You are on page 1of 16

BRONKOPNEUMONI

I. ANAMNESIS
A. KETERANGAN UMUM
Nama Penderita : Muhammad Farhan
JK : Laki-laki
Tempat/tanggal lahir : Bandung, 7-10-2017
Alamat : Jalan Purwakarta RT01/RW02
Kiriman dari : UGD RS DUSTIRA
Dengan Diagnosis : Bronkopneumoni

Ayah
Nama : Rismawan
Umur : 29 tahun
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : Buruh Pabrik
Penghasilan :-
Alamat : Jalan Purwakarta RT01/RW02

Ibu
Nama : Winda Handayani
Umur : 32 tahun
Pendidikan : SMK
Pekerjaan : IRT
Penghasilan :-
Alamat : Jalan Purwakarta RT01/RW02
Hari, tanggal Masuk RS : 10 Agustus 2018
Hari, tanggal pemeriksaan : 13 Agustus 2018
B. KELUHAN UTAMA: Sesak

C. ANAMNESIS KHUSUS
Seorang anak datang diantar oleh orangtuanya ke UGD RS Dustira dengan
keluhan sesak, sesak dirasakan sejak 4 hari yang lalu. Sesak timbul mendadak dan
terus-menerus

D. ANAMNESIS UMUM
Keluhan sesak disertai dengan batuk berdahak sejak ± 2 minggu yang lalu ibu
pasien mengatakan bahwa anaknya batuk dan pilek sehingga ibunya membawa
berobat ke Bidan dan diberikan antibiotik untuk batuknya sehingga keluhan
membaik.

Sekitar ±4 hari yang lalu batuk dan pilek timbul kembali disertai sesak nafas
yang dirasakan terus-menerus tidak disertai mengi. Sehingga ibu pasien membawa
berobat ke Bidan dan diberikan antibiotik dan obat batuk namun keluhan tidak
membaik. Kemudian ±3 hari yang lalu orangtua pasien membawa anaknya ke UGD
RS Dustira

Sejak lahir anak telah diberikan ASI eksklusif ± 8 kali per hari. Saat usia 6 bulan
pasien diberikan ASI disertai MPASI. ASI diberikan 3 kali sehari sedangkan
MPASI berupa bubur bayi diberikan >5 kali sehari sebanyak 8 sendok teh. Pasien
diberikan susu formula 3 kali sehari sebanyak ±60 cc.
Riwayat imunisasi yang telah diberikan adalah BCG 1x, polio 4x, DPT 3x,
Hepatitis B 1x dan Campak 1x.
Riwayat alergi pada pasien tidak ada, di keluarga tidak ada yang mengalami
keluhan serupa. Namun pasien memiliki riwayat Tb paru 1 tahun yang lalu dan
sudah berobat dengan tuntas dan dikatakan sembuh oleh dokter.
Ayah pasien seorang perokok namun bila merokok diluar rumah. Ventilasi di
rumah pasien terdapat 4 buah jendela yang sering dibuka. Dan sinar matahari dapat
masuk ke dalam rumah.
E. ANAMNESIS TAMBAHAN
1. RIWAYAT IMUNISASI
NAMA DASAR LANJUTAN
BCG 1 BULAN
POLIO 0 BULAN 2 BULAN 3 BULAN 4 BULAN
DPT 2 BULAN 3 BULAN 4 BULAN
CAMPAK 9 BULAN
HEPATITIS B 0 BULAN 2 BULAN 4 BULAN

2. KEADAAN KESEHATAN
Ayah : sehat
Ibu : sehat
Saudara : sehat
Orang serumah : Ibu , ayah, pasien dan saudara pasien
3. KEPANDAIAN
Berbalik : 4 bulan Bicara 1 kata :-
Duduk tanpa bantuan : 4 bulan Bicara 1 kalimat :-
Duduk tanpa pegangan : 6 bulan Membaca :-
Berjalan 1 tangan dipegang : 8 bulan Menulis :-
Berjalan tanpa dipegang :- Sekolah :-
4. GIGI GELIGI
- Pertama : belum tumbuh gigi
Gigi susu V IV III II I I II III IV V
V IV III II I I II III IV V
- Sekarang : Gigi Tetap 8 7 6 5 4 3 2 1 1 2 3 4 5 6 7 8
8 7 6 5 4 3 2 1 1 2 3 4 5 6 7 8
5. MAKANAN
UMUR JENIS MAKANAN KUANTITAS KUALITAS
0-4 Bulan ASI 8 kalisehari
4-6 Bulan ASI 8 kali sehari
6-10 Bulan ASI + 3 kali sehari
MPASI (bubur bayi) >5 kali sehari 8 sendok the
(susu formula) 3 kali sehari 60 cc

