You are on page 1of 26

MAKALAH FARMASI PRAKTIS

ASMA

KELAS A
KELOMPOK :
1. Irvan Adhika Nur Efendi (1820364023)
2. Istiqomah (1820364024)
3. Januar Subiantari (1820364025)

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SETIA BUDI
2018

1
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penyakit asma merupakan salah satu masalah kesehatan di seluruh dunia,
baik di negara maju maupun di negara yang sedang berkembang. Saat ini,
penyakit asma juga sudah tidak asing lagi di masyarakat. Asma dapat diderita
oleh semua lapisan masyarakat dari usia anak-anak sampai usia dewasa. Penyakit
asma awalnya merupakan penyakit genetik yang diturunkan dari orang tua pada
anaknya. Namun, akhir-akhir ini genetik bukan merupakan penyebab utama
penyakit asma. Polusi udara dan kurangnya kebersihan lingkungan di kota-kota
besar merupakan faktor dominan dalam peningkatan serangan asma.
Asma adalah penyakit kronis variabel dari sistem pernapasan yang ditandai
oleh penyempitan saluran pernapasan kecil dan bronkiolus, meningkat bronkial
sekresi atau lendir dan pembengkakan mukosa atau peradangan, sering dalam
menanggapi satu atau lebih memicu. Asma ditandai dengan serangan sesak dada,
batuk dan mengi akibat obstruks jalan napas (Gibbs, 2008).
Hasil penelitian International Study on Asthma and Alergies in Childhood
pada tahun 2008 menunjukkan, di Indonesia prevalensi gejala penyakit asma
melonjak dari sebesar 4,2 persen menjadi 5,4 persen di jawa tengah 1,5 persen
menjadi 2,5 persen dan di surakarta meningkat dari 1,5 persen menjadi 2 persen.
Selama 20 tahun terakhir, penyakit ini cenderung meningkat dengan kasus
kematian yang diprediksi akan meningkat sebesar 20 persen hingga 10 tahun
mendatang. WHO memperkirakan di tahun 2015 terdapat 255 ribu penderita
meninggal dunia karena asma.
Asma dapat timbul pada segala umur, dimana 30% penderita mempunyai
gejala pada umur 1 tahun, sedangkan 80-90% anak yang menderita asma, gejala
pertamanya muncul sebelum umur 4-5 tahun. Sebagian besar anak yang terkena
kadang-kadang hanya mendapat serangan ringan sampai sedang, yang relatif
mudah ditangani. Sebagian kecil mengalami asma berat yang berlarut-larut,

2
biasanya lebih banyak yang terus menerus dari pada yang musiman. Hal tersebut
yang menjadikannya tidak mampu dan mengganggu kehadirannya di sekolah,
aktivitas bermain, dan fungsi dari hari ke hari (Sundaru, 2006).
Asma juga salah satu diantara beberapa penyakit yang tidak bisa
disembuhkan secara total. Kesembuhan dari satu serangan asma tidak menjamin
dalam waktu dekat akan terbebas dari ancaman serangan berikutnya. Terutama
apabila pekerjaan dan lingkungannya serta faktor ekonomi, penderita harus selalu
berhadapan dengan faktor alergen yang menjadi penyebab serangan.

