You are on page 1of 34

LAPORAN PENDAHULUAN DAN STRATEGI

PELAKSANAAN ASUHAN KEPERAWATAN


PADA PASIEN DENGAN HALUSINASI

OLEH :
I KOMANG TRIWIRAMA
P07120215044
KELAS III.B PRODI D-IV KEPERAWATAN
SEMESTER VI

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR
JURUSAN KEPERAWATAN
PRODI D-IV
2018
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN
DENGAN HALUSINASI

A. KONSEP DASAR HALUSINASI


1. Pengertian
Halusinasi adalah persepsi yang salah atau persepsi sensori yang
tidak sesuai dengan kenyataan seperti melihat bayangan atau suara suara
yang sebenarnya tidak ada.(Yudi Hartono, 2012)
Halusinasi adalah persepsi sensorik yang keliru dan melibatkan
panca indera (Ann Isaacs, 2005).
Halusinasi merupakan gangguan atau perubahan persepsi dimana
klien mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Suatu
penerapan panca indra tanpa ada rangsangan dari luar. Suatu penghayatan
yang dialami suatu persepsi melalui panca indra tanpa stimulus eksteren:
persepsi palsu (Maramis, 2007).

2. Jenis Halusinasi
Beberapa jenis halusinasi ini sering kali menjadi gejala penyakit
tertentu, seperti skizofrenia. Namun terkadang juga dapat disebabkan oleh
penyalahgunaan narkoba ,demam, depresi atau demensia. Berikut ini jenis
- jenis halusianasi yang mungkin saja mengintai pikiran manusia
a. Halusinasi Pendengaran (Audio)
Ini adalah jenis halusinasi yang menunjukan persepsi yang salah
dari bunyi, musik, kebisingan atau suara. Mendengar suara ketika
tidak ada stimulus pendengaran adalah jenis yang paling umum
dari halusinasi audio pada penderita gangguan mental. Suara dapat
didengar baik di dalam kepala maupun di luar kepala seseorang
dan umumnya dianggap lebih parah ketika hal tersebut datang dari
luar kepala, suara bisa datang berupa suara wanita maupun suara
pria yang akrab atau tidak akrab. Pada penderita skizofrenia gejala
umum adalah mendengarkan suara - suara dua orang atau lebih
yang berbicara pada satu sama lain ,ia mendengar suara berupa
kritikan atau komentar tentang dirinya, prilaku atau pikirannya.
b. Halusinasi penglihatan
Ini adalah sebuah persepsi yang salah pada pandangan. Isi dari
halusinasi dapat berupa apa saja tetapi biasanya orang atau tokoh
seperti manusia. Misalnya, seseorang merasa ada orang berdiri di
belakangnya
c. Halusinasi Pengecapan (Gustatorius)
Ini adalah sebuah persepsi yang salah mengenai rasa. Biasanya
pengalaman ini tidak menyenangkan. Misalnya seorang individu
mungkin mengeluh telah mengecap rasa logam secara terus
menerus. Jenis halusinasi ini sering terlihat di beberapa gangguan
medis seperti epilepsi dibandingkan pada gangguan mental
d. Halusinasi penciuman (Olfaktori)
Halusinasi ini melibatkan berbagai bau yang tidak ada. Bau ini
biasanya tidak menyenangkan seperti mau muntah, urin, feses,
asap atau daging busuk. Kondisi ini juga sering disebut sebagai
Phantosmia dan dapat diakibatkan oleh adanya kerusakan saraf di
bagian indra penciuman. Kerusakan ini mungkin disebabkan oleh
virus, trauma, tumor otak atau paparan zat - zat beracun atau obat
obatan
e. Halusinasi sentuhan (Taktil)
Ini adalah sebuah persepsi atau sensasi palsu terhadap sentuhan
atau suatu yang terjadi di dalam atau pada tubuh. Halusinasi
sentuhan ini umumnya merasa seperti ada suatu yang merangkak di
bawah atau pada kulit.
f. Halusinasi somatik
Ini mengacu pada saat seseorang mengalami perasaan tubuh
mereka merasakan nyeri yang parah misalnya akibat mutilasi atau
pergeseran sendi. Pasien juga melaporkan bahwa ia juga
mengalami penyerahan oleh hewan pada tubuh mereka seperti ular
merayap dalam perut.
(Yudi Hartono, 2012)

3. Fase Halusinasi
Fase halusinasi ada 4 yaitu (Stuart dan Laraia, 2007): comforting,
condemning, controlling, consquering.
a. Comforting
Klien mengalami perasaan mendalam seperti ansietas sedang,
kesepian, rasa bersalah dan takut serta mencoba untuk berfokus pada
pikiran yang menyenangkan untuk meredakan ansietas. Klien mungkin
melamun atau memfokukan pikiran pada hal yang menyenangkan
untuk menghilangkan kecemasan dan stress. Cara ini menolong untuk
sementara. Klien masih mampu mengotrol kesadarnnya dan mengenal
pikirannya, namun intensitas persepsi meningkat.
Perilaku klien : tersenyum atau tertawa yang tidak sesuai,
menggerakkan bibir tanpa bersuara, pergerakan mata cepat, respon
verbal yang lambat jika sedang asyik dengan halusinasinya dan suka
menyendiri.
b. Condemning
Pada ansietas berat pengalaman sensori menjijikkan dan
menakutkan. Klien mulai lepas kendali dan mungkin mencoba untuk
mengambil jarak dirinya dengan sumber yang dipersepsikan. Disini
terjadi peningkatan tanda-tanda sistem saraf otonom akibat ansietas
seperti peningkatan tanda-tanda vital (denyut jantung, pernapasan dan
tekanan darah), asyik dengan pengalaman sensori dan kehilangan
kemampuan untuk membedakan halusinasi dengan realita.
Perilaku klien : meningkatnya tanda - tanda sistem saraf otonom
seperti peningkatan denyut jantung dan tekanan darah. Klien asyik
dengan halusinasinya dan tidak bisa membedakan dengan realitas.

c. Controling
Pada ansietas berat, klien berhenti menghentikan perlawanan
terhadap halusinasi dan menyerah pada halusinasi tersebut. Halusinasi
lebih menonjol, menguasai dan mengontrol klien menjadi terbiasa dan
tak berdaya pada halusinasinya. Termasuk dalam gangguan psikotik.
Karakteristik : bisikan, suara, isi halusinasi semakin menonjol,
menguasai dan mengontrol klien. Klien menjadi terbiasa dan tidak
berdaya terhadap halusinasinya.
Perilaku klien : kemauan dikendalikan halusinasi, rentang
perhatian hanya beberapa menit atau detik. Tanda-tanda fisik berupa
klien berkeringat, tremor dan tidak mampu mematuhi perintah.
d. Consquering
Klien merasa terpaku dan tak berdaya melepaskan diri dari kontrol
halusinasinya. Halusinasi yang sebelumnya menyenangkan berubah
menjadi mengancam, memerintah dan memarahi klien tidak dapat
berhubungan dengan orang lain karena terlalu sibuk dengan
halusinasinya klien berada dalam dunia yang menakutkan dalam waktu
singkat, beberapa jam atau selamanya. Proses ini menjadi kronik jika
tidak dilakukan intervensi.
Perilaku klien : perilaku teror akibat panik, potensi bunuh diri,
perilaku kekerasan, agitasi, menarik diri atau katatonik, tidak mampu
merespon terhadap perintah kompleks dan tidak mampu berespon lebih
dari satu orang.

