You are on page 1of 10

ARTIKEL PUBLIKASI

HUBUNGAN ANTARA PERAN SERTA KADER KESEHATAN DAN


PEMERINTAH DESA DENGAN UPAYA PENANGGULANGAN DEMAM
BERDARAH DENGUE (DBD) DI DESA KETITANG KECAMATAN
NOGOSARI KABUPATEN BOYOLALI TAHUN 2009

Disusun oleh:

AGUS SAMSUDRAJAT
J 410 040 028

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2010
HUBUNGAN ANTARA PERAN SERTA KADER KESEHATAN DAN
PEMERINTAH DESA DENGAN UPAYA PENANGGULANGAN DEMAM
BERDARAH DENGUE (DBD) DI DESA KETITANG KECAMATAN
NOGOSARI KABUPATEN BOYOLALI TAHUN 2009

Agus Samsudrajat *
Azizah Gama T, SKM, M.Pd **
Dwi Astuti, S.Pd, M.Kes**

ABSTRAK

Kabupaten Boyolali merupakan daerah endemis DBD, pada tahun 2008


mempunyai IR 45,82/100.000 dengan CFR 0,7%. Kecamatan yang endemis di
Kabupaten Boyolali adalah Kecamatan Nogosari, dimana pada tahun 2006 IR
27,93/100.000 dengan CFR 0%. Tahun 2007 IR 60,88/100.000 dengan CFR
1,64% dan pada tahun 2008 IR 85,34% dengan CFR 1,64%. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui hubungan antara peran serta kader kesehatan dan
pemerintah desa dengan upaya penanggulangan DBD di Desa Ketitang dengan
menggunakan metode survei analitik dengan pendekatan cross sectional. Teknik
pengambilan sampel menggunakan exhaustive sampling. Sampel dalam penelitian
ini terdiri dari 40 kader kesehatan dan 62 pemerintah desa. Uji statistik yang
digunakan adalah Chi-Square. Hasil Penelitian menunjukkan bahwa ada
hubungan yang signifikan antara peran serta kader kesehatan (p=0,001) dan
pemerintah desa (p=0,000) dengan upaya penanggulangan DBD di Desa Ketitang
Kecamatan Nogosari Kabupaten Boyolali tahun 2009.

Kata kunci : Peran serta kader kesehatan, pemerintah desa, upaya


penanggulangan DBD

ABSTRACT
Boyolali district is a dengue endemic area, in 2008 it had IR
45,82/100.000, with CFR 0,7%. One of endemic sub districts is Nogosari where in
2006 it had IR 27,93/100.000 with CFR 0%. in 2007 it had IR 60,88/100.000 with
CFR 1,64% and in 2008 it had IR 85,34% with CFR 1,64%. The aim of this
research was to know the correlation between participation health cadres and
village government with eradication DHF in Ketitang village, Nogosari
subdistrict, Boyolali district in 2009. The research was analytic with cross
sectional approach. The population were 40 health cadres and 62 village
government. Sampling technique was exshautive sampling. The analysis was done
by Chi-Square test. The result of this research showed there was relationship
between participation health cadres (p=0,001) and village government (p=0,000)
with eradication DHF in Ketitang village, Nogosari subdistrict, Boyolali district
in 2009.
Key words : Participation health cadres, village government, eradication DHF.

