You are on page 1of 25

BAGIAN ILMU KEDOKTERAN FORENSIK

DAN MEDIKOLEGAL
FAKULTAS KEDOKTERAN REFERAT
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA JANUARI 2017

LUKA BAKAR

OLEH :

Sry Rahayu
111 2015 0030

PEMBIMBING :
dr. Jerny Dase, Sp.F, S.H, M.Kes

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN ILMU KEDOKTERAN FORENSIK DAN MEDIKOLEGAL
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2017

i
LEMBAR PENGESAHAN

Yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bahwa

Nama : Sry Rahayu

Stambuk : 111 2015 0030

Judul Referat : Luka Bakar

Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada Bagian

Forensik dan Medikolegal Fakultas Kedokteran Universitas Muslim Indonesia.

Makassar, Januari 2017

Pembimbing,

dr. Jerny Dase, Sp.F, S.H, M.Kes

ii
DAFTAR ISI

Halaman Judul ...................................................................................................... i

Lembar Pengesahan .............................................................................................. ii

Daftar Isi ............................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................... 3

A. Definisi .......................................................................................... 3

B. Epidemiologi ................................................................................. 3

C. Patofisiologi .................................................................................. 4

D. Penilaian Klinis ............................................................................. 8

E. Penyebab Kematian Akibat Luka Bakar (Manner of Death) ....... 12

F. Keadaan Umum yang Ditemukan pada Mayat dengan Luka

Bakar ............................................................................................. 16

G. Perbandingan Tanda Luka Bakar Intravital dan Postmortem ....... 19

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 22

iii
BAB I

PENDAHULUAN

Luka merupakan suatu ketidak-sinambungan jaringan tubuh akibat kekerasan

yang dapat dibedakan menjadi luka akibat trauma mekanik, trauma fisik dan

trauma kimiawi. Luka bakar merupakan cedera terhadap jaringan yang disebabkan

oleh kontak dengan panas kering (api), panas lembab (uap dan cairan panas),

kimiawi (bahan-bahan korosif), barang-barang elektrik (aliran listrik atau lampu),

friksi atau energi. Luka bakar merupakan salah satu kondisi yang memiliki

pengaruh yang katastropik terhadap penderita dalam hal penderitaannya,

kehidupan sosialnya, keterbatasan yang ditimbulkan dan dari segi keuangan yang

dikeluarkan dalam proses pengobatan. Seorang korban luka bakar dapat

mengalami berbagai macam komplikasi diantaranya kondisi syok, infeksi,

ketidakseimbangan elektrolit dan distress pernafasan serta distress emosional

yang berat akibat luka dan bekas luka bakar yang ditimbulkan.1,2

Berdasarkan Journal of Burn Care and Rehabilitation 1992, diperkirakan

terdapat 2,4 juta kasus luka bakar dalam setahun di Amerika Serikat. Antara 8.000

dan 12.000 pasien dengan luka bakar meninggal, dan sekitar 1 juta akan

mengalami cacat substansial atau permanen yang diakibatkan oleh luka bakar

yang dialami. Penelitian yang menggunakan subyek penderita luka bakar rawat

inap di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta Januari 1998 sampai

Mei 2001 menyebutkan bahwa dari 156 penderita terdapat angka mortalitas

sebesar 27,6% dimana penderita terbanyak usia 19 tahun dimana laki-laki lebih

1
banyak dari perempuan. Penyebab terkena api (55,1%) dan terjadi di rumah

(72,4%). 3

Luka bakar merupakan penyebab ketiga kematian akibat kecelakaan pada

semua kelompok umur. Indikasi untuk melakukan pembunuhan dengan

mempersulit identifikasi korban melalui luka bakar juga memiliki prevalensi yang

cukup tinggi (90%). Aspek medikolegal menuntut seorang dokter untuk

melakukan pemeriksaan terhadap seseorang yang mengalami luka bakar baik yang

masih hidup maupun yang telah mati. Maka dari itu diperlukan suatu tinjauan

pustaka yang mebahas aspek klinis dan patologi forensik mengenai luka bakar

yang dapat dijadikan suatu tambahan wawasan bagi praktisi medis dalam

menangani kasus luka bakar.2,3

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Luka bakar merupakan kerusakan atau kehilangan jaringan yang

