You are on page 1of 18

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Dermatitis perioral merupakan sinonim dari rosacea-like dermatitis.

Dermatitis perioral adalah peradangan pada kulit yang mengenai daerah perioral

dan lipatan nasolabial dari wajah, dengan bentuk efloresensi berupa papul, vesikel

dan pustul, terjadi pada wanita muda dan anak-anak. 1,2

Pada dekade terakhir ini, terjadi penurunan kasus baru dikarenakan

penggunaan kortikosteroid topikal poten yang meningkat. Penyakit ini

distribusinya merata di seluruh dunia. Dermatitis perioral paling sering menyerang

wanita, lebih kurang 90% kasus. Mayoritas penderita adalah wanita berusia 20-45

tahun. Peningkatan kasus pada pria diduga dipicu oleh perubahan kebiasaan

pemakaian kosmetik pada pria. Pada anak-anak, tidak seperti pada dewasa,

perbandingan antara anak laki-laki dan perempuan prevalensinya sama. 3,4

Penyebab dermatitis perioral yang sebenarnya belum diketahui dengan jelas.

Tetapi beberapa penyebab etiopatologis telah dilaporkan. Penyebab tersering yang

sering teridentifikasi adalah penggunaan kortikosteroid topikal pada wajah. Selain

hal tersebut Dermatitis perioral juga bisa disebabkan karena penggunaan obat

kortikosteroid inhalasi dan kortikosteroid sistemik. Penyebab lain yang

memungkinkan dapat menyebabkan dermatitis perioral adalah kulit kering.

Penggunaan kosmetik, moisturizing cream, dan pasta gigi yang mengandung

fluoride.5

1
Penatalaksanaan untuk dermatitis perioral adalah dengan dengan

menghentikan semua penggunaan obat topikal, terutama kortikosteroid topikal dan

kosmetik yang menjadi faktor penyebab utama. Dermatitis perioral biasanya self-

limited, dapat sembuh sendiri dalam waktu beberapa minggu atau bulan, dan jarang

menetap hingga bertahun-tahun.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi

Dermatitis perioral adalah peradangan pada kulit yang mengenai daerah

perioral dan lipatan nasolabial dari wajah, dengan bentuk efloresensi berupa papul,

vesikel dan pustul, terjadi pada wanita muda dan anak-anak. Dermatitis perioral

merupakan sinonim dari rosacea-like dermatitis.1,2

Gambar 1. Dermatitis perioral

(Diambil dari kepustaaan No.2)

2.2. Epidemiologi

Dermatitis perioral pertama kali dideskripsikan pada akhir tahun 1950-an dan

awal tahun 1960-an, dan menjadi sering dijumpai pada dekade 1970-an. Pada

dekade terakhir ini, terjadi penurunan kasus baru dikarenakan penggunaan

kortikosteroid topikal poten yang meningkat. Penyakit ini distribusinya merata di

seluruh dunia. 3,4

3
Dermatitis perioral paling sering menyerang wanita, lebih kurang 90% kasus.

Mayoritas penderita adalah wanita berusia 20-45 tahun. Peningkatan kasus pada

pria diduga dipicu oleh perubahan kebiasaan pemakaian kosmetik pada pria. 3,4

Pada anak-anak, tidak seperti pada dewasa, perbandingan antara anak laki-

laki dan perempuan prevalensinya sama. Bentuk granulomatous dari dermatitis

perioral dilaporkan terjadi kebanyakan pada anak usia prepubertas. Pada ras afro-

amerika, insiden dermatitis perioral meningkat.3

2.3. Etiologi

Penyebab dermatitis perioral belum diketahui dengan jelas. Penyebab

tersering yang sering teridentifikasi adalah penggunaan kortikosteroid topikal pada

wajah. Dermatitis perioral juga bisa disebabkan karena penggunaan obat

kortikosteroid inhalasi dan kortikosteroid sistemik. Penyebab lain yang

memungkinkan dapat menyebabkan dermatitis perioral adalah kulit kering.

