You are on page 1of 7

BANK SYARI’AH

PENGERTIAN BANK SYARI’AH


Bank syariah adalah bank yang beroperasi sesuai dengan prinsip-prinsip Syari’ah Islam,
maksudnya adalah bank yang dalam operasinya mengikuti ketentuan-ketentuan Syari’ah Islam,
khususnya yang menyangkut tata cara bermuamalah secara islam.
Bank Islam atau biasa disebut dengan bank tanpa bunga, adalah lembaga keuangan/perbankan
yang operasional dan produknya dikembangkan berlandaskan pada Al Qur’an dan Hadits Nabi
SAW. Dengan kata lain, Bank Islam adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan
pembiayaan dan jasa-jasa lainnya dalam lalu lintas pembayaran serta peredaran uang yang
pengoperasiannya disesuaikan dengan prinsip Syari’at Islam.
Menurut Sudarsono (2004), Bank Syari’ah adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya
memberikan kredit dan jasa lain dalam lalu lintas pembayaran serta peredaran uang yang beroperasi
dengan prinsip prinsip syari’ah.
Menurut Siamat, Dahlan (2004) “Bank Syari’ah adalah yang dalam menjalankan usahanya
bedasarkan pada prinsip-prinsip hukum atau syari’ah dengan mengacu kepada Al-Quran dan Al-
Hadist.
Menurut Gozali (2004) Bank Syari’ah adalah bank yang berdasarkan, antara lain kemitraan,
keadilan, transparansi dan universal, serta melakukan kegiatan usaha perbankan berdasarkan prinsip
islam syari’ah, (Gozali, 2004).
Berdasarkan pendapat para ahli diatas kami menarik kesimpulan, Bank Syari’ah merupakan
lembaga keuangan yang berfungsi memperlancar ekonomi di sektor riil melalui aktivitas kegiatan
usaha (investasi, jual beli atau lainnya) yang berdasarkan prinsip syari’ah.
Sementara Bank yang beroperasi sesuai dengan prinsip Syari’ah Islam adalah Bank yang dalam
operasinya itu mengikuti ketentuan-ketentuan Syari’at Islam, khususnya yang menyangkut tata cara
bermuamalah secara Islam. Dikatakan lebih lanjut, dalam tata cara bermuamalah itu harus dijahui
oleh hal-hal dan praktek-praktek yang dikhawatirkan mengandung unsur riba untuk diisi dengan
kegiatan-kegiatan investasi atas dasar bagi hasil dan pembiayaan perdagangan.

