You are on page 1of 14

Pemahaman tentang TB Paru

A. Pengertian TB
Tuberculosis (TB) ialah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis, terutama menyerang parenkim paru. TB dapat juga
ditularkan ke bagian tubuh lainnya, termasuk meningens, ginjal, tulang dan nodus
limfe. Tb merupakan masalah kesehatan masyarakat di seluruh dunia. Angka
mortalitas dan morbiditasnya terus meningkat. Tb sangat erat kaitannya dengan
kemiskinan, malnutrisi, tempat kumuh, perumahan di bawah standard dan perawatan
kesehatan yang tidak adekuat.

B. Etiologi
Penyebab penyakit tuberculosis adalah kuman tahan asam aerobik Mycobacterium
Tuberculosis, sejenis kuman berbentuk batang dengan ukuran panjang 1 – 4/Um dan
tebal 0,3 – 0,6/Um yang tumbuh lambat dan sensitive terhadap panas dan ultraviolet
Spesies lain kuman ini yang dapat menginfeksi manusia adalah M. Kansasii, M.
Intetrcelluler, M. Bovis dan M. Avium. Sebagian besar kuman terdiri dari asam lemak
(lipid). Lipid inilah yang membuat kuman tahan lebih asam dan lebih tahan terhadap
gangguan kimia dan fisik.

C. Penularan dan Faktor Risiko


TB ditularkan dari orang ke orang oleh transmisi melalui udara. Individu terinfeksi,
melalui berbagai cara: batuk, bersin,tertawa dan bernyanyi melepaskan droplet yang
besar dan kecil. Droplet yang besar menetap, sementara droplet yang kecil tertahan di
udara dan terhirup oleh individu yang rentan. Individu yang berisiko tinggi tertular
TB adalah:
 Individu yang kontak langsung dengan penderita TB aktif
 Individu imunosupresif (lansia, pasein kanker, pasien HIV)
 Penggunaan obat-obat IV dan alcoholic
 Individu dengan penyakit lain (DM, gagal ginjal kronis, penyimpangan gizi)
 Individu yang tinggal di perumahan kumuh
 Petugas kesehatan
Risiko untuk tertular TB juga tergantung pada banyaknya organisme yang
terdapat di udara.

D. Patofisiologis TB
Penyebab penyakit tuberculosis adalah kuman tahan asam aerobik Mycobacterium
Tuberculosis, sejenis kuman berbentuk batang dengan ukuran panjang 1 – 4/Um dan tebal
0,3 – 0,6/Um yang tumbuh lambat dan sensitive terhadap panas dan ultraviolet. Spesies
lain kuman ini yang dapat menginfeksi manusia adalah M. Kansasii, M. Intetrcelluler, M.
Bovis dan M. Avium
Sebagian besar kuman terdiri dari asam lemak (lipid). Lipid inilah yang membuat
kuman tahan lebih asam dan lebih tahan terhadap gangguan kimia dan fisik. Sifat lain dari
kuman ini adalah aerob yang menyukai daerah yang banyak oksigin, dalam hal ini lebih

1
menyenangi daerah yang tinggi kandunagn oksiginnya yaitu. daerah apikal paru, daerah
ini yang menjadi prediksi pada penyakit Tuberkulosis
Apalagi bila bakteri ini berada dalam keadaan yang bersifat dormant. Dalam keadaan
dormant bakteri ini dapat hidup dalam keadaan kering,cuaca dingin bahkan dalam lemari
es sekalipun dormant ini dapat hidup bertahun-tahun. Dari bentuk dormant, bakteri ini
dapat berkembang lagi menjadi bentuk aktif yang bisa menyebabkan penyakit
tuberkulosis. Oleh sebab itu maka bakteri ini lebih banyak menyebabkan penyakit di
daerah paru. Juga bakteri ini dalam jaringan bersifat parasit intraseluler dalam sitoplasma
makrofag. Makrofag yang pada awalnya memfagositnya malah menjadi tempat yang
paling disukainya karena makrofag mengandung banyak lipid. Suatu kondisi yang khas
dari penyakit ini adalah adanya nodul yang khas berbentuk tuberkel.
Penyebaran basil tuberkel dapat ditransmisikan lewat kominikasi dari orang ke orang
lain dan dari minuman susu yang telah terinfeksi. Kebanyakan penyebarannya melalui
inhalasi udara (airbone) melalui percikan dahak dari batuk, bersin, atau bicara. Basil
tuberkel yang mencapai permukaan alveolus biasanya diinhalasi sebagai suatu unit yang
terdiri dari 1-3 basil; gumpalan basil yang lebih besar cenderung tertahan di saluran
hidung dan cabang bronkus dan tidak menyebabkan penyakit. (Price,Sylvia,h.754,1992
dikutip dari Dennerberg,1981).
Droplet nuclei yang berukuran kecil (2u – 10u) akan menetap (tertahan) di udara dan
hidup sampai berjam-jam. Ketika kuman terhirup, kuman akan terus berjalan dan siap
menyampaikan ke filter hidung dan mukosilier pertahanan jalan nafas untuk disampaikan
ke alveoli. (Woods, Patrick,H.371,1996).
M. Bovis, adalah salah satu jenis lain dari M. Tuberculosis yang masuk melalui
saluran pencernaan dan penyebarannya melalui susu yang terkontaminasi. Akan tetapi di
USA, dengan luasnya pasteurisasi susu dan deteksi penyakit pada sapi perah, tuberculosis
bovin ini jarang terjadi. (Price,Sylvia,h.754,1992).