Penggunaan kosmetik, moisturizing cream, dan pasta gigi yang mengandung

fluoride.5

Dermatitis perioral timbul akibat reaksi penolakan dari kulit wajah terhadap

iritasi. Kelainan yang sama juga dapat timbul pada daerah lain, terutama periokular

(periocular dermatitis). Penggunaan kosmetik wajah seperti pembersih ataupun

krim kulit wajah dapat menyebabkan iritasi kulit wajah. Bersamaan dengan itu,

kebanyakan dari pasien memiliki kelainan atopi.5

4
2.4. Patofisiologi

Pada fase awal, akibat penggunaan obat topikal pada wajah akan menginduksi

gangguan fungsi lapisan epidermis. Hal ini akan menyebabkan pembengkakan

stratum korneum yang disertai gangguan minimal pada fungsi lapisan kulit dan

meningkatnya kehilangan cairan transepidermal (transepidermal water loss).

Kemudian dapat menyebabkan lapisan kulit menjadi lebih tegang dan kering yang

mendesak jaringan sekitarnya akibat kompensasi penggunaan obat topikal.

Penggunaan kortikosteroid, terutama topikal kortikosteroid, sangat berkaitan

erat dengan perubahan pada struktur epidermis dan permeabilitas membran

epidermis, termasuk juga berefek pada penurunan densitas dan maturasi

pembentukan badan lamellar, efek lain yang terjadi adalah penurunan sintesis

enzim oleh lapisan epidermal, penurunan keratinosit dan penipisan lapisan

epidermal.5

Perubahan pada epidermal dan dermal termasuk penipisan stratum korneum

ditandai dengan hilangnya matriks pada lapisan epidermal, pengecilan granular,

peningkatan TEWL, penurunan kolagen dermal, penipisan bagian atas serat elastin

dermal, penguraian lemak epidermal termasuk ceramid dan adanya respon

hipersensitivitas tipe IV.5

Pada pasien dengan kasus dermatitis perioral dan riwayat dermatitis atopik,

memiliki tanda abnormalitas pada stratum korneum yang berhubungan dengan

dermatitis atopik dan kulit atopik yang berefek terjadinya penurunan subfraksi

ceramid spesifik dan lemak lainnya dan dalam beberapa kasus, terjadi mutasi pada

gen fillagrin menyebabkan terjadinya penurunan faktor pelembab alami,

peningkatan TEWL wajah yang merupakan karaktristik utama dari dermatitis

5
perioral dengan atopik diatesis yang diyakini sebagai faktor resiko yang mungkin

pada perkembangan dermatitis perioral. tanda dan gejala dari akibat sensititivitas

dari kulit wajah yang ada termasuk kulit kering, skuama, edema, priritus, sensasi

panas, rasa terbakar dan nyeri.5

Penggunaan topikal kortikosteroid berkepanjangan menyebabkan beberapa

perubahan fungsional dan biologi pada kulit, hal ini dapat menyebabkan respon

pada kulit sehingga menimbulkan penurunan sintesis kolagen dan elastin serta

menyebabkan degradasi matriks dermal dengan penurunan struktur pendukung

pembuluh darah superfisial yang menyebabkan vasodilatasi pada kulit, gambaran

ini dapat dilihat secara klinis sebagai telangietaksis dan eritema diffusa.

Penggunaan topikal kortikosteroid juga dapat mengganggu keseimbangan

homeostasis dari mediator kimiawi yang merubah aliran darah kutaneus yang

merupakan faktor patogenesis utama dari dermatitis perioral.5,6

Hal utama yang menyebabkan eksaserbasi dermatitis perioral yang diikuti

diskontinuitas dari pemakaian topikal kortikosteroid secara tidak teratur yang

tampak terlihat pada akumulasi oksida nitrat endotel (eNO) kulit yang

mengakibatkan dilatasi berlebihan dari pembuluh darah kulit selain itu eNO juga

disebut sebagai faktor relaksasi endotel bawaan yang merupakan vasodilator

endogen yang dihambat oleh glukokortikosteroid termasuk juga penggunaan

topikal kortikosteroid. Selama penggunaan topikal kortikosteroid, timbul

vasokontriksi dan menghambat pelepasan eNO yang menyebabkan dilatasi berlebih

pada vaskular, sebagai hasilnya timbulah gejala klinis seperti eritem, edema, dan