1
PENDAHULUAN penanganan wabah penyakit menular
DBD di tingkat daerah menjadi tugas
Latar Belakang dan wewenang pemerintah daerah
Demam Berdarah Dengue (Koban, 2005). Penanggulangan DBD
(DBD) merupakan salah satu penyakit oleh pemerintah desa sampai tingkat
menular yang sering menimbulkan bawah yaitu RT/RW melalui tim
Kejadian Luar Biasa (KLB) atau khusus pemberantasan DBD yang telah
wabah. Penularan DBD dapat terjadi di dibentuk seperti tim juru pemantau
semua tempat/wilayah yang terdapat jentik. Peran serta pemerintah desa,
nyamuk penular penyakit tersebut kader kesehatan dan tokoh-tokoh
(Depkes RI, 2005). pimpinan lain di desa sangat
Upaya membasmi DBD tidak diperlukan untuk turut serta dalam alur
cukup dilakukan pemerintah pusat saja, penanggulangan kasus DBD yang telah
melainkan butuh partisipasi tokoh ditetapkan oleh Dinas Kesehatan
masyarakat/kader kesehatan yang telah provinsi Jawa Tengah (Dinkes, 2006).
dipilih oleh masyarakat atau Tujuan Penelitian
pemerintah setempat (Depkes RI, 1. Menganalisis antara hubungan
2005). Oleh karena itu untuk mencegah peran serta kader kesehatan dengan
meluasnya DBD perlu dilakukan upaya Penanggulangan DBD di
pembinaan masyarakat melalui kader Desa Ketitang Kecamatan Nogosari
yang telah dilatih oleh puskesmas atau Kabupaten Boyolali tahun 2009.
dinas kesehatan di bawah koordinasi 2. Menganalisis antara hubungan
kepala daerah/wilayah setempat peran serta pemerintah desa dengan
(Depkes RI, 1992). upaya penanggulangan DBD di
Menurut Notoatmojo (2007), di Desa Ketitang Kecamatan Nogosari
masyarakat ada organisasi formal dan Kabupaten Boyolali tahun 2009.
nonformal, misalnya perangkat desa,
kader kesehatan, dan sebagainya, yang TINJAUAN PUSTAKA
mempunyai potensi yang harus Demam Berdarah Dengue (DBD)
dimanfaatkan dan menjadi mitra kerja Demam berdarah dengue
dalam upaya memberdayakan adalah salah satu penyakit infeksi yang
masyarakat termasuk dalam serius dan dikenal pula dengan sebutan
memberantas DBD. Menurut WHO DBD (Demam Berdarah Dengue).
(1995) kader kesehatan masyarakat Penyakit DBD disebabkan oleh virus
seyogyanya membantu pemerintah dengue. Penyakit ini dapat menyerang
sesuai bidang tugasnya. Tugas kader semua kelompok umur dan
kesehatan dalam pemberantasan DBD mengakibatkan kematian. Virus
seperti PSN, abatisasi, fogging, dengue termasuk genus flavivirus dan
Pemantauan Jentik Berkala (PJB), mempunyai empat jenis serotipe yaitu
pencatatan, pelaporan dan penyuluhan DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4
(Depkes RI, 2005). (Depkes RI, 2005).
Sesuai pemberlakuan sistem Penularan Demam Berdarah
desentralisasi dan otonomi daerah Dengue (DBD)
(Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun Penyakit DBD terutama di
2000 Pasal 2 ayat 10), pelaporan dan tularkan oleh nyamuk Aedes aegypti

