You are on page 1of 13

Kematian Karena Luka Bakar

BASBETH KEREN DR.SPF.DFM

Definisi
Luka bakar adalah luka yang disebabkan oleh kontak dengan suhu tinggi seperti api,
air panas, listrik, bahan kimia, dan radiasi. Luka ini dapat menyebabkan kerusakkan
jaringan. Cadera lain yang termasuk luka bakar adalah sambaran petir, sengatan
listrik, sinar X dan bahan korosif. Kerusakan kulit yang terjadi tergantung pada
tinggi suhu dan lama kontak. Suhu minimal untuk dapat menghasilkan luka bakar
adalah sekitar 44 °C dengan kontak sekurang-kurangnya 5 –6 jam. Suhu 65 °C
dengan kontak selama 2 detik sudah cukup menghasilkan luka bakar. Kontak kulit
dengan uap air panas selama 2 detik mengakibatkan suhu kulit pada kedalaman 1
mm dapat mencapai suhu 47 ° Celsius, air panas yang mempunyai suhu 60 ° C yang
kontak dengan kulit dalam waktu 10 detik akan menyebabkan partial thickness skin
loss dan diatas 70°C akan menyebabkan full thickness skin loss. Temperatur air yang
digunakan untuk mandi adalah berkisar 36° C – 42° C. Pelebaran kapiler dibawah
kulit mulai terjadi pada saat suhu mencapai 35 °C selama 120 detik, vesikel terjadi
pada suhu 53 °C – 57 °C selama kontak 30 – 120 detik.

Klasifikasi luka bakar menurut Dupuytren


Klasifikasi derajad luka bakar berbeda-beda untuk masing-masing negara oleh
karena ini sangat bergantung terhadap management pengobatan yang digunakan
oleh negara tersebut. Klasifikasi lama yang diperkenalkan oleh Dupuytren adalah
pembagian derajad luka bakar dalam 6 derajat :
1. Luka bakar derajad 1
Luka akibat terkena panas dari api, benda panas dan cairan panas yang suhunya
tidak mencapai titik didih, atau akibat cairan kimia. Biasanya bentuk luka berupa
kemerahan dan proses penyembuhan terjadi tanpa meninggalkan parut. Waktu
penyembuhan antara beberapa jam sampai beberapa hari.
2. Luka bakar derajad 2
Luka diakibatkan terkena benda panas atau cairan panas yang suhunya mencapai
titik didih atau lebih tinggi. Lapisan kulit superficial hanya sedikit yang rusak dan
penyembuhannya tanpa meninggalkan jaringan parut. Pada awalnya terdapat vesikel
yang kemudian akan terasa sakit dan warnanya menjadi hitam.
3. Luka bakarderajad 3
Luka bakar ini adalah akibat cairan yang suhunya diatas titik didih. Pada keadaan ini
lapisan superficial kulit seluruhnya rusak sehingga pada penyembuhan akan
meninggalkan jaringan parut. Ujung persyarafan juga terbakar dan halini
mengakibatkan rasa nyeri yang hebat. Pada proses penyembuhan dapat terjadi
jaringan parut yang mengandung semua element kulit, sehingga tidak mengalami
kontraktur.
4. Luka bakar derajad 4
Seluruh jaringan kulit mengalami kerusakan. Ujung syaraf juga ikut rusak, sehingga
pada luka bakar ini rasa nyeri tidak ada. Jaringan parut yang terbentuk akan
mengalami kontraksi dan deformitas. Luka terkelupas pada hari ke 5 atau ke 6 dan
penyembuhan akan berjalan lambat.
5. Luka bakar derajad 5
Pada keadaan ini kerusakan juga meliputi fasia otot dan hampir selalu mengalami
deformitas.
6. Luka bakarderajad 6
Keadaan ini biasanya fatal, jika tidak meninggal maka biasanya mengakibatkan
kerusakan anggota badan.

