Professional Documents
Culture Documents
Larangannya
MAKALAH
Disusun Guna Memenuhi Tugas Semester 6
Mata Kuliah : Hukum Ekonomi Islam
Dosen Pengampun : Muhyidin, S.Ag.Mag.MH.
NIM: 11010113140592
BAB I
PENDAHULUAN
Fiqh Muamalat hukumnya, semua aktifitas itu pada awalnya adalah boleh
selama tidak ada dalil yang melarangnya, inilah kaidah ushul fiqhnya. Fiqh Muamalat
pada awalnya mencakup semua aspek permasalahan yang melibatkan interaksi manusia,
seperti pendapat Wahbah Zuhaili, hukum muamalah itu terdiri dari hukum keluarga,
hukum kebendaan, hukum acara, perundang-undangan, hukum internasional, hukum
ekonomi dan keuangan. Tapi, sekarang Fiqh Muamalat dikenal secara khusus atau lebih
sempit mengerucut hanya pada hukum yang terkait dengan harta benda.
Begitu pentingnya mengetahui Fiqh ini karena setiap muslim tidak pernah
terlepas dari kegiatan kebendandaan yang terkait dengan pemenuhan kebutuhannya.
Maka dikenallah objek yang dikaji dalam fiqh muamalat, walau para fuqaha (ahli fiqih)
klasik maupun kontemporer berbeda-beda, namun secara umum fiqh muamalah
membahas hal berikut : teori hak-kewajiban, konsep harta, konsep kepemilikan, teori
akad, bentuk-bentuk akad yang terdiri dari jual-beli, sewa-menyewa, sayembara, akad
kerjasama perdagangan, kerjasama bidang pertanian, pemberian, titipan, pinjam-
meminjam, perwakilan, hutang-piutang, garansi, pengalihan hutang-piutang, jaminan,
perdamaian, akad-akad yang terkait dengan kepemilikan: menggarap tanah tak bertuan,
ghasab (meminjam barang tanpa izin – edt), merusak, barang temuan, dan syuf’ah
(memindahkan hak kepada rekan sekongsi dengan mendapat ganti yang jelas).
Setelah mengenal secara umum apa saja yang dibahas dalam fiqh muamalat, ada
prinsip dasar yang harus dipahami dalam berinteraksi. Ada 5 hal yang perlu diingat
sebagai landasan tiap kali seorang muslim akan berinteraksi. Kelima hal ini menjadi
batasan secara umum bahwa transaksi yang dilakukan sah atau tidak, yaitu Maysir,
Gharar, Riba, dan Bathil.
Rumusan masalah
1. Apa yang dimaksud Maisyir ?
2. Apa pengertian Gharar ?
3. Apa yang dimaksud Riba ?
4. Apa pengertian Bhatil ?
Tujuan masalah
1. Agar memahami yang dimaksud Maisyir?
2. Mengetahu pengertian Gharar
3. Agar mengerti yang dimaksud Riba
4. Untuk mengetahui pengertian Bhatil
BAB II
PEMBAHASAN
1.Maysir
a. Pengertian
Kata Maysir dalam bahasa Arab arti secara harfiah adalah memperoleh
sesuatu dengan sangat mudah tanpa kerja keras atau mendapat keuntungan tanpa
bekerja. Yang biasa juga disebut berjudi. Istilah lain yang digunakan dalam al-Quran
adalah kata `azlam` yang berarti perjudian.
Agar bisa dikategorikan judi maka harus ada 3 unsur untuk dipenuhi:
1. Adanya taruhan harta/materi yang berasal dari kedua pihak yang berjudi
2. Adanya suatu permainan yang digunakan untuk menentukan pemenang dan
yang kalah
3. Pihak yang menang mengambil harta (sebagian/seluruhnya) yang menjadi
taruhan, sedangkan pihak yang kalah kehilangan hartanya
Prinsip berjudi adalah terlarang, baik itu terlibat secara mendalam mahupun
hanya berperan sedikit saja atau tidak berperan sama sekali, mengharapkan
keuntungan semata (misalnya hanya mencuba-cuba) di samping sebagian orang-
orang yang terlibat melakukan kecurangan, kita mendapatkan apa yang semestinya
kita tidak dapatkan, atau menghilangkan suatu kesempatan. Melakukan pemotongan
dan bertaruh benar-benar masuk dalam kategori definisi berjudi.
b. Hukum Al-Maysir
a. Pengertian
Prof Madya Dr. Saiful Azhar Rosly menyatakan: “Gharar yang dimaksudkan
dalam perbahasan sah atau tidak sesuatu kontrak itu merujuk kepada risiko dan
ketidakpastian yang berpunca daripada perbuatan manipulasi manusia
mengakibatkan kemudaratan ke atas pihak yang dizalimi. Umpamanya dalam jual
beli kereta terpakai, pembeli tidak diberitahu tentang keadaan sebenar kenderan
tersebut. Setelah selesai perjanjian jual beli, gharar dalam objek jual beli itu boleh
dijadikan alasan membatalkan kontrak. Ini kerana gharar itu terhasil daripada
perbuatan zalim yang disengajakan”.
