You are on page 1of 30

CASE REPORT

HEMATEMESIS DAN MELENA ec GASTRITIS EROSIF

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Pendidikan Dokter Umum


Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta

Pembimbing : dr. A. Sentot Suropati, Sp.PD

Disusun Oleh :

Moh. Ilham Akbar, S.Ked

J510170090

BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM

RSUD KABUPATEN IR SOEKARNO SUKOHARJO

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

2018
CASE REPORT
HEMATEMESIS DAN MELENA ec GASTRITIS EROSIF

ILMU PENYAKIT DALAM

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Ujian Dalam Pendidikan Program

Profesi Dokter Stase Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran

Universitas Muhammadiyah Surakarta

Oleh :

Moh. Ilham Akbar

J510170090

Telah disetujui dan disahkan oleh Tim Pembimbing Stase Ilmu Penyakit Dalam
Program Pendidikan Profesi Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah
Surakarta.

Pembimbing :

dr. A. Sentot Suropati, Sp.PD (………………………………)

Disahkan Ketua Program Profesi :

dr. Flora Ramona, SpKK (………………………………)


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Hematemesis adalah muntah darah. Darah bisa dalam bentuk segar (
bekuan / gumpalan atau cairan berwarna merah cerah ) atau berubah karena
enzim dan asam lambung, menjadi kecoklatan dan berbentuk seperti butiran
kopi. Memuntahkan sedikit darah dengan warna yang telah berubah adalah
gambaran nonspesifik dari muntah berulang dan tidak selalu menandakan
perdarahan saluran cerna atas yang bermakna. Hematemesis merupakan tanda
adanya perdarahan saluran cerna atas, yaitu dengan batasan proksimal dari
ligamentum Treitz. (m.suspensorius duodenii). Keadaan ini dapat disebabkan
oleh adanya : 1. Varises esophagus; 2. Ulkus peptikum; 3. Robekan Mallory
Weiss, yaitu robeknya pembuluh darah arteri mukosa pada batas esofago-gastrik.
Sedangkan melena adalah keluarnya tinja yang lengket dan hitam seperti
aspal, dan lengket yang menunjukkan perdarahan saluran pencernaan bagian atas
serta dicernanya darah pada usus halus. Warna merah gelap atau hitam berasal
dari konversi Hb menjadi hematin oleh bakteri setelah 14 jam. sumber
perdarahannya biasanya juga berasal dari saluran cerna atas, meskipun demikian
dapat juga dimulai dari usus disebelah bawah ligamentum Treitz sampai dengan
kolon proksimal.

B. Tujuan Penulisan
1. Penulisan ini bertujuan untuk memberikan informasi kepada tenaga medis dan
dokter mengenai ascites hematemesis dan melena,
2. Penulisan ini bertujuan untuk memenuhi persyaratan dalam mengikuti kegiatan
Kepaniteraan Klinik di bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUD Sukoharjo.
C. Manfaat Penulisan
Kasus ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada penulis dan
pembaca khususnya yang terlibat dalam bidang medis agar dapat lebih mengetahui
dan memahami mengenai hematemesis dan melena.
BAB II
LAPORAN KASUS

A. Identitas
Nama : Tn.D
Jeniskelamin : Laki-Laki
Umur : 64 tahun
Alamat : Moro 2/2 Kodokan Grogol, Sukoharjo
Agama : Islam
Status Pernikahan : Kawin
Tanggal Masuk RS : 13 Desember 2017
No. CM : 377***
Tanggal Pemeriksaan : 13 Desember 2017

B. Anamnesis
1. Keluhan utama :
Pasien datang ke IGD RSUD Sukoharjo dengan keluhan muntah darah dan
BAB warna hitam sejak 1 hari yang lalu
2. Riwayat penyakit sekarang :
Pasien datang ke IGD RSUD Sukoharjo dengan rujukan dari puskesmas Grogol
dengan melena dan hematemesis. Pasien mengeluh muntah disertai gumpalan
darah sejak 1 hari yang lalu dan BAB cair kemudian sejak tadi malam. Pasien
juga mengatakan sebelumnya BAB berwana hitam sebanyak dua kali. Keluhan
tidak disertai dengan demam, batuk (-) pilek (-) badan lemas (+) penurunan
nafsu makan (+).
Riwayat penyakit dahulu
Riwayat penyakit hipertensi : Disangkal
Riwayat penyakit jantung : Disangkal
Riwayat gastritis : disangkal
Riwayat kolesterol ↑ : disangkal
Riwayat asam urat ↑ : disangkal
Riwayat diabetes mellitus : disangkal
Riwayat penyakit ginjal : disangkal
Riwayat penyakit asma : disangkal
Riwayat alergi obat, makanan : disangkal
Riwayat rawat inap : disangkal
5. Riwayat penyakit keluarga
Riwayat hipertensi : disangkal
Riwayat diabetes mellitus : disangkal
Riwayat penyakit asma : disangkal
Riwayat penyakit ginjal : disangkal
Riwayat penyakit jantung : disangkal
Riwayat alergi obat, makanan : disangkal