diakibatkan oleh kontak dengan panas kering (api), panas lembab (uap dan

cairan panas), kimiawi (bahan-bahan korosif), barang-barang elektrik (aliran

listrik atau lampu), friksi atau energi. Luka bakar adalah luka yang terjadi bila

sumber panas bersentuhan dengan tubuh atau jaringan dan besarnya luka

ditentukan oleh tingkat suhu dan durasi kontak.1,2

B. Epidemiologi

Menurut data dari American Burn Association, diperkirakan 500.000

korban luka bakar mendapat perawatan medis tahunan di Amerika Serikat.

Tahun 2009 The National Burn Repository melaporkan penyebab paling

umum dari luka bakar langsing/tubuh kontak dengan api sebanyak 43%

diikuti oleh luka bakar air panas sebanyak 30%. Luka bakar air akibat air

panas paling sering pada anak dibawah usia 5 tahun.4

Luka bakar yang terjadi di rumah sebanyak 65,5 % dari semua luka bakar

di Amerika Serikat tiap tahun, dan memiliki angka kematian sebesar 4%

secara keseluruhan. Tingkat mortalitas yang berpengaruh secara langsung

adalah usia lanjut, ukuran luka bakar, adanya trauma inhalasi dan wanita.

Diperkirakan bahwa sekitar 75 % dari kematian akibat luka bakar dan

3
kebakaran doi Amerika Serikat terjadi baik mati di tempat tersebut atau di

rumah sakit.4

Secara demografis, orang yang mengalami luka bakar di Amerika Serikat

cenderung laki-laki (70%) dan yang menderita luka di perumahan (43%).

