You are on page 1of 19

1.

Jelaskan dfinisi dari :

a. Daerah Aliran Sungai Secara Umum


Daerah aliran sungai (DAS) adalah suatu wilayah yang merupakan

kesatuan ekosistem yang dibatasi oleh pemisah topografis dan berfungsi sebagai

pengumpul, penyimpan dan penyalur air, sedimen, unsur hara melalui sistem

sungai, megeluarkannya melalui outlet tunggal yaitu ke danau/laut. Apabila turun

hujan di daerah tersebut, maka air hujan yang turun akan mengalir ke sungai-

sungai yang ada disekitar daerah yang dituruni hujan.


DAS dalam bahasa Inggris disebut Watershed atau dalam skala luasan

kecil disebut Catchment Area adalah suatu wilayah daratan yang dibatasi oleh

punggung bukit atau batas-batas pemisah topografi, yang berfungsi menerima,

menyimpan dan mengalirkan curah hujan yang jatuh di atasnya ke alur-alur sungai

dan terus mengalir ke anak sungai dan ke sungai utama, akhirnya bermuara ke

danau/waduk atau ke laut.


Berikut ini dicontohkan beberapa definisi DAS yang dikemukakan oleh

para ahli. Linsley dkk., (1980) DAS adalah keseluruhan daerah yang diatus oleh

sistem sungai sehingga seluruh aliran dan daerah tersebut dikeluarkan melalui

outlet tunggal. Brooks dkk., (1990) DAS merupakan suatu areal atau daerah yang

dibatasi oleh bentuk topografi yang didrainasi oleh suatu sistem aliran yang

membentuk suatu sungai yang melewati titik out-let dan total area di atasnya.

River basin adalah serupa dengan watershed tetapi mencakup sekala yang luas

sebagai contoh : Amazona River Basin, the Misisipi River Basin.


Pedoman Penyusunan Pola-RLKT (1994) DAS adalah suatu daerah tetentu

yang bentuk dan sifat alamnya sedemikian rupa sehingga merupakan satu

kesatuan dengan sungai dan anak sungainya yang melalui daerah tersebut dalam

fungsinya untuk menampung air yang berasal dan curah hujan dan sumber air
lainnya, penyimpanannya serta pengalirannya dihimpun dan ditata berdasarkan

hukum alam sekelilingnya demi kesinambungan daerah tersebut. Esensinya, DAS

adalah salah satu wilayah daratan yang menerima air hujan, menampung dan

mengalirkannya melalui sungai utama ke laut/ danau. Satu DAS dipisahkan dan

wilayah lain disekitamya (DAS-DAS lain) oleh pemisah alam topografi, seperti

punggung bukit dan gunung.

b. Daerah Aliran Sungai (DAS) berdasarkan UU NO.7 Tahun 2004 tentang

sumber daya air ?


Daerah aliran sungai adalah suatu wilayah daratan yang merupakan satu

kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya, yang berfungsi menampung,

menyimpan, dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau atau ke

laut secara alami, yang batas di darat merupakan pemisah topografis dan batas di

laut sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh aktivitas daratan.
Sumber daya air adalah air, sumber air, dan daya air yang terkandung di

dalamnya. Air adalah semua air yang terdapat pada, di atas, ataupun di bawah

permukaan tanah, termasuk dalam pengertian ini air permukaan, air tanah, air

hujan, dan air laut yang berada di darat. Air permukaan adalah semua air yang

terdapat pada permukaan tanah. Air tanah adalah air yang terdapat dalam lapisan

tanah atau batuan di bawah permukaan tanah.


Sumber air adalah tempat atau wadah air alami dan/atau buatan yang

terdapat pada, di atas, ataupun di bawah permukaan tanah. Daya air adalah potensi

yang terkandung dalam air dan/atau pada sumber air yang dapat memberikan

manfaat ataupun kerugian bagi kehidupan dan penghidupan manusia serta

lingkungannya.
C. Pengelolaan Daerah Aliran Sungai
Kata pengelolaan banyak digunakan dalam berbagai bidang keilmuan. Kita

juga mengenal pengelolaan yang berkaitan dengan pemanfaatan lahan atau tata-
guna lahan seperti pengelolaan hutan produksi, pengelolaan bidang pertanian,

pengelolaan hutan lindung, pengelolaan DAS. Pengelolaan DAS didefinisikan

sebagai proses perumusan dan pelaksanaan serangkaian tindakan yang melibatkan

manipulasi dan sistem alam dan suatu DAS untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu

ke arah pembangunan yang berkesinambungan (lestari).