C. Anamnesis Sistem
1. Sistem cerebrospinal : pusing (-), lemas (+), penurunan kesadaran (-)
2. Sistem cardiovascular : sianosis (-),anemis (+),akral dingin (-)
3. Sistem respiratorius : sesak napas (-), SDV (+/+), batuk (-)
4. Sistem genitourinarius : nyeri berkemih (-)
5. Sistem gastrointestinal : Nyeri perut(-), mual (+), Muntah (+) BAB Cair (+)
BAB berwarna kehitaman (+)
6. Sistem musculoskeletal : Edema tungkai (-), nyeri (-), kaku(-)
7. Sistem integumentum : Pucat (-), ruam/ bintik kemerahan (-)

D. Pemeriksaan Fisik
1. Status generalis
a. Keadaan umum : Lemas
b. Kesadaran : Compos mentis, GCS E4V5M6
c. Vital Sign : TD : 110/70 mmHg Nadi : 102 x/menit
S : 36,5˚C RR : 24 x/menit
2. Status Lokalis
Kepala : normochepal
Mata : konjungtiva anemis (+/+), sclera ikterik (-/-)
Mulut : bibir sianosis (-), bibir kering(-), lidah kotor (-)
Leher : tidak ada pembesaran kelenjar getah bening
Thorax : bentuk normal, tidak terlihat adanya kelainan
Paru
Inspeksi : Gerakan dada simetris, retraksi (-)
Palpasi : Fremitus paru kanan sama dengan paru kiri
Perkusi : Sonor di kedua lapang paru, batas paru normal
Auskultasi : Suara dasar vesikuler (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
Jantung
Inspeksi : iktus kordis tidak tampak
Palpasi : iktus kordis teraba di midclavicularis SIC 5
Perkusi : batas jantung dalam batas normal
Auskultas : Suara jantung I &II regular, gallop(-), murmur (-)
Abdomen
Inspeksi : bentuk cembung (-), simetris.
Auskultasi : bising usus (+) normal
Palpasi : distensi (+),supel, nyeri tekan (+), hepar dan lien tidak
teraba, undulasi (-)
Perkusi : shifting dullness/pekak beralih (-)
Ekstremitas
Ekstremitas superior dextra : hangat (+), oedema (-)
Ekstremitas superior sinistra : hangat (+), oedema (-)
Ekstremitas inferior dextra : hangat (+), oedema (-)
Ekstremitas inferior sinistra : hangat (+), oedema (+)

E. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium Darah Lengkap
Kamis, 26 Oktober 2017
No Nama Pemeriksaan Hasil Pemeriksaan Nilai Normal
1 Lekosit 9.0 x 103/ul 3.6 - 11.0
2 Eritrosit 2.64 x 106/ul (L) 3.80 - 5.20
3 Hemoglobin 7,9 g/dl ul (L) 11.7 – 15.5
4 Hematokrit 23,5 % ul (L) 35– 47
5 Index Eritrosit
MCV 89 fL (H) 80 – 100
MCH 29 pg (H) 26 – 34
MCHC 33,6 g/dL 32 – 37
6 Trombosit 123 x 103/ul (L) 150 – 450
7 RDW-CV 15,1 % 11.5 – 14.5
8 PDW 15,8 fL
9 MPV 11,8 fL
10 P-LCR 39,4 %
11 PCT 0.15 %

Kimia Klinik
No Nama Pemeriksaan Hasil Pemeriksaan Nilai Normal
1 GDS 298 mg/dL (H) 70 – 120
2 Ureum 82,0 mg/dL (H) 0 – 31
3 Kreatinin 1.48 mg/dL (H) 0.50 – 0.90
2. Pemeriksaan Elektrokardiografi (EKG)
F. Diagnosis
Gastritis Erosif
Hematemesis dan Melena

G. Terapi
O2 3 Lpm
Infus RL 20 tpm
Injeks Cefotaxim 1 g /12 jam
Injeksi Omeprazole 1ampul/12 jam
Injeksi Ondancentron 1ampul/8 jam
Injeksi Asam Tranexamat 500 mg/8 jam
Injeksi Vit K 1ampul/24 jam
Sucralfat syr 3xCI