BAB II

3
PEMBAHASAN

A. Cara Kerja Paru-paru


1. Pengertian Paru-paru Manusia
Paru-paru adalah organ tubuh manusia yang terdapat di dalam dada. Paru-
paru ini mempunyai fungsi memasukkan oksigen dan mengeluarkan
karbondioksida.
Paru-paru merupakan organ dalam sistem pernafasan dan termasuk dalam
sistem kitaran vertebrata yang bernafas. Ini berfungsi untuk menukar oksigen
dari udara dengan karbondioksida dari darah dengan bantuan hemoglobin.
Proses ini dikenali sebagai respirasi atau pernafasan.
Paru-paru terletak di dalam rongga dada (thoracic cavity), dilindungi oleh
struktur tulang selangka dan diliputi dua dinding yang dikenal sebagai pleura.
Kedua lapisan ini dipisahkan oleh lapisan udara yang dikenal sebagai rongga
pleural yang berisi cairan pleural.
Manusia menghirup udara untuk mendapatkan oksigen, namun tidak
semua udara yang dihirup dapat digunakan oleh tubuh, karena udara
tercampur dengan berbagai jenis gas. Pada waktu kita bernapas, paru-paru
menarik udara dari ruang tenggorokan. Saat dihembuskan, rangka tulang
rusuk tertarik ke arah dalam, dan diafragma di bawah tulang rusuk bergerak
ke atas. Ketika paru-paru mengecil, udara yang ada di dalam kantung udara
sedikit demi sedikit terdorong ke luar melalui batang tenggorokan.
Cara kerja paru-paru, jika oksigen sudah sampai pada bronkus, maka
oksigen siap untuk masuk ke dalam saluran paru-paru. Oksigen akan berdifusi
lewat pembuluh darah berupa kapiler-kapiler arteri dengan cara difusi.
Kapiler-kapiler ini terdapat pada alveolus yang merupakan cabang dari
bronkiolus. Pada alveolus ini akan terjadi pertukaran gas oksigen dengan
karbondioksida. Oksigen diikat oleh hemoglobindalam sel-sel darah merah
(eritrosit), lalu diedarkan ke seluruh sel-sel tubuh yang nantinya akan
digunakan oleh mitokondoria alam respirasi tingkat seluler untuk
menghasilkan energi berupa ATP (Adenosin Triphospat). Karbondioksida

4
akan dibawa oleh kapiler vena untuk dibawa ke alveolus dan akan dikeluarkan
di alveolus melalui proses respirasi.
B. Pengertian Asma
Asma sendiri berasal dari kata asthma. Kata ini berasal dari bahasa Yunani
yang memiliki arti sulit bernafas. Penyakit asma dikenal karena adanya gejala
sesak nafas, batuk, dan mengi yang disebabkan oleh penyempitan saluran nafas.
Atau dengan kata lain asma merupakan peradangan atau pembengkakan saluran
nafas yang reversibel sehingga menyebabkan diproduksinya cairan kental yang
berlebih (Prasetyo, 2010).
Asma merupakan penyakit inflamasi kronik saluran napas yang disebabkan
oleh reaksi hiperresponsif sel imun tubuh seperti mast sel, eosinophils, dan T-
lymphocytes terhadap stimulan tertentu dan menimbulkan gejala dyspnea,
whizzing, dan batuk akibat obstruksi jalan napas yang bersifat reversibel dan
terjadi secara episodik berulang (Brunner & Suddarth, 2001).
Menurut Prasetyo (2010) Asma, bengek atau mengi adalah beberapa nama
yang biasa kita pakai kepada pasien yang menderita penyakit asma. Asma bukan
penyakit menular, tetapi faktor keturunan (genetic) sangat punya peranan besar di
sini.
Saluran pernafasan penderita asma sangat sensitif dan memberikan respon
yang sangat berlebihan jika mengalami rangsangan atau ganguan. Saluran
pernafasan tersebut bereaksi dengan cara menyempit dan menghalangi udara
yang masuk. Penyempitan atau hambatan ini bisa mengakibatkan salah satu atau
gabungan dari berbagai gejala mulai dari batuk, sesak, nafas pendek, tersengal-
sengal, hingga nafas yang berbunyi ”ngik-ngik” (Hadibroto et al, 2006).

C. Sejarah Asma
Asma dikenali di Mesir Kuno dan diobati dengan meminum ramuan dupa
yang dikenal sebagai kifi. Penyakit ini secara resmi disebut sebagai masalah
pernafasan oleh [Hipokrates] sekitar tahun 450 Sebelum Masehi, dengan nama
Yunani yang berarti "terengah-engah" membentuk dasar dari nama modernnya.

