You are on page 1of 10

Pemeliharaan Cacing Sutera (Tubifex sp) dengan Dosis Pupuk yang

Berbeda pada Sistem Resirkulasi

Selamat Hidayat 1). Iskandar Putra 2). Mulyadi 2)


Fakultas Perikanan dan Kelautan

Abstrak
Cacing sutera merupakan salah satu jenis pakan alami yang disukai larva ikan karena
mengandung nutrisi yang bagus untuk pertumbuhan larva ikan. Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui jumah pupuk yang tepat serta penerapan sistem resirkulasi terhadap
pertumbuhan cacing sutera. Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 29 Juli sampai 18
September 2016 yang bertempat di laboratorium lapangan Fakultas Perikanan dan Kelautan
Universitas Riau. Media yang digunakan adalah berupa lumpur waduk, dedek halus, ampas
tahu, kotoran ayam dan EM4. Sedangkan bahan yang digunakan adalah cacing sutera yang di
peroleh dari pengumpul. Metode eksperimen yang digunakan adalah rancangan acak
lengkap (RAL) satu faktor dengan 3 taraf perlakuan dan 3 kali pengulangan. Perlakuan yang
digunakan : P0 : tanpa menggunakan pupuk kotoran ayam, P1 : 500 g pupuk kotoran
ayam/0,098 m2, P2 : 600 g pupuk kotoran ayam/0,098 m2, dan P3: 700 g pupuk kotoran
ayam/0,098 m2. Data yang diamati adalah pertumbuhan bobot biomassa, rata-rata panjang,
dan kualitas air. Hasil penelitian ini dengan perlakuan pemberian pupuk kotoran ayam yang
berbeda berpengaruh sangat significant (P<0,05) terhadap pertumbuhan bobot biomassa
cacing sutera. Biomassa tertinggi terdapat pada perlakuan P3 (700 g pupuk kotoran
ayam/0,098 m2) sebanyak 69 g. Sedangkan untuk rata-rata panjang, pemberian pupuk
kotoran ayam yang berbeda tidak berpengaruh significant (P>0,05). Rata-rata panjang yang
tertinggi terdapat pada perlakuan P2(1,83 cm). Kualitas air yang diukur selama penelitian
adalah suhu (25-29˚C), pH (6-7), oksigen terlarut (6,0-6,5 ppm), dan CO2 bebas (2,0-3,5
ppm). Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pemberian pupuk kotoranayam yang
berbeda dapat mempengaruhi pertumbuhan cacing sutera.
Kata kunci : Tubifex sp, lumpur waduk, pupuk kotoran ayam, biomassa, dan rata-rata
panjang.

1. Mahasiswa Fakultas Perikanan dan Kelautan, Universitas Riau


2. Dosen Fakultas Perikanan dan Kelautan, Universitas Riau
MAINTENANCE SILK WORMS (Tubifex sp) WITH A DOSES OF DIFFERENT
FERTILIZERS ON RECIRCULATION SYSTEMS

Selamat Hidayat 1). Iskandar Putra 2). Mulyadi 2)


Faculty of Fisheries and Marine

Abstrack

Silk worms is one kind of natural food like fish larvae because they contain good
nutrients for the growth of fish larvae. This study aims to determine the appropriate amount
of fertilizer and the implementation of systems of recirculation to the growth of silk worms.
The research was conducted on July 29 to September 18, 2016 placed in a field laboratory of
the Faculty of Fisheries and Marine University of Riau. The media used is in the form of
sludge reservoirs, dedek smooth, tofu, chicken manure and EM4. While the materials used
are silk worms obtained from collectors. Experimental method used was a completely
randomized design (CRD) with 3 levels of the factor treatments and 3 repetitions. The
treatments used: P0: without the use of chicken manure, P1: 500 g of chicken manure / 0.098
m2, P2: 600 g of chicken manure / 0.098 m2, and P3: 700 g of chicken manure / 0.098 m2.
The data observed is the growth of biomass weight, average length, and water quality. The
results of this study with the treatment of chicken manure fertilizer of different very
significant effect (P <0.05) on the growth of biomass weight of silk worms. Biomass is
highest in treatment P3 (700 g chicken manure / 0.098 m2) in 69 g. As for the average
length, chicken manure fertilizer does not affect significantly different (P> 0.05). The
average length of the highest in treatment P2 (1.83 cm). Water quality measured during the
study was the temperature (25-29˚C), pH (6-7), dissolved oxygen (6,0-6,5 ppm), and CO2-
free (2,0-3,5 ppm). From this study it can be concluded that giving different chicken manure
can affect the growth of silk worms

