You are on page 1of 6

Sabtu, 27 Februari 2010

MENCARI CARA PENGAWETAN


ALAMI NIRA AREN UNTUK
PRODUKSI GULA ORGANIK
MENCARI CARA PENGAWETAN ALAMI NIRA AREN UNTUK
PRODUKSI GULA ORGANIK

Oleh : Dian Kusumanto

Adalah seorang pengusaha dari Surabaya, Bapak Jhon Lee (42) yang
sangat tertarik dengan usaha atau agribisnis Aren. Beliau sangat
antusias dan respektif terhadap prospek Aren untuk masa depan
Indonesia. Sebagai pengusaha, banyak hal pandangan-pandangannya
yang progresif dalam rangka membangun bisnis Aren sebagai usaha
yang sangat menjanjikan.

Salah satu aspek yang sangat menentukan (factor kunci) dalam


pengembangan bisnis Aren untuk Gula adalah bagaimana menangani
pasca panen nira Aren. Seperti kita ketahui, Nira Aren adalah hasil
utama dari pohon Aren yang akan diolah untuk aneka macam produk,
utamanya adalah diolah menjadi gula. Mutu nira sangat menentukan
mutu dari Gula. Nira yang berkualitas tinggi akan menjadi kunci usaha
Gula Aren ini.

Gula Aren adalah produk utama yang paling menguntungkan dari


pengolahan nira Aren. Nira Aren dihasilkan dari penyadapan atau
pengirisan tandan buah jantan ataupun tandan betina dari pohon Aren.
Biasanya para penyadap Aren melakukan penyadapan dan
pengambilan Nira sebanyak 2 (dua) kali dalam sehari, yaitu pada pagi
dan soren hari. Pada pagi hari nira dipungut antara jam 5 sampai jam 7
pagi. Sedangkan kalau sore hari Nira diambil sekitar jam 5 sampai jam
7 sore.

Untuk diolah menjadi gula, maka nira Aren harus berkualtas baik,
berasa manis dan tidak berubah sifat. Biasanya Nira Aren cepat sekali
mengalami perubahan menjadi masam karena proses fermentasi telah
terjadi. Proses fermentasi mulai terjadi pada saat Nira keluar dari
tandan pohon Aren atau bagian yang teriris lainnya.

Nira yang memiliki kandungan zat makanan atau gizi yang sangat
tinggi, berpotensi sangat digemari dan menghidupkan mikroba berupa
jamur atau bakteri yang ada di sekitarnya. Setelah Nira menetes dan
keluar dari tandan bunga, nira langsung berhubungan dengan udara
bebas di luar bekas sayatan. Nira kemudian akan menetes jatuh atau
bersinggungan dengan wadah penampung nira. Kalau udara dan
wadah penampung Nira ini sudah ada mikroba berupa jamur yang
melakukan fermentasi, maka fermentasi mulai terjadi.

Seperti makhluk hidup yang lain, mikroba berupa jamur akan cepat
berkembang biak bila kebutuhan hidupnya terpenuhi, yaitu berupa
makanan yang cukup dari Nira, Udara/ Oksigen (O2), suhu yang
sesuai, dan tidak adanya factor penghambat pertumbuhan dan
perkembangannya, maka jamur akan dapat merombak kandungan gula
dari Nira yang segar menjadi nira yang terfermentasi dengan semakin
cepat dan menyebabkan nira menjadi berubah menjadi semakin
masam atau pahit atau beraroma alcohol.

Nira merupakan makanan yang sangat bergizi sebab mempunyai


kandungan air sebesar 75 - 90K zat padat total sebesar 15 -19,7%
yang meliputi kadar sukrosa sebesar 12,3 -17.4%, gula reduksi 0,5 -
1%, protein 0,23 - 0,32% dan abu 0,11 - 0,41% (Child, 1974).
Karakteristik nira adalah 84,4% air, 14,35 % karbohidrat (terutama
sukrosa), 0,66% abu, 0,11% protein, 0,17% lemak dan 0,31% lain-nya
(Anonim, 1989). Sedangkan Gautara dan Wijandi (1972) menyatakan
bahwa nira kelapa segar mengandung gula sebanyak 14 -15 %, 8 -
21% diantaranya adalah sukrosa.
Oleh karena itu Nira sangat disukai oleh segala macam Bakteri/
mikroba/ jasad renik yang menyebabkan kerusakan dan perubahan
sifat-sifat Nira tersebut.