Klasifikasi luka bakar oleh Wilson


1. Luka bakar derajad satu ( derajad satu dan dua, Dupuytren)
Terjadi eritema dan blister tanpa kehilangan epidermis. Disini kapiler mengalami
dilatasi dan terjadi transudasi cairan kedalam jaringan ikat, yang menyebabkan
edema. Secara umum blister diliputi oleh kulit yang berwarna keputihan diatasnya,
epidermis yang avaskuler dan dibatasi oleh zona yang berwarna hiperemi. Bila besar
blister kurang dari 1 cm maka blister ini akan diresorpsi, sebaliknya bila blister ini
pecah maka akan meninggalkan daerah dengan dasar yang berwarna kemerahan.
Luka bakar derajad satu ini akan sembuh tanpa meninggalkan jaringan parut.
Walaupun luka bakar yang terjadi adalah derajad satu akan tetapi bila meliputi lebih
dari sepertiga permukaan tubuh terutama yang terletak pada daerah kepala, leher,
badan, atau dinding depan dari abdomen maka akan menyebabkan kefatalan.
2. Luka bakar derajad dua ( derajad tiga dan empat, Dupuytren)
Terjadi destruksi dari seluruh ketebalan kulit. Epidermis dapat mengalami
koagulasi, pengerutan, berupa daerah yang dibatasi oleh zona yang berwarna
kemerahan, dan blister kulit. Dalam beberapa hari, biasanya dalam beberapa minggu
jaringan yang nekrosis akan mengelupas dan meninggalkan ulcus yang lambat
menyembuh. Luka bakar derajad dua sering memerlukan koreksi bedah plastik
untuk mengatasi jaringan parut yang terbetuk selama penyembuhan.
3. Luka bakar derajad tiga ( derajad lima dan enam, Dupuytren)
Yang karakteristik dari luka bakar ini adalah destruksi yang luas tidak hanya pada
kulit dan subkutis tetapi juga pada otot dan tulang.destruksi pada ujung-ujung syaraf
juga dapat terjadi yang mengakibatkan kehilangan rasa nyeri yang relatif.
Devitalisasi jaringan pada area luka bakar menyebabkan mudah terkenanya infeksi
dan penyembuhan yang berjalan lambat. Bila eksposurenya berkepanjangan, maka
kulit dan jaringan ikat dibawah kulit akan terbakar dan menjadi arang. Sedangkan
ekposure yang luas dari tubuh setelah kematian oleh karena panas dan asap
menyebabkan seluruh tubuhh menjadi arang dengan otot-otot dan organ- organ
dalam yang terpanggang, dan akhirnya menghanguskan bagian-bagian tubuh
terutama ekstremitas, genetalia dan telinga.

Klasifikasi derajad luka bakar yang lainnya


1. Luka bakar derajad 1 (luka bakar superficial)
Luka bakar hanya terbatas pada lapipsan epidermis. Luka bakar derajad ini ditandai
dengan kemerahan yang biasanya akan sembuh tanpa jaringan parut dalam waktu 5
– 7 hari.
2. Luka bakar derajad 2 (luka bakar dermis)
Luka bakar derajad dua mencapai kedalaman dermis tetapi masih ada element epitel
yang tersisa, seperti sel epitel basal, kelenjar sebasea, kelenjar keringat, dan folikel
rambut. Dengan adanya sisa epitel yang sehat ini, luka dapat sembuh sendiri dalam
10 – 21 hari. Oleh karena kerusakan kapiler dan ujung syaraf di dermis, luka derajad
ini tampak lebih pucat dan lebih nyeri dibandingkan luka bakar superficial, karena
adanya iritasi ujung syaraf sensorik. Juga timbul bula berisi cairan eksudat yang