1. Tidak diketahui dengan jelas samada dapat atau tidak bayaran yang dijanjikan.
2. Tidak diketahui kadar bayarannya.
3. Tidak diketahui bila masanya.
c. Hukum Gharar
Dalam syari’at Islam, jual beli gharar ini terlarang. Dengan dasar sabda
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits Abu Hurairah yang berbunyi.
“Artinya: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang jual beli al-hashah dan
jual beli gharar.
Dalam sistem jual beli gharar ini terdapat unsur memakan harta orang lain
dengan cara batil. Padahal Allah melarang memakan harta orang lain dengan cara
batil sebagaimana tersebut dalam firmanNya. “Artinya: Dan janganlah sebagian
kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang batil
dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat
memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat)
dosa, padahal kamu mengetahui.” (Qs. Al-Baqarah: 188)
Ibnu Taimiyyah menjelaskan, dasar pelarangan jual beli gharar ini adalah
larangan Allah dalam Al-Qur’an, yaitu (larangan) memakan harta orang dengan batil.
Begitu pula dengan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam beliau melarang jual beli
gharar ini.
Dalam masalah jual beli, mengenal kaidah gharar sangatlah penting, karena
banyak permasalahan jual-beli yang bersumber dari ketidak jelasan dan adanya unsur
taruhan di dalamnya. Imam Nawawi mengatakan: “Larangan jual beli gharar
merupakan asas penting dari kitab jual-beli. Oleh karena itu Imam Muslim
menempatkannya di depan. Permasalahan yang masuk dalam jual-beli jenis ini
sangat banyak, tidak terhitung.”
e.Jenis Gharar
Dilihat dari peristiwanya, jual-beli gharar bisa ditinjau dari tiga sisi, yaitu :
o Pertama: Jual-beli barang yang belum ada (ma’dum), seperti jual beli habal al
habalah (janin dari hewan ternak).
o Kedua: Jual beli barang yang tidak jelas (majhul), baik yang muthlak, seperti
pernyataan seseorang: “Saya menjual barang dengan harga seribu ringgit,”
tetapi barangnya tidak diketahui secara jelas, atau seperti ucapan seseorang:
“Aku jual keretaku ini kepadamu dengan harga sepuluh juta,” namun jenis
dan sifat-sifatnya tidak jelas. Atau bisa juga karena ukurannya tidak jelas,
seperti ucapan seseorang: “Aku jual tanah kepadamu seharga lima puluh
ribu”, namun ukuran tanahnya tidak diketahui.
o Ketiga: Jual-beli barang yang tidak mampu diserah terimakan. Seperti jual
beli budak yang kabur, atau jual beli kereta yang dicuri. Ketidak jelasan ini
juga terjadi pada harga, barang dan pada akad jual belinya.
Jual-beli yang mengandung gharar, menurut hukumnya ada dua jenis yaitu:
1) Yang disepakati larangannya dalam jual-beli, seperti jual-beli yang belum ada
wujudnya (ma’dum).
2) Disepakati kebolehannya, seperti jual-beli rumah dengan pondasinya, padahal
jenis dan ukuran serta hakikat sebenarnya tidak diketahui. Hal ini dibolehkan
karena kebutuhan dan karena merupakan satu kesatuan, tidak mungkin lepas
darinya.
3. Riba
a. Pengertian
b. Hukum Riba
1) Dampak Ekonomi
2) Sosial Kemasyarakatan
Riba merupakan pendapatan yang didapat secara tidak adil. Para
pengambil riba menggunakan uangnya untuk memerintah-kan orang lain agar
berusaha dan mengembalikan misalnya, dua puluh lima persen lebih tinggi dari
jumlah yang dipinjam-kannya. Persoalannya, siapa yang bisa menjamin bahwa
usaha yang dijalankan oleh orang itu nantinya mendapatkan keuntungan lebih dari
dua puluh lima percent? Semua orang, apalagi yang beragama, tahu bahwa
siapapun tidak bisa memastikan apa yang terjadi besok atau lusa. Dan siapa pun
tahu bahwa berusaha memiliki dua kemungkinan, berhasil atau gagal. Dengan
menetapkan riba, berarti orang sudah memastikan bahwa usaha yang dikelola
pasti untung.
4. Bathil
a. Pengertian Bathil
Bathil (al-Bathil), berasal dari kata bathala, yabthulu yang berarti rusak,
salah, palsu, tidah syah, tidak memenuhi syarat dan rukun, keluar dari kebenaran,
terlarang atau haram menurut ketentuan agama. Kata batil yang merupakan lawan
dari kata al-haq di dalam Al-Qur’an terdapat sebanyak 26 kali.