5
Pada tahun 200 SM penyakit ini dipercaya setidaknya sebagian berkaitan dengan
emosi.
Pada tahun 1873, salah satu makalah pertama pengobatan modern dalam
subyek ini mencoba menjelaskan patofisiologi dari penyakit itu, sementara satu
pada tahun 1872 menyimpulkan bahwa asma bisa disembuhkan dengan
menggosok dada dengan obat gosok kloroform. Perawatan medis pada tahun
1880, termasuk penggunaan intravena dari obat yang disebut pilokarpin. Pada
tahun 1886, F.H. Bosworth berteori bahwa ada hubungan antara asma dan rinitis
alergi. Epinefrin pertama kali digunakan dalam pengobatan asma pada tahun
1905. Kortisteroid oral mulai digunakan untuk kondisi ini pada tahun 1950an
sementara kortisteroid hirup dan agonis beta aksi pendek pilihan mulai banyak
digunakan pada tahun 1960an.
Selama tahun 1930-50an, asma dikenal sebagai salah satu dari “tujuh
besar” penyakit psikosomatik. Penyebabnya dianggap sebagai psikologis, dengan
pengobatan sering berdasarkan psikoanalisa dan penyembuhan dengan bicara lain.
Karena para psikoanalis ini menginterpretasikan mengi asma sebagai tangisan
yang tertahan dari anak yang mencari ibunya, mereka menganggap pengobatan
depresi khususnya penting untuk individu yang menderita asma.

D. Epidemiologi
Hingga tahun 2011, 235–300 juta orang di seluruh dunia menderita asma,
dan sekitar 250.000 orang meninggal per tahun karena penyakit ini. Tingkatnya
berbeda-beda antar Negara dengan prevalensi antara 1 dan 18%. Lebih sering
ditemukan di negara maju dibandingkan negara berkembang. Jadi tingkatnya
terlihat lebih rendah di Asia, Eropa Timur dan Afrika. Di negara maju penyakit ini
lebih banyak diderita oleh mereka yang kurang beruntung secara ekonomi
sementara di negara berkembang lebih biasa ditemukan di kalangan atas. Alasan
untuk perbedaan ini tidak diketahui. Lebih dari 80% mortalitas terjadi di negara-
negara berpenghasilan rendah dan menengah.
Walaupun asma dua kali lebih sering ditemukan di kalangan anak laki-laki
dibandingkan anak perempuan, asma berat terjadi pada keduanya setara.

6
Sebaliknya wanita dewasa memiliki tingkat asma yang lebih tinggi dibandingkan
pria dan lebih sering ditemukan di kalangan orang muda dibandingkan orang tua.
Tingkat asma global telah meningkat secara tajam antara tahun 1960an
dan 2008 sehingga penyakit ini diakui sebagai masalah kesehatan umum utama
sejak tahun 1970an. Tingkat asma sudah stabil di negara maju sejak pertengahan
1990an dengan peningkatan terbaru terutama di negara berkembang. Asma
diderita sekitar 7% penduduk Amerika Serikat dan 5% penduduk Inggris. Di
Kanada, Australia dan Selandia Baru tingkatnya sekitar 14–15%.

E. Etiologi

1) Adanya kontraksi otot di sekitar bronkhus sehingga terjadi penyempitan


jalan nafas.

2) Adanya pembengkakan membrane bronkhus.

3) Terisinya bronkus oleh mokus yang kental

Beberapa Faktor Predisposisi dan Presipitasi timbulnya serangan Asma


Bronkhial
Faktor Predisposisi
1) Genetik
Dimana yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum diketahui
bagaimana cara penurunannya yang jelas. Penderita dengan penyakit alergi
biasanya mempunyai keluarga dekat juga menderita penyakit alergi. Karena
adanya bakat alergi ini, penderita sangat mudah terkena penyakit asthma
bronkhial jika terpapar dengan foktor pencetus. Selain itu hipersentifisitas
saluran pernafasannya juga bisa diturunkan.