10-12 Bulan -
12-24 Bulan -

6. PENYAKIT YANG SUDAH DIALAMI

Penyakit Tb paru 1 tahun yang lalu


II. PEMERIKSAAN FISIK
1. PENGUKURAN
Umur : 10 bulan
Berat Badan : 7,8 kg
Tinggi badan : 68 cm
BB/U : N diantara -2 dan -1
TB/U : N diantara -2 dan -1
BB/TB : N diantara -2 dan -1
Status Gizi : normal

TANDA VITAL
Respirasi : 41x/menit
Tipe : abdominothorakal
Suhu : 37,3 °C
Nadi : 148 x/menit regular, equal, isi cukup

KEADAAN UMUM
Keadaan Sakit : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Kuantitatif : 15 (E4V6M5)
Kualitatif : Composmentis
Sesak : PCH : tidak ada, Retraksi : epigastrium (+)
Sianosis : Sentral/Perifer: tidak ada
Ikterus : Tidak ada
Edema : Pitting edema - , anasarka –
Dehidrasi : Tanpa dehidrasi
Anemi : Tidak anemis

2. PEMERIKSAAN KHUSUS
1. Kepala
Bentuk Kepala : Simetris, Normocephal
Rambut : tidak ada kelainan
Wajah : Old man face (-)

5
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), Sklera ikterik (-/-)
Pupil : Bulat, isokor
Air mata : Ada
Kelopak mata : tidak ada kelainan
THT : Hidung : PCH -/- , Rhinorea -/-
Telinga : Tidak ada kelainan
Tenggorokan : Tonsil : T1 – T1 tenang
Faring : Tidak hiperemis
Mulut : Bibir : Mukosa bibir basah, sianosis tidak ada
Lidah : Tidak ada kelainan

2. LEHER
KGB : Tidak teraba
Kaku Kuduk : Tidak ada
Lain-lain : Tidak ada

3. THORAX
a. Dinding Thorax Depan
R L
Inspeksi : Bentuk dan gerak simetris
Retraksi epigastrium (+)
Palpasi : Vokal fremitus kanan = kiri
Perkusi : tidak dilakukan
Auskultasi : Ronkhi +/+ Wheezing -/-
Ekspirasi memanjang -/- R L
b. Dinding Thorax Belakang
Inspeksi : Bentuk dan gerak simetris
Palpasi : Vokal fremitus kanan = kiri
Perkusi : tidak dilakukan
Auskultasi : Ronkhi +/+ Wheezing -/-
c. Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat R L

Palpasi : Ictus cordis teraba

6
Perkusi : Batas jantung dalam batas normal, dull
Auskultasi : Bunyi Jantung I dan II murni reguler
Bunyi Jantung tambahan tidak ada

4. ABDOMEN
Inspeksi : Datar lembut
Palpasi : Lembut, Nyeri tekan (-)
Hepar : Tidak teraba
Lien : Tidak teraba
Turgor kulit : Kembali cepat
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Asites : Tidak ada

5. GENITALIA
Jenis Kelamin : Laki-laki
Kelainan : Tidak ada kelainan
Perianal Rash : (-)
Baggy pants : (-)

6. EKSTREMITAS
Atas : Akral Hangat
Kulit : Tidak ada kelianan
Sendi : Tidak ada kelainan
Otot : Atrofi otot (-)
Refleks : Tidak ada kelainan
Edema : Tidak ditemukan
Bawah : Akral Hangat
Kulit : Tidak ada kelainan
Sendi : Tidak ada kelainan
Otot : Atrofi otot (-)
Refleks : Refleks fisiologis (+)

7
Edema : Tidak ditemukan.

7. SUSUNAN SARAF
Refleks koma : Refleks cahaya (pupil): bulat, isokor
Refleks Kornea : tidak dilakukan pemeriksaan
Rangsang Meningen :
Kaku kuduk :-
Brudzinsky :-
Kernig :-
Laseque :-
Saraf Otak : tidak ada kelainan
Motorik : tidak ada kelainan
Sensorik : tidak ada kelainan
Vegetatif : tidak ada kelainan
Refleks fisiologis : tidak ada kelainan
Refleks patologis:
Babinsky : -
Chaddock : -
Gordon :-
Oppenheim : -