Insiden tertinggi terjadi luka bakar pada kelompok usia 18-35 tahun,

sedangkan insiden tertinggi terjadi luka bakar pada anak 1-5 tahun dan orang

dewasa di atas 65 tahun.4

Di India sekitar 700.000 orang per tahun yang dirawat di rumah sakit,

meskipun sangat sedikit ysng dirawat di unit spesialis luka bakar. Sekitar

90% luka bakar terjadi di negara berkembang dan 70% dari ini adalah pada

anak-anak. Angka harapan hidup korban luka bakar dengan area luka lebih

besar dari 40% total permukaan tubuh jarang ditemukan pada negara

berkembang.4

C. Patofisiologi

Faktor patofisiologis yang berpengaruh pada gangguan sirkulasi dan

metabolik akibat luka bakar sudah dapat diidentifikasi. Peningkatan

permeabilitas kapiler berhubungan dengan aktivasi komplemen dan pelepasan

histamin. Histamin berinteraksi dengan xantin oksidase sehingga terjadi

peningkatan aktivitas katalitik. Oksigen yang bersifat toksis, sebagai hasil

dari xantin oksidase, termasuk H2O2 dan hydroxyl radical merusak endotel

pembuluh darah.5

4
Kompensasi terhadap syok dengan kehilangan cairan maka tubuh

mengadakan respon dengan menurunkan sirkulasi sistem gastrointestinal

yang mana dapat terjadi ileus paralitik, tachycardia dan tachypnea merupakan

kompensasi untuk menurunkan volume vaskuler dengan meningkatkan

kebutuhan oksigen terhadap jaringan yang luka. Kemudian menurunkan

perfusi pada ginjal, dan terjadi vasokontriksi yang akan berakibat pada

depresi filtrasi glomerulus dan oliguri.5,6

Respon Lokal

Terdapat tiga zona konsentris untuk trauma jaringan yang muncul setelah

luka bakar derajat 3, yaitu koagulasi, statis dan hiperemis. Daerah yang

kontak langsung dengan sumber panas adalah zona koagulasi, tampak sebagai

daerah nekrosis koagulatif yang ireversibel. Area terlihat putih, seperti kulit

atau arang. Area yang mengelilingi daerah ini yaitu zone statis dan tampak

berupa perfusi jaringan lebam. Daerah ini terluka, namun tidak hancur,

tampak seperti penumbra iskemik; oleh karena itu, penting untuk mencegah

hipotensi, infeksi, dan edema untuk meyakinkan bahwa area ini tidak kurang

menerima aliran darah dan berkembang menjadi kehilangan jaringan

seutuhnya. Daerah diluar hyperemia telah meningkatkan perfusi jaringan

untuk pelepasan lokal mediator inflamasi, menghasilkan penampakan yang

merah dan hiperemis. Area ini biasanya sembuh, bila tidak ada trauma

lanjutan yang terjadi. Ketiga zona tersebut merupakan area tiga dimensi dan

kehilangan jaringan di zona statis akan menjadikan luka lebih luas dan lebar.7

5
Gambar 1. Burns Zone dikutip dari kepustakaan 7

Respon Sistemik

Cardivascular changes – Segera setelah luka bakar, dilepaskan substansi

vasoaktif (katekolamin, histamin, serotonin, leukotrienes, dan prostaglandin)

dari jaringan yang mengalami injury. Substansi-substansi ini menyebabkan

meningkatnya permeabilitas kapiler sehingga plasma merembes kedalam

sekitar jaringan. Trauma panas yang secara langsung mengenai pembuluh

akan lebih meningkatkan permeabilitas kapiler. Trauma yang langsung

mengenai membran sel menyebabkan sodium masuk dan potasium keluar

dari sel. Secara keseluruhan akan menimbulkan tingginya tekanan osmotik

yang menyebabkan meningkatnya cairan intraseluler dan interstitial dan yang

dalam keadaan lebih lanjut menyebabkan kekurangan volume cairan

intravaskuler. Luka bakar yang luas menyebabkan edema tubuh general baik

pada area yang mengalami luka maupun jaringan yang tidak mengalami luka

bakar dan terjadi penurunan sirkulasi volume darah intravaskuler. Denyut

jantung meningkat sebagai respon terhadap pelepasan katekolamin dan

6
terjadinya hipovolemia relatif, yang mengawali turunnya cardiac output.

Kadar hematokrit meningkat yang menunjukan hemokonsentrasi dari

pengeluaran cairan intravaskuler. Disamping itu pengeluaran cairan secara

evaporasi melalui luka terjadi 4-20 kali lebih besar dari normal. Sedangkan

pengeluaran cairan yang normal pada orang dewasa dengan suhu tubuh

normal perhari adalah 350 ml. Keadaan ini dapat mengakibatkan penurunan

pada perfusi organ. Jika ruang intravaskuler tidak diisi kembali dengan cairan

intravena maka syok hipovolemik dan ancaman kematian bagi penderita luka

bakar yang luas dapat terjadi. Kurang lebih 18-36 jam setelah luka bakar,

permeabilitas kapiler menurun, tetapi tidak mencapai keadaan normal sampai

2 atau 3 minggu setelah injuri. Curah jantung kembali normal dan kemudian

meningkat untuk memenuhi kebutuhan hipermetabolik tubuh kira-kira 24 jam

setelah luka bakar. Perubahan pada curah jantung ini terjadi sebelum kadar

volume sirkulasi intravena kembali menjadi normal. Pada awalnya terjadi

kenaikan hematokrit yang kemudian menurun sampai di bawah normal dalam

3-4 hari setelah luka bakar karena kehilangan sel darah merah dan kerusakan

yang terjadi pada waktu injuri. Tubuh kemudian mereabsorbsi cairan edema

dan diuresis cairan dalam 2-3 minggu berikutnya.7

Respiratory changes – Mediator inflamasi menyebabkan

bronkokontriksi, dan pada luka bakar berat sindrom distres pernapasan dapat

muncul.7

Metabolic changes – Rasio metabolisme basal meningkat hingga tiga kali

normal. Hal ini disertai dengan hipoperfusi splanchnic, mengharuskan enteral

7
feeding segera dan agresif untuk menurunkan katabolisme dan

mempertahankan integritas usus.7

Immunological changes – Fungsi sistem imun mengalami penurunan.