keluar dari pembuluh karena permeabilitas dindingnya meninggi. Luka bakar
derajad 2 dibedakan menjadi :
a. Derajad dua dangkal
Dimana kerusakan mengenai bagian superficial dari dermis dan penyembuhan
terjadi secara spontan dalam 10- 14 hari.
b. Derajad dua dalam
Dimana kerusakan mengenai hampir seluruh bagian dermis. Bila kerusakkan lebih
dalam mengenai dermis, subyektif dirasakan nyeri.penyembuhan terjadi lebih lama
tergantung bagian dari dermis yang memiliki kemampuan reproduksi sel-sel kulit (
epitel, stratum germinativum, kelenjar keringat, kelenjar sebasea dsb) yang tersisa.
Biasanya penyembuhan terjadi dalam waktu lebih dari satu bulan.
3. Luka bakar derajad 3
Lukabakar derajad tiga meliputi seluruh kedalaman kulit, mungkin subkutis, atau
organ yang lebih dalam. Oleh karena tidak ada lagi elemen epitel yang hidup maka
untuk mendapatkan kesembuhan harus dilakukan cangkok kulit. Koagulasi protein
yang terjadi memeberikan gambaran luka bakar berwarna keputihan, tidak ada bula
dan tidak nyeri.
Luas luka bakar
Penentuan luas luka bakar pada kulit adalah penting pada kasus – kasus dimana
kematian terjadi lambat oleh karena luas dan derajad luka bakar sangat penting
pengaruhnya terhadap prognosis dan managemen pengobatannya. Untuk
perhitunngan luas luka bakar secara tradisional dihitung dengan menggunakan
`Rule of Nines` dari Wallace. Dikatakan bahwa luka bakar yang terjadi dapat
diindikasikan sebagai presentasi dari total permukaan yang terlibat oleh karena
termal injury. Bila permukaan tubuh dihitung sebagai 100 %, maka kepala adalah 9
%, tiap – tiap ekstremitas bagian atas adalah 9 %, dada bagian depan adalah 18 %,
bagian belakang adalah 18 5, tiap-tiap ekstremitas bagian bawah adalah 18 % dan
leher 1 %. Lihat gambar
Rumus tersebut tidak dapat digunakan pada anak dan bayi karena relatif luas
permukaan kepala anak jauh lebih besar dan luas relatif permukaan kaki lebih kecil.
Oleh karena itu, digunakan `Rule of ten` untuk bayi dan `Rule of 10-15-20` dari
Lund and Browder untuk anak. Dasar presentasi yang digunakan dalam rumus
tersebut adalah luas telapak tangan dianggap seluas 1 %.
Derajad dan luas luka bakar tergantung pada banyak faktor seperti jarak korban
dengan api, lamanya eksposure ,bahkan pakaian yang digunakan korban pada waktu
terjadinya kebakaran. Komposisi pakaian dapat menentukan derajad keparahan dan
luasnya luka bakar. Kain katun murni akan mentransmisi lebih banyak energi
thermal ke kulit dibandingkan dengan bahan katun polyester. Bahan katun terbakar
lebih cepat dan dapat menghasilkan luka bakar yang besar dan dalam. Bila bahan
yang dipakai kandungan poliesternya lebih banyak akan menyebabkan luka bakar
yang relatif ringan atau kurang berat. Bahan rajutan akan menghasilkan daerah luka
bakar yang relatif lebih kecil bila dibandingkan dengan bahan pintalan. Sehingga
dapat dikatakan bahwa bila bahan yang dipakai bertambah berat maka daerah yang
terbakar akan berkurang. Selain itu derajad luka bakar akan berkurang bila pakaian
yang dipakai korban ketat dan mengelilingi tubuh

