You are on page 1of 28

Makalah Asfiksia

Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Anak

Yang Dibina Oleh Ahmad Subandi, M.Kep., Sp.Kep An

Disusun Oleh

1. Dewi Apriliani (108116041)


2. Hapsyah Nurhayati (108116042)
3. Tria Oktaviana Rahajeng (108116045)
4. Nurul Abibah (108116048)
5. Anjas Upi R (108116056)
6. Fidha Fairus S (108116062)
7. Novan Gumregah (108116064)

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN 2B


STIKES AL-IRSYAD AL-ISLAMIYYAH CILACAP
TAHUN AKADEMIK 2017/2018
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penyusun panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang
telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
makalah dengan judul “Makalah Asfiksia” ini meskipun masih jauh dari
kesempurnaan.

Tujuan penyusun membuat makalah ini adalah untuk melengkapi salah satu
tugas pada mata kuliah Keperawatan Anak. Dalam kesempatan ini tak lupa
penyusun mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu
dalam menyelesaikan makalah ini.

Atas bantuan dan dorongannya, semoga mendapat balasan dari Tuhan Yang
Maha Esa dan penuyusun berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi penyusun
khususnya serta bagi pembaca pada umumnya.

Karena sifat keterbatasan yang dimiliki, maka saran dan kritik yang
membangun sangat penyusun harapkan, dan semoga makalah ini dapat menjadi titik
sumbangan bagi pengembangan ilmu pengetahuan .

Cilacap,19 April 2018

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ....................................................................................................... ii


DAFTAR ISI..................................................................................................................... iii
BAB I .................................................................................................................................. 1
A. Latar Belakang. ..................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................................ 1
C. Tujuan .................................................................................................................... 2
BAB II ................................................................................................................................ 3
A. Pengertian .............................................................................................................. 3
B. Etiologi ................................................................................................................... 4
C. Patofisiologi ........................................................................................................... 6
D. Pathways ................................................................................................................ 8
E. Klasifikasi .............................................................................................................. 9
F. Manifestasi Klinis.................................................................................................. 9
G. Diagnosis .......................................................................................................... 10
H. Penatalaksanaan ............................................................................................. 14
J. Pemeriksaan Penunjang ..................................................................................... 16
K. Komplikasi ........................................................................................................... 16
ASUHAN KEPERAWATAN ASFIKSIA PADA BAYI BARU LAHIR................ 17
A. Pengkajian ........................................................................................................... 17
B. Diagnosa Keperawatan ....................................................................................... 19
C. Intervensi ............................................................................................................. 19
BAB III............................................................................................................................. 24
A. Kesimpulan .......................................................................................................... 24
B. Saran .................................................................................................................... 24
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 25

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang.
Menurut WHO, setiap tahunnya, kira-kira 3% (3,6 juta) dari 120 juta bayi lahir
mengalami asfiksia, hampir 1 juta bayi ini kemudian meninggal.

Di Indonesia, dari seluruh kematian bayi, sebanyak 57% meninggal pada masa
neonatal (usia di bawah 1 bulan). Setiap 6 menit terdapat 1 neonatus yang
meninggal. Penyebab kematian neonatal di Indonesia adalah berat bayi lahir rendah
29%, asfiksia 27%, trauma lahir, tetanus neonatorum, infeksi lain, dan kealainan
congenital.

Berbagai upaya yang aman dan efektif untuk mencegah dan mengatasi
penyebab utama kematian bayi baru lahir, meliputi pelayanan antenatal yang
berkualitas, asuhan persalinan normal atau dasar, dan pelayanan asuhan neonatal
oleh tenaga professional. Untuk menurunkan angka kematian bayi baru lahir karena
asfiksia, persalinan harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang memiliki
kemampuan dan keterampilan manajemen asfiksia pada bayi baru lahir,
kemampuan dan keterampilan ini harus digunakan setiap kali menolong persalinan.

Oleh karena itu, keterampilan dan kemampuan penanganan resusitasi pada


neonatal sangat penting dimiliki oleh setiap tenaga professional yang terlibat dalam
penanganan bayi baru lahir.

B. Rumusan Masalah
1. Jelaskan Pengertian Asfiksia
2. Jelaskan Etiologi Asfiksia
3. Jelaskan Patofisiologi Asfiksia
4. Jelaskan Klasifikasi Asfiksia
5. Jelaskan Manifestasi Klinis Asfiksia
6. Jelaskan Diagnosis Asfiksia

1
7. Jelaskan Penatalaksanaan Asfiksia
8. Jelaskan Pemeriksaan Penunjangn Asfiksia
9. Jelaskan Komplikasi Asfiksia
10. Jelaskan ASKEP Asfiksia

C. Tujuan
1. Mengetahui Pengertian Asfiksia
2. Mengetahui Etiologi Asfiksia
3. Mengetahui Patofisiologi Asfiksia
4. Mengetahui Klasifikasi Asfiksia
5. Mengehtaui Manifestasi Klinis Asfiksia
6. Mengetahui Diagnosis Asfiksia
7. Mengetahui Penatalaksanaan Asfiksia
8. Pemeriksaan Penunjangn Asfiksi
9. Mengetahui Komplikasi Asfiksia
10. Mengatahui ASKEP Asfiksia