Faktor Presipitasi

7
1) Alergen
Dapat dibagi menjadi 3 yaitu :
a. Inhalan: masuk saluran pernafasan. Seperti : debu,bulu binatang,
bakteri dan polusi.

b. Ingestan, masuk melalui mulut. Seperti : makanan dan obat-obatan.

c. Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit. Seperti :


perhiasan, logam,dan jam tangan.

2) Perubahan cuaca

Cuaca lembab atau dingin juga menpengaruhi asma. Atmosfir yang mendadak
dingin merupakan faktor pemicu terjadinya serangan asma. Kadang-kadang
serangan berhubungan dengan musim, seperti: musim hujan, musim kemarau,
musim bunga. Hal ini berhubungan dengan arah angin serbuk bunga dan
debu.

3) Stress

Stress dapat menjadi pencetus serangan asma, selain itu juga bisa
memperberat serangan asma yang sudah ada. Disamping gejala asma yang
timbul harus segera diobati penderita asma yang mengalami stress perlu diberi
nasehat untuk menyelesaikan masalah pribadinya. Karena jika stressnya
belum diatasi maka gejala asmanya belum bisa diobati.

4) Lingkungan Kerja

Lingkungan Kerja juag menjadi penyebab terjadinya serangan asma. Hal ini
berkaitan dengan dimana dia bekerja. Misalnya orang yang bekerja di

8
laboratorium hewan, industri tekstil, pabrik asbes, polisi lalu lintas. Gejala ini
membaik pada waktu libur atau cuti.

5) Olah raga atau aktivitas yang berat.

Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika melakukan


aktifitas jasmani atau aloh raga yang berat. Lari cepat paling mudah
menimbulkan serangan asma. Serangan asma karena aktifitas biasanya terjadi
segera setelah selesai aktifitas tersebut.

F. Klasifikasi
Berdasarkan penyebabnya, asma bronkhial dapat diklasifikasikan menjadi 3 tipe,
yaitu:
1. Ekstrinsik (alergik)
Asma ekstrinsik adalah bentuk asma yang paling umum, dan
disebabkan karena reaksi alergi penderitanya terhadap hal-hal tertentu
(alergen), yang tidak membawa pengaruh apa-apa terhadap mereka yang
sehat.

Pada orang-orang tertentu, seperti pada penderita asma, sistem


imunitas bekerja lepas kendali dan menimbulkan reaksi alergi. Reaksi ini
disebabkan oleh alergen. Alergen bisa tampil dalam bentuk: mulai dari
serbuk bunga, tanaman, pohon, debu luar/dalam rumah, jamur, hingga
zat/bahan makanan. Ketika alergen memasuki tubuh pengidap alergi, sistem
imunitasnya memproduksi antibodi khusus yang disebut IgE. Antibodi ini
mencari dan menempelkan dirinya pada sel-sel batang. Peristiwa ini terjadi
dalam jumlah besar di paru-paru dan saluran pernafasan lalu membangkitkan

9
suatu reaksi. Batang-batang sel melepaskan zat kimia yang disebut mediator.
Salah satu unsur mediator ini adalah histamin.
2. Intrinsik (non alergik)
Ditandai dengan adanya reaksi non alergi yang bereaksi terhadap
penctus yang tidak spesifik atau tidak diketahui, seperti udara dingin atau
bisa juga disebabkan oleh adanya infeksi saluran pernafasan dan emosi.
Serangan asma ini menjadi lebih berat dan sering sejalan dengan berlalunya
waktu dan dapat berkembang menjadi bronkhitis kronis dan emfisema.
Beberapa pasien akan mengalami asma gabungan.
3. Asma gabungan
Bentuk asma yang paling umum. Asma ini mempunyai karakteristik
dari bentuk alergik dan non-alergik.

