You are on page 1of 8

Tugas MK Penjaminan Mutu dalam Keperawatan

Dosen : Rini Rachmawaty, S.Kep.,Ns., MN., PhD

STRATEGI PENINGKATAN MUTU LAYANAN KEPERAWATAN

DI RSUD SAWERIGADING KOTA PALOPO

OLEH:

WAHYU HIDAYAT (C012171043)

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS HASANUDDIN

2018
A. Pendahuluan

Perawat secara konsisten memegang peranan penting dalam praktik perawatan

profesional dan menjadikan pasien sebagai fokus utamanya. Standar praktik pada dasarnya

menentukan kualitas kinerja perawat dalam bekerja. Oleh karena itu, pemilihan standar dan

tindakan merupakan kegiatan penting dalam proses peningkatan mutu layanan keperawatan.

Berdasarkan usulan komite IOM tentang kualitas pelayanan perawatan kesehatan kepada

pasien harus memenuhi enam aspek diantaranya perawatan yang aman, efektif, berpusat pada

pasien, tepat waktu, efesien, dan adil (Huber, 2010).

Pelayanan yang efektif dan efesien mampu memberikan pelayanan yang tepat untuk

menangani permasalahan pasien dan mampu menurunkan hari rawat serta biaya perawatan

pasien. Namun, salah satu permasalahan yang dihadapi dunia kesehatan saat ini adalah

resisrtensi antimikroba (AMR) yang berdampak pada penurunan mutu layanan dan

peningkatan risiko pelayanan kesehatan khususnya biaya dan keselamatan pasien.

Penggunaan antimikroba yang bijak adalah penggunaan antimikroba yang sesuai dengan

penyakit infeksi dan penyebabnya dengan dosis yang tepat, durasi yang optimal, dan efek

samping minimal. Untuk itu dalam rangka mengendalikan mikroba resisten di pelayanan

kesehatan khususnya rumah sakit, maka dibentuklah Komite Pengendalian Antimikroba

(KPRA) oleh kementrian kesehatan. Selanjutnya program ini diwajibkan untuk dijalankan

bagi semua rumah sakit (SNARS, 2018).

Salah satu rumah sakit yang menjalankan program tersebut adalah RSU Sawerigading

Kota Palopo. Dalam pelaksanaannya Program Pengendalian Resistensi Antimikroba (PPRA)

belum berjalan secara optimal sehingga berdampak pada mutu layanan kesehatan di rumah
sakit tersebut. Untuk itu melalui paper ini, penerapan PPRA RSU Sawerigading Kota Palopo

akan dijelaskan secara rinci.

B. Pembahasan

Program Pengendalian Resistensi Antimikroba (PPRA) akan berjalan baik bila

mendapatkan dukungan penuh dari direktur rumah sakit. Pimpinan RSU Sawerigading

Palopo sejauh ini mendukung akan dilaksanakannya program PPRA, hal ini dibuktikan

dengan terbentuknya regulasi terkait pengendalilan resistensi antimikroba dan KPRA di RSU

Sawerigading Palopo. Struktur KPRA telah di isi oleh dokter, perawat, farmasi dan profesi

kesehatan lainnya. KPRA telah menyusun beberapa program kerja terkait pengendalian

resistensi antimikroba. Program kerja komite ini, telah sampai pada tahap pengumpulan data

penggunaan antimikroba. Pelaporan penggunaan antimikroba dilakukan oleh tim farmasi dan

melaporkan setiap harinya ke KPRA. Hasil yang didapatkan menunjukkan konsumsi

antimikroba paling tinggi berada pada ruangan perawatan bedah. Tentunya dokter yang

bekerja di ruangan tersebut menjadi sorotan terkait tingginya angka penggunaan obat

antimikroba.

Untuk menentukan mutu pengendalian resistensi antimikroba, tidak hanya sebatas

pengumpulan data penggunaan antimikroba. Tetapi bagaimana mengidentifikasi jenis bakteri

apa yang telah resistensi terhadap antimikroba. Hal inilah yang belum berjalan di RSU

Sawerigading, sehingga pengendalian resistensi antimikroba belum maksimal dilakukan

hanya sebatas pada pengumpulan data awal saja. Analisis tidak berjalannya program KPRA

di RSU Sawerigading Kota Palopo dapat dilihat analisis fishbone dibawah ini:
Lingkungan Komite PPRA
nnn

Budaya perawatan Beban Kerja

Jumlah Pasien Manajemen waktu


Belum
berjalannya
Perkembangan Pasien Belum ada SPO Supervisi (-) program PPRA
Belum ada
Kepatuhan minum
pedoman Monev (-)
obat

Pasien Kebijakan Sistem

Analisis fishbone di atas telah menggambarkan penyebab belum berjalannya program

PPRA di RSU Sawerigading. Faktor-faktor tersebut antara lain:

1. Tim PPRA

Orang-orang yang mengisi struktur KPRA merupakan pegawai rumah sakit yang

mempunyai tanggung jawab pada program yang lain, sehingga beban kerja mereka

menjadi bertambah dan mengakibatkan program PPRA yang seyogyanya dijalankan

menjadi tertunda. Hal ini diperparah dengan manajemen waktu yang buruk sehingga staff

yang mengisi struktur ini kesulitan membagi waktunya.