H. Follow Up
Tgl Subjective Objective Assesment Planning
13/12/ Muntah KU : Lemas Ascites  O2 3 Lpm
2017 dengan Vital Sign :  Infus RL 20 tpm
gumpalan TD : 100/80  Injeksi Cefotaxim
darah (+), mmHg 1gr/12 jam
BAB HR :  Injeksi Omeprazole
berwarna 100x/mnt 1ampul/12 jam
kehitaman RR : 24  Injeksi
bercampur x/mnt Ondancentron 1
darah (+), T : 36,6 oC ampul/8 jam
BAB cair (+)  Injeksi Asam
nyeri perut Tranexamat 500mg
(+), badan /8 jam
lemas (+),dan  Injeksi Vit K /24
mual (+)nafsu jam
makan  Sucralfat syr 3xCI
menurun  Cek DL,GDS,
sejak 1 hari ureum, creatinin.
yang lalu.

Tgl Subjective Objective Assesment Planning


14/12/ Muntah KU : Lemas Ascites  Infus D5% 14 tpm
2017 dengan Vital Sign :  Injeksi Ranitidin
gumpalan TD : 110/70 1ampul/12 jam
darah (+), mmHg  Sucralfat syr 3xCI
BAB HR:96x/mnt  Spironolactone
berwarna RR : 24x/mnt 2x25mg
kehitaman T : 36,5 oC  Furosemid 1-0-0
bercampur  Curcuma 3xII
darah (+), Lab (26/11):  Cek SGOT, SGPT,
BAB cair (+) Hb : 9.5 ↓ HbsAg
nyeri perut (+) At :144 ↓
badan lemas GDS : 109
(+),dan mual Ur : 73.8 ↑
(+)nafsu Cr : 1.48 ↑
makan (+)
 Tanggal 14Desember 2017 pukul 16.45 pasien apneu, dilakukan resusitasi
jantung dan paru 30 : 2 siklus.
 Nadi tidak teraba
 Tensi tidak teraba
 Pupil midriasis
 Reflek fisiologis dan patologis (-)
Pasien dinyatakan meninggal dunia pada pukul 17.00

 Hasil pemeriksaan laboratorium Gula Darah Sewaktu (Cito) pukul 16.50 : Low
(70-120mg/dL).
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
A. Perdarahan Saluran Cerna Atas
Definisi
Perdarahan saluran cerna bahagian atas (didefinisikan sebagai
perdarahan yang terjadi di sebelah proksimal ligamentum Treitz pada duodenum
distal. Sebagian besar perdarahan saluran cerna bahagian atas terjadi sebagai
akibat penyakit ulkus peptikum (PUD, peptic ulcer disease) (yang disebabkan
oleh H. Pylori atau penggunaan obat-obat anti-inflamasi non-steroid (OAINS)
atau alkohol). Robekan Mallory-Weiss, varises esofagus, dan gastritis
merupakan penyebab perdarahan saluran cerna bahagian atas yang jarang.
(Dubey, S., 2008)

B. Gambaran Umum
Perdarahan saluran cerna bahagian atas dapat bermanifestasi klinis
mulai dari yang seolah ringan, misalnya perdarahan tersamar sampai pada
keadaan yang mengancam hidup. Hematemesis adalah muntah darah segar
(merah segar) atau hematin (hitam seperti kopi) yang merupakan indikasi
adanya perdarahan saluran cerna bagian atas atau proksimal ligamentum Treitz.
Perdarahan saluran cerna bagian atas (SCBA), terutama dari duodenum dapat
pula bermanifestasi dalam bentuk melena (feses tercampur darah yang
bermenifestasi berwarna kehitaman). Hematokezia (darah segar keluar per
anum) biasanya berasal dari perdarahan saluran cerna bagian bawah (kolon).
Maroon stools (feses berwarna merah hati) dapat berasal dari perdarahan kolon
bagian proksimal (ileo-caecal). (Djojoningrat, D., 2006)
Upper gastrointestinal tract bleeding (“UGI bleeding”) atau lebih dikenal
perdarahan saluran cerna bahagian atas memiliki prevalensi sekitar 75 % hingga
80 % dari seluruh kasus perdarahan akut saluran cerna. Insidensinya telah
menurun, tetapi angka kematian dari perdarahan akut saluran cerna, masih
berkisar 3 % hingga 10 %, dan belum ada perubahan selam 50 tahun terakhir.

