You are on page 1of 5

LI.

1 Memahami dan Menjelaskan Fisiologi Gaster


Fungsi gaster
a. Penyimpan makanan. Kapasitas lambung normal memungkinkan adanya interval
yang panjang antara saat makan dan kemampuan menyimpan makanan dalam
jumlah besar sampai makanan ini dapat terakomodasi di bagian bawah saluran cerna.
b. Produksi kimus. Aktivitas lambung mengakibatkan terbentuknya kimus (massa
homogen setengah cair berkadar asam tinggi yang berasal dari bolus) dan
mendorongnya ke dalam duodenum.
c. Digesti protein. Lambung mulai digesti protein melalui sekresi tripsin dan asam
klorida.
d. Produksi mukus. Mukus yang dihasilkan dari kelenjar membentuk barrier setebal 1
mm untuk melindungi lambung terhadap aksi pencernaan dan sekresinya sendiri.
e. Produksi faktor intrinsik.
 Faktor intrinsik adalah glikoprotein yang disekresi sel parietal.
 Vitamin B12, didapat dari makanan yang dicerna di lambung, terikat pada faktor
intrinsik. Kompleks faktor intrinsik vitamin B12 dibawa ke ileum usus halus,
tempat vitamin B12 diabsorbsi.
f. Absorbsi. Absorbsi nutrien yang berlangsung dalam lambung hanya sedikit.
Beberapa obat larut lemak (aspirin) dan alkohol diabsorbsi pada dinding lambung.
Zat terlarut dalam air terabsorbsi dalam jumlah yang tidak jelas.

Mekanisme pencernaan makanan pada gaster


A. Mekanik
Makanan bergerak dari kerongkongan menuju lambung, yaitu bagian saluran
pencernaan yang melebar. Makanan yang masuk ke dalam lambung tersimpan
selama 2-5 jam. Selama makanan berada di dalam labung, makanan di cerna secara
kimiawi dengan bercampurnya dengan getah lambung yang dihasilkan dari dinding
lambung. Dalam getah lambung itu sendiri terdapat campuran zat-zat kimia yang
sebagian besar terdiri dari air dan sekresi asam lambung. Asam lambung
mengandung HCl yang berfungsi untuk mematikan bakteri atau membunuh kuman
yang masuk ke lambung dan berfungsi untuk menghasilkan pepsinogen menjadi
pepsin. Lambung juga mengandung enzim renin yang berfungsi untuk
menggumpalkan kasein dalam susu. Mukosa (lendir) pada lambung berfungsi
melindungi dinding lambung dari abrasi asam lambung.
Proses pencampuran tersebut dipengaruhi oleh gerak mengaduk yang bergerak
disepanjang lambung setiap 15-25 detik akibat adanya kontraksi dinding lambung
yang menyebabkan ketiga otot lambung bergerak secara peristaltik mengaduk dan
mencampur makan dengan getah lambung. Sesudah kira-kira tiga jam, makanan
menjadi berbentuk bubur yang disebut kim. Gerakan mengaduk dimulai dari
kardiak sampai di daerah pylorus yang terjadi terus-menerus baik pada saat
lambung berisi makanan maupun pada saat lambung kosong. Akibat gerakan
peristaltik, kim terdorong ke bagian pilorus. Di pilorus terdapat sfingter yang
merupakan jalan masuknya kim dari lambung ke usus halus. Gerakan peristaltik
tersebut menyebabkan sfingter pilorus mengendur dalam waktu yang sangat
singkat. Jadi, di dalam lambung terjadi pencernaan secaea mekanis dengan bantuan
peristaltik dan pencernaan kimiawi dengan bantuan asam lambung dan enzim
pepsin serta renin.
Persyarafan otonom
 Persarafan pada lambung umumnya bersifat otonom. Suplay saraf parasimpatis
untuk lambung di hantarkan ke dan dari abdomen melalui saraf vagus. Trunkus
vagus mencabangkan ramus gastric, pilorik, hepatic dan seliaka.
 Persarafan simpatis melalui saraf splangnikus mayor dan ganglia seliakum.
Serabut-serabut afferent simpatis menghambat pergerakan dan sekresi lambung.
Pleksus auerbach dan submukosa (meissner) membentuk persarafan intrinsic
dinding lambung dan mengkoordinasi aktivitas motorik dan sekresi mukosa
lambung.

Fisiologi sekresi gaster


1. Fase sefalik
Terjadi sebelum makanan mencapai lambung. Masuknya makanan ke dalam
mulut atau tampilan, bau, atau pikiran tentang makanan dapat merangsang
sekresi lambung.