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian

Asfiksia adalah keadaan dimana bayi baru lahir tidak dapat bernapas secara
spontan dan teratur. Bayi dengan riwayat gawat janin sebelum lahir, umumnya akan
mengalami asfiksia pada saat dilahirkan. Masalah ini erat hubungannya dengan
gangguan kesehatan ibu hamil, kelainan tali pusat, atau masalah yang
mempengaruhi kesejahteraan bayi selama atau sesudah persalinan. (Noname:
Online)

Asfiksia neonatorum ialah keadaan dimana bayi tidak dapat segera bernafas scr
spontan dan teratur setelah lahir. Hal ini disebabkan oleh hipoksia janin dalam
uterus dan hipoksia ini berhubungan dengan faktor-faktor yang timbul dalam
kehamilan, persalinan, atau segera setelah bayi lahir. Akibat-akibat asfiksia akan
bertambah buruk apabila penanganan bayi tidak dilakukan secara sempurna.
Tindakan yang akan dikerjakan pada bayi bertujuan mempertahankan
kelangsungan hidupnya dan membatasi gejala-gejala lanjut yang mungkin timbul.
(Prawirohardjo: 1991).

Asfiksia ini dapat terjadi karena hipoksia kronik dalam uetrus menyebabkan
tersedianya sedikit energi untuk dapat memenuhi kebutuhan pada saat persalinan
dan kelahiran. Sehingga, asiksia intra uterin dapat terjadi, denan masalah sitemik
yang mungkin terjadi. (Ladewig dkk: 2006)

Asfiksia neonatarum adalah keadaan dimana bayi tidak dapat bernafas secara
spontan dan teratur segera stelah lahir keadaan tersebut dapat disertai dengan
adanya hipoksia, hiperkapnea, dan sampai ke asidosis. Keadaan asfiksia ini dapat
terjadi karena kurangnya kemampuan fungsi organ bayi seperti pengembangan
paru-paru. Proses terjadinya asfiksia neonatarum ini dapat terjadi pada masa
kehamilan, persalinan, atau dapat terjadi segera setelah lahir, banyak fakto yang

3
menyebabkannnya diantaranya adanya penyakit pada ibu sewaktu hamil seperti
hipertensi, paru, gangguan konstraksi uterus pada ibu resiko tinggi kehamilan, dapat
terjadi pada faktor plasenta seperti janin dengan solusio plasenta, atau juga faktor
janin itu sendiri. ( Hidayat, 2005).

B. Etiologi

Beberapa kondisi tertentu pada ibu hamil dapat menyebabkan gangguan


sirkulasi darah uteroplasenter sehingga pasokan oksigen ke bayi menjadi
berkurang. Hipoksia bayi di dalam rahim ditunjukkan dengan gawat janin yang
dapat berlanjut menjadi asfiksia bayi baru lahir.

Beberapa faktor tertentu diketahui dapat menjadi penyebab terjadinya asfiksia


pada bayi baru lahir, diantaranya adalah faktor ibu, tali pusat clan bayi berikut ini:

1. Faktor ibu
a. Preeklampsia dan eklampsia
b. Pendarahan abnormal (plasenta previa atau solusio plasenta)
c. Partus lama atau partus macet
d. Demam selama persalinan Infeksi berat (malaria, sifilis, TBC, HIV)
e. Kehamilan Lewat Waktu (sesudah 42 minggu kehamilan)
2. Faktor Tali Pusat
a. Lilitan tali pusat
b. Tali pusat pendek
c. Simpul tali pusat
d. Prolapsus tali pusat
3. Faktor Bayi
a. Bayi prematur (sebelum 37 minggu kehamilan)
b. Persalinan dengan tindakan (sungsang, bayi kembar, distosia bahu,
ekstraksi vakum, ekstraksi forsep).

Hipoksia janin yang menyebabkan asfiksia neonatarum terjadi karena


pertukaran gas serta transfer O2 dari ibu ke janin sehingga terdapat gangguan dalam
persediaan O2 dan dalam menghilangkan CO2. Gangguan ini dapat berlangsung

4
secara menahun akibat kondisi atau kelainan pada ibu selama kehamilan, atau
secara mendadak karena hal-hal yang diderita oleh ibu dalam persalinan.

Gangguan menahun dalam kehamilan dapat berupa gizi ibu yang buruk,
penyakit menahun seperti anemia, hipertensi, penyakit jantung, dan lain-lain. Pada
keadaan terakhir ini pengaruh terhadap janin disebabkan oleh gangguan oksigenasi
serta kekurangan pemberian zat-zat makanan berhubungan dengan gangguan fungsi
plasenta. Hal ini dapat dicegah atau dikurangi dengan melakukan pemeriksaan
antenatal yang sempurna, sehingga perbaikan sedini-dininya dapat diusahakan.
Faktor-faktor yang timbul dalam persalinan bersifat lebih mendadak dan hamoir
selalu mengakibatkan anoksia atau hipoksia janin dan berakhir dengan asfiksia
bayi. Keadaan ini perlu dikenal, agar dapat dilakukan persiapan yang sempurna
pada saat bayi lahir.