Tidak berubahnya angka kematian ini kemungkinan besar berhubungan


dengan bertambahnya usia pasien yang menderita perdarahan saluran cerna
serta dengan meningkatnya kondisi comorbid. Peptic ulcers adalah penyebab
terbanyak pada pasien perdarahan saluran cerna, terhitung sekitar 40 % dari
seluruh kasus. Penyebab lainnya seperti erosi gastric (15 % - 25 % dari
kasus), perdarahan varises (5 % - 25 % dari kasus), dan Mallory-Weiss Tear
(5 % - 15 % dari kasus). Penggunaan aspirin ataupun NSAIDs memiliki
prevalensi sekitar 45 % hingga 60 % dari keseluruhan kasus perdarahan akut.
(Alexander, J.A., 2008)

C. Etiologi
Banyak kemungkinan penyebab perdarahan saluran cerna bahagian
atas pada buku The Merck Manual of Patient Symptoms (Porter, R.S., et al.,
2008):

1. Duodenal ulcer (20 – 30 %)


2. Gastric atau duodenal erosions (20 – 30 %)

3. Varices (15 – 20 %)

4. Gastric ulcer (10 – 20 %)

5. Mallory – Weiss tear (5 – 10 %)

6. Erosive esophagitis (5 – 10 %)

7. Angioma (5 – 10 %)

8. Arteriovenous malformation (< 5 %)

9. Gastrointestinal stromal tumors


Dalam buku Current Diagnosis and Treatment in Gastroenterology
ada beberapa etiologi yang dapat menimbulkan perdarahan saluran cerna
bahagian atas beserta tabel hasil penelitian dari Center for Ulcer Research and
Education (CURE) (Jutabha, R., et al. 2003):

Tabel 2.1. Etiologi UGIB dari Data Number of Patients (%)(n=948)


Center for Ulcer Research and
Education (CURE) Diagnosis
Peptic ulcers 524 (55)
Gastroesophageal varices 131 (14)
Angiomas 54 (6)
Mallory-Weiss tear 45 (5)
Tumors 42 (4)
Erosions 41 (4)
Dieulafoy’s lesion 6 (1)
Other 105 (11)

D. Penyakit-Penyakit Ulcerativa atau Erosive


a. Penyakit Peptic Ulcer
Di Amerika Serikat, PUD (Peptic Ulcer Disease) dijumpai pada
sekitar 4,5 juta orang pada tahun 2011. Kira-kira 10 % dari populasi di
Amerika Serikat memiliki PUD. Dari sebahagian besar yang terinfeksi H
pylori, prevalensinya pada orang usia tua 20%. Hanya sekitar 10% dari
orang muda memiliki infeksi H pylori; proporsi orang-orang yang terinfeksi
meningkat secara konstan dengan bertambahnya usia. (Anand, B.S., 2011)
Secara keseluruhan, insidensi dari duodenal ulcers telah menurun
pada 3-4 dekade terkahir. Walaupun jumlah daripada simple gastric ulcer
mengalami penurunan, insidensi daripada complicated gastric ulcer dan
opname tetap stabil, sebagian dikarenakan penggunaan aspirin pada populasi
usia tua. Jumlah pasien opname karena PUD berkisar 30 pasien per 100,000
kasus. (Anand, B.S., 2011)
Prevalensi kemunculan PUD berpindah dari yang predominant pada
pria ke frekuensi yang sama pada kedua jenis kelamin. Prevalensi berkisar
11-14 % pada pria dan 8-11 % pada wanita. Sedangkan kaitan dengan usia,
jumlah kemunculan ulcer mengalami penurunan pada pria usia muda,
khususnya untuk duodenal ulcer, dan jumlah meningkat pada wanita usia
tua. (Anand, B.S., 2011)

b. Stress Ulcer
Dari buku “Current Diagnosis and Treatment in Gastroenterology”
dikatakan bahwa hingga saat ini masih belum dipahami bagaimana
terjadinya stress ulcer, tetapi banyak dikaitkan dengan hipersekresi daripada
asam pada beberapa pasien, mucosal ischemia, dan alterasi pada mucus
gastric. (Jutabha, R., et al. 2003).

c. Medication-Induced Ulcer
Berbagai macam pengobatan berperan penting dalam perkembangan
daripada penyakit peptic ulcer dan perdarahan saluran cerna bahagian atas
akut. Paling sering, aspirin dan NSAIDs dapat menyebabkan erosi
gastroduodenal atau ulcers, khususnya pada pasien lanjut usia. (Jutabha, R.,
et al. 2003)
d. Mallory-Weiss Tear
Mallory- Weiss Tear muncul pada bagian distal esophagus di bagian
gastroesophageal junction. Perdarahan muncul ketika luka sobekan telah
melibatkan esophageal venous atau arterial plexus. Pasien dengan hipertensi
portal dapat meningkatkan resiko daripada perdarahan oleh Mallory-Weiss
Tear dibandingkan dengan pasien hipertensi non-portal.
Sekitar 1000 pasien di University of California Los Angeles datang
ke ICU dengan perdarahan saluran cerna bahagian atas yang berat, Mallory-
Weiss Tear adalah diagnosis keempat yang menyebabkan perdarahan saluran
cerna bahagian atas, terhitung sekitar 5 % dari seluruh kasus. (Jutabha, R., et
al. 2003)
e. Gastroesophageal Varices
Esophageal varices dan gastric varices adalah vena collateral yang
berkembang sebagai hasil dari hipertensi sistemik ataupun hipertensi
segmental portal. Beberapa penyebab dari hipertensi portal termasuk
prehepatic thrombosis, penyakit hati, dan penyakit postsinusoidal. Hepatitis
B dan C serta penyakit alkoholic liver adalah penyakit yang paling sering
menimbulkan penyakit hipertensi portal intrahepatic di Amerika Serikat.
(Jutabha, R., et al. 2003)