8
III. PEMERIKSAAN PENUNJANG
A. Laboratorium Rutin
PEMERIKSAAN HASIL SATUAN NILAI RUJUKAN
HEMATOLOGI
Hemoglobin 11 g/dL 10.7-13.1
Eritrosit 4,8 10^6/uL 3.9-5.3
Leukosit 18,2 10^3/uL 5.0-14.5
Hematokrit 32,9 % 34.0-40.0
Trombosit 528 10^3/uL 150-450
MCV, MCH, MCHC
MCV 69,0 fL 76.0-90.0
MCH 23,1 Pq 25.0-30.0
MCHC 33,4 g/dL 32.0-36.0
RDW 15,8 % 11.5-15.0
HITUNG JENIS
Basofil 0,3 % 0,0 – 1.0
Eosinofil 0,0 % 1,0 – 4,0
Neutrofil segmen 47,0 % 50 – 80
Limfosit 46,5 % 25 - 50
Monosit 6,2 % 44,0 – 8,0

9
RESUME
Seorang anak laki-laki berusia 10 bulan datang ke UGD RS Dustira diantar
oleh orangtuanya dengan keluhan sesak yang dirasakan sejak 4 hari yang lalu.
Keluhan sesak timbul mendadak dan terus menerus. Sesak didahului dengan batuk
berdahak dan pilek sejak ± 2 minggu yang lalu sehingga ibu pasien membawa
berobat ke bidan dan oleh bidan diberikan antibiotik sehingga keluhan batuk pilek
membaik. ± 4 hari yang lalu batuk pilek timbul kembali disertai dengan sesak
sehingga ibu pasien membawa kembali ke bidan lalu diberikan antibiotik dan obat
batuk namun keluhan tidak membaik sehingga ± 3 hari yang laluorangtua pasien
membawa anaknya ke UGD RS Dustira. Sejak lahir pasien diberikan ASI eksklusif
hingga usia 6 bulan. sejak usia 6 bulan pasien diberikan ASI dan MP. Riwayat
imunisasi lengkap. Pasien tidk memiliki riwayat alergi tidak ada. keluarga paseen
tidak memiliki keluhan serupa dengan pasien namun pasien memiliki riwayat TB
Paru 1 tahun yang lalu tetapi sudah berobat dengan tuntas dan dikatakan smbuh
oleh dokter. ayah pasien merupakan seorang perokok, ventilasi rumah terdapat 4
buah jendela yang sering dibuka dan sinar matahari masuk ke dalam rumah.
Pemeriksaan fisik didapatkan retraksi hanya pada epigastrium dan ronkhi
pada hemithorax kiri dan kanan. tidak ditemukan sianosis, bunyi wheezing dan
ekspirasi memanjang tidak terdengar.

IV. DIAGNOSIS
Diagnosis Banding:
Bronkopneuminia
Bronchiolitis

V. DIAGNOSIS AKHIR
Bronkopneumonia

VI. TERAPI
Penatalaksanaan medis bronkopneumonia adalah:
1. Oksigen 1-2 liter
2. IVFD dextrose 10%; NaCl 0,9%

10
3. Jika sesak tidak terlalu hebat, dapat dimulai makanan enteral bertahap
melalui selang nasogastrik dengan feeding drip.
4. Jika sekresi lendir berlebihan dapat diberikan inhalasi dengan salin normal
dan beta agonis untuk memperbaiki transport mukosilier.
5. Koreksi gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit.
6. Mukolitik, seperti ambroxol dosis 0,5 mg/kgBB, 3-4x/hari
7. Antibiotik sesuai dengan hasil biakan atau berikan:
 Ampicilin 100mg/kgBB/hari dalam 4 hari pemberian.
 Chloramfenikol 75 mg/kgBB/hari dalam 4 kali pemberian.
 Cefotaxim 100mg/kgBB/Hari dalam 2 kali pemberian.

R/ Ampicilin 195 mg iv NO. I


S 4 dd 1

VII. PROGNOSIS
Quo ad vitam: dubia ad bonam
Quo ad functionam: dubia ad bonam

VIII. PENCEGAHAN
Pencegahan bronkopneumonia selain dengan menghindarkan atau mengurangi
faktor risiko dapat dilakukan dengan beberapa pendekatan, yaitu dengan
pendidikan kesehatan di komunitas, perbaikan gizi, pelatihan petugas kesehatan
dalam hal memanfaatkan pedoman diagnosis dan pengobatan bronkopneumonia,
penggunaan antibiotika yang benar dan efektif, dan waktu untuk merujuk yang tepat
dan segera bagi kasus yang pneumonia berat. Peningkatan gizi termasuk pemberian
ASI eksklusif dan asupan zinc, peningkatan cakupan imunisasi, dan pengurangan
polusi udara didalam ruangan dapat pula mengurangi faktor risiko. Penelitian
terkini juga menyimpulkan bahwa mencuci tangan dapat mengurangi kejadian
bronkopneumonia.