Faktor-faktor yang mendadak ini terdiri atas:

1. Faktor dari pihak janin seperti:


a. Gangguan aliran darah pada tali pusat karena tekanan tali pusat
b. Depresi pernafasan karena obat-obat anastesia atau analgetik yang
diberikan kepada ibu, perdarahan intrakranial, dan kelainan bawaan.
2. Faktor dari pihak ibu seperti:
a. Gangguan his, misalnya hipertoni dan tetani
b. Hipotensi mendadak pada ibu karena perdarahan, misalnya pada plasenta
previa
c. Hipertensi pada eklampsia
d. Gangguan mendadak pada plasenta seperti solusio plasenta.
(Prawirohardjo: 1991)

Penyebab asfiksia menurut Mochtar (1989) adalah :

1. Asfiksia dalam kehamilan


a. Penyakit infeksi akut
b. Penyakit infeksi kronik
c. Keracunan oleh obat-obat bius

5
d. Uraemia dan toksemia gravidarum
e. Anemia berat
f. Cacat bawaan
g. Trauma
2. Asfiksia dalam persalinan
a. Kekurangan O2.
1) Partus lama (CPD, rigid serviks dan atonia/ insersi uteri)
2) Ruptur uteri yang memberat, kontraksi uterus yang terus-menerus
mengganggu sirkulasi darah ke uri.
3) Tekanan terlalu kuat dari kepala anak pada plasenta.
4) Prolaps fenikuli tali pusat akan tertekan antara kepaladan panggul.
5) Pemberian obat bius terlalu banyak dan tidak tepat pada waktunya.
6) Perdarahan banyak : plasenta previa dan solutio plasenta.
7) Kalau plasenta sudah tua : postmaturitas (serotinus), disfungsi uteri.

b. Paralisis pusat pernafasan


1) Trauma dari luar seperti oleh tindakan forseps
2) Trauma dari dalam : akibat obet bius.

C. Patofisiologi

Penyebab asfiksia dapat berasal dari faktor ibu, janin dan plasenta. Adanya
hipoksia dan iskemia jaringan menyebabkan perubahan fungsional dan biokimia
pada janin. Faktor ini yang berperan pada kejadian asfiksia. (Anonim: Online) Bila
janin kekurangan O2 dan kadar CO2 bertambah, timbulah rangsangan terhadap
nervus vagus sehingga DJJ (denyut jantung janin) menjadi lambat. Jika kekurangan
O2 terus berlangsung maka nervus vagus tidak dapat dipengaruhi lagi. Timbulah
kini rangsangan dari nervus simpatikus sehingga DJJ menjadi lebih cepat akhirnya
ireguler dan menghilang.

Janin akan mengadakan pernafasan intrauterin dan bila kita periksa kemudian
terdapat banyak air ketuban dan mekonium dalam paru, bronkus tersumbat dan

6
terjadi atelektasis. Bila janin lahir, alveoli tidak berkembang. Apabila asfiksia
berlanjut, gerakan pernafasan akan ganti, denyut jantung mulai menurun sedangkan
tonus neuromuskuler berkurang secara berangsur-angsur dan bayi memasuki
periode apneu primer. Jika berlanjut, bayi akan menunjukkan pernafasan yang
dalam, denyut jantung terus menurun, tekanan darah bayi juga mulai menurun dan
bayi akan terluhat lemas (flascid).
Pernafasan makin lama makin lemah sampai bayi memasuki periode apneu
sekunder. Selama apneu sekunder, denyut jantung, tekanan darah dan kadar O2
dalam darah (PaO2) terus menurun. Bayi sekarang tidak bereaksi terhadap
rangsangan dan tidak akan menunjukkan upaya pernafasan secara spontan.
Kematian akan terjadi jika resusitasi dengan pernafasan buatan dan pemberian tidak
dimulai segera. (Anonim: Online)

7
D. Pathways

8
E. Klasifikasi

Klasifikasi asfiksia berdasarkan nilai APGAR:

1. Asfiksia berat dengan nilai APGAR 0-3


2. Asfiksia ringan sedang dengan nilai APGAR 4-6
3. Bayi normal atau sedikit asfiksia dengan nilai APGAR 7-9
4. Bayi normal dengan nilai APGAR 10

Nilai Apgar:

1. Nilai 0-3 : Asfiksia berat


2. Nilai 4-6 : Asfiksia sedang
3. Nilai 7-10 : Normal

Dilakukan pemantauan nilai apgar pada menit ke-1 dan menit ke-5, bila nilai
apgar 5 menit masih kurang dari 7 penilaian dilanjutkan tiap 5 menit sampai skor
mencapai 7. Nilai Apgar berguna untuk menilai keberhasilan resusitasi bayi baru
lahir dan menentukan prognosis, bukan untuk memulai resusitasi karena resusitasi
dimulai 30 detik setelah lahir bila bayi tidak menangis. (bukan 1 menit seperti
penilaian skor Apgar)