f. Pengaruh Obat NSAIDs


Penggunaan NSAIDs merupakan penyebab umum terjadi tukak
gaster. Penggunaan obat ini dapat mengganggu proses peresapan mukosa,
proses penghancuran mukosa, dan dapat menyebabkan cedera. Sebanyak
30% orang dewasa yang menggunakan NSAIDs mempunyai GI yang kurang
baik. Faktor yang menyebabkan peningkatan penyakit tukak gaster dari
penggunaan NSAIDs adalah usia, jenis kelamin, pengambilan dosis yang
tinggi atau kombinasi dari NSAIDs, penggunaan NSAIDs dalam jangka
waktu yang lama, penggunaan disertai antikoagulan, dan severe comorbid
illness. (Anand, B.S., 2011B.S. Anand, 2011)
Sebuah studi prospektif jangka panjang didapatkan pasien dengan
arthritis dengan usia diatas 65 tahun, yang secara teratur menggunakan
aspirin pada dosis rendah beresiko menderita dyspepsia apabila berhenti
menggunakan NSAIDs. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan NSAIDs
harus dikurangi. (Anand, B.S., 2011)
Walaupun prevalensi penggunaan NSAIDs pada anak tidak diketahui,
tetapi sudah tampak adanya peningkatan, terutama pada anak dengan
arthritis kronik yang dirawat dengan NSAIDs. Laporan menunjukkan
terjadinya ulserasi pada penggunaan ibuprofen dosis rendah, walau hanya 1
atau 2 dosis. (Anand, B.S., 2011)
Penggunaan kortikosteroid saja tidak meningkatkan terjadinya tukak
gaster, tetapi penggunaan bersama NSAIDs mempunyai potensi untuk
menimbulkan tukak gaster. (Anand, B.S., 2011)
Resiko perdarahan saluran cerna bahagian atas dapat terjadi dengan
penggunaan spironolactone diuretic atau serotonin reuptake inhibitor.
(Anand, B.S., 2011)

E. Faktor Resiko
The American Society for Gastrointestinal Endoscopy (ASGE)
mengelompokkan pasien dengan perdarahan saluran cerna bahagian atas
berdasarkan usia dan kaitan antara kelompok usia dengan resiko kematian.
ASGE menemukan angka mortalitas untuk 3.3% pada pasien usia 21-31 tahun,
untuk 10.1% pada pasien berusia 41-50 tahun, dan untuk 14.4% untuk pasien
berusia 71-80 tahun . (Caestecker, J.d., 2011)
Menurut organisasi tersebut, ada beberapa faktor resiko yang menyebabkan
kematian, perdarahan berulang, kebutuhan akan endoskopi hemostasis ataupun
operasi, yaitu: usia lebih dari 60 tahun, comorbidity berat, perdarahan aktif
(contoh, hematemesis, darah merah per nasogastric tube, darah segar per
rectum), hipotensi, dan coagulopathy berat
Pasien dengan hemorrhagic shock memiliki angka kematian yang mencapai
30 %. (Caestecker, J.d., 2011)
F. Gejala Klinis
Gejala klinis perdarahan saluran cerna:
Ada 3 gejala khas, yaitu:

1. Hematemesis
Muntah darah dan mengindikasikan adanya perdarahan saluran cerna atas, yang
berwarna coklat merah atau “coffee ground”. (Porter, R.S., et al., 2008)
2. Hematochezia
Keluarnya darah dari rectum yang diakibatkan perdarahan saluran cerna
bahagian bawah, tetapi dapat juga dikarenakan perdarahan saluran cerna
bahagian atas yang sudah berat. (Porter, R.S., et al., 2008)
3. Melena
Kotoran (feses) yang berwarna gelap yang dikarenakan kotoran bercampur
asam lambung; biasanya mengindikasikan perdarahan saluran cerna bahagian
atas, atau perdarahan daripada usus-usus ataupun colon bahagian kanan dapat
juga menjadi sumber lainnya. (Porter, R.S., et al., 2008)
Disertai gejala anemia, yaitu: pusing, syncope, angina atau dyspnea. (Laine, L.,
2008)

