You are on page 1of 26

TUGAS

SWAMEDIKASI

TETES TELINGA

Oleh

Iput Wardani Asmara H (1820364021)


Irene Nanda Oktaviani (1820364022)
Irvan Adhika N.E (1820364023)
Istiqomah (1820364024)

PROGRAM PROFESI APOTEKER ANGKATAN XXXVI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SETIA BUDI

SURAKARTA

2018
OTITIS MEDIA

ANATOMI FISIOLOGI TELINGA

Telinga merupakan bagian pancaindra untuk mendengar dan keseimbangan,


terletak di sisi kepala. Telinga terdiri dari 3 daerah, yaitu telinga luar (auris
externa), telinga tengah (aurismedia), dan telinga dalam (auris interna).
Telinga luar (auris externa) terdiri dari daun telinga (auricula), liang telinga
(meatus acusticus externus), dan dipisahkan oleh gendang telinga atau membrana
tympani. Auricula merupakan tulang rawan elastin yang melekat erat dengan kulit,
tanpa disertai lapisan subcutis. Auricula berbentuk seperti cekungan dengan
bagian terdalam disebut concha dan pinggiran bebasnya disebut helix. Pada
concha ada lubang masuk liang telinga (meatus acusticus externus). Liang telinga
ini berbentuk melengkung ke depan sehingga untuk dapat mengamati gendang
telinga, daun telinga perlu ditarik ke belakang (untuk meluruskan liang ini).
Liang telinga (panjangnya sekitar 2-3 cm) mempunyai lapisan epitel dengan
bulu halus disertai kelenjar keringat dan lemak (sebum) yang memproduksi
cerumen (wax). Bagian luar liang telinga dibuat oleh tulang rawan sehingga
bersifat mobile, sedangkan bagian dalam dibuat oleh tulang tengkorak.
Membrana tympani memiliki posisi miring menghadap ke bawah.
Bentuknya tidak rata, tetapi mirip kerucut dengan berukuran diameter sekitar 10
nun. Wilayah tengahnya dinamakan umbo merupakan kedudukan tulang
pendengaran (os maleus). Membrana terdiri atas bagian keras (pars tensa) yang
merupakan bagian terbesar dan bagian lunak (pars flaccida) di bagian atas. Dalam
kondisi normal, penyinaran pada membrana ini akan menghaislkan pantulan
berupa gambaran segitiga di bagian depan bawah dengan bagian atas pada
tonjolan umbo.
Ruangan telinga tengah (auris media) terdapat di sebelah dalam membrana
tympani yang berukuran sekitar 3-6 mm. Dindingnya dibatasi dengan gendang
telinga (membrana tympani) beserta tulang di sebelah atas dan dibawahnya. Ke
bagian depan rongga ini mempunyai saluran yang berhubungan dengan
kerongkongan (nasophagnx), yaitu melalui tuba auditiva atau tuba eustachii
Saluran ini diperlukan untuk menyesuaikan tekanan di dalam ruangan itu dengan
bagian tekanan udara luar. Penyesuaian tekanan harus dilakukan melalui gerakan
menelan ludah jika seseorang merasa telinganya tidak enak. Orang yang pilek,
terutama pada anak-anak, saluran ini sering tersumbat sehingga pada penderita
sering didapat keluhan telinga terasa penuh. Telinga yang penuh itu jika dibiarkan
akan menyebabkan infeksi dan penyakit otitis media. Akibat telinga yang
terinfeksi dan menghasilkan nanah, gendang telinga akan pecah bila nanah sudah
terlalu banyak terkumpul.
Bagian belakang rongga ini berhubungan dengan rongga dalam tulang yang
disebut cellulae mastoidea, yaitu rongga berisi udara. Nanah yang banyak pada
penderita otitis media dapat mengalir ke sini sehingga ditemukan infeksi pada
tulang yang disebut mastoiditis.
Dinding bagian dalam auris media berbatasan dengan tulang pembatas
telinga bagian dalam. Pada tulang ini terlihat ada penonjolan akibat keberadaan
bangunan untuk penerina rangsang keseimbangan bernama canalis semicircularis.
Disamping itu, terdapat tempat lekat tulang pendengaran, yaitu tulang sanggurdi
(os stapes). Di bagian bawahnya terdapat lubang bulat (foramen rotundum) yang
tertutup membrana mucosa yang penting dan berfungsi untuk memelihara
keseimbangan tekanan di ruang telinga bagian dalam. Selain itu, ditemukan juga
penonjolan akibat rumah siput (cochlea) penerima rangsang pendengaran di
telinga bagian dalam. Getaran suara yang akan diterima membrana tympani
diteruskan melalui tulang pendengaran di telinga bagian tengah, yaitu os maleus
(tukul), incus (landasan), dan stapes (sanggurdi). Kemudian, tulang ini
meneruskan getaran suara pada cairan endolymph dan setelah melewati reseptor
pendengaran getaran dinetralkan kembali oleh getaran membran pada foramen
rotundum.
Rongga telinga dibagian dalam dibatasi sekelilingnya oleh tulang tengkorak.
Di dalamnya ada sistem keseimbangan (vestibular) yang terdiri dari 3 buah
saluran setengah lingkaran (canalis semicircularis) bersama bagian yang bernama
sacculus dan utriculus. Disamping itu, ada pula organ pendengaran yang terdiri
atas cochlea. Cochlea ini seperti rumah siput dengan permukaan dalam yang
bentuknya spiral. Tuba auditiva (tuba eustachit) terdiri atas bagian tulang dan
bagian tulang rawan (dua pertiga depan), dengan terdapat penyempitan pada
tempat peralihannya. Bayi dan anak kecil, saluran ini pendek (10 mm) dan lurus,
untuk orang dewasa panjangnya sekitar 30-40 mm dan melengkung. Pada keadaan
berbaring, tuba ini pada bayi dan anak kecil posisinya tegak lurus sehingga
memudahkan masuknya lendir (dan infeksi) dari sekitar hidung sampai ke tuba
ini. Kondisi ini memudahkan terjadinya infeksi rongga telinga tengah pada bayi
atau anak kecil (otitis media acuta).