Penurunan pada aktivitas lymfosit, suatu penurunan dalam produksi

immunoglobulin, supresi aktivitas komplemen dan perubahan/gangguan pada

fungsi neutropil dan macrophage dapat terjadi pada klien yang mengalami

luka bakar yang luas. Perubahan-perubahan ini meningkatkan resiko

terjadinya infeksi dan sepsis yang mengancam kelangsungan hidup klien.7

Gambar 2. perubahan sistemik setelah luka bakar7

D. Penilaian Klinis

Secara klinis, luka bakar dinilai menurut dari luas permukaan tubuh yang

terpajan dan kedalaman luka. Cara untuk menilai derajat luka bakar menurut

8
presentasi luas permukaan tubuh yang terpajan pada orang dewasa dan anak-

anak dengan ‘rules of nine’.3,7,8

Gambar 3. Wallace rule of nines

Berat ringannya luka bakar dari American Burn Association adalah

sebagai berikut : 3,7,8

1. Luka bakar ringan

a. Luka bakar derajat II < 15% pada orang dewasa

b. Luka bakar derajat II < 10% pada anak-anak

c. Luka bakar derajat III < 2%

2. Luka bakar sedang

a. Luka bakar derajat II 15% – 25% pada orang dewasa

b. Luka bakar derajat II 10% – 20% pada anak-anak

c. Luka bakar derajat III < 10%

9
3. Luka bakar berat

a. Luka bakar derajat II 25% atau lebih pada orang dewasa

b. Luka bakar derajat II 20% atau lebih pada anak-anak

c. Luka bakar derajat III 10% atau lebih

d. Luka bakar mengenai wajah, telinga, mata, dan genitalia/perineum

e. Luka bakar dengan cedera inhalasi, listrik, disertai trauma lain

Berdasarkan kedalaman luka, luka bakar terbagi atas 4 derajat yaitu :

Derajat Lapisan Gambaran Tekstur Sensasi Waktu Komplikasi gambar

luka yang penyembuhan

terlihat

Derajat 1 Epidermis Eritema Kering Nyeri < 1 minggu Tidak ada

Kemerahan

Derajat 2 Dermis dgn


Lembab Nyeri 2-3 minggu Selulitis
(superficial) (papillary) lepuhan

bening

Beberapa
Kemerahan Skar,
inggu atau
dan putih kontraktur
Derajat 2 Dermis dapat
dgn Lembab Nyeri (membutuhkan
(profunda) (retikuler) progresif
lepuhan yg eksisi dan skin
menjadi
berisi darah graft)
derajat tiga

10
Meluas
Skar,
pada Warna Kering, Sedikit Membuthkan
Derajat 3 kontraktur,
seluruh putih/coklat kasar nyeri eksisi
amputasi
dermis

Meluas di

lapisan

kulit,
Hitam,
jaringan
hangus Sedikit Membutuhkan Amputasi dan
Derajat 4 subkutan Kering
dengan nyeri eksisi rehabilitasi
sampai
eskar
jaringan