4. Tanda dan Gejala


Pasien dengan halusinasi cenderung menarik diri, sering didapatkan
duduk terpaku dengan pandangan mata pada satu arah tertentu, tersenyum
atau berbicara sendiri, secara tiba-tiba marah atau menyerang orang lain,
gelisah, melakukan gerakan seperti sedang menikmati sesuatu. Juga
keterangan dari pasien sendiri tentang halusinasi yang dialaminya (apa
yang dilihat, didengar atau dirasakan). Berikut ini merupakan gejala klinis
berdasarkan halusinasi (Budi Anna Keliat, 2007):
1. Tahap I : halusinasi bersifat menyenangkan
Gejala klinis :
a. Menyeringai/ tertawa tidak sesuai
b. Menggerakkan bibir tanpa bicara
c. Gerakan mata cepat
d. Bicara lambat
e. Diam dan pikiran dipenuhi sesuatu yang mengasikkan
2. Tahap 2 : halusinasi bersifat menjijikkan
Gejala klinis :
a. Cemas
b. Konsentrasi menurun
c. Ketidakmampuan membedakan nyata dan tidak nyata
3. Tahap 3 : halusinasi yang bersifat mengendalikan
Gejala klinis :
a. Cenderung mengikuti halusinasi
b. Kesulitan berhubungan dengan orang lain
c. Perhatian atau konsentrasi menurun dan cepat berubah
d. Kecemasan berat (berkeringat, gemetar, tidak mampu mengikuti
petunjuk)
4. Tahap 4 : halusinasi bersifat menaklukkan
Gejala klinis :
a. Pasien mengikuti halusinasi
b. Tidak mampu mengendalikan diri
c. Tidak mampu mengikuti perintah nyata
d. Beresiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan

5. Rentang Respons Gangguan


Sensori Persepsi :
Halusinasi

Respon Adaptif
Respon Maladaptif

Pikiran logis Kadang proses pikir Gangguan proses

tergangu pikir/waham

Persepsi akurat Ilusi Halusinasi


Emosi konsisten Emosi Tidak mampu

dengan pengalaman berlebihan/berkurang mengatasi emosi

Perilaku cocok Perilaku yang tidak Perilaku tidak

biasa terorganisir

Hubungan sosial Menarik diri Isolasi sosial

positif

Mekanisme koping
Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menanggapi
stressor. Pada halusinasi terdapat 3 mekanisme koping yaitu :
a. With Drawal : Menarik diri dan klien sudah asik dengan pelaman
internalnya
b. Proyeksi : Menggambarkan dan menjelaskan persepsi yang
membingungkan
c. Regresi : Terjadi dalam hubungan sehari - hari untuk memproses
masalah dan mengeluarkan sejumlah energi dalam mengatasi
cemas (Iskandar, 2012)

6. Penyebab
Gangguan persepsi sensori halusinasi sering disebabkan karena panik,
stress berat yang mengancam ego yang lemah, dan isolasi sosial menarik
diri. Isolasi sosial merupakan keadaan dimana individu atau kelompok
mengalami atau merasakan kebutuhan atau keinginan untuk meningkatkan
keterlibatan dengan orang lain tetapi tidak mampu untuk membuat kontak.
Data subjektif :
a. Mengungkapkan perasaan kesepian atau penolakan
b. Melaporkan dengan ketidaknyamanan konyak dengan situasi sosial
c. Mengungkapkan perasaan tak berguna

Data objektif :
a. Tidak tahan terhadap kontak yang lama
b. Tidak komunikatif
c. Kontak mata buruk
d. Tampak larut dalam pikiran dan ingatan sendiri
e. Kurang aktivitas
f. Wajah tampak murung dan sedih
g. Kegagalan berinteraksi dengan orang lain

a. Faktor Predisposisi
Menurut Stuart (2007), faktor penyebab terjadinya halusinasi adalah:
1) Biologis
Abnormalitas perkembangan sistem saraf yang berhubungan dengan
respon neurobiologis yang maladaptif baru mulai dipahami. Ini
ditunjukkan oleh penelitian-penelitian yang berikut:
1) Penelitian pencitraan otak sudah menunjukkan keterlibatan otak
yang lebih luas dalam perkembangan skizofrenia. Lesi pada
daerah frontal, temporal dan limbik berhubungan dengan
perilaku psikotik.
2) Beberapa zat kimia di otak seperti dopamin neurotransmitter
yang berlebihan dan masalah-masalah pada system reseptor
dopamin dikaitkan dengan terjadinya skizofrenia.
3) Pembesaran ventrikel dan penurunan massa kortikal
menunjukkan terjadinya atropi yang signifikan pada otak
manusia. Pada anatomi otak klien dengan skizofrenia kronis,
ditemukan pelebaran lateral ventrikel, atropi korteks bagian
depan dan atropi otak kecil (cerebellum). Temuan kelainan
anatomi otak tersebut didukung oleh otopsi (post-mortem).
2) Psikologis
Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi
respon dan kondisi psikologis klien. Salah satu sikap atau keadaan
yang dapat mempengaruhi gangguan orientasi realitas adalah
penolakan atau tindakan kekerasan dalam rentang hidup klien.
3) Sosial Budaya
Kondisi sosial budaya mempengaruhi gangguan orientasi realita
seperti: kemiskinan, konflik sosial budaya (perang, kerusuhan,
bencana alam) dan kehidupan yang terisolasi disertai stress.
b. Faktor Presipitasi
Secara umum klien dengan gangguan halusinasi timbul gangguan
setelah adanya hubungan yang bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan
tidak berguna, putus asa dan tidak berdaya. Penilaian individu terhadap
stressor dan masalah koping dapat mengindikasikan kemungkinan
kekambuhan (Keliat, 2006).
Menurut Stuart (2007), faktor presipitasi terjadinya gangguan
halusinasi adalah :
1) Biologis
Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang mengatur
proses informasi serta abnormalitas pada mekanisme pintu masuk
dalam otak yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara
selektif menanggapi stimulus yang diterima oleh otak untuk
diinterpretasikan.
2) Stress lingkungan
Ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi terhadap
stressor lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan
perilaku.
3) Sumber koping
Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menanggapi
stressor.