A. DEFINIS OTITIS MEDIA


Otitis media ialah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah,
tuba eustachius, atrum mastoid dan sel-sel mastoid. Banyak ahili membuat
pembagaian dan klasifikasi otitis media. Secara mudah, otitis media terbagi atas
otitis media superatif dan otitis media non superatif ( otititis media serosa, otitis
media sekretoria, otitis media musinosa, otitis media efusi/OME). Pembagian
tersebut dapat terlihat pada gambar 2.
Otitis Media

Otitis Media Akut Otitis Media Sub Otitis Media


Akut Kronik

Resiko rendah, Tipe aman, Tipe


resiko tinggi bahaya.
Gambar 2. Skema Pembagian Otitis Media

Masing-masing golongan mempunyai bentuk akut dan kronik, yaitu otitis


media supuratif akut (otitis media akut = OMA ) dan otitis media superatif
(OMSK/OMP).begitu pula otitis media serosa terbagi menjadi otitis media serosa
akut (baratrauma = aerotitis ) dan otitis media serosa kronik. Selain itu terdapat
juga otitis media spesifik, seperti otitis media tuberkulosa atau otitis media
sifilitika. Otitis media yang lain ialah otitis media adhesiva.

B. KLASIFIKASI
1. Otitis Media Akut
Otitis media akut adalah infeksi akut telinga tengah. Penyebab utama
otitis media akut adalah masuknya bakteri patogenik kedalam telinga tengah
yang normalnya steril. Paling sering terjadi bila terjadi disfungsi tuba
eustachii seperti obstruksi yang diakibatkan oleh infeksi saluran pernapasan
atas, inflamasi jaringan disekitarnya (mis, sinusitis, hipertropi adenoid) atau
reaksi alergi (mis,rinitis alergika) bakteria yang umum ditemukan sebagai
organisma penyebab adalah Sterptococcus pneumoniae, Hemophylus
influenzae, dan Moraxella catarrhalis. Cara masuk bakteri pada kebanyakan
pasien kemungkinan melalui tuba eustachii akibat kontaminasi sekresi dalam
nasofaring. Bakteri juga dapat masuk telinga tengah bila ada perforasi
membrana timpani. Eksudat purulen biasanya ad dalam telinga tengah dengan
mengakibatkan kehilangan pendengaran konduktif. Otitis media akut adalah
peradangan akut sebagian atau seluruh periosteum telinga tengah dan terjadi
dalam waktu kurang dari 3 minggu (Kapita selekta kedokteran, 1999).
Otitis media akut adalah proses infeksi yang ditentukan oleh adanya
cairan di telinga atau gangguan dengar, serta gejala penyerta lainnay
tergantung berat ringannya penyakit, antara lain : demam, iritabilitas, letargi,
anoreksia, vomiting, bulging hingga perforasi membrana tympani yang dapat
diikuti dengan drainase purulen.