SEJARAH MUNCULNYA BANK SYARI’AH


Sejarah, awal mula kegiatan Bank Syari’ah yang pertama sekali dilakukan adalah di Pakistan
dan Malaysia pada sekitar tahun 1940-an. Dibelahan negara lain pada kurun 1970-an, sejumlah
bank berbasis islam kemudian muncul. Di Timur Tengah antara lain berdiri Dubai Islamic Bank
(1975), Faisal Islamic Bank of Sudan (1977), Faisal Islamic Bank of Egypt (1977) serta Bahrain
Islamic Bank (1979). Dia Asia-Pasifik, Phillipine Amanah Bank didirikan tahun 1973 berdasarkan
Dekrit Presiden, dan di Malaysia tahun 1983 berdiri Muslim Pilgrims Savings Corporation yang
bertujuan membantu mereka yang ingin menabung untuk menunaikan ibadah haji.
Kehadiran bank yang didasarkan Syari’ah di Indonesia masih relatif baru yaitu pada awal tahun
1990-an, meskipun masyarakat Indonesia merupakan masyarakat Muslim terbesar di dunia.
Prakarsa lebih khusus mengenai pendirian Bank Islam di Indonesia baru dilakukan tahun 1990.
Pada tanggal 18-20 Agustus tahun tersebut, Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyelenggarakan
lokakarya bunga bank dan perbankan di Cisarua, Bogor, Jawa Barat. Hasil lokakarya tersebut
kemudian dibahas lebih mendalam pada Musyawarah Nasional IV MUI di Jakarta 22-25 Agustus
1990, yang menghasilkan amanat bagi pembentukan kelompok kerja pendirian Bank Islam di
Indonesia. Kelompok kerja dimaksud disebut Tim Perbankan MUI dengan diberi tugas untuk
melakukan pendekatan dan konsultasi dengan semua pihak yang terkait.
Sebagai hasil kerja Tim Perbankan MUI tersebut adalah berdirinya PT Bank Muamalat
Indonesia (BMI), yang sesuai akte pendiriannya, berdiri pada tanggal 1 November 1991. Sejak
tanggal 1 Mei 1992, BMI resmi beroperasi dengan modal awal sebesar Rp 106.126.382.000,- .
Sampai bulan September 1999, BMI telah memiliki lebih dari 45 outlet yang tersebar di seluruh
wilayah Indonesia.
Kelahiran Bank Islam di Indonesia relatif terlambat dibandingkan dengan negara-negara lain
sesama anggota OKI. Hal tersebut merupakan ironi, mengingat pemerintah RI yang diwakili
Menteri Keuangan Ali Wardana, dalam beberapa kali sidang OKI cukup aktif memperjuangkan
realisasi konsep Bank Islam, namun tidak di implementasikan di dalam negeri. KH Hasan Basri,
yang pada waktu itu sebagai Ketua MUI memberikan jawaban. Bahwa kondisi keterlambatan
pendirian Bank Islam di Indonesia karena political-will belum mendukung.
Selanjutnya sampai diundangkannya undang-undang No. 10 Tahun 1998 tentang perubahan atas
undang-undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, BMI merupakan satu-satunya bank umum
yang mendasarkan kegiatan usahanya atas Syari’at Islam di Indonesia.
Baru setelah itu berdiri beberapa Bank Islam lain, yakni Bank IFI membuka cabang Syari’ah
pada tanggal 28 Juni 1999, Bank Syari’ah Mandiri yang merupakan konversi dari Bank Susila Bakti
(BSB), anak perusahaan Bank Mandiri, serta pendirian lima cabang baru berupa cabang syari’ah
dari PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk.
Perbulan Februari 2000, tercatat di Bank Indonesia bank-bank yang sudah mengajukan
permohonan membuka cabang syari’ah, yakni: Bank Niaga, Bank BTN, Bank Mega, Bank BRI,
Bank Bukopin, BPD Jabar dan BPD Aceh.

FALSAFAH OPERASIONAL BANK SYARI’AH


Setiap lembaga keuangan syari’ah mempunyai falsafah mencari keridhoan Allah SWT untuk
memperoleh kebajikan di dunia dan akhirat . Oleh karena itu , setiap kegiatan lembaga keuangan
yang di khawatirkan menyimpang dari tuntutan agama, yang harus di hindari.
a. Menjauhkan diri dari unsur riba, caranya:
1. Menghindari penggunaan sistem yang menetapkan di muka secara pasti keberhasilan suatu
usaha (QS. Luqman, ayat: 34).
2. Menghindari penggunaan sistem prosentasi untuk pembebanan biaya terhadap hutang atau
pemberian imbalan terhdap simpanan yang mengandung unsur meliputi gandakan secara
otomatis hutang/simpanan tersebut hanya karena berjalannya waktu (QS. Al Imron: 130).
3. Menghindari penggunaan system perdagangan atau penyewaan barang ribawi dengan imbalan
barang ribawi lainnya dengan memperoleh kelebihan baik kuantitas maupun kualitas (HR.
Muslim Bab Riba No.1551 s.d 1567).
4. Menghindari penggunaan system yang menetapkan di muka tambahan atas hutang yang
bukan atas prakarsa yang mempunyai hutang secara sukarela (HR. Muslim, Bab Riba
No.1569 s.d 1572)
b. Menetapkan system bagi hasil dan perdagangan, dengan mengacu pada Al Qur’an surat Al
Baqqrah ayat 275 dan An Nisa’ ayat 29, maka setiap transaksi kelembagaan syari’ah harus
dilandasi atas dasar system bagi hasil dan perdagangan atau transaksinya didasari oleh adanya
pertukaran antara uang dengan barang. Akibatnya pada kegiatan mu’amalah berlaku prinsip ada
barang/jasa uang dengan barang, sehingga akan mendorong produksi barang/jasa, mendorong
kelancaran arus barang/jasa, dapat dihindari adanya penyalahgunaan kredit, spekulasi dan inflasi.