Penyebab kematian pada luka bakar


1. Kebanyakan kematian pada luka bakar biasanya terjadi pada kebakaran yang
hebat yang terjadi pada gedung-gedung atau rumah-rumah bila dibandingkan
dengan kebakaran yang terjadi pada kecelakaan pesawat terbang atau mobil. Pada
kasus-kasus kebakaran yang terjadi secara bertahap maka CO poisoning dan smoke
inhalation lebih sering bertanggung jawab dalam penyebab kematian korban
dibanding dengan luka bakar itu sendiri. CO poisoning merupakan aspek yang
penting dari penyebab kematian pada luka bakar, biasanya korban menjadi tidak
sadar dan meninggal sebelum api membakarnya, ini dapat menjawab pertanyaan
mengapa korban tidak melarikan diri pada waktu terjadi kebakaran. Sehingga dalam
menentukan penyebab dari kematian, maka luas dan derajat luka bakar serta
saturasi darah yang mengandung CO harus dinilai secara hati – hati. Gas CO ini
dibentuk dari pembakaran yang tidak sempurna misalnya kayu yang terbakar,
kertas, kain katun, batu bara yang terbakar akan menghasilkan gas CO.
CO dalam darah merupakan indikator yang paling berharga yang dapat
menunjukkan bahwa korban masih hidup pada waktu terjadi kebakaran. Oleh
karena gas ini hanya dapat masuk melalui absorbsi pada paru-paru. Pada perokok
dapat dijumpai saturasi CO dalam darah hanya lebih dari 5%, dan ini dapat
menunjukan bahwa korban masih bernafas pada waktu terjadinya kabakaran,
demikian juga pada korban atherosclerosis coroner yang berat dapat meninggal
dengan kadar COHB yang lebih rendah dari pada individu yang sehat. Bila CO
merupakan penyebab mati yang utama maka saturasi dalam darah paling sedikitnya
dibutuhkan 40% COHB, kecuali pada orang tua, anak-anak dan debilitas dimana
pernah dilaporkan mati dengan kadar 25 %. Sebenarnya kadar COHB pada korban
yang sekarat selama kebakaran, sering tidak cukup tinggi untuk menyebabkan
kematian. Banyak kasus-kasus fatal menunjukan 50- 60 % saturasi, walaupun
kadarnya secara umum kurang dari kadar yang terdapat dalam darah pada
keracunan CO murni, seperti pembunuhan dengan gas mobil atau industrial
exposure, dimana konsentrasinya dapat mencapai 80 %. Selain itu adanya gas-gas
toksik dan pengurangan oksigen dalam atmosfer dapat menyebabkan kematian
dengan kadar CO yang rendah.Yoshida et al (1991), mempublikasikan data dari 120
korban yang mati pada kebakaran rumah di Jepang, didapati 9 orang mempunyai
konsentrasi COHB dibawah 10 %, dimanasaturasi range pada korban rata-rata 1 – 95
%. Pada 31 korban yang dibuat analisa gas sianida, dua orang mempunyai kadar
sianida yang tinggi dan rendah.
2. Beberapa faktor lainnya selain CO yang dapat dipercaya sebagai penyebab
kematian adalah kasus-kasus kematian oleh karena smoke inhalation. Pada banyak
kasus kematian, dimana thermal injuries pada badan tidak sesuai dengan penyebab
kematian maka dikatakan penyebab kematian adalah smoke inhalation. Asap yang
berasal dari kebakaran terutama alat-alat rumah tangga seperti furniture, cat , kayu,
pernis, karpet dan komponen-komponen yang secara struktural terdiri polystyrene,
polyurethane, polyvinyl dan material-material plastik lainnya dikatakan merupakan
gas yang sangat toksik bila dihisap dan potensial dalam menyebabkan kematian.
Tragedi kebakaran yang terjadi di MGM Grant Hotel Las Vegas pada tahun 1981
menelan korban 86 orang meninggal hanya 2 orang yang meninggal karena luka
bakarnya, sisanya meninggal oleh karena smoke inhalation, kebanyakan di dalam
ruangan yang terletak dilantai atas dari tempat terjadinya kebakaran.
sianida adalah salah satu gas yang dihasilkan dalam kebakaran, akan tetapi pada
kenyataannya, jumlah sianida yang diproduksi dalam kebakaran adalah relatif kecil
dengan konsentrasi yang sebenarnya tidak membahayakan dalam kehidupan.
Bahkan dalam ruangan yang tertutup yang diberikan gas sianida murni dengan
konsentrasi tinggi, seperti yang terjadi pada kamp-kamp kematian NAZI ternyata
tidak dapat menyebabkan kematian dalam waktu yang cepat dan kematian tidak
terjadi dalam beberapa menit. Deteksi sianida dalam darah sulit dilakukan apalagi
gas ini juga diproduksi postmortem pada waktu pembusukan.
3. Trauma mekanik
Kematian oleh karena trauma mekanik biasanya disebabkan karena runtuhnya
bangunan disekitar korban, atau merupakan bukti bahwa korban mencoba untuk
melarikan diri seperti memecahkan kaca jendela dengan tangan. Luka-luka ini harus
dicari pada waktu melakukan pemeriksaan luar jenasah untuk memastikan apakah
luka-luka tersebut signifikan dalam menyebabkan kematian. Trauma tumpul yang
mematikan tanpa keterangan antemortem sebaiknya harus dicurigai sebagai suatu
pembunuhan.
4. Anoxia dan Hypoxia
Kekurangan oksigen dengan akibat hipoksia dan anoksia sangat jarang sebagai
penyebab kematian. Bila oksigen masih cukup untuk menyalakan api maka masih
cukup untuk mempertahankan kehidupan. Sebagai contoh tikus dan lilin yang
diletakkan dalam tabung yang terbatas kadar oksigennya ternyata walaupun lilin
padam lebih dahulu tikus masih aktif berlari disekitarnya.
Radikal bebeas dapat diajukan sebagai salah satu kemungkinan dari penyebab
kematian, oleh karena radikal bebas ini dapat menyebabkan surfaktan menjadi
inaktif, jadi mencegah pertukaran oksigen dari alveoli masuk kedalam darah.
5. Luka bakar itu sendiri
Secara general dapat dikatakan bahwa luka bakar seluas 30 – 50 % dapat
menyebabkan kematian. Pada orang tua dapat meninggal dengan presentasi yang
jauh lebih rendah dari ini, sedangkan pada anak-anak biasanya lebih resisten.
Selain oleh derajad dan luas luka bakar prognosis juga dipengaruhi oleh lokasi
daerah yang terbakar, keadaan kesehatan korban pada waktu terbakar. Luka bakar
pada daerah perineum, ketiak, leher, dan tangan dikatakan sulit dalam
perawatannya, oleh karena mudah mengalami kontraktur.
6. Excessive Heat
Environmental hypertermia dapat menjadi fatal. Bila tubuh tereksposure pada gas
panas,air panas atau ledakan panas dapat menyebabkan shock yang disertai kolaps
kardiovaskuler yang mematikan.

