan iritan (debu), zat kimia (histamin) dan
kegiatan jasmani (Hadibroto et al., 2006).
D. Klasifikasi
Asma adalah penyakit yang heterogen dengan berbagai proses
penyebab. Karakteristik demografis, klinis atau patofisiologis disebut sebagai
fenotipe asma.
Tabel 2.1 Klasifikasi Derajat Berat Serangan Asma menurut GINA
Berikut ini adalah beberapa fenotipe asma (Bel, 2004; Moore, 2010;
Wenzel, 2012):
1. Asma alergika
Asma ini adalah asma yang paling mudah dikenali, yang biasanya
muncul pada anak-anak dengan riwayat alergi sebelumnya misalnya rhinitis
alergi, eczema atau alergi makanan. Pemeriksaan sputum pada pasien
tersebut sebelum terapi kadang menemukan inflamasi jalan napas
eosinofilik. Pasien dengan asma tipe ini biasanya berespon baik terhadap
terapi kortikosteroid inhalasi.
2. Asma non-alergika
Asma ini terjadi pada sebagian orang dewasa dengan ciri sputumnya
dapat ditemui neutrofil, eosinofil, atau hanya mengandung beberapa sel
inflamasi. Asma jenis ini tidak berespon baik terhadap kortikosteroid
inhalasi.
3. Asma onset lambat
Beberapa orang dewasa, terutama wanita, mengalami asma pertama
kali pada saat dewasa, biasanya non alergika, dan membutuhkan dosis
kortikosteroid inhalasi yang lebih tinggi.
4. Asma dengan hambatan jalan nafas paten
Asma ini disebabkan diduga karena remodeling jalan napas.
5. Asma dengan obesitas
Beberapa pasien obesitas dengan asma memiliki gejala pernapasan
yang sangat menonjol dan sedikit inflamasi jalan napas eosinofilik.
F. Faktor Risiko
Berikut ini adalah faktor risiko asma yang dapat dimodifikasi (GINA,
2016):
1. Pasien dengan minimal 1 faktor risiko eksaserbasi
2. Minimal 1 periode eksaserbasi berat di tahun terakhir
3. Paparan tembakau dan rokok
4. Penurunan FEV1, terutama kurang dari <60% prediksi
5. Permasalahan psikologis besar
6. Permasalahan sosioekonomik besar
7. Alergi makanan terkonfirmasi
8. Paparan alergen jika tersensitisasi
9. Eosinofilia pada sputum
Gambar 2.1 Interaksi faktor genetik dan lingkungan pada kejadian asma
2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan pada pasien asma seringkali normal. Abnormalitas
yang paling sering adalah wheezing ekspiratorik (ronkhi) pada auskultasi,
tapi kadang tidak terdengar atau hanya terdengar pada ekspirasi kuat yang
dipaksa. Wheezing juga bisa tidak ditemukan pada asma eksaserbasi berat,
karena penurunan aluran udara yang sangat hebat (silent chest), akan tetapi
biasanya tanda-tanda patologis lain muncul. Wheezing juga bisa ditemukan
pada disfungsi jalan nafas atas, misalnya pada PPOK, infeksi saluran nafas,
trakeomalasia, atau corpus alienum. Crackles atau wheezing inspiratorik
bukan karakteristik asma. Perlu juga dilakukan pemeriksaan hidung untuk
menemukan adanya rinitis alergi atau polip nasal (GINA, 2016).
3. Pemeriksaan Penunjang
a. Spirometri
Fungsi normal paru diukur dengan spirometri. Forced expiratory
volume in on 1 second (FEV1) lebih dipercaya daripada peak expiratory
flow (PEF). Jika PEF dilakukan, maka alat yang sama harus digunakan
tiap saat pemeriksaan, karena perbedaan sebesar 20% bias terjadi jika
dilakukan perubahan ukuran atau alat (GINA, 2016). Penurunan FEV1
dapat juga ditemukan pada penyakit paru lain, atau pengguaan
spirometri yang tidak tepat, akan tetapi penurunan rasio FEV1/FVC
menandakan adanya hambatan aliran jalan nafas. Rasio FEV1/FVC
normal adalah 0.75-0.80 dan kadang 0.90 pada anak-anak, dan nilai di
bawah batas normal tersebut menandakan hambatan aliran udara
(GINA, 2016). Variabilitas adalah perbaikan atau perbukurukan gejala
dan fugnsi paru. Variabilitas berlebihan dapat ditemukan dari waktu ke
waktu dalam satu hari (variasi diurnal), dari hari ke hari, musiman, atau
dari sebuah tes reversibilitas. Reversibilitas adalah perbaikan FEV1 atau
PEF secara cepat setelah penggunaan bronkodilator kerja cepat seperti
200-400 mikrogram salbutamol, atau peningkatan yang konsisten hari
ke hari sampai minggu ke minggu setelah diberikan terapi kendali asma
misanya dengan intranasal corticosteroid (ICS). Peningkatan atau
penurunan FEV1 >12% dan >200 mL dari batas dasar, atau jika
spirometri tidak ada, perubahan PEF minimal sebesar 20% dapat
diterima sebagai asma. Akan tetapi, jika FEV1 tetap dalam batas normal
saat pasien sedang mengalami gejala asma, maka kemungkinannya kecil
bahwa kemungkinan penyakitnya adalah asma. Pengukuran FEV dan
PEF dilakukan sebelum terapi dengan bronkodilator (GINA, 2016).