FUNGSI DAN PERAN BANK SYARIAH


1. Manajer investasi, bank syariah dapat mengelola investasi dana nasabah.
2. Investor, bank syariah dapat menginvestasikan dana yang dimilikinya maupun dana nasabah
yang dipercayakan kepadanya.
3. Penyedia jasa keuangan dan lalul lintas pembayaran, bank syariah dapat melakukan kegiatan-
kegiatan jasa-jasa layanan perbankan sebagaimana lazimnya.
4. Pelaksanaan kegiatan sosial, sebagai ciri yang melekat pada entitas keuangan syariah, untuk
mengeluarkan dan mengelola zakat serta dana-dana sosial lainnya.

CIRI – CIRI BANK SYARIAH


1. Beban biaya yang disepakati bersama pada waktu akad perjanjinan diwujudkan dalam bentuk
jumlah nominal.
2. Penggunaan persentase dalam hal kewajiban untuk melakukan pembayaran selalu dihindari,
karena persentase bersifat melekat pada sisa utang meskipun batas waktu perjanjian telah
berakhir.
3. Bank syariah tidak menerapkan perhitungan berdasarkan keuntungan yang pasti yang
ditetapkan dimuka.
4. Pengerahan dana masyarakat dalam bentuk deposito tabungan oleh penyimpan dianggap
sebagai titipan yang diamanatkan sebagai penyertaan dana pada proyek- proyek yang dibiayai
bank.

PERBEDAAN BANK SYARIAH DAN BANK KONVENSIONAL


NO PERBEDAAN BANK SYARIAH BANK KONVENSIONAL
1 Falsafah Tidak berdasarkan bunga, spekulasi, Berdasarkan Bunga
dan ketidakjelasan

2 Operasional • Dana masyarakat berupa titipan • Dana masyarakat berupa


dan investasi yang baru akan simpanan yang harus dibayar
mendapatkan hasil jika diusahakan bunganya pada saat jatuh tempo
• Penyaluran pada usaha yang halal • Penyaluran pada sektor yang
dan menguntungkan menguntungkan aspek halal tidak
menjadi pertimbangan utama

3 Aspek Sosial Dinyatakan secara ekspilit dan tegas Tidak di ketahui secara tegas
yang tertuang dalam misi dan visi

4 Organisasi Harus memiliki dewan Pegawas Tidak memiliki dewan pengawas


Syariah Syariah

USAHA-USAHA YANG DAPAT DILAKUKAN OLEH SEBUAH BANK SYARIAH DAN


TIDAK DAPAT DILAKUKAN OLEH BANK KONVENSIONAL
1. Menghimpun dana dalam bentuk simpanan berupa giro, tabungan atau bentuk lainnya, dan
bentuk investasi berupa tabungan, deposito atau bentuk lainnya berdasarkan akad yang tidak
bertentangan dengan prinsip syariah.
2. Menyalurkan pembiayaaan bagi hasil berdasarkan akad mudharabah, musyarakah, atau akad
lain yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah.
3. Menyalurkan pembiayaan untuk transaksi jual-beli dengan berbagai akad yang tidak
bertentangan dengan prinsip syariah.
4. Menyalurkan pembiayaan berdasarkan akad qardh atau akad lain yang tidak bertentangan
dengan prinsip syariah.
5. Menyalurkan pembiayaan penyewaan kepada nasabah berdasarkan akad ijarah dan/atau sewa
beli yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah.
6. Melakukan pengambilalihan utang berdasarkan akad hawalah atau akad lain yang tidak
bertentangan dengan prinsip syariah.
7. Membeli, menjual, atau menjamin atas risiko sendiri surat berharga pihak ketiga yang
diterbitkan atas dasar transaksi nyata berdasarkan prinsip syariah