Key Words : Tubifex sp, sludge reservoirs, chicken manure, biomass, dan average length
1. Student of the Fisheries and Marine Science Faculty, Riau University
2. Lecturer of the Fisheriesand Marine Science Faculty, Riau University

PENDAHULUAN ikan cat fish adalah cacing sutera (Tubifex


sp). Cacing Tubifex sp mempunyai
Usaha pembenihan memerlukan peranan penting karena mampu memacu
pakan alami, dimana pakan alami yang pertumbuhan ikan lebih cepat
umum diberikan pada larva ikan adalah dibandingkan pakan alami seperti kutu air
Tubifex sp. Saat ini budidaya Tubifex sp (Daphnia sp, dan Moina sp), hal ini
untuk makanan alami masih belum disebabkan cacing Tubifex sp mempunyai
banyak dilakukan. Umumnya masyarakat kelebihan dalam hal nutrisinya
mendapatkan Tubifex sp dengan cara (Sumaryam, 2000). Cacing Tubifex sp
mengambil langsung dari sungai yang memiliki kandungan gizi yang cukup baik,
mengandung buangan organik tinggi, yaitu protein (57%), lemak (13,3%), serat
sehingga kebutuhan dari pakan alami kasar (2,04%), kadar abu (3,6%) dan air
untuk larva masih sangat terbatas. (87,7%).
Salah satu jenis pakan alami yang Ketersediaan cacing sutera di alam
disukai oleh benih ikan, khususnya ikan- sebagai pakan hidup relatif terbatas maka
sangat diperlukan media kultur cacing pupuk kandang (kotoran ayam) yang
sutera yang baik dan dapat efektif dan dapat diterapkan dalam
memproduksi cacing yang tinggi dan pemeliharaan cacing sutera (Tubifex sp).
mampu menyediakan sesuai dengan Dengan harapan jumlah pupuk yang
target produksi akuakultur nasional berbeda tersebut mampu meningkatkan
sebesar 353% atau 5,26 juta ton pada pertumbuhan dan biomassa dari cacing
tahun 2010. sutera sehingga ketersediaan pakan alami
Kelebihan dari produksi budidaya dapat terpenuhi dan tidak hanya
cacing sutera adalah tidak tergantung mengharapkan penangkapan dari alam
pada musim dan produksinya dapat yang tergantung pada musim.
diupayakan stabil. Hasil percobaan Sistem resirkulasi merupakan
budidaya cacing sutera yang telah sistem yang memanfaatkan kembali air
dilakukan menunjukkan hasil yang yang sudah digunakan dengan cara
masih jauh dari harapan untuk memenuhi memutar air secara terus-menerus melalui
permintaan pasar. Salah satu perantara sebuah filter atau ke dalam
pemasalahannya adalah belum ditemukan wadah.Sistem ini mempunyai manfaat
jenis media budidaya cacing sutera yang dalam menjaga kualitas air, membuat
dapat menghasilkan biomassa yang organisme mampu bertahan hidup dan
tinggi. Budidaya cacing sutera belum juga mendukung pertumbuhan organisme
banyak dilakukan oleh masyarakat yang dibudidayakan. Selain itu penerapan
karena mereka menganggap budidaya sistem resirkulasi yang dilakukan pada
cacing sutera tergolong sulit (Amri dan pemeliharaan cacing sutera bertujuan
Sihombing, 2008). untuk mensuplai kandungan oksigen
Faktor makanan mempunyai didalam air media.
peranan penting dalam pertumbuhan suatu
organisme. Begitupun dengan cacing METODE PENELITIAN
sutera, meskipun berperan sebagai pakan
bagi organisme lain cacing sutera juga Metode yang digunakan dalam
membutuhkan pakan yang diperoleh dari penelitian ini adalah metode eksperimen
bahan-bahan organik yang terdapat dalam dan rancangan yang digunakan adalah
media pemeliharaan. Rancangan Acak Lengkap (RAL) satu