G. Manifestasi Klinis
Manifestasi Klinik pada pasien asthma adalah batuk, dyspne, dari
wheezing. Dan pada sebagian penderita disertai dengan rasa nyeri dada pada
penderita yang sedang bebas serangan tidak ditemukan gejala klinis, sedangkan
waktu serangan tampak penderita bernafas cepat, dalam, gelisah, duduk dengan
tangan menyanggah ke depan serta tampak otot-otot bantu pernafasan bekerja
dengan keras. Ada beberapa tingkatan penderita asma yaitu :
1. Tingkat I
Secara klinis normal tanpa kelainan pemeriksaan fisik dan fungsi paru.
Timbul bila ada faktor pencetus baik di dapat alamiah maupun dengan test
provokasi bronkial di laboratorium.
2. Tingkat II
Tanpa keluhan dan kelainan pemeriksaan fisik tapi fungsi paru
menunjukkan adanya tanda-tanda obstruksi jalan nafas. Banyak dijumpai
pada klien setelah sembuh serangan.
3. Tingkat III

10
Tanpa keluhan. Pemeriksaan fisik dan fungsi paru menunjukkan adanya
obstruksi jalan nafas. Penderita sudah sembuh dan bila obat tidak
diteruskan mudah terserang kembali.
4. Tingkat IV
Klien mengeluh batuk, sesak nafas dan nafas berbunyi wheezing.
Pemeriksaan fisik dan fungsi paru didapat tanda-tanda obstruksi jalan
nafas.
5. Tingkat V
Status asmatikus yaitu suatu keadaan darurat medis berupa serangan asma
akut yang berat bersifat refrator sementara terhadap pengobatan yang lazim
dipakai. Asma pada dasarnya merupakan penyakit obstruksi jalan nafas
yang reversibel. Pada asma yang berat dapat timbul gejala seperti :
Kontraksi otot-otot pernafasan, cyanosis, gangguan kesadaran, penderita
tampak letih, takikardi.

H. Patofisiologi
Individu dengan asma mengalami respon imun yang buruk terhadap
lingkungan. Antibodi yang dihasilkan (IgE) kemudian menyerang sel-sel mast
dalam paru. Pemajanan ulang terhadap antigen mengakibatkan ikatan antigen
dengan antibodi, menyebabkan pelepasan produk sel-sel mast (disebut mediator)
seperti histamin, bradikinin dan prostaglandin serta anafilaksis dari substansi
yang bereaksi lambat. Pelepasan mediator ini dalam jaringan paru mempengaruhi
otot polos dan kelenjar jalan napas, bronkospasme, pembengkakakan membran
mukosa dan pembentukan mukus yang sangat banyak.
Sistem saraf otonom mempersarafi paru. Tonus otot bronkial diatur oleh
impuls saraf vegal melalui sistem parasimpatis. Pada asma idiopatik atau non
alargi ketika ujung saraf pada jalan nafas dirangsang oleh faktor seperti infeksi,
latihan, dingin, merokok, emosi polutan, jumlah asetilkolin yang dilepaskan
meningkat. Pelepasan asetilkolin ini secara langsung menyebabkan

11
bronkokonstriksi juga merangsang pembentukan mediator kimiawi yang dibahas
diatas. Individu dengan asma dapat mempunyai toleransi rendah terhadap respon
parasimpatis.
Setelah pasien terpajan alergen penyebab atau faktor pencetus, segera akan
timbul dispnea. Pasien merasa seperti tercekik dan harus berdiri atau duduk dan
berusaha penuh mengerahkan tenaga untuk bernafas. Kesulitan utama terletak
pada saat ekspirasi. Percabangan trakeobronkial melebar dan memanjang selama
inspirasi, tetapi sulit untuk memaksakan udara keluar dari bronkiolus yang
sempit, mengalami edema dan terisi mukus, yang dalam keadaan normal akan
berkontraksi sampai tingkatan tertentu pada saat ekspirasi.
Udara terperangkap pada bagian distal tempat penyumbatan, sehingga
terjadi hiperinflasi progresif paru. Akan timbul mengi ekspirasi memanjang yang
merupakan ciri khas asma sewaktu pasien berusaha memaksakan udara keluar.
Serangan asma seperti ini dapat berlangsung beberapa menit sampai beberapa
jam, diikuti batuk produktif dengan sputum berwarna keputih-putihan.