b. Tes Provokasi Bronkus
Pemeriksaan ini dilakukan untuk memeriksa hiperesponsivitas
jalan nafas. Pemeriksaan ini dilakukan dengan latihan inhalasi
metakolin dan histamin, hiperventilasi eukapnik volunter atau manitol
inhalasi. Tes ini cukup sensitif untuk diagnosis asma tapi kurang
spesifik, karena bisa terjadi karena penyakit lain, misalnya rhinitis
alergika, fibrosis kistik, displasia bronkopulmoner, dan PPOK. Jadi,
hasil negatif pada pasien yang tidak mengonsumsi ICS dapat
mengeksklusi asma, akan tetapi hasil positif tidak selalu menandakan
bahwa penyakit tersebut adalah asma, sehingga anamnesis perlu
diperhatikan (GINA, 2016).
c. Tes Alergi
Riwayat atopi meningkatkan probabilitas pasien dengan gejala
pernapasan menderita asma alergika tapi hal ini tidak spesifik. Riwayat
atopik dapat diperiksa dengan skin prick test dan pengukuran serum IgE.
Skin prick test dengan bahan yang mudah ditemui di lingkungan sekitar
adalah tes yang cepat, murah, dan sensitif jika dikerjakan secara standar.
Pengukuran sIgE tidak lebih sensitif dari skin prick test tapi lebih mahal
dan digunakan untuk pasien dengan pasien tidak kooperatif. Akan tetapi,
jika skin prick test dan pengukuran sIgE positif, hal ini tidak selalu
menghasilkan gejala, karena itu perlu anamnesis yang cermat (GINA,
2016).
H. Diagnosis Banding
Berikut ini adalah diagnosis banding asma beserta gejala dan kategori
usianya (GINA, 2016):
1. Usia 6-11 tahun
a. Sindrom batuk kronik saluran nafas atas
b. Inhalasi benda asing
c. Bronkiektasis
d. Diskinesia silier primer
e. Penyakit jantung kongenital
f. Displasia bronkopulmoner
g. Kistik fibrosis
2. Usia 12-39 tahun
a. Sindrom batuk kronik saluran nafas atas
b. Disfungsi pita suara
c. Hiperventilasi, pernafasan disfungsional
d. Bronkiektasis
e. Kistik fibrosis
f. Penyakit jantung kongenital
g. Defisiensi alfa-1 antitripsin
h. Inhalasi benda asing
3. Usia 40 tahun ke atas
a. Disfungsi pita suara
b. Hiperventilasi, pernafasan disfungsional
c. PPOK
d. Bronkiektasis
e. Gagal jantung
f. Batuk terkait obat
g. Penyakit parenkim paru
h. Embolisme pulmonary
i. Obstruksi saluran nafas sentral
I. Tata Laksana
1. Nonfarmakologis (GINA, 2016)
a. Penghentian kebiasaan merokok dan paparan alergen
b. Aktivitas fisik
c. Penghindaran paparan alergen kerja
d. Penghindaran obat-obatan yang dapat memicu asma
e. Penghindaran alergen dalam ruangan
f. Latihan bernafas
g. Diet sehat dan Penurunan Berat badan
h. Vaksinasi
i. Bronkial termoplasti
j. Kontrol stress emosional
k. Imunoterapi alergen
l. Penghindaran alergen dan polutan di luar ruangan
m. Penghindaran makanan alergen dan makanan berkimiawi
2. Tatalaksana Farmakologis (GINA, 2016)
Obat-obatan untuk terapi asma secara umum dibagi menjadi beberapa
kategori, yaitu:
a. Controller medication, yaitu obat yang digunakan untuk pemeliharaan
asma secara reguler. Obat ini menurunkan inflamasi jalan nafas,
mengendalikan gejala dan menurunkan risiko eksaserbasi dan
penurunan fungsi paru.
J. Komplikasi
1. Peningkatan derajat keparahan
2. Status Asmaticus
3. Gagal nafas (Sundaru, 2006).
K. Prognosis
Prognosis asma dapat ditentukan berdasarkan faktor-faktor di antaranya
yaitu (Lopez, 2013; Morris, 2013)
1. Usia pertama timbulnya gejala
2. Riwayat alergi/ atopik pada keluarga
3. Keadaan lingkungan rumah maupun lingkungan kerja
4. Kewaspadaan menghindari faktor pencetus
5. Penyakit penyerta
6. Frekuensi munculnya serangan
DAFTAR PUSTAKA
Bel, E.H. 2004. Clinical phenotypes of asthma. Curr Opin Pulm Med; 10:44-50.
Busse, W.W. 2001. Advances in Immunology. N Engl J Med 2001; 344: 350-62.
Demoly, P. 2008. Links between allergic rhinitis and asthma still reinforced.
Allergy; 63: 251–4.
Global Initiative for Asthma (GINA). 2016. Global Strategy for Asthma
Management and Prevention. Available at: www.ginasthma.org
Hadibroto, Iwan & Syamsir Alam. 2006. Asma. Jakarta: Penerbit PT Gramedia
Pustaka Utama.
Kroegel C. 1998. Pulmonary immune cells in health and disease: the eosinophil
leukocyte. Eur Respir J; 7: 519–43.
Wenzel, S.E. 2012. Asthma phenotypes: the evolution from clinical to molecular
approaches. Nat Med;18:716-25.