Brooks dkk., (1990) P-DAS (Watershed Management) merupakan proses

pengarahan dan pengorganisasian penggunaan lahan dan sumberdaya lainnya

pada suatu DAS untuk menyediakan barang-barang dan jasa yang diinginkan

tanpa merusakan sumberdaya tanah dan air. Termaktup dalam konsep tersebut

adalah adanya pengenalan dalam keterkaitan antara tataguna lahan, tanah dan air;

hubungan antara daerah hulu dan hilir.

2. Sebut dan Jelaskan :

a. Tiga (3) Sasaran Pengelolaan DAS?

1. Pengelolaan ruang melalui usaha pengaturan penggunaan lahan (landuse)

dan konservasi tanah dalam arti yang luas.

2. Pengelolaan sumberdaya air melalui konservasi, pengembangan,

penggunaan dan pengendalian daya rusak air.


3. Pengelolaan vegetasi yang meliputi pengelolaan hutan dan jenis vegetasi

darat lainnya yang memiliki fungsi produksi dan perlindungan terhadap

tanah dan air.


4. Pembinaan kesadaran dan kemampuan manusia termasuk pengembangan

kapasitas kelembagaan dalam pemanfaatan sumberdaya alam secara

bijaksana, sehingga ikut berperan dalam upaya pengelolaan DAS

b. Tiga (3) Ciri – ciri DAS Jika Sasaran Pengelolaan DAS Tercapai ?
1. Dengan semakin banyaknya pabrik-pabrik industri (terutama tekstil), maka

dalam pengelolaan sungai ini diharapkan dapat mengawasi serta meregulasi

hingga menindaklanjuti pencemaran lingkungan yang semakin menguat;


2. Peningkatan potensi serta keberlanjutan fungsi-fungsi hidrologis terutama

pada kawasan lindung serta daerah penyangga (buffer area) sehingga

keseimbangan ekosistem pun terjaga pula;


3. Dengan adanya pengendalian serta pengelolaan daerah aliran sungai ini, maka

intensitas erosi serta banjir dapat terjaga serta terkontrol;


4. Semakin meningkatnya pendapaan serta kesadaran para petani mengenai

kelebihan serta dukungan positif dalam pengelolaan daerah aliran sungai,

dalam hal ini kaidah konservasi tanah dan air dapat dijalankan secara sinkron

serta, berkelanjutan hingga berkesinambungan.


5. Pengelolaan DAS dan konservasi tanah dan air merupakan “alat” untuk

tercapainya pembangunan sumberdaya air dan tanah yang berkelanjutan.


3. Sebutkan dan Jelaskan 7 (tujuh) ciri fisik karakteristik germofologi DAS

?
Berikut adalah germofologi das dalam mermometrik
Morfometrik DAS

Morfometrik daerah aliran sungai (DAS) adalah istilah yang digunakan

untuk menyatakan keaadaan jaringan alur sungai secara kuantitatif. Sifat yang

khas dari suatu DAS dapat dilihat dari morfometri DASnya. Morfometri DAS

adalah pengukuran bentuk dan pola DAS yang dapat dilihat dari suatu peta.

Tujuan utama dari kajian morfometri adalah mengetahui karakteristik aliran

secara menyeluruh berdasarkan hasil pengukukuran berbagai aliran (Susilo dan

Pratomo, 2006:76).

Beberapa karakteristik Sub-DAS yang penting dapat dikaji berdasarkan

hasil analisis morfometri. Berikut ini adalah Karakteristik dari morfometrik Sub-

DAS yaitu:
1. Panjang Sungai (Stream Lenght)

Panjang sungai utama adalah jarak dari outlet ke batas DAS yang diukur

sepanjang saluran aliran utama. Semakin panjang sungai utama maka, jarak antara

tempat jatuhnya hujan dengan outlet semakin besar. Sehingga waktu yang

diperlukan air hujan untuk mencapai outlet lebih lama (Sudarsono dan Takeda,

2003).

2. Orde Sungai (Steam Order)

Orde sungai adalah posisi percabangan alur sungai di dalam urutannya

terdapat induk sungai dalam suatu DAS. Berdasarkan metode Strahler, alur sungai

paling hulu yang tidak mempunyai cabang disebut dengan orde pertama,

pertemuan antar orde disebut orde kedua, dan seterusnya [ CITATION Str64 \l

1057 ].