PERKEMBANGAN BANK SYARIAH DI INDONESIA

KETENTUAN BANK SYARIAH


NO KETENTUAN
1 SK DIR BI NO.32/34/KEP/DIR Tanggal 12 Mei 1999 tentang BUS
2 SK DIR BI NO.32/36/KEP/DIR Tanggal 12 Mei 1999 tentang BUS
3 PBI DIR BI No.2/7/PBI/2000 Tanggal 23 Februari 2000 tentang giro wajib minimum dalam
rupiah dan Valuta Asing bagi bank umum yang melakukan kegiatan usaha berdasarkan
Syariah
4 PBI No.2/8/PBI/2000 Tanggal 23 Februari 2000 tentang pasar uang antar-bank syarih (PUAS)
5 PBI No.2/9/PBI/2000 Tanggal 23 Februari 2000 tentang Sertifikat Wadiah Bank Indonesia
(SWBI)
6 PBI No.2/9/PBI/2000 Tanggal 12 Juni 2000 tentng Penyelenggaraan Kliring Lokal dan
penyelesaian Akhir Transaksi Antar – bank atas hasil Kliring Lokal
7 PBI No.2/15/PBI/2000 Tanggal 12 Juni 2000 tentang perubahan kegiatan usaha Bank Umum
berdasarkan Prinsip Syariah oleh Bank Umum Konvensional
8 PBI No.5/3/PBI 2003 tanggal 4 Februari 2003 tentang Fasilitas Pembiyaaan Jangka pendek
bagi Bank Syariah

PENYALURAN DANA
Dalam penyaluran dana pada nasabah, secara garis besar produk pembiayaan syariah terbagi
kedalam tiga kategori yang dibedakan berdasarkan tujuan penggunaannya yaitu :
1. Transaksi pembiayaan yang ditujukan untuk memiliki barang dilakukan dengan prinsip jual
beli
2. Transaksi pembiayaan yang ditujukan untuk mendapatkan jasa dilakukan prinsip sewa
3. Transaksi pembiayaan untuk usaha kerja sama yang ditujukan guna mendapatkan sekaligus
barang dan jasa dengan prinsip bagi hasil

PRODUK DAN JASA BANK SYARIAH


A. Prinsip jual beli
Tingkat keuntungan bank ditentukan didepan dan menjadi bagian harga atas barang yang dijual.
Transaksi jual beli dibedakan berdasarkan bentuk pembayaraannya dan waktu penyerahan
barang
1. Bai’ al-murabahah
Murabahah adalah jual beli barang pada harga asal dengan tambahan keuntungan yang
disepakati antara pihak bank dengan nasabah.
2. Bai’ as-Salam
Kata salamadengan salafa artinya sama. Disebut salam karena pemesan barang menyerahkan
uangnya di tempat akad.
3. Bai’ al-Istishna
menurut jumhur ulama fuqaha, bai al-istishna merupakan suatu jenis khusus dari bai’ as-
salam. Biasanya jenis ini dipergunakan di bidang manufaktur
B. Prinsip Sewa
Ijarah adalah akad pemindah hak guna atas barang dan jasa, melalui pembayaran upah sewa
tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan(ownership atau milkiyyah) atas barang itu sendiri.
C. Prinsip Bagi Hasil
1. Al-Musyarakah
Musyarakah adalah kerja sama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu dimana
masing-masing pihak memberikan kontribusi dana dengan keuntungan dan resiko akan di
tangung bersama sesuai dengan kesepakatan.
2. Al-mudharabah
Mudharabah berasal dari kata adhdharbu Fil Ardhi, yaitu bepergian untuk usaha dagang.
D. Akad Pelengkap
Akad pelengkap ini tidak di tunjukan untuk mencari keuntungan, namun di tunjukan untuk
mempermudah pelaksanaan pembiayaan.
1. Al-hiwalah
Kata hiwalah diambil dari kata tahwil yang berarti intiqal (perpindahan). Yang dimaksud disini
adalah memindahkan hutang dari tanggungan orang yang berhutang (muhil) menjadi tanggungan
orang yang berkewajiban membayar hutang (muhal alaih).
2. Ar-Rahn
Ar-Rahn menurut bahasanya adalah tetap dan lestari, artinya karunia yang tetap. Teknis nya
adalah menahan salah satu harta milik si peminjam sebagai jaminan atas pinjaman yang
diterimanya. Barang yang ditahan tersebut memiliki nilai ekonomis dengan demikian pihak yang
menahan memperoleh jaminan untuk dapat mengambil kembali seluruh atau sebagian
piutangnya.
3. Al-Qardh
Al qardh adalah pemberian harta kepada orang lain yang dapat ditagih atau diminta kembali atau
dengan kata lain meminjamkan tanpa mengharapkan imbalan atau saling membantu dan bukan
transaksi komersial.
4. Al-Wakalah
Al-wakalah adalahberarti menyerahkan, pendelegasian, atau pemberian mandat dalam hal ini
pihak kedua hanya melaksanakan sesuatu sebatas kuasa atau wewenang yang diberikan oleh
pihak pertama.
5. Al-Kafalah
Al-Kafalah merupakan jaminan yang diberikan oleh penanggung kepada pihak ketiga untuk
memenuhi kewajiban pihak kedua atau yang di tanggung.