Dalam pemeliharaan cacing sutera faktor dengan 3 taraf perlakuan. Untuk
biasanya dilakukan pemupukan yang memperkecil kekeliruan, setiap perlakuan
bertujuan untuk memenuhi kebutuhan menggunakan 3 kali ulangan sehingga
makanan cacing sutera yang selanjutnya diperoleh 12 unit percobaan.
dapat meningkatkan populasi dan P0 = Tanpa menggunakan pupuk
biomassa cacing sutera. Pemupukan dapat kotoran ayam
dilakukan dengan dosis dan selang waktu P1 = 500g pupuk kotoran ayam/0,098 m2
tertentu. P2 = 600g pupuk kotoran ayam/0,098
Pupuk kandang kotoran ayam m2
relatif lebihcepat terdekomposisi dan P3= 700g pupuk kotoran ayam/0,098
memiliki kandungan hara yang cukup jika m2
dibandingkan dengan pupuk kandang lain Satuan unit percobaan dalam
dengan rasio C:N yang lebih tinggi dalam penelitian ini adalah pemeliharaan cacing
jumlah unityang sama. Kotoran ayam juga sutera dalam nampan berukuran 35 x 28 x
dapat meningkatkan nutrisi tanah, nutrisi 11 cm yang ditempatkan di Laboratorium
yang ada didalam tanah dimanfaatkan Lapangan Fakultas Perikanan dan
oleh cacing sutera untuk tumbuh dan Kelautan Universitas Riau. Perlakuan
berkembang biak. yang diterapkan mengacu pada jurnal
Berdasarkan penjelasan diatas Suharyadi (2012) dimana pemberian
penulis tertarik untuk mengkaji dosis pupuk kotoran ayam yang terbaik adalah
500 gr/0,098 m2. Metode RAL yang Media cacing sutera adalah
digunakan menurut Sudjana (1991) adalah substrat berupa campuran lumpur kolam,
sebagai berikut: kotoran ayam, dedak dan ampas tahu hasil
Yij = μ + σi + εij fermentasi menggunakan EM4 dan dengan
Dimana: Yij = Pertumbuhan Cacing sutera perbandingan 50:30:10:10 (Chilmawati et
ke-j oleh kotoran ayam al., 2014). Media yang digunakan berupa
μ = Efek rata-rata sebenarnya 1,25 kg lumpur, kotoran ayam sesuai
σi = Pengaruh pemberian dengan dosis pada perlakuan, 0,25 kg
kotoran ayam ke-i dedak, dan 0,25 kg ampas tahu.
Lumpur yang digunakan berasal dari
εij = Pengaruh unit eksperimen
waduk Fakultas Perikanan dan Kelautan
ke-j yang berasal dari
Universitas Riau. Kotoran ayam yang
pemberian kotoran ayam digunakan diperoleh dari peternak ayam
ke-i dijalan Garuda Sakti, Panam,
i = Perlakuan Pekanbarudengan jenis ayam yaitu ayam
j = 1, 2, 3 (ulangan) Boiler dengan pakan yang diberikan berupa
dedak dari sekam padi. Selanjutnya kotoran
Persiapan Wadah ayam ditimbang sesuai dengan
Wadah tempat pemeliharaan perlakuan.Sedangkan ampas tahu
cacing sutera (Tubifex sp) menggunakan didapatkan dari pabrik produksi kacang
nampan berukuran 0,098 m2. Wadah kedelai Kualu Panam, Pekanbaru. Dedak
penampungan air yang digunakan untuk diperoleh dari penjual di pasar. Kemudian
masukkan lumpur, kotoran ayam, ampas
mengalirkan air ke media pemeliharaan
tahu, dan dedak didalam nampan di aduk
adalah talang air. Sistem yang diterapkan
secara homogen dan tambahkan inokulen
dalam pemeliharaan Tubifex sp ini adalah EM4 sebanyak 1 ml/0,098 m2. Selanjutnya
sistem resirkulasi dimana air dipompa dan campuran yang homogen ditutup rapat dan
dimasukkan kedalam wadah biarkan selama 5 hari untuk proses
pemeliharaan, selanjutnya air buangan fermentasi.
dari wadah pemeliharaan ditampung Setelah itu isi dengan air dengan
menggunakan pipa paralon yang ketinggian 2 cm diatas permukaan media.
selanjutnya mengalir ke baskom Setelah diisi air biarkan tergenang selama