Gambar 2.1 Jaringan Sungai Dengan Metode Strahler (Sumber:

Strahler, 1964)

3. Pola Aliran
Macam-macam bentuk aliran dicirikan pada kondisi yang dilewati oleh

sungai tersebut. Bentuk pola aliran yang bisa dijumpai ada tujuh jenis, diantanya

adalah pada table 2.1:

Tabel 2.1 Bentuk Pola Aliran

No Jenis Pola Aliran Klasifikasi


1 Dendritik Seperti percabangan pohon, percabangan tidak teratur

dengan arah dan sudut yang beragam.


2 Pararel Anak sungai utama saling sejajar atau hampir sejajar,

bermuara pada sungai-sungai utama dengan sudut

lancip atau langsung bermuara ke laut.


3 Radial Sungai yang mengalir ke segala arah dari satu titik.
4 Trellis Percabangan anak sungai dan sungai utama hampir

tegak lurus, sungai-sungai utama sejajar atau hampir

sejajar.
5 Annular Sungai utama melingkar dengan sungai yang

membentuk sudut hampir tegak lurus.


6 Cantripetal Sungai yang mengalir memusat dari berbagai arah

berkembang di cekungan tertutup.


7 Multibasional Percabangan sungai tidak bermuara pada sungai

utama, melainkan hilang ke bawah permukaan.

Sumber: (Kementerian Kehutanan Direktorat Jenderal Bina Pengelolaan

DAS dan Perhutanan Sosial, 2013: 16)

Pola aliran yang digunakan bisa dibedakan dengan membedakan garis

yang dijadikan tanda pola aliran tersebut. Untuk lebih jelasnya masing-masing

bentuk pola aliran dapat dilihat pada gambar 2.2:


Gambar 2.2 Bentuk Pola Aliran (Kementerian Kehutanan Direktorat Jenderal

Bina Pengelolaan DAS dan Perhutanan Sosial, 2013: 17)

4. Kerapatan Sungai (Drainage Density)

Kerapatan Sungai adalah suatu angka indeks yang menunjukkan

banyaknya anak sungai di dalam suatu DAS. Menurut Kementerian Kehutanan

Direktorat Jenderal Bina Pengelolaan DAS dan Perhutanan Sosial (2013:18),

semakin besar nilai kerapatan aliran semakin baik sistem pengairan di daerah

tersebut. Artinya semakin besar jumlah air larian total (semakin kecil infiltrasi)

dan semakin kecil air tanah yang tersimpan di daerah tersebut.

5. Frekuensi aliran (Stream frequency)

Stream frequency atau disebut juga frekuensi aliran adalah jumlah aliran

persatuan luas. Nilai kepadatan drainase dan frekuensi arus untuk drainase kecil

dan besar tidak langsung dibandingkan, karena setiap daerah drainase memiliki

luas yang bervariasi [ CITATION Hor45 \l 1057 ].


6. Length of overland flow

Length of overland flow digunakan untuk menggambarkan panjang aliran

air di atas tanah sebelum terkonsentrasi pada aliran pasti ke dalam saluran

(Horton, 1945).

7. Elongation ratio

Faktor bentuk DAS dapat ditentukan dengan menggunkan elongation ratio

yaitu membagi luas DAS terhadap panjang sungai utama. Semakin tinggi nilai

nisbah memanjang dari suatu DAS, maka akan semakin lambat laju aliran

permukaan air sehingga semakin lambat juga konsentrasi air yang terbentuk

[ CITATION Sch56 \l 1057 ].

8. Circulation ratio

Penentuan bentuk DAS dapat menggunakan rumus circulation ratio yaitu

dengan membagi luas dengan keliling DAS. Semakin tinggi nilai nisbah

membulat dari suatu DAS, maka akan semakin cepat aliran permukaan air

sehingga semakin lambat juga konsentrasi air yang terbentuk [ CITATION

Sch56 \l 1057 ].

9. Relief ratio

Relief ratio berpengaruh terhadap banjir, karena lereng yang curam

mengakibatkan waktu yang diperlukan pada saat pengumpulan air menjadi lebih
singkat hal ini juga berpengaruh terhadap terjadinya erosi [ CITATION Sch56 \l

1057 ].

10. Hyspometric analysis

Hypsomertic analysis membantu dalam mengendalikan erosi,

mengurangi limpasan dan menganalisis kesehatan saluran DAS, contohnya pada

DAS Varattaru, India. Menggunakan bantuan open source dan data penginderaan

jauh (DEM) (Sivakumar et al., 2011).