Studi meta-analysis mendokumentasikan insidensi dari gejala klinis UGIB


akut sebagai berikut: Hematemesis - 40-50%, Melena - 70-80%, Hematochezia
- 15-20%, Hematochezia disertai melena - 90-98%, Syncope - 14.4%,
Presyncope - 43.2%, Dyspepsia - 18%, Nyeri epigastric - 41%, Heartburn -
21%, Diffuse nyeri abdominal - 10%, Dysphagia - 5%, Berat badan turun -
12%, dan Jaundice - 5.2% (Caestecker, J.d., 2011)

G. Diagnosis
Diagnosis dapat dibuat berdasarkan inspeksi muntahan pasien atau
pemasangan selang nasogastric (NGT, nasogastric tube) dan deteksi darah
yang jelas terlihat; cairan bercampur darah, atau “ampas kopi”’ Namun, aspirat
perdarahan telah berhenti, intermiten, atau tidak dapat dideteksi akibat spasme
pilorik. (Dubey S., 2008)
Pada semua pasien dengan perdarahan saluran gastrointestinal (GIT) perlu
dimasukkan pipa nasogastrik dengan melakukan aspirasi isi lambung. Hal ini
terutama penting apabila perdarahan tidak jelas. Tujuan dari tindakan ini
adalah:

1. Menentukan tempat perdarahan.

2. Memperkirakan jumlah perdarahan dan apakah perdarahan telah berhenti.


(Soeprapto, P., et al., 2010)

Angiography dapat digunakan untuk mendiagnosa dan menatalaksana


perdarahan berat, khususnya ketika penyebab perdarahan tidak dapat ditentukan
dengan menggunakan endoskopi atas maupun bawah. (Savides, T.J., et al.,
2010)
Conventional radiographic imaging biasanya tidak terlalu dibutuhkan pada
pasien dengan perdarahan saluran cerna tetapi adakalanya dapat memberikan
beberapa informasi penting. Misalnya pada CT scan; CT Scan dapat
mengidentifikasi adanya lesi massa, seperti tumor intra-abdominal ataupun
abnormalitas pada usus yang mungkin dapat menjadi sumber perdarahan.
(Savides, T.J., et al., 2010)

H. Tata Laksana
Mempertahankan saluran nafas paten dan restorasi volume intravascular
adalah tujuan tata laksana awal. Infus kristaloid awal, sampai 30 mL/ kg, dapat
diikuti transfusi darah O-negatif atau yang crossmatched jika diperlukan.
Pasien dengan perdarahan aktif memerlukan konsultasi emergensi untuk
esofagogastroduodenoskopi (EGD). Pasien tanpa perdarahan aktif dapat
dipantau, diobservasi, dan mungkin dijadwalkan untuk EGD. Intervensi selama
EGD meliputi injeksi epinefrin submukosa, skleroterapi, dan ligase pita. Jika
tindakan ini gagal menghentikan perdarahan, angiografi dengan embolisasi atau
pembedahan mungkin diperlukan. Untuk pasien yang diduga mengalami
perdarahan varises, tata laksana medis dapat diberikan sambil menunggu
tindakan definitif. Oktreotid dapat digunakan untuk menurunkan tekanan vena
porta, dan pipa Sengstaken-Blakmore dapat dipasang sebagai tindakan
sementara untuk bertahan. (Dubey S., 2008)

a. Endoskopi
Definisi Endoskopi
Endoskopi adalah suatu alat untuk melihat ke bagian dalam tubuh dengan
menggunakan suatu selang fiberoptik yang disesuaikan dengan sistem kerja
lapangan pandang manusia sehingga memungkinkan kita untuk melakukan
pemeriksaan pada organ-organ bagian dalam tubuh manusia. (Wong, L.M., et
al., 2008).

b. Prinsip Dasar Endoskopi


Prinsip Kerja Endoskopi Fleksibel meliputi:

