You are on page 1of 8

3.8.

Mampu memahami dan menjelaskan tatalaksanadiabetes mellitus

Tujuan penatalaksanaan secara umum adalah meningkatkan kualitas hidup penyandang diabetes.
Tujuan penatalaksanaan meliputi :

a. Tujuan jangka pendek: menghilangkan keluhan DM, 
 memperbaiki kualitas hidup, dan mengurangi
risiko komplikasi 
 akut. 

b. Tujuan jangka panjang: mencegah dan menghambat 
 progresivitas penyulit mikroangiopati dan
makroangiopati. 

c. Tujuan akhir pengelolaan adalah turunnya morbiditas dan mortalitas DM. Untuk mencapai tujuan
tersebut perlu dilakukan 
 pengendalian glukosa darah, tekanan darah, berat badan, dan profil lipid,
melalui pengelolaan pasien secara komprehensif.

Penatalaksanaan DM dimulai dengan menerapkan pola hidup sehat (terapi nutrisi medis dan
aktivitas fisik) bersamaan dengan intervensi farmakologis dengan obat anti hiperglikemia secara oral
dan/atau suntikan. Obat anti hiperglikemia oral dapat diberikan sebagai terapi tunggal atau
kombinasi. Pada keadaan emergensi dengan dekompensasi metabolik berat, misalnya: ketoasidosis,
stres berat, berat badan yang menurun dengan cepat, atau adanya ketonuria, harus segera dirujuk
ke Pelayanan Kesehatan Sekunder atau Tersier. 


Pengetahuan tentang pemantauan mandiri, tanda dan gejala hipoglikemia dan cara mengatasinya
harus diberikan kepada pasien. Pengetahuan tentang pemantauan mandiri tersebut dapat dilakukan
setelah mendapat pelatihan khusus.

Edukasi

Edukasi dengan tujuan promosi hidup sehat, perlu selalu dilakukan sebagai bagian dari upaya
pencegahan dan merupakan bagian yang sangat penting dari pengelolaan DM secara holistik (B).
Materi edukasi terdiri dari materi edukasi tingkat awal dan materi edukasi tingkat lanjutan.

a. Materi edukasi pada tingkat awal dilaksanakan di Pelayanan Kesehatan Primer yang meliputi:

1) Materi tentang perjalanan penyakit DM.
2) Makna dan perlunya pengendalian dan pemantauan DM secara berkelanjutan.
3) Penyulit DM dan risikonya.

4) Intervensi non-farmakologis dan farmakologis serta target pengobatan.

5) Interaksi antara asupan makanan, aktivitas fisik, dan obat antihiperglikemia oral atau insulin serta
obat-obatan lain.

6) Cara pemantauan glukosa darah dan pemahaman hasil glukosa darah atau urin mandiri (hanya jika
pemantauan glukosa darah mandiri tidak tersedia).
7) Mengenal gejala dan penanganan awal hipoglikemia.
8) Pentingnya latihan jasmani yang teratur.

9) Pentingnya perawatan kaki.

10) Cara mempergunakan fasilitas perawatan kesehatan (B).
b. Materiedukasipadatingkatlanjutdilaksanakan di Pelayanan Kesehatan Sekunder dan / atau Tersier,
yang meliputi:
1) Mengenal dan mencegah penyulit akut DM.
2) Pengetahuan mengenai penyulit menahun DM.
3) Penatalaksanaan DM selama menderita penyakit lain.

4) Rencana untuk kegiatan khusus (contoh: olahraga prestasi).
5) Kondisi khusus yang dihadapi (contoh: hamil, puasa, hari-hari sakit).

6) Hasil penelitian dan pengetahuan masa kini dan teknologi mutakhir tentang DM.

7) Pemeliharaan/perawatan kaki. Elemen perawatan kaki dapat dilihat pada tabel.

Elemen edukasi perawatan kaki

1. Tidak boleh berjalan tanpa alas kaki, termasuk di pasir dan di air
2. Periksa kaki setiap hari, dan dilaporkan pada dokter apabila kulit terkelupas, kemerahan, atau luka.
3. Periksa alas kaki dari benda asing sebelum memakainya.
4. Selalu menjaga kaki dalam keadaan bersih, tidak basah, dan mengoleskan krim pelembab pada kulit
kaki yang kering.
5. Potong kuku secara teratur.
6. Keringkan kaki dan sela-sela jari kaki secara teratur setelah dari kamar mandi.
7. Gunakan kaos kaki dari bahan katun yang tidak menyebabkan lipatan pada ujung-ujung jari kaki.
8. Kalau ada kalus atau mata ikan, tipiskan secara teratur.
9. Jika sudah ada kelainan bentuk kaki, gunakan alas kaki yang dibuat khusus.
10. Sepatu tidak boleh terlalu sempit atau longgar, jangan gunakan hak tinggi.
11. Hindari penggunaan bantal atau botol berisi air panas/ batu untuk menghangatkan kaki.

