Professional Documents
Culture Documents
Hakikat Hak Asasi Manusia (HAM) – Hak asasi manusia merupakan hak dasar yang dimiliki oleh
setiap manusia sebagai anugerah Tuhan (Allah SWT) yang melekat pada setiap diri manusia sejak
lahir. Hak asasi manusia tidaklah bersumber dari negara maupun hukum melainkan langsung dari
Tuhan (Allah SWT). Oleh sebab itu, hak asasi manusia yang ideal melekat erat dalam kehidupan
manusia itu perlu mendapatkan pengakuan dan jaminan perlindungan dari negara dan hukum yang
berlaku di negara tersebut. Hak asasi manusia wajib dijunjung tinggi dan dilindungi oleh
negara, hukum, pemerintah, dan oleh setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan
martabat manusia. Hak asasi manusia terdiri atas dua hak yang paling fundamental, yaitu persamaan
dan hak kebebasan. Adapun beberapa pengertian HAM dari para tokoh dan dokumen, sebagai
berikut.
Hak asasi adalah hak yang bersifat asasi. Artinya, hak-hak yang dimiliki manusia menurut kodratnya
yang tidak dapat dipisahkan dari hakikatnya sehingga sifatnya suci.
Hak asasi manusia adalah hak-hak yang dimiliki manusia bukan karena diberikan kepadannya oleh
masyarakat. Jadi bukan karena hukum positif yang berlaku, melainkan berdasarkan martabatnya
sebagai manusia. Manusia memilikinya karena ia manusia.
sumber: pixabay.com
John Locke
Hak asasi manusia adalah hak yang dibawa sejak lahir yang secara kodrati melekat pada setiap
manusia dan tidak dapat diganggu gugat (bersifat mutlak).
Austin Ranney
Hak asasi manusia adalah ruang kebebasan individu yang dirumuskan secara jelas dalam konstitusi
dan dijamin pelaksanaannya oleh pemerintah.
Hak asasi manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat keberadaan manusia sebagai
makhluk Tuhan Yang Maha Esa (Allah SWT) dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati,
dijunjung tinggi, dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan
serta perlindungan harkat dan martabat manusia.
Wikipedia.org
Dalam perwujudannya, hak asasi manusia tidak dapat dilakukan secara mutlak karena dapat
melanggar hak asasi orang lain. Memperjuangkan hak sendiri dengan mengabaikan hak orang lain
merupakan tindakan yang tidak manusiawi. Dalam pelaksanaannya hak asasi manusia (HAM) tidak
dapat dilepaskan dari kewajiban asasi manusia dan tanggung jawab asasi manusia. Ketigannya
merupakan keterpaduan yang berlangsung secara seimbang. Bila ketiga unsur asasi yang melekat
pada setiap individu manusia tidak berjalan seimbang maka dapat dipastikan akan menimbulkan
kekacauan dan kesewenang-wenangan dalam tata kehidupan manusia.
1. Tidak dapat dicabut, artinya hak asasi manusia tidak dapat dihilangkan atau diserahkan
(permanen/tetap).
2. Tidak dapat dibagi, artinya semua orang berhak mendapatkan semua hak, apakah hak sipil
dan politik atau hak ekonomi, sosial, dan budaya.
3. Hakiki, artinya hak asasi manusia adalah hak asasi semua umat manusia yang sudah ada
sejak lahir.
4. Universal, artinya hak asasi manusia berlaku untuk semua orang tanpa memandang status,
suku bangsa, gender, atau perbedaan lainnya. Persamaan adalah salah satu dari ide-ide hak
asasi manusia yang mendasar.
Buku Ajar Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan untuk SMA/MA dan SMK/MAK Kelas X (a)
Demikianlah hakikat hak asasi manusia (HAM) yang dapat serba-makalah sajikan. Semoga
bermanfaat untuk kita semua. Terimakasih banyak dan mohon maaf.
Hakikat Hak Asasi Manusia sendiri adalah merupakan upaya menjaga keselamatan eksistensi
manusia secara utuh melalui aksi keseimbangan antara kepentingan perseorangan dengan
kepentingan umum. Begitu juga upaya menghormati, melindungi, dan menjunjung tinggi Hak Asasi
Manusia menjadi kewajiban dan tangung jawab bersama antara individu, pemeritah (Aparatur
Berdasarkan beberapa rumusan hak asasi manusia di atas, dapat ditarik kesimpulan tentang
a. HAM tidak perlu diberikan, dibeli ataupun di warisi, HAM adalah bagian dari manusia secara
otomatis.
b. HAM berlaku untuk semua orang tanpa memandang jenis kelamin, ras, agama, etnis,
melanggar hak orang lain. Orang tetap mempunyai HAM walaupun sebuah negara membuat
Pengertian
HAM adalah hak-hak dasar yang dimiliki oleh manusia, sesuai dengan kodratnya (Kaelan: 2002).
Menurut pendapat Jan Materson (dari komisi HAM PBB), dalam Teaching Human Rights, United
Nations sebagaimana dikutip Baharuddin Lopa menegaskan bahwa HAM adalah hak-hak yang melekat
pada setiap manusia, yang tanpanya manusia mustahil dapat hidup sebagai manusia.