Adapun jenis-jenis Bakteri yang dapat tumbuh pada nira adalah :


• Bacillus subtillis,
• Baterium aceti, juga spesies Micrococcus yaitu Escherichia,
• Sachromo bacterium,
• Flavobakterium,
• Leuconostoc mesenteroides,
• L. dextranicum, merupakan bakteri penyebab terbentuknya lendir,
• Lactobacillus plantarum,
• Sarcina dari genus Pediococcus,
• Acetobacter (Frazier, 1958 : 76 ; Pederson, 1971 ).

Ada dua spesies khamir yang dapat tumbuh pada nira kelapa tetapi
yang merupakan khamir utama dalam proses fermentasi nira adalah :
Saccharomyces cereviciae dan
Saccharomyces carlbergensis var alcoholophila.
Kedua Saccharomyces terebut merupakan khamir utama dalam proses
fermentasi nira Khamir tersebut dapat tumbuh dan berkembang biak
pada pH 4,4-4,6 dan suhu 21-25°C (Prescott, 1949). Nutrien yang
dibutuhkan oleh genus Saccharomyces adalah C,H,0,N,S,P,Mg,Fe,Ca.
Penelitian lain mengatakan bahwa khamir dapat tumbuh pada pH 4-4,5
dengan suhu 25-30°C (Frazier,1958; Wiyono,1981)

Kecepatan fermentasi yang terjadi pada Nira akan menyebabkan mutu


nira untuk Gula ini menurun, karena sebagian Gula dirombak oleh
enzim yang dihasilkan dari proses fermentasi menjadi asam dan
alcohol. Kejadian ini menyebabkan Nira Aren menjadi masam (kecut)
dan sedikit pahit. Semakin lama proses fermentasi ini terjadi maka
semakin banyak zat asam yang terbentuk, semakin banyak terjadi
perombakan gula, artinya gula semakin sedikit, dengan demikian angka
pH (keasaman) semakin rendah.

Nira yang baru keluar dari tandan bunga Aren biasanya mempunyai
nilai keasaman antara 6,5 sampai 7 (netral). Proses fermentasi yang
terjadi pada Nira bisa menyebabkan pH Nira turun dari angka tersebut.
Beberapa pabrik Gula yang mengolah Nira masih menerima Nira dari
petani atau memberi toleransi pada nira Aren sampai pada pH 6. Di
bawah pH 6 Nira sudah dianggap tidak baik untuk diolah menjadi Gula
dengan mutu yang baik. Jika pH nira sudah dibawah 6, maka
sebaiknya tidak diolah menjadi Gula, tetapi Nira bisa diolah menjadi
Bioethanol, Saguer atau Cuka. Tuak ataupun Balok dan Cap Tikus
adalah dilah dari Nira Aren yang sudah terfermentasi.

Oleh karena itu bagi pengusaha Gula yang menampung Nira Aren dari
para penderes atau penyadap nira Aren, ataupun dari kebunnya
sendiri, juga harus mengantisipasinya dengan menyediakan alat
pengolahan Nira yang pHnya dibawah 6, yaitu mengolahnya menjadi
Bioetanol Saguer dan Cuka. Artinya, selain berinvestasi untuk
prosessing Gula, juga sekaligus menyediakan alat prosessing untuk
Bioethanol, Cuka dan Saguer, dll. Hal ini untuk antisipasi jika
seandainya proses fermentasi terjadi pada Nira, dan ini memang pasti
akan terjadi.