Perilaku hidup sehat bagi penyandang Diabetes Melitus adalah memenuhi anjuran:

a. Mengikuti pola makan sehat. 


b. Meningkatkan kegiatan jasmani dan latihan jasmani yang 
 teratur 


c. Menggunakan obat DM dan obat lainya pada keadaan 
 khusus secara aman dan teratur. 


d. Melakukan Pemantauan Glukosa Darah Mandiri (PGDM) 
 dan memanfaatkan hasil pemantauan
untuk menilai 
 keberhasilan pengobatan. 


e. Melakukan perawatan kaki secara berkala. 


f. Memiliki kemampuan untuk mengenal dan menghadapi 
 keadaan sakit akut dengan tepat. 


g. Mempunyai keterampilan mengatasi masalah yang 
 sederhana, dan mau bergabung dengan
kelompok penyandang diabetes serta mengajak keluarga untuk mengerti pengelolaan penyandang
DM. 


h. Mampu memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan yang ada.

Prinsip yang perlu diperhatikan pada proses edukasi DM adalah: 


a. Memberikan dukungan dan nasehat yang positif serta 
 hindari terjadinya kecemasan. 

b. Memberikan informasi secara bertahap, dimulai dengan 
 hal-hal yang sederhana dan dengan
cara yang mudah 
 dimengerti. 


c. Melakukan pendekatan untuk mengatasi masalah dengan 
 melakukan simulasi. 


d. Mendiskusikan program pengobatan secara terbuka, 
 perhatikan keinginan pasien. Berikan


penjelasan secara sederhana dan lengkap tentang program pengobatan yang diperlukan oleh pasien
dan diskusikan hasil pemeriksaan laboratorium. 


e. Melakukan kompromi dan negosiasi agar tujuan pengobatan dapat diterima. 


f. Memberikan motivasi dengan memberikan penghargaan. 


g. Melibatkan keluarga/pendamping dalam proses edukasi. 


h. Perhatikan kondisi jasmani dan psikologis serta tingkat 
 pendidikan pasien dan keluarganya. 


i. Gunakan alat bantu audio visual. 


Terapi Nutrisi Medis (TNM)

TNM merupakan bagian penting dari penatalaksanaan DMT2 secara komprehensif. Kunci
keberhasilannya adalah keterlibatan secara menyeluruh dari anggota tim (dokter, ahli gizi, petugas
kesehatan yang lain serta pasien dan keluarganya). Guna mencapai sasaran terapi TNM sebaiknya
diberikan sesuai dengan kebutuhan setiap penyandang DM.

Prinsip pengaturan makan pada penyandang DM hampir sama dengan anjuran makan untuk
masyarakat umum, yaitu makanan yang seimbang dan sesuai dengan kebutuhan kalori dan zat gizi
masing-masing individu. Penyandang DM perlu diberikan penekanan mengenai pentingnya
keteraturan jadwal makan, jenis dan jumlah kandungan kalori, terutama pada mereka yang
menggunakan obat yang meningkatkan sekresi insulin atau terapi insulin itu sendiri.

Jasmani

Latihan jasmani merupakan salah satu pilar dalam pengelolaan DMT2 apabila tidak disertai adanya
nefropati. Kegiatan jasmani sehari-hari dan latihan jasmani dilakukan secara secara teratur sebanyak
3-5 kali perminggu selama sekitar 30-45 menit, dengan total 150 menit perminggu. Jeda antar
latihan tidak lebih dari 2 hari berturut-turut (A). Dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan glukosa
darah sebelum latihan jasmani. Apabila kadar glukosa darah <100 mg/dL pasien harus
mengkonsumsi karbohidrat terlebih dahulu dan bila >250 mg/dL dianjurkan untuk menunda latihan
jasmani. Kegiatan sehari-hari atau aktivitas sehari- hari bukan termasuk dalam latihan jasmani
meskipun dianjurkan untuk selalu aktif setiap hari. Latihan jasmani selain untuk menjaga kebugaran
juga dapat menurunkan berat badan dan memperbaiki sensitivitas insulin, sehingga akan
memperbaiki kendali glukosa darah. Latihan jasmani yang dianjurkan berupa latihan jasmani yang
bersifat aerobik dengan intensitas sedang (50- 70% denyut jantung maksimal)(A) seperti: jalan cepat,
bersepeda santai, jogging, dan berenang. Denyut jantung maksimal dihitung dengan cara
mengurangi angka 220 dengan usia pasien.

