You are on page 1of 8

GAMBARAN KLINIS

Pasien ptosis sering datang dengan keluhan utama jatuhnya kelopak mata atas dengan atau tanpa
riwayat trauma lahir, paralisis n. III, Horner’s Syndrom ataupun penyakit sistemik lainnya. Keluhan
tersebut biasanya disertai dengan ambliopia sekunder.1

Pada orang dewasa akan disertai dengan berkurangnya lapang pandang karena mata bagian atas
tertutup oleh palpebra superior. Pada kasus lain, beberapa orang (utamanya pada anak-anak) keadaan
ini akan dikompensasi dengan cara memiringkan kepalanya ke belakang (hiperekstensi) sebagai usaha
untuk dapat melihat dibalik palpebra superior yang menghalangi pandangannya. Biasanya penderita
juga mengatasinya dengan menaikkan alis mata (mengerutkan dahi). Ini biasanya terjadi pada ptosis
bilateral. Jika satu pupil tertutup seluruhnya, dapat terjadi ambliopia.2,3

Ptosis yang disebabkan distrofi otot berlangsung secara perlahan-lahan tapi progresif yang akhirnya
menjadi komplit. Ptosis pada myasthenia gravis onsetnya perlahan-lahan, timbulnya khas yaitu pada
malam hari disertai kelelahan, dan bertambah berat sepanjang malam. Kemudian menjadi permanen.
Ptosis bilateral pada orang muda merupakan tanda awal myasthenia gravis.4

Pada ptosis kongenital seringkali gejala muncul sejak penderita lahir, namun kadang pula manifestasi
klinik ptosis baru muncul pada tahun pertama kehidupan. Kebanyakan kasus ptosis kongenital
diakibatkan oleh suatu disgenesis miogenic lokal. Bila dibandingkan dengan otot yang normal, terdapat
serat dan jaringan adipose di dalam otot, sehingga akan mengurangi kemampuan otot levator untuk
berkontraksi dan relaksasi. Kondisi ini disebut sebagai miogenic ptosis kongenital.1

Symptom/ gejala ptosis:

 Jatuhnya / menutupnya kelopak mata atas yang tidak normal.


 Kesulitan membuka mata secara normal.
 Peningkatan produksi air mata.
 Adanya gangguan penglihatan.
 Iritasi pada mata karena kornea terus tertekan kelopak mata.
 Pada anak akan terlihat guliran kepala ke arah belakang untuk mengangkat kelopak mata agar
dapat melihat jelas.5
Gambar 3.1 Chin-up posture due to congenital ptosis of the left eye.

Gambar 3.2 Congenital ptosis of the left eye partially obstructing the left pupillary axis.

Gambar 3.3 Congenital ptosis of the right eye.


DIAGNOSIS

Diagnosis ptosis dapat ditegakkan. Berdasarkan pada anamnesa dan pemeriksaan yang tepat maka
selain diagnosis, juga dapat diketahui kausa dari ptosis dan derajat beratnya ptosis sehingga dapat
ditentukan tindakan dan penanganan yang tepat.

Anamnesis:
1. Identitas

2. Onset ptosis

3. Faktor yang mengurangi atau pemicu

4. Riwayat keluarga

5. Sejak pertama muncul apakah meningkat, berkurang atau konstan.

6. Hubungannya dengan:

7. Gerakan rahang

8. Gerakan mata yang abnormal

9. Postur kepala yang abnormal

10. Riwayat trauma atau pembedahan sebelumnya

11. Foto lama dari wajah dan mata pasien dapat dijadikan dokumentasi untuk melihat perubahan
pada mata. 6,7

Pasien mengeluh sulit mengangkat kelopak mata atasnya sehingga lapangan pandang pasien jadi
berkurang (kesulitan membuka mata secara normal dan adanya gangguan penglihatan). Pasien
mengeluhkan matanya seperti mata malas, jatuhnya/menutupnya kelopak mata atas yang tidak normal.
Peningkatan produksi air mata. Iritasi pada mata karena kornea terus tertekan kelopak mata. Pada anak
akan terlihat guliran kepala ke arah belakang untuk mengangkat kelopak mata agar dapat melihat jelas.

Pemeriksaan Oftalmologi
Secara fisik, ukuran bukaan kelopak mata pada ptosis lebih kecil dibanding mata normal. Ptosis biasanya
mengindikasikan lemahnya fungsi dari otot levator palpebra superior (otot kelopak mata atas). Rata –
rata lebar fisura palpebra/celah kelopak mata pada posisi tengah adalah berkisar 9 mm, panjang fisura
palpebra berkisar 28 mm. Rata – rata diameter kornea secara horizontal adalah 12 mm, tetapi vertikal
adalah 11 mm. Bila tidak ada deviasi vertikal maka refleks cahaya pada kornea berada 5,5 mm dari batas
limbus atas dan bawah. Batas kelopak mata atas biasanya menutupi 1.5 mm kornea bagian atas,
sehingga batas kelopak mata atas di posisi tengah seharusnya 4 mm diatas reflek cahaya pada kornea.8
Pemeriksaan-pemeriksaan tersebut meliputi:
1. Palpebra Fissure Height

Jarak antara margo palpebra superior dan inferior pada posisi penglihatan primer.9

Gambar 3.4 Pemeriksaan Palpebra Fissure Height.


2. Margin-Reflex Distance

 Margin-Reflex Distance 1 (MRD 1)


Jarak antara tengah refleks cahaya pupil dan margin kelopak mata atas dengan pada posisi primer.
Hasil pengukuran 4 - 5 mm dianggap normal.7

Gambar 3.5 Pemeriksaan Margin-Reflex Distance 1 (MRD 1).