Oleh karena itu apabila produk utama yang dikehendaki adalah Gula,
maka penanganan Nira agar tidak cepat mengalami fermentasi menjadi
kunci bagi usaha bisnis Gula Aren. Dengan demikian maka upaya-
upaya pengawetan Nira Aren menjadi sangat penting supaya kualitas
produk Gula yang dihasilkan bisa maksimal. Kalau yang dikehendaki
adalah produk Gula Organik, maka pengawetan juga harus diusahakan
dengan cara dan bahan yang alami, bukan dari bahan pengawet kimia
atau yang tidak aman bagi bahan pangan.

Produk organic semakin menjadi trend karena aman bagi kesehatan


manusia. Selain itu nilai harga produk oganik juga lebih mahal dan
memliki nilai keunggulan kompetitif yang tinggi dibanding produk yang
tidak organic. Akumulasi bahan-bahan kimia yang terkonsumsi kea lam
tubuh manusia akan menimbulkan permasalahan kesehatan di
kemudian hari.

Pada saat kondisi tubuh tidak fit atau karena umur sudah tua maka
bahaya-bahaya akumulasi kimia dalam tubuh itu semakin terasa. Inilah
yang tidak dikehendaki jika kita ingin hidup sehat dan panjang umur.
Maka harga yang mahal dari produk-produk pangan yang organic
adalah wajar karena ada investasi untuk kesehatan kita sendiri. Biaya
kesehatan ini memang baru dirasakan manakala kita mengalami rasa
sakit atau mengidap suatu penyakit . Berapapun harga obat, biaya
terapi dan pengobatan agar kita terbebas dari sakit seolah tidak
menjadi masalah. Wajar saja kalau pangan yang aman dan
menyehatkan dihargai lebih mahal.

Ada beberapa upaya untuk mempertahankan mutu nira tetap baik


bertahan seperti pada saat nira baru keluar dari jaringan pohon yang
terluka, yaitu berasa manis, segar dan berkesan aroma alam yang
khas. Untuk mencari gambaran cara mempertahankan mutu, sebaiknya
kita mencoba merunut dulu, sejak kapan perubahan mutu nira itu
terjadi.

Pertama, upaya mengurangi terjadinya kontak antara nira dengan


udara di sekitarnya sejak setelah nira keluar dari tandan pohon Aren.
Selain udara itu membawa Oksigen, udara juga menjadi vector yang
membawa beraneka macam mikroba yang berhamburan di alam
bebas. Aneka mikroba ini saking kecilnya terbawa oleh udara yang
mengalir atau angin yang bergerak atau berhembus yang akhirnya
terikut aneka mikroba dari tempat satu ke tempat lain.

Apalagi jika keadaan kebun kotor atau berdebu, karena keadaan yang
panas dan kering, semak belukar dan gulma yang tumbuh di sekitar
pohon Aren, atau kegiatan manusia atau hewan yang lain di sekitar
pohon. Maka apabila angin berhembus dan bersinggungan dengan
Nira yang baru menetes atau nira yang tertampung di wadah, maka
Nira akan terkontaminasi dengan berbagai mikroba alam ini.

Keadaan dedaunan yang ada disekitarnya yang tidak sehat, kusam dan
berjamur akibat dari pohon yang tidak terkena basuhan air hujan dan
terpaan sinar matahari langsung, keadaan kebun yang terbiarkan tidak
pernah diurus atau dibersihkan. Kalau di sekitar tempat penampungan
Nira Aren ini keadaannya seperti tadi, maka kemungkinan terfermentasi
akan semakin besar. Keadaan ini akan menjadi vector bagi mikroba
untuk berkembang biak. Jika udara bersih atau kontak dengan udara
kotor sangat minimal, maka nira akan lebih aman dari kemungkinan
terkontaminasi dengan aneka mikroba yang berakibat terjadinya
fermentasi. Oleh karena itu, keadaan ini seharusnya bisa dihindari jika
kebun terawat secara periodik, dijaga kebersihan dan kesehatan kebun
serta tanamannya.