otot dan

tulang

Tabel 1. Derajat luka bakar

1. Luka bakar derajat pertama adalah setiap luka bakar yang dalam proses

penyembuhannya tidak meninggalkan jaringan parut. Luka bakar derajat

pertama tampak sebagai suatu daerah yang berwarna kemerahan, terdapat

gelembung-gelembung (skin blister, vesikulae, bullae), yang ditutupi oleh

daerah putih, pidermis yang tidak mengandung pembuluh darah dan

dibatasi oleh kulit yang berwarna merah serta hiperemis. Secara

mikroskopik tampak adanya kongesti dari pembuluh darah, mungkin pula

dijumpai perdarahan-perdarahan dan infiltrasi sel radang

polymorphonuclear (PMN). Pemeriksaan kimiawi dari cairan yang

terdapat di dalam gelembung-gelembung luka bakar, yang dilanjutkan

11
dengan pemeriksaan mikroskopik menunjukkan bahwa dalam cairan

tersebut kaya akan protein, yang kadang-kadang menggumpal akibat

panas; sel-sel PMN dapat dijumpai walaupun tidak terdapat infeksi. Luka

bakar derajat pertama dapat berakhir dengan kematian korban bila luas

daerah yang terbakar sama atau lebih dari sepertiga luas permukaan

tubuh.7,8

2. Luka bakar derajat dua adalah luka bakar yang pada proses

penyembuhannya akan selalu membentuk jaringan parut; oleh karena

pada luka bakar derajat kedua ini seluruh kulit mengalami kerusakan, dan

tergantung dari lokasi kerusakannya kontraktur dapt terjadi. Daerah yang

terbakar akan mengkerut, terdapat daerah yang tertekan oleh karena

terjadi koagulasi jaringan, dikelilingi oleh kulit yang berwarna kemerahan

dan kulit yang menggelembung, dalam waktu sekitar satu minggu

jaringan yang nekrotik akan terlepas dan meninggalkan tukak yang waktu

penyembuhannya lama. Pengobatan biasanya membutuhkan operasi

plastik.

E. Penyebab Kematian Akibat Luka Bakar (Manner of Death)

Kematian akibat luka bakar dapat bersifat segera (immediate) atau

tertunda (delayed). Kematian segera artinya kematian yang langsung terjadi

akibat paparan panas mengenai tubuh, misalnya tubuh yang terbakar atau

terkena cedera inhalasi. Sedangkan kematian yang tertunda adalah kematian

yang terjadi dalam 1 atau 4 hari akibat syok, kehilangan cairan berlebih,

12
lower nephron nephrosis, pulmonary edema, pneumonia, atau akibat infeksi

dan kegagalan respirasi akut lainnya.2

a) Keracunan Zat Karbon Monoksida

Kebanyakan kematian pada luka bakar biasanya terjadi pada kebakaran

yang hebat yang terjadi pada gedung-gedung atau rumah-rumah bila

dibandingkan dengan kebakaran yang terjadi pada kecelakaan pesawat

terbang atau mobil. Pada kasus-kasus kebakaran yang terjadi secara

bertahap maka CO poisoning dan smoke inhalation lebih sering

bertanggung jawab dalam penyebab kematian korban dibanding dengan

luka bakar itu sendiri. CO poisoning merupakan aspek yang penting dari

penyebab kematian pada luka bakar, biasanya korban menjadi tidak sadar

dan meninggal sebelum api membakarnya, ini dapat menjawab pertanyaan

mengapa korban tidak melarikan diri pada waktu terjadi kebakaran.

Sehingga dalam menentukan penyebab dari kematian, maka luas dan

derajat luka bakar serta saturasi darah yang mengandung CO harus dinilai

secara hati–hati. Gas CO ini dibentuk dari pembakaran yang tidak

sempurna misalnya kayu yang terbakar, kertas, kain katun, batu bara yang

terbakar akan menghasilkan gas CO. CO dalam darah merupakan indikator

yang paling berharga yang dapat menunjukkan bahwa korban masih hidup

pada waktu terjadi kebakaran. Oleh karena gas ini hanya dapat masuk

melalui absorbsi pada paru-paru. Pada perokok dapat dijumpai saturasi CO

dalam darah hanya lebih dari 5%, dan ini dapat menunjukan bahwa korban

masih bernafas pada waktu terjadinya kabakaran, demikian juga pada

13
korban atherosclerosis coroner yang berat dapat meninggal dengan kadar

COHB yang lebih rendah dari pada individu yang sehat. Bila CO

merupakan penyebab mati yang utama maka saturasi dalam darah paling

sedikitnya dibutuhkan 40% COHB, kecuali pada orang tua, anak-anak dan

debilitas dimana pernah dilaporkan mati dengan kadar 25 %. Sebenarnya

kadar COHB pada korban yang sekarat selama kebakaran, sering tidak

cukup tinggi untuk menyebabkan kematian. Banyak kasus-kasus fatal

menunjukan saturasi 50- 60 %, walaupun kadarnya secara umum kurang

dari kadar yang terdapat dalam darah pada keracunan CO murni, seperti

pembunuhan dengan gas mobil atau industrial exposure, dimana

konsentrasinya dapat mencapai 80 %. Selain itu adanya gas-gas toksik dan

pengurangan oksigen dalam atmosfer dapat menyebabkan kematian

dengan kadar CO yang rendah.2

b) Menghirup asap pembakaran (Smoke Inhalation)