Fase-fase manifestasi klinis tuberculosis:


□ Dimulai dengan fase asimptomatis dengan lesi yang hanya dapat
□ Dideteksi secara radiologik.
□ Berkembang menjadi plitis yang jelas kemudian mengalami stagnasi atau regresi
□ Eksaserbasi memburuk
□ Dapat berulang kemudian menjadi menahun

Adanya kuman M. Tuberculosis

Terhirup oleh individu yang rentan ---- terinfeksi

Bakteri dipindahkan melakui jalan nafas ke alveoli

Bakteri terkumpul & Memperbanyak diri di alveoli

Sistem immum tubuh berespon dengan melakukan reaksi inflamasi

2
Fagosit (neutrofil & makrofag) Limfosit spesifik TB melisis
Menelan banyak bakeri (menghancurkan) basil dan jaringan normal

Timbul penumpukan eksudat dalam alveoli (granulomas)


(10-20 hari)

Granulomas dikelilikgi oleh makrofag membentuk dinding protektif

Granulomas diubah menjadi jaringan fibrosa (bagian sentral disebut : tuberkel Ghon)

Mengalami nekrotik Pencairan --- timbul kavitas


Membentuk massa seperti
keju (nekrosis kaseosa)

Mengalami kalsifikasi skar kolagenosa

Bakteri dorman Penyakit aktif

Bakteri dorman Penyakit aktif


(tanpa perkembangan peny. aktif) (oleh karena: inadequat respon sistem
imun, infeksi ulang, aktivasi bakteri
dorman)

Tuberkel Ghon memecah, melepaskan bahan spt keju ke dalam bronkhi

Proses dihentikan - Bakteri menyebar ke udara, penyebaran


(penyebaran dengan lambat mengarah penyakit jauh
kebawah / ke hilum paru-paru kemudian - Tuberkel sembuh ----- bentuk jaringan
meluas ke lobus yang berdekatan parut ----- paru-paru membengkak -----
bronkopneumonia bertambah dan
tuberkel makin banyak.

Infeksi Primer
Penyebaran melalui droplet (bakteri berukuran 1 – 5 m) dan melalui saluran pernafasan
ke alveoli - infeksi primer
(Biasanya pada apeks paru atau kadang dengan lapisanpleura dibagian bawah lobus atas,
infeksi primer sulit dikenali dengan foto rontgen karena ukurannya sangat kecil)

3
Terbentuk area bronkopnemonia yang kecil di area infeksi primer
(Sel imun berespon dengan melakukan reaksi inflamasi yang mengakibatkan
penumpukan eksudat dalam alveoli yang menyebabkan bronkopneumonia)
Sebelum system imun mulai aktif, banyak dari baksil yang selamat dari sel
makrofag dan menyebar ke bagian bronkus yang lain atau ke bagian tubuh lain
melalui saluran limfe.
Infeksi primer ini akan dapat atau tidak mengalami proses nekrosis degeneratif
yang menghasilkan suatu kavitas yang berisi cairan yang bentuknya seperti keju
dan disebut perkejuan.
Cairan perkejuan akan dikeluarkan melalui percabangan bronkus dan dapat
dibatukkan saat pasien batuk. Ruang kososng stelah perkejuan dibatukkan akan
terlihat cavitas pada rontgen.
Kebanyakan infeksi primer akan sembuh dalam beberapa bulan dengan
membentuk jaringan fibrosis yang akirnya membentuk lesi (kompleks Ghon)
Lesi ini dapat berisi baksil yang masih hidup yang dapat diaktivasi apabila daya
tahan tubuh pasien menurun dan dapat menyebabkan infeksi sekunder
Sebelum infeksi sekunder terjadi, infeksi primer terlebih dahulu membuat tubuh
membentuk reaksi alergi terhadap baksil tuberkel dan protein dari baksil tsb.
Reaksi dari sel imun “mediated” tsb tergambar pada pemeriksaan tuberkulin