Delayed death
1. Shock
Cedera termis menyebabkan gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit sampai
shock, yang dapat menimbulkan asidosis, nekrosis tubular akut, dan disfungsi
cerebral. Kondisi-kondisi ini dapat dijumpai pada fase awal syok yang biasanya
berlangsung sampai 72 jam pertama. Segera setelah terjadi luka bakar, terjadi
perubahan-perubahan yang bertahap yang mengikutinya. Kerusakkan akan terjadi
sampai kedalaman kulit tertentu, akan tetapi lapisan kulit yang lebih dalam
walaupun masih vital akan mengalami trauma cukup berat sebagai akibat thermal
injury. Pembuluh darah kapiler akan melebar dan terjadi peningkatan permeabilitas
kapiler, sehingga cairan yang kaya protein akan cepat hilang dari plasma kedalam
ruang extracellular, menyebabkan edema yang hebat dan kehilangan volume darah
dari sirkulasi. Peningkatan permeabilitas pembuluh darah yang progresif ini
berhubungan dengan pengaktifan komplemen dan pelepasan histamin, dimana
interaksi dari histamin dan xanthine oxidase akan menghasilkan peningkatan
aktifitas katalitik enzim-enzim ini. Oksigen toksik yang dihasilkan oleh reaksi
xanthine oxidase meliputi H2O2 dan radikal hidroksil,substansi inilah yang
menyebabkan kerisakan endothel pembuluh darah.
2. Pulmonary edema
Luka bakar pada jalan nafas akan mengakibatkan inhalasi asap dan api yang panas
pada saluran nafas. Bibir dan mulut biasanya memperlihatkan kelainan berupa luka
bakar, dan perubahan yang sama terjadi pada saluran nafas. Intubasi endotracheal
dan humidifikasi udara yang diinspirasi sangat diperlukan untuk mengatasi
respiratori distress.
Edema paru yang fulminan dapat terjadi sebagai akibat iritasi dinding alveoli,
bronchiolar dan bronchus oleh karena inhalasi asap dan gas. Kematian terjadi oleh
karena korban `drowning` pada sekresi lendir yang berlebihan yang diproduksi oleh
saluran nafasnya. Mekanisme kematian ini biasanya timbul dalam beberapa jam,
dapat dalam satu atau dua hari setelah broncho-pulmonary terjadi. Somke inhalation
ini dapat diikuti oleh fase laten. Dimana pada fase ini tidak ada gejala-gejala dari
obstruksi jalan nafas seperti refleks bronchospasme dan hipersekresi. Setelah 6
sampai 48 jam kemudian fase kedua dapat terjadi, yang karakteristik dari fase ini
adalah onset dari edema paru yang terjadi secara tiba-tiba, yang diikuti oleh
obstruksi tracheobronchial yang hebat dan reflek batuk yang tidak efektif yang
kemudian diikuti oleh retensi dari sekresi, atelektase dan bronchopneumonia.
Keadaan ini diperburuk lagi dengan hambatan dalam pembentukan surfactant oleh
karena kerusakan secara kimia dan hypoxia dari sel-sel alveoli. Adanya mukosa
bronchus yang nekrosis, terbentuknya alveolar membrane hyaline dan edema
interstitial akan menyebabkan hambatan dalam pengembangan paru dan
menyebabkan ventilasi yang adekwat menjadi tidak mungkin. Perubahan-perubahan
pada paru ini dapat mengakibatkan kegagalan jantung kanan yang akut. Kematian
oleh karena acut chemical-smoke lung injury ini secara pasti tidak dapat diketahui.
“Nitrous fumes”, cadmium dan sulphur oxides dan kenaikan konsentrasi ozone
menyebabkan masalah serius yang berbahaya dalam menyebabkan kerusakan
jaringan ikat.
3. Laryngeal edema
Inhalasi udara yang panas, gas atau api akan menyebabkan edema yang meliputi
lipatan aryepiglotik , epiglottis dan vocal cord yang mengakibatkan hambatan dalam
jalan nafas. Kelainan pada laryng ini biasanya diikuti dengan luka bakar pada wajah
yang berat.
4. Pneumonia dan infeksi saluran nafas lainnya
