You are on page 1of 26

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Dermatitis adalah peradangan kulit ( epidermis dan dermis ) sebagai respon
terhadap pengaruh fakor eksogen atau pengaruh factor endogen, menimbulkan kelainan
klinis berupa efloresensi polimorfik ( eritema, edema, papul, vesikel, skuama ) dan
keluhan gatal (Djuanda, Adhi, 2007 ).
DERMATITIS lebih dikenal sebagai eksim, merupakan penyakit kulit yang mengalami
peradangan. Dermatitis dapat terjadi karena bermacam sebab dan timbul dalam berbagai
jenis, terutama kulit yang kering. Umumnya enzim dapat menyebabkan pembengkakan,
memerah, dan gatal pada kulit. Dermatitis tidak berbahaya, dalam arti
tidak membahayakan hidup dan tidak menular. Walaupun demikian, penyakit ini jelas
menyebabkan rasa tidak nyaman dan amat mengganggu. Dermatitis muncul dalam
beberapa jenis, yang masing-masing memiliki indikasi dan gejala Dermatitis yang
muncul dipicu alergen (penyebab alergi) tertentu seperti racun yang terdapat pada
berbeda.
Dermatitis muncul dalam beberapa jenis, yang masing-masing memiliki indikasi dan
gejala berbeda:
1.Contact Dermatitis
Dermatitis kontak adalah dermatitis yang disebabkan oleh bahan/substansi yang
menempel pada kulit. (Adhi Djuanda,2005)
Dermatitis yang muncul dipicu alergen (penyebab alergi) tertentu seperti racun
yang terd Eapat pada tanaman merambat atau detergen. Indikasi dan gejala antara kulit
memerah dan gatal. Jika memburuk, penderita akan mengalami bentol-bentol yang
meradang. Disebabkan kontak langsung dengan salah satu penyebab iritasi pada kulit
atau alergi. Contohnya sabun cuci/detergen, sabun mandi atau pembersih lantai.
Alergennya bisa berupa karet, logam, perhiasan, parfum, kosmetik atau rumput.
2.Neurodermatitis
Peradangan kulit kronis, gatal, sirkumstrip, ditandai dengan kulit tebal
dan garis kulit tampak lebih menonjol(likenifikasi) menyerupai kulit batang kayu,
akibat garukan atau gosokan yang berulang-ulang karena berbagai ransangan
pruritogenik. (Adhi Djuanda,2005)
Timbul karena goresan pada kulit secara berulang, bisa berwujud kecil, datar
dan dapat berdiameter sekitar 2,5 sampai 25 cm. Penyakit ini muncul saat sejumlah
pakaian ketat yang kita kenakan menggores kulit sehingga iritasi. Iritasi ini memicu kita
untuk menggaruk bagian yang terasa gatal. Biasanya muncul pada pergelangan kaki,
pergelangan tangan, lengan dan bagian belakang dari leher.
3.Seborrheic Dermatitis
Kulit terasa berminyak dan licin; melepuhnya sisi-sisi dari hidung, antara kedua
alis, belakang telinga serta dada bagian atas. Dermatitis ini seringkali diakibatkan faktor
keturunan, muncul saat kondisi mental dalam keadaan stres atau orang yang menderita
penyakit saraf seperti Parkinson.
4.Stasis Dermatitis
Merupakan dermatitis sekunder akibat insufisiensi kronik vena(atau hipertensi
vena) tungkai bawah. (Adhi Djuanda,2005)
Yang muncul dengan adanya varises, menyebabkan pergelangan kaki dan tulang
kering berubah warna menjadi memerah atau coklat, menebal dan gatal. Dermatitis
muncul ketika adanya akumulasi cairan di bawah jaringan kulit. Varises dan kondisi
kronis lain pada kaki juga menjadi penyebab.
5.Atopic Dermatitis
Merupakan keadaan peradangan kulit kronis dan resitif, disertai gatal yang
umumnya sering terjadi selama masa bayi dan anak-anaka, sering berhubungan dengan
peningkatan kadar IgE dalam serum dan riwayat atopi pada keluarga atau
penderita(D.A, rinitis alergik, atau asma bronkial).kelainan kulit berupa papul gatal
yang kemudian mengalami ekskoriasi dan likenifikasi, distribusinya dilipatan(fleksural).
(Adhi Djuanda,2005)
Dengan indikasi dan gejala antara lain gatal-gatal, kulit menebal, dan pecah-
pecah. Seringkali muncul di lipatan siku atau belakang lutut. Dermatitis biasanya
muncul saat alergi dan seringkali muncul pada keluarga, yang salah satu anggota
keluarga memiliki asma. Biasanya dimulai sejak bayi dan mungkin bisa bertambah atau
berkurang tingkat keparahannya selama masa kecil dan dewasa. (ros/Detikhealth).

2.2 Epidemiologi
Dermatitis kontak iritan dapat diderita oleh semua orang dari berbagai golongan
umur, ras, dan jenis kelamin. Jumlah penderita dermatitis kontak iritan diperkirakan
cukup banyak, namun angkanya secara tepat sulit diketahui. Hal ini disebabkan antara
lain oleh banyak penderita dengan kelainan ringan tidak datang berobat. Bila
dibandingkan dengan dermatitis kontak iritan, jumlah penderita dermatitis kontak
alergik lebih sedikit, karena hanya mengenai orang yang kulitnya sangat peka
(hipersensitif). Namun sedikit sekali informasi mengenai prevalensi dermatitis ini di
masyarakat.

2.3 Etiologi
Penyebabnya secara umum dapat dibedakan menjadi 2 yaitu :
a. Luar ( eksogen ) misalnya bahan kimia ( deterjen, oli, semen ), fisik ( sinar matahari,
suhu ), mikroorganisme ( mikroorganisme, jamur).
b. Dalam ( endogen ) misalnya dermatitis atopik.
Penyebab dermatitis dapat berasal dari luar(eksogen), misalnya bahan kimia
(contoh : detergen,asam, basa, oli, semen), fisik (sinar dan suhu), mikroorganisme
(contohnya : bakteri, jamur) dapat pula dari dalam(endogen), misalnya dermatitis
atopik.(Adhi Djuanda,2005).
Sejumlah kondisi kesehatan, alergi, faktor genetik, fisik, stres, dan iritasi dapat
menjadi penyebab eksim. Masing-masing jenis eksim, biasanya memiliki penyebab
berbeda pula. Seringkali, kulit yang pecah-pecah dan meradang yang disebabkan eksim
menjadi infeksi. Jika kulit tangan ada strip merah seperti goresan, kita mungkin
mengalami selulit infeksi bakteri yang terjadi di bawah jaringan kulit. Selulit muncul
karena peradangan pada kulit yang terlihat bentol-bentol, memerah, berisi cairan dan
terasa panas saat disentuh dan .Selulit muncul pada seseorang yang sistem kekebalan
tubuhnya tidak bagus. Segera periksa ke dokter jika kita mengalami selulit dan eksim.