Infeksi Sekunder
Infeksi sekunder adalah fase infeksi TB yang dimulai/diawali dengan reaktivasi
infeksi primer atau reinfeksi sebelum penderita terpapar. Seringkali penyebab infeksi
sekunder adalah reinfeksi dan pertumbuhan basil yang dorman. Terhirupnya basil tuberkel
menyebabkan infeksi sekunder, sejak infeksi awal dengan adanya basil tuberkel yang
memberikan kekuatan imun yang lebih. Infeksi ini dapat menyebabkan kerusakan pada
jaringan paru, kapasitas vital dan penurunan volume paru. Tekanan O2 arteri yang sering
melemah menandakan adanya kerusakan paru, dan mengindikasikan panurunan perfusi
dan penurunan ventilasi. Ekstra Pulmonary TB ketika infeksi TB terjadi di luar paru,
prosesnya ada kemiripan dengan formasi tuberkel dan terjadinya nekroses kaseosa. Pada
ginjal, lesi dapat terjadi di korteks. Adanya lesi pada CNS menimbulkan tuberculoma atau
adanya meningitis. Skeletal tuberkulosis dapat menimbulkan arthritis dan osteomyelitis.

E. Gejala klinis pada penderita TB


Gambaran klinik TB paru dapat dibagi menjadi 2 golongan, gejala respiratorik dan
gejala sistemik:
1. Gejala respiratorik, meliputi:
a. Batuk:
Gejala batuk timbul paling dini dan merupakan gangguan yang paling sering
dikeluhkan. Mula-mula bersifat non produktif kemudian berdahak bahkan bercampur
darah bila sudah ada kerusakan jaringan.
b. Batuk darah:

4
Darah yang dikeluarkan dalam dahak bervariasi, mungkin tampak berupa garis
atau bercak-bercak darak, gumpalan darah atau darah segar dalam jumlah sangat
banyak. Batuk darak terjadi karena pecahnya pembuluh darah dan terjadinya iritasi
pada bronkus. Berat ringannya batuk darah tergantung dari besar kecilnya pembuluh
darah yang pecah. Batuk ini diperlukan untuk membuang produk-produk radang
keluar. Sifat batuk dimulai dari batuk kering (nonproduktif) kemudian setelah timbul
peradangan menjadi produktif (menghasilkan sputum). Keadaan yang lanjut adalah
berupa batuk darah karena ada pembuluh darah yang pecah.
c. Sesak napas:
Penyakit yang ringan (baru tumbuh) belum dirasakan sesak nafas.Gejala ini
ditemukan bila kerusakan parenkim paru sudah luas atau karena ada hal-hal yang
menyertai seperti efusi pleura, pneumothorax, anemia dan lain-lain.
d. Nyeri dada:
Nyeri dada pada TB paru termasuk nyeri pleuritik yang ringan. Gejala ini
timbul apabila sistem persarafan di pleura terkena. Terjadi gesekan kedua pleura
sewaktu klien menarik dan melepaskan nafasnya.
2. Gejala sistemik, meliputi:
a. Demam:
Merupakan gejala yang sering dijumpai biasanya timbul pada sore dan malam
hari mirip demam influenza, hilang timbul dan makin lama makin panjang
serangannya sedang masa bebas serangan makin pendek. Keadaan ini sangat
dipengaruhi oleh daya tahan pasien dan berat ringannya infeksi kuman TB yang
masuk.
b. Gejala sistemik lain:
Gejala sistemik lain ialah keringat malam, anoreksia, penurunan berat badan
serta malaise. Timbulnya gejala biasanya gradual dalam beberapa minggu-bulan, akan
tetapi penampilan akut dengan batuk, panas, sesak napas walaupun jarang dapat juga
timbul menyerupai gejala pneumonia.
3. Gejala klinis Haemoptoesis:
Kita harus memastikan bahwa perdarahan dari nasofaring dengan cara membedakan
ciri-ciri sebagai berikut :
1. Batuk darah
Darah dibatukkan dengan rasa panas di tenggorokan
Darah berbuih bercampur udara
Darah segar berwarna merah muda
Darah bersifat alkalis
Anemia kadang-kadang terjadi
Benzidin test negatif
2. Muntah darah
Darah dimuntahkan dengan rasa mual
Darah bercampur sisa makanan
Darah berwarna hitam karena bercampur asam lambung
Darah bersifat asam
Anemia sering terjadi

5
Benzidin test positif
3. Epistaksis
Darah menetes dari hidung
Batuk pelan kadang keluar
Darah berwarna merah segar
Darah bersifat alkalis
Anemia jarang terjadi