1. Control Head.

2. Flexible Shaft yang dilengkapi dengan manoeverable tip.

3. Head sendiri yang dihubungkan dengan sumber cahaya via umbilical cord
dan melalui saluran yang lain akan mengalirkan udara/ air, suction dan
sebagainya saluran suction juga bisa dipakai untuk memasukkan alat
diagnostik seperti forsep biopsy dan alat- alat perlengkapan terapetik yang
lain. (Putra, D.S., 2009)
a. Indikasi
Indikasi endoskopi, yaitu: perdarahan saluran cerna bagian atas (SCBA),
dyspepsia, disfagia, odinofagia, nyeri epigastrium kronis, kecurigaan obsruksi
outlet, survey endoskopi, curiga keganasan, dan nyeri dada tidak khas (Putra,
D.S., 2009)
b. Kontra Indikasi Absolut
Kontra indikasi endoskopi, yaitu: tidak kooperatif, psikopat, alergi
obat premedikasi, syok, infark miokard akut, respiratori distress, dan
perdarahan masif (Putra, D.S., 2009)
c. Kontra Indikasi Relatif
Kontra indikasi relatif, yaitu: kelainan kolumna vertebralis, gagal
jantung, sesak nafas, gangguan kesadaran, infeksi akut, aneurisma aorta
torakalis, tumor mediastinum, stenosis esofagus, gastritis korosif akut, dan
gastritis flegmonosis (Putra, D.S., 2009)
Gambaran Endoskopi

a. Peptic Ulcer

Gambar 2.1. Gambaran endoskopi pada pasien gastric ulcer akibat penggunaan
NSAIDs dan test H.Pylori negatif (Vakil, N., 2010).

b. Mallory-Weiss Tear

Gambar 2.3. Gambaran endoskopi pada pasien Mallory-Weiss Tear (Savides, T.J., et
al., 2010)
c. Gastroesophageal varices

Gambar 2.4. Gambaran endoskopi dari esophageal varices (Shah, V.H., et al., 2010)
BAB IV

PEMBAHASAN

Melena adalah buang air besar berwarna hitam seperti yang berasal
dari saluran cerna bagian atas. Yang dimaksud dengan saluran cerna bagian
atas adalah saluran cerna di atas ligamentum treitz, yakni dari jejunum
proksimal, duodenum, gaster, dan esophagus. Pada perdarahan SCBA penting
untuk dibedakan antara perdarahan yang disebabkan oleh varises esofagus
dan non-varises dikarenakan perbedaan tatalaksana dan prognosis.

Pasien pada kasus ini di diagnosis hematemesis melena berdasarkan


data anamnesis dan pemeriksaan fisik dan penunjang. Pada anamnesis pasien
mengeluhkan BAB kehitaman yang berbau khas dan sulit disiram dengan air
sejak 2 bulan yang lalu, muntah darah kehitaman, nyeri ulu hati, dan riwayat
mengkonsumsi jamu sejak 4 tahun yang lalu. Pada pemeriksaan fisik
didapatkan konjungtiva anemis dan terdapat nyeri tekan epigastrium.
Pemeriksaan Rectal Toucher: terdapat feses berwarna hitam, dan tidak
adalender, sfingteranikuat,mukosa licin, tidak terdapat benjolan ataumassa.

Dari pemeriksaan laboratorium didapatkanhemoglobin 7,9 g/dl ul


(L),Ht 23,5%, Trombosit 182.000/uL, Leukosit 10.700/uL, fungsi
ginjal ureum 82 mg/dL, creatinin 1,48 mg/dL, dan gula darah sewaktu 298
mg/dL. Serta tidak ditemukan gejala dan tanda yang mengarah kepada
penyakit hati kronis (ikterus, spider nevi, ascites, splenomegali, eritema
palmaris, edema tungkai).

Ada empat penyebab perdarahan SCBA yang paling sering


ditemukan, yaitu ulkus peptikum, gastritis erosif, varises esofagus, dan ruptur
mukosa esofagogastrika. Pasien didiagnosis dengan hematemesis melena et
causa gastritis erosive dengan adanya feses hitam seperti ter tanpa disertai
gejala dan tanda yang mengarah pada penyakit hati kronis. Etiologi dapat
berasal dari kelainan esofagus, kelainan lambung, dan kelainan duodenum.

Gastritis dapat berkaitan dengan konsumsi alkohol yang baru saja


dilakukan atau dengan penggunaan obat-obat antiinflamasi seperti aspirin
atau ibuprofen. Pada kasus ini mengarah pada kelainan di lambung yaitu
adanya gastritis erosif atas dasar riwayat kebiasaan pasien obat anti nyeri
(NSAID) yaitu ibuprofen sejak 6 tahun yang lalu tanpa anjuran maupun
kontrol ke dokter.

Obat NSAID adalah obat-obatan yang paling sering menyebabkan


ulkus lambung (ulcerogenic drugs). Obat lain yang dapat menimbulkan
hematemesis melena adalah golongan kortikosteroid, butazolidin, reserpin,
spironolakton, dan lain-lain.