2. Otitis media kronik


Otitis media kronik adalah kondisi yang berhubungan dengan patoligi
jaringan ireversibel dan biasanya disebabkan karena episode berulang otitis
media akut. Otitis media kronis adalah infeksi menahun pada telinga tengah.
Kondisi yang berhubungan dengan patologi jaringan irreversible dan biasanya
disebabkan oleh episode berulang otitis media akut yang tak tertangani. Otitis
media adalah Proses peradangan di telinga tengah dan mastoid yang
menetap > 12 minggu.
Sering berhubungan dengan perforasi menetap membrana timpani.
Infeksi kronik telinga tengah tak hanya mengakibatkan kerusakan membrana
timpani tetapi juga dapat menghancurkan osikulus dan hampir selalu
melibatkan mastoid. Sebelum penemuan antibiotika, infeksi mastoid
merupakan infeksi yang mengancam jiwa sekarang, penggunaan antibiotika
yang bijaksana pada otitis media akut telah menyebabkan mastoiditis
koalesens akut menjadi jarang. Kebanyakan kasus mastoiditis akut sekarang
ditemukan pada pasien tidak mendapatkan perawatan telinga yang memadai
dan mengalami infeksi telinga yang tak ditangani. Mastoiditis kronik lebih
sering, dan beberapa ahli infeksi kronik ini dapat mengakibatkan
pembentukan kolesteatoma, yang merupakan pertumbuhan kulit kedalam
(epitel squamosa) dari lapisan luar membrana timpasi ketelinga tengah. Kulit
dari membrana timpani lateral membentuk kantong luar, yang akan berisi
kulit yang telah rusak dah bahan sebaseus. Kantong dapat melekat ke stuktur
telinga tengah dan mastoid. Bila tidak ditangani, kolesteatoma dapat tumbuh
terus dan menyebabkan paralisis nervus facialis, kehilangan pendengaran
sensorineural dan / atau gangguan keseimbangan (akibat erosi telingan dalam)
dan abses otak.
OMK dibagi dapat dibagi menjadi 2 tipe, yaitu:
1. Tipe tubotimpani (tipe benigna/ tipe aman/ tipe mukosa)
Tipe ini ditandai adanya perforasi sentral atau pars tensa dan gejala
klinik yang bervariasi dari luas dan keparahan penyakit. Proses
peradangan pada OMK posisi ini terbatas pada mukosa saja, biasanya
tidak mengenai tulang, umumnya jarang menimbulkan komplikasi yang
berbahaya dan tidak terdapat kolesteatom. Beberapa faktor lain yang
mempengaruhi keadaan ini terutama patensi tuba eustachius, infeksi
saluran nafas atas, kegagalan pertahanan mukosa terhadap infeksi pada
penderita dengan daya tahan tubuh yang rendah, campuran bakteri aerob
dan anaerob, luas dan derajat perubahan mukosa serta migrasi sekunder
dari epitel squamosa. Sekret mukoid berhubungan dengan hiperplasi sel
goblet, metaplasi dari mukosa telinga tengah
OMK tipe benigna berdasarkan aktivitas sekret yang keluar dikenal 2
jenis,yaitu

 OMK aktif ialah OMK dengan sekret yang keluar dari kavum
timpani secara aktif .

 OMK tenang apabila keadaan kavum timpani terlihat basah atau


kering.

2. Tipe Atikoantral (tipe malignan/ tipe bahaya)

Tipe ini ditandai dengan perforasi tipe marginal atau tipe atik, disertai
dengan kolesteatom dan sebagian besar komplikasi yang berbahaya dan
fatal timbul pada OMK tipe ini.

Kolesteatom adalah suatu kista epitelial yang berisi deskuamasi epitel


(keratin). Deskuamasi terbentuk terus lalu menumpuk sehingga
kolesteatom bertambah besar. Banyak teori mengenai patogenesis
terbentuknya kolesteatom diantaranya adalah teori invaginasi, teori
migrasi, teori metaplasi, dan teori implantasi. Kolesteatom merupakan
media yang baik untuk pertumbuhan kuman (infeksi), terutama Proteus
dan Pseudomonas aeruginosa. Infeksi akan memicu proses peradangan
lokal dan pelepasan mediator inflamasi yang dapat menstimulasi sel-sel
keratinosit matriks kolesteatom bersifat hiperproliferatif, destruksi, dan
mampu berangiogenesis. Massa kolesteatom ini dapat menekan dan
mendesak organ disekitarnya sehingga dapat terjadi destruksi tulang yang
diperhebat oleh pembentukan asam dari proses pembusukan bakteri.
Proses nekrosis tulang ini mempermudah timbulnya komplikasi seperti
labirinitis, meningitis dan abses otak.

Kongenital kolesteatom lebih sering ditemukan pada telinga tengah


atau tulang temporal, umumnya pada apeks petrosa. Kolesteatom ini dapat
menyebabkan parese nervus fasialis, tuli saraf berat unilateral, dan
gangguan keseimbangan.

C. ETIOLOGI

 OTITIS MEDIA AKUT


Beberapa bakteri tersering penyebab otitis media akut adalah bakteri-bakteri
saluran pernafasan bagian atas seperti streptokokus, stafilokokus dan
hemofilus influenza.
Beberapa perubahan yang terjadi dalam proses terjadinya Otitis media akut

1. Stadium penyumbatan tuba eustachius, tanda yang khas pada stadium


ini adalah penarikan membran timpani pada telinga ke arah dalam
akibat tekanan negatif yang ditimbulkan oleh sumbatan

2. Stadium Hiperemis, tampak pembuluh darah yang melebar di membran


timbani atau seluruh membran timpani.
3. Stadium Supurasi, bengkak yang hebat pada selaput permukaan telinga
tengah dan hancurnya sel-sel di dalam telinga tengah menyebabkan
cairan yang kental tertimbun di telinga tengah

4. Stadium Perforasi, pecahnya membrane timpani, dan keluar cairan


putih

5. Stadium Resolusi, perlahan-lahan membrane timpani akan menyembuh


jika robekan tidak terlalu lebar, tetapi jika robekan lebar, stadium
perforasi dapat menetap dan berubah menjadi Otitis Media Supuratif
Kronik.

 OTITIS MEDIA KRONIK

Sebagian besar ototis media kronik merupakan kelanjutan OMA yang


prosesnya sudah berjalan lebih dari 2 bulan. Beberapa faktor penyebabnya
adalah terapi yang terlambat, terapi tidak adekuat,dya tahan tubuh rendah
atau kebersihan buruk. Bila kurang dari 2 bulan disebut sub akut. Sebagian
kecil perforasi membran timpani terjadi akibat trauma telinga tengah.
Kuman penyebab biasanya gram positif aerob, sedangkan pada infeksi yang
telah berlangsung lama sering juga terdapat kuman gram negatif dan
anaeron.