Pada penderita DM tanpa kontraindikasi (contoh: osteoartritis, hipertensi yang tidak terkontrol,
retinopati, nefropati) dianjurkan juga melakukan resistance training (latihan beban) 2-3
kali/perminggu (A) sesuai dengan petunjuk dokter. Latihan jasmani sebaiknya disesuaikan dengan
umur dan status kesegaran jasmani. Intensitas latihan jasmani pada penyandang DM yang relatif
sehat bisa ditingkatkan, sedangkan pada penyandang DM yang disertai komplikasi intesitas latihan
perlu dikurangi dan disesuaikan dengan masing-masing individu.

Terapi Farmakologis

Terapi farmakologis diberikan bersama dengan pengaturan makan dan latihan jasmani (gaya hidup
sehat). Terapi farmakologis terdiri dari obat oral dan bentuk suntikan.

1. Sulfonylurea (insulin secretagogues)


a. Pemberian : 15-30 mnt sebelum makan
b. Mekanisme kerja : Berinteraksi dengan ATP sensitive K channel pada membrane sel beta depolarisasi
membrane dan keadaan ini membuka kanal Ca. sehingga Ca masuk sel beta, merangsang sekresi
insulin.
c. Farmakokinetik : Masa paruh dan metabolism sulfonylurea generasi 1 sangat bervariasi. Semua
sulfonylurea dimetabolisme di hepar dan dieksresi melalui ginjal, sediaan ini tidak boleh diberikan
pada pasien gangguan fungsi hepar atau ginjal yang berat.
d. ES : Hipoglikemi bahkan sampai koma, mual, muntah, diare, hematologic (leukopenia,
agranulositosis), susunan saraf pusat (vertigo, bingung, ataksia), mata dsbg.
e. Indikasi : Untuk pasien DM yang diabetesnya diperoleh pada usia diatas 40 tahun. Kegagalan
disebabkan perubahan farmakogenetik obat, misalnya penghancuran yang terlalu cepat.
f. Peringatan : Tidak boleh diberikan sebagai obat tunggal pada pasien DM juvenile, pasien yang
kebutuhan insulinnya tidak stabil, DM berat, DM dengan kehamilan dan keadaan gawat.
g. Interaksi : Meningkatkan hipoglikemia (insulin, alcohol, sulfonamide, probenezid, kloramfenikol)

2. Meglitinid
a. Pemberian : Sesaat sebelum makan
b. Mekanisme kerja : Sama dengan sulfonylurea, tetapi struktur kimianya berbeda. Merangsang insulin
dengan menutup kanal K yang ATP-independent di sel beta pankreas.
c. Pemberian oral absorpsinya cepat dan kadar puncaknya dicapai dalam waktu 1 jam. Masa paruh 1
jam, sehingga harus diberikan beberapa kali sehari sebelum makan.
d. Farmakokinetik : Metabolisme utama di hepar, 10% di ginjal.
e. ES : Hipoglikemi, gangguan saluran cerna, dan alergi.

3. Biguanid
a. Pemberian : Sebelum/saat/sesudah makan
b. Terdiri dari : Fenformin (ditarik dari peredaran karena sebabin asidosis laktat), buformin, metformin.
c. Mekanisme kerja : merupakan antihiperglikemik, metformin dapat menurunkan produksi glukosa
dihepar dan meningkatkan sensitivitas jaringan otot dan adipose terhadap insulin. Efek ini terjadi
karena adanya aktivasi kinase di sel (AMP activated protein kinase). Pada DM yang gemuk, biguanid
dapat menurunkan BB.
d. Farmakokinetik : metformin oral di absorpsi di intestine, dalam darah tidak terikat protein plasma,
eksresi dalam urin utuh, masa paruh sekitar 2 jam.
e. Dosis : awal 2x500 mg, maintenance dose 3x500 mg, max 2,5 gr. Diminum saat makan.
f. Indikasi : pasien DM yang tidak memberikan respon dengan sulfonylurea dapat diatasi dengan
metformin, atau kombinasi dengan insulin atau sulfonylurea.
g. ES :mual, muntah, diare, metallic taste, ketosis (pada pasien yang mutlak dengan insulin eksogen),
gangguan keseimbangan elektrolit cairan tubuh.
h. KI : kehamilan, penyakit hepar berat, penyakit ginjal dengan uremi dan penyakit jantung kongestif
dan penyakit paru, dengan hipoksia kronik, pemberian zat kontras intravena atau yang akan di
operasi harus dihentikan dan sesudah 48 jam boleh.