Usaha untuk mencegah bronkopneumonia ada 2 yaitu:

A. Pencegahan Non spesifik, yaitu:


1. Meningkatkan derajat sosio-ekonomi

11
 Menurunkan angka kemiskinan
 Meningkatkan taraf pendidikan
 Menurunkan angka kurang gizi
 Meningkatkan derajat kesehatan
 Menurunkan morbiditas dan mortalitas
2. Lingkungan yang bersih, bebas polusi

B. Pencegahan Spesifik, yaitu:


1. Cegah BBLR
2. Pemberian makanan yang baik/gizi seimbang
3. Berikan imunisasi Vaksinasi yang tersedia untuk mencegah secara langsung
pneumonia adalah vaksin pertussis (ada dalam DTP), campak, Hib (Haemophilus
influenzae type b) dan Pneumococcus (PCV). Dua vaksin diantaranya, yaitu
pertussis dan campak telah masuk ke dalam program vaksinasi nasional di berbagai
negara, termasuk Indonesia. Sedangkan Hib dan pneumokokus sudah dianjurkan
oleh WHO dan menurut laporan, kedua vaksin ini dapat mencegah kematian
1.075.000 anak setahun. Namun, karena harganya mahal belum banyak negara yang
memasukkan kedua vaksin tersebut ke dalam program nasional imunisasi.
Sumber: Buletin Jendela Epidemiologi Volume 3. Pneumoia Balita. Kementerian
Kesehatan RI. September 2010.

Pencegahan pada Pasien


 Peningkatan gizi, termasuk pemberian ASI eksklusif
 Pengurangan polusi udara di dalam ruangan
 Hindari paparan rokok pada bayi
 Peningkatan cakupan imunisasi
 Memiliki kebiasaan mencuci tangan

IX. KLASIFIKASI
1. Berdasarkan klinis dan epidemiologis :

12
a. Pneumonia komuniti (community-acquired pneumonia)
b. Pneumonia nosokomial (hospital-acqiured pneumonia / nosocomial pneumonia)
c. Pneumonia aspirasi
d. Pneumonia pada penderita Immunocompromised
pembagian ini penting untuk memudahkan penatalaksanaan.

2. Berdasarkan bakteri penyebab


a. Pneumonia bakterial / tipikal. Dapat terjadi pada semua usia. Beberapa bakteri
mempunyai tendensi menyerang sesorang yang peka, misalnya Klebsiella pada
penderita alkoholik, Staphyllococcus pada penderita pasca infeksi influenza.
b. Pneumonia atipikal, disebabkan Mycoplasma, Legionella dan Chlamydia
c. Pneumonia virus
d. Pneumonia jamur sering merupakan infeksi sekunder. Predileksi terutama pada
penderita dengan daya tahan lemah (immunocompromised)

3. Berdasarkan predileksi infeksi


a. Pneumonia lobaris. Sering pada pneumania bakterial, jarang pada bayi dan
orang tua. Pneumonia yang terjadi pada satu lobus atau segmen kemungkinan
sekunder disebabkan oleh obstruksi bronkus misalnya : pada aspirasi benda asing
atau proses keganasan
b. Bronkopneumonia. Ditandai dengan bercak-bercak infiltrat pada lapangan paru.
Dapat disebabkan oleh bakteria maupun virus. Sering pada bayi dan orang tua.
Jarang dihubungkan dengan obstruksi bronkus
c. Pneumonia interstisial

X. ETIOLOGI
Penyebab pasti pneumonia sulit ditemukan dan memerlukan waktu beberapa
hari untuk mendapatkan hasilnya, sedangkan pneumonia dapat menyebabkan
kematian bila tidak segera diobati. Bronkopneumonia lebih sering dijumpai pada
anak kecil dan bayi, biasanya sering disebabkan oleh bakteri Streptococcus
pneumonia dan Haemophilus influenzae yang sering ditemukan pada dua pertiga
dari hasil isolasi.