F. Klasifikasi
Klasifikasi TB Paru dibuat berdasarkan gejala klinik, bakteriologik, radiologik dan
riwayat pengobatan sebelumnya. Klasifikasi ini penting karena merupakan salah satu
faktor determinan untuk menetapkan strategi terapi.
Sesuai dengan program Gerdunas P2TB klasifikasi TB Paru dibagi sebagai berikut:
a. TB Paru BTA Positif dengan kriteria:
1. Dengan atau tanpa gejala klinik
2. BTA positif: mikroskopik positif 2 kali, mikroskopik positif 1 kali disokong
biakan positif satu kali atau disokong radiologik positif 1 kali.
3. Gambaran radiologik sesuai dengan TB paru.
b. TB Paru BTA Negatif dengan kriteria:
1. Gejala klinik dan gambaran radilogik sesuai dengan TB Paru aktif
2. BTA negatif, biakan negatif tetapi radiologik positif.
c. Bekas TB Paru dengan kriteria:
1. Bakteriologik (mikroskopik dan biakan) negatif
2. Gejala klinik tidak ada atau ada gejala sisa akibat kelainan paru.
3. Radiologik menunjukkan gambaran lesi TB inaktif, menunjukkan serial foto yang
tidak berubah.
4. Ada riwayat pengobatan OAT yang adekuat (lebih mendukung).

Dari sistem lama diketahui beberapa klasifikasi seperti :


a. Pembagian secara patologis :
- Tuberculosis primer ( Child hood tuberculosis )
- Tuberculosis post primer ( Adult tuberculosis )
b. Pembagian secara aktifitas radiologis :
- Tuberculosis paru ( Koch pulmonal ) aktif, non aktif dan quiesent ( batuk aktif yang
mulai sembuh )
c. Pembagian secara radiologis ( Luas lesi )
- Tuberculosis minimal  Terdapat sebagian kecil infiltrat non kapitas pada satu paru
maupun kedua paru, tapi jumlahnya tidak melebihi satu lobus paru.
Moderateli advanced tuberculosis. Ada kapitas dengan diameter tidak lebih dari 4 cm.
Jumlah infiltrat bayangan halus tidak lebih dari satu bagian paru. Bila bayangannya
kasar tidak lebih dari satu pertiga bagian satu paru.
- For advanced tuberculosis Terdapat infiltrat dan kapitas yang melebihi keadaan
pada moderateli advanced tuberculosis.

6
Berdasarkan terapi WHO membagi tuberculosis menjadi 4 kategori :
a. Kategori I ditujukan terhadap kasus baru dengan sputum positif dan kasus baru
dengan batuk TB berat.
b. Kategori II ditujukan terhadap kasus kambuh dan kasus gagal dengan sputum BTA
positf
c. Kategori III ditujukan terhadap kasus BTA negatif dengan kelainan paru yang tidak
luas dan kasus TB ekstra paru selain dari yang disebut dalam kategori I.
d. Kategori IV ditujukan terhadap TB kronik

G. Komplikasi
1. TB milier
Bila kompleks gohn menyebar melalui pembuluh darah, sejumlah besra organisme
berinvasi kealiran darah dan menyebar keseluruh organ tubuh (TB hematogen). Pasien
munkin mengalami sakit yang akut dengan demam, dispnea, dan sianosis atau sakit
kronik dengan manifestasi sistemik seperti BB turun, demam dan gangguan GI, juga
tampak hepatomegali, splenomegali dan limfadenopati general.
2. Efusi pleura
Disebabkan pelepasan dari material kaseosa kedalam rongga pleura. Hal ini merangsang
inflamasi dan menghasilkan eksudat di pleura.
3. Pneumonia TB
Terjadi akibat bacillus tuberkel dalam jumlah besar berpindah dari lesi nekrotik cair
kedalam paru atau nodul limfe.
4. Kor Pulmonal
Akibat kerusakan paru yang luas lama lama akan menimbulkan jaringan fibrosis. Dengan
adanya fibrosis di paru selanjutnya timbul penyakit paru obstruktif menahun. Akibatnya
timbul gagal jantung kanan.
5. TB ekstra paru.
Kuman TB menyebar melalui hematogen ke organ organ otak, tulang, hepar, kulit, ginjal,
saluran cerna.