SUMBER DANA
Sumber dana bank syariah terdiri dari 4 jenis, modal, titipan, investasi dan investasi khusus.

JENIS AKAD DALAM BANK SYARIAH


1. Akad Wadiah
perjanjian penitipan dana atau barang dari pemilik kepada penyimpan dana atau barang dengan
kewajiban bagi pihak yang menyimpan untuk megembalikan dana atau barang titipan sewaktu –
waktu.
2. Akad Mudharabah
Perjanjian pembiayaan/penanaman dana dari pemilik dana kepada pengelola dana untuk melakukan
kegiatan usaha tertentu yang sesuai syariah, dengan pembagian hasil usaha antara kedua belah pihak
berdasarkan nisbah yang telah disepakati sebelumnya.
3. Akad Musyarakah
Perjanjian pembiayaan/penanaman dana dari dua atau lebih pemilik dana dan/atau barang untuk
menjalankan usaha tertentu sesuai syariah dengan pembagian hasil usaha antara kedua belah pihak
berdasarkan nisbah yang disepakati, sedangkan pembagian kerugian berdasarkan proporsi modal
masing-masing.
4. Akad Murabahah
Perjanjian pembiayaan berupa transaksi jual beli suatu barang sebesar harga perolehan barang
ditambah dengan margin yang disepakati oleh para pihak, dimana penjual mengnformasikan
terlebih dahulu harga perolehan kepada pembeli.
5. Akad Salam
Perjanjian pembiayaan berupa transaksi jual beli barang dengan cara pemesanan dengan syarat-
suyarat tertentu dan pembayaran tunai terlebih dahulu secara penuh.
6. Akad Istishna
Perjanjain pembiayaan berupa transaksi jual beli barang dalam bentuk pemesanan pembuatan
barang dengan kriteria dan persyaratan tertentu yang disepakati dengan pembayaran sesuai dengan
kesepakatan.
7. Akad Ijarah
Perjanjian pembiayaan berupa transaksi sewa menyewa atas suatu barang dan/atau jasa antara
pemilik obyek sewa termasuk kepemilikan hak pakai atas obyek sewa dengan penyewa untuk
mendapatkan imbalan atas obyek sewa yang disewakan.
8. Akad Qardh
Perjanjian pembiayaan berupa transaksi pinjam meminjam dana tanpa imbalan dengan kewajiban
pihak peminjam mengembalikan pokok pinjaman secara sekaligus atau cicilan dalam jangka waktu
tertentu .
9. Bagi Hasil
indikasi tingkat imbalan dari suatu penanaman dana atau penghimpun dana bank pelapor.

PROSES AKAD PADA BANK SYARIAH


1. Shighat Al-aqad
Pernyataan untuk mengikatkan diri, harus disampaikan secara lisan atau tulisan sehingga dapat
menimbulkan akibat hukum.
2. al-Ma’qud Alaih
Objek akad, harus memenuhi persyaratan berupa telah ada pada waktu akad diadakan, dibenarkan
oleh syara’, dapat ditentukan dan diketahui, serta dapat diserahkan pada waktu akad terjadi.
3. Al-Muta’aqidain
Pihak-pihak yang berakad, harus mempunyai kecakapan melakukan tindakan hukum dalam
pengertian telah dewasa dan sehat akalnya, apabila melibatkan anak-anak maka harus diwakili oleh
seorang wali yang harus memenuhi persyaratan berupa kecakapan.
4. Maudhu’ Al-aqad
Tujuan akad, harus ada pada saata akad akan diadakan, dapat berlangsung hingga berakhirnya akad
dan dibenarkan secara syariah, dan apabila bertentangan akad berakibatkan pada ketidakabsahan
dari perjanjian yang dibuat.

SYARAT AKAD DALAM BANK SYARIAH


1. Aqil (berakal / dewasa)
2. Tamyiz (dapat membedakan sebagai tanda kesadaran)
3. Mukhtar (bebas melakukan transaksi / bebas memilih)

You might also like