Pada banyak kasus kematian, dimana cedera panas pada badan tidak sesuai

dengan penyebab kematian maka dikatakan penyebab kematian adalah

smoke inhalation. Asap yang berasal dari kebakaran terutama alat-alat

rumah tangga seperti furniture, cat , kayu, pernis, karpet dan komponen-

komponen yang secara struktural terdiri polystyrene, polyurethane,

polyvinyl dan material-material plastik lainnya dikatakan merupakan gas

yang sangat toksik bila dihisap dan potensial dalam menyebabkan

kematian.2

14
c) Trauma Mekanik

Kematian oleh karena trauma mekanik biasanya disebabkan karena

runtuhnya bangunan disekitar korban, atau merupakan bukti bahwa korban

mencoba untuk melarikan diri seperti memecahkan kaca jendela dengan

tangan. Luka-luka ini harus dicari pada waktu melakukan pemeriksaan luar

jenasah untuk memastikan apakah luka-luka tersebut signifikan dalam

menyebabkan kematian. Trauma tumpul yang mematikan tanpa keterangan

antemortem sebaiknya harus dicurigai sebagai suatu pembunuhan.9

d) Anoksia dan hipoksia

Kekurangan oksigen dengan akibat hipoksia dan anoksia sangat jarang

sebagai penyebab kematian. Bila oksigen masih cukup untuk menyalakan

api maka masih cukup untuk mempertahankan kehidupan. Sebagai contoh

tikus dan lilin yang diletakkan dalam tabung yang terbatas kadar

oksigennya ternyata walaupun lilin padam lebih dahulu tikus masih aktif

berlari disekitarnya. Radikal bebeas dapat diajukan sebagai salah satu

kemungkinan dari penyebab kematian, oleh karena radikal bebas ini dapat

menyebabkan surfaktan menjadi inaktif, jadi mencegah pertukaran oksigen

dari alveoli masuk kedalam darah.2

e) Luka bakar itu sendiri

Secara umum dapat dikatakan bahwa luka bakar seluas 30 – 50 % dapat

menyebabkan kematian. Pada orang tua dapat meninggal dengan

presentasi yang jauh lebih rendah dari ini, sedangkan pada anak-anak

biasanya lebih resisten. Selain oleh derajat dan luas luka bakar prognosis

15
juga dipengaruhi oleh lokasi daerah yang terbakar, keadaan kesehatan

korban pada waktu terbakar. Luka bakar pada daerah perineum, ketiak,

leher, dan tangan dikatakan sulit dalam perawatannya, oleh karena mudah

mengalami kontraktur.9

f) Paparan panas yang berlebih

Environmental hypertermia dapat menjadi sangat fatal dan bisa

menyebabkan kematian. Bila tubuh terpapar gas panas, air panas atau

ledakan panas dapat menyebabkan syok yang disertai kolaps

kardiovaskuler yang mematikan.2

F. Keadaan Umum yang Ditemukan pada Mayat dengan Luka Bakar

Pada kebakaran yang hebat, apakah di dalam gedung atau yang terjadi

pada kecelakaan mobil yang terbakar, sering terlihat bahwa keadaan tubuh

korban yang terbakar sering tidak mencerminkan kondisi saat matinya.

Berikut keadaan umum yang ditemukan pada mayat dengan luka bakar.

a) Skin split

Kontraksi dari jaringan ikat yang terbakar menyebabkan terbelahnya

kulit dari epidermis dan korium yang sering menyebabkan artefak yang

menyerupai luka sayat dan sering disalah artikan sebagai kekerasan

tajam. Artefak postmortem ini dapat mudah dibedakan dengan kekerasan

tajam antemortem oleh karena tidak adanya perdarahan dan lokasinya

yang bervariasi disembarang tempat. Kadang-kadang dapat terlihat

pembuluh darah yang intak yang menyilang pada kulit yang terbelah.