gejala lainya. Hal itu nantinya dapat menyebabkan vasodiltasi yang menetap

sehingga timbul "Trampoline Effect” atau "Neon sign".5,6

6
Etiologi yang paling mungkin menyebabkan dermatitis perioral idiopatik

termasuk pasta gigi berfluoride, penggunaan krim pelembab dan kosmetik berlebih,

stress emosional dan faktor mikrobiologi. Bagaimanapun etiologi yang disebutkan

diatas masih sebagai spekulasi, dan tidak ada faktor diatas yang pernah terbukti

berhubungan. Pada akhirnya menjadi lingkaran setan, menyebabkan iritasi dan kulit

semakin kering bila dengan penggunaan obat topikal lebih lanjut. Reaksi inflamasi

yang ditimbulkan pada akhirnya dapat mengarah ke fase klinis dermatitis perioral.

Oleh karena itu penggunaan kortikosteroid topikal menjadi kontraindikasi pada

dermatitis perioral karena dapat meningkatkan gangguan pada lapisan epitel.5

2.5. Klasifikasi

Berdasarkan penyebabnya dermatitis perioral secara garis besar dapat

dibedakan menjadi dermatitis perioral yang berhubungan dengan penggunaan

kortikosteroid topikal yang merupakan subtipe dari CIRD (corticosteroid-induced

rosacea-like dermatitis) maupun yang tidak berhubungan dengan penggunaan

kortikosteroid topikal (Idiopathic dermatitis perioral). CIRD mempunya tiga

subtipe yang dibagi berdasarkan lokasi anatomi antara lain perioral, centrofacial,

dan diffuse. Dermatitis perioral yang merupakan subtipe dari CIRD merupakan

subtipe paling sering terjadi pada dewasa dan anak-anak. Pada beberapa kasus juga

terjadi pada perinasal dan periokular. Pada subtipe centrofacial terjadi pada pipi

bagian dalam, kelopak mata bagian dalam, hidung dan dahi. Pada subtipe diffuse

terjadi pada seluruh wajah dan seringkali meluas sampai ke leher.6

7
Gambar 2. Corticosteroid-induced rosacea-like dermatitis

(Diambil dari kepustakaan No. 6)

Dermatitis perioral idiopatik biasanya lebih sering terjadi pada pasien wanita

berusia 20 – 45 tahun meskipun dapat juga terjadi pada pria. Dermatitis perioral

idiopatik juga terjadi pada anak-anak tanpa adanya dominasi gender. Terdapat

varian lainnya dari dermatitis perioral idiopatik yaitu granulomatous periorificial

dermatitis atau Facial Afro-Caribbean Childhood Eruption (FACE).

Granulomatous periorificial dermatitis paling sering terjadi pada anak-anak ras

Afrika-Amerika dan mungkin juga berhubungan dengan penggunaan kortikosteroid

topikal. Dermatitis perioral idiopatik tidak dipengaruhi oleh penggunaan pasta gigi

berfluoride, pemakaian kosmetik dan pelembab, stress emosional, dan agen

mikrobiologi. Granulomatous periorificial dermatitis lebih sering terjadi pada

anak-anak prepubertas. Pada pasien dengan granulomatous periorificial dermatitis

terdapat lesi erupsi papular yang biasanya berukuran 1 – 3 mm terdapat di sekitar

mulut, hidung dan mata. Pada pemeriksaan histopatologi menunjukkan pola

8
granulomatus, terdapat infiltrat granulomatosa perifolikular yang terdiri dari sel

makrofag epitel, limfosit dan giant sel. Granulomatous periorificial dermatitis

merupakan keadaan self-limited dan tidak terlalu membutuhkan terapi khusus.5,6

Gambar 3. Dermatitis perioral idiopatik

(Dikutip dari kepustakaan No. 3)