F. Manifestasi Klinis

1. Pada Kehamilan

9
a. Denyut jantung janin lebih cepat dari 160 x/mnt atau kurang dari 100
x/mnt, halus dan ireguler serta adanya pengeluaran mekonium.
b. Jika DJJ normal dan ada mekonium : janin mulai asfiksia
c. Jika DJJ 160 x/mnt ke atas dan ada mekonium : janin sedang asfiksi
d. Jika DJJ 100 x/mnt ke bawah dan ada mekonium : janin dalam gawat
2. Pada bayi setelah lahir
a. Bayi pucat dan kebiru-biruan
b. Usaha bernafas minimal atau tidak ada
c. Hipoksia
d. Asidosis metabolik atau respiratori
e. Perubahan fungsi jantung
f. Kegagalan sistem multiorgan
g. Kalau sudah mengalami perdarahan di otak maka ada gejala neurologik
: kejang, nistagmus, dan menangis kurang baik/ tidak menangis.
Bayi tidak bernapas atau napas megap-megap, denyut jantung kurang
dari 100 x/menit, kulit sianosis, pucat, tonus otot menurun, tidak ada
respon terhadap refleks rangsangan.

G. Diagnosis

Asfiksia yang terjadi pada bayi biasanya merupakan kelanjutan dari anoksia /
hipoksia janin. Diagnosis anoksia / hipoksia janin dapat dibuat dalam persalinan
dengan ditemukannya tanda-tanda gawat janin. Tiga hal yang perlu mendapat
perhatian yaitu:

1. Denyut jantung janin. Frekuensi normal ialah antara 120 dan 160 debyutan
semenit, selama his frekuensi ini bisa turun, tetapi di luar his kembali lagi
kepada keadaan semula. Peningkatan kecepatan denyut jantung umumnya
tidak banyak artinya, akan tetapi apabila frekuensi turun sampai di bawah
100 kali permenit di luar his, dan lebih-lebih jika tidak teratur, hal itu
merupakan tanda bahaya. Di beberapa klinik elektrokardigraf janin
digunakan untuk terus-menerus menghadapi keadaan denyut jantung dalam
persalinan.

10
2. Mekonium dalam air ketuban. Mekonium pada presentasi sungsang tidak
ada artinya, akan tetapi pada presentasi kepala mungkin menunjukkan
gangguan oksigenisasi dan harus diwaspadai. Adanya mekonium dalam air
ketuban pada presentasi kepala dapat merupakan indikasi untuk mengakhiri
persalinan bila hal itu dapat dilakukan dengan mudah.
3. Pemeriksaan pH darah janin. Dengan menggunakan amnioskop yang
dimasukkan lewat serviks dibuat sayatan kecil pada kulit kepala janin, dan
diambil contoh darah janin. Darah ini diperiksa pH-nya. Adanya asidosis
menyebabkan turunnya pH. Apabila pH itu turun sampai di bawah 7,2 hal
itu dianggap sebagai tanda bahaya gawat janin mungkin disertai asfiksia.
(Prawirohardjo: 1991)
1. PENILAIAN ASFIKSIA PADA BAYI BARU LAHIR
Aspek yang sangat penting dari resusitasi bayi baru lahir adalah
menilai bayi, menentukan tindakan yang akan dilakukan dan akhirnya
melaksanakan tindakan resusitasi. Upaya resusitasi yang efesien clan
efektif berlangsung melalui rangkaian tindakan yaitu menilai
pengambilan keputusan dan tindakan lanjutan.
Penilaian untuk melakukan resusitasi semata-mata ditentukan oleh
tiga tanda penting, yaitu: Penafasan, Denyut jantung, Warna kulit. Nilai
apgar tidak dipakai untuk menentukan kapan memulai resusitasi atau
membuat keputusan mengenai jalannya resusitasi. Apabila penilaian
pernafasan menunjukkan bahwa bayi tidak bernafas atau pernafasan
tidak kuat, harus segera ditentukan dasar pengambilan kesimpulan
untuk tindakan vertilasi dengan tekanan positif (VTP).
2. PENANGANAN ASFIKSIA PADA BAYI BARU LAHIR
Tindakan resusitasi bayi baru lahir mengikuti tahapan-tahapan yang
dikenal sebagai ABC resusitasi, yaitu :
1. Memastikan saluran terbuka
a. Meletakkan bayi dalam posisi kepala defleksi bahu diganjal 2-3
cm.
b. Menghisap mulut, hidung dan kadang trachea.