2.4 Faktor Predisposisi


a. Keringnya kulit.
b. Iritasi oleh sabun, deterjen, pelembut pakaian, dan bahan kimia lain.
c. Menciptakan kondisi yang terlalu hangat untuk anak, misalnya membungkus anak
dengan pakaian berlapis.
d. Alergi atau intoleransi terhadap makanan tertentu.
e. Alergi terhadap debu, serbuk bunga, atau bulu hewan.
f. Virus dan infeksi lain.
g. Perjalan ke Negara dengan iklim berbeda.

2.5 Gejala klinis


Pada umumnya penderita dermatitis akan meneluh gatal, dimana gejala klinis lainnya
bergantung pada stradium penyakitnya.
a. Stadium akut : kelainan kulit berupa eritema, edema, vesikel atau bula, erosi dan
eksudasi sehingga tampak basah.
b. Stadium subakut : eritema, dan edema berkurang, eksudat mongering menjadi kusta.
c. Stadium kronis : lesi tampak kering, skuama, hiperpigmentasi, papul dan likenefikasi.
Stadium tersebut tidak selalu berurutan, bisa saja sejak awal suatu dermatitis sejak awal
memberi gambaran klinis berupa kelainan kulit stadium kronis.

2.6 Patofisologi
Kelainan kulit timbul akibat kerusakan sel yang disebabkan oleh iritan melalui
kerja kimiawi atau fisik. Bahan irisan merusak lapisan tanduk, denaturasi keratin,
menyingkirkan lemak lapisan tanduk, dan mengubah daya ikat air kulit. Keadaan ini
akan merusak sel epidermis. Ada 2 jenis bahan iritan yaitu: iritan kuat dan iritan lemah.
Iritan kuat akan menimbulkan kelainan kulit pada pajanan pertama pada hampir semua
orang, sedang iritan lemah hanya pada mereka yang paling rawan atau mengalami
kontak berulang-ulang.
Faktor lain yang dapat mempengaruhi yaitu: kelembaban udara, tekanan, gesekan,
mempunyai andil pada terjadinya kerusakan tersebut. Berkaitan dengan gejala diatas
dapat menimbulkan rasa nyeri yang timbul akibat lesi kulit, erupsi dan gatal. Selain itu,
dapat menimbulkan gangguan intergritas kulit dan gangguan citra tubuh yang timbul
karena vesikel kecil, kulit kering, pecah-pecah dan kulit bersisik.
1. Dermatitis Kontak
Terdapat 2 tipe dermatitis kontak yang disebabkan oleh zat yang berkontak dengan kulit
yaitu dermatitis kontak iritan dan dermatitis kontak alergik.
 Dermaitis Kontak Iritan : Kulit berkontak dengan zat iritan dalam waktu dan
konsentrasi cukup, umumnya berbatas relatif tegas. Paparan ulang akan menyebabkan
proses menjadi kronik dan kulit menebal disebut skin hardering.
 Dermatitis Kontak Alergik : Batas tak tegas. Proses yang mendasarinya ialah reaksi
hipersensitivitas. Lokalisasi daerah terpapar, tapi tidak tertutup kemungkinan di daerah
lain.
2. Dermatitis Atopik
Bersifat kronis dengan eksaserbasi akut, dapat terjadi infeksi sekunder. Riwayat
stigmata atopik pada penderita atau keluarganya.
3. Dermatitis Numularis
Kelainan terdiri dari eritema, edema, papel, vesikel, bentuk numuler, dengan diameter
bervariasi 5 – 40 mm. Bersifat membasah (oozing), batas relatif jelas, bila kering
membentuk krusta. bagian tubuh.
4. Dermatitis Statis
Akibat bendungan, tekanan vena makin meningkat sehingga memanjang dan melebar.
Terlihat berkelok-kelok seperti cacing (varises). Cairan intravaskuler masuk ke jaringan
dan terjadilah edema. Timbul keluhan rasa berat bila lama berdiri dan rasa kesemutan
atau seperti ditusuk-tusuk. Terjadi ekstravasasi eritrosit dan timbul purpura. Bercak-
bercak semula tampak merah berubah menjadi hemosiderin. Akibat garukan
menimbulkan erosi, skuama. Bila berlangsung lama, edema diganti jaringan ikat
sehingga kulit teraba kaku, warna kulit lebih hitam.
5. Dermatitis Seiboroika
Merupakan penyakit kronik, residif, dan gatal. Kelainan berupa skuama kering, basah
atau kasar; krusta kekuningan dengan bentuk dan besar bervariasi.Tempat kulit kepala,
alis, daerah nasolabial belakang telinga, lipatan mammae, presternal, ketiak, umbilikus,
lipat bokong, lipat paha dan skrotum.Pada kulit kepala terdapat skuama kering dikenal
sebagai dandruff dan bila basah disebutpytiriasis steatoides ; disertai kerontokan
rambut. Lesi dapat menjalar ke dahi, belakang telinga, tengkuk, serta oozing
(membasah), da menjadi nkeadaan eksfoliatif generalisata. Pada bayi dapat terjadi
eritroderma deskuamativa atau disebut penyakit Leiner.