Gambar 4. Granulomatous periorificial dermatitis

(Dikutip dadi kepustakaan No. 3)

9
2.6. Diagnosis

Diagnosis dapat dilakukan secara klinis. Anamnesis riwayat penyakit yang

baik, yang menunjukkan adanya pemakaian kortikosteroid atau kontak dengan

faktor kausatif lain yang potensial seperti pasta gigi, sudah cukup. Pada kebanyakan

kasus, terdapat papula eritematous dan papulopustula, biasanya terlokalisasi pada

daerah perioral.4

Untuk pemeriksaan laboratorium, biasanya tidak ditemukan kelainan. Prick

test dan tes IgE spesifik terhadap berbagai aeroalergen dapat digunakan untuk

menilai disfungsi pelindung kulit. Pada sebuah studi di Jerman, didapatkan adanya

peningkatan kehilangan air transepidermal dibandingkan dengan pasien rosacea

dan grup kontrol, yang mana mengindikasikan adanya gangguan fungsi barrier

kulit. Akan tetapi, tes ini tidak dilakukan secara rutin.4

2.7. Derajat Dermatitis Perioral

Untuk mengklasifikasikan derajat dermatitis perioral digunakan skor evaluasi

klinis yaitu PODSI (Perioral dermatitis severity index) pada tahun 2005. Nilai

diambil berdasarkan lesi pada kulit seperti eritema, papula, dan skuama kemudian

dihitung dengan skala perhitungan (0 – 3), dengan sub-gradasi (0,5; 1,5; dan 2,5)

dengan nilai maksimal adalah 9.5

Dermatitis perioral derajat ringan terhitung dengan skor 0,5 – 2,5; derajat

sedang 3,0 – 5,5; dan derajat berat 6,0 – 9,0. PODSI biasanya digunakan untuk

evaluasi objektif dari hasil pengobatan ataupun menentukan terapi, tapi dapat juga

digunakan untuk pemeriksaan rutin. Penilaian derajat dermatitis perioral dengan

10
menggunakan perioral dermatitis severity index (PODSI) serta contoh

perhitungannya dapat dilihat pada tabel dan gambar.

Tabel 1. Derajat dermatitis perioral

Derajat 1 Derajat 2 Derajat 3

Kemerahan Ringan, merah Sedang, merah jelas, Berat, merah gelap,

jambu, pucar, diskret belang tersebar, konfluen

Papula sedikit, kecil sekali, Sedang, beberapa, Berat, sangat

berwarna seperti diseminata banyak, kemerahan,

daging berkumpul

Skuama Ringan, halus, sulit Sedang, jelas Berat, besar, luas

dilihat

Gambar 5. Skoring PODSI

(Diambil dari kepustakaan No. 6)

11
a. Eritema 0,5; papul 1,0; skuama 0; PODSI 1,5 (=PODSI ringan)

b. Eritema 1,5; papul 1,5; skuama 0; PODSI 3,0 (= PODSI sedang)

c. Eritema 1,5; papul 2,0; skuama 0,5; PODSI 4,0 (= PODSI sedang)

d. Eritema 2,0; papul 1,5; skuama 2,0; PODSI 5,5 (= PODSI sedang)

e. Eritema 2,5; papul 3,0; skuama 1,5; PODSI 7,0 (= PODSI berat)

f. Eritema 3,0; papul 3,0; skuama 3,0; PODSI 9,0 (=PODSI berat)