11
c. Bila perlu masukkan pipa endo trachel (pipa ET) untuk
memastikan saluran pernafasan terbuka.
2. Memulai pernafasan
a. Memakai rangsangan taksil untuk memulai pernafasan
b. Memakai VTP bila perlu seperti : sungkup dan balon pipa ETdan
balon atau mulut ke mulut (hindari paparan infeksi).
3. Mempertahankan sirkulasi
a. Rangsangan dan pertahankan sirkulasi darah dengan cara
b. Kompresi dada.
c. Pengobatan

3. TINDAKAN RESUSITASI
1. Detail Cara Resusitasi. Langkah-Langkah Resusitasi:
a. Letakkan bayi di lingkungan yang hangat kemudian keringkan
tubuh bayi dan selimuti tubuh bayi untuk mengurangi evaporasi.
b. Sisihkan kain yang basah kemudian tidurkan bayi terlentang pada
alas yang datar.
c. Ganjal bahu dengan kain setinggi 1 cm (snifing positor).
d. Hisap lendir dengan penghisap lendir de lee dari mulut, apabila
mulut sudah bersih kemudian lanjutkan ke hidung.
e. Lakukan rangsangan taktil dengan cara menyentil telapak kaki
bayi dan mengusap-usap punggung bayi.
f. Nilai pernafasanJika nafas spontan lakukan penilaian denyut
jantung selama 6 detik, hasil kalikan 10. Denyut jantung > 100 x
/ menit, nilai warna kulit jika merah/sinosis penfer lakukan
observasi, apabila biru beri oksigen. Denyut jantung
<100x/menit, lakukan ventilasi tekanan positif.
1. Jika pernapasan sulit (megap-megap) lakukan ventilasi
tekanan positif.
2. Ventilasi tekanan positif / PPV dengan memberikan O2 100
% melalui ambubag atau masker, masker harus menutupi
hidung dan mulut tetapi tidak menutupi mata, jika tidak ada

12
ambubag beri bantuan dari mulur ke mulut, kecepatan PPV
40 – 60 x / menit.
3. Setelah 30 detik lakukan penilaian denyut jantung selama 6
detik, hasil kalikan 10.
a. 100 hentikan bantuan nafas, observasi nafas spontan.
b. 60 – 100 ada peningkatan denyut jantung teruskan
pemberian PPV.
c. 60 – 100 dan tidak ada peningkatan denyut jantung,
lakukan PPV, disertai kompresi jantung.
4. < 10 x / menit, lakukan PPV disertai kompresi jantung.
5. Kompresi jantung
Perbandingan kompresi jantung dengan ventilasi adalah 3 :
1, ada 2 cara kompresi jantung : Kedua ibu jari menekan
stemun sedalam 1 cm dan tangan lain mengelilingi tubuh
bayi, dan Jari tengah dan telunjuk menekan sternum dan
tangan lain menahan belakang tubuh bayi.
g. Lakukan penilaian denyut jantung setiap 30 detik setelah
kompresi dada.
h. Denyut jantung 80x./menit kompresi jantung dihentikan, lakukan
PPV sampai denyut jantung > 100 x / menit dan bayi dapat nafas
spontan.
i. Jika denyut jantung 0 atau < 10 x / menit, lakukan pemberian obat
epineprin 1 : 10.000 dosis 0,2 – 0,3 mL / kg BB secara IV.
j. Lakukan penilaian denyut jantung janin, jika > 100 x / menit
hentikan obat.
k. Jika denyut jantung < 80 x / menit ulangi pemberian epineprin
sesuai dosis diatas tiap 3 – 5 menit.
l. Lakukan penilaian denyut jantung, jika denyut jantung tetap /
tidak rewspon terhadap di atas dan tanpa ada hiporolemi beri
bikarbonat dengan dosis 2 MEQ/kg BB secara IV selama 2 menit.
(Wiknjosastro, 2007)
2. Persiapan resusitasi

13
Agar tindakan untuk resusitasi dapat dilaksanakan dengan
cepat dan efektif, kedua faktor utama yang perlu dilakukan adalah :
a. Mengantisipasi kebutuhan akan resusitasi lahirannya bayi dengan
depresi dapat terjadi tanpa diduga, tetapi tidak jarang kelahiran
bayi dengan depresi atau asfiksia dapat diantisipasi dengan
meninjau riwayat antepartum dan intrapartum.
b. Mempersiapkan alat dan tenaga kesehatan yang siap dan
terampil. Persiapan minumum antara lain :
1) Alat pemanas siap pakai – Oksigen
2) Alat pengisap
3) Alat sungkup dan balon resusitasi
4) Alat intubasi
5) Obat-obatan
3. Prinsip-prinsip resusitasi yang efektif:
a. Tenaga kesehatan yang slap pakai dan terlatih dalam resusitasi
neonatal harus rnerupakan tim yang hadir pada setiap persalinan.
b. Tenaga kesehatan di kamar bersalin tidak hanya harus
mengetahui apa yang harus dilakukan, tetapi juga harus
melakukannya dengan efektif dan efesien
c. Tenaga kesehatan yang terlibat dalam resusitasi bayi harus
bekerjasama sebagai suatu tim yang terkoordinasi.
d. Prosedur resusitasi harus dilaksanakan dengan segera dan tiap
tahapan berikutnya ditentukan khusus atas dasar kebutuhan dan
reaksi dari pasien.
e. Segera seorang bayi memerlukan alat-alat dan resusitasi harus
tersedia clan siap pakai.