4. Gambar di Bawah ini Adalah Suatu Daerah Aliran Sungai (DAS) :
a. Tentukan Orde Sungai Tersebut Menurut Horton ?
b. Tentukan Bentuk Das di bawah ini dan sebutkan ciri – cirinya?

Orde atau tingkat percabangan sungai adalah posisi percabangan alur


sungai di dalam urutannya terhadap induk sungai dalam satu AS (Soewarno,
1991). Alur sungai paling hulu yang tidak memiliki cabang disebut orde
pertama, pertemuan dua orde pertama disebut orde kedua, pertemuan orde
pertama dengan orde kedua disebut orde kedua, dan pertemuan dua orde
kedua disebut orde ketiga, begitu seterusnya. Secara umum dapat dinyatakan
bahwa pertemuan dua orde yang sama menghasilkan nomor orde satu tingkat
lebih tinggi, sedangkan pertemuan dua orde sungai yang berbeda memberikan
nomor orde yang sama nilainya dengan nomor orde tertinggi diantara kedua
orde yang sungai yang bertemu.

Kerapatan sungai adalah angka indeks yang menunjukkan banyaknya


anak sungai di dalam suatu DAS. Indeks tersebut dihitung dengan persamaan

D = L/A

D adalah indeks kerapatan sungai (km/km2), L adalah jumlah panjang


seluruh alur sungai (km), dan A adalah luas DAS (km2). Menurut Horton
(1949) menyebutkan bahwa kerapatan sungai berhubungan dengan sifat
drainase DAS. Sungai dengan kerapatan kurang dari 0,73 umumnya
berdrainase jelek atau sering mengalami penggenangan, sedangkan sungai
dengan kerapatan antara 0,73 ‐ 2,74 umumnya memiliki kondisi drainase
yang baik atau jarang mengalami penggenangan.

Berikut benntuk Daerah Aliran Sungai yang di atas Menurut Horton:

1. DAS berbentuk bulu burung

DAS ini memiliki bentuk yang sempit dan memanjang, dimana


anak-anak sunga (sub-DAS) mengalir memanjang di sebalah kanan dan kiri
sungai utama. Umumnya memiliki debit banjir yang kecil tetapi berlangsung
cukup lama karena suplai air datang silih berganti dari masing-masing anak
sungai.

2. DAS berbentuk radial

Sebaran aliran sungai membentuk seperi kipas atau nyaris lingkaran.


Anak-anak sungai (sub-DAS) mengalir dari segala penjuru DAS dan tetapi
terkonsentrasi pada satu titik secara radial, akibat dari bentuk DAS yang
demikian. Debit banjir yang dihasilkan umumnya akan sangat besar, dalam
catatan, hujan terjadi merata dan bersamaan di seluruh DAS tersebut.

3. DAS berbentuk paralel

Sebuah DAS yang tersusun dari percabangan dua sub-DAS yang cukup
besar di bagian hulu, tetapi menyatu di bagain hilirnya. Masing-masing sub-
DAS tersebut dapat memiliki karakteristik yang berbeda. Dan ketika terjadi
hujan di Kedua sub-DAS tersebut secara bersamaan, maka akan berpotensi
terjadi banjir yang relative besar.
5 . Jelaskan Respon Penggunaan Lahan hutan dan padang alang – alang
tersebut apabila dikatkan dengan aliran permukaan dan infiltrasi dengan
asumsi bahwa curah hujan tanah dan jenis tanah sama terletak pada
kemiringan lahan berbukit/miring (15-39)%.
Bentuk lahan (landform) menguraikan tentang jenis-jenis terain khusus dan

menempatkan satuan peta inventarisasi ke dalam bentang lahan (landscape). Cara

yang mudah untuk identifikasi di foto udara menggunakan bentang lahan dan

kelerengan (topografi). Klasifikasi bentuk lahan dapat diperoleh dari Katalog

Bentuk Lahan (Desaunettes, 1977) dan Kucera (1988). Disarankan untuk

menggunakan klasifikasi Kucera (1988) karena lebih sederhana tetapi lengkap.


Bentuk lahan memberikan gambaran pada kita tentang kondisi lokasi secara

umum. Melalui informasi bentuk lahan juga dapat diperoleh gambaran

karakteristik lahan yang lain, misalnya bentuk lahan yang bergunung akan

mempunyai jenis-jenis tanah tertentu, biasanya kelerengannya curam dan solum

tanahnya relatif dangkal. Sebaliknya bentuk lahan aluvium akan memberi

gambaran tentang kondisi yang datar dengan drainase yang kurang baik,

teksturnya halus dan solum tanahnya dalam.