2.8. Diagnosis Banding

Secara klinis, dermatitis perioral harus dipisahkan dari berbagai kemungkinan

diagnosis yang ada. Termasuk rosacea, acne, dermatitis seboroik dan dermatitis

kontak. Gambaran khas dermatitiss perioral biasanya dapat dibedakan dengan lesi

inflamasi pada wajah lainnya. Pasien dengan rosacea biasanya memiliki gambaran

telangiektasis dan kemerah-merahan pada muka dengan penyebaran yang lebih luas

mengenai kedua pipi, hidung dan dahi. Dermatitis kontak tampak sebagai lesi

kemerahan, berskuama dan krusta yang timbul di sekitar mulut akibat alergi

terhadap kosmetik lipstik, makanan, kawat gigi dan alat kosmetik lainnya. Lesi

terlihat seperti papula dengan batas yang tidak tegas. Ermatitis kontak juga

seringkali mengenai area kulit lainnya dan dapat didiagnosis dengan patch test.

Akne vulgaris dan dermatitis seboroik tidak mempunyai lokasi dan pola yang sama

dengan dermatitis perioral. Keduanya tersebar lebih luas dan dapat mengenai badan

termasuk muka. Akne vulgaris tampak sebagai komedo dan dermatitis seboroik

tampak skuama.7

12
Berdasarkan kepustakaan lain, diagnosis banding dari dermatitis perioral

dibagi menjadi non-granuloma dermatitis perioral dan granuloma dermatitis

perioral seperti pada tabel.

Tabel 2. Diagnosis banding dermatitis perioral

Gangguan Gambaran klinis

Dermatitis perioral non-granuloma

Tersering

Rosacea Terdapat pada hidung, wajah; persisten

eritema dan telangiektasis

Dermatitis seboroik Sering pada lipatan nasolabial; skuama

Dermatitis kontak alergi instrumen musik, pasta gigi mengandung

tar, latex, kawat gigi, lipstik

Dermatitis kontak iritan Sering pada anak-anak

Lip-licking cheilitis Sering pada anak-anak; skuama; batas

tegas

Diagnosis banding lain

Akne vulgaris Bisa pada tubuh; komedo

Gram-negatif folikulitis Lebih banyak pustula

Demodex foliculorum infestation Pustula tidak khas; pruritus;

immunocompromised

Acrodermatitis enterohepatica Infant dengan akral dan/atau dermatitis

popok

Granuloma dermatitis perioral

Tersering

13
Granulomatous rosacea Flushing telangiektasis, pustula dan

edema; jelas pada pemeriksaan

histopatologi

Diagnosis banding lain

Blau syndrome Kista sinovial, uveitis, arthritis granuloma,

camptodactyl, papula

Benign cephalic histiocytosis Distribusi diffus pada wajah

( Dikutip dari kepustakaan No. 4)

2.9. Penatalaksanaan

Jika pasien menggunakan steroid maka langkah pertama pengobatan adalah

segera hentikan pemakaian steroid. Pasien harus diperingatkan untuk tidak

menggunakan steroid karena akan menyebabkan dermatitis perioral. Edukasi

pasien untuk menghentikan pemakaian krim pelembab, krim malam, make-up serta

pasta gigi berfluoride.5

Berdasarkan guideline mengenai dermatitis perioral, terapi yang diberikan

menurut perhitungan PODSI, yang bisa dilihat pada algoritma terapi dermatitis

perioral.6

14
Gambar 6. Algoritmaterapi dermatitis perioral

(Dikutip dari kepustakaan No. 6)

1. Terapi zero

Terapi zero adalah dengan menghentikan semua penggunaan obat topikal,

terutama kortikosteroid topikal dan kosmetik yang menjadi faktor penyebab

utama. Dalam beberapa studi pada pasien dengan dermatitis perioral dihentiken

pengggunaan obat topikal disertai pemberian antibiotik sistemik dengan

pemberian plasebo memiliki tingkat kesembuhan yang sama pada kedua pasien

tersebut.7

2. Terapi topikal

Berbeda dengan rosacea, tidak ada gold standard dalam pemberian terapi

topikal, namun berdasarkan beberapa hasil penelitian ada terapi topikal yang

dapat memberikan perbaikan klinis selain dengan pemberian zero terapi yaitu,

15
adapalene, asam azelaic, eritromisin topikal, ichthyol, metronidazole,

pimecrolimus, takrolimus, terapi fotodinamik.7

3. Terapi sistemik

Dermatitis perioral jarang membutuhkan terapi sistemik. Tetrasiklin dan

makrolida telah digunakan untuk terapi sementara dari dermatitis perioral.