H. Penatalaksanaan

1. Resusitasi

14
a. Tahapan resusitasi tidak melihat nilai apgar (lihat bagan)
b. Terapi medikamentosa
2. Epinefrin
Indikasi: Denyut jantung bayi < 60 x/m setelah paling tidak 30 detik
dilakukan ventilasi adekuat dan pemijatan dada, asistolik.
Dosis: 0,1-0,3 ml/kg BB dalam larutan 1 : 10.000 (0,01 mg-0,03 mg/kg BB)
Cara : i.v atau endotrakeal. Dapat diulang setiap 3-5 menit bila perlu.
3. Volume ekspander
Indikasi: Bayi baru lahir yang dilakukan resusitasi mengalami hipovolemia
dan tidak ada respon dengan resusitasi., hipovolemia kemungkinan akibat
adanya perdarahan atau syok. Klinis ditandai adanya pucat, perfusi buruk,
nadi kecil/lemah, dan pada resusitasi tidak memberikan respon yang
adekuat.
Jenis cairan: Larutan kristaloid yang isotonis (NaCl 0,9%, Ringer Laktat),
transfusi darah golongan O negatif jika diduga kehilangan darah banyak.
Dosis: Dosis awal 10 ml/kg BB i.v pelan selama 5-10 menit. Dapat diulang
sampai menunjukkan respon klinis.
4. Bikarbonat
Indikasi: Asidosis metabolik, bayi-bayi baru lahir yang mendapatkan
resusitasi. Diberikan bila ventilasi dan sirkulasi sudah baik, Penggunaan
bikarbonat pada keadaan asidosis metabolik dan hiperkalemia harus disertai
dengan pemeriksaan analisa gas darah dan kimiawi.
Dosis : 1-2 mEq/kg BB atau 2 ml/Kg BB (4,2%) atau 1 ml/kg bb (8,4%)
Cara :Diencerkan dengan aquabides atau dekstrose 5% sama banyak
diberikan secara intravena dengan kecepatan minimal 2 menit.
Efek samping :Pada keadaan hiperosmolaritas dan kandungan CO2 dari
bikarbonat merusak fungsi miokardium dan otak.

5. Nalokson

15
Nalokson hidrochlorida adalah antagonis narkotik yang tidak menyebabkan
depresi pernafasan. Sebelum diberikan nalakson ventilasi harus adekuat dan
stabil.
Indikasi : Depresi pernafasan pada bayi baru lahir yang ibunya
menggunakan narkotik 4 jam sebelum persalinan,Jangan diberikan pada
bayi baru lahir yang ibunya baru dicurigai sebagai pemakai obat narkotika
sebab akan menyebabkan tanda with drawltiba-tiba pada sebagian bayi.
Dosis: 0,1 mg/kg BB (0,4 mg/ml atau 1 mg/ml)
Cara: Intravena, endotrakeal atau bila perpusi baik diberikan i.m atau s.c
6. Suportif
a. Jaga kehangatan.
b. Jaga saluran napas agar tetap bersih dan terbuka.
c. Koreksi gangguan metabolik (cairan, glukosa darah dan elektrolit)

J. Pemeriksaan Penunjang

1. Foto polos dada


2. USG kepala
3. Laboratorium : darah rutin, analisa gas darah, serum elektrolit
Penyulit
Meliputi berbagai organ yaitu :
1. Otak : hipoksik iskemik ensefalopati, edema serebri, palsi serebralis
2. Jantung dan paru : hipertensi pulmonal persisten pada neonatus,
3. perdarahan paru, edema paru
4. Gastrointestinal : enterokolitis nekrotikans
5. Ginjal : tubular nekrosis akut, SIADH
6. Hematologi : DIC
K. Komplikasi
Komplikasi yang muncul pada asfiksia neonatus antara lain :
1. Edema otak & Perdarahan otak
Pada penderita asfiksia dengan gangguan fungsi jantung yang telah berlarut
sehingga terjadi renjatan neonatus, sehingga aliran darah ke otak pun akan

16
menurun, keadaaan ini akan menyebabkan hipoksia dan iskemik otak yang
berakibat terjadinya edema otak, hal ini juga dapat menimbulkan
perdarahan otak.
2. Anuria atau oliguria
Disfungsi ventrikel jantung dapat pula terjadi pada penderita asfiksia,
keadaan ini dikenal istilah disfungsi miokardium pada saat terjadinya, yang
disertai dengan perubahan sirkulasi. Pada keadaan ini curah jantung akan
lebih banyak mengalir ke organ seperti mesentrium dan ginjal. Hal inilah
yang menyebabkan terjadinya hipoksemia pada pembuluh darah
mesentrium dan ginjal yang menyebabkan pengeluaran urine sedikit.
3. Kejang
Pada bayi yang mengalami asfiksia akan mengalami gangguan pertukaran
gas dan transport O2 sehingga penderita kekurangan persediaan O2 dan
kesulitan pengeluaran CO2 hal ini dapat menyebabkan kejang pada anak
tersebut karena perfusi jaringan tak efektif.
4. Koma
Apabila pada pasien asfiksia berat segera tidak ditangani akan menyebabkan
koma karena beberapa hal diantaranya hipoksemia dan perdarahan pada
otak.