4. Tiazolidinedion
a. Pemberian : Tidak bergantung pada jadwal makan
b. Mekanisme kerja : Berikatan pada peroxisome proliferators activated receptor ɣ (PPAR ɣ) suatu
resptor inti di sel otot dan sel lemak. Golongan ini menurunkan resistensi insulin dengan
meningkatkan jumlah protein pengangkut glukosa, sehingga meningkatkan ambilan glukosa di
perifer.
c. ES: Peningkatan BB, edem, menambah volum plasma dan memperburuk gagal jantung kongestif,
hipoglikemi.
d. KI : Gagal jantung kelas I-IV karena dapat memperberat edema/retensi cairan dan juga pada
gangguan faal hati. Perlu pemantauan faal hati secara berkala.
e. Interaksi : Dengan insulin dapat menyebabkan edem.

5. Penghambat enzim Alfa-glikosidase (Acarbose)


a. Pemberian : bersama makan suapan pertama
b. Mekanisme kerja : memperlambat absoprsi glukosa (polisakarida, dekstrin, dan disakarida) di usus
halus, sehingga dapat menurunkan kadar glukosa darah sesudah makan. Kerjanya tidak
mempengaruhi sekresi insulin.
c. ES : kembung, flatulens.
d. Interaksi : dengan insulin menimbulkan hipoglikemi.

6. DPP-4 Inhibitor
a. Pemberian : diberikan bersama makan dan atau sebelum makan
b. Mekanisme kerja : glucagon like peptide 1 (GLP-1) merupakan suatu hormone peptide yang
dihasilkan oleh sel L dimukosa usus. GLP-1 merupakan perangsang kuat penglepasan insulin dan
sekaligus sebagai penghambat sekresi glucagon. Namun, sekresi GLP-1 menurun pada DM-2

Terapi Insulin

a. Sediaan :Termasuk obat utama DM 1 dan beberapa tipe 2. Suntikan insulin dulakukan dengan IV, IM,
SK (jangka panjang). Pada SK insulin akan berdifusi ke sirkulasi perifer yang seharusnya langsung
masuk ke sirkulasi portal, karena efek langsung hormone ini pada hepar menjadi kurang.
b. Indikasi dan tujuan : Insulin SK diberikan pada DM 1, DM 2 yang tidak dapat diatasi dengan diet/
antidiabetik oral, dll. Tujuan pemberian insulin adalah selain untuk menormalkan kadar insulin juga
untuk memperbaiki semua aspek metabolism.
c. Dosis : Kebutuhan insulin pada DM antara 5-150 U sehari tergantung dari keadaan pasien.
a) Dosis awal DM muda 0,7-1,5 U/kgBB
b) Untuk DM dewasa kurus 8-10 U insulin kerja sedang diberikan 20-30mnt sblm makan pagi, dan 4-5 U
sebelum makan malam.
c) DM dewasa gemuk 20 U pagi hari dan 10 U sebelum makan malam.
d. ES : Hipoglikemi, alergi dan resisten, lipoatrofi dan lipohipertrofi, edem, kembung,dll.
e. Interaksi : antagonis (adrenalin, glukokortikoid, kortikotropin, progestin, GH, Tiroid, estrogen,
glucagon,dll)
3.8.Mampu memahami dan menjelaskan komplikasidiabetes mellitus

Komplikasi akut:

1. Ketoasidosis diabetik (KAD)


Merupakan komplikasi akut diabetes yang ditandai denganpeningkatan kadar glukosa darah yang
tinggi (300-600 mg/dL),disertai dengan adanya tanda dan gejala asidosis dan plasmaketon(+) kuat.
Osmolaritas plasma meningkat (300-320 mOs/mL) dan terjadi peningkatan anion gap

2. Status Hiperglikemi Hiperosmolar (SHH)


Pada keadaan ini terjadi peningkatan glukosa darah sangattinggi (600-1200 mg/dL), tanpa tanda dan
gejala asidosis, os-molaritas plasma sangat meningkat (330-380 mOs/mL), plasmaketon (+/-), anion
gap normal atau sedikit meningkat.Catatan : kedua keadaan (KAD dan SHH) tersebut mempunyai
angkamorbiditas dan mortalitas yang tinggi. Memerlukan perawatan di rumah sakit guna
mendapatkan penatalaksanaan yang memadai.