16
b) Abdominal wall destruction

Kebakaran parsial dari dinding abdomen bagian depan akan

menyebabkan keluarnya sebagian dari jaringan usus melalui defek yang

terjadi ini. Biasanya ini terjadi tanpa perdarahan, apakah perdarahan yang

terletak diluar atau didalam rongga abdomen.

c) Skull fractures

Bila kepala terpapar cukup lama dengan panas dapat menyebabkan

pembentukan uap didalam rongga kepala yang lama kelamaan akan

mengakibatkan kenaikan tekanan intrakranial yang dapat menyebabkan

terpisahnya sutura-sutura dari tulang tengkorak. Pada luka bakar yang

hebat dan kepala sudah menjadi arang atau hangus terbakar dapat terlihat

artefak fraktur tulang tengkorak yang berupa fraktur linear. Disini tidak

penah diikuti oleh kontusio serebri, subdural atau subarachnoid.

d) Pseudo epidural hemorrhage

Keadaan umum yang biasanya terdapat pada korban yang hangus

terbakar dan kepala yang sudah menjadi arang adalah pseudo epidural

hemorrhage atau epidural hematom postmortem. Untuk membedakan

dengan epidural hematom antemortem tidak sulit oleh karena pseudo

epidural hematom biasanya berwarna coklat, mempunyai bentukan

seperti honey comb appearance, rapuh tipis dan secara tipikal terletak

pada daerah frontal, parietal, temporal dan beberapa kasus dapat meluas

sampai ke oksipital.

17
e) Non-cranial fractures

Artefak berupa fraktur pada tulang-tulang ekstremitas juga sering

ditemukan pada korban yang mengalami karbonisasi oleh karena

tereksposure terlalu lama dengan api dan asap. Tulang–tulang

yangterbakar mempunyai warna abu-abu keputihan dan sering

menunjukan fraktur kortikal pada permukaannya. Tulang ini biasanya

hancur bila dipegang sehingga memudahkan trauma postmortem pada

waktu transportasi ke kamar mayat atau selama usaha memadamkan api.

Mayat sering dibawa tanpa tangan dan kaki, dan mereka sudah tidak

dikenali lagi di TKP karena sudah mengalami fragmentasi.

f) Puglistic posture

Pada mayat yang hangus terbakar, tubuh akan mengambil posisi

“pugilistic”. Koagulasi dari otot-otot oleh karena panas akan

menyebabkan kontraksi serabut otot otot fleksor dan mengakibatkan

ekstremitas atas mengambil sikap seperti posisi seorang boxer dengan

tangan terangkat didepannya, paha dan lutut yang juga fleksi sebagian

atau seluruhnya. Posisi “pugilistic” ini tidak berhubungan apakah

individu itu terbakar pada waktu hidup atau sesudah kematian.

“pugilistic” attitude atau heat rigor ini akan hilang bersama dengan

timbulnya pembusukan.

18
G. Perbandingan Tanda Luka Bakar Intravital dan Postmortem10

Pada korban yang masih hidup saat terbakar akan ditemukan adanya hal-

hal antara lain adanya tanda intravital pada luka bakar dan gelembung yang

terbentuk, adanya jelaga pada saluran pernafasan serta saturasi karbon

monoksida diatas 10% dalam darah korban. Pada korban keracunan karbon

monoksida jika tubuh korban tidak terbakar seluruhnya akan terbentuk lebam

mayat berwarna cherry red. Pada tubuh manusia yang telah mati bila dibakar

tidak akan berwarna kemerahan oleh reaksi intravital. Tubuh mayat akan

tampak keras dan kekuningan. Gelembung yang terdapat akan berisi cairan

yang mengandung sangat sedikit albumin yang akan memberikan sedikit

kekeruhan bila dipanaskan serta sangat sedikit atau tidak ditemukan sel PMN.

Jadi perbedaan antara luka bakar antemortem dengan postmortem adalah pada

luka bakar antemortem terdapat tanda-tanda intravital pada gelembung bula

dan vesikula sedangkan pada luka bakar postmortem tidak terdapat tanda

tersebut. Perbedaan lainnya akan tampak pada adanya jelaga pada saluran

nafas luka bakar antemortem dan saturasi karbon monoksida diatas 10% pada

darah sedangkan pada luka bakar postmortem tidak.

Ada tiga point utama untuk membedakan luka bakar ante

mortem/postmortem, yaitu batas kemerahan, vesikasi dan proses perbaikan.