penampungan. Kemudian air dari baskom 3 hari. Penggenangan air dilakukan agar
dimasukkan kembali ke wadah pupuk awal dapat terurai oleh bakteri
pemeliharaan menggunakan pompa. menjadi bahan organik dan menjadi pakan
awal cacing sutera.
Pembuatan Inokulen EM4
EM4 yang berada dalam kemasan
masih dalam keadaan dorman. Sebelum Penebaran Bibit Tubifex sp
digunakan perlu diaktifkan dengan cara Cacing sutra yang digunakan
sebagai berikut: EM4 diaktifkan dengan berasal dari pengumpul cacing sutera.
campuran susu dan air dengan Penebaran cacing dilakukan setelah
perbandingan 50:1:1 yaitu 50 ml air, 1 penggenangan wadah (setelah air jernih
ml EM4, dan 1 ml susu. Hasil di dalam wadah).Kemudian bibit
pencampurannya dibiarkan selama 48 dibersihkan dan ditimbangdengan
jam, kemudian campurkan dengan menggunakan timbangan Ohaus untuk
kotoran ayam, ampas tahu, dan dedak mengetahui bobot dan biomassa awal
yang telah dipersiapkan pada masing- cacing sutera uji.Penebaran bibit
masing media pemeliharaan secara dilakukan dengan penebaran langsung
merata. menggunakan tangan, bibit Tubifex sp
ditanam ke media dengan kedalam sekitar
Pembuatan Media Pemeliharaan 1-2 cm. Menurut Saputra (2008)
penebaran bibit dimulai dengan membuat W = Wt – Wo
lubang kecil-kecil di atas substrat. Dimana :
Sebelum disebar aliran air dimatikan, W : Pertumbuhan mutlak
selanjutnya bibit cacing sutera disebar Wt :Biomassa pada waktu (t) (gram)
dengan merata pada media pemeliharaan Wo :Biomassa pada awal penelitian
sebanyak 10 gram/wadah. Setelah disebar (gram)
aliran air dihidupkan kembali.
Pertumbuhan Panjang
Pakan dan Pemberian Pakan Rumus untuk mencari pertumbuhan
Pakan yang diberikan adalah panjang menurut Effendi (1982)
ampas tahu. Pakan ampas tahu diberikan 3 adalah :
hari setelah penebaran bibit cacing P = Pt – Po
Tubifex sp. Dosis pakan yang diberikan 45 Dimana :
g/wadah dengan tujuan untuk menambah
sumber makanan agar pertumbuhan P : Pertumbuhn Panjang
cacing Tubifex sp cepat meningkat Pt :pertumbuhan akhir (mm)
(Ahmad, 2016). Pada saat pemberian Po :Pertumbuhan panjang awal (mm)
pakan sirkulasi air dimatikan agar pakan
yang diberikan tidak terbawa aliran air. HASIL DAN PEMBAHASAN
Sebelum pemberian pakan mesin
resirkulasi dimatikan terlebih dahulu, hal
Pertumbuhan Biomassa Cacing Sutera
ini bertujuan untuk pakan yang ditebar
(Tubifex sp)
pada media tidak terbawa aliran air.
Hasil pengamatan terhadap
Pakan ampas tahu diberikan dengan
pertumbuhan biomassa cacing sutera
ditebar langsung pada permukaan media
Tubifex sp yang diberi perlakuan jumlah
pemeliharaan cacing sutera, setelah
dosis pupuk, yaitu 500 g/0,098 m2, 600
diberikan media dibiarkan tanpa
g/0,098 m2, 700 g/0,098 m2selama 52 hari
resirkulasi selama 10-15 menit, hal ini
penelitian dapat dilihat pada Tabel 1.
bertujuan agar pakan yang ditebar
Pertumbuhan Biomassa (g) Cacing
mengendap ke dasar media sehingga tidak
Sutera Selama Penelitian
terbawa aliran air pada saar sirkulasi.
Biomassa (g)
Ulangan
Pemanenan P0 P1 P2 P3
Panen dilakukan setelah masa 1 18 42 48 76
pemeliharaan cacing Tubifex sp selama 52 2 24 32 54 61
hari. Cara panen dilakukan dengan 3 13 26 50 70
menyaring media dengan saringan pada Jumlah 55 100 152 207
Rata- 18,33 69,00
aliran air yang mengalir supaya cacing rata± ±5.51 33,33± 50,67± ±7.55
sutera tidak ada yang lolos keluar dan Std.Dev a 8.08b 3.05c d