 Margin-Reflex Distance 2 (MRD 2)


Jarak antara pusat refleks cahaya pupil dan margin kelopak mata bawah pada posisi primer. Jumlah
MRD1 dan MRD2 sama dengan palpebra fissure height.10
Gambar 3.6 Margin Reflex Distance 2.

3. Upper Lid Crease (Lipatan Palpebra Atas)

Jarak antar lipatan kulit palpebra superior dengan margin palpebra. Akibat insersi jaringan muskulus
levator ke dalam kulit sehingga membentuk lid-crease. Disinsersi aponeurosis levator membentuk lid-
crease pada posisi tinggi, ganda, dan asimetris. Lid-crease biasanya tinggi pada pasien ptosis
involusional. Pada ptosis kongenital biasanya samar-samar atau tidak ada. Ciri khas lid-crease orang Asia
biasanya rendah dan tidak jelas walaupun tidak ada ptosis.9,10

Gambar 3.7 Upper Lid Crease.

4. Levator Function
Penderita diminta melihat ke bawah maksimal, pemeriksa memegang penggaris dan menempatkan titik
nol pada margo palpebra superior, juga pemeriksa menekan otot frontal agar otot frontal tidak ikut
mengangkat kelopak, lalu penderita diminta melihat ke atas maksimal dan dilihat margo palpebra
superior ada pada titik berapa. Aksi levator normal 14-16 mm.9
Gambar 3.8 Pemeriksaan Levator Function

5. Bells Phenomenon
Penderita disuruh menutup atau memejamkan mata dengan kuat, pemeriksa membuka kelopak mata
atas, kalau bola mata bergulir ke atas berarti Bells Phenomenon (+).11

Gambar 3.9 Pemeriksaan Bells Phenomena

Tabel 3. Eyelid Measurements 21

Test Measurement Normal


PF palpebral fissure vertical 9 mm
PFd palpebral fissure vertical in 2-4 mm
downgaze
MRD1 light reflex to upper lid margin 4-5 mm
MRD2 light reflex to lower lid margin 4-5 mm
MRD3 margin to corneal light reflex in
upgaze
BLF upper lid margin from down gaze 12-18 mm
to upgaze
MCD on down gaze lid margin to 7-10 mm
crease
MFD on primary gaze lid margin to 4-5 mm
crease
MLD margin to 6 oclock limbus in 9 mm
upgaze
lag Lagophthalmos 0 mm

Pemeriksaan Oftalmologi Lainnya:


 Tajam penglihatan dan kelainan refraksi kedua mata

 Posisi kepala, elevasi dagu, posisi alis mata, dan aksi alis saat berusaha melihat ke atas.

 Lagoftalmus (penutupan kelopak mata yang tidak sempurna)

 Tes Schimer

 Sensibilitas kornea

 Gerakan bola mata 9,10

Pemeriksaan Tambahan:
 Pemeriksaan lapangan pandang

 Pemeriksaan farmakologi: kokain topical, tes tensilon.10

Pada pasien ptosis umumnya tidak diperlukan pemeriksaan laboratorium. Namun untuk mengetahui
adanya kelainan sistemik yang dapat mengakibatkan keadaan tersebut kiranya dapat dilakukan
pemeriksaan darah. Pemeriksaan MRI dan CT-scan kepala dan mata dibutuhkan misalnya bila untuk
melihat adanya massa tumor yang menyebabkan terjadinya ptosis, dan pada pasien yang ditemukan
adanya kelainan neurologik lainnya misalnya pada pupil yang abnormal.1
DAFTAR PUSTAKA

1. Suh, Donny Wun. Ptosis, Congenital. Editor(s) : Michael J Bartiss, Donald S Fong, Mark T Duffy,
Lance L Brown, Hampton Roy. Department of Ophthalmology, University of Nebraska Medical
Center. Avaiable at http://www.emedicine.com/ ph/topic345. Last update: November 13, 2003.
2. Ilyas, Sidharta. Ptosis. Dalam: Ilmu Penyakit Mata. Edisi ketiga. Jakarta: FKUI, 2007; hal: 100.
3. Bermant, Michael. Measuring Eyelid Function and Ptosis (drooping upper eyelid). American
Board of Plastic Surgery. Available at
http://www.plasticsurgery4u.com/procedure_folder/eyelid_recon_folder/eyelid_function.html.
10 Mei 2010.
4. Vaughan, Daniel. Ptosis. Dalam General Opthalmology. edisi 9, lange Medical Publications,
California, 1980, hal : 50
5. Newman, Steven A. The Pasient With Eyelid or Facial Abnormalities. Dalam Basic And Clinical
Science Course-Neuro Opthalmology. Bagian 5. The Foundation Of The American Academy Of
Ophthalmology. San Fransisco. 2001; hal : 263.
6. Aryatul, Aryani. Penatalaksanaan Ptosis dengan Teknik Reseksi Aponeurosis Levator Melalui
Kulit. USU Resepository. 2008; p 1-32.
7. The Online Eye Manual / Occuloplastics. Eyelid Measurements. Available at
http://mail.ml.usoms.poznan.pl/eyemanual/plastics5.htm. 22 Juli 2018.
8. Mahendra. Ptosis: Kelopak Mata yang Menggantung. Available at
http://www.mahendraindonesia.com/ptosis. 22 Juli 2018.
9. Ilyas, Sidharta. Kelopak Mata. Dalam: Ilmu Penyakit Mata. Edisi ketiga. Jakarta: FKUI, 2007;
hal .1-2.
10. American Academy of Ophthalmology: Orbit, Eyelids, and Lacrimal System in Basic and
Clinical Science Course, Section 7, 2001-2002.page 189-204.
11. Evans, N.M. The Eyelids. Dalam Opthalmology. Oxford University Press. Oxford. 1995; hal: 17-
20

You might also like