Pada kasus luka bakar intravital, ada eritema yang disebabkan oleh distensi

kapiler yang bersifat sementara, menghilang karena tekanan selama hidup dan

memudar setelah mati. Namun, garis merah ini bisa saja tidak ada pada orang

19
yang sangat lemah kondisi badannya, yang meninggal segera setelah syok

karena luka bakar tersebut.

Vesikasi yang timbul akibat luka bakar saat hidup mengandung cairan

serosa yang berisi albumin, klorida, dan sering juga sedikit sel PMN sel darah

putih dan memiliki daerah yang memerah, dasar inflamasi dengan papilla

yang meninggi. Kulit yang mengelilingi vesikasi tersebut berwarna merah

cerah/berwarna tembaga. Hal ini merupakan ciri khas yang membedakan

antara vesikasi sejati/palsu yang diproduksi setelah mati. Vesikasi palsu

mengandung udara saja, dan biasanya juga mengandung serum dalam jumlah

yang sangat sedikit yang berisi albumin, tapi tidak ada klorida seperti pada

orang yang menderita general anasarka, kemudian dasarnya keras, kering,

bertangkai, kekuningan selain menjadi merah dan inflamasi.

Proses perbaikan seperti tanda-tanda inflamasi, formasi jaringan

granulasi, pus dan pengelupasan yang mengindikasikan bahwa luka bakar

tersebut terjadi saat hidup. Luka bakar yang disebabkan setelah mati

menunjukkan tidak ada reaksi vital dan memiliki tampakan dull white dengan

membukanya kelenjar pada kulit yang berwarna abu-abu. Organ internal

terpanggang dan menimbulkan bau yang khas. Perbedaan antara luka bakar

antemortem dan luka bakar postmortem adalah sebagai berikut :

20
Beda Luka Bakar Antemortem Luka Bakar Postmortem

Vesikula, bula  Warna sekitarnya hiperemis  Tidak hiperemis

 Cairan banyak mengandung  Tidak mengandung

albumin albumin

 Dasar vesikel mengalami  Dasar vesikel kering dan

inflamasi keras

 Tidak terdapat udara pada  Terdapat udara dalam

dasar bula bula

Paru  Ada jelaga  Tidak ada

 Reaksi radang pada epitel  Tidak ada

saluran pernafasan

Gambaran Terdapat serbukan sel Terdapat sedikit atau tidak

mikroskopis polimorfonuklear terdapat serbukan sel

polimorfonuklear

Tabel 2. Perbedaan luka bakar antemortem dan postmortem

21
DAFTAR PUSTAKA

1. DiMaio J, DiMaio D. 2001. Fire Deaths. In: DiMaio J, DiMaio D (eds).

Forensic Pathology. 2nd ed. New York: CRC press LLC; p. 1-21

2. Basebeth Keren DR.SPF.DFM. Kematian Karena Luka Bakar.

3. Dix J. 2000. Thermal Injuries. In: Dix J (ed). Color Atlas of Forensic

Pathology. New York: CRC Press LLC;2000. P. 116-124

4. Herndon, David. Burn. 2007. Australia : Melbourne University Press.

5. Rao J, Valeri. Forensic Pathology of Thermal Injuries.2011.

6. Jenkins JA, Adler J et al. Emergent Management of Thermal Burns. 2011.

Available from : http://www.medscape.com/drugs,disease&procedures.

7. Hettiaratchy S, Dziewulski P, Hudspith J, Rayatt S et al. ABC of Burns. USA

: BMJ Books. 2004.

8. Brunicardi, Charles (2010). "Chapter 8: Burns". Schwartz's principles of

surgery (9th ed.). New York: McGraw-Hill, Medical Pub. Division.

9. Idris MA. Luka dan Kekerasan dalam : Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik.

Jakarta : Bina Rupa Aksara. Hal : 86 – 127.

10. Ratna, Yulia. Luka Bakar : Konsep Umum dan Investigasi Berbasis Klinis

Luka Antemortem dan Postmortem. Fakultas Kedokteran Universitas

Udayana.

22

You might also like