substrat yang halus terbuang bersamaan Keterangan: Nilai rata-rata yang diikuti oleh huruf
dengan air yang mengalir. Hasilnya yang sama menunjukkan tidak Berbeda nyata.
dibiarkan didalam wadah dan ditutup
dengan plastik hitam selama 1 jam agar P0 =Tanpa menggunakan pupuk kotoran
memudahkan untuk proses pemisahan ayam
(Findy, 2011). P1 = 500 g pupuk kotoran ayam/0,098 m2
P2 =600 g pupuk kotoran ayam/0,098 m2
Parameter yang Diukur P3 =700 g pupuk kotoran ayam/0,098 m2
Pertumbuhan Bobot Mutlak Dari Tabel 2 menunjukkan bahwa
Rumus untuk mencari pertumbuhan perbedaan dosis pupuk yang digunakan
mutlak menurut Weatherley (1972) adalah selama penelitian memberikan perbedaan
: terhadap pertumbuhan biomassa cacing
sutera (Tubifex sp). Rata-rata biomassa mulai terjadi pada hari ke 26 dilihat dari
tertinggi terdapat pada perlakuan P3 = 700 peningktan populasi pada media kultur.
g/0,098 m2 pupuk kotoran ayam, hal ini Selain makanan pertumbuhan
diduga pemberian pupuk kotoran ayam biomassa cacing sutera (Tubifex sp) juga
mengandung bahan organik yang tinggi ditentukan oleh faktor-faktor yang lain
didalam media sehingga diperoleh seperti kapasitas wadah dan lingkungan.
pertumbuhan rata-rata biomassa 69 g, Menurut pennak (1978), cacing Tubifex sp
diikuti dengan P2 = 600 g/0,098 m2 pupuk memperoleh makanan pada kedalaman 2-
kotoran ayam pada media dengan rata-rata 3 cm dari permukaan substrat. Dengan
50,67 g/m2, P1 = 500 g/0,098 m2 pupuk luasan wadah yang sama dapat dikatakan
kotoran ayam pada media dengan rata-rata bahwa kapasitas wadah untuk masing-
biomassa 33.33 g/0,098 m2. Sedangkan masing perlakuan memiliki daya dukung
rata-rata biomassa terendah terdapat pada yang sama tetapi kualitas substrat berbeda
perlakuan P0= tanpa menggunakan pupuk karena dosis pupuk kotoran ayam tinggi
kotoran ayam dengan rata-rata biomassa sehingga biomassa akan berbeda pada
=18,33 g/0,098 m2. masing-masing perlakuan yang diberikan.
Hasil ANAVA pertumbuhan Peningkatan biomassa pada setiap
biomassa mutlak menunjukkan bahwa perlakuan juga diduga karena cacing
sangat berpengaruh nyata pada pemberian sutera (Tubifex sp) pada media sudah
pupuk kotoran ayam dengan dosis yang tergolong dewasa dan telah mengalami
berbeda terhadap biomassa cacing sutera kematangan seksual sehingga terjadi
(Tubifex sp) yaitu P<0,05. reproduksi dan menghasilkan individu
Pada perlakuan P3 memberikan baru, dengan meningkatnya individu baru
pertumbuhan biomassa tertinggi. Hal ini juga meningkatkan biomassa cacing
menunjukkan bahwa perlakuan pemberian Tubifex sp pada media. Menurut phopenco
kotoran ayam 700 g/0,098 m2 dapat (1967, dalam suprapto, 1986) cacing
merangsang pertumbuhan cacing sutera Tubifex sp dewasa berukuran sekitar 3 cm
(Tubifex sp). Semakin besar dosis kotoran dengan berat tubuh antara 2-5 mg.
ayam yang diberikan pada media cacing Tingginya biomassa pada setiap
sutera (Tubifex sp) maka pertumbuhan perlakuan juga diduga pemberian pakan
biomassa cacing sutera akan meningkat. ampas tahu dalam jangka waktu 3 hari
Perbedaan biomassa antar sekali, dengan pemberian pakan ampas
perlakuan diduga dengan dosis pupuk tahu mencukupi makanan untuk
kotoran ayam berbeda yang menyebabkan pertumbuhan cacing sutera (Tubifex sp).
jumlah makanan yang tersedia akan hal ini sesuai dengan pendapat findi
berbeda. Kotoran ayam pada media akan (2011). Bahwa cacing sutera
mengalami dekomposisi oleh bakteri membutuhkan makanannya untuk
sehingga dapat diubah menjadi partikel- pertumbuhan dan reproduksi.
partikel organik yang dapat dijadikan Pertumbuhan biomassa setelah
