You are on page 1of 5

BAB I

PENDAHULUAN

I.1. I.atar Belakang

Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan salah satu

penyebab kematian pada anak di negara sedang berkembang. ISPA di

Indonesia merupakan salah satu masalah kesehatan yang utama karena

masih tingginya angka kejadian ISPA terutama pada balita pada anak

berusia di bawah 5 tahun setiap tahunnya, sebanyak dua pertiga kematian

tersebut adalah bayi (khususnya bayi muda). Hampir seluruh kematian

karena ISPA pada bayi dan balita disebabkan oleh Infeksi Saluran

Pernapasan bawah Akut (ISPbA). Setiap anak diperkirakan mengalami

tiga sampai enam episode ISPA setiap tahunnya dan mengakibatkan

sekitar 20-30% kematian. (1)

Penyakit-penyakit berbasis lingkungan memang masih merupakan

penyebab utama kematian di Indonesia. Pada tahun 2001, kematian yang

disebabkan oleh penyakit berbasis lingkungan, diantaranya Infeksi

Saluran Pernapasan Akut (ISPA) menduduki peringkat pertama dengan

jumlah 15,7% kematian. Secara total penyakit berbasis lingkungan

menyumbangkan 33% atau sepertiga total kematian seluruh kelompok

umur. Sedangkan pada kelompok balita, pola penyebab kematian ini

lebih tinggi lagi yaitu 30,8% kematian dan menduduki urutan pertama

pola penyakit pada balita sebanyak 19,4 per 1000 balita. Jumlah balita
yang menderita ISPA di Kota Makassar sebanyak 100.937 balita pada

tahun 2004 dengan kematian 58 anak, kemudian meningkat sebanyak

135.590 balita pada tahun 2005. Profil kesehatan Kota Makassar tahun

2012, kasus Pneumonia pada balita di Puskesmas Layang Kec. Bontoala

57%. (2)

Di Indonesia, Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) selalu

menempati urutan pertama penyebab kematian pada kelompok bayi dan

balita. Selain itu ISPA juga sering berada pada daftar 10 penyakit

terbanyak di rumah sakit. Survei mortalitas yang dilakukan oleh Subdit

ISPA tahun 2005 menempatkan ISPA/Pneumonia sebagai penyebab

kematian bayi terbesar di Indonesia dengan persentase 22,30% dari

seluruh kematian balita. Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) adalah

proses infeksi akut berlangsung selama 14 hari, yang disebabkan oleh

mikroorganisme dan menyerang salah satu bagian, dan atau lebih dari

saluran napas, mulai dari hidung (saluran atas) hingga alveoli (saluran

bawah), termasuk jaringan adneksanya, seperti sinus, rongga telinga

tengah dan pleura. (3)

Penyakit ISPA lebih sering diderita oleh anak-anak. Daya tahan

tubuh anak sangat berbeda dengan orang dewasa karena sistem

pertahanan tubuhnya belum kuat. Kalau di dalam satu rumah seluruh

anggota keluarga terkena pilek, anak-anak lebih mudah tertular. Dengan

kondisi tubuh anak yang masih lemah, proses penyebaran penyakit pun
menjadi lebih cepat. Dalam setahun seorang anak rata-rata bisa

mengalami 6-8 kali penyakit ISPA. (4)

Kejadian ISPA pada balita akan memberikan gambaran klinik yang

lebih berat dan buruk. Hal ini disebabkan karena ISPA pada anak balita

umumnya merupakan kejadian infeksi pertama serta belum terbentuknya

secara optimal proses kekebalan secara alamiah. Pada orang dewasa

sudah banyak terjadi kekebalan alamiah yang lebih optimal akibat

pengalaman infeksi sebelumnya. (1,4)

Ada banyak faktor yang mempengaruhi kejadian penyakit ISPA

baik secara langsung maupun tidak langsung. Faktor-risiko yang

menyebabkan ISPA pada balita adalah sosio-ekonomi (pendapatan,

perumahan, pendidikan orang tua), status gizi, status imunisasi, tingkat

pengetahuan ibu dan factor lingkungan (kualitas udara). Sedangkan

Depkes (2002) menyebutkan bahwa faktor penyebab ISPA pada balita

adalah berat badan bayi rendah (BBLR), status gizi buruk, imunisasi

yang tidak lengkap, kepadatan tempat tinggal dan sanitasi fisik rumah

seperti ventilasi, pencahayaan, kelembaban yang tidak sesuai dengan

syarat rumah sehat. (1,3)

Salah satu faktor yang mempengaruhi kejadian ISPA yaitu,

pencemaran dalam ruang yang disebabkan oleh bahan pengendali

serangga, yaitu obat antinyamuk. Kesadaran manusia akan pentingnya

kesehatan pada zaman sekarang sudah semakin baik, sehingga kesadaran

untuk mencegah terjangkit penyakit juga semakin besar. Banyak hospes


binatang dapat menularkan bibit penyakit ke manusia, salah satunya

adalah nyamuk sehingga mendorong masyarakat untuk menggunakan

obat antinyamuk dalam usaha pencegahan terhadap penyakit yang

ditularkan tersebut. Seperti pada obat nyamuk bakar dapat mengeluarkan

asap yang dapat mengiritasi saluran napas sehingga memudahkan

terjadinya infeksi pada saluran pernapasan. (5)

Berdasarkan latar belakang diatas maka penulis akan membuat

suatu penelitian tentang “Hubungan Kejadian ISPA Pada Balita yang

Terpapar Obat Nyamuk”.

I.2. Rumusan Masalah

Bagaimana Hubungan Kejadian ISPA Pada Balita yang Terpapar Obat

Nyamuk ?

I.3. Tujuan Penelitian

I.3.1. Tujuan penelitian umum

Untuk mengetahui hubungan kejadian ISPA pada balita yang terpapar

obat nyamuk.

I.3.2. Tujuan penelitian khusus

1. Menghitung jumlah angka kejadian ISPA akibat paparan obat

nyamuk.

2. Mengukur jumlah angka kejadian ISPA akibat obat nyamuk bakar.

3. Mengukur jumlah angka kejadian ISPA akibat obat nyamuk semprot.


4. Mengukur jumlah angka kejadian ISPA akibat obat nyamuk listrik.

5. Menganalisa hubungan kejadian ISPA akibat obat nyamuk bakar.

6. Menganalisa hubungan kejadian ISPA akibat obat nyamuk semprot.

7. Menganalisa hubungan kejadian ISPA akibat obat nyamuk listrik.

I.4. Manfaat Penelitian

1. Memberikan informasi kepada masyarakat agar dapat mengetahui

pengaruh penggunaan obat nyamuk terhadap angka kejadian ISPA.

2. Memberikan informasi kepada masyarakat akan bahaya penyakit

ISPA pada balita.

3. Sebagai wawasan dan informasi tentang ISPA bagi masyarakat luas.

4. Sebagai wadah pengembangan berpikir dan penerapan ilmu

pengetahuan teoritis yang telah dipelajari di masa kuliah.

5. Dapat digunakan sebagai bahan acuan dan bahan pertimbangan bagi

penelitian selanjutnya.

You might also like