2.7 Klasifikasi
2.7.1 Berdasarkan etiologinya dermatitis diklasifikasikan menjadi 3 yaitu :
a. Dermatitis kontak ( dermatitis venemata )
Merupakan dermatitis yang disebabkan oleh oleh bahan yang menempel pada kulit atau
dermatitis kontak merupakan respon reaksi hipersensitivitas lambat tipe IV. Penyakit ini
adalah kelainan inflamasi yang sering bersifat ekzematosa yang disebabkan oleh reaksi
kulit terhadap sejumlah bahan yang iritatif atau alergenik.
Ada 4 bentuk dermatitis kontak yaitu :
 Dermatitis kontak iritan
Dermatitis yang terjadi akibat kontak dengan bahan yang secara kimiawi atau
fisik merusak kulit tanpa dasar imunologik. Terjadi sesudah kontak pertama dengan
iritan atau kontak ulang dengan iritan ringan selama waktu yang lama. Dermatitis ini
terjadi karena dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu ukuran molekul, daya larut,
konsentrasi bahan tersebut, lama kontak, kekerapan, gesekan dan trauma fisis, shu serta
kelembaban.
Selain faktor diatas faktor lain yang mendukung terjadinya dermatitis kontak
alergik adalah faktor individu misalnya perbedaan kelembaban kulit, usia ( anak
dibawah umur 8 tahun dan usia lanjut lebih mudah teritasi ), ras ( kulit hitam lebih
rentan dari kulit putih ) dan jenis kelamin ( insidans DKI lebih banyak pad wanita ).
Gejala klinis yamg terjadi adalah kekeringan kulit yang berlangsung beberapa hari
hingga bulan. Vesikulasi, fisura dan pecah-pecah. Tangan dan lengan bawah merupakan
bagian yang paling sering terkena.
 Dermatitis kontak alergik.
Merupakan reaksi hipersensitivitas tipe IV yang terjadi akibat kontak kulit dengan
bahan alergik ( bahan pelarut, deterjen, minyak pelumas ). Tipe ini memiliki periode
sensitisasi 10 – 14 hari. Reaksi hipersensitivitas tipe IV terjadi melalui 2 fase yaitu:
a. Fase sensitisasi
Hapten masuk ke dalam epidermis melewati stratum korneum akan ditangkap oleh sel
langerhans denagn cara pinositosis dan diproses secara kimiawi oleh enzim lisosom.
Pada awalnya sel langerhans dalam keadaan istirahat, dan hanya berfungsi sebagai
makrofag dengan sedikit kemampuan menstimulasi sel T. Terjadinya sensitisasi kontak
tergantung pada sinyal iritan yang dapat berasal dari alergen kontak sendiri dari ambang
rangsang yang rendah terhadap respon iritan, dari bahan kimia inflamasi pada kulit yang
meradang. Jadi sinyal bahaya yang menyebabkan sensitisasi tidak berasal dari sinyal
antigenik sendiri melainkan dari iritasi yang menyertainya. Suatu tindakan mengurangi
iritasi akan menurunkan potensi sensitisasi.

b. Fase elisitasi
Fase kedua (elisitasi) hipersensitivitas tipe lambat terjadi pada pajanan ulang alergen
(hapten), hapten akan ditangkap sel langerhans dan diproses secara kimiawi menjadi
antigen, diikat oleh HLA-DR, kemudian diekskresi di permukaan kulit. Selanjutnya
kompleks HLA-DR-antigen akan dipresentasikan kepada sel T yang telah tersensitisasi
baik di kulit maupun di kelenjar limfe sehingga terjadi proses aktivasi. Fase elisitasi
umumnya berlangsung antara 24-48 jam. Gambaran klinisnya dapat berupa vasodilatasi
dan infiltrat perivaskuler pada dermis, edema intrasel, biasanya terlihat pada permukaan
dorsal tangan.

 Dermatitis kontak fototoksik


Merupakan dermatitis yang menyerupai tipe iritan tetapi memerlukan kombinasi sinar
matahari dan bahan kimia yang merusak epidermis kulit. Gambaran klinis yang terjadi
serupa dengan dermatitis iritan.

 Dermatitis kontak fotoalergik


Menyerupai dermatitis alergi tetapi memerlukan pajanan cahaya disamping kontak
alergen untuk menimbulkan reaktivitas imunologik. Gambaran klinis serupa dengan
dermatitis iritan.

b. Dermatitis Atopik
Merupakan peradangan kulit yang melibatkan perangsangan berlebihan limfosit T
dan sel Mast. Tipe gatal kronik yang sering timbul, dalam keadaan yang sering disebut
eksema. Manifestasi klinik dimulai sejak selama kanak-kanak. Dalam keadaan akut,
yang pertama tampak kemerahan dan banyak kerak. Pada bayi lesi kulit tampak pada
wajah dan bokong. Pada anak yang yang lebih tua dan remaja, lesi tampak lebih sering
muncul di tangan dan kaki, di belakang lutut dan lipat siku. Gejala terbesar adalah
pruritus hebat menyebabkan berulangnya peradangan dan pembentukan lesi yang
merupakan keluahan utama mencari bantuan.
c. Dermatitis medikamentosa
Merupakan kelainan hipersensitivitas tipe I, merupakan istilah yang digunakan
untuk ruang kulit karen pemakaian internal obat-obatan atau medikasi tertentu. Pada
umumnya reaksi obat timbul mendadak, ruam dapat disertai dengan gejala sistemik atau
menyeluruh.
2.7.2. Berdasarkan morfologinya, dermatitis dapat diklasifikasikan menjadi 4 , yaitu :
a. Dermatitis papulosa.
b. Dermatitis vesikulosa.
c. Dermatitis madidans.
d. Dermatitis eksfloliative

2.7.3 Berdasarkan bentuknya, dermatitis diklasifikasikan menjadi :


a. Dermatitis numularis
Merupakan dermatitis yng lesinya berbentuk mata uang atau agak lonjong, berbatas
tegas, dengan efloresensi berupa papulovesikel, biasanya mudah pecah sehingga basah.
Gambaran klinis yang terjadi adalah : umumnya mengeluh sangat gatal, lesi akut berupa
vesikel dan papolu vesikel ( 0,3 – 1.0 cm ) kemudian membesar dengan cara
berkonploensi atau meluas kesamping. Membentuk satu lesi karakteristik seperti uang
logam ( koin ), eritematosa, sedikit edematosa, dan berbatas tegas. Jumlah lesi dapat 1
dapat pula banyak dan tersebar, bilateral atau simetris dengan ukuran bervariasi mulai
dari miliar – numular.