13
Streptococcus pneumoniae atau pnemokokus adalah diplokokus Gram-positif
yang merupakan flora normal pada saluran pernapasan bagian atas manusia. Bakteri
ini sering berbentuk bulat atau tersusun dalam bentuk rantai, mempunyai simpai
polisakarida yang mempermudah penentuan tipe dengan antiserum spesifik.
Haemophilus influenzae juga sering ditemukan di selaput mukosa saluran napas
atas pada manusia. Ciri khas dari organisme ini adalah terlihat sebagai kokobasil
pendek kira-kira 1,5 μm atau seperti rantai pendek.

XI. PATOFISIOLOGI
Paru-paru dilindungi dari infeksi bakteri melalui mekanisme pertahanan
anatomis dan mekanis, dan faktor imun lokal dan sistemik. Mekanisme pertahanan
awal berupa filtrasi bulu hidung, refleks batuk dan mukosilier aparatus. Mekanisme
pertahanan lanjut berupa sekresi Ig A lokal dan respon inflamasi yang diperantarai
leukosit, komplemen, sitokin, imunoglobulin, makrofag alveolar, dan imunitas
yang diperantarai sel.
Infeksi paru terjadi bila satu atau lebih mekanisme di atas terganggu, atau bila
virulensi organisme bertambah. Agen infeksius masuk ke saluran nafas bagian
bawah melalui inhalasi dari saluran nafas bagian atas, dan jarang melalui
hematogen. Virus dapat meningkatkan kemungkinan terjangkitnya infeksi saluran
nafas bagian bawah dengan mempengaruhi mekanisme pembersihan dan respon
imun.
Invasi bakteri ke parenkim paru menimbulkan konsolidasi eksudatif jaringan
ikat paru yang bisa lobular (bronkhopneumoni), lobar, atau intersisial. Infeksi
bakteri dimulai dengan terjadinya hiperemi akibat pelebaran pembuluh darah,
eksudasi cairan intra-alveolar, penumpukan fibrin, dan infiltrasi neutrofil.
Konsolidasi jaringan menyebabkan penurunan compliance paru dan kapasitas vital.
Peningkatan aliran darah yamg melewati paru yang terinfeksi menyebabkan
terjadinya pergeseran fisiologis (ventilation-perfusion missmatching) yang
kemudian menyebabkan terjadinya hipoksemia. Selanjutnya desaturasi oksigen
menyebabkan peningkatan kerja jantung.
Kemudian terjadi penumpukan fibrin dan disintegrasi progresif dari sel-sel
inflamasi. Pada kebanyakan kasus, resolusi konsolidasi terjadi setelah 8-10 hari

14
dimana eksudat dicerna secara enzimatik untuk selanjutnya direabsorbsi dan dan
dikeluarkan melalui batuk. Apabila infeksi bakteri menetap dan meluas ke kavitas
pleura, supurasi intrapleura menyebabkan terjadinya empyema. Resolusi dari reaksi
pleura dapat berlangsung secara spontan, namun kebanyakan menyebabkan
penebalan jaringan ikat dan pembentukan perlekatan.

XIII. Gambaran Klinis


Diagnosis bronkopneumonia dapat ditegakkan karena pada pasien ditemukan 4
dari 5 gejala berdasarkan kriteria diagnosis sesuai dengan teori Bradley et al., 2011
yaitu didapatkan: sesak napas disertai dengan pernapasan cuping hidung dan tarikan
dinding dada, ronkhi basah sedang nyaring (crackles), foto thorax menunjukkan
gambaran infiltrat difus dan leukositosis
Anamnesis
Bronkopneumonia biasanya didahului oleh infeksi saluran napas bagian atas
selama beberapa hari. Batuk biasanya tidak dijumpai pada awal penyakit, anak akan
mendapat batuk setelah beberapa hari, di mana pada awalnya berupa batuk kering
kemudian menjadi produktif, demam secara mendadak sampai 39-40°C, gelisah,
rewel, dan sesak napas.
Pemeriksaan fisik
penderita bronkopneumonia pada neonatus sering dijumpai takipnea, grunting,
pernapasan cuping hidung, retraksi dinding dada (epigastrik, interkostal,
suprasternal), sianosis, dan malas menetek.

Usulan pemeriksaan:
Kultur sekret paru dengan bronkoskopi

15
DAFTAR PUSTAKA

1. Bennete. M. J.(2013). Pediatric pneumonia. http : www//emedicine.


medscape.com / arti / cle / 67822-overview.

16

You might also like