2
meskipun nyamuk Aedes albopictus Penanggulangan Demam Berdarah
dapat menularkan DBD tetapi Dengue (DBD)
perananya dalam penyebaran penyakit a. Pemberantasan nyamuk dewasa
sangat kecil, karena mempunyai Pemberantasan nyamuk dewasa
kebiasaan hidup di kebun-kebun dapat dilakukan dengan cara
(Depkes RI, 1992). Penularan penyemprotan dengan insektisida
penyakit demam berdarah berasal dari (Dinkes, 2006).
nyamuk Aedes aegypti yang menghisap b. Pemberantasan jentik
darah orang yang sudah terinfeksi virus Menurut (Depkes RI, 2005) dalam
dengue. Virus dengue berkembang pemberantasan jentik nyamuk Aedes
biak dalam liur nyamuk dengan masa aegypti yang dikenal dengan PSN
inkubasi delapan sampai sepuluh hari. DBD dilakukan dengan cara:
Nyamuk yang terinfeksi mengigit 1) Fisik
orang lain dan nyamuk ini masih dapat Saat ini telah dikenal pula
hidup sekitar 15-65 hari. Virus beredar dengan istilah 3M PLUS yaitu,
dalam darah orang yang baru terinfeksi kegiatan 3M yang diperluas.
selama dua sampai tujuh hari. Pada Bila PSN-DBD dilaksanakan
saat itu nyamuk lain mengigit orang oleh seluruh masyarakat, maka
yang bersangkutan dan akan populasi nyamuk Aedes aegypti
memindahkan virus tersebut ke orang dapat ditekan serendah-
lain (Nadesul, 2007). rendahnya, sehingga DBD
tidak menular lagi. Untuk itu
Keberadaan nyamuk Aedes aegypti upaya penyuluhan dan motivasi
dan Aedes albopictus kapada masyarakat harus
Menurut Hotnida dan dilakukan secara terus-menerus
Ambarwati (2005) jenis tempat dan berkesinambungan, oleh
perkembangbiakan nyamuk Aedes karena keberadaan jentik
aegypti dan Aedes albopictus dapat nyamuk berkaitan erat dengan
dikelompokan sebagai berikut: perilaku masyarakat.
a. Tempat penampungan air (TPA) 2) Kimia
untuk keperluan sehari-hari, seperti: Cara memberantas jentik Aedes
drum, tangki reservoir, tempayan, aegypti dengan mengunakan
bak mandi, bak WC, dan ember. insektisida pembasmi jentik
b. Tempat penampungan air bukan (Larvasida) ini dikenal dengan
untuk keperluan sehari-hari seperti: istilah larvasidasi. Larvasida
tempat minum burung, vas bunga, yang bisa menggunakan antara
perangkap semut dan barang-barang lain adalah temephos formulasi
bekas (ban, kaleng, botol, plastik temephos yang digunakan
dan lain-lain). adalah grandules
c. Tempat penampungan air alamiah (sanagranules). Dosis yang
seperti: lubang pohon, lubang batu, digunakan adalah 1ppm atau 10
pelepah daun, tempurung kelapa, gram (1sendok makan rata)
pelepah pisang dan potongan untuk tiap 100 liter air.
bambu. Larvasida dengan temophos ini
mempunyai efek residu 3
bulan. Selain pencegahan kimia

3
dapat pula digunakan golongan Peran serta kader kesehatan
insect growth regulator. dalam penanggulangan DBD
3) Biologi Menurut Depkes RI (2005)
Memelihara ikan pemakan peran kader kesehatan dalam
jentik (ikan kepala timah, ikan menanggulangi DBD adalah :
gupi, ikan cupang dan lai-lain). a Sebagai anggota Pemeriksaan
Dapat juga menggunakan Jentik Berkala (PJB) di rumah-
Bacillus thuringiensis var, rumah dan tempat-tempat umum.
Israeliensis (Dinkes, 2006). b Memberikan penyuluhan kepada
keluarga dan masyarakat.
Kebijakan dan program-program c Mencatat dan melaporkan hasil
penanggulangan DBD PJB kepada ketua RW/kepala
Menurut Depkes RI (1992), ada dusun atau puskesmas secara
beberapa kebijakan pemerintah untuk rutin minimal mingguan atau
mengurangi kasus DBD di Indonesia bulanan.
antara lain: d Mencatat dan melaporkan kasus
a. Penyuluhan dilaksanakan melalui kejadian DBD kepada
berbagai jalur komunikasi dan RW/kepala dusun atau
informasi kepada masyarakat oleh puskesmas.
petugas kesehatan dan sektor e Melakukan PSN dan
terkait, pemuka masyarakat dan pemberantasan DBD secara
orang yang mengetahui tentang sederhana seperti pemberian
penyakit DBD. bubuk abate dan ikan pemakan
b. Upaya pencegahan DBD di tingkat jentik.
desa dilaksanakan secara swadaya
dan dikoordinasiakan oleh Peran serta pemerintah desa dalam
Kelompok Kerja (Pokja) DBD. penanggulangan DBD
c. Pembinaan pelaksanaannya Menurut Depkes RI (1992)
dilakukan oleh Pokja DBD oleh tim peran pemerintah desa terhadap
pembina Lembaga Ketahanan pengendalian DBD adalah :
Masyarakat Desa (LKMD) di tiap a. Mengadakan pertemuan evaluasi
tingkat adminitrasi pemerintah. dengan ketua RT, RW, Tokoh
d. Setiap kasus DBD dilaporkan Masyarakat (Toma), kader atau
kepada puskesmas untuk dilakukan Jumantik untuk membahas
penyelidikan epidemiologi dan pelaksanaan PJB dan memantau
penaggulangan seperlunya. hasilnya dengan menggunakan
e. Di desa endemis dilakukan indikator keberhasilan Angka
penyemprotan dan abatisasi selektif Bebas Jentik (ABJ) sekurang-
untuk membatasi penularan dan kurangnya tiap 3 bulan.
pencegahan KLB. Menurut Santoso b. Membentuk dan
dan Budiyanto (2008), Semakin mengkoordinasikan Kelompok
masyarakat bersikap tidak serius Kerja (Pokja) pemberantasan
dan tidak berhati-hati terhadap penyakit DBD, dan jumantik
penularan penyakit DBD akan dalam wadah Lembaga Ketahanan
semakin bertambah risiko terjadinya Masyarakat Desa (LKMD).
penularan penyakit DBD.