7. Akibat
Adanya gangguan persepsi sensori halusinasi dapat beresiko
mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan (Keliat, B.A, 2006).
Menurut Townsend, M.C suatu keadaan dimana seseorang melakukan
sesuatu tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik pada diri
sendiri maupuan orang lain.
Seseorang yang dapat beresiko melakukan tindakan kekerasan pada
diri sendiri dan orang lain dapat menunjukkan perilaku :
Data subjektif :
a. Mengungkapkan mendengar atau melihat objek yang mengancam
b. Mengungkapkan perasaan takut, cemas dan khawatir

Data objektif:
a. Wajah tegang, merah
b. Mondar-mandir
c. Mata melotot rahang mengatup
d. Tangan mengepal
e. Keluar keringat banyak
f. Mata merah

8. Pemeriksaan diagnostik
Pemeriksaan diagnostik yang dapat di lakukan pada klien dengan
halusinasi adalah :
a. Pemeriksaan Jantung
Pada pemeriksaan ini di dapatkan abnormalitas seperti : pembesaran
ventrikel, penurunan darah kortikal, terutama di kortek prefrontal,
penurunan aktivitas metabolik di bagian-bagian otak tertentu dan
atropi serabri
b. Teskromosom
Pemeriksaan ini di lakukan jika salah satu anggota keluarga ada yang
mempunyai riwayat dengan gangguan jiwa. Pada tes ini di fokuskan
pada kromosom 6, 13, 18,dan 24. Di sebutkan oleh ( Ann Isaacs ) jika
ada yang punya riwayat gangguan jiwa kemungkinan keturunannya
mengalami gangguan jiwa adalah : suatu orang yang kena : resiko 12-
15 %, kedua orangtuanya yang terkena : resiko 35-39%, saudara
sekandung terkena : resiko 8-10%, kembar dizigotik yang terkena :
resiko 50 %.
c. Test psikologi atau psikotes
Pada tes ini di temukan adanya kurang identitas diri, salah interprestasi
terhadap realita dan menarik diri.
(Ann Isaacs, 2005)

9. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan Medis
1) Psikoparmakologi
a) Risperidone
(1) Indikasi
Hendaya berat dalam fingsi-fungsi mental, bermanifestasi
dalam gejala POSITIF : Gangguan asosiasi pikiran, waham,
halusinasi, perilaku yang tidak terkendali, dan gejala
NEGATIF : Gangguan perasaan, gangguan berhubungn
sosial, gangguan proses piker, tidak ada inisiatif, peri
terbatas dan cenderung menyendiri
(2) Kontra indikasi
Penyakit hati,epilepsy, kelainan jantung, ketergantungan
alkohol, Parkinson dan gangguan kesadaran.
(3) Efek samping
Kemampuan kognitif menurun, hipotensi, mulut kering,
kesulitan miksi & defekasi, hidung tersumbat, mata kabur,
ganguan irama jantung, Parkinson.
b) Clorpromazine
(1) Indikasi
Skizoprenia dan kondisi yang berhubungan dengan
psikosis.
(2) Kontra indikasi
Hipersensitivitas, depresi berat, kegagalan hati atau ginjal
berat.
(3) Efek samping
Efek anti koligernik (mulut kering, pandangan kabur,
konstipasi, gangguan gastrointestinal, ruam kulit, efek
hormonal, penurunan libido, amenore, penambahan berat
badan, reduksi ambang kejang, agronulositosis, sindrom
neuroleptik malignant ( SNM ).
c) Trihexypenidil
(1) Indikasi
Parkinson, gangguan ekstrapiramidal yang di sebabkan oleh
susunan saraf pusat (SSP)
(2) Kontra indikasi
Hipersensitivitas terhadap trihexypenidil, glaukoma angle
closure, ileus paralitik, hipertropi prostat.
(3) Efek samping
Mulut kering, penglihatan kabur, mual, pusing, konstipasi,
retensi urin, takikardi, tekanan darah meningkat. (Stuart,
2007)
b. Penatalaksanaan Keperawatan
1) Menciptakan lingkungan yang terapeutik
Untuk mengurangi tingkat kecemasan, kepanikan dan
ketakutan pasien akibat halusinasi, sebaiknya pada permulaan
pendekatan di lakukan secara individual dan usahakan agar terjadi
knntak mata, kalau bisa pasien di sentuh atau di pegang. Pasien
jangan di isolasi baik secara fisik atau emosional. Setiap perawat
masuk ke kamar atau mendekati pasien, bicaralah dengan pasien.
Begitu juga bila akan meninggalkannya hendaknya pasien di
beritahu. Pasien di beritahu tindakan yang akan di lakukan.
Di ruangan itu hendaknya di sediakan sarana yang dapat
merangsang perhatian dan mendorong pasien untuk berhubungan
dengan realitas, misalnya jam dinding, gambar atau hiasan dinding,
majalah dan permainan
2) Melaksanakan program terapi dokter
Sering kali pasien menolak obat yang di berikan
sehubungan dengan rangsangan halusinasi yang di terimanya.
Pendekatan sebaiknya secara persuatif tapi instruktif. Perawat
harus mengamati agar obat yang di berikan betul di telannya, serta
reaksi obat yang di berikan.
3) Menggali permasalahan pasien dan membantu mengatasi masalah
Setelah pasien lebih kooperatif dan komunikatif, perawat
dapat menggali masalah pasien yang merupakan penyebab
timbulnya halusinasi serta membantu mengatasi masalah yang
ada. Pengumpulan data ini juga dapat melalui keterangan keluarga
pasien atau orang lain yang dekat dengan pasien.
4) Memberi aktivitas pada pasien
Pasien di ajak mengaktifkan diri untuk melakukan gerakan
fisik, misalnya berolah raga, bermain atau melakukan kegiatan.
Kegiatan ini dapat membantu mengarahkan pasien ke kehidupan
nyata dan memupuk hubungan dengan orang lain. Pasien di ajak
menyusun jadwal kegiatan dan memilih kegiatan yang sesuai.
5) Melibatkan keluarga dan petugas lain dalam proses perawatan
Keluarga pasien dan petugas lain sebaiknya di beritahu
tentang data pasien agar ada kesatuan pendapat dan
kesinambungan dalam proses keperawatan, misalny dari
percakapan dengan pasien di ketahui bila sedang sendirian ia
sering mendengar laki-laki yang mengejek. Tapi bila ada orang
lain di dekatnya suara-suara itu tidak terdengar jelas. Perawat
menyarankan agar pasien jangan menyendiri dan menyibukkan
diri dalam permainan atau aktivitas yang ada. Percakapan ini
hendaknya di beritahukan pada keluarga pasien dan petugaslain
agar tidak membiarkan pasien sendirian dan saran yang di berikan
tidak bertentangan. (Stuart, 2007)