H. Pengobatan
1. Prinsip pengobatan tuberkulosis
a. Aktivitas obat.
Terdapat 2 macam sifat obat terhadap tuberkulosis yaitu :
1) Aktivitas bakterisid.
Obat jenis ini bersifat membunuh kuman-kuman yang sedang bertumbuh
(metabolismenya masih aktif).Aktivitas bakterisid diukur dari kecepatan obat
tersebut membunuh dan melenyapkan kuman.
2) Aktivitas sterilisasi.
Obat ini bersifat membunuh kuman-kuman yang pertumbuhannya lambat
(metabolismenya kurang aktif). Aktifitas obat ini diukur dari angka kekambuhan
setelah pengobatan dihentikan.

7
Hampir semua obat anti tuberkulosis mempunyai sifat bakterisid kecuali etambutol
dan tiasetazon. Kedua obat tersebut bersifat bakteriostatik yang berfungsi sebagai
pencegah terjadinya resistensi kuman terhadap obat.
b. Panduan obat.
Jenis obat yang dipakai:
1) Obat primer: Isoniazid, Rifampisin, Pirazinamid, Streptomisin, Etambutol.
2) Obat sekunder: Etionamid, Protionamid, Sikloserin, Kanamisin, P.A.S (Para Amino
Salicyclic acid), Tiasetazon, Viomisin, Kapreomisin.

Sebelum ditemukannya rifampisin, pengobatan tuberkulosis adalah menggunakan


pengobatan dengan sistem jangka panjang yaitu:
INH (H) + strepyomisin (S) + PAS atau etambutol (E) tiap hari dengan fase initial
selama 1 – 3 bulan kemudian dilanjutkan dengan :
INH + Etambutol atau PAS selama 12 – 18 bulan

Namun setelah ditemukan rifampisin panduan obat menjadi:


INH + rifampisin + streptomisin atau etambutol setiap hari (fase initial) dan
diteruskan dengan INH + rifampisin dan etambutol (fase lanjut)
Kemudian berkembang jadi menjadi terapi jangka pendek, dimana diberikan:
INH + rifampisin + streptomisin atau etambutol atau pirazinamid setiap hari
sebagai fase initial selama 1 – 2 bulan, kemudian dilanjutkan dengan :
INH + rifampisin atau etambutol atau streptomisin 2 – 3 kali seminggu selama 4 – 7
bulan. Sehingga lama pengobatan keseluruhan menjadi 6 – 9 bulan.
Adapun beberapa keuntungan dengan pemberian terapi jangka pendek adalah:
1) Waktu pengobatan lebih dipersingkat.
2) Biaya keseluruhan untuk pengobatan menjadi lebih rendah.
3) Jumlah penderita yang membangkang menjadi berkurang.
4) Tenaga pengawas pengobatan menjadi lebih hemat/ efisien.

c. Dosis Obat
1) Obat-obatan primer.
a) Isoniazid
Mekanisme kerja : Menghancurkan metabolisme DNA dari tuberkel bakteri.
Efek samping : Neuritis perifer, hepatotoksik, hipersensitifitas, neuritis
optik.
Dosis : Perhari 5 – 10 mg/kg sampai maksimal 300 mg per oral atau
IM; 2x/minggu 15 mg/kg per oral atau IM.
Interaksi obat : Tidak sinergis dengan phenithoin.
Sifat obat : Bakterisid terhadap ekstra sel dan intrasel organisme.
Pencegahan Efek samping : Pyridoxin 10 mg sebagai propilaksis untuk neuritis dan
50 – 100 mg sebagai pengobatan.
b) Rifampisin.
Mekanisme kerja : Mempunyai efek spektrum yang luas, menghambat
polymerase RNA dari tuberkel bakteri.