4
c. Mengadakan dan memfasilitasi Variabel penelitian
kegiatan pelatihan atau 1. Variabel bebas
penyuluhan penanggulangan Variabel bebas dalam penelitian
penyakit DBD kepada masyarakat ini adalah peran serta kader
melalui kader, RT/RW atau kesehatan dan pemerintah desa.
melalui puskesmas dan dinas 2. Variabel terikat
kesehatan setempat. Variabel terikat dalam penelitian
d. Melakukan pencatatan PJB, ini adalah upaya penanggulangan
melaporkan adanya kasus DBD ke DBD.
Puskesmas.
e. Membantu kelancaran pelaksanaan HASIL PENELITIAN
penanggulangan di wilayahnya Karakteristik kader kesehatan
yang menjadi program dari Proporsi umur kader kesehatan
puskesmas atau Dinas Kesehatan Desa Ketitang terbanyak berumur 43
seperti fogging, dan penyuluhan. tahun (15%), pendidikan terbanyak
adalah SMA (52,5%), pekerjaan
METODE PENELITIAN terbanyak adalah bekerja sebagai
Jenis dan Rancangan Penelitian petani, peternak, pedagang, dan lain-
Jenis penelitian ini adalah lain (67%).
survei analitik (penjelasan) yaitu untuk Karakteristik Pemerintah Desa
menjelaskan suatu keadaan. Survei Distribusi pemerintah Desa Ketitang
penjelasan ini bersifat crossectional berdasarkan umur yang terbanyak
(seksional silang) karena penelitian ini adalah kelompok umur 30-43 tahun
variabel-variabelnya diukur dalam (77,4%), pendidikan terbanyak adalah
waktu yang bersamaan (Machfoedz, pendidikan SMP yaitu (58%),
2007). pekerjaan terbanyak yaitu bekerja
selain pemerintah desa (61,3%).
Subjek Penelitian
Subjek dalam penelitian ini adalah Hasil Penelitian
kader kesehatan dan Pemerintah Desa
Ketitang Kecamatan Nogosari Variabel peran serta kader
Kabupaten Boyolali. kesehatan dan pemerintah desa
Sampel dalam penelitian ini Tabel 5. Distribusi peran serta kader kesehatan
adalah total dari populasi yaitu 40 Peran Serta Frekuensi %
orang kader kesehatan dan 62 orang Kurang baik 7 17,5
Pemerintah Desa Ketitang Kecamatan Baik 33 82,5
Nogosari Kabupaten Boyolali. Teknik Total 40 100
pengambilan sampel menggunakan
Tabel 6. Distribusi peran serta pemerintah
teknik exhaustive sampling (sampel
desa
menyeluruh), yaitu mengambil seluruh
populasi untuk dijadikan sampel Peran Serta Frekuensi %
(Murti, 2006). Kurang baik 7 11,3
Baik 55 88,7
Total 62 100