10. Komplikasi
Hal yang kemungkinan di timbulkan adalah sebagai berikut :
a. Muncul perilaku untuk mencederai diri sendiri dan lingkungan, yang di
akibatkan dari persapsi sensori palsu tanpa adanya stimulis eksternal.
b. Klien dengan halusinasi mengisolasi dirinya dengan orang lain karena
tidak peka terhadap sesuatu yang nyata dan tidak nyata. (Stuart, 2007)
B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Data yang Perlu Dikaji
1) Alasan masuk RS
Umumnya klien halusinasi di bawa ke rumah sakit karena keluarga
merasa tidak mampu merawat, terganggu karena perilaku klien dan
hal lain, gejala yang dinampakkan di rumah sehingga klien dibawa
ke rumah sakit untuk mendapatkan perawatan.
2) Faktor prediposisi
a) Faktor perkembangan terlambat
(1) Usia bayi tidak terpenuhi kebutuhan makanan, minum dan
rasa aman.
(2) Usia balita, tidak terpenuhi kebutuhan otonomi.
(3) Usia sekolah mengalami peristiwa yang tidak terselesaikan
b) Faktor komunikasi dalam keluarga
(1) Komunikasi peran ganda
(2) Tidak ada komunikasi
(3) Tidak ada kehangatan
(4) Komunikasi dengan emosi berlebihan
(5) Komunikasi tertutup
(6) Orangtu yang membandingkan anak - anaknya, orangtua
yang otoritas dan konflik dalam keluarga
c) Faktor sosial budaya
Isolasi sosial pada yang usia lanjut, cacat, sakit kronis, tuntutan
lingkungan yang terlalu tinggi.
d) Faktor psikologis
Mudah kecewa, mudah putus asa, kecemasan tinggi, menutup
diri, ideal diri tinggi, harga diri rendah, identitas diri tidak jelas,
krisis peran, gambaran diri negatif dan koping destruktif.

e) Faktor biologis
Adanya kejadian terhadap fisik, berupa : atrofi otak,
pembesaran vertikel, perubahan besar dan bentuk sel korteks
dan limbik.
f) Faktor genetik
Telah diketahui bahwa genetik schizofrenia diturunkan melalui
kromoson tertentu. Namun demikian kromoson yang keberapa
yang menjadi faktor penentu gangguan ini sampai sekarang
masih dalam tahap penelitian. Diduga letak gen skizofrenia
adalah kromoson nomor enam, dengan kontribusi genetik
tambahan nomor 4,8,5 dan 22. Anak kembar identik memiliki
kemungkinan mengalami skizofrenia sebesar 50% jika salah
satunya mengalami skizofrenia, sementara jika di zygote
peluangnya sebesar 15 %, seorang anak yang salah satu orang
tuanya mengalami skizofrenia berpeluang 15% mengalami
skizofrenia, sementara bila kedua orang tuanya skizofrenia
maka peluangnya menjadi 35 %.
3) Faktor presipitasi
Faktor –faktor pencetus respon neurobiologis meliputi:
a) Berlebihannya proses informasi pada system syaraf yang
menerima dan memproses informasi di thalamus dan frontal
otak.
b) Mekanisme penghataran listrik di syaraf terganggu (mekanisme
penerimaan abnormal).
c) Adanya hubungan yang bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan
tidak berguna, putus asa dan tidak berdaya.
Menurut Stuart (2007), pemicu gejala respon neurobiologis
maladaptif adalah kesehatan, lingkungan dan perilaku.
a) Kesehatan
Nutrisi dan tidur kurang, ketidakseimbangan irama sikardian,
kelelahan dan infeksi, obat-obatan sistem syaraf pusat,
kurangnya latihan dan hambatan untuk menjangkau pelayanan
kesehatan.
b) Lingkungan
Lingkungan sekitar yang memusuhi, masalah dalam rumah
tangga, kehilangan kebebasab hidup dalam melaksanakan pola
aktivitas sehari-hari, sukar dala, berhubungan dengan orang
lain, isolasi sosial, kurangnya dukungan sosialm tekanan kerja,
dan ketidakmampuan mendapat pekerjaan.
c) Sikap
Merasa tidak mampu, putus asam merasa gagal, merasa punya
kekuatan berlebihan, merasa malang, rendahnya kemampuan
sosialisasi, ketidakadekuatan pengobatan dan penanganan
gejala.
d) Perilaku
Respon perilaku klien terhadap halusinasi dapat berupa curiga,
ketakutan, rasa tidak aman, gelisah, bingung, perilaku merusak,
kurang perhatian, tidak mampu mengambil keputusan, bicara
sendiri. Perilaku klien yang mengalami halusinasi sangat
tergantung pada jenis halusinasinya. Apabila perawat
mengidentifikasi adannya tanda-tanda dan perilaku halusinasi
maka pengkajian selanjutnya harus dilakukan tidak hanya
sekedar mengetahui jenis halusinasinya saja. Validasi informasi
tentang halusinasi yang iperlukan meliputi :
(1) Isi halusinasi
Menanyakan suara siapa yang didengar, apa yang
dikatakan.
(2) Waktu dan frekuensi
Kapan pengalaman halusianasi munculm berapa kali sehari.
(3) Situasi pencetus halusinasi
Perawat perlu mengidentifikasi situasi yang dialami
sebelum halusinasi muncul. Perawat bisa mengobservasi
apa yang dialami klien menjelang munculnya halusinasi
untuk memvalidasi pertanyaan klien.
(4) Respon klien
Sejauh mana halusinasi telah mempengaruhi klien. Bisa
dikaji dengan apa yang dilakukan oleh klien saat
mengalami pengalamana halusinasi. Apakah klien bisa
mengontrol stimulus halusinasinya atau sebaliknya.
4) Pemeriksaan fisik
Yang dikaji adalah tanda-tanda vital (suhu, nadi, pernafasan dan
tekanan darah), berat badan, tinggi badan serta keluhan fisik yang
dirasakan klien.
a) Status mental
(1) Penampilan : tidak rapi, tidak serasi
(2) Pembicaraan : terorganisir/berbelit-belit
(3) Aktivitas motorik : meningkat/menurun
(4) Afek : sesuai/maladaprif
(5) Persepsi : ketidakmampuan menginterpretasikan stimulus
yang ada sesuai dengan nformasi
(6) Proses pikir : proses informasi yang diterima tidak
berfungsi dengan baik dan dapat mempengaruhi proses
pikir
(7) Isi pikir : berisikan keyakinan berdasarkan penilaian
realistis
(8) Tingkat kesadaran
(9) Kemampuan konsentrasi dan berhitung
b) Mekanisme koping
(1) Regresi : malas beraktifitas sehari-hari
(2) Proyeksi : perubahan suatu persepsi dengan berusaha untuk
mengalihkan tanggungjawab kepada oranglain.
(3) Menarik diri : mempeecayai oranglain dan asyik dengan
stimulus internal
c) Masalah psikososial dan lingkungan: masalah berkenaan
dengan ekonomi, pekerjaan, pendidikan dan perumahan atau
pemukiman.