John Locke menyatakan bahwa HAM adalah hak-hak yang diberikan langsung oleh Tuhan Yang Maha
Pencipta sebagai hak yang kodrati. (Mansyur Effendi, 1994).
Dalam pasal 1 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM disebutkan bahwa “Hak Asasi
Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakekat dan keberadaan manusia sebagai
makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi,
dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah dan setiap orang, demi kehormatan serta
perlindungan harkat dan martabat manusia”
Berdasarkan beberapa rumusan HAM di atas, dapat ditarik kesimpulan tentang beberapa ciri pokok
hakikat HAM yaitu:
HAM tidak perlu diberikan, dibeli ataupun diwarisi. HAM adalah bagian dari manusia secara otomatis.
HAM berlaku untuk semua orang tanpa memandang jenis kelamin, ras, agama, etnis, pandangan
politik atau asal-usul sosial dan bangsa.
HAM tidak bisa dilanggar. Tidak seorangpun mempunyai hak untuk membatasi atau melanggar hak
orang lain. Orang tetap mempunyai HAM walaupun sebuah Negara membuat hukum yang tidak
melindungi atau melanggar HAM (Mansyur Fakih, 2003).
2. Hak pribadi
Dan m[1]acam-macam hak asasi manusia yang pasti dimiliki oleh setiap manusia adalah sebagai
berikut :
1Tim ICCE UIN Jakarta. Demokrasi, Hak Asasi Manusia dan Masyarakat Madani, (Jakarta :
Prenada Media,2003) hal. 199.
2Tim ICCE UIN Jakarta. Loc., cit.. Hal 199.
dilakukan, dimiliki, atau sudah dilakukan. Sedangkan dalam teori Joel Feinberg
dinyatakan bahwa pemberian hak penuh merupakan kesatuan dari klaim yang
absah (keuntungan yang didapat dari pelaksanaan hak yang disertai pelaksanaan
kewajiban). Dengan demikian keuntungan dapat diperoleh dari pelaksanaan hak
bila disertai dengan pelaksnaan kewajiban. Hal itu berarti anatara hak dan
kewajiban merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan dalam perwujudannya.
Karena itu ketika seseorang menuntut hak juga harus melakukan kewajiban.3
John Locke menyatakan bahwa hak asasi manusia adalah hak-hak yang diberikan
langsung oleh Tuhan Yang Maha Pencipta sebagai hak yang kodrati. Oleh
karenanya, tidak ada kekuasaan apapun di dunia yang dapat mencabutnya. Hak ini
sifatnya sangat mendasar (fundamental) bagi hidup dan kehidupan manusia dan
merupakan hak kodrati yang tidak bisa terlepas dari dan dalam kehidupan
manusia.4
Dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia Pasal
1 disebutkan bahwa :
“Hak Asasi Manusia (HAM) adalah seperangkat hak yang melekat pada
hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa
dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi, dan
dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah dan setiap orang demi
kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.
Berdasarkan beberapa rumusan pengertian HAM tersebut, diperoleh suatu
kesimpulan bahwa HAM merupakan hak yang melekat pada diri manusia yang
bersifat kodrati dan fundamental sebagai suatu anugerah Tuhan yang harus
dihormati, dijaga dan dilindungi oleh setiap individu, masyarakat atau negara.
Dengan demikian hakikat penghormatan dan perlindungan terhadap HAM ialah
menjaga keselamatan eksistensi manusia secara utuh melalui aksi keseimbangan
yaitu keseimbangan antara hak dan kewajiban, serta keseimbangan antara
kepentingan perseorangan dan kepentingan umum.5
Upaya menghormati, melindungi, dan menjunjung tinggi HAM, menjadi
kewajiban dan tanggung jawab bersama antara individu, pemerintah, bahkan
negara. Jadi dalam memenuhi dan menuntut hak tidak terlepas dari pemenuhan
kewajiban yang harus dilaksanakan. Begitu juga dalam memenuhi kepentingan
perseorangan tidak boleh merusak kepentingan orang banyak (kepentingan
umum). Karena itu pemenuhan, perlindungan dan penghormatan terhadap HAM
harus diikuti dengan kewajiban asas manusia dan tanggung jawab asasi manusia
dalam kehidupan pribadi, bermasyarakat, dan bernegara.6
digilib.unila.ac.id/2200/8/BAB%20II.pdf
1 Lihat juga Jack Donnely, 2003, Universal Human Rights in Theory and Practice, (Cornell
University Press, Ithaca and London), hlm. 7-21. Bandingkan dengan Eko Riyadi (ed.), 2008,
Hukum Hak Asasi Manusia (PusHAM UII, Yogyakarta) Hlm. 11. Lihat juga Maurice
Cranston. 1973, What are Human Rights?, (Taplinger, New York), hlm. 70.