Kedua, selanjutnya Nira yang keluar dari bagian sayatan atau tandan
bunga yang terluka akan jatuh dan berkontak dengan wadah
penampung nira atau media penghubung menuju wadah penampungan
nira. Wadah penampungan Nira yang bersih dan sudah dilakukan
upaya disinfektasi atau treatment anti mikroba maka akan dapat
menghambat Nira untuk terfermentasi.

Oleh karena itu para penyadap Nira Aren biasanya mencuci wadah
penampung Nira dengan air bersih, malah kadang-kadang
membilasnya dengan air panas, atau mengasapi wadah di atas
perapian atau pipa penyalur asap dari tungku/ cerobong pemasakan
gula. Upaya sederhana ini secara tradisi sudah bisa menghambat
terjadinya fermentasi pada Nira Aren, sehingga Nira menjadi awet
segarnya dan pH (keasamannya) dapat dipertahankan selama
pemungutan dan pengangkutan menuju tempat pemasakan Nira
menjadi Gula.

Beberapa bahan secara tradisional juga ditambahkan untuk


menghambat terjadinya fermentasi pada Nira yang tertampung di
wadah penampungan seperti :
1. Kulit Buah Manggis (Garcinia mangostana, L.)
2. Kulit Pohon Manggis
3. Kulit Buah Langsat/ duku (Lansium domesticum)
4. Kulit Pohon Langsat/duku
5. Kayu Angin (Usnea dasypoga)
6. Kayu / Getah Nangka (Artocarpus heterophyllus)
7. Getah Pepaya (Carica papaya) dengan Sistein
8. Sabut Kelapa (Cocos nucifera)
9. Kulit Pohon Kosambi (Schleichera oleosa, MERR)
10. Kulit Batang Laru/ Raru atau Kawao (Millettia Sericea)
11. Kulit kayu/ akar Nirih (Xylocarpus spp.)atau sejenis manggis hutan
(Garcinia)
12. Akar Kayu Wangi
13. Kulit Batang dan Daun Api-api (Avicennia germinans)
14. Cacahan biji buah Picung atau Kluwak (Bhs. Jawa)(Pangium edule
Reinw)
15. Kapur/ gamping/ enjet
16. Asap Cair tempurung Kelapa.
17. Dan yang lainnya masih banyak.

Bahkan ada juga yang melakukan pengawetan dengan menambahkan


bahan-bahan pengawet untuk makanan dan minuman seperti Natrium
Metabisulfit atau Asam Bensoat, bahkan ada juga yang menggunakan
bahan yang dilarang atau berbahaya seperti formalin, atau bahan
pengawet yang dilarang lainnya.

Natrium Metabisulfit dan Asam Bensoat memang dibolehkan kalau


kadarnya di bawah batas ambang yang ditentukan, namun ini akan sulit
dikontrol, sebab ada kecenderungan penggunaan yang berlebihan dari
para perajin dan penderes Nira ini. Sedangkan formalin memang bahan
pengawet mayat yang tidak dibolehkan untuk pengawetan makanan
dan minuman.

Maka apabila berkomitmen ingin menghasilkan Gula Aren Organik


maka bahan-bahan pengawet kimia tidak boleh ditambahkan dan harus
dihindari. Dengan kata lain kita hanya boleh dan akan melakukan
pengawetan Nira dengan bahan-bahan pengawet organic yang aman
dan sesuai dengan mutu gula yang kita kehendaki. Sebab bisa jadi
bahan pengawet organic selain terdapat bahan pengawetnya, juga
mengandung bahan-bahan lain yang berpengaruh pada aroma dan
rasa, tekstur dan flavor gula hasil pengolahan.

Lalu bahan pengawet apa saja yang mungkin bisa digunakan untuk
membuat Nira awet dan hasil gulanya mempunyai mutu yang bagus
sekaligus memiliki aroma rasa/ plavour dan tastenya sesuai dengan
selera konsumen. Mudah-mudahan tulisan selanjutnya akan menjawab
pertanyaan ini. Amin.

You might also like