2.8 Pemeriksaan fisik


a. Kulit
Pemeriksaan kulit meliputi pemeriksaan inspeksi dan palpasi.
1. Inspeksi
 Higiene kulit
Penilaian atas kebersihan yang merupakan petunjuk umum atas kesehatan seseorang.
 Kelainan yang bisa nampak pada inspeksi, yaitu:• Makula: suatu bercak yang nampak
berwarna kemerahan, permukaan kulit datar dan ukurannya kueang dari 1 cm, misalnya
pada morbili atau campak.
 Eritema: suatu bercak kemerahan yang ukurannya lebih besar dari makula, misalnya:
crysipelas.
 Papula: suatu lesi kulit yang menonjol lebih tinggi daripada sekitarnya, misalnya
gigitan.
 Vesikula: suatu tonjolan kecil kurang dari 1 cm, berisi cairan yang jernih, misalnya
cacar air , herpes simpleks. Jika tonjolannya besar-besar lebih dari 1 cm disebut bula,
misalnya luka bakar.
 Pustula: suatu tonjolan berisi cairan nanah, misalnya impetigo, jerawat, infeksi kuman
staphilococcus (bisul ).
 Ulkus: suatu lesi yang terbuka yang diakibatkan pecahnya vesikula dan pustula.
 Crusta: cairan tubuh yang mengering bisa dari serum, nanah, darah dsb.
 Eksoriasis: pengelupasan epidermis pada luka lecet atau abrasi.
 Fisurre: retak / pecahnya jaringan kulit sehingga terbentuk celah retakan. Hal ini
diakibatkan penurunan elastisitas jaringan kulit.
 Cicatrix: pembentukan jaringan ikat pada kulit sesudah penyembuhan luka. Hal ini bisa
karena bakat ( mempunyai kecenderungan untuk itu) ada pula yang spesifik, yaitu
cicatrix bekas irisan kulit pada seseorang mofinis dan bekas suntikan BCG.
 Petekie: ada bercak pendarahan yang terbatas dan terletak di epidermis kulit berukuran
kurang dari 1 cm.
 Hematoma: pendarahan di bawah kulit yang umumnya berukuran lebih besar dan
berwarna merah, biru, ungu sampai biru.
 Naevus pigmentosus: andeng- andeng atau tahi lalat, hiperpigmentasi pada suatu
daerah kulit dengan batas tegas.
 Hiperpigmentasi: suatu daerah di kulit yang lebih tua warnanya dari kulit sekitarnya.
 Vitiligo/hipopigmentasi: daerah kulit yang tidak berpigmen/ kurang pigmen daripada
kulit sekitarnya.
 Tatttoo: hiperpigmentasi buatan dengan masukan zat warna.
 Hemangioma: suatu bercak kemerahan akibat pelebaran pembuluh- pembuluh darah
setempat yang biasanya kongenital.
 Spider naevi: suatu pelebaran pembuluh- pembuluh darah arteriola di kulit yang khas
bentuk dan arah aliran darahnya ( keluar) misalnya pada penderita sirosis hepatis.
 Lichenifikasi: penebalan epidermis dan kekakuan kulit.
 Striae: suatu garis- garis putih kulit yang bisa ditemui pada kulit perut wanita hamil,
orang- orang yang sangat gemuk ( daerah gluteal, lipat bahu, ketiak ini karena regangan
kulit yang melebihi ekstisitisitasnya).
 Mongolian spot: suatu bercak kebiruan yang sering didapat di daerah gluteal sampai
lumbal, bayi-bayi dari ras oriental, Indian, Amerika, dan Negro.
 Uremie frost: bedak ureum, salju ureum di kulit merupakan kristal halus ureum yang
terjadi akibat menguapnya keringat pasien uremia sehingga di kulit tertinggal ”bedak”
ureum.
 Anemi: pucat bisa dilihat dari telapak tangan mulosa bibir, konjungtiva, warna dasar
kuku karena kurangnya Hb.
 Cyanosis: tampak kulit warna kebiruan akibat jumlah reduced Hb melebihi kadar 5 %
akibat kegagalan transport oksigen atau menumpuknya CO2 di jaringan.
 Ikterus: warna kuning- kuning kehijauan yang bisa tampak di kulit, telapak tangan, dan
sklera mata karena bilirubin yang tinggi pada penyakit-penyakit hati.
2. Palpasi
Pada palpasi pertama dirasakan kehangatan kulit ( dingin, hangat, deman ) kemudian
kelembabannya, psien dehidrasi terasa kering dan pasien hipertiroidisme berkeringat
terlalu banyak.
a. Tekstur kulit dirasakan halus, lunak, lentur, pada kulit normal. Teraba ksar pada
defisiensi vitamin A, hipotitoid, terlalu sering mandi, banyak ketombe, diaper-rash (di
selangkangan bayi ) akibat popok bayi.
b. Turgor dinilai pada kulit perut dengan cubitan ringan. Bila lambat kembali ke keadaan
semula menunjukkan turgor turun pada pasien dehidrasi.
c. Krepitasi teraba ada gelembung-gelembung udara di bawah kulit akibat fraktura tulang-
tulang iga atau trauma leher yang menusuk kulit sehingga udara paru-paru bisa berada
di bawah kulit dada.
d. Edema adalah terkumpulnya cairan tubuh di jaringan tubuh lebih daripada jumlah
semestinya.

2.9 Pemeriksaan Penunjang


a. Tes Tempel Terbuka.
Pada uji terbuka bahan yang dicurigai ditempelkan pada daerah belakang telinga karena
daerah tersebut sukar dihapus selama 24 jam. Setelah itu dibaca dan dievaluasi hasilnya.
Indikasi uji tempel terbuka adalah alergen yang menguap.
b. Tes Tempel Tertutup.
Untuk uji tertutup diperlukan Unit Uji Tempel yang berbentuk semacam plester yang
pada bagian tengahnya terdapat lokasi dimana bahan tersebut diletakkan. Bahan yang
dicurigai ditempelkan dipunggung atau lengan atas penderita selama 48 jam setelah itu
hasilnya dievaluasi.
c. Tes tempel dengan Sinar
Uji tempel sinar dilakukan untuk bahan-bahan yang bersifat sebagai fotosensitisir yaitu bahan-
bahan yang bersifat sebagai fotosensitisir yaitu bahan yang dengan sinar ultra violet
baru akan bersifat sebagai alergen. Tehnik sama dengan uji tempel tertutup, hanya
dilakukan secara duplo. Dua baris dimana satu baris bersifat sebagai kontrol. Setelah 24
jam ditempelkan pada kulit salah satu baris dibuka dan disinari dengan sinar ultraviolet
dan 24 jam berikutnya dievaluasi hasilnya. Untuk menghindari efek daripada sinar,
maka punggung atau bahan test tersebut dilindungi dengan secarik kain hitam atau
plester hitam agar sinar tidak bisa menembus bahan tersebut. Untuk dapat melaksanakan
uji tempel ini sebaiknya penderita sudah dalam keadaan tenang penyakitnya, karena bila
masih dalam keadaan akut kemungkinan salah satu bahan uji tempel merupakan
penyebab dermatitis sehingga akan menjadi lebih berat. Tidak perlu sembuh tapi dalam
keadaan tenang. Disamping itu berbagai macam obat dapat mempengaruhi uji tempel
sebaiknya juga dihindari paling tidak 24 jam sebelum melakukan uji tempel misalnya
obat antihistamin dan kortikosteroid.
Dalam melaksanakan uji tempel diperlukan bahan standar yang umumnya telah
disediakan oleh International Contact dermatitis risert group, unit uji tempel dan
penderita maka dengan mudah dilihat perubahan pada kulit penderita. Untuk mengambil
kesimpulan dari hasil yang didapat dari penderita diperlukan keterampilan khusus
karena bila gegabah mungkin akan merugikan penderita sendiri. Kadang-kadang hasil
ini merupakan vonis penderita dimana misalnya hasilnya positif maka penderita diminta
untuk menghindari bahan itu. Penderita harus hidup dengan menghindari ini itu, tidak
boleh ini dan itu sehingga berdampak negatif dan penderita dapat jatuh ke dalam
neurosis misalnya. Karenanya dalam mengevaluasi hasil uji tempel dilakukan oleh
seorang yang sudah mendapat latihan dan berpengalaman di bidang itu. Tes in vitro
menggunakan transformasi limfosit atau inhibisi migrasi makrofag untuk pengukuran
dermatitis kontak alergik pada manusia dan hewan. Namun hal tersebut belum standar
dan secara klinis belum bernilai diagnosis.