8
Efek samping : Hepatitis, reaksi demam, gangguan saluran pencernaan,
neuropati perifer, hipersensitifitas.
Dosis : Perhari 10 mg/kg sampai maksimal 600 mg mg per oral.
2x/minggu 10 mg/kg sampai 600 mg per oral.
Interaksi obat : Rifampisin menghambat efek kontrasepsi oral, quinidine dan
kortikosteroid. Selain itu rifampisin juga merusak penyerapan
metadon, digoxin, obat penurun gula darah dan PAS.
Sifat obat : Bakterisid terhadap semua populasi bakteri, memberikan
perubahan warna pada kontak lensa dan menyebabkan urine
berwarna orange.
c) Etambutol.
Mekanisme kerja : Menghambat sintesis RNA dan bakteriostatik untuk tuberkel
bakteri.
Efek samping : Kemerahan pada kulit, gangguan saluran pencernaan,
kelemahan, neuritis perifer, neuritis optik.
Dosis : Perhari 15 – 25 mg/kg per oral.
2x/minggu 50 mg/kg per oral.
Sifat obat : Bakteriostatik terhadap intrasel dan ekstra sel bakteri.
Terutama dipakai untuk mencegah resistensi. Perlu perhatian
ketat bila diberikan pada pasien dengan kerusakan ginjal dan
mata.
d) Streptomysin.
Mekanisme kerja : Menghambat sintesis protein dan bakterisid.
Efek samping : Kerusakan pada mata (yaitu kerusakan pada syaraf ke VIII),
kerusakan ginjal dan hipersensitifitas.
Dosis : Perhari 15 – 20 mg/kg sampai maksimal 1 gr IM.
2x/minggu 25 – 30 mg/kg IM.
Interaksi obat : Potensial menyebabkan kelumpuhan yang lama akibat adanya
bloking pada agen neuromuskular.
Sifat obat : Bakterisid untuk ekstra seluler bakteri. Perlu perhatian ketat
bila diberikan pada orang lanjut usia atau pada orang dengan
gangguan renal.
e) Pyrazinamid.
Mekanisme kerja : Efek bakterisid tapi mekanisme secara spesifik belum
diketahui.
Efek samping : Demam, kemerahan pada kulit, joundice dan hiperuricemia.
Dosis : Perhari 15 – 30 mg/kg sampai maksimal 2 gr per oral.
2x/minggu 50 – 70 mg/kg per oral.
Sifat obat : Bakterisid untuk intraseluler bakteri lebih efektif bila
dikombinasikan dengan aminoglikosida.

2) Obat-obatan sekunder.
a) Etionamid.
Mekanisme kerja : Menghambat sintesis protein.

9
Efek samping : Gangguan saluran pencernaan, kerusakan hati,
hipersensitifitas.
Dosis : Perhari 15 – 30 mg/kg sampai maksimal 1 gr per oral.
Sifat obat : Bakteriostatik terhadap intrasel dan ekstrasel bakteri,
mempunyai rasa seperti logam, jangan diberikan pada wanita
hamil.
b) Capreomisin
Mekanisme kerja : Menghambat sintesa protein dan bakterisid.
Efek samping : Kerusakan mata dan ginjal.
Dosis : Perhari 15 – 30 mg/kg sampai 1 gr IM.
Interaksi obat : Potensial menyebabkan kelumpuhan yang lama akibat adanya
bloking pada agen neuromuskular.
Sifat obat : Bakterisid terhadap ekstraseluler bakteri dalam kavitas Perlu
perhatian ketat bila diberikan pada orang lanjut usia atau pada
orang dengan gangguan renal.
c) Kanamisin.
Mekanisme kerja : Menghancurkan sintesa protein.
Efek samping : Kerusakan mata dan ginjal.
Dosis : Perhari 15 – 30 mg/kg sampai maksimal 1 gr IM.
Interaksi obat : Potensial menyebabkan kelumpuhan yang lama akibat adanya
bloking pada agen neuromuskular.
Sifat obat : Bakterisid terhadap ekstraseluler bakteri. Perlu perhatian ketat
bila diberikan pada orang lanjut usia atau pada orang dengan
gangguan renal.
d) Asam Para Amino Siklik.
Mekanisme kerja : Menghancurkan metabolisme dari tuberkel bakteri.
Efek samping : Gangguan saluran pencernaan, hipersensitifitas dan kerusakan
hati.
Dosis : Perhari 150 mg/kg sampai maksimal 12 gr per oral.
Sifat obat : Bakteriostatik hanya terhadap ekstraseluler bakteri. Paling
sering memberikan efek samping pada saluran pencernaan.
e) Seromysin.
Mekanisme kerja : Menghambat sintesis dinding sel.
Efek samping : Gangguan kepribadian, psikosa dan kemerahan pada kulit.
Dosis : 10 – 20 mg/kg sampai maksimal 1 gr per oral.
Interaksi obat : Sebagai pencetus masalah psikiatri.

Dalam pengobatan tuberculosis sering kali terdapat kegagalan dalam pengobatan.


Sebab-sebab kegagalan pengobatan tersebut diantaranya adalah:
1) Obat. Kegagalan dikarenakan:
Panduan obat tidak adekuat.
Dosis obat tidak cukup.
Minum obat tidak teratur/tidak sesuai dengan petunjuk yang diberikan.
Jangka waktu pengobatan kurang dari semestinya.

10
Terjadinya resistensi obat.
2) Drop out. Kegagalan karena :
Kekurangan biaya pengobatan.
Merasa sudah sembuh.
Malas berobat/kurang motivasi.
3) Penyakit. Kegagalan karena:
Lesi paru yang sakit terlalu luas/sakit berat.
Penyakit lain yang menyertai tuberkulosis seperti diabetes melitus,
alkoholisme dan lainnya.
Adanya gangguan imunologis.