ASUHAN KEPERAWATAN ASFIKSIA PADA BAYI BARU LAHIR

A. Pengkajian
1. Sirkulasi
 Nadi apikal dapat berfluktuasi dari 110 sampai 180 x/mnt. Tekanan
darah 60 sampai 80 mmHg (sistolik), 40 sampai 45 mmHg (diastolik).
 Bunyi jantung, lokasi di mediasternum dengan titik intensitas maksimal
tepat di kiri dari mediastinum pada ruang intercosta III/ IV.
 Murmur biasa terjadi di selama beberapa jam pertama kehidupan.
 Tali pusat putih dan bergelatin, mengandung 2 arteri dan 1 vena.

2. Eliminasi
 Dapat berkemih saat lahir.

17
3. Makanan/ cairan
 Berat badan : 2500-4000 gram
 Panjang badan : 44-45 cm
 Turgor kulit elastis (bervariasi sesuai gestasi)
4. Neurosensori
 Tonus otot : fleksi hipertonik dari semua ekstremitas.
 Sadar dan aktif mendemonstrasikan refleks menghisap selama 30 menit
pertama setelah kelahiran (periode pertama reaktivitas). Penampilan
asimetris (molding, edema, hematoma).
 Menangis kuat, sehat, nada sedang (nada menangis tinggi menunjukkan
abnormalitas genetik, hipoglikemi atau efek narkotik yang memanjang)
5. Pernafasan
 Skor APGAR : 1 menit......5 menit....... skor optimal harus antara 7-10.
 Rentang dari 30-60 permenit, pola periodik dapat terlihat.
 Bunyi nafas bilateral, kadang-kadang krekels umum pada awalnya
silindrik thorak : kartilago xifoid menonjol, umum terjadi.
6. Keamanan
 Suhu rentang dari 36,5º C sampai 37,5º C. Ada verniks (jumlah dan
distribusi tergantung pada usia gestasi).
 Kulit : lembut, fleksibel, pengelupasan tangan/ kaki dapat terlihat, warna
merah muda atau kemerahan, mungkin belang-belang menunjukkan
memar minor (misal : kelahiran dengan forseps), atau perubahan warna
herlequin, petekie pada kepala/ wajah (dapat menunjukkan peningkatan
tekanan berkenaan dengan kelahiran atau tanda nukhal), bercak
portwine, nevi telengiektasis (kelopak mata, antara alis mata, atau pada
nukhal) atau bercak mongolia (terutama punggung bawah dan bokong)
dapat terlihat. Abrasi kulit kepala mungkin ada (penempatan elektroda
internal)

18
B. Diagnosa Keperawatan

1. Penurunan cardiac out put berhubungan dengan edema paru


2. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d produksi mukus banyak.
3. Pola nafas tidak efektif b.d hipoventilasi/ hiperventilasi
4. Kerusakan pertukaran gas b.d ketidakseimbangan perfusi ventilasi.
5. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan adanya hipovolemia
C. Intervensi
Dx 1: Penurunan cardiac out put berhubungan dengan edema paru
Tujuan: Menunjukan curah jantung dalam batas normal
Kriteria hasil:
1. Menunjukan warna kulit yang normal
2. Edema perifer tidak ada
3. Bunyi nafas tambahan tidak ada
4. Distensi vena leher tidak ada

Intervensi:

1. Monitoring jantung paru


2. Menkaji tanda vital
3. Memonitor perfusi jaringan tiap 2-4 jam
4. Memonitor denyut nadi
5. Memonitor intake dan out put
6. Kolaborasi dalam pemberian vasodilator

Dx 2: Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d produksi mukus banyak.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan


diharapkan jalan nafas lancar.

NOC I : Status Pernafasan : Kepatenan Jalan Nafas

Kriteria Hasil :

1. Tidak menunjukkan demam.

19
2. Tidak menunjukkan cemas.
3. Rata-rata repirasi dalam batas normal.
4. Pengeluaran sputum melalui jalan nafas.
5. Tidak ada suara nafas tambahan.

NOC II : Status Pernafasan : Pertukaran Gas

Kriteria Hasil :

1. Mudah dalam bernafas.


2. Tidak menunjukkan kegelisahan.
3. Tidak adanya sianosis.
4. PaCO2 dalam batas normal.
5. PaO2 dalam batas normal.
6. Keseimbangan perfusi ventilasi

Keterangan skala :

1. : Selalu Menunjukkan
2. : Sering Menunjukkan
3. : Kadang Menunjukkan
4. : Jarang Menunjukkan
5. : Tidak Menunjukkan

NIC I : Suction jalan nafas

Intevensi :

1. Tentukan kebutuhan oral/ suction tracheal.


2. Auskultasi suara nafas sebelum dan sesudah suction .
3. Beritahu keluarga tentang suction.
4. Bersihkan daerah bagian tracheal setelah suction selesai dilakukan.
5. Monitor status oksigen pasien, status hemodinamik segera sebelum, selama
dan sesudah suction.