2.10 Penatalaksanaan
Pada prinsipnya penatalaksanaan dermatitis kontak iritan dan kontak alergik yang baik
adalah mengidentifikasi penyebab dan menyarankan pasien untuk menghindarinya,
terapi individual yang sesuai dengan tahap penyakitnya dan perlindungan pada kulit.
a. Pencegahan
Merupakan hal yang sangat penting pada penatalaksanaan dermatitis kontak iritan dan
kontak alergik. Di lingkungan rumah, beberapa hal dapat dilaksanakan misalnya
penggunaan sarung tangan karet di ganti dengan sarung tangan plastik, menggunakan
mesin cuci, sikat bergagang panjang, penggunaan deterjen.
b. Pengobatan
Pengobatan yang diberikan dapat berupa pengobatan topikal dan sistemik.
c. Pengobatan topikal
Obat-obat topikal yang diberikan sesuai dengan prinsip-prinsip umum pengobatan
dermatitis yaitu bila basah diberi terapi basah (kompres terbuka), bila kering berikan
terapi kering. Makin akut penyakit, makin rendah prosentase bahan aktif. Bila akut
berikan kompres, bila subakut diberi losio, pasta, krim atau linimentum (pasta
pendingin ), bila kronik berikan salep. Bila basah berikan kompres, bila kering
superfisial diberi bedak, bedak kocok, krim atau pasta, bila kering di dalam, diberi
salep. Medikamentosa topikal saja dapat diberikan pada kasus-kasus ringan. Jenis-
jenisnya adalah :

1. Kortikosteroid
Kortikosteroid mempunyai peranan penting dalam sistem imun. Pemberian
topikal akan menghambat reaksi aferen dan eferen dari dermatitis kontak alergik.
Steroid menghambat aktivasi dan proliferasi spesifik antigen. Ini mungkin disebabkan
karena efek langsung pada sel penyaji antigen dan sel T. Pemberian steroid topikal pada
kulit menyebabkan hilangnya molekul CD1 dan HLA-DR sel Langerhans, sehingga sel
Langerhans kehilangan fungsi penyaji antigennya. Juga menghalangi pelepasan IL-2
oleh sel T, dengan demikian profilerasi sel T dihambat. Efek imunomodulator ini
meniadakan respon imun yang terjadi dalam proses dermatitis kontak dengan demikian
efek terapetik.
Jenis yang dapat diberikan adalah hidrokortison 2,5 %, halcinonid dan
triamsinolon asetonid. Cara pemakaian topikal dengan menggosok secara lembut. Untuk
meningkatan penetrasi obat dan mempercepat penyembuhan, dapat dilakukan secara
tertutup dengan film plastik selama 6-10 jam setiap hari. Perlu diperhatikan timbulnya
efek samping berupa potensiasi, atrofi kulit dan erupsi akneiformis.
2. Radiasi ultraviolet
Sinar ultraviolet juga mempunyai efek terapetik dalam dermatitis kontak melalui
sistem imun. Paparan ultraviolet di kulit mengakibatkan hilangnya fungsi sel
Langerhans dan menginduksi timbulnya sel panyaji antigen yang berasal dari sumsum
tulang yang dapat mengaktivasi sel T supresor. Paparan ultraviolet di kulit
mengakibatkan hilangnya molekul permukaan sel langehans (CDI dan HLA-DR),
sehingga menghilangkan fungsi penyaji antigennya.
Kombinasi 8-methoxy-psoralen dan UVA (PUVA) dapat menekan reaksi
peradangan dan imunitis. Secara imunologis dan histologis PUVA akan mengurangi
ketebalan epidermis, menurunkan jumlah sel Langerhans di epidermis, sel mast di
dermis dan infiltrasi mononuklear. Fase induksi dan elisitasi dapat diblok oleh UVB.
Melalui mekanisme yang diperantarai TNF maka jumlah HLA- DR + dari sel
Langerhans akan sangat berkurang jumlahnya dan sel Langerhans menjadi tolerogenik.
UVB juga merangsang ekspresi ICAM-1 pada keratinosit dan sel Langerhans.
3. Siklosporin A
Pemberian siklosporin A topikal menghambat elisitasi dari hipersensitivitas kontak pada
marmut percobaan, tapi pada manusia hanya memberikan efek minimal, mungkin
disebabkan oleh kurangnya absorbsi atau inaktivasi dari obat di epidermis atau dermis.
4. Antibiotika dan antimikotika
Superinfeksi dapat ditimbulkan oleh S. aureus, S. beta dan alfa hemolitikus, E. coli,
Proteus dan Candida sp. Pada keadaan superinfeksi tersebut dapat diberikan antibiotika
(misalnya gentamisin) dan antimikotika (misalnya clotrimazole) dalam bentuk topikal.
5. Imunosupresif topikal
Obat-obatan baru yang bersifat imunosupresif adalah FK 506 (Tacrolimus) dan SDZ
ASM 981. Tacrolimus bekerja dengan menghambat proliferasi sel T melalui penurunan
sekresi sitokin seperti IL-2 dan IL-4 tanpa merubah responnya terhadap sitokin eksogen
lain. Hal ini akan mengurangi peradangan kulit dengan tidak menimbulkan atrofi kulit
dan efek samping sistemik. SDZ ASM 981 merupakan derivat askomisin makrolatum
yang berefek anti inflamasi yang tinggi. Pada konsentrasi 0,1% potensinya sebanding
dengan kortikosteroid klobetasol-17-propionat 0,05% dan pada konsentrasi 1%
sebanding dengan betametason 17-valerat 0,1%, namun tidak menimbulkan atrofi kulit.
Konsentrasi yang diajurkan adalah 1%. Efek anti peradangan tidak mengganggu respon
imun sistemik dan penggunaan secara topikal sama efektifnya dengan pemakaian secara
oral.
6. Pengobatan sistemik
Pengobatan sistemik ditujukan untuk mengontrol rasa gatal dan atau edema, juga pada
kasus-kasus sedang dan berat pada keadaan akut atau kronik. Jenis-jenisnya adalah :
1)Antihistamin
Maksud pemberian antihistamin adalah untuk memperoleh efek sedatifnya. Ada yang
berpendapat pada stadium permulaan tidak terdapat pelepasan histamin. Tapi ada juga
yang berpendapat dengan adanya reaksi antigen-antobodi terdapat pembebasan
histamin, serotonin, SRS-A, bradikinin dan asetilkolin.
2)Kortikosteroid
Diberikan pada kasus yang sedang atau berat, secara peroral, intramuskular atau
intravena. Pilihan terbaik adalah prednison dan prednisolon. Steroid lain lebih mahal
dan memiliki kekurangan karena berdaya kerja lama. Bila diberikan dalam waktu
singkat maka efek sampingnya akan minimal. Perlu perhatian khusus pada penderita
ulkus peptikum, diabetes dan hipertensi. Efek sampingnya terutama pertambahan berat
badan, gangguan gastrointestinal dan perubahan dari insomnia hingga depresi.
Kortikosteroid bekerja dengan menghambat proliferasi limfosit, mengurangi molekul
CD1 dan HLA- DR pada sel Langerhans, menghambat pelepasan IL-2 dari limfosit T
dan menghambat sekresi IL-1, TNF-a dan MCAF.
3)Siklosporin
Mekanisme kerja siklosporin adalah menghambat fungsi sel T penolong dan
menghambat produksi sitokin terutama IL-2, INF-r, IL-1 dan IL-8. Mengurangi
aktivitas sel T, monosit, makrofag dan keratinosit serta menghambat ekspresi ICAM-1.
4)Pentoksifilin
Bekerja dengan menghambat pembentukan TNF-a, IL-2R dan ekspresi ICAM-1 pada
keratinosit dan sel Langerhans. Merupakan derivat teobromin yang memiliki efek
menghambat peradangan.
5)FK 506 (Takrolimus)
Bekerja dengan menghambat respon imunitas humoral dan selular. Menghambat sekresi
IL-2R, INF-r, TNF-a, GM-CSF . Mengurangi sintesis leukotrin pada sel mast serta
pelepasan histamin dan serotonin. Dapat juga diberikan secara topikal.
6)Ca++ antagonis
Menghambat fungsi sel penyaji dari sel Langerhans. Jenisnya seperti nifedipin dan
amilorid.
7)Derivat vitamin D3
Menghambat proliferasi sel T dan produksi sitokin IL-1, IL-2, IL-6 dan INF-r yang
merupakan mediator-mediator poten dari peradangan. Contohnya adalah kalsitriol.
8)SDZ ASM 981
Merupakan derivay askomisin dengan aktifitas anti inflamasi yang tinggi. Dapat juga
diberikan secara topical, pemberian secara oral lebih baik daripada siklosporin