Terapi sistemik pada dermatitis perioral yang direkomendasikan adalah

tetrasiklin, makrolida, dan isotretinoin.7

Pada kepustakaan lain dinyatakan terapi pada dermatitis perioral dapat

diberikan tetrasiklin, doxysiklin, dan minosiklin oral dalam 8 hingga 10 minggu

kemudian tappering off pada 2 hingga 4 minggu setelahnya. Pada kasus berat lebih

baik diberikan minosiklin atau doksisiklin atau tetrasiklin dosis tinggi. Pada anak

dibawah 8 tahun eritromisin oral direkomendasikan. Terapi antibiotik topikal yang

paling sering diberikan adalah metronidazole. Pilihan lain termasuk klindamisin

atau eritromisin, sulfur topikal, dan asam azelaik serta foto terapi dengan asam 5-

aminolevulinic. Pemberian dan dosis dapat dilihat pada tabel.

Tabel 3. Terapi farmakologis dermatitis perioral

Topikal Dosis Sistemik Dosis dewasa

Lini pertama Metronidazole Apply bid Tetrasiklin 200 – 500 mg

Doksisiklin 50 – 100 mg

Minosiklin 50 – 100 mg

Lini kedua Eritromisin Apply bid Eritromisin 400 mg

Sulfur topikal Apply bid 30 – 50 mg

Asam azelaic Apply bid

( Dikutip dari kepustakaan No. 4)

16
2.10. Komplikasi

Meskipun dermatitis perioral terbatas pada kulit dan bukan merupakan

kondisi yang mengancam jiwa, masalah emosional mungkin terjadi karena sifat

cacat dari lesi wajah yang kemungkinan penyakit yang berkepanjangan. Efek

rebound awal sering terjadi saat penyapihan steroid. Fenomena ini jarang terjadi

bila tidak ada penyebab yang diidentifikasi. Perkembangan infiltrasi dermal lupoid

dianggap sebagai ciri varian maksimal penyakit ini. Diagnosis dibuat berdasarkan

perubahan warna kekuningan setelah dilakukan diaskopi. Mayoritas kasus

dermatitis perioral dan granulomatosa tanpa sekuel atau kambuh.8

2.11. Prognosis

Dermatitis perioral biasanya self-limited, dapat sembuh sendiri dalam waktu

beberapa minggu atau bulan, dan jarang menetap hingga bertahun-tahun. Jika

ditangani dengan kortikosteroid topikal, dapat terjadi kekambuhan ketika

pengobatan dihentikan. Dengan penanganan yang baik, kondisi akan dapat

tertangani tanpa kekambuhan. Jika tidak diobati dengan pasien dapat mengalami

penyakit yang berfluktuasi selama berbulan-bulan atau bertahun-tahun.4

17
BAB III

KESIMPULAN

Dermatitis perioral merupakan kelainan kulit yang berupa inflamasi dengan

kriteria lesi papula kecil, vesikel dan pustul pada daerah periorificial, terutama

disekitar mulut. Penyakit ini sering terjadi pada anak-anak dan wanita muda. Pada

sebagian besar pasien penyebab peyakit ini adalah penggunaan kortikosteroid

topikal sebelumnya. Penggunaan kortikosteroid topikal ini akan menginduksi

gangguan fungsi lapisan epidermis. Diagnosis penyakit ini ditegakkan berdasarkan

gejala klinis dan biasanya tidak diperlukan pemeriksaan laboratorium. Pengobatan

untuk penyakit ini bergantung pada tingkat keparahan penyakit dan tingkat

kepatuhan pasien.

18

You might also like