5
Variabel upaya penangulangan DBD penanggulangan DBD yang baik 71%
kader kesehatan dan pemerintah lebih tinggi daripada yang kurang baik
desa 17,7%.
Tabel 7. Distribusi responden tentang upaya 1. Hasil analisis SPSS dengan uji chi
penanggulangan DBD peran serta kader square peran serta kader kesehatan
kesehatan
dengan upaya penanggulangan
Penanggulangan Frekuensi % DBD di Desa Ketitang
DBD
Kurang baik 12 30
menunjukkan nilai signifikan yaitu
Baik 28 70 p=0,001 (p<0,05) sehingga
Total 40 100 hipotesis diterima.
2. Hasil analisis SPSS peran serta
Tabel 8. Distribusi responden tentang upaya pemerintah desa dengan upaya
penanggulangan DBD peran serta pemerintah penanggulangan DBD dengan uji
desa
chi square menunjukkan nilai
Penanggulangan Frekuensi %
DBD signifikan yaitu p=0,000 (p<0,05)
Kurang baik 18 29 sehingga hipotesis diterima.
Baik 44 71
Total 62 100 PEMBAHASAN

Uji Hipotesis Hubungan antara peran serta kader


kesehatan dengan upaya
Distribusi hubungan antara peran penanggulangan DBD.
serta kader kesehatan dengan upaya Hasil penelitian menunjukkan
penanggulangan DBD peran serta kader kesehatan terhadap
Proporsi responden yang peran upaya penanggulangan DBD di Desa
sertanya kurang baik dengan upaya Ketitang menunjukkan nilai signifikan
penanggulangan DBD yang kurang yaitu p=0,001 (p<0,05) sehingga
baik sebanyak 15% lebih banyak hipotesis diterima. Penelitian ini
daripada yang upaya penanggulangan sejalan dengan penelitian
baik 2,5%. Sedangkan peran serta yang Mardikaningtyas (2009) yang juga
baik dengan upaya penanggulangan mengambil sampel kader kesehatan,
DBD yang baik sebanyak 67,5% lebih bahwa ada hubungan antara motivasi
banyak daripada upaya dengan upaya pemberantasan Aedes
penanggulangan DBD yang kurang aegypti para kader kesehatan desa
baik 15%. endemis DBD di Kecamatan
Tasikmadu Kabupaten Karanganyar.
Distribusi hubungan antara peran Selain itu menurut Santoso dan
serta kader kesehatan dengan upaya Budiyanto (2008), ada hubungan sikap
penanggulangan DBD dan perilaku masyarakat terhadap
Proporsi responden yang peran vektor DBD.
sertanya kurang baik menunjukkan Peran serta kader kesehatan
upaya penanggulangan DBD yang dalam menanggulangi DBD
kurang baik 11,3% sedangkan peran diwujudkan dengan menjadi anggota
serta yang kurang baik menunjukkan PJB di rumah-rumah dan tempat-
upaya penanggulangan DBD yang baik tempat umum, memberikan
0%. Peran serta baik dengan upaya penyuluhan kepada keluarga dan