Spasme otot bronkus Inflamasi dinding bronchus Edema Sumbatan mukus

Tidak efektif bersihan Obstruksi saluran nafas Alveoli tertutup


jalan nafas
(bronkhospasme)

Kurang Hipoksemia
Gangguan pola
pengetahuan Penyempitan jalan nafas nafas
Asidosis
Intoleransi aktivitas metabolik
Peningkatan kerja pernafasan

Peningkatan kebutuhan Penurunan masukan oral


oksigen

12
Hiperventilasi Perubahan nutrisi kurang
dari kebutuhan

Retensi CO2

Asidosis respiratorik
I. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada klien dengan asma adalah mengancam
pada gangguan keseimbanga asam basa dan gagal nafas, pneumonia,
bronkhiolitis, chronic persistent bronchitis, emphysema.

J. Pemeriksaan penunjang

1) Pemeriksaan Laboratorium

a) Pemeriksaan sputum

b) Untuk menentukan adanya infeksi dan mengidentifikasi pathogen

c) Creole yang merupakan fragmen dari epitel bronchus

d) Pemeriksaan darah : Untuk mengetahui Hiponatremia dan kadar


leukosit,

2) Pemeriksaan Scanning Paru

Untuk menyatakan pola abnormal perfusi pada area ventilasi (ketidak


cocokan/perfusi) atau tidak adanya ventilasi/perfusi.

3) Pemeriksaan Spirometri

13
Untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas.

K. Penatalaksanaan
Prinsip umum dalam pengobatan pada asma bronhiale :
1) Menghilangkan obstruksi jalan nafas
2) Mengenal dan menghindari faktor yang dapat menimbulkan serangan asma
3) Memberi penerangan kepada penderita atau keluarga dalam cara pengobatan
maupun penjelasan penyakit

Penatalaksanaan asma dapat dibagi atas :

14
15
16
L. Pengobatan Bagi Penderita Asma
 Modifikasi Gaya Hidup
Menjauhi pemicu merupakan komponen kunci dalam meningkatkan kendali
dan mencegah serangan. Pemicu yang paling umum antara lain alergen, rokok
(tembakau dan lainnya), polusi udara,penghambat beta non selektif, dan
makanan yang mengandung sulfit. Merokok dan menjadi perokok pasif dapat
mengurangi efektivitas obat seperti kortikosteroid. Pengendalian tungau debu,
termasuk penyaringan udara, bahan kimia pembasmi tungau, pengisapan
debu, pemakaian sprei, dan metode lainnya tidak berpengaruh pada
pengurangan gejala asma.
 Obat
Obat yang digunakan untuk menangani asma dibagi menjadi dua kelas
umum yaitu: obat pelega napas cepat yang digunakan untuk menangani gejala
akut; dan obat pengendali jangka panjang yang digunakan untuk mencegah
perburukan lebih lanjut.
Reaksi-cepat

a. Short-acting beta2-agonis (SABA), seperti salbutamol (albuterol)


merupakan pengobatan garis pertama untuk gejala asma.
a. Obat Antikolinergik, misalnya ipratropium bromida, memberikan
manfaat lain saat digunakan dalam kombinasi dengan SABA untuk