makanan oleh cacing sutera (Tubifex sp). hari ke 45 relatif lambat dan terjadi
Menurut Brinkhurst (1972) dalam penurunan bila dibandingkan dengan hari
Febrianti (2004), cacing Tubifex sp sebelumnya dikarenakan faktor pembatas
mendapat makanan berupa bakteri atau seperti nutrisi yang ada dalam media
partikel-partikel organik hasil dari berkurang dan tidak mencukupi.
dekomposisi bahan organik oleh bakteri.
Pola pertumbuhan cacing sutera
relatif sama yaitu biomassa cacing sutera Panjang Cacing Sutera (Tubifex sp)
meningkat sejalan dengan masa Data yang diperoleh sebagai hasil
pemeliharaan. Dengan padat tebar 10 pengamatan selama 52 hari pemeliharaan
g/0,098 m2, Pertumbuhan cacing sutera terhadap pertambahan panjang cacing
sutera dengan perlakuan dosis pupuk,
yaitu tanpa pupuk, 500 g/0,098 m2, 600 makanan baru pada media pemeliharaan.
g/0,098 m2, 700 g/0,098 m2 dapat dilihat tingginya pakan yang diberikan akan
padaTabel 3. mencukupi kebutuhan bagi cacing Tubifex
Tabel 3. Rata-rata Panjang Cacing sp sehingga dapat menambah bobot dan
Sutera (Tubifex sp) Pada panjang cacing Tubifex sp.
Masing-masing Perlakuan Menurut Safrudin (2005)
Pertambahan Panjang (cm) mengemukakan bahwa penurunan jumlah
Ulangan cacing Tubifex sp diduga karena
P0 P1 P2 P3
1 1,62 1,63 1,95 1,82 kegagalan cacing muda dalam
2 1,64 1,59 1,67 1,86 mempertahankan hidup dan belum mampu
3 1,68 1,44 1,88 1,56 bereproduksi lebih lanjut. Cacing dewasa
Jumlah 4,94 4,66 5,5 5,24 tidak dapat bersaing dan akan mengalami
kematian.
Rata- 1,83
1,65± 1,55± 1,75± Selanjutnya dikemukakan oleh
rata± ±0.1
0.03 0.01 0.16 Rusmedi (2010) bahwa semakin tinggi
Std. Dev 5
Keterangan: Nilai rata-rata yang diikuti oleh huruf
padat tebar, maka semakin tinggi angka
yang sama menunjukkan tidak Berbeda nyata.
kematian individu cacing Tubifex sp.
Padat tebar yang tinggi dapat
menyebabkan ruang gerak terbatas dan
PadaTabel 3 terlihat rata-rata terjadinya perebutan oksigen terlarut bagi
panjang yang tertinggi pada perlakuan P2 cacing Tubifex sp.
yaitu 1,83 cm, P3 yaitu 1,75 cm, P0 yaitu
1,65 cm, dan yang terendah pada Kualitas Air
perlakuan P1 yaitu 1,55 cm. Air merupakan salah satu faktor
Dari hasil ANAVA menunjukkan yang penting bagi kehidupan ikan dan
bahwa tidak ada pengaruh dari pemberian harus tersedia dalam kualitas yang baik.
kotoran ayam dengan dosis yang berbeda Hasil pengukuran parameter kualitas air
terhadap panjang mutlak cacing sutera selama penelitian disajikan pada Tabel 4.
(Tubifex sp) yaitu P>0.05. Namun semua Tabel 4. Parameter Kualitas Air
perlakuan mengalami pertambahan Selama Penelitian
panjang dari awal penebaran seperti yang No Parameter Rata-rata
terlihat pada Tabel lampiran 5. Sedangkan 1. Suhu (˚C) 25 - 29
rata pertumbuhan panjang yang paling 2. pH 6–7
tinggi adalah pada perlakuan P2 yaitu 1,83 O2 terlarut
cm, diikuti P3 yaitu 1,75 cm, P0 yaitu 3. 6,0 – 6,5
(ppm)
1,65 cm dan yang paling rendah pada CO2 bebas
perlakuan P1 yaitu 1,55 cm. 4. 2,0 – 3,5
(ppm)
Febrianti (2004) mengatakan
bahwa pemberian pupuk dengan dosis
yang berbeda secara langsung akan Pennak (1978) menyatakan bahwa
mempengaruhi bahan organik didalam suhu air tidak selalu sebagai faktor
media. Sehingga dengan semakin pembatas, tetapi selalu disebut sebagai
tingginya bahan organik didalam media faktor yang menentukan pertumbuhan
akan meningkatkan jumlah partikel cacing sutera. Sedangkan Davis dalam
organik dan bakteri sehingga dapat Chumaidi dan Suprapto (1986)
meningkatkan jumlah makanan pada menyatakan bahwa perkembangan embrio