2. Fase lambung
Terjadi saat makanan mencapai lambung dan berlangsung selama makanan
masih ada.
 Peregangan dinding lambung merangsang reseptor saraf dalam mukosa
lambung dan memicu refleks lambung. Serabut aferen menjalar ke medula
melalui saraf vagus. Serabut eferen parasimpatis menjalar dalam vagus
menuju kelenjar lambung untuk menstimulasi produksi HCl, enzim-enzim
pencernaan, dan gastrin.
 Fungsi gastrin:
- Merangsang sekresi lambung,
- Meningkatkan motilitas usus dan lambung,
- Mengkonstriksi sphincter oesophagus bawah dan merelaksasi sphincter
pylorus,
- Efek tambahan: stimulasi sekresi pancreas.
 Pengaturan pelepasan gastrin dalam lambung terjadi melalui penghambatan
umpan balik yang didasarkan pada pH isi lambung.
- Jika makanan tidak ada di dalam lambung di antara jam makan, pH
lambung akan rendah dan sekresi lambung terbatas.
- Makanan yang masuk ke lambung memiliki efek pendaparan (buffering)
yang mengakibatkan peningkatan pH dan sekresi lambung.

3. Fase usus
Terjadi setelah kimus meninggalkan lambung dan memasuki usus halus yang
kemudian memicu faktor saraf dan hormon.
 Sekresi lambung distimulasi oleh sekresi gastrin duodenum sehingga dapat
berlangsung selama beberapa jam. Gastrin ini dihasilkan oleh bagian atas
duodenum dan dibawa dalam sirkulasi menuju lambung.
 Sekresi lambung dihambat oleh hormon-hormon polipeptida yang
dihasilkan duodenum. Hormon ini dibawa sirkulasi menuju lambung,
disekresi sebagai respon terhadap asiditas lambung dengan pH di bawah 2,
dan jika ada makanan berlemak. Hormon-hormon ini meliputi gastric
inhibitory polipeptide (GIP), sekretin, kolesistokinin (CCK), dan hormon
pembersih enterogastron.

Tabel 2: Stimulasi Sekresi Lambung


Terdapat empat aspek motilitas lambung: (1) pengisian lambung/gastric filling, (2)
penyimpanan lambung/gastric storage, (3) pencampuran lambung/gastric mixing,
dan (4) pengosongan lambung/gastric emptying.
1. Pengisian lambung
Jika kosong, lambung memiliki volume sekitar 50 ml, tetapi organ ini dapat
mengembang hingga kapasitasnya mencapai 1 liter (1.000 ml) ketika makan.
Akomodasi perubahan volume yang besarnya hingga 20 kali lipat tersebut akan
menimbulkan ketegangan pada dinding lambung dan sangat meningkatkan
tekanan intralambung jika tidak terdapat dua faktor berikut ini:
 Plastisitas otot lambung
Plastisitas mengacu pada kemampuan otot polos lambung mempertahankan
ketegangan konstan dalam rentang panjang yang lebar, tidak seperti otot
rangka dan otot jantung, yang memperlihatkan hubungan ketegangan.
Dengan demikian, saat serat-serat otot polos lambung teregang pada
pengisian lambung, serat-serat tersebut melemas tanpa menyebabkan
peningkatan ketegangan otot.
 Relaksasi reseptif lambung
Relaksasi ini merupakan relaksasi refleks lambung sewaktu menerima
makanan. Relaksasi ini meningkatkan kemampuan lambung
mengakomodasi volume makanan tambahan dengan hanya sedikit
mengalami peningkatan tekanan. Tentu saja apabila lebih dari 1 liter
makanan masuk, lambung akan sangat teregang dan individu yang
bersangkutan merasa tidak nyaman. Relaksasi reseptif dipicu oleh tindakan
makan dan diperantarai oleh nervus vagus.
2. Penyimpanan lambung
Sebagian otot polos mampu mengalami depolarisasi parsial yang autonom dan
berirama. Salah satu kelompok sel-sel pemacu tersebut terletak di lambung di
daerah fundus bagian atas. Sel-sel tersebut menghasilkan potensial gelombang
lambat yang menyapu ke bawah di sepanjang lambung menuju sphincter
pylorus dengan kecepatan tiga gelombang per menit. Pola depolarisasi spontan
ritmik tersebut, yaitu irama listrik dasar atau BER (basic electrical rhythm)
lambung, berlangsung secara terus menerus dan mungkin disertai oleh kontraksi
lapisan otot polos sirkuler lambung.
Setelah dimulai, gelombang peristaltik menyebar ke seluruh fundus dan
corpus lalu ke antrum dan sphincter pylorus. Karena lapisan otot di fundus dan
corpus tipis, kontraksi peristaltik di kedua daerah tersebut lemah. Pada saat
mencapai antrum, gelombang menjadi jauh lebih kuat disebabkan oleh lapisan
otot di antrum yang jauh lebih tebal.
Karena di fundus dan corpus gerakan mencampur yang terjadi kurang kuat,
makanan yang masuk ke lambung dari oesophagus tersimpan relatif tenang
tanpa mengalami pencampuran. Daerah fundus biasanya tidak menyimpan
makanan, tetapi hanya berisi sejumlah gas. Makanan secara bertahap disalurkan
dari corpus ke antrum, tempat berlangsungnya pencampuran makanan.
3. Pencampuran lambung
Kontraksi peristaltik lambung yang kuat merupakan penyebab makanan
bercampur dengan sekresi lambung dan menghasilkan kimus. Setiap gelombang
peristaltik antrum mendorong kimus ke depan ke arah sphincter pylorus.
Sebelum lebih banyak kimus dapat diperas keluar, gelombang peristaltik sudah
mencapai sphincter pylorus dan menyebabkan sphincter tersebut berkontraksi
lebih kuat, menutup pintu keluar dan menghambat aliran kimus lebih lanjut ke
dalam duodenum. Bagian terbesar kimus antrum yang terdorong ke depan, tetapi
tidak dapat didorong ke dalam duodenum dengan tiba-tiba berhenti pada
sphincter yang tertutup dan tertolak kembali ke dalam antrum, hanya untuk
didorong ke depan dan tertolak kembali pada saat gelombang peristaltik yang
baru datang. Gerakan maju-mundur tersebut, yang disebut retropulsi,
menyebabkan kimus bercampur secara merata di antrum.