17
pasien yang mengalami gejala sedang atau berat. Bronkodilator
antikolinergik juga dapat digunakan jika pasien tidak dapat
menoleransi SABA.
b. Agonis adrenergik versi lama yang kurang selektif seperti epinefrin
hirup, memiliki tingkat kemanjuran yang setara dengan jenis SABA.
Meski demikian, obat-obatan tersebut tidak direkomendasikan karena
kekahawatiran akan terjadinya stimulasi berlebihan terhadap jantung.
Pengendali jangka panjang

a. Kortikosteroid secara umum dinilai sebagai obat paling efektif yang


tersedia untuk pengendali jangka panjang. Biasanya, bentuk hirup
lebih banyak dipakai kecuali untuk kasus penyakit berat yang persisten
yang mungkin membutuhkan kortikosteroid oral. Biasanya, formula
hirup direkomendasikan untuk digunakan satu atau dua kali sehari,
tergantung tingkat keparahan gejala. Contoh Prednisone,
methylprednisolone, prednisone, fluticasone propionate, flunisolide,
budesonide.
b. Long-acting beta2 agonist (LABA) atau Agonis beta-adrenoseptor
reaksi-lambat seperti salmeterol dan formoterol dapat memperkuat
pengendalian asma, meskipun hanya pada orang dewasa, bila
dikombinasikan dengan kortikosteroid hirup. Manfaatnya pada anak-
anak belum jelas. Jika digunakan tanpa steroid, obat-obatan ini
meningkatkan risiko terjadinya efek samping, bahkan saat digunakan
bersama kortikosteroid, risiko ini tetap sedikit mengalami
peningkatan.
c. Antagonis Leukotrien (seperti montelukast dan zafirlukast) bisa jadi
digunakan bersama kortikosteroid hirup sebagai tambahan, dan secara
khusus digunakan dalam satu rangkaian dengan LABA. Tidak ada
cukup bukti yang menguatkan manfaat penggunaan obat-obatan ini
untuk serangan asma akut. Pada anak-anak di bawah lima tahun, obat-

18
obatan ini menjadi terapi tambahan kortikosteroid hirup yang lebih
sering dipilih.
d. Stabiliser sel mast (seperti sodium kromolin) adalah pilihan lain yang
tidak begitu disukai dibandingkan kortikosteroid.

e. Methylxanlines (bronkodilator) : Teofilin, aminofilin


Metode konsumsi obat
Obat biasanya tersedia dalam bentuk metered-dose inhaler (MDI) yang
dikombinasikan dengan spacer asma atau dalam bentuk dry powder inhaler
atau DPI. Spacer adalah silinder plastik yang mencampurkan obat dengan
udara sehingga obat mudah diterima dalam dosis penuh. Alat nebulizer juga
bisa digunakan. Nebulizer dan spacer sama-sama efektif untuk pasien dengan
gejala ringan sampai sedang, namun tidak ada cukup bukti untuk menentukan
apakah memang ada perbedaan jika diterapkan pada gejala berat.
Dampak merugikan
Penggunaan kortikosteroid hirup dengan dosis konvensional dalam
jangka panjang membawa risiko dampak merugikan yang ringan. Risiko
tersebut antara lain timbulnya katarak dan menurunnya tinggi perawakan
tubuh.

Berikut penjelasan tentang obat-obat pengontrol asma (Controller):

1. Glukokortikosteroid Inhalasi
Jenis obat ini digunakan selama satu bulan atau lebih untuk mengurangi gejala
inflamasi asma. Obat ini dapat meningkatkan fungsi paru, mengurangi
hiperresponsive dan mengurangi gejala asma dan meningkatkan kualitas
hidup (GINA, 2005). Obat ini dapat menimbulkan kandidiasis orofaringeal,
menimbulkan iritasi pada bagian saluran napas atas dan dapat memberikan
efek sistemik, menekan kerja adrenal atau mengurangi aktivitas osteoblast
(GINA, 2005).
2. Glukokortikosteroid Oral