D. FATOFISIOLOGI

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Otitis media inteksiosa (akut) akan tampak sebagai penonjolan gendang
telinga yang merah pada pemeriksaan autoskop. Gambaran tulang dan
reflek cahaya mungkin kabur.
2. Otitis media seroti akan tampak sebagai gendang telinnga yang berwarna
abu-abu dan menonjol atau cekung kedalam.
3. Pemeriksaan audiologi mungkin memperlihatkan penurunan pendengaran.
4. Otoscope untuk melakukan auskultasi pada bagian telinga luar.
5. Timpanogram untuk mengukur kesesuaian dan kekakuan membrane
timpani.
6. Kultur dan uji sensitifitas ; dilakukan bila dilakukan timpanosentesis
(Aspirasi jarum dari telinga tengah melalui membrane timpani).
7. Otoskopi pneumatik (pemeriksaan telinga dengan otoskop untuk melihat
gendang telinga yang dilengkapi dengan udara kecil). Untuk menilai
respon Gendang telinga terhadap perubahan tekanan udara.

F. KOMPLIKASI
 Otitis media akut
1. Abses subperiosteal
2. Abses otak dapat timbul di serebellum di fossa kranii posterior, atau
pada lobus temporal di fossa kranii media.
Abses otak biasanya terbentuk sebagai perluasan langsung infeksi
telinga atau tromboflebitis. Suatu abses epidural biasanya terbentuk
mendahului abses otak. Serebritis lokal (ensefalitis), menyebabkan
timbulnya nekrosis dan liquefaksi, dimana pada dindingnya
terbentuk fibrosis dan jaringan granulasi. Abses dapat mengalami
ruptur ke daerah ventrikel dan rongga subarachnoid, akibatnya
terjadi meningitis dan berakhir dengan kematian. Pada umurnnya
organisme penyebab abses sangat beragam, diantaranya yaitu dari
spesies streptokokus dan stapilokokus, bakteri gram negatif seperti
pseudomonas, proteus dan Escherichia coli serta bakteri -bakteri
anaerob
3. Meningitis dapat terjadi disetiap saat dalam perjalanan komplikasi
infeksi telinga. Jalan penyebaran yang biasa terjadi yaitu melalui
penyebaran langsung, jarang melalui tromboflebitis. Pada waktu
kuman menyerang biasanya streptokokkus, pneumokokkus, atau
stafilokokkus atau kuman yang lebih jarang H. Influenza, koliform,
atau piokokus, menginvasi ruang sub arachnoid, pia-arachnoid
bereaksi dengan mengadakan eksudasi cairan serosa yang
menyebabkan peningkatan ringan tekanan cairan spinal
4. OMSK (Otitis Media Supuratif Kronik) (Mansjoer, Arif. Kapita
Selekta Kedokteran. Jilid I)
 Otitis media kronis

a. Membran timpani pecah. Salah satu kemungkinan


komplikasi infeksi telinga adalah pecahnya gendang telinga
atau membran timpani. Membran timpani dapat pecah ketika
cairan menekannya yang mengurangi aliran darah dan
menyebabkan jaringannya melemah. Pecahnya membran ini
tidak sakit dan banyak orang bahkan merasa lebih baik karena
tekanan dilepaskan. Untungnya, membran timpani biasanya
pulih dengan cepat setelah pecah dalam beberapa jam atau
hari.

b. Penumpukan cairan. Cairan yang mengumpul di belakang


gendang telinga (efusi) dapat bertahan selama berminggu-
minggu sampai berbulan-bulan setelah rasa sakit dan infeksi
menghilang. Efusi menyebabkan gangguan pendengaran
sementara, namun biasanya hilang sendiri tanpa pengobatan.
Efusi ini perlu dipantau dari waktu ke waktu, yang mencakup
pengujian telinga dan pendengaran oleh dokter setiap tiga
sampai enam bulan sampai menghilang. Jika efusi tetap ada
sampai waktu lama, anak Anda mungkin perlu perawatan.
Keputusan perawatan didasarkan pada seberapa banyak efusi
memengaruhi pendengaran dan menimbulkan masalah
berbicara.

G. PENATALAKSAAN
1. Otitis Media Akut
Terapi bergantung pada stadium penyakitnya. Pengobatan pada stadium
awal ditujukan untuk mengobati infeksi saluran napas, dengan pemberian
antibiotik, dekongestan lokal atau sistemik, dan antipiretik.

a. Stadium Oklusi

Terapi ditujukan untuk membuka kembali tuba Eustachius sehingga


tekanan negatif di telinga tengah hilang. Diberikan obat tetes hidung
HCl efedrin 0,25 % untuk anak < 12 tahun atau HCl efedrin 0,5 %
dalam larutan fisiologis untuk anak diatas 12 tahun dan dewasa. Sumber
infeksi lokal harus diobati. Antibiotik diberikan bila penyebabnya
kuman

b. Stadium Presupurasi

Diberikan antibiotik, obat tetes hidung dan analgesik. Bila membran


timpani sudah terlihat hiperemis difus, sebaiknya dilakukan
miringotomi. Dianjurkan pemberian antibiotik golongan penisilin atau
eritromisin. Jika terjadi resistensi, dapat diberikan kombinasi dengan
asam klavulanat atau sefalosporin. Untuk terapi awal diberikan penisilin
intramuskular agar konsentrasinya adekuat di dalam darah sehingga
tidak terjadi mastoiditis terselubung, gangguan pendengaran sebagai
gejala sisa dan kekambuhan. Antibiotik diberikan minimal selama 7
hari.

