Professional Documents
Culture Documents
2. Fase lambung
Terjadi saat makanan mencapai lambung dan berlangsung selama makanan
masih ada.
Peregangan dinding lambung merangsang reseptor saraf dalam mukosa
lambung dan memicu refleks lambung. Serabut aferen menjalar ke medula
melalui saraf vagus. Serabut eferen parasimpatis menjalar dalam vagus
menuju kelenjar lambung untuk menstimulasi produksi HCl, enzim-enzim
pencernaan, dan gastrin.
Fungsi gastrin:
- Merangsang sekresi lambung,
- Meningkatkan motilitas usus dan lambung,
- Mengkonstriksi sphincter oesophagus bawah dan merelaksasi sphincter
pylorus,
- Efek tambahan: stimulasi sekresi pancreas.
Pengaturan pelepasan gastrin dalam lambung terjadi melalui penghambatan
umpan balik yang didasarkan pada pH isi lambung.
- Jika makanan tidak ada di dalam lambung di antara jam makan, pH
lambung akan rendah dan sekresi lambung terbatas.
- Makanan yang masuk ke lambung memiliki efek pendaparan (buffering)
yang mengakibatkan peningkatan pH dan sekresi lambung.
3. Fase usus
Terjadi setelah kimus meninggalkan lambung dan memasuki usus halus yang
kemudian memicu faktor saraf dan hormon.
Sekresi lambung distimulasi oleh sekresi gastrin duodenum sehingga dapat
berlangsung selama beberapa jam. Gastrin ini dihasilkan oleh bagian atas
duodenum dan dibawa dalam sirkulasi menuju lambung.
Sekresi lambung dihambat oleh hormon-hormon polipeptida yang
dihasilkan duodenum. Hormon ini dibawa sirkulasi menuju lambung,
disekresi sebagai respon terhadap asiditas lambung dengan pH di bawah 2,
dan jika ada makanan berlemak. Hormon-hormon ini meliputi gastric
inhibitory polipeptide (GIP), sekretin, kolesistokinin (CCK), dan hormon
pembersih enterogastron.
4. Pengosongan lambung
Kontraksi peristaltik antrum—selain menyebabkan pencampuran lambung—
juga menghasilkan gaya pendorong untuk mengosongkan lambung. Jumlah
kimus yang lolos ke dalam duodenum pada setiap gelombang peristaltik
sebelum sphincter pylorus tertutup erat terutama bergantung pada kekuatan
peristalsis. Intensitas peristalsis antrum dapat sangat bervariasi di bawah
pengaruh berbagai sinyal dari lambung dan duodenum; dengan demikian,
pengosongan lambung diatur oleh faktor lambung dan duodenum.
Faktor di lambung yang mempengaruhi kecepatan pengosongan lambung.
Faktor lambung utama yang mempengaruhi kekuatan kontraksi adalah jumlah
kimus di dalam lambung. Apabila hal-hal lain setara, lambung mengosongkan
isinya dengan kecepatan yang sesuai dengan volume kimus setiap saat.
Peregangan lambung memicu peningkatan motilitas lambung melalui efek
langsung peregangan pada otot polos serta melalui keterlibatan plexus intrinsik,
nervus vagus, dan hormon lambung gastrin. Selain itu, derajat keenceran
(fluidity) kimus di dalam lambung juga mempengaruhi pengosongan lambung.
Semakin cepat derajat keenceran dicapai, semakin cepat isi lambung siap
dievakuasi.
Faktor di duodenum yang mempengaruhi kecepatan pengosongan lambung.
Walaupun terdapat pengaruh lambung, faktor di duodenumlah yang lebih
penting untuk mengontrol kecepatan pengosongan lambung. Duodenum harus
siap menerima kimus dan dapat bertindak untuk memperlambat pengsongan
lambung dengan menurunkan aktivitas peristaltik di lambung sampai duodenum
siap mengakomodasi tambahan kimus. Bahkan, sewaktu lambung teregang dan
isinya sudah berada dalam bentuk cair, lambung tidak dapat mengosongkan
isinya sampai duodenum siap menerima kimus baru.
Komplikasi Sindrom Dispepsia
Penderita sindroma dispepsia selama bertahun-tahun, dapat memicu adanya
komplikasi yang tidak ringan. Salah satunya komplikasi Ulkus Peptikum, yaitu
luka di dinding lambung yang dalam atau melebar, tergantung berapa lama
lambung terpapar oleh asam lambung. Bila keadaan Ulkus Peptikum ini terus
terjadi, luka akan semakin dalam dan dapat menimbulkan komplikasi
pendarahan saluran cerna yang ditandai dengan terjadinya muntah darah.
Muntah darah ini sebenarnya pertanda yang timbul belakangan. Awalnya
penderita pasti akan mengalami buang air besar berwarna hitam terlebih dulu.
Yang artinya sudah ada perdarahan awal.Tapi komplikasi yang paling
dikuatirkan adalah terjadinya kanker lambung yang mengharuskan
penderitanya melakukan operasi.
Idrus, Alwi dkk. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid I Edisi IV. Jakarta: Pusat
Penerbitan IPD FKUI
Sherwood, Laurale. 2001. Fisiologi Manusia Dari Sel Ke Sistem, Edisi 2. Jakarta: EGC