Sedangkan penanggulangan terhadap kasus-kasus yang gagal ini adalah :


1) Terhadap penderita yang sudah berobat secara teratur :
Menilai kembali apakah panduan obat sudah adekuat mengenai dosis dan cara
pemberiannya.
Lakukan pemeriksaan uji kepekaan/tes resistensi kuman terhadap obat.
Bila sudah dicoba dengan obat-obatan yang masih peka, tapi ternyata gagal juga
maka pertimbangkan terapi dengan pembedahan terutama pada penderita dengan
kavitas atau destroyed lung.
2) Terhadap penderita dengan riwayat pengobatan tidak teratur.
Teruskan pengobatan lama selama + 3 bulan dengan evaluasi bakteriologis tiap-
tiap bulan.
Nilai kembali tes resistensi kuman terhadap obat.
Bila ternyata terdapat resistensi terhadap obat, ganti dengan panduan obat yang
masih sensitif.

d. Pengobatan pembedahan
Indikasi terapi bedah saat ini adalah:
Penderita dengan sputum BTA tetap positif (persisten) setelah pengobatan diulangi.
Penderita dengan batuk darah masif atau berulang.
e. Pengobatan pada penderita kambuh.
Berikanlah pengobatan yang sama dengan pengobatan pertama.
Lakukan pemeriksaan bakteriologis optimal yakni periksa sputum BTA
mikroskopis langsung 3 kali, biakan dan resistensi.
Evaluasi secara radiologis luasnya kelainan paru.
Identifikasi adakah penyakit lain yang memberatkan tuberkulosis seperti diabetes
melitus, alkoholisme atau pemberian kortikosteroid yang lama.
Sesuaikanlah obat-obat dengan hasil tes kepekaan/resistensi.
Nilai kembali secara ketat hasil pengobatan secara klinis, radiologis dan
bakteriologis tiap-tiap bulan.

11
Pengelolaan “program WHO” dan individu:
o Kategori I
BTA (+) & penderita sakit berat atau BTA (-) dan kelainan paru luas, TB usus dll :
- Fase Intensif : 2 HRZS (E) selama 2 bulan, jika BTA masih (+) diperpanjang 1
bulan
- Fase lanjutan : 4 HR atau 4 H3R3 selama 6 – 7 bulan
o Kategori II
BTA (+) pernah dapat OAT, kasus putus OAT, relaps, perlu kultur, resiko resisten
- Fase intensif : 2HRZES / 3HRZE
- Fase lanjutan : 3HRZE
o Kategori III
Seperti kategori I, individu muda
- Fase intensif : 2HRZ / 2H3R3Z3 selama 2 bulan
- Fase lanjutan : 4 HRZ / 2H3R3Z3 selama 4 bulan
o Kategori IV
Seperti kategori III, tetapi ulang dengan efektif
- Isoniazid seumur hidup

Pengkajian Utama pada TB Paru


Pengkajian utama pada pasien TB Paru (Doegoes, 1999):
Pengkajian Meliputi
1. Aktivitas /Istirahat Kelemahan umum dan kelelahan
Sulit tidur dengan demam/keringat malam
Mimpi buruk
Takikardia, takipnea/dispnea
Kelemahan otot, nyeri dan kaki
2. Makanan/Cairan Kehilangan nafsu makan
Ketidaksanggupan mencerna
Kehilangan berat badan
Turgor kulit buruk, kering, kelemahan otot, lemak subkutan
tipis
3. Nyaman/nyeri Nyeri dada saat batuk
Memegang area yang sakit
Perilaku distraksi
4. Pernapasan Batuk (produktif/non produktif)
Napas pendek
Riwayat tuberkulosis
Peningkatan jumlah pernapasan.
Gerakan pernapasan asimetri
Perkusi: dullness, penurunan fremitus pleura terisi cairan
Suara napas: ronkhi
Spuntum: hijau/purulen, kekuningan, merah
5. Kemanan/Keselamatan Adanya kondisi imunosupresi: kanker, AIDS, HIV positif
Demam pada kondisi akut
6. Interaksi Sosial Perasaan terisolasi/ditolak.

12
7. Integritas Ego Perasaan tak berdaya/putus asa.
Faktor stress: baru/lama.
Perasaan butuh pertolongan
Perasaan menolak
Cemas, iritable.

Pengkajian lain yang perlu diperhatikan antara lain:


 Kaji apakah klien mengalami pembesaran nodus limfe dan rasa nyeri yang
menyertai.
 Kaji pola hidup klien terkait dengan perkembangan patofisiologi TB (misalnya
pasien biasa merokok).
 Kaji kesiapan emosional dan persepsi serta pengetahuan klien tentang TB.
 Kaji pengobatan yang pernah/sedang dijalankan klien.