c. Stadium Supurasi

Selain antibiotik, pasien harus dirujuk untuk melakukan miringotomi


bila membran timpani masih utuh sehingga gejala cepat hilang dan
tidak terjadi ruptur.

d. Stadium Perforasi
Terlihat sekret banyak keluar, kadang secara berdenyut. Diberikan obat
cuci telinga H2O2 3% selama 3-5 hari serta antibiotik yang adekuat
sampai 3 minggu. Biasanya sekret akan hilang dan perforasi akan
menutup sendiri dalam 7-10 hari.

e. Stadium Resolusi

Membran timpani berangsur normal kembali, sekret tidak ada lagi, dan
perforasi menutup. Bila tidak, antibiotik dapat dilanjutkan sampai 3
minggu. Bila tetap, mungkin telah terjadi mastoiditis.

1) Antibiotik

American Academy of Pediatrics (AAP) mengkategorikan OMA yang


dapat diobservasi dan yang harus segera diterapi dengan antibiotik
sebagai berikut:

Usia Diagnosis pasti Diagnosis


meragukan

< 6 bln Antibiotik Antibiotik

6 bln – 2 th Antibiotik Antibiotik jika


gejala berat,
observasi jika gejala
ringan

2 thn Antibiotik jika Observasi


gejala berat,
observasi jika
gejala ringan

Yang dimaksud dengan gejala ringan adalah nyeri telinga ringan dan demam
<39°C dalam 24 jam terakhir. Sedangkan gejala berat adalah nyeri telinga sedang
– berat atau demam 39°C. Pilihan observasi selama 48-72 jam hanya dapat
dilakukan pada anak usia enam bulan – dua tahun dengan gejala ringan saat
pemeriksaan, atau diagnosis meragukan pada anak di atas dua tahun. Untuk dapat
memilih observasi, follow-up harus dipastikan dapat terlaksana. Analgesia tetap
diberikan pada masa observasi.
British Medical Journal memberikan kriteria yang sedikit berbeda untuk
menerapkan observasi ini.10 Menurut BMJ, pilihan observasi dapat dilakukan
terutama pada anak tanpa gejala umum seperti demam dan muntah.

Jika diputuskan untuk memberikan antibiotik, pilihan pertama untuk


sebagian besar anak adalah amoxicillin.

 Sumber seperti AAFP (American Academy of Family Physician)


menganjurkan pemberian 40 mg/kg berat badan/hari pada anak dengan
risiko rendah dan 80 mg/kg berat badan/hari untuk anak dengan risiko
tinggi.

 Risiko tinggi yang dimaksud antara lain adalah usia kurang dari dua tahun,
dirawat sehari-hari di daycare, dan ada riwayat pemberian antibiotik dalam
tiga bulan terakhir.

 WHO menganjurkan 15 mg/kg berat badan/pemberian dengan


maksimumnya 500 mg.

 AAP menganjurkan dosis 80-90 mg/kg berat badan/hari.6 Dosis ini terkait
dengan meningkatnya persentase bakteri yang tidak dapat diatasi dengan
dosis standar di Amerika Serikat. Sampai saat ini di Indonesia tidak ada
data yang mengemukakan hal serupa, sehingga pilihan yang bijak adalah
menggunakan dosis 40 mg/kg/hari. Dokumentasi adanya bakteri yang
resisten terhadap dosis standar harus didasari hasil kultur dan tes resistensi
terhadap antibiotik.

 Antibiotik pada OMA akan menghasilkan perbaikan gejala dalam 48-72


jam.

 Dalam 24 jam pertama terjadi stabilisasi, sedang dalam 24 jam kedua


mulai terjadi perbaikan. Jika pasien tidak membaik dalam 48-72 jam,
kemungkinan ada penyakit lain atau pengobatan yang diberikan tidak
memadai. Dalam kasus seperti ini dipertimbangkan pemberian antibiotik
lini kedua. Misalnya:

 Pada pasien dengan gejala berat atau OMA yang kemungkinan


disebabkan Haemophilus influenzae dan Moraxella catarrhalis,
antibiotik yang kemudian dipilih adalah amoxicillin-clavulanate.6
Sumber lain menyatakan pemberian amoxicillin-clavulanate dilakukan
jika gejala tidak membaik dalam tujuh hari atau kembali muncul
dalam 14 hari.

 Jika pasien alergi ringan terhadap amoxicillin, dapat diberikan


cephalosporin seperti cefdinir, cefpodoxime, atau cefuroxime.

 Pada alergi berat terhadap amoxicillin, yang diberikan adalah


azithromycin atau clarithromycin

 Pilihan lainnya adalah erythromycin-sulfisoxazole atau


sulfamethoxazole-trimethoprim.

 Namun kedua kombinasi ini bukan pilihan pada OMA yang tidak
membaik dengan amoxicillin.
 Jika pemberian amoxicillin-clavulanate juga tidak memberikan hasil,
pilihan yang diambil adalah ceftriaxone selama tiga hari.