Kata batil memiliki pembahasan yang erat dan sangat berpengaruh dalam
berbagai aspek dalam ajaran Islam secara gelobal antara lain adalah Aspek Akidah,
kebatilan bila menodai akidah seseorang, niscaya rusak dan sangat berbahaya. Ciri-
ciri yang bisa merusak akidah adalah :
1) Syirik
b. Hukum batil
Lenyapnya sesuatu yang batil karna sebenarnya yang haq pasti akan menang.
Allah SWT berfirman : “yang benar telah datang dan yang batil telah lenyap,
sesumgguhnya yamg natil itu sesuatu yang pasti lenyap. (Al-Israa 81)
Firman Allah SWT : “sebenarnya Kami melontarkan yang haq kepada yang
batil lalu yang haq itu menghancurkannya, maka dengan serta merta yang batil itu
akan lenyap. Dan kecelakaanlah bagimu disebabkan kamu mensifati (Allah dengan
sifat-sifat yang tak layak bagi-Nya)” (Al-Anbiya : 18)
Jual beli dikatakan sebagai jual beli yang batal/batil apabila salah satu atau
seluruh rukunnya tidak terpenuhi, atau jual beli itu pada dasar dan sifatnya tidak
disyari’atkan, seperti jual beli yang dilakukan anak-anak, orang gila, atau barang
yang dijual itu barang-barang yang diharamkan syara’, seperti bangkai, darah, babi,
dan khamar.
1) Jual beli sesuatu yang tidak ada. Para ulama fiqh sepakat menyatakan jual beli
seperti ini tidak sah/batil. Misalnya, memperjualbelikan buah-buahan yang
putiknya pun belum muncul di pohonnya atau anak sapi yang belum ada,
sekalipun perut ibunya telah ada. Akan tetapi, Ibnu Qayyim al-Jauziyyah pakar
fiqh Hambali, mengatakan bahwa jual beli yang barangnya tidak ada waktu
berlangsungnya akad, tetapi diyakini akan ada dimasa yang akan datang sesuai
dengan kebiasaannya, boleh diperjual belikan dan hukumnya sah. Alasannya
adalah karena tidak dijumpai dalam al-Qur’an dan as-sunnah larangan terhadap
jual beli seperti ini.
2) Menjual barang yang tidak boleh diserahkan pada pembeli, seperti menjual
barang yang hilang atau burung peliharaan yang lepas dan terbang di udara.
Hukum ini disepakati oleh seluruh ulama fiqh dan termasuk kedalam kategori
bai’ al-garar (jual beli tipuan). Alasannya adalah hadis yang diriwayatkan
Ahmad ibn Hamdal, Muslim, Abu Daud, dan at-Tirmizi sebagai berikut:
Jangan kamu membeli ikan di dalam air, karena jual beli seperti ini adalah jual
beli tipuan.
3) Jual beli yang mengandung unsur penipuan, yang pada lahirnya baik, tetapi
ternyata dibalik itu terdapat unsur-unsur tipuan. Contohnya memperjualbelikan
kurma yang ditumpuk. Di atasnya bagus-bagus dan manis, tetapi ternyata di
dalam tumpukan itu banyak terdapat yang busuk.
4) Jual beli benda-benda najis, seperti babi, khamar, bangkai, dan darah, karena
semuanya itu dalam pandangan islam adalah najis dan tidak mengandung
makna harta.
5) Jual beli al-‘arbun (jual beli yang bentuknya dilakukan melalui perjanjian,
pembeli membeli sebuah barang dan uangnya seharga barang diserahkan
kepada penjual, dengan syarat apabila pembeli tertarik dan setuju, maka jual
beli sah. Tetapi jika pembeli tidak setuju dan barang dikembalikan, maka uang
yang telah diberikan pada penjual, menjadi hibah bagi penjual).
6) Memperjual belikan air sungai, air danau, air laut, dan air yang tidak boleh
dimiliki seseorang; karena air yang tidak dimiliki seseorang merupakan hak
bersama umat manusia, dan tidak boleh diperjual belikan. Hukum ini
disepakati jumhur ulama dari kalangan Hanafiyah, Malikiyah, Syafi’iyah dan
Hanabilah, dengan alasan hadis Rasulullah SAW yang mengatakan:
BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
Kata Maysir dalam bahasa Arab arti secara harfiah adalah memperoleh
sesuatu dengan sangat mudah tanpa kerja keras atau mendapat keuntungan tanpa
bekerja. Yang biasa juga disebut berjudi. Istilah lain yang digunakan dalam al-Quran
adalah kata `azlam` yang berarti perjudian.
Bathil (al-Bathil), berasal dari kata bathala, yabthulu yang berarti rusak,
salah, palsu, tidah syah, tidak memenuhi syarat dan rukun, keluar dari kebenaran,
terlarang atau haram menurut ketentuan agama. Kata batil yang merupakan lawan
dari kata al-haq di dalam Al-Qur’an terdapat sebanyak 26 kali.