Penderita ditatalaksana secara non- medikamentosa dan


medikamentosa. Penatalaksanaan non medikamentosa antara lain bed rest,
puasa hingga perdarahan berhenti, dan diet cair. Penatalaksanaan
medikamentosa dengan cairan infus RL 20 tetes/menit, dilakukan
pemasangan. NGT, omeprazole tablet 2x40 mg, transfuse sampai dengan
kadar Hb 10 mg/dl. Dilakukan pemantauanHb.

Pemasangan NGT dilakukan untuk mengevaluasi perdarahan yang


sedang berlangsung.Pada terapi medikamentosa diberikan omeprazole yang
merupakan golongan Proton Pump Inhibitor (PPI). Obat golongan PPI
mengurangi sekresi asam lambung dengan menghambat enzim H+, K+,
Adenosine Triphosphatase (ATPase) yang merupakan enzim pemompa
proton.Dengan cara kerja secara selektif pada sel- sel parietal. Enzim pompa
proton bekerja memecah KH+ ATP yang kemudian akan
menghasilkanenergiyang digunakan untuk mengeluarkan asam dari
kanalikuli sel parietal ke dalam lumen lambung. Ikatan antara bentuk aktif
obat dengan gugus sulfhidrildarienzimini yang menyebabkan terjadinya
penghambatan terhadap kerjaenzim.Kemudian dilanjutkan dengan
terhentinya produksi asam lambung.

Diberikan transfusi sebagai terapi anemia sampai dengan kadar Hb


mencapai10 mg/dl. Untuk mencegah terjadinya kegagalan sirkulasi dan
mencukupi suplai oksigen ke jaringan
BAB V

KESIMPULAN

Diagnosis Hematemesis Melena e.c Gastritis erosif pada Tn. D


perempuan 64 tahun berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik,
pemeriksaan penunjang. Namun masih perlu dilakukan
pemeriksaanendoscopy sebagai pemeriksaan tambahan. Penatalaksanaan yang
diberikan adalah medikamentosa dan edukasi. Penatalaksanaan
medikamentosa dengan obat golongan PPI dan pemasangan NGT. Terapi non
farmakologi bad rset dan pengaturan bentuk diet.

Prognosis cukup baik dengan mempertimbangkan banyak factor yang


mempengaruhi. Yaitu faktor kadar Hb waktu
dirawat,terjadi/tidaknyaperdarahan ulang, keadaan hati, seperti ikterus, dan
ensefalopati.
DAFTAR PUSTAKA

Adi P. Pengelolaan Perdarahan Saluran Cerna Bagian Atas: Ilmu Penyakit


Dalam Jilid I. Jakarta: FKUI; 2006. Hlm. 289-97.
Almani SA. Chirrosis of liver: etiology, complication, and prognosis.
Blackwell publishing; 2009. hlm. 65- 79.
Asdie AH. Perdarahan Saluran Makanan. Dalam: Isselbacher Kurt J,
Braunwald Eugene, Wilson Jean D, Martin Joseph B, Fauci Anthony
S, Kasper Dennis L. Harrison: Prinsip- Prinsip Ilmu Penyakit Dalam.
Yogjakarta: Universitas Gadjah Mada; 1999. hlm. 259-62
Astera IWM. Tata Laksana Perdarahan Saluran Makan Bagian Atas : dalam
Gawat Darurat di Bidang Penyakit Dalam. Jakarta: EGC; 1999. hlm.
53- 62.
Dalton D. Comparative Audit of Gastrointestinal Bleeding and the Use of
Blood. UK: National Blood Services; 2007
Davey P. Hematemesis & Melena: dalam At a Glance Medicine. Jakarta:
Erlangga. 2006. hlm.36-7.
Djumhana A. Perdarahan Akut Saluran Cerna Bagian Atas. Bandung:
Pustaka Unpad; 2011.
Hastings G.E. Hematemesis & Melena: dalam Kedaruratan Medik. Jakarta:
FKUI; 2005.
Mazen A. Managing Acute Upper GI Bleeding, Preventing Recurrences.
Clev Clin J Med; 2010.
PB PAPDI. Standar Pelayanan Medik. Jakarta: PB PAPDI; 2005.
Purwadianto A. Hematemesis & Melena dalam Kedaruratan Medik. Jakarta:
Binarupa Aksara; 2000. hlm. 105-10
Robinson M. Mortality Risk Factor in Acute Upper Gastrointestinal
Bleeding. Indones J Gastroenterol. 2012
Richter JM, Isselbacher KJ. PrinsipIlmu Penyakit Dalam Harrison. Jakarta:
EGC; 1999. hlm. 259-62
Sudoyo AW, Bambang S, Idrus A, Marcellus SK, Siti S. Pengelolaan
Perdarahan Saluran Cerna Bagian Atas dalam Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. Jakarta: FK Universitas Indonesia Jakarta; 2006.
Hlm.289-92

You might also like