3. Hipoglikemia
Hipoglikemia dan cara mengatasinya

a. Hipoglikemia ditandai dengan menurunnya kadar glukosadarah < 60 mg/dL


b. Bila terdapat penurunan kesadaran pada penyandangdiabetes harus selalu dipikirkan kemungkinan
terjadinyahipoglikemia. Hipoglikemia paling sering disebabkan olehpenggunaan sulfonilurea dan
insulin. Hipoglikemia akibatsulfonilurea dapat berlangsung lama, sehingga harus dia-wasi sampai
seluruh obat diekskresi dan waktu kerja obattelah habis. Terkadang diperlukan waktu yang cukup
lamauntuk pengawasannya (24-72 jam atau lebih, terutama padapasien dengan gagal ginjal kronik
atau yang mendapatkan terapi dengan OHO kerja panjang). Hipoglikemia pada usialanjut merupakan
suatu hal yang harus dihindari, mengingatdampaknya yang fatal atau terjadinya kemunduran
mentalbermakna pada pasien. Perbaikan kesadaran pada DM usialanjut sering lebih lambat dan
memerlukan pengawasan yang lebih lama.
c. Gejala hipoglikemia terdiri dari gejala adrenergik (berdebar-debar, banyak keringat, gemetar, dan
rasa lapar) dan gejalaneuro-glikopenik (pusing, gelisah, kesadaran menurun sampai koma).
d. Hipoglikemia harus segera mendapatkan pengelolaan yangmemadai. Bagi pasien dengan kesadaran
yang masih baik,diberikan makanan yang mengandung karbohidrat atau minuman yang
mengandung gula berkalori atau glukosa 15-20 gram melalui intra vena. Perlu dilakukan
pemeriksaan ulangglukosa darah 15 menit setelah pemberian glukosa. Glukagon diberikan pada
pasien dengan hipoglikemia berat.
e. Untuk penyandang diabetes yang tidak sadar, sementaradapat diberikan glukosa 40% intravena
terlebih dahulu se-bagai tindakan darurat, sebelum dapat dipastikan penyebabmenurunnya
kesadaran.

Komplikasi kronik:

1. Makroangiopati
a. Pembuluh darah jantung
b. Pembuluh darah tepi: penyakit arteri perifer sering terjadi pada penyandang diabetes. Biasanya
terjadi dengan gejala tipikal claudicatio intermittent, meskipun sering tanpa gejala. Terkadang ulkus
iskemik kaki merupakan kelainan yang pertama muncul.
c. Pembuluh darah otak
2. Mikroangiopati:
a. Retinopati diabetic
b. Kendali glukosa dan tekanan darah yang baik akan mengurangi risiko dan memberatnya retinopati.
Terapi aspirin tidak mencegah timbulnya retinopati
c. Nefropati diabetic
d. Kendali glukosa dan tekanan darah yang baik akan mengurangi risiko nefropati
e. Pembatasan asupan protein dalam diet (0,8 g/kgBB) juga akan mengurangi risiko terjadinya
nefropati
f. Neuropati
g. Komplikasi yang tersering dan paling penting adalah neuropati perifer, berupa hilangnya sensasi
distal. Berisiko tinggi untuk terjadinya ulkus kaki dan amputasi.
h. Gejala yang sering dirasakan kaki terasa terbakar dan bergetar sendiri, dan lebih terasa sakit di
malam hari.
i. Setelah diagnosis DM ditegakkan, pada setiap pasien perlu dilakukan skrining untuk mendeteksi
adanya polineuropati distal dengan pemeriksaan neurologi sederhana, dengan monofilamen 10
gram sedikitnya setiap tahun.
j. Apabila ditemukan adanya polineuropati distal, perawatan kaki yang memadai akan menurunkan
risiko amputasi.
k. Untuk mengurangi rasa sakit dapat diberikan duloxetine, antidepresan trisiklik, atau gabapentin.
l. Semua penyandang diabetes yang disertai neuropati perifer harus diberikan edukasi perawatan kaki
untuk mengurangi risiko ulkus kaki. Untuk penatalaksanaan penyulit ini seringkali diperlukan kerja
sama dengan bidang/disiplin ilmu lain.
DAFTAR PUSTAKA

Perkeni, 2015. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus tipe 2 di Indonesia 2015.
PB. Perkeni : Jakarta

Syarif A, et. al. 2007. Farmakologi dan Terapi Edisi 5. Jakarta: Badan Penerbit FKUI

You might also like