 Perlu diperhatikan bahwa cephalosporin yang digunakan pada OMA


umumnya merupakan generasi kedua atau generasi ketiga dengan
spektrum luas. Demikian juga azythromycin atau clarythromycin.
Antibiotik dengan spektrum luas, walaupun dapat membunuh lebih
banyak jenis bakteri, memiliki risiko yang lebih besar. Bakteri normal
di tubuh akan dapat terbunuh sehingga keseimbangan flora di tubuh
terganggu. Selain itu risiko terbentuknya bakteri yang resisten terhadap
antibiotik akan lebih besar. Karenanya, pilihan ini hanya digunakan
pada kasus-kasus dengan indikasi jelas penggunaan antibiotik lini
kedua.

 Pemberian antibiotik pada otitis media dilakukan selama sepuluh hari


pada anak berusia di bawah dua tahun atau anak dengan gejala berat.

 Pada usia enam tahun ke atas, pemberian antibiotik cukup 5-7 hari. Di
Inggris, anjuran pemberian antibiotik adalah 3-7 hari atau lima hari.

 Tidak adanya perbedaan bermakna antara pemberian antibiotik dalam


jangka waktu kurang dari tujuh hari dibandingkan dengan pemberian
lebih dari tujuh hari. Dan karena itu pemberian antibiotik selama lima
hari dianggap cukup pada otitis media. Pemberian antibiotik dalam
waktu yang lebih lama meningkatkan risiko efek samping dan resistensi
bakteri.

2) Pemberian Analgesia/pereda nyeri

 Penanganan OMA selayaknya disertai penghilang nyeri (analgesia).

 Analgesia yang umumnya digunakan adalah analgesia sederhana


seperti paracetamol atau ibuprofen.
 Namun perlu diperhatikan bahwa pada penggunaan ibuprofen, harus
dipastikan bahwa anak tidak mengalami gangguan pencernaan
seperti muntah atau diare karena ibuprofen dapat memperparah
iritasi saluran cerna.

2. Otitis Media Kronis

Penyebab penyakit telinga kronis yang efektif harus didasarkan pada


faktor-faktor penyebabnya dan pada stadium penyakitnya. Dengan
demikian pada waktu pengobatan haruslah dievaluasi faktor-faktor yang
menyebabkan penyakit menjadi kronis, perubahan-perubahan anatomi
yang menghalangi penyembuhan serta menganggu fungsi, dan proses
infeksi yang terdapat ditelinga. Bila didiagnosis kolesteatom, maka
mutlak harus dilakukan operasi, tetapi obat -obatan dapat digunakan
untuk mengontrol infeksi sebelum operasi.

3. Pencegahan

Radang telinga bisa dihindari dengan cara menjaga pola hidup sehat
dan rajin berolahraga. Usahakan supaya jangan sampai terjadi Infeksi
Saluran Pernapasan Atas (ISPA). Karena itu diajurkan rajin rajin mencuci
tangan karena ISPA mudah menyebar melalui tangan. Jangan
membersihkan telinga dengan benda yang ujungnya keras. "Di samping
itu, kurangi tingkat polusi udara terutama di dalam rumah dengan tidak
merokok, perbaiki sarana sanitasi, gunakan air bersih, serta kecukupan
ventilasi ruangan, memperbaiki daya tahan tubuh dengan mengonsumsi
makanan yang bergizi, meningkatkan kebersihan diri dan jangan terlalu
lama berada dalam air ketika berenang kalau tidak menggunakan
pelindung telinga.
TETES TELINGA

GUTTAE (OBAT TETES) Adalah sediaan cair yang berupa larutan-


larutan, emulsi, atau suspensi, yang dimaksudkan untuk obat dalam atau obat luar,
digunakan dengan cara meneteskan, dengan cara menggunakan alat penetes yang
menghasilkan tetesan setara dengan tetesan baku dalam Farmakope Indonesia.
Macam-macam obat tetes :
1. Tetes Oral (Guttae Orale)
2. Tetes Telinga (Guttae Auricularis)
3. Tetes Mata (Guttae Opthalmicae)
4. Tetes Hidung (Guttae Nasales)

Definisi tetes telinga

 FI III : 10

Guttae Auriculares, tetes telinga adalah obat tetes yang digunakan untuk
telinga dengan cara meneteskan obat ke dalam telinga. Kecuali dinyatakan
lain, tetes telinga dibuat menggunakan cairan pembawa bukan air.

 Ansel : 567

Tetes telinga adalah bentuk larutan, suspensi atau salep yang digunakan pada
telinga dengan cara diteteskan atau dimasukkan dalam jumlah kecil ke dalam
saluran telinga untuk melepaskan kotoran telinga (lilin telinga) atau untuk
mengobati infeksi, peradangan atau rasa sakit.
 DOM King : 153

Tetes telinga adalah bahan obat yang dimasukkan ke dalam saluran telinga,
yang dimaksudkan untuk efek lokal, dimana bahan – bahan obat tersebut
dapat berupa anestetik lokal, peroksida, bahan – bahan antibakteri dan
fungisida, yang berbentuk larutan, digunakan untuk membersihkan,
menghangatkan, atau mengeringkan telinga bagian luar.