20
NIC II : Resusitasi : Neonatus

1. Siapkan perlengkapan resusitasi sebelum persalinan.


2. Tes resusitasi bagian suction dan aliran O2 untuk memastikan dapat
berfungsi dengan baik.
3. Tempatkan BBL di bawah lampu pemanas radiasi.
4. Masukkan laryngoskopy untuk memvisualisasi trachea untuk menghisap
mekonium.
5. Intubasi dengan endotracheal untuk mengeluarkan mekonium dari jalan
nafas bawah.
6. Berikan stimulasi taktil pada telapak kaki atau punggung bayi.
7. Monitor respirasi.
8. Lakukan auskultasi untuk memastikan vetilasi adekuat

DP 3: Pola nafas tidak efektif b.d hipoventilasi/ hiperventilasi

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan


diharapkan pola nafas menjadi efektif.

NOC : Status respirasi : Ventilasi

Kriteria hasil :

1. Pasien menunjukkan pola nafas yang efektif.


2. Ekspansi dada simetris.
3. Tidak ada bunyi nafas tambahan.
4. Kecepatan dan irama respirasi dalam batas normal.

Keterangan skala :

1. : Selalu Menunjukkan
2. : Sering Menunjukkan
3. : Kadang Menunjukkan
4. : Jarang Menunjukkan
5. : Tidak Menunjukkan

21
NIC : Manajemen jalan nafas

Intervensi :

1. Pertahankan kepatenan jalan nafas dengan melakukan


pengisapan lender.
2. Pantau status pernafasan dan oksigenasi sesuai dengan kebutuhan.
3. Auskultasi jalan nafas untuk mengetahui adanya penurunan ventilasi.
4. Kolaborasi dengan dokter untuk pemeriksaan AGD dan pemakaian alan
bantu Nafas
5. Siapkan pasien untuk ventilasi mekanik bila perlu.
6. Berikan oksigenasi sesuai kebutuhan.

Dx 4: Kerusakan pertukaran gas b.d ketidakseimbangan perfusi ventilasi.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan


diharapkan pertukaran gas teratasi.

NOC : Status respiratorius : Pertukaran gas

Kriteria hasil :

1. Tidak sesak nafas


2. Fungsi paru dalam batas normal

Keterangan skala :

1. : Selalu Menunjukkan
2. : Sering Menunjukkan
3. : Kadang Menunjukkan
4. : Jarang Menunjukkan
5. : Tidak Menunjukkan

NIC : Manajemen asam basa

Intervensi: :

22
1. Kaji bunyi paru, frekuensi nafas, kedalaman nafas dan produksi sputum.
2. Pantau saturasi O2 dengan oksimetri
3. Pantau hasil Analisa Gas Darah

Dx 5: Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan adanya hipovolemia

Tujuan: Menunjukan peningkatan perfusi sesuai secara individual

Kriteri hasil:

1. Status mental dalam keadaan normal


2. Irama jantung dan nadi perifer dalam batas normal
3. Tidak ada sianosis sentral atau perifer
4. Kulit hangat
5. Keluaran urine dan berat jenis dalam batas normal

Intervensi:

1. Mempertahankan output yang normal dengan cara mempertahankan intake


dan output
2. Kolaborasi dalam pemberian diuretik sesuai indikasi
3. Memonitor laboratorium urine lengkap
4. Memonitor pemeriksaan darah

23
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Asfiksia adalah keadaan dimana bayi baru lahir tidak dapat bernapas secara
spontan dan teratur. Bayi dengan riwayat gawat janin sebelum lahir, umumnya akan
mengalami asfiksia pada saat dilahirkan. Masalah ini erat hubungannya dengan
gangguan kesehatan ibu hamil, kelainan tali pusat, atau masalah yang
mempengaruhi kesejahteraan bayi selama atau sesudah persalinan.Penanganannya
adalah dengan tindakan resusitasi. Tindakan resusitasi bayi baru lahir mengikuti
tahapan-tahapan yang dikenal sebagai ABC resusitasi, yaitu :

1. Memastikan saluran terbuka.


2. Memulai pernafasan
3. Mempertahankan sirkulasi
Langkah-langkah resusitasi, meliputi 2 tahap. Tahap pertama adalah langkah
awal, dan tahap kedua adalah ventilasi.

B. Saran
Dengan penulisan makalah ini, penulis berharap agar dapat menambah ilmu
pengetahuan kepada pembaca. Oleh karena itu, harapan penulis kepada pembaca
semua agar memberikan kritik dan saran yang bersifat membangun.

24
DAFTAR PUSTAKA

Bobak, dkk. 2004. Buku Ajar Keperawatan Maternitas. Jakarta: EGC


Hidayat, Alimul AA. 2005. Pengantar Ilmu Keperawtan Anak. Jakarta: Salemba
Medika
http://ummukausar.wordpress.com/2010/01/16pengertian-dan-penanganan-
asfiksia-pada-bayi-baru-lahir
http://www.pediatrik.com
Ladewig, Patrecia W. 2006. Asuhan Keperawatan Ibu-Bayi Baru Lahir. Jakarta:
EGC
Prawiroharjo, Sarwono1991. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Biru Pustaka

25

You might also like