2.11 Diet
Penatalaksanaan diet pada dermatitis msih merupakan masalah yang kontriversional.
Alergi makanan yang signifikan tidak diketahui seganai penyebab dari dermatitis atau
berapa persentase dari klien dermatitis yang mempunyai alergi terhadap makanan. Diet
pada penyakit dermatitis adalah diet TKTP ( Tinggi Kalori Tinggi Protein).
a. Tujuan diet dermatitis:
 Memberikan makanan secukupnya tanpa menimbulkan gejala alergi, meringankan
intensitas serangan, mengurangi frekuensi serangan.
 Mencapai status gizi yang optimal.
b. Syarat diet dermatitis:
 Tinggi Energi, protein, mineral dan vitamin sesuai dengan kebutuhan.
 Tidak menggunakan bahan makanan yg disangka menimbulkan alergi.
c. Bahan makanan yang dapat menimbulkan alergi:
 Sumber zat tenaga : beras, gandum, cantel, havemut, jagung, kentang, lombok, terong.
 Sumber zat pembangun : daging sapi, susu sapi, ayam, kalkun, itik, burung dara dan
telur hewan tsb., ikan tawar, ikan laut, cumi, kerang, keong, kepiting, rajungan, udang,
belut, kura-kura,penyu, telur penyu, ular , kacang tanah,kacang polong, kedelai dan
hasil olahan.
 Sumber Zat Pengatur : daun selada, bit, bawang merah,bawang putih, labu, ragi,
semangka, kurma, peterseli, brocoli,lobak,kol,anggur, apel, murbei, stroberi,kayu
manis, kakao, coklat.
BAB 3
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian
3.1.1 Identitas
Identitas terdiri dari nama, jenis kelamin. Umur, agama, suku bangsa, pendidkan
pendapatan pekerjaan,nomor akses, alamat dan lain- lain.
Dermatitis kontak dapat terjadi pada semua orang di semua umur sering terjadi pada
remaja dan dewasa muda dapat terjadi pada pria dan wanita. Bila dibandingkan dengan
dermatitis kontak iritan, jumlah penderita dermatitis kontak alergik lebih sedikit, karena
hanya mengenai orang yang kulitnya sangat peka (hipersensitif). Dermatitis kontak
iritan timbul pada 80% dari seluruh penderita dermatitis kontak sedangkan dermatitis
kontak alergik kira-kira hanya 20%. Sedangkan insiden dermatitis kontak alergik terjadi
pada 3-4% dari populasi penduduk. Usia tidak mempengaruhi timbulnya sensitisasi
namun dermatitis kontak alergik lebih jarang dijumpai pada anak-anak. Lebih sering
timbul pada usia dewasa tapi dapat mengenai segala usia. Prevalensi pada wanita dua
kali lipat dari pada laki-laki.
Bangsa kaukasian lebih sering terkena dari pada ras bangsa lain. Nampaknya banyak
juga timbul pada bangsa Afrika-Amerika namun lebih sulit dideteksi. Jenis pekerjaan
merupakan hal penting terhadap tingginya insiden dermatitis kontak.
3.1.2 Riwayat Kesehatan
a. Riwayat Kesehatan Sekarang.
1. Keluhan Utama
Pada kasus dermatitis kontak biasanya klien mengeluh kulitnya terasa gatal serta
nyeri.Gejala yang sering menyebabkan penderita datang ke tempat pelayanan kesehatan
adalah nyeri pada lesi yang timbul.
2. Riwayat keluhan utama.
Provoking Inciden, yang menjadi faktor presipitasi dari keluhan utama. Pada
beberapa kasus dematitis kontak timbul Lesi kulit ( vesikel ),terasa panas pada kulit dan
kulit akan berwarna merah, edema yang diikuti oleh pengeluaran secret. Kembangkan
pola PQRST pada setiap keluhan klien .
a. Provocative/palliative.
 Apa penyebab keluhan,
Apakah sebelumnya klien melakukan kontak dengan bahan-bahan tertentu yang
menyebabkan kerusakan pada kulit.
 Apa yang membuat keluhan bertambah baik/ringan atau bertambah berat. Dengan
menjauhi sumber dermatitis kontak maka keluhan yang dirasakan akan berkurang.
b. Quality/quantity
 Bagaimana keluhan dirasakan, dilihat, didengar
Pada beberapa kasus dermatitis kontak biasanya klien akan merasakan gatal dan nyeri
pada daerah yang terkena bahan tertentu yang dapat menyebabkan keluhan.
 Sejauh mana sakit dirasakan
Rasa sakit yang dirasakan mulai dari tingkat ringan sampai berat. Tergantung dari lama
kontak zat dengan kulit, konsentrasi zat serta tingkat sensitifitas kulit.
c. Region/radiation
 Dimana letak sakit
Tergantung dari daerah yang kontak dengan penyebab .
 Area penyebarannya
Area penyebarannya misalnya kaki, luka pada tungkai, jari manis, tempat cedera,
dibalik perhiasan.
d. Severitty scale
 Apakah mempengaruhi aktifitas
Terganggunya aktifitas tergantung dari letak,tingkat keparahan penyakit.
 Seberapa jauh skala ringan/berat.
Tergantung dari tingkat keparahan penyakitnya.
e. Timing
 Kapan mulai terjadi.
 Kapan sering terjadi.
 Apakah terjadinya mendadak atau perlahan-lahan
3. Riwayat Kesehatan masa Lalu
Seperti apakah klien pernah dirawat di rumah sakit sebelumnya, apakah pernah
menderita alergi serta tindakan yang dilakukan untuk mengatasinya selain itu perlu juga
dikaji kebiasaan klien.
4. Riwayat Kesehatan keluarga.
Apakah ada salah seorang anggota keluarganya yang mengalami penyakit yang
sama, tapi tidak pernah ditanggulangi dengan tim medis. Dermatitis pada sanak saudara
khususnya pada masa kanak-kanak dapat berarti penderita tersebut juga mudah
menderita dermatitis atopik
3.1.3 Pemeriksaan fisik
1. Keadaan umum
Ringan, sedang, berat.
2. Tingkat Kesadaran
 Kompos mentis.
 Apatis.
 Samnolen, letergi/hypersomnia.
 Delirium.
 Stupor atau semi koma.
 Koma
Tingkat Kesadaran dermatitis kontak biasanya tidak terganggu Dermatitis kontak
termasuk tidak berbahaya, dalam arti tidak membahayakan hidup dan tidak menular.
Walaupun demikian, penyakit ini jelas menyebabkan rasa tidak nyaman dan amat
mengganggu.
3. Tanda-tanda vital
 Tekanan darah
 Denyut nadi
 Suhu tubuh
 Pernafasan
4. Berat Badan
5. Tinggi Badan
6. Kulit.
a. Inspeksi
 radang akut terutama priritus ( sebagai pengganti dolor).
 kemerahan (rubor),
 gangguan fungsi kulit (function laisa).
 biasanya batas kelainan tidak tegas an terdapat lesi polimorfi yang dapat timbul secara
serentak atau beturut-turut.