Masalah dan Data yang Perlu Dikaji


Masalah Keperawatan Data yang Perlu Dikaji
Perubahan Persepsi senori : a. Data Subjektif
1) Klien mengatakan mendengar
Halusinasi
sesuatu
2) Klien mengatakan melihat
bayangan putih
3) Klien mengatakan merasakan
dirinya seperti tersengat
listrik
4) Klien mengatakan mencium
bau tidak sedap
5) Klien mengatakan kepalanya
melayang di udara
6) Klien mengatakan merasakan
sesuatu yang berbeda pada
dirinya
b. Data Objektif
1) Klien terlihat berbicara atau
tertawa sendiri saat diuji
2) Bersikap seperti
mendengarkan sesuatu
3) Berhenti tiba- tiba ditengah
kalimat seolah- olah
mendengarkan sesuatu
4) Disorientasi
5) Konsentrasi rendah
6) Pikiran cepat berubah
7) Kacau dalam alur pikiran

Jenis Halusinasi dan data Penunjangnya


Jenis Data objektif Data subjektif
halusinasi
Halusinasi a. Bicara atau tertawa a. Mendengar suara atau
dengar sendiri kegaduhan
b. Marah-marah tanpa b. Mendengar suara yang
sebab bercakap-cakap
c. Menyedengkan telinga c. Mendengar suara menyuruh
kearahtertentu melakukan sesuatu yang
d. Menutup telinga
berbahaya
Halusinasi a. Menunjuk-nunjuk a. Melihat bayangan, sinar,
Penglihatan kearah tertentu bentuk geometris, bentuk
b. Ketakutan pada sesuatu
kartoon, melihat hantu atau
yang tidak jelas monster
Halusinasi a. Menghidu seperti sedang a. Membaui bau-bauan seperti
penghidu membaui bau-bauan bau darah, urin, feces,
tertentu kadang-kadang bau itu
b. Menutup hidung
menyenangkan
Halusinasi a. Sering meludah a. Merasakan rasa seprti darah,
b. Muntah
pengecapan urin atau feces
Halusinasi a. Menggaruk-garuk a. Mengatakan ada
Perabaan
permukaan kulit seranggadipermukaan kulit
b. Merasa seperti tersengat
listrik
Halusinasi a. Memegang kainya yang a. Mengatakan badannya
kinestetik diangganya bergerak melayang diudara
sendiri
Halusinasi a. Memegang badannya a. Mengatakan perutnya
Viseral yang dianggapnya menjadi mengecil setelah
berubah bentuk dan minum softdrink
tidak normal seperti
biasanya

Pada proses pengkajian, data penting yang perlu didapatkan adalah sebagai
berikut.
a. Jenis dan isi halusinasi
Data objektif dapat diperoleh melalui observasi perilaku pasien,
sedangkan data subjektif dapat dikaji melalui proses wawancara
dengan pasien
b. Waktu, frekuensi, dan situasi yang menyebabkan munculnya
halusinasi.
b. Waktu: pagi, siang, sore, malam
c. Frekuensi: terus-menerus, sekali-kali
d. Situasi: sendiri, atau saat terjadi kejadian tertentu
c. Respons terhadap halusinasi. Untuk mengetahui apa yang dilakukan
saat halusinasinya muncul
(Kusumawati dan Hartono, 2010)