Hipostatik pneumonia adalah komplikasi non spesifik yang tersering yang terjadi
oleh karena thermal injury. Inhalasi asap dan gas-gas kimia akan menyebabkan
iritasi mukosa saluran nafas yang menyebabkan predisposisi invasi kuman dan
akhirnya menyebabkan laryngotracheobronchitis dan pneumonitis.
5. Lower nephron nephrosis (hemoglobinuric nephrosis)
Destruksi jaringan ikat apapun sebabnya akan menyebabkan shok dan sepsis yang
mengakibatkan kelainan pada ginjal dengan akibat anuria dan azotemia
6. Acute hemolytic anemia
Terjadi destruksi yang nyata yang menyertai kelainan klinik dan laboratorium. Ini
dapat tertutup oleh karena adanya hemokonsentrasi.
Kehilangan sel darah pada luka bakar terjadi oleh karena :
1. Efek langsung dari panas pada erythrocyte yang sedang mengalami sirkulasi yang
mengaliri kapiler pada waktu terbakar akan menyebabkan fragmentasi sel darah
merah dan sferositosis.
2. Lekukan sel darah merah yang terbakar akan menyebabkan stasis sirkulasi.
3. Kongesti visceral dan melena.
7. Sepsis
Dengan kehilangan kulit yang memiliki fungsi sebagai barier (sawar), luka
sangatmudah terinfeksi. Selain itu, dengan kehilangankulit yangluas, terjadi
penguapan cairan tubuh yang berlebihan. Penguapan ini disertai pengeluaran
proteindan energi, sehingga terjadi gangguan metabolisme.
Jaringan nekrosis yang ada melepas toksin (burn toxin , suatu lipid protein
kompleks) yang dapat menimbulkan SIRS bahkan sepsis yang menyebabkan
disfungsi dan kegagalan fungsi organ-organ tubuh seperti hepar dan paru (ARDS);
yang berakhir dengan kematian.
8. Curling`s ulcer
Erosi gaster superficial sering terjadi, bahkan duodenum sering mangalami ulkus, ini
yang pertama kali digambarkan oleh Curling.Post burn ulcer ini juga terjadi pada
esophagus, ileum dan caecum. Insidence ulcus duodenum yang tercatat di Amerika
Serikat adalah lebih dari 5%, sedangkan di United Kingdom Muir dan Johnes
menemukan 18 contoh kasus dari 32.500 kasus yang diobati. Curling`s ulcer ini
biasanya berbentuk tegas punched-out, dengan kedalaman yang bervariasi dari yang
hanya di lamina propria sampai seluruh ketebalan dinding visceral. Secra histology
ulcus ini digambarkan sebagai progresi yang akut tanpa fibroplasias seperti yang
terdapat pada lesi ulkus peptic yang kronik. Sering terjadi perdarahan submukosa,
dan sering terlihat tanpa ulserasi. Sering dijumpai koloni bakteri, jamur pada
kerusakan mukosa ini. Perdarahan pada Curling`s ulcers dan perforasinya yang
menyebabkan peritonitis dapat menyebabkan kematian. Etiologi yang sebenarnya
dari ulkus ini sebenarnya tidak banyak diketahui.. sepsis, hemokonsentrasi, shok
dengan peningkatan cardiact output dan hiperasiditas yang absolut yang terjadi
sendiri atau bersama-sama, tidak cukup kuat untuk menerangkan kejadian dari lesi
yang destruktif ini.
Teori lain dari Curling`s ulcer ini adalah teori yang melibatkan kerusakan pada
endotel kapiler oleh karena toksin yang beredar pada sirkulasi darah yang diproduksi
oleh protein jaringan ikat yang breakdown. Kapiler yang rusak ini yang bertanggung
jawab terhadap petekie submukosa dan sepertinya ini merupakan locus minoris yang
resisten yang kemudian berkembang menjadi ulkus.
9. Non specific squele
Korban luka bakar dapat meninggal oleh karena homologous serum jaundice,
pulmonary emboli, atau kerusakan sumsum tulang atau gangguan hematopoetik.
Iaterogenik dan kesalahan dalam management pengobatan dapat mengakibatkan
korban terlambat dalam penyembuhannya.