Preparat untuk melepaskan kotoran telinga

Kotoran telinga adalah campuran sekresi kelenjar keringat dan kelenjar


sebasea dari saluran telinga bagian luar. Tumpukan kotoran telinga yang
berlebihan dalam telinga dapat menimbulkan gatal, rasa sakit, gangguan
pendengaran dan merupakan penghalang bagi pemeriksaan secara otologik. Telah
bertahun-tahun minyak mineral encer, minyak nabati, dan hydrogen peroksida
biasan digunakan untuk melunakkan kotoran telinga yang terjepit agar dapat
dikeluarkan. Baru-baru ini, larutan surfaktan sintetik dikembangkan untuk
aktivitas cerumenolitik dalam melepaskan lilin telinga. Salah satu bahan ini,
kondensat dari trietanolamin polipeptida oleat, dalam perdagangan diformulasikan
dalam propilen glikol, yang digunakan sebagai pengemulsi kotoran telinga
sehingga membantu pengeluarannya.

Tata cara dalam membuang lilin atau kotoran telinga biasanya dimulai
dengan menempatkan larutan otik pada saluran telinga dengan posisi kepala
pasien miring 45o, lalu memasukkan gumpalan kapas untuk menahan obat dalam
telinga selama 15 – 30 menit, disusul dengan menyemprot saluran telinga dengan
air hangat perlahan-lahan memakai penyemprot telinga dari karet yang lunak.

Preparat telinga untuk antiinfeksi, antiradang, dan analgetik


Obat-obat yang digunakan pada permukaan bagian luar telinga untuk
melawan infeksi adalah zat – zat seperti kloramfenikol, kolistin sulfat, neomisin,
polimiksin B sulfat dan nistatin. Pada umumnya zat – zat ini diformulasikan ke
dalam bentuk tetes telinga (larutan atau suspensi) dalam gliserin anhidrida atau
propilen glikol. Pembawa yang kental ini memungkinkan kontak antara obat
dengan jaringan telinga yang lebih lama. Selain itu karena sifat higroskopisnya,
memungkinkan menarik kelembaban dari jaringan telinga sehingga mengurangi
peradangan dan membuang lembab yang tersedia untuk proses kehidupan
mikroorganisme yang ada. Untuk membantu mengurangi rasa sakit yang sering
menyertai infeksi telinga, beberapa preparat otik antiinfeksi juga mengandung
bahan analgetika seperti antipirin dan anestetika local seperti lidokain dan
benzokain.

Komposisi tetes telinga (Guttae Auriculares). Pada umumnya sediaan tetes


telinga dalam bentuk larutan atau suspensi. Pembawa yang sering digunakan
antara lain :

1. Gliserin

2. Propilen glikol

3. PEG dengan BM kecil seperti PEG 300

Pembawa yang kental ini memungkinkan kontak antara obat dengan jaringan
telinga yang lebih lama. Selain itu karena sifat higroskopisnya, memungkinkan
menarik kelembaban dari jaringan telinga sehingga mengurangi peradangan dan
membuang lembab yang tersedia untuk proses kehidupan mikroorganisme yang
ada.

Sifat fisiko-kimia yang harus diperhatikan pada sediaan Tetes telinga (Guttae
Auriculares) :

1. Kelarutan
2. Viskositas

3. Sifat surfaktan

4. Pengawet

5. Sterilisasi

6. pH optimum

pH optimum untuk larutan berair yang digunakan pada telinga utamanya


adalah dalam pH asam. Fabricant dan Perlstein menemukan range pH
antara 5 – 7,8. keefektifan obat telinga sering bergantung pada pH-nya.
Larutan alkali biasanya tidak diinginkan karena tidak fisiologis dan
menyediakan media yang subur untuk penggandaan infeksi. Ketika pH
telinga berubah dari asam menjadi alkali, bakteri dan fungi akan tumbuh
lebih cepat. Sering perbedaan dalam keefektifan antara dua obat yang
sama itu adalah karena kenyataan bahwa yang satu asam sedangkan yang
lainnya basa.

Larutan untuk telinga biasanya memakai wadah botol drop dan harus jernih
atau dalam bentuk suspensi yang seragam.

Cara penggunaan tetes telinga yang benar

Menyuruh orang lain untuk membantumu menggunakan tetes telinga ini akan
membuat prosedur menjadi lebih mudah.

1. Cucilah tangan anda dengan air dan sabun.

2. Pastikan kondisi ujung botol atau pipet tetes tidak rusak.

3. Bersihkan telinga bagian luar dengan menggunakan air hangat atau kain
lembab dengan hati-hati, kemudian dikeringkan
4. Hangatkan obat tetes telinga dengan memegang botolnya menggunakan
tangan selama beberapa menit. Kocok botol obat tetes.

5. Miringkan kepala sehingga telinga yang akan diberikan obat menghadap ke


atas.

 Untuk dewasa: tarik daun telinga ke atas dan ke belakang untuk


meluruskan saluran telinganya.

 Untuk anak <3 tahun: tarik daun telinga ke bawah dan ke belakang untuk
meluruskan saluran telinganya.

6. Teteskan obat sesuai dengan dosis pemakaian pada lubang telinga.


Pertahankan posisi kepala 2-3 menit. Tekan secara lembut kulit penutup kecil
telinga atau gunakan kapas steril untuk menyumbat lubang telinga agar obat
dapat mencapai dasar saluran telinga.