4. Pengosongan lambung
Kontraksi peristaltik antrum—selain menyebabkan pencampuran lambung—
juga menghasilkan gaya pendorong untuk mengosongkan lambung. Jumlah
kimus yang lolos ke dalam duodenum pada setiap gelombang peristaltik
sebelum sphincter pylorus tertutup erat terutama bergantung pada kekuatan
peristalsis. Intensitas peristalsis antrum dapat sangat bervariasi di bawah
pengaruh berbagai sinyal dari lambung dan duodenum; dengan demikian,
pengosongan lambung diatur oleh faktor lambung dan duodenum.
Faktor di lambung yang mempengaruhi kecepatan pengosongan lambung.
Faktor lambung utama yang mempengaruhi kekuatan kontraksi adalah jumlah
kimus di dalam lambung. Apabila hal-hal lain setara, lambung mengosongkan
isinya dengan kecepatan yang sesuai dengan volume kimus setiap saat.
Peregangan lambung memicu peningkatan motilitas lambung melalui efek
langsung peregangan pada otot polos serta melalui keterlibatan plexus intrinsik,
nervus vagus, dan hormon lambung gastrin. Selain itu, derajat keenceran
(fluidity) kimus di dalam lambung juga mempengaruhi pengosongan lambung.
Semakin cepat derajat keenceran dicapai, semakin cepat isi lambung siap
dievakuasi.
Faktor di duodenum yang mempengaruhi kecepatan pengosongan lambung.
Walaupun terdapat pengaruh lambung, faktor di duodenumlah yang lebih
penting untuk mengontrol kecepatan pengosongan lambung. Duodenum harus
siap menerima kimus dan dapat bertindak untuk memperlambat pengsongan
lambung dengan menurunkan aktivitas peristaltik di lambung sampai duodenum
siap mengakomodasi tambahan kimus. Bahkan, sewaktu lambung teregang dan
isinya sudah berada dalam bentuk cair, lambung tidak dapat mengosongkan
isinya sampai duodenum siap menerima kimus baru.
Komplikasi Sindrom Dispepsia
Penderita sindroma dispepsia selama bertahun-tahun, dapat memicu adanya
komplikasi yang tidak ringan. Salah satunya komplikasi Ulkus Peptikum, yaitu
luka di dinding lambung yang dalam atau melebar, tergantung berapa lama
lambung terpapar oleh asam lambung. Bila keadaan Ulkus Peptikum ini terus
terjadi, luka akan semakin dalam dan dapat menimbulkan komplikasi
pendarahan saluran cerna yang ditandai dengan terjadinya muntah darah.
Muntah darah ini sebenarnya pertanda yang timbul belakangan. Awalnya
penderita pasti akan mengalami buang air besar berwarna hitam terlebih dulu.
Yang artinya sudah ada perdarahan awal.Tapi komplikasi yang paling
dikuatirkan adalah terjadinya kanker lambung yang mengharuskan
penderitanya melakukan operasi.
Idrus, Alwi dkk. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid I Edisi IV. Jakarta: Pusat
Penerbitan IPD FKUI

Sherwood, Laurale. 2001. Fisiologi Manusia Dari Sel Ke Sistem, Edisi 2. Jakarta: EGC

You might also like