19
Mekanisme kerja obat dan fungsi obat ini sama dengan obat kortikosteroid
inhalasil. Obat ini dapat menimbulkan hipertensi, diabetes, penekanan kerja
hipothalamus-pituitary dan adrenal, katarak, glukoma, obaesitas dan
kelemahan (GINA, 2005).
3. Kromones (Sodium Cromogycate dan Nedocromyl Sodium)
Obat ini dapat menurunkan jumlah eosin bronchial pada gejala asma. Obat ini
dapat menurunkan gejala dan menurunkan reaksi hiperresponsive pada imun
nonspecific. Obat ini dapat menimbulkan batuk-batuk pada saat pemakaian
dengan bentuk formulasi powder (GINA, 2005).
4. β2-Agonist Inhalasi
Obat ini berfungsi sebagai bronkodilator selama 12 jam setelah pemakaian.
Obat ini dapat mengurangi gejala asma pada waktu malam, meningkatkan
fungsi paru. Obat ini dapat menimbulkan tremor pada bagian musculoskeletal,
menstimulasi kerja cardiovascular dan hipokalemia (GINA, 2005).
5. β2-Agonist Oral
Obat ini sebagai bronkodilator dan dapat mengontrol gejala asma pada waktu
malam. Obat ini dapat menimbulkan anxietas, meningkatkan kerja jantung,
dan menimbulkan tremor pada bagian muskuloskeletal (GINA, 2005).
6. Teofiline
Obat ini digunakan untuk menghilangkan gejala atau pencegahan asma
bronkial dengan merelaksasi secara langsung otot polos bronki dan pembuluh
darah pulmonal. Obat ini dapat menyebabkan efek samping berupa mual,
muntah, diare, sakit kepala, insomnia dan iritabilitas. Pada level yang lebih
dari 35 mcg/mL menyebabkan hperglisemia, hipotensi, aritmia jantung,
takikardi, kerusakan otak dan kematian.
7. Leukotriens
Obat ini berfungsi sebagai anti inflamasi. Obat ini berfungsi untuk
mengurangi gejala termasuk batuk, meningkatkan fungsi paru dan
menurunkan gejala asma (GINA, 2005)

Berikut penjelasan tentang obat-obat meringankan (reliever) asma:

20
1. β2-Agonist Inhalasi Obat ini bekerja sebagai bronkodilator. Obat ini
digunakan untuk mengontrol gejala asma, variabilitas peak flow,
hiperresponsive jalan napas. Obat ini dapat menstimulasi kerja jantung, tremor
otot skeletal dan hipokalemia (GINA, 2005).
2. β2-Agonist Oral Obat ini sebagai bronkodilator. Obat ini dapat menstimulasi
kerja jantung, tremor otot skeletal dan hipokalemia (GINA, 2005).
3. Antikolinergic
Obat ini sebagai bronkodilator. Obat ini dapat meningkatkan fungsi paru. Obat
ini dapat menyebabkan mulut kering dan pengeluaran mucus (GINA, 2005).

Bila asma tidak bereaksi dengan obat biasa, pilihan lain tersedia baik untuk
tata laksana darurat maupun untuk mencegah kambuh. Untuk tata laksana darurat
pilihan lain termasuk:

1. Oksigen untuk meringankan hipoksia bila saturasi jatuh di bawah 92%.


2. Magnesium sulfat pengobatan intravena telah menunjukkan efek bronkodilasi
bila digunakan sebagai tambahan pengobatan dalam serangan asma akut berat.
3. Helioks, campuran helium dan oksigen, bisa juga dipertimbangkan dalam
kasus berat yang tidak menunjukkan respons.
4. Salbutamol intravena tidak didukung oleh bukti tersedia dan oleh karena itu
hanya digunakan dalam kasus ekstrim.
5. Metilksantin (seperti teofilin) dulu sering digunakan, tapi