You are on page 1of 2

Satya Widhagdo Wicaksono

11010113130667
TUGAS HUKUM DAN MASYARAKAT
MASALAH HUKUM DI INDONESIA
PRAKTEK SUAP-MENYUAP DALAM LEMBAGA PENEGAKAN HUKUM DI
INDONESIA

I. PENGERTIAN SUAP
Tindakan “suap” dalam hal ini diartikan sebagai suatu tindakan pemberian suatu
benda ataupun uang atau barang dalam bentuk-bentuk lainnya kepada seseorang
dengan maksud agar si penerima memberikan suatu keuntungan pada pemberi suap
dalam suatu hal yang dilarang oleh undang-undang.

II. DESKRIPSI MENGENAI MASALAH


Praktek suap-menyuap di Indonesia sudah seperti suatu tradisi dan pula telah menjadi
rahasia umum bagi masyarakat, seperti contoh praktik suap dalam proses tilang
(tindakan langsung) pada kendaraan bermotor, sebagai contoh : disaat seseorang
mengendarai motor, lalu ia dengan sengaja maupun tidak telah melintasi lampu lalu
lintas dimana lampu lalu lintas tersebut menunjukkan tanda dilarang melintas ( marka
lampu lalu lintas menunjukkan warna merah ) dan secara kebetulan terdapat polisi
lalu lintas di tempat tersebut lalu melakukan tindakan tilang pada pengendara motor
tersebut, idealnya / seharusnya pengendara motor tersebut harus menjalani proses
yakni pengadilan untuk membayar sejumlah denda dalam suatu sidang tilang atas
pelanggaran yang terjadi, namun karena pengendara motor tersebut menginginkan
“jalan mudah” maka ia pun menawarkan suatu bentuk “perdamaian” terhadap
penilang yakni polisi lalu lintas yang bertugas di tempat tersebut, karena polisi
tersebut melihat adanya suatu keuntungan yang dapat menguntungkan dirinya atas
bentuk “perdamaian” tersebut maka terjadilah bentuk tawar-menawar antara penilang
dan orang yang ditilang, dalam hal ini akan menguntungkan kedua belah pihak
karena:
1. Si tertilang akan terhindar dari proses sidang tilang yang notabenenya disebut
masyarakat sebagai suatu proses yang rumit dan memakan waktu yang cukup
lama.
2. Si penilang yakni polisi lalu lintas yang telah menilang akan mendapatkan
sejumlah keuntungan dengan membebaskan si tertilang dari kewajibannya
menjalani sidang tilang.

Lalu atas perjanjian yang tidak sah / illegal si penilang menerima uang dari tertilang
dan membebaskan si tertilang dari kewajibannya untuk menjalani sidang tilang, maka
atas hal perjanjian illegal tersebut telah terjadi suatu tindak pidana yaitu tindak pidana
suap-menyuap. Hal ini telah menjamur dalam masyarakat dan telah menjadi momok
yang sangat sulit dihilangkan dikarenakan budaya dalam masyarakat itu sendiri yang
masih menganggap hal tersebut adalah hal yang sepele dan tidak perlu diperpanjang.
Hal ini tentu saja melanggar ketentuan hukum yaitu sebagaimana yang tertuang
dalam KUH Perdata Pasal 149 dan tentu saja ini bukanlah hal yang baik karena hal
ini tidak hanya terjadi di tindak tilang menilang saja melainkan sudah merambah
hingga suatu proyek-proyek kenegaraan yang tentu saja akan merugikan negara
dalam jumlah yang cukup besar.

Menurut pandangan penulis budaya suap-menyuap adalah hal yang harus dihapuskan
karena apabila hal ini terus hidup maka stigma masyarakat akan hukum akan sangat
timpang dan condong bahwa semakin kaya seseorang maka semakin kebal pula ia
terhadap hukum. Hal ini akan menjadi sangat serius bila telah menyangkut pada suatu
pengadilan dan hal ini pun sudah mulai terjadi yaitu suap-menyuap suatu putusan
perkara yang dimana bila hal ini terjadi akan mencoreng kewibawaan hukum di
Indonesia yang notabenenya bahwa Indonesia adalah Negara Hukum. Lalu
bagaimana cara mencegah hal ini ?. Sampai saat ini pun menurut penulis hal ini tidak
akan hilang dalam waktu yang singkat, melainkan penulis percaya budaya ini akan
mati dalam beberapa generasi kedepan.

You might also like