 terdapat Vesikel-veikel fungtiformis yang berkelompok yang kemudian membesar.
 Terdapat bula atau pustule,
ekskoriasi dengan krusta. Hal ini berarti dermatitis menjadi kering disebut ematiti sika.
 terjadi deskuamasi, artinya timbul sisik. Bila proses menjadi kronis tapak likenifikasi
dan sebagai sekuele telihat
 hiperpigmentasi tau hipopigmentasi.
b. Palpasi
 Nyeri tekan
 edema atau pembengkakan
 Kulit bersisik
7. Keadaan Kepala
a. Inspeksi
tekstur rambut klien halus dan jarang, kulit kepala nampak kotor.
b. Palpasi
Periksa apakah ada pembengkakan/ benjolan nyeri tekan atau adanya massa.
8. Keadaan mata
a. Inspeksi
 Palpebrae : tidak edema, tidak radang
 Sclera : Tidak ictertus
 Conjuctiva : Tidak terjadi peradangan
 Pupil : Isokor
b. Palpasi
Tidak ada nyeri tekan
Tekanan Intra Okuler ( TIO ) tidak ada
9. Keadaan hidung.
a. inspeksi
- simetris kiri dan kanan
- Tidak ada pembengkakan dan sekresi
- Tidak ada kemerahan pada selaput lendir
b. Palpasi
- Tidak ada nyeri tekan
- Tidak ada benjolan/tumor
10. Keadaan telinga
 inspeksi
- telinga bagian luar simetris
- tidak ada serumen/cairan, nanah
3.2 Pemeriksaan Diagnostik
a. Biopsi kulit.
b. Uji temple.
c. Pemeriksaan dengan menggunakan pencahayaan khusus.
d. Uji kultur dan sensitivitas.
3.3 Pola Kegiatan Sehari-hari
3.3.1 Nutrisi
Yang perlu dikaji adalah bagaimana kebiasaan klien dalam hal pola makan, frekwensi maka/hari,
nafsu makan, makanan pantang, makanan yang disukai banyak minuman dalam sehari
serta apakah ada perubahan.
3.3.2 Eliminasi
Pada eliminasi yang perlu dikaji adalah Kebiasaan BAK dan BAB seperti frekuensi,warna
dan konsistensi baik sebelum dan sesudah sakit
3.3.3 Aktivitas
Pada penderita penyakit dermatitis kontak biasanya akan mengalami gangguan dalam
aktifitas karena adanya rasa gatal dan apabila mengalami infeksi maka akan mengalami
gangguan dalam pemenuhan aktifitas sehari-hari.
3.3.4 Istirahat
Klien biasanya mengeluh susah tidur dimalam hari karena gatal serta adanya nyeri.
Adanya gangguan pola tidur akibat gelisah, cemas.
3.3.5 Pola Interaksi social
Secara umum klien yang mengalami dermatitis kontak biasanya pola interaksi sosialnya terganggu
biasanya akan merasa malu dengan penyakitnya.
3.3.6 Keadaan Psikologis
Biasanya klien mengalami perubahan dalam berinteraksi dengan orang lain dan biasanya klien lebih
suka menyendiri dan sering cemas dengan penyakit yang diderita. Pada keadaaan psikologis ada
beberapa hal yang perlu dikaji seperti bagaimana persepsi klien terhadap penyakit yang diderita
sekarang, bagaimana harapan klien terhadap keadaan kesehatannyaserta bagaimana pola
interaksi dengan tenaga kesehatan & lingkungan.
3.3.7 Kegiatan Keagamaan
Biasanya klien beranggapan bahwa penyakit yang dideritanya merupakan cobaan untuknya dan
pasti terdapat hikmah untuknya.yang perlu dikaji pada kegiatan keagamaan seperti klien menganut
agama apa selama sakit klien sering berdoa.
3.4 Diagnosa Keperawatan
a. Kerusakan integritas kulit yang berhubungan dengan perubahan fungsi barier kulit.
b. Nyeri dan gatal yang berhubungan dengan lesi kulit.
c. Perubahan pola tidur yang berhubungan dengan pruritus.
d. Perubahan citra tubuh yang berhubungan dengan penampakan kulit yang tidak baik.
e. Kurang pengetahuan tentang perawatan kulit dan cara – cara menangani kelainan kulit.
f. Resiko infeksi berhubungan dengan lesi, bercak – bercak merah pada kulit.
3.5 Rencana Keperawatan
No. Dx. Keperawatan Tujuan, Kriteria Hasil Rencana Tindakan
1. Ganguan integritas Tujuan : 1. Lakukan inspeksi lesi
setiap hari.
kulit, Integritas kulit pasien
2. Pantau adanya tanda-
ditandai dengan : kembali utuh tanda infeksi.
3. Ubah posisi pasien tiap
DS : - Kriteria hasil :
2-4 jam.
DO : Pada seluruh Kulit utuh, eritema dan 4. Bantu mobilitas pasien
sesuai kebutuhan.
tubuh terdapat skuama hilang
5. Pergunakan sarung
pateh erythermatas Krusta menghilang tangan jika merawat
dengan skuama Daerah axilla dari lesi.
6. Jaga agar alat tenun
tebal, berwarna inguinal tidak
selau dalam keadaan
putih dan mengalami maserasi bersih dan kering.
7. Libatkan keluarga
mengelupas.
dalam memberikan
bantuan pada pasien
2. Resiko infeksi, Tujuan : 1. Lakukan tekni aseptic
dan antiseptic dalam
ditandai dengan : Tidak terjadi infeksi
melakukan tindakan
DS : - Kriteria hasil : pada pasien.
2. Ukur tanda vital tiap 4-
DO : Seluruh tubuh Hasil pengukuran tanda
6 jam.
berwarna vital 3. Observasi adanya
tanda-tanda infeksi.
kemerahan dengan dalam batas normal.
4. Batasi jumlah
skuama berwarna - RR :16-20 x/menit pengunjung.
5. Kolaborasi dengan ahli
putih diatasnya dan - N : 70-82 x/menit
gizi untuk pemberian
mengelupas - T : 37,5 C diet TKTP.
6. Libatkan peran serta
- TD : 120/85 mmHg
keluarga dalam
Tidak ditemukan tanda- memberikan bantuan
pada klien
tanda infeksi
(kalor,dolor, rubor,
tumor, infusiolesa)
Hasil pemeriksaan
laborat dalam batas
normal Leuksosit darah
: 5000-10.000/mm3
3. Gangguan konsep Tujuan : 1. Berikan support pada
pasien untuk menerima
diri,b.d kerusakan Pasien tidak mengalami
keadaannya.
kulit gangguan konsep diri 2. Kaji persepsi pasien
tentang gambaran
Ditandai dengan : body image
dirinya.
DS : Pasien Kriteria hasil : 3. Jaga komunikasi yang
baik dengan pasien dan
menyatakan Pasien tidak menarik
bantu pasien untuk
“mengapa saya diri dari kontak social berkomunikasi dengan
orang lain.
kelihatan aneh Pasien mau 4. Catat adanya tingkah
laku non-verbal atau
seperti ini?” berpartisipasi dalam
tingkah laku negative.
DO : Pasien sering perawatan dirinya 5. Libatkan keluarga
untuk meningkatkan
menutupi tubuhnya Ekspresi wajah pasien
konsep diri pasien.
dengan selimut dan tidak menunjukkan 6. Evaluasi sikap dan
mekanisme koping
menyendiri tanda berduka
pasien