Penentuan intravitalitas luka bakar :


1. Jelaga dalam saluran nafas.
Pada kebakaran rumah atau gedung dimana rumah atau gedung beserta isi
perabotannya juga terbakar seperti bahan-bahan yang terbuat dari kayu, plastik akan
menghasilkan asap yang berwarna hitam dalam jumlah yang banyak. Akibat dari
inhalasi ini korban akan menghirup partikel karbon dalam asap yang berwarna
hitam. Sebagai tanda dari inhalasi aktif antemortem, maka partikel-partikel jelaga
ini dapat masuk kedalam saluran nafas melalui mulut yang terbuka, mewarnai lidah,
dan pharynx, glottis , vocal cord , trachea bahkan bronchiolus terminalis. Sehingga
bila secara histology ditemukan jelaga yang terletak pada bronchiolus terminalis
merupakan bukti yang absolut dari fungsi respirasi. Sering pula dijumpai adanya
jelaga dalam mukosa lambung, ini juga merupakan bukti bahwa korban masih hidup
pada wakrtu terdapat asap pada peristiwa kebakaran. Karbon ini biasanya
bercampur dengan mucus yang melekat pada trachea dan dinding bronchus oleh
karena iritasi panas pada mukosa. Ditekankan sekali lagi bahwa ini lebih nyata bila
kebakaran terjadi didalam gedung dari pada di dalam rumah.
2. Saturasi COHB dalam darah.
CO dalam darah merupakan indikator yang paling berharga yang dapat
menunjukkan bahwa korban masih hidup pada waktu terjadi kebakaran. Oleh
karena gas ini hanya dapat masuk melalui absorbsi pada paru-paru.
Akan tetapi bila pada darah korban tidak ditemukan adanya saturasi COHB maka
tidak berarti korban mati sebelum terjadi kebakaran. Pada nyala api yang terjadi
secara cepat, terutama kerosene dan benzene, maka level carbonmonoksida lebih
rendah atau bahkan negative dari pada kebakaran yang terjadi secara perlahan-lahan
dengan akses oksigen yang terbatas seperti pada kebakaran gedung.
Satu lagi yang harus disadari bahwa kadarsturasi CO dalam darah tergantung
beberapa factor termasuk konsentrasi CO yang terinhalasi dari udara, lamanya
eksposure, rata-rata dan kedalaman respiration rate dan kandungan Hb dalam
darah. Kondisi-kondisi ini akan mempengaruhi peningkatan atau penurunan rata-
rata absorbsi CO. sebagai contoh api yangmenyala dalam ruangan tertutup,
akumulasi CO dalam udara akan cepat meningkat sampai konsentrasi yang tinggi,
sehingga diharapkan absorbsi CO dari korban akan meningkan secra bermakna.
Pada otopsi biasanya relatif mudah untuk menentukan korban yang meninggal pada
keracuan CO dengan melihat warna lebam mayat yang berupa cherry red pada kulit,
otot, darah dan organ-organ interna, akan tetapi pada orang yang anemik atau
mempunyai kelainan darah warna cherry red ini menjadi sulit dikenali. Warna
cherry red ini juga dapat disebabkan oleh keracuan sianida atau bila tubuh terpapar
pada suhu dingin untuk waktu yang lama.
3. Reaksi jaringan
Sebenarnya tidak mungkin untuk membedakan luka bakar yang akut yang terjadi
antemortem dan postmortem. Pemeriksaan mikroskopik luka bakar tidak banyak
menolong kecuali bila korban dapat bertahan hidup cukup lama sampai terjadi
respon respon radang. Kurangnya respon tidak merupakan indikasi bahwa luka
bakar terjadi postmortem. Pemeriksaan slide secara mikroskopis dari korban luka
bakar derajad tiga yang meninggal tiga hari kemudian tidak ditemukan reaksi
radang, ini diperkirakan oleh karena panas menyebabkan trombosis dari pembuluh
darah pada lapisan dermis sehinggga sel-sel radang tidak dapat mencapai area luka
bakar dan tidak menyebabkan reaksi radang.
Blister juga bukan merupakan indikasi bahwa korban masih hidup pada waktu
terjadi kebakaran, oleh karena blister ini dapat terjadi secara postmortem.Blister
yang terjadi postmortem berwarna kuning pucat, kecuali pada kulit yang hangus
terbakar.Agak jarang dengan dasar merah atau areola yang erythematous, walaupun
ini bukan merupakan tanda pasti. Secara tradisionil banyak penulis mengatakan
bahwa untuk dapat membedakan blister yang terjadi antemortem dengan blister
yangterjadi postmortem adalah dengan menganalisa protein dan chlorida dari cairan
itu. Blister yang dibentuk pada ante mortem dikatakan mengandung lebih banyak
protein dan chloride, tetapi inipun tidak merupakan angka yang absolut
4. Subendocardial left ventricular hemorrhages
Perdarahan subendokardial pada ventrikel kiri dapat terjadi oleh karena efek panas.
Akan tetapi perdarahan ini bukan sesuatu yang spesifik karena dapat disebabkan
oleh berbagai mekanisme kematian. Pada korban kebakaran perdarahan ini
merupakan indikasi bahwa sirkulasi aktif sedang berjalan ketika tereksposure oleh
panas tinggi yang tidak dapat ditolerasi oleh tubuh dan ini merupakan bukti bahwa
korban masih hidup saat terjadi kebakaran.