2. Diagnosa Keperawatan
Gangguan Sensori Persepsi: Halusinasi……..(sesuai jenis halusinasi yang
dialami pasien)

Ekspresi wajah bersahabat, menunjukkan rasa senang, ada


kontak mata, mau berjabat tangan, mau menyebutkan nama,
mau menjawab salam, mau duduk berdampingan dengan
perawat, mau mengutarakan masalah yang dihadapi.
1) Intervensi
Bina hubungan saling percaya dengan :
a) Sapa klien dengan ramah dan baik secara verbal dan
non verbal.
b) Perkenalkan diri dengan sopan.
c) Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan
yang disukai klien.
d) Jelaskan tujuan pertemuan.
e) Jujur dan menepati janji.
f) Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa
adanya.
g) Beri perhatian pada klien dan perhatikan kebutuhan
dasar klien
Rasional :
Hubungan saling percaya merupakan dasar untuk
memperlancar hubungan interaksi selanjutnya.
a. TUK II : Klien dapat mengenal halusinasi
1) Kriteria evaluasi :
a) Klien dapat menyebutkan waktu, isi dan frekuensi
timbulnya halusinasi.
b) Klien dapat mengungkapkan perasaan terhadap
halusinasinya.
2) Intervensi
a) Adakan sering dan singkat secara bertahap.
Rasional :
Kontak sering dan singkat selain upaya membina
hubungan saling percaya juga dapat memutuskan
halusinasinya.
b) Observasi tingkah laku klien terkait dengan halusinasinya.
Bicara dan tertawa tanpa stimulus, memandang ke kiri dan ke
kanan seolah-olah ada teman bicara.
Rasional:
Mengenal perilaku pada saat halusinasi timbul
memudahkan perawat dalam melakukan intervensi.
c) Bantu klien mengenal halusinasinya dengan cara :
1. Jika menemukan klien yang sedang halusinasi tanyakan
apakah ada suara yang di dengar.
2. Jika klien menjawab ada lanjutkan apa yang dikatakan.
3. Katakan bahwa perawat percaya klien mendengar suara
itu, namun perawat sendiri tidak mendengarnya (dengan
nada sahabat tanpa menuduh/menghakimi).
4. Katakan pada klien bahwa ada juga klien lain yang sama
seperti dia.
5. Katakan bahwa perawat akan membantu klien.
Rasional :
Mengenal halusinasi memungkinkan klien untuk
menghindari faktor timbulnya halusinasi.
d) Diskusikan dengan klien tentang :
1. Situasi yang menimbulkan/tidak menimbulkan halusinasi.
2. Waktu dan frekuensi terjadinya halusinasi (pagi, siang,
sore dan malam atau jika sendiri, jengkel, sedih)
Rasional :
Dengan mengetahui waktu, isi dan frekuensi
munculnya halusinasi mempermudah tindakan
keperawatan yang akan dilakukan perawat.
e) Diskusikan dengan klien apa yang dirasakan jika terjadi
halusinasi (marah, takut, sedih, tenang) beri kesempatan
mengungkapkan perasaan.
Rasional :
Untuk mengidentifikasi pengaruh halusinasi pada klien.
c. TUK III : Klien dapat mengontrol halusinasinya.
1) Kriteria evaluasi :
a) Klien dapat menyebutkan tindakan yang biasanya
dilakukan untuk mengendalikan halusinasinya.
b) Klien dapat menyebutkan cara baru.
c) Klien dapat memilih cara mengatasi halusinasi seperti
yangtelah didiskusikan dengan klien.
d) Klien dapat melakukan cara yang telah dipilih untuk
mengendalikan halusinasi.
e) Klien dapat mengetahui aktivitas kelompok.
2) Intervensi
a) Identifikasi bersama klien tindakan yang dilakukan
jika terjadi halusinasi (tidur, marah, menyibukkan diri
sendiri dan lain-lain)
Rasional :
Upaya untuk memutus siklus halusinasi sehingga
halusinasi tidak berlanjut.
b) Diskusikan manfaat cara yang digunakan klien, jika
bermanfaat beri pujian.
Rasional :
Reinforcement dapat mneingkatkan harga diri klien.
c) Diskusikan cara baru untuk memutus/mengontrol timbulnya
halusinasi :
1. Katakan : “Saya tidak mau dengar kau” pada saat
halusinasi muncul.
2. Menemui orang lain atau perawat, teman atau anggota
keluarga yang lain untuk bercakap-cakap atau
mengatakan halusinasi yang didengar.
3. Membuat jadwal sehari-hari agar halusinasi tidak sempat
muncul.
4. Meminta keluarga/teman/perawat, jika tampak bicara
sendiri.
Rasional:
Memberikan alternatif pilihan untuk mengontrol
halusinasi.
d) Bantu klien memilih cara dan melatih cara untuk
memutus halusinasi secara bertahap, misalnya dengan :
1. Membersihkan rumah dan alat-alat rumah tangga.
2. Mengikuti keanggotaan sosial di masyarakat (pengajian,
gotong royong).
3. Mengikuti kegiatan olah raga di kampung (jika masih
muda).
4. Mencari teman untuk ngobrol.
Rasional :
Memotivasi dapat meningkatkan keinginan klien untuk
mencoba memilih salah satu cara untuk mengendalikan
halusinasi dan dapat meningkatkan harga diri klien.
e) Beri kesempatan untuk melakukan cara yang telah dilatih.
Evaluasi : hasilnya dan beri pujian jika berhasil.
Rasional :
Memberi kesempatan kepada klien untuk mencoba cara
yang telah dipilih.
f) Anjurkan klien untuk mengikuti terapi aktivitas kelompok,
orientasi realita dan stimulasi persepsi.
Rasional :
Stimulasi persepsi dapat mengurangi perubahan
interprestasi realitas akibat halusinasi.
d. TUK IV : Klien dapat dukungan dari keluarga dalam mengontrol
halusinasinya.
1) Kriteria evaluasi
a) Keluarga dapat saling percaya dengan perawat.
b) Keluarga dapat menyebutkan pengertian, tanda dan tindakan
untuk mengendalikan halusinasi.
2) Intervensi
a) Membina hubungan saling percaya dengan menyebutkan
nama, tujuan pertemuan dengan sopan dan ramah.
Rasional :
Hubungan saling percaya merupakan dasar untuk
memperlancar hubungan interaksi selanjutnya.
b) Anjurkan klien menceritakan halusinasinya kepada keluarga.
Untuk mendapatkan bantuan keluarga dalam mengontrol
halusinasinya.
c) Diskusikan halusinasinya pada saat berkunjung tenang :
1. Pengertian halusinasi
2. Gejala halusinasi yang dialami klien.
3. Cara yang dapat dilakukan klien dan keluarga untuk
memutus halusinasi.
4. Cara merawat anggota keluarga yang berhalusinasi di
rumah, misalnya : beri kegiatan, jangan biarkan sendiri,
makan bersama, bepergian bersama.
5. Beri informasi waktu follow up atau kapan perlu
mendapat bantuan : halusinasi tidak terkontrol, dan resiko
mencederai diri, orang lain dan lingkungan.
Rasional :
Untuk mengetahui pengetahuan keluarga tentang
halusinasi dan menambah pengetahuan keluarga cara
merawat anggota keluarga yang mempunyai masalah
halusinasi.
e. TUK V : Klien dapat memanfaatkan obat dengan baik.
1) Kriteria evaluasi
a) Klien dan keluarga dapat menyebutkan manfaat, dosis
dan efek samping obat.
b) Klien dapat mendemonstrasikan penggunaan obat dengan
benar.
c) Klien mendapat informasi tentang efek dan efek samping
obat.
d) Klien dapat memahami akibat berhenti minum obat tanpa
konsutasi.
e) Klien dapat menyebutkan prinsip 5 benar penggunaan obat.
2) Intervensi
a) Diskusikan dengan klien dan keluarga tentang dosis dan
frekuensi serta manfaat minum obat.
Rasional :
Dengan menyebutkan dosis, frekuensi dan manfaat obat
diharapkan klien melaksanakan program pengobatan.
b) Anjurkan klien minta sendiri obat pada perawat dan
merasakan manfaatnya.
Rasional :
Menilai kemampuan klien dalam pengobatannya sendiri.
c) Anjurkan klien untuk bicara dengan dokter tentang mafaat
dan efek samping obat yang dirasakan.
Rasional :
Dengan mengetahui efek samping klien akan tahu apa
yang harus dilakukan setelah minum obat.
d) Diskusikan akibat berhenti minum obat tanpa konsultasi
dengan dokter.
Rasional :
Program pengobatan dapat berjalan dengan lancar.
e) Bantu klien menggunakan obat dengan prinsip 5 benar (benar
dosis, benar obat, benar waktunya, benar caranya, benar
pasiennya).
Rasional :
Dengan mengetahui prinsip penggunaan obat, maka
kemandirian klien untuk pengobatan dapat ditingkatkan
secara bertahap.
DAFTAR PUSTAKA