7. Pasang kembali tutup botol tetes telinga dengan rapat, jangan menyeka atau
membilas ujung botol tetes.

8. Cucilah tangan anda dengan air dan sabun untuk membersihkan sisa obat
yang mungkin menempel.

Contoh Obat Telinga yang Beredar

No Nama Komposisi/kadar Indikasi Dosis Pabrik


. Sediaan

1. Otopain Tiap ml obat tetes : Otitis eksterna 2-4 x Interbat


polisimina B sulfat akut dan kronis sehari 4-5
50000 UI, tetes
neomisina sulfat 25
mg, fludrokortison
asetat 5 mg,
lidokain-HCL 200
mg

2. Otopraf Tiap ml tetes Otitis eksterna Dws: 4-5 Prafa


telinga : akut dan kronis tts 3-4 x
Floudrokortison disebabkan dalam
asetat 1 mg, bakteri gram sehari
polimiksina-B negatif dan
sulfat 10.000 UI, positif yang Anak-
neomisina sulfat 5 peka, anak: 2-3
mg, lidokaina-HCL furunkulosis, tts 3-4 x
40 mg radang saluran dalam
telinga bagian sehari
luar disertai ras
nyeri
Radang liang
3. Otozambon Tiap ml tetes telinga luar dan Zambon
telinga : radang rongga Spa
Polimiksina-B-SO4 gendang telinga
10.000 UI, yang
Neomisina-SO4, disebabkan oleh
furaltodon-HCL 4,5 setelah operasi
mg, fludrokortison
asetat 1 mg,
lidokaina-HCL 40
mg

4. Sofradex Tipa ml tetes mata Pengobatan Aventis


dan telinga : jangka pendek ,
Flamisetina sulfat 5 inflamsi infeksi
mg, gramisidina okuler
0,05 mg, disebabkan
deksametason 0,5 organism yang
mg sensitive

5. Kemicetina- Tiap ml tetes Radang telinga Kalbe


A telinga : akut dan kronik, Farma
Levokloramfenikol terapi setelah
10 mg, tetrakaina pembedahan
10 mg dan otitis media
kronik

6. Oticol Obat Tiap ml tetes Berbagai radang Imfrarmi


tetes telinga telinga : telinga akut dan nd K
Klorqamfenikol 3 kronis seperti
% dalam otitis media,
propilenglikol otitis eksternal
dll, karena
infeksi bakteri
yang peka
terhadap
klorafenikol

7. Otolin Tiap ml tetes Radang Kalbe


telinga : telingabagian farma
Kloramfenikol 5 luar dan tengah
%, polimiksina-B- akut dan
SO4 10.000 UI, nkronik
benzoate 1 %

8. Tarivid Ofloksasina 3 Infeksi telinga Kalbe


mg/ml tetes telinga farma

9. Cetamid Tiap ml tetes Infeksi gram Erela


telinga : Na positif dan
sulfatsetaida 100 nnegatif local
mg, asam borat 20 pada telinga
mg

10. Hufamycetin Kloramfenikol 30 Radang telinga Gratia


mg/ml tetes telinga akut dan kronik,
pengobatan
pasca bedah,
otitis media
kronik

11. Erlamicetin Tetes telinga : Infeksi Erela


Kloramfenikol 1 % superficial pada
telinga bagian
luar oleh kuman
positif gram
atau gram
negative yang
peka terhadap
kloramfenikol

12. Cendofenikol Kloramfenikol 10 Infeksi riketsia Cendo


mg/ml tetes telinga atau virus,
infeksi atau
peradangan
seperti otitis
media dan otitis
eksternal akut
atau kronik

13. Colme Tiap ml tetes Otitis ekstefrnal Interbat


telinga : dan nmedia akut
Kloramfenikol 10 dan kronis,
%, lidokaina-HCL neurodermatitis,
4 %, propilen eksema pada
glikol samapi 100 meatus
ml auditorus, nyeri
telinga

14. Decacetine Tiap ml tetes Antinfektikum Harsen


telinga : telinga
Kloramfenikol
dalam
propilenglikol 30
mg

15. Enkacetyn Kloramfenikol 100 Infeksi pada Kimia


mg/mltetes telangi telinga farma

16. Forumen Natrium dokusat 5 Membantu Sanbe


mg/ml tetes telinga mengeluarkan farma
kotoran telinga
DAFTAR PUSTAKA

1. Ditjen POM, (1979), Farmakope Indonesia, Edisi III, Depkes RI, Jakarta.

2. Jenkins, G.L., (1969), Scoville’s:The Art of Compounding, Burgess


Publishing Co, USA.

3. King, R.E., (1984), Dispensing of Medication, Ninth Edition, Marck


Publishing Company, Philadelphia.

4. Martin., (1971), Dispensing of Medication, Marck Publishing Company,


Pensilvania.

5. Howard, C. Ansel.(1989), Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, Edisi IV,


UI Press, Jakarta.

6. _____ , (2008), Ear drop, Available from :


http://en.wikipedia.org/wiki/Ear_drop, 20 Maret 2008, diakses 10 Mei 2008.

7. _____ , (1998), How to Use Ear Drops properly, Available from :


http://Q:\SGML\MEDTEACH\XML%20Monograph%20files\final\a601169.
Eardrops.pdf. 1 Juni 2001, diakses 10 Mei 2008.

You might also like