2. Sistem pelayanan kesehatan

Supervisi dari ketua komite terkait PPRA belum maksimal sehingga upaya

pengendalian dan pengawasan dari program ini belum berjalan. Monev yang harusnya

dipantau langsung oleh KPRA terkait tindak lanjut dari pengumpulan data yang

sebelumnya telah berjalan belum ditindaklanjuti.


3. Kebijakan

Baik pedoman dan sebagian SPO terkait pelaksanaan program PPRA belum

rampung, hal ini dikarenakan anggota komite PPRA kurang berkoordinasi dalam

penyusunan dokumen PPRA.

4. Lingkungan

RSU Sawerigading sebagai pusat rujukan regional VI mengakibatkan tingginya

jumlah pasien dan BOR ≥ 85%. Hal ini mengakibatkan risiko infeksi nosokomial

semakin tinggi. Selain itu, budaya perawatan yang belum professional hanya berfokus

pada dokter mengakibatkan koordinasi antar tim kesehatan berkurang dan berimbas pada

lama hari rawat pasien.

5. Pasien

Perkembangan kesehatan pasien yang kurang signifikan mengakibatkan perawatan

yang lama sehingga mendorong penggunaan antimikroba yang semakin tinggi. Selain itu,

kepatuhan minum obat pasien yang kurang pada pasien rawat jalan mengakibatkan risiko

terjadinya resistensi antimikroba.

Analisa strategi yang dapat digunakan untuk meningkatkan mutu pelayanan

kepearwatan terkait pengendalian resistensi antimikroba dapat dilakukan dengan

menggunakan sistem PDCA.

1. Plan

a. Peningkatan pemahaman dan kesadaran seluruh staf, pasien dan keluarga tentang

masalah resistensi antimikroba

b. Kebijakan terkait PPRA

c. Pengendalian penggunaan antimikroba


d. Peningkatan koordinasi antar anggota KPRA

2. Do

a. Melengkapi dokumen PPRA

b. Melakukan kegiatan sosialisasi dan pelatihan staff tenaga kesehatan tentang PRA

c. Melakukan surveilans pola penggunaan antimikroba di RS

d. Melakukan surveilans pola resistensi antimikroba

e. Meningkatkan supervise dan monev terkait PPRA

f. Forum kajian penyakit infeksi terintegrasi

3. Check

a. Dokumen pelaksanaan PPRA telah ada

b. Perbaikan kuantitas antibiotic

c. Perbaikan kualitas antibiotic

d. Peningkatan mutu kasus infeksi secara multidisiplin dan terintegrasi

e. Penurunan angka infeksi di rumah sakit yang disebabkan oleh mikroba yang

resistensi

4. Action

Untuk memberikan pelayanan kesehatan yang bermutu di rumah sakit diperlukan

tenaga yang terampil dan didukung oleh sarana dan prasarana yang memadai. Resistensi

antimikroba dalam proses asuhan keperawatan diharapkan mampu dikendalikan melalui

PPRA yang melibatkan semua tenaga kesehatan dalam komite PPRA di RSU

Sawerigading Kota Palopo.

Metode yang dapat diguanakan untuk mengukur mutu terkait dengan masalah PPRA

merujuk pada elemen penilaian standar nasional (SNARS, 2018) yang terdiri dari:
1. Pemeriksaan regulasi dan program tentang pengendalian resistensi antimikroba di RS

2. Wawancara dengan pimpinan rumah sakit terkait keterlibatan dalam menyusun program

dan dibuktikan dengan adanya dokumen yang mendukung hal tersebut.

3. Mengobservasi adanya bukti dukungan kesekretariatan dan sarana prasarana yang

menunjang kegiatan.

4. Tersedianya dokumen penetapan indicator mutu

5. Wawancara pelaksanaan monitoring dan evaluasi terhadap PPRA yang mengacu pada

indicator pengendalian resistensi antimikroba, dan diperkuat dengan dokumen monev

yang dilakukan.

6. Angka kejadian resistensi antimikroba 0%

7. Terdapat dokumen bukti pelaporan kegiatan PPRA secara berkala.

C. Penutup

Pengendalian resistensi antimikroba di RSU Sawerigading Kota Palopo belum optimal.

Untuk itu diperlukan kerjasama dari semua pihak terait untuk menjalankan program nasional

yang telah ada agar mutu layanan kesehatan di rumah sakit semakin baik.
DAFTAR PUSTAKA

Huber, D. L. (2010). Leadership and Nursing Care Management. Saunders Elsevier (4th ed.).
Lowa City: Saunders Elseiver
KARS. (2018). Standar Nasional Akreditasi Rumah Sakit (1th ed.)

You might also like