Artefak – artefak yang ditemukan pada mayat oleh karena luka bakar:
Pada kebakaran yang hebat, apakah di dalam gedung atau yang terjadi pada
kecelakaan mobil yang terbakar, sering terlihat bahwa keadaan tubuh korban yang
terbakar sering tidak mencerminkan kondisi saat matinya.
1. Skin Split
Kontraksi dari jaringan ikat yang terbakar menyebabkan terbelahnya kulit dari
epidermis dan korium yang sering menyebabkan artefak yang menyerupai luka sayat
dan sering disalah artikan sebagai kekerasan tajam. Artefak postmortem ini dapat
mudah dibedakan dengan kekerasan tajam antemortem oleh karena tidak adanya
perdarahan dan lokasinya yang bervariasi disembarang tempat. Kadang-kadang
dapat terlihat pembuluh darah yang intak yang menyilang pada kulit yang terbelah.
2. Abdominal Wall Destruction
Kebakaran partial dari dinding abdomen bagian depan akan menyebabkan keluarnya
sebagian dari jaringan usus melalui defek yang terjadi ini. Biasanya ini terjadi tanpa
perdarahan, apakah perdarahan yang terletak diluar atau didalam rongga abdomen.
3. Skull Fractures
Bila kepala terpapar cukup lama dengan panas dapat menyebabkan pembentukan
uap didalam rongga kepala yang lama kelamaan akan mengakibatkan kenaikan
tekanan intra cranial yang dapat menyebabkan terpisahnya sutura-sutura dari tulang
tengkorak.
Pada luka bakar yang hebat dan kepala sudah menjadi arang atau hangus terbakar
dapat terlihat artefak fraktur tulang tengkorak yang berupa fraktur linear. Disini
tidak penah diikuti oleh kontusio serebri, subdural atau subarachnoid.
4. Pseudo Epidural Hemorrhage
Artefak umum yang biasanya terdapat pada korban yang hangus terbakar dan kepala
yang sudah menjadi arang adalah pseudo epidural hemorrhage atau epidural
hematom postmortem. Untuk membedakan dengan epidural hematom antemortem
tidak sulit oleh karena pseudo epidural hematom biasanya berwarna coklat,
mempunyai bentukan seperti honey comb appearance, rapuh tipis dan secara tipikal
terletak pada daerah frontal, parietal, temporal dan beberapa kasus dapat meluas
sampai ke oksipital.
5. Non-Cranial Fractures
Artefak berupa fraktur pada tulang-tulang ekstremitas juga sering ditemukan pada
korban yang mengalami karbonisasi oleh karena tereksposure terlalu lama dengan
api dan asap. Tulang – tulang yangterbakar mempunyai warna abu-abu keputihan
dan sering menunjukan fraktur kortikal pada permukaannya. Tulang ini biasanya
hancur bila dipegang sehingga memudahkan trauma postmortem pada waktu
transportasi ke kamar mayatatau selama usaha memadamkan api. Mayat sering
dibawa tanpa tangan dan kaki, dan mereka sudah tidak dikenali lagi di TKP karena
sudah mengalami fragmentasi.
6. Pugilistic Posture
Pada mayat yang hangus terbakar, tubuh akan mengambil posisi “pugilistic”.
Koagulasi dari otot-otot oleh karena panas akan menyebabkan kontraksi serabut otot
otot fleksor dan mengakibatkan ekstremitas atas mengambil sikap seperti posisi
seorang boxer dengan tangan terangkat didepannya, paha dan lutut yang juga fleksi
sebagian atau seluruhnya. Posisi “pugilistic” ini tidak berhubungan apakah individu
itu terbakar pada waktu hidup atau sesudah kematian. “pugilistic” attitude atau heat
rigor ini akan hilang bersama dengan timbulnya pembusukan.

Identifikasi korban
Masalah identifikasi adalah persoalan yang panjang dan tidak didiskusikan secara
terperinci pada bab ini. Terlalu seringnya kejadian bahwa mayat yang sudah hangus
itu cepat-cepat dikubur hanya dengan sedikit usaha-usaha penyidikan mengenai
kematian dari peristiwa yang nyata-nyata terjadi. Sehingga sering timbul peratnyaan
yang memalukan dari pihak asuransi yang bermaksud membayar asuransi
kematiannya, bagaimana seorang dokter forensic menegakkan identifikasi dari
mayat ini?
Bila tidak terdapat kerusakan yang berat dari luka bakar maka identifikasi dapat
cepat ditegakkan melalui identifikasi personal, fotografi, atau fingerprints. Akan
tetapi bila tubuh sudah hangus terbakar seperti arang dan terjadi mutilasi pada
kepala atau ekstremitas sehingga tidak didapatkan lagi sidik jarinya maka methode
lain harus digunakan. Methode yang terbanyak dan paling dipercaya adalah dental
identification karena gigi relatif tahan terhadap api. Methode lain yang dapat
dipercaya tetapi kurang umum penggunaannya adalah membandingkan x-ray yang
diambil antemortem dan postmortem dari korban. Bila identifikasi tidak dapat
dibuat melalui finger prints, dental charts, dental x-rays atau antemortem x-ray
maka hanya satu harapan yang dapat digunakan dalam menegakan identifikasi yaitu
melalui pemeriksaan DNA.
Bagaimanapun juga melengkapi data data pembanding seperti karakter fisik, luka-
luka lama atau bekas operasi, tattoo merupakan tugas pathology dalam
mengidentifikasi mayat.

You might also like