3.6 Evaluasi
a. Diagnosa I
1. Tidak adanya maserasi.
2. Tidak ada tanda – tanda cedara termal.
3. Tidak ada infeksi.
4. Memberikan obat topikal yang diprogramkan
b. Diangnosa II
1. Mencapai peredaran gangguan rasa.
2. Mengutarakan dengan kata – kata bahwa gatal telah reda.
3. Memeperlihatkan tidak adanya gejala ekskoriasi kulit karena garukan.
4. Mematuhi terapi yang diprogramkan.
5. Pertahankan keadekuatan hidrasi dan lubrikasi kulit.
6. Menunjukan kulit utuh; kulit menunjukan kemajuan dalam penampilan yang sehat.
c. Diagnosa III
1. Mencapai tidur yang nyenyak.
2. Melaporkan peredaran rasa gatal.
3. Mempertahankan kondisi lingkungan yang tepat.
4. Menghindari konsumsi kafein pada sore hari dan menjelang tidur malam hari.
5. Mengenali tindakan untuk meningkatkan tidur.
d. Diagnosa IV
1. Mengalami Mengembangkan peningkatan kemampuan untuk menerima diri sendiri.
2. Mengikuti dan turut berpartisipasi dalam tindakan perawatan mandiri.
3. Melaporkan perasaan dalam mengendalikan situasi.
4. Menguatkan kembali dukungan positif dari diri sendiri
5. Mengutarakan perhatian terhadap diri sendiri yang sehat.
6. Tampak tidak begitu memperhatikan kondisi.
7. Menggunakan tekhnik menyembunyikan kekurangan dan menekankan teknik untuk
meningkatkan penampilan.
e. Diagnosa V
1. pola tidur / istirahat yang memuaskan.
2. Perubahan citra tubuh yang berhubungan dengan penampakan kulit yang tidak baik.
3. Kurang pengetahuan tentang perawatan kulit dan cara – cara menangani kelainan kulit.
Memiliki pemahaman terhadap perawatan kulit.
4. Mengikuti terapi seperti yang diprogramkan dan dapat mengungkapkan rasional
tindakan yang dilakukan.
5. Menjalankan mandi, pencucian, barutan basah sesuai yang diprogramkan.
6. Gunakan obat tropikal dengan tepat.
7. Memahami pentingnya nutrisi untuk kesehatan kulit.
f. Diagnosa VI
1. Tetap bebas dari infeksi.
2. Mengungkapkan tindakan perawatan kulit yang meningkatkan kebersihan dan
mencegah kerusakan.
3. Mengidentifikasikan tanda dan gejala infeksi untuk dilaporkan.
4. Mengidentifikasi efek merugikan dari obat yang harus dilaporkan ke petugas perawatan
kesehatan.
5. Berpartisipasi dalam tindakan perawatan kulit ( misalnya mandi, dan penggantian balut
).

You might also like