Penilaian parameter bentuk lahan akan disesuaikan dengan skala surveinya.

Pada skala detil misalnya, bentuk lahan bukit (hill) dapat dirinci lagi menjadi

puncak bukit, lereng atas, lereng tengah atau lereng bawah. Sedangkan skala

tinjau cukup disajikan bukit saja. Pada perisalahan hutan, skala yang digunakan

adalah skala semi detil didukung dengan foto udara skala 1 : 50 000 atau lebih

besar lagi, sehingga deskripsi bentuk lahan perlu diuraikan detil.


Informasi kemiringan dan arah lereng sangat diperlukan bagi pengelolaan

lahan. Parameter kelerengan juga digunakan untuk klasifikasi beberapa keperluan,


misalnya untuk penentuan fungsi lindung dan budidaya. Jadi informasi ini sangat

dibutuhkan untuk keperluan pengelolaan termasuk pengelolaan hutan.


Keterkaitan kelerengan lahan dengan parameter lain cukup dominan.

Biasanya pada topografi yang berbeda, yang berarti kemiringan lerengnya

berbeda, maka perkembangan tanahnya juga berbeda. Perbedaan perkembangan

tanah juga berarti ada perbedaan karakteristiknya. Perkembangan tanah juga

dipengaruhi oleh arah lereng, karena perbedaan arah lereng akan mempengaruhi

kecepatan pelapukan batuan menjadi tanah. Dengan demikian maka kemiringan

lereng biasanya mengandung konsekuensi perbedaan tekstur tanah, kondisi

drainase, jenis tanaman dan kedalaman tanah.


Ada beberapa klasifikasi kemiringan lereng yang penggunaannya tergantung

tujuan pada klasifikasi tersebut. Setiap departemen akan mempunyai klasifikasi

sendiri sesuai tujuannya. Bila ditujukan untuk menentukan areal transmigrasi,

misalnya, akan berbeda dengan klasifikasi yang ditujukan untuk ekstensifikasi

pertanian. Dalam buku ini, klasifikasi yang digunakan adalah klasifikasi di sektor

kehutanan.
Untuk survei sumber daya lahan tingkat detil, informasi tambahan tentang

lereng perlu dicatat, misalnya panjang lereng dan bentuk lereng.


Jenis tanah akan sangat dipengaruhi oleh jenis batuan indukn, iklim dan

vegetasinya. Klasifikasi tanah yang umum dilaksanakan menggunakan US Soil

Taxonomy atau klasifikasi Indonesia. Apapun metode klasifikasi yang digunakan

jenis tanah akan selalu berkaitan dengan karakteristik fisik lahannya. Cara

klasifikasi tanah yang umum digunakan akan diuraikan tersendiri. Dengan

demikian apabila suatu lahan mempunyai jenis tanah Entisol, maka kedalaman

tanah tersebut umumnya dangkal, sedangkan tanah Vertisol hanya bisa terjadi

pada daerah dataran dan atau berkapur.


Informasi jenis tanah biasanya dapat diperoleh dari peta tanah yang tersedia.

Pada umumnya peta tanah yang ada mempunyai skala kecil (1 : 100 000 atau 1:

250 000) hanya lokasi-lokasi tertentu saja yang dipetakan secara detil. Hal ini

disebabkan adanya proyek khusus yang besar. Namun demikian informasi yang

diperoleh dari peta tetap bisa dimanfaatkan terutama deskripsi profil tanahnya.

Dengan berbekal pengetahuan dari deskripsi profil tanah pada peta tanah, maka

akan dapat diidentifikasi jenis-jenis tanah di lapangan. adapun pembeda antara

peta tanah dengan hasil survei yaitu batas tiap jenis tanah .
Erosi merupakan pembatas utama dari penggunaan lahan yang

berkelanjutan. Identifikasi erosi di lahan hutan diperlukan untuk mengetahui jenis

dan tingkat erosi serta prosentase luasan tererosi pada satuan peta sehingga upaya

konservasi tanah yang efektif dapat direncanakan. Pengalaman lapangan

menunjukkan bahwa erosi biasanya terjadi cukup besar pada saat awal

penebangan atau pembukaan lahan sampai tanaman berumur 2 tahun.