6
masyarakat, mencatat dan melaporkan Hubungan antara Peran Serta
hasil PJB kepada ketua RW/Kadus Pemerintah Desa dengan Upaya
atau puskesmas secara rutin minimal Penanggulangan DBD
mingguan atau bulanan, mencatat dan Hasil penelitian menunjukkan
melaporkan kasus kejadian DBD nilai signifikan p=0,000 (p<0,05)
kepada RW/kepala dusun atau sehingga hipotesis diterima. Penelitian
puskesmas melakukan PSN dan ini sejalan dengan penelitian Widagdo
pemberantasan DBD secara sederhana (2006), yang menyatakan bahwa ada
seperti pemberian bubuk abate dan hubungan antara peran kepemimpinan
ikan pemakan jentik (Depkes RI, kepala desa terhadap persepsi kader
2005). Selain itu kader kesehatan juga kesehatan dalam menangani masalah
mempunyai peran serta dalam kesehatan.
memberikan penyuluhan dan Peran serta pemerintah desa
pembagian leaflet DBD kepada terhadap penanggulangan DBD dapat
keluarga maupun masyarakat sebagai dilakukan dengan mengadakan
bentuk partisipasi masyarakat dalam pertemuan evaluasi dengan ketua RT,
menanggulangi DBD agar terjadi RW, Toma, kader atau jumantik untuk
kontinyuitas (Dinkes 2006). membahas pelaksanaan PJB dan
Dalam peran sertanya setiap memantau hasilnya dengan
kader kesehatan dituntut suatu menggunakan indikator keberhasilan
kontribusi atau sumbangan. Kontribusi ABJ sekurang-kurangnya tiap 3 bulan,
tersebut bukan hanya terbatas pada membentuk dan mengkoordinasikan
dana dan finansial saja tetapi dapat pokja pemberantasan penyakit DBD
berupa tenaga dan pemikiran yaitu ide dan jumantik dalam wadah LKMD,
atau gagasan (Notoatmojo, 2007). mengadakan dan memfasilitasi
Sikap yang kurang baik terhadap kegiatan pelatihan atau penyuluhan
perilaku PSN dan vektor DBD penanggulangan penyakit DBD kepada
menyebabkan ditemukanya jentik pada masyarakat melalui kader, RT/RW
kontainer rumah yang dapat menjadi atau melalui puskesmas dan dinas
pemicu meluasnya penyakit DBD saat kesehatan setempat, melakukan
jentik menjadi nyamuk yang membawa pencatatan PJB, melaporkan adanya
virus (Santoso dan Budiyanto, 2008). kasus DBD ke puskesmas, membantu
Motivasi adalah salah satu kelancaran pelaksanaan
elemen dasar dari peran serta atau penanggulangan di wilayahnya yang
partisipasi. Tanpa motivasi masyarakat menjadi program dari puskesmas atau
akan sulit untuk berperan serta. Sikap Dinas Kesehatan seperti fogging, dan
merupakan kesiapan untuk beraksi penyuluhan (Depkes RI, 2005).
terhadap masalah DBD di lingkungan Peraturan-peraturan tentang
sekitarnya sebagai suatu penghayatan penanggulangan DBD tersebut dapat
terhadap masalah-masalah yang akan menjadi metode peran serta dengan
atau telah terjadi. Sikap akan terbentuk paksaan, jika peran serta pemerintah
jika ada stimulus atau rangsangan dari desa kurang baik dan mereka
luar, termotivasi dan menghasilkan melakukan peran sertanya karena
perilaku (reaksi) sebagai langkah takut, atau dipaksa. Sebaliknya akan
dalam berperan serta (Notoatmojo, menjadi peran serta persuasi atau
2007). edukasi bagi pemerintah desa jika

7
dalam menanggulangi DBD dijalankan motivasi dan ketegasan kepada
dengan didasari kesadaran, untuk masyarakat yang tidak mentaati
memiliki dan memelihara baik secara perdes dalam menanggulangi
langsung maupun tidak langsung DBD seperti memberi pengertian
(Notoatmojo, 2007). atau teguran dan sangsi berupa
Memberikan penyuluhan bendera waspada DBD.
tentang DBD sudah menjadi tanggung 2. Bagi pemerintah desa
jawab pemerintah desa untuk a. Pemerintah desa perlu
meningkatkan derajat kesehatan di memotivasi kader kesehatan,
wilayahnya. Keputusan atau tindakan pokjakes, LKMD, dan
dapat berupa peraturan ataupun masyarakat untuk melakukan
kebijakan dari pemerintah pusat, perencanaan, evaluasi rutin,
daerah provinsi, kabupaten ataupun pencatatan dan pelaporan,
sampai pada tingkat desa (Depkes RI, penyuluhan atau pendidikan
1992). Penanggulangan DBD DBD, dalam upaya
merupakan tanggung jawab dan penanggulangan DBD sesuai
dikoordinasikan di bawah bupati untuk peraturan dan kebijakan yang ada
kabupaten, camat untuk kecamatan dan baik di tingkat daerah maupun
tingkat desa oleh kepala desa (Dinkes pusat sehingga desa terbebas dari
2006). DBD.
b. Mengupayakan untuk
Kesimpulan memberikan bantuan baik moral
1. Ada hubungan yang signifikan maupun materi kepada kader
antara peran serta kader kesehatan kesehatan, pokjakes, LKMD dan
dengan upaya penanggulangan masyarakat dalam
DBD di Desa Ketitang, Kecamatan penanggulangan DBD.
Nogosari, Kabupaten Boyolali 3. Bagi peneliti lain
tahun 2009 (p=0,001). a. Peneliti lain dapat melanjutkan
2. Ada hubungan yang signifikan penelitian ini dengan mengganti
antara peran serta pemerintah desa subjek penelitian agar diperoleh
dengan upaya penanggulangan gambaran yang luas mengenai
DBD di Desa Ketitang, Kecamatan faktor-faktor yang dapat
Nogosari, Kabupaten Boyolali mempengaruhi penanggulangan
tahun 2009 (p=0,000). DBD seperti LKMD, pokjakes,
masyarakat atau petugas
Saran kesehatan.
1. Bagi kader kesehatan b. Peneliti lain bisa melanjutkan
a. Perlu meningkatkan peran serta atau mengembangkan penelitian
kader kesehatan untuk ini di daerah lain atau didaerah
menanggulangi DBD sesuai yang sama dengan mengganti
peraturan dan kebijakan yang ada permasalahan lain terkait
baik tingkat daerah maupun penanggulangan DBD.
pusat sehingga desa terbebas dari
DBD.
b. Kader kesehatan hendaknya
memberikan pengetahuan,