2 Dalam Rafael Edy Bosko, “Prinsip-prinsip HAM”, salah satu materi dalam Modul Penataran
Hak Asasi Manusia Untuk Guru, dilaksanakan oleh Depdiknas bekerjasama dengan Fakultas
Hukum UGM Yogyakarta, di Bogor, tanggal 5-8 Oktober 2004. Hlm 3.
keuntungan (benefits), yang berdasarkan norma-norma hukum yang ada
seyogyanya dapat diklaim (should be able to claim) sebagai hak oleh individu
atau kelompok kepada masyarakat dimana dia tinggal. Definisi tersebut
menunjukkan kecenderungan HAM sebagai apa yang sudah diatur sedemikian
rupa dalam norma-norma hukum atau peraturan perundang-undangan, namun
sekaligus sesuatu yang dapat diperjuangkan atau dituntut oleh perorangan atau
kelompok sesuai dengan konteks kehidupan masyarakat setempat.
Tidak jauh berbeda dengan Henkin, Osita Eze menyatakan bahwa HAM
merupakan tuntutan atau klaim yang dilakukan oleh individu atau kelompok
kepada masyarakat atau negara, yang sebagiannya telah dilindungi dan dijamin
oleh hukum, dan sebagiannya lagi masih menjadi aspirasi atau harapan di masa
depan.3 Eze memberikan tekanan pada realitas bahwa hak-hak dasar tersebut
belum sepenuhnya dilindungi oleh hukum negara. Dalam perspektif demikian,
pemenuhan HAM yang ideal secara filosofis membutuhkan perjuangan individu
atau kelompok untuk mendapatkan pemenuhan dan perlindungan legal dari
negara.
Frans Magnis-Suseno menekankan dua unsur utama dalam pengertian
HAM. Pertama, bahwa hak-hak itu mendahului penetapan negara. Dalam hal ini
tidak jauh berbeda dengan apa yang dipaparkan Donelly di muka. Kedua, bahwa
hak-hak itu bersifat universal. Universalitas HAM merujuk pada maksud bahwa
HAM berlaku untuk seluruh ras manusia, tanpa melihat apa warna kulitnya, dalam
latar etnis atau suku apa ia lahir, apa agamanya, bagaimana asal-usul
keturunannya, dan sebagainya.4
Dengan spektrum konseptual tersebut, tampak jelaslah bahwa substansi
HAM secara generik diakui sebagai sesuatu yang melekat (inherent) pada
manusia, tidak dapat dicabut dan dipisahkan (inalienable and indivisible), bersifat
3
Ibid. Yang menarik dari pengertian yang diajukan oleh Eze adalah kuatnya penekanan
perspektif
bahwa HAM melibatkan relasi individu-kelompok, perseorangan-masyarakat, atau warga
negara-negara.
4 Keyakinan universalitas HAM mendapat tentangan dari beberapa kelompok filosof dan
politisi
dari beberapa bagian dunia. Penentang universalitas HAM adalah kaum relativis-kulturalis
yang meyakini bahwa HAM sangat terkait dengan konteks social-kultural masyarakat.
Pembahasan mengenai debat pemikiran antara kaum universalis dengan kaum relativis-
kulturalis akan disajikan pada bagian lain Bab ini, pada subbab madzhab pemikiran HAM.
9 Demikian pula halnya ketika Negara tidak kunjung meratifikasi International Covenant on
Civil
and Political Rights dan International Covenant on Economic, Social, and Cultural Rights
yang diadopsi oleh PBB pada tahun 1966, sejatinya dapat dibaca sebagai keengganan
pemerintah dari kewajiban dan tanggung jawab di bidang HAM, paling tidak secara teknis-
formal berupa pemberian annual report kepada PBB. kepada aktivis pro demokrasi
tersebut.10 Bahkan dalam kerangka isu
kemanusiaan, masyarakat internasional menegaskan pentingnya Badan PBB untuk
Investigasi Kejahatan Kemanusiaan di Myanmar.11
Ketiga, HAM merupakan nilai dasar peradaban global. Pasca Perang
Dunia II muncul semacam kesadaran kolektif masyarakat dunia bahwa tatanan
dunia harus diubah agar lebih damai dan mendamaikan. Pengalaman korban
perang yang mengerikan karena penggunaan berbagai produk teknologi
persenjataan yang nir pertimbangan kemanusiaan mendorong komunitas
internasional untuk melakukan pertobatan massal dan mengikatkan diri dalam
komitmen global yang damai dengan nilai-nilai baru berbasis kemanusiaan.
Komitmen masyarakat dunia tersebut diejawantahkan dalam bentuk Deklarasi
Universal Hak Asasi Manusia. Deklarasi tersebut didasarkan pada keyakinan
penuh bahwa hak asasi manusia adalah nilai dasar yang menempatkan
kemanusiaan melampaui berbagai pertimbangan apapun: politik, sosio-ekonomi,
sosio-kultural, kedaulatan negara, dan sebagainya.12
staff.uny.ac.id/sites/default/files/pendidikan/halili-spd-ma/buku-ajar-pendidikan-ham-bab-
awal-dan-bab-i.pdf