media sehingga mempengaruhi panjang cacing sutera dalam kokon baik pada suhu
mutlak cacing sutera (Tubifex sp). 20-25 0C. Cholik et al (1986) menyatakan
Ampas tahu sebagai pakan bahwa suhu air untuk daerah tropis
tambahan bagi cacing Tubifex sp dalam berkisar antara 25-32 0C.
media bertujuan untuk menambah sumber
Hasil pengukuran derajat energi untuk tumbuh berkembang biak
keasaman (pH) selama penelitian yaitu dan bergerak (Sedana et al. 2003).
berkisar antara 6-7 yang sesuai untuk Wardoyo (1975) menyatakan
kehidupan cacing sutera karena famili bahwa kebutuhan organisme perairan
tubificidae mampu beradaptasi terhadap terhadap oksigen sangat bervariasi,
pH air antara 6,0-8,0 (Davis, 1982). tergantung kepada jenis, stadia dan
Nurdin (1999) menyatakan bahwa derajat aktifitas. Selanjutnya Boyd dan
keasaman disuatu perairan dipengaruhi Likhoppler (dalam Nuraini et al, 1998)
oleh beberapa faktor antara lain oleh menyatakan bahwa kadar oksigen terlarut
aktifitas fotosintesa, suhu dan terdapatnya dalam air yang dibutuhkan ikan 5-15 ppm
anion dan kation. Susrosudirjo et al dan CO2 bebas lebih rendah dari 5 ppm.
(1981) menyatakan bahwa pupuk kandang
(kotoran ayam) juga mengandung kalsium Oksigen terlarut selama penelitian
atau kapur yang dapat menaikkan pH air adalah 6,0 – 6,5 ppm. Menurut Wardoyo
atau tanah. Fatuchri (1980) menyatakan (1981) agar kehidupan ikan dapat layak
bahwa perubahan pH dapat dan kegiatan perikanan dapat berhasil
mempengaruhi tingkat amoniak. maka kandungan oksigen terlarut tidak
boleh kurangdari 4 ppm. Faktor yang
Menurut Hasibuan (2004) apabila mempengaruhi organisme air adalah
dalam fermentasi prosesnya berlangsung parameter kualitas air sepertisuhu, oksigen
dengan baik maka dapat memperbaiki terlarut, pH dan CO2 bebas. Batas-batas
kualitas air pada media hidup organisme yang masih dapat ditolerir sebagai berikut:
yaitu meningkatkan Oksigen terlarut, pH, O2 terlarut 2-8 ppm, pH optimum 6,7-8,6,
Nitrat, Fosfor dan menekan NH3, serta CO2 bebas 10 ppm dan Suhu 20 - 280C
meningkatkan kelimpahan plankton. (Alabaster et al dalam Pulungan, 1992).
Sumber oksigen yang terdapat
dalam wadah tersebut tidak hanya berasal KESIMPULAN
dari adanya proses difusi yang
ditimbulkan oleh aliran air tetapi juga Dari hasil penelitian yang
terjadi karena adanya proses metabolisme dilakukan selama 52 hari dapat
yang disebabkan oleh mikroorganisme disimpulkan bahwa perlakuan pemberian
pengurai yang berasal dari campuran kotoran ayam memberikan pengaruh
media seperti kotoran ayam, ampas tahu terhadap perkembangan biomassa dan
dan dedak.Kandungan oksigen terlarut pertumbuhan panjang Tubifex sp.
dalam air merupakan unsur penting dalam Perlakuan yang memberikan pengaruh
proses metabolisme dan respirasi cacing terbaik untuk biomassa adalah perlakuan
sutera. Menurut Boyd (1979), jumlah P3 yaitu 700 g/0,098 m2 yang
oksigen yang diperlukan oleh hewan menghasilkan biomassa 69 g.
perairan tergantung pada spesies, ukuran, Perlu adanya penelitian lanjutan
jumlah pakan, aktivitas hidup, suhu dan tentang pemanenan yang dilakukan secara
kandungan oksigen terlarut. bertahap untuk mngetahui lebih jelas
Kandungan oksigen terlarut tentang produksi cacing Tubifex sp.
diperairan sangat mempengaruhi
pertumbuhan cacing sutera. Setiap DAFTAR PUSTAKA
organisme hidup pasti membutuhkan
oksigen untuk respirasi yang selanjutnya Ahmad,. 2016. Pengaruh Padat Tebar Dan
akan digunakan dalam proses Pemberian Pakan Ampas
metabolisme untuk merombak bahan Tahu Dengan Dosis Berbeda
organik yang dimakan menjadi sari Terhadap Pertumbuhan