Parameter ini sangat dinamis, karena kondisi erosi bisa berubah drastis

setiap waktu. Oleh karena itu perlu dicatat bahwa informasi jenis dan tingkat erosi

hasil perisalahan adalah kondisi pada saat dilakukan survei lapangan. Pembaruan

(updating) data parameter ini perlu sering dilakukan mengingat cepatnya

perkembangan tanah tererosi.


Erosi yang dibahas dalam petunjuk ini adalah erosi yang disebabkan karena

air. Sedangkan erosi angin, walaupun ada, tidak begitu banyak terjadi di

Indonesia. Secara umum dikenal empat jenis erosi tanah oleh air, yaitu erosi

permukaan/lembar (sheet erosion), erosi parit (rill erosion), erosi jurang (gully

erosion), erosi tebing sungai (streambank erosion) dan erosi longsoran (landslide
erosion). Pembagian tingkat erosi dilakukan secara kualitatif, yaitu diabaikan,

ringan, sedang dan berat.


Pada umumnya erosi tanah banyak terjadi di lahan miring daripada di lahan

datar. Dalam kaitannya dengan aspek tanaman, erosi juga akan banyak terjadi di

lahan yang terbuka setelah penebangan sebelum adanya semak. Perlu dicatat pula

bahwa penanaman sistem tumpangsari juga mempunyai resiko tinggi terhadap

terjadinya erosi, akibat adanya pengolahan tanah. Pada dasarnya setiap tanah

mempunyai tingkat kepekaan yang berbeda terhadap erosi, tergantung dari sifat

fisik dan batuan pembentuknya. Dengan demikian maka kondisi erosi selain

terkait dengan bentuk lahan juga terkait dengan sifat tanah dan tipe batuan.
Analisi nasir iklim yang dibahas dalam kesempatan ini hanya curah hujan,

karena terbatasnya stasiun meteorologi. Mengingat bahwa areal hutan banyak

terletak di pegunungan, maka sangat dimungkinkan terpengaruh oleh hujan

orografis. Akibatnya pola hujan dan distribusi hujan antar petak dapat sangat

berlainan. Oleh karena itu diperlukan beberapa stasiun hujan pada satu bagian

hutan agar rekaman hujan dapat mencerminkan kondisi yang realistis.

Pengalaman lapangan menunjukkan bahwa antar petak dalam satu bagian bisa

mempunyai pola dan curah hujan yang berbeda tergantung elevasi dan arah

lerengnya.
Fenomena perbedaan pola hujan antar petak juga merupakan bukti

keterkaitan iklim mikro, dalam hal ini curah hujan, dengan kondisi fisik lahan

terutama bentuk lahan, kemiringan lereng dan arah lereng. Dengan demikian

informasi hujan dapat dikaitkan dengan parameter yang lain. Informasi hujan

yang diperlukan dalam kegiatan ini adalah: rata-rata curah hujan setahun dari data

10 tahun terakhir, jumlah bulan basah, jumlah bulan kering dan jumlah hari hujan

setiap bulannya.
Adapun penghambat yang digunakan adalah e (infiltrasi), , s (tanah), c

(iklim) dan g (kelerengan). Pada klasifikasi ini dikenal prioritas penanganan

penghambat berdasarkan tingkat kemudahan penanganannya. Pada kelas yang

sama, bilamana mempunyai beberapa penghambat maka akan dipilih prioritas

penghambat yang paling besar. Urutan prioritas penghambat tersebut adalah (dari

yang paling mudah diatasi) e – – s – c – g. Jadi apabila hasil klasifikasi dalam satu

unit lahan menunjukkan Klas 1, 2 dan 3, maka akan ditetapkan sebagai Klas 3s

karena mempunyai jenis penghambat yang paling sulit ditangani.

DAFTAR PUSTAKA

Naharuddin., H. Harijanto dan A. Wahid. 2018. Pengelolaan Daerah Airan Sungai


Dan Aplikasinya Dalam Proses Belajar Mengajar.
UNTAD Press.

Notohadiprawiro,T. 2006. Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan Program


Penghijauan. Jurusan Ilmu Tanah , Fakultas
Pertanian UGM.

Sulaksana., Sukiyah., Sjafrudin dan Haryanto. Karakteristik GEOMORFOLOGI


DAS Cimanuk bagian hulu dan implikasinya
terhadap INTENSITAS EROSI SERTA
PENDANGKALAN WADUK JATI GEDE.
Bionatura-Jurnal Ilmu-ilmu Hayati dan Fisik. Vol.
15, No. 2, Juli 2013: 100 – 106.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2004 Tentang Sumber Daya
Air.

You might also like