8
DAFTAR PUSTAKA Keluarga. Universitas Sebelas
Maret Surakarta. Januari 2009.
Depkes RI.1992a. Kumpulan Surat Murti, B. 2006. Desain dan Ukuran
Keputusan/Edaran tentang Sampel untuk Penelitian
Pemberantasan Penyakit Kuantitatif dan Kualitatif.
Demam Berdarah Dengue. Jogjakarta: Gajah Mada
Jakarta: Depkes RI. University press.
________. 1992b. Petunjuk Teknis Nadesul H. 2007. Cara Mudah
Penggerakan Pemberantasan Mengalahkan Demam
Sarang Nyamuk (PSN) Berdarah. Jakarta: PT Kompas
Demam Berdarah Dengue. Media Nusantara.
Jakarta: Depkes RI. Notoatmojo, S. 2007. Promosi
________. 2005. Pencegahan dan Kesehatan & Ilmu Perilaku.
Pemberantasan Demam Jakarta: Rineka Cipta.
Berdarah Dengue di Santoso dan Budiyanto, A. Hubungan
Indonesia. Jakarta: Depkes RI. Pengetahuan Sikap dan
Dinkes Jateng. 2006. Prosedur Tetap Perilaku (PSP) Masyarakat
Penanggulangan KLB dan terhadap Vektor DBD di Kota
Bencana Provinsi Jawa Palembang Provinsi Sumatra
Tengah. Semarang: Dinkes Selatan. Jurnal Ekologi
Jateng. Kesehatan. Vol. 7 No. 2,
Hotnida S, dan Ambarwati L.P. 2007. Agustus 2008: 732-739.
Pengamatan Larva Aedes di Widagdo, L. 2000. Kepala Desa dan
Desa Sukaraya Kabupaten Kepemimpinan Pedesaan:
Oku dan di Dusun Martapura Persepsi Kader Posyandu di
Kabupaten Oku Timur Tahun Kecamatan Mlonggo
2004. Media Penelitian dan Kabupaten Jawa Tengah 2000.
Pengembangan Kesehatan. SIJURI. Vol. 10. No. 2.
Vol. XVII No. 2, 2007: 28-33. Desember 2006
Machfoedz, I. 2007. Metode Penelitian WHO. 1995. Kader Kesehatan
Bidang Kesehatan, Masyarakat. Dialih bahasakan
Keperawatan, dan oleh Adi Heru, Jakarta: EGC.
Kebidanan.Yogyakarta:
Penerbit Fitramaya. * Mahasiswa S-1 Program Studi
Mardikaningtyas, 2009. Hubungan Kesehatan Masyarakat Fakultas
Tingkat Pendidikan dan Ilmu Kesehatan Universitas
Motivasi dengan Upaya Muhammadiyah Surakarta
Pemberantasan Nyamuk
Aedes aegypti para Kader ** Dosen Program Studi Kesehatan
Kesehatan Desa Endemis Masyarakat Fakultas Ilmu
Demam Berdarah Dengue di Kesehatan Universitas
Kecamatan Tasikmadu Muhammadiyah Surakarta
 
Kabupaten Karanganyar.
Tesis Pascasarjana, Program
Studi Magíster Kedokteran

You might also like