Hartono, Yudi Dkk. 2012. Buku ajar keperawatan jiwa. Jakarta : Salemba Medika

Iskandar Dkk. 2012. Asuhan Keperawatan Jiwa. Bandung : Refika aditama

Isaacs, Ann. 2005. Keperawatan Kesehatan Jiwa dan Psikiatri. Edisi 3. Jakarta :
Penerbit Buku Kedokteran EGC

Keliat. B.A. 2006. Proses Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC

Keliat. B.A. 2011. Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas (CMHN). Jakarta :


EGC

Kusumawati dan Hartono. 2010. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta : Salemba
Medika

Maramis, W.f. 2007. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Ed. 9. Surabaya : Airlangga
University Press
Stuart, G.W & Sundeen, S.J. 2007. Buku Saku Keperawatan Jiwa (Terjemahan).
Jakarta : EGC
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN

SP 1 Pasien :
1. Membantu pasien mengenal halusinasi
2. Menjelaskan cara-cara mengontrol halusinasi
3. Mengajarkan pasien mengontrol halusinasi dengan cara
pertama: menghardik halusinasi
Orientasi:
”Selamat pagi bapak, Saya Mahasiswa keperawatan dari Poltekkes Kemenkes
Denpasar yang akan merawat bapak nama saya Komang Triwirama, biasa dipanggil
Wirama. Nama bapak siapa? Bapak Senang dipanggil siapa?”
”Bagaimana perasaan bapak hari ini? Apa keluhan bapak saat ini”
”Baiklah, bagaimana kalau kita bercakap-cakap tentang suara yang selama ini bapak
dengar tetapi tak tampak wujudnya? Di mana kita duduk? Di ruang tamu? Berapa
lama? Bagaimana kalau 30 menit”

Kerja:
”Apakah bapak mendengar suara tanpa ada wujudnya? Apa yang dikatakan suara
itu?”
” Apakah terus-menerus terdengar atau sewaktu-waktu? Kapan yang paling sering
bapak dengar suara? Berapa kali sehari bapak mendengar suara-suara tersebut? Pada
keadaan apa suara itu terdengar? Apakah pada waktu sendiri atau saat bersama
dengan orang lain?”
” Apa yang bapak rasakan pada saat mendengar suara itu?”
”Apa yang bapak lakukan saat mendengar suara itu? Apakah dengan cara itu suara-
suara itu hilang? Bagaimana kalau kita belajar cara-cara untuk mencegah suara-suara
itu muncul?
” bapak , ada empat cara untuk mencegah suara-suara itu muncul. Pertama, dengan
menghardik atau membentak suara tersebut. Kedua, dengan cara bercakap-cakap
dengan orang lain. Ketiga, melakukan kegiatan yang sudah terjadwal, dan yang ke
empat minum obat dengan teratur.”
”Bagaimana kalau kita belajar satu cara dulu, yaitu dengan menghardik membentak”.
”Caranya sebagai berikut: saat suara-suara itu muncul, langsung bapak bilang, pergi
saya tidak mau dengar, … Saya tidak mau dengar. Kamu suara palsu. Begitu diulang-
ulang sampai suara itu tak terdengar lagi. Coba bapak peragakan! Nah begitu, …
bagus! Coba lagi! Ya bagus bapak sudah bisa”

Terminasi:
”Bagaimana perasaan bapak setelah peragaan latihan tadi?” Kalau suara-suara itu
muncul lagi, silakan coba cara tersebut ! bagaimana kalu kita buat jadwal latihannya.
Mau jam berapa saja latihannya? (Saudara masukkan kegiatan latihan menghardik
halusinasi dalam jadwal kegiatan harian pasien). Bagaimana kalau kita bertemu lagi
untuk belajar dan latihan mengendalikan suara-suara dengan cara yang kedua? Jam
berapa pak?Bagaimana kalau dua jam lagi? Berapa lama kita akan berlatih?Dimana
tempatnya”
”Baiklah, sampai jumpa.”
P 2 Pasien :
1. Melatih pasien mengontrol halusinasi dengan cara kedua :
bercakap - cakap dengan orang lain
Orientasi:
“Selamat pagi bapak Bagaimana perasaan bapak hari ini? Apakah suara-suaranya
masih muncul ? Apakah sudah dipakai cara yang telah kita latih?Berkurangkan suara-
suaranya Bagus ! Sesuai janji kita tadi saya akan latih cara kedua untuk mengontrol
halusinasi dengan bercakap-cakap dengan orang lain. Kita akan latihan selama 20
menit. Mau di mana? Di sini saja?

Kerja:
“Cara kedua untuk mencegah/mengontrol halusinasi yang lain adalah dengan
bercakap-cakap dengan orang lain. Jadi kalau bapak mulai mendengar suara-suara,
langsung saja cari teman untuk diajak ngobrol. Minta teman untuk ngobrol dengan
bapak Contohnya begini; … tolong, saya mulai dengar suara-suara. Ayo ngobrol
dengan saya! Atau kalau ada orang dirumah misalnya istri,anak bapak katakan: bu,
ayo ngobrol dengan bapak soalnya bapak sedang dengar suara-suara. Begitu bapak
Coba bapak lakukan seperti saya tadi lakukan. Ya, begitu. Bagus! Coba sekali lagi!
Bagus! Nah, latih terus ya bapak!”

Terminasi:
“Bagaimana perasaan bapak setelah latihan ini? Jadi sudah ada berapa cara yang
bapak pelajari untuk mencegah suara-suara itu? Bagus, cobalah kedua
cara ini kalau bapak mengalami halusinasi lagi. Bagaimana kalau kita masukkan
dalam jadwal kegiatan harian bapak. Mau jam berapa latihan bercakap-cakap? Nah
nanti lakukan secara teratur serta sewaktu-waktu suara itu muncul! Besok pagi saya
akan ke mari lagi. Bagaimana kalau kita latih cara yang ketiga yaitu melakukan
aktivitas terjadwal? Mau jam berapa? Bagaimana kalau jam 08.00? Mau di mana/Di
sini lagi? Sampai besok ya. Selamat pagi”
SP 3 Pasien :
1. Melatih pasien mengontrol halusinasi dengan cara ketiga :
melaksanakan aktivitas terjadwal
Orientasi:
“Selamat pagi bapak Bagaimana perasaan bapak hari ini? Apakah suara-suaranya
masih muncul ? Apakah sudah dipakai dua cara yang telah kita latih ? Bagaimana
hasilnya ? Bagus ! Sesuai janji kita, hari ini kita akan belajar cara yang ketiga untuk
mencegah halusinasi yaitu melakukan kegiatan terjadwal. Mau di mana kita bicara?
Baik kita duduk di ruang tamu. Berapa lama kita bicara? Bagaimana kalau 30 menit?
Baiklah.”