Selain pengkajian yang telah disebutkan di atas, ada pula pengkajian penunjang pada
pasien TB Paru. Pengkajian penunjang tersebut antara lain:
a. Sputum Culture: Positif untuk Mycobacterium tuberkulosa pada stadium aktif
b. Ziehl Neelsen (Acid-fast Staind applied to smear of body fluid) : positif untuk
BTA
c. Skin Test (PPD, Mantoux, Tine, Vollmer Patch): reaksi positif (area indurasi 10
mm atau lebih, timbul 48 – 72 jam setelah injeksi antigen intradermal)
mengindikasikan infeksi lama dan adanya antibodi tetapi tidak mengindikasikan
penyakit sedang aktif.
d. Chest X-Ray: dapat memperlihatkan infiltrasi kecil pada lesi awal di bagian paru-
paru bagian atas, deposit kalsium pada lesi primer yang membaik atau cairan pada
effusi. Perubahan mengindikasikan TB yang lebih berat dapat mencakup area
berlubang dan fibrous.
e. Histologi atau Culture jaringan (termasuk kumbah lambung, urine dan CSF, biopsi
kulit). Hasil positif untuk mycobacterium tuberkulosa.
f. Needle Biopsi of Lung Tissue: positif untuk granuloma TB, adanya sel-sel besar
yang mengindikasikan nekrosis.
g. Elektrolit: mungkin abnormal tergantung dari lokasi dan beratnya infeksi,
misalnya hiponatremia mengakibatkan retensi air, mungkin ditemukan pada TB
paru kronik lanjut.
h. ABGs: mungkin abnormal, tergantung lokasi, berat dan sisa kerusakan paru.
i. Bronchografi: merupakan pemeriksaan khusus untuk melihat kerusakan bronchus
atau kerusakan paru karena TB.
j. Pemeriksaan darah: lekositosis, LED meningkat.
k. Test Fungsi Paru: VC menurun, Dead Space meningkat, TLC meningkat dan
menurunnya saturasi oksigen yang merupakan gejala sekunder dari
fibrosis/infiltrasi parenchim paru dan penyakit pleura.

Masalah dan Rencana Keperawatan pada Pasien TB Paru


Lampiran

13
Peran Perawat

Peran educator perawat pada kasus penyakit TB merupakan usaha memberikan


pendidikan kesehatan yang bertujuan untuk menyembuhkan penderita, mencegah
kematian, mencegah kekambuhan dan menurunkan tingkat penularan. Peran tersebut
antara lain:
a. Perawat menjelaskan tentang TB Paru (pengertian, penyebab, tanda dan
gejala, cara penularan).
b. Perawat menjelaskan pencegahan penularan TB Paru.
c. Perawat menjelaskan perawatan yang harus dilakukan keluarga pada penderita
TB Paru.
d. Perawat menjelaskan tujuan pengobatan, cara minum obat dengan teratur dan
benar, efek samping obat, serta tempat berobat (pemanfaatan fasilitas).
e. Perawat menjelaskan komplikasi dari TB, motivasi keluarga dalam mengambil
keputusan untuk merawat anggota keluarga dengan TB.
f. Perawat mengajarkan cara membuang sputum dengan sputum pot.
g. Perawat menjelaskan keluarga tentang modifikasi lingkungan seperti: ajarkan
klien untuk jemur kasur bekas penderita secara teratur 1 minggu 1x, buka
jendela lebar-lebar agar udara segar dan sinar matahari dapat masuk.
h. Perawat menjelaskan tentang diet tinggi kalori dan tinggi protein (TKTP).
i. Perawat mengarahkan pasien tentang pola hidup sehat, seperti tidak merokok,
tidak minum alcohol, dll.
j. Perawat menyarankan anggota keluarga ikut aktif memperhatikan penderita
minum obat teratur dan benar (DOTS).

Daftar Pustaka
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2008. Pedoman Nasional Penanggulangan
Tuberkulosis, Cetakan VI, Jakarta.
Doenges Marilyn E. (1999).Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk perencanaan
dan pendokumentasian perawatan pasien. (Edisi III). Jakarta: EGC Potter, Patricia A. (2005).
Buku ajar fundamental keperawatan volume 2. Jakarta: EGC
Price, Sylvia A., Wilson, Lorraine M. Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit.
Jakarta: EGC
Smeltzer, Suzanne C. Keperawatan medical bedah volume 1. Jakarta: EGC
“Asuhan KeperawatanKeluarga”.http://www.rafani.co.cc/2010/02/konsep-asuhan-
keperawatan-keluarga.html.(tanggal akses : Jumat, 19 Februari 2009, pukul : 10.30 WIB)

14

You might also like