makanan yang dimanfaatkan sebagai Biomassa, Pertambahan
Panjang Dan Popolasi Cacing
Tubifex sp. Skripsi. Fakultas Davis, J. R.., View Record of Aquatic
Perikanan dan Kelautan Oligochaeta From Texas With
Universitas Riau, Pekanbaru. Observation on Their
Hlm. Ecological Characteristics.
Hidrobiologia 96: 15-29.
Amri, K.K. dan T. Sihombing . 2008.
Peluang Usaha Budidaya Effendi, Hefni. 2003. Telaah Kualitas Air.
Cacing Sutera. Agromedia Kanisius. Yogyakarta Sinaga
Pustaka. Jakarta. BS. 2012. Pertumbuhan
. Cacing Sutra Pada Media
Boyd, C. E. 1979. Water Quality in Kotoran Ayam yang
Warmwater Fish Fond. Difermentasikan Bahan
Agriculture Experiment Aktivator Dengan Dosis
Station. Auburn University. yang Berbeda Dalam Sistem
Auburn. 395 p. Resirkulasi. Skripsi. Tidak
Dipublikasikan. Fakultas
Brinkhurst R.O. and D.G. Cook. Aquatic Perikanan dan Ilmu
Earthworm (Annelida: Kelautan. Institut Pertanian
Oligochaeta). 1974. Pollution Bogor.
Ecology of Freshwater
Invertebrates. Academic Press. Effendi, M. I., 1979. Metode Biologi
New York: 143-155 Perikanan. Yayasan Dewi Sri.
Bogor. 112 hal.
Chilmawati, D. Suminto dan Tristiana Y. Fatuchri. 1980. Bagaiman Seharusnya
2014. Pemanfaatan Fermentasi Memelihara Kualitas Air
Limbah Organik Ampas Tahu, Perairan Muara Sungai
Bekatul dan Kotoran Ayam (Estuaria). Warta Penelitian
untuk Peningkatan Produksi dan Pengembangan Pertanian.
Kultur dan Kualitas Cacing Departemen Pertanian
Republik Indonesia 9 (58): 16-
Sutera (Tubifex sp). Journal of
21.
Aquacultur Management and
Technology, 3 (4) : 186-201. Febrianti, D. 2004. Pengaruh Pemupukan
Harian Dengan Kotoran Ayam
Cholik, F., Artati dan R. Arifuddun. 1986. Terhadap Pertumbuhan
Pengolahan Kualitas Air Populasi dan Biomassa Cacing
Kolam Ikan. Direktorat Sutera (Limnodrillus). Skripsi.
Jenderal Perikanan Bekerja Fakultas Perikanan dan
sama dengan Internasional Kelautan. Institut Pertanian
Develoment Research Centre, Bogor. Bogor. 34 hal.
Jakarta, 46 hal. Findy, S. 2011. Pengaruh Tingkat
Pemberian Kotoran Sapi
Chumaidi dan Suprapto.1986. Populasi Terhadap Pertumbuhan
Tubifex sp di Dalam Media Biomassa Cacing Sutera.
Campuran Kotoran Ayam dan
Hasibuan, N. 2004. Pengelolaan Limbah
Lumpur Kolam. Bulletin
Organik Menggunakan
Penelitian Perikanan Darat
Teknologi EM4 Untuk
Vol 5. Depok.11 hal.
Budidaya Ikan. 34 hal. (tidak
diterbitkan).
Nurdin, S. 1999. Pelatihan Sampling
Kualitas Air di Perairan
Umum. Lab. Fisiologi
Lingkungan Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan
UNRI. Yayasan Riau Mandiri.
Pekanbaru 33 hlm.

Pennak, R. W. 1978. Freshwater


Invertebrates of United States.
2an Edition. John Willey and
Sons Inc. New York. 803. P
The Ronald Press Company.
New York. 769 p.
Sedana, I, P. Safriadiman. Saberina dan
Pamungkas. N.A. 2003.
Pengelolaan Kualitas Air.
Laboratorium Pengelolaan
Kualitas Air. Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan
Universitas Riau, Pekanbaru.
50 halaman.

Susrosudirjo, R.S., B. Rivai dan Prawira.


1981. Ilmu Memupuk.
Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan Bogor, Bogor. 36
hal.

Sudjana. 1991. Desain dan Anlisis


Ekperimen Tarsito. Bandung.
285 hlm.

Wardoyo, S.T.H. 1975. Kriteria Kualitas


Air Untuk Kepeerluan
Perikanan. IPB, Bogor. 41 hal.

Weatherley A H. 1972. Growth and


Ecology of Fish Populations.
Academic Press. London.
New York. 293 p.
Wulandari, N. D. A. 2011. Penggunaan
Media Alternatif Pada Produksi
Spirulinafusiformis. [Skripsi].
Departemen Budidaya Perairan,
Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan, Institut Pertanian Bogor

You might also like