Kerja:
“Apa saja yang biasa bapak lakukan? Pagi-pagi apa kegiatannya, terus jam
berikutnya (terus ajak sampai didapatkan kegiatannya sampai malam). Wah banyak
sekali kegiatannya. Mari kita latih dua kegiatan hari ini (latih kegiatan tersebut).
Bagus sekali bapak bisa lakukan. Kegiatan ini dapat bapak lakukan untuk mencegah
suara tersebut muncul. Kegiatan yang lain akan kita latih lagi agar dari pagi sampai
malam ada kegiatan.

Terminasi:
“Bagaimana perasaan bapak setelah kita bercakap-cakap cara yang ketiga untuk
mencegah suara-suara? Bagus sekali! Coba sebutkan 3 cara yang telah kita latih
untuk mencegah suara-suara. Bagus sekali. Mari kita masukkan dalam jadwal
kegiatan harian bapak Coba lakukan sesuai jadwal ya!(Saudara dapat melatih
aktivitas yang lain pada pertemuan berikut sampai terpenuhi seluruh aktivitas dari
pagi sampai malam) Bagaimana kalau menjelang makan siang nanti, kita membahas
cara minum obat yang baik serta guna obat. Mau jam berapa? Bagaimana kalau jam
12.00 ?Di ruang makan ya! Sampai jumpa.”
SP 4 Pasien :
I. Melatih pasien menggunakan obat secara teratur
Orientasi:
“Selamat pagi bapak Bagaimana perasaan bapak hari ini? Apakah suara-suaranya
masih muncul ? Apakah sudah dipakai tiga cara yang telah kita latih ? Apakah
jadwal kegiatannya sudah dilaksanakan ? Apakah pagi ini sudah minum obat? Baik.
Hari ini kita akan mendiskusikan tentang obat-obatan yang bapak minum. Kita akan
diskusi selama 20 menit sambil menunggu makan siang. Di sini saja ya bapak?”

Kerja:
“bapak adakah bedanya setelah minum obat secara teratur. Apakah suara-suara
berkurang/hilang ? Minum obat sangat penting supaya suara-suara yang bapak
dengar dan mengganggu selama ini tidak muncul lagi. Berapa macam obat yang
bapak minum ? (Perawat menyiapkan obat pasien) Ini yang warna orange (CPZ) 3
kali sehari jam 7 pagi, jam 1 siang dan jam 7 malam gunanya untuk menghilangkan
suara-suara. Ini yang putih (THP)3 kali sehari jam nya sama gunanya untuk rileks
dan tidak kaku. Sedangkan yang merah jambu (HP) 3 kali sehari jam nya sama
gunanya untuk pikiran biar tenang. Kalau suara-suara sudah hilang obatnya tidak
boleh diberhentikan. Nanti konsultasikan dengan dokter, sebab kalau putus obat,
bapak akan kambuh dan sulit untuk mengembalikan ke keadaan semula. Kalau obat
habis bapak bisa minta ke dokter untuk mendapatkan obat lagi. bapak juga harus
teliti saat menggunakan obat-obatan ini. Pastikan obatnya benar, artinya bapak harus
memastikan bahwa itu obat yang benar-benar punya bapak Jangan keliru dengan obat
milik orang lain. Baca nama kemasannya. Pastikan obat diminum pada waktunya,
dengan cara yang benar. Yaitu diminum sesudah makan dan tepat jamnya bapak juga
harus perhatikan berapa jumlah obat sekali minum, dan harus cukup minum 10 gelas
per hari”

Terminasi:
“Bagaimana perasaan bapak setelah kita bercakap-cakap tentang obat? Sudah berapa
cara yang kita latih untuk mencegah suara-suara? Coba sebutkan! Bagus! (jika
jawaban benar). Mari kita masukkan jadwal minum obatnya pada jadwal kegiatan
bapak Jangan lupa pada waktunya minta obat pada perawat atau pada keluarga kalau
di rumah. Nah makanan sudah datang. Besok kita ketemu lagi untuk melihat manfaat
4 cara mencegah suara yang telah kita bicarakan. Mau jam berapa? Bagaimana kalau
jam 10.00. sampai jumpa.”
Sumber: Keliat.B.A. 2011.Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas (CMHN).
Jakarta : EGC

EVALUASI

1. Kemampuan Pasien dengan Halusinasi


No. Kemampuan Tanggal
1. Mengenal jenis halusinasi
2 Mengenal isi halusinasi
3. Mengenal waktu halusinasi
4. Mengenal frekuensi halusinasi
5. Mengenal situasi yang menimbulkan
halusinasi
6. Menjelaskan respons terhadap
halusinasi
7. Mampu menghardik halusinasi
8. Mampu bercakap-cakap jika terjadi
halusinasi
9. Membuat jadwal kegiatan harian
10. Melakukan kegiatan harian sesuai
jadwal
11. Menggunakan obat secara teratur

2. Kemampuan Perawat
No. Kemampuan Tanggal
SP I
1. Mengidentifikasi jenis halusinasi
pasien
2 Mengidentifikasi isi halusinasi pasien
3. Mengidentifikasi waktu halusinasi
pasien
4. Mengidentifikasi frekuensi halusinasi
pasien
5. Mengidentifikasi situasi yang
menimbulkan halusinasi
6. Mengidentifikasi respons pasien
terhadap halusinasi
7. Mengajarkan pasien menghardik
halusinasi
8. Mengajarkan pasien memasukkan
cara menghardik halusinasi ke dalam
jadwal kegiatan harian
Nilai SP I
SP II
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian
pasien
2. Melatih pasien mengendalikan
halusinasi dengan cara bercakap-
cakap dengan orang lain
3. Menganjurkan pasien memasukkan
kegiatan bercakap-cakap ke dalam
jadwal kegiatan harian
Nilai SP II
SP III
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian
pasien
2. Melatih pasien mengendalikan
halusinasi dengan melakukan
kegiatan (kegiatan yang biasa
dilakukan pasien di rumah)
3. Menganjurkan pasien memasukkan
kegiatan untuk mengendalikan
halusinasi ke dalam jadwal kegiatan
harian
Nilai SP III
SP IV
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian
pasien
2. Memberikan pendidikan kesehatan
tentang penggunaan obat secara
teratur
3. Menganjurkan pasien memasukkan
aktivitas minum obat ke dalam
jadwal kegiatan harian
Nilai SP IV
Sumber: Keliat.B.A. 2011.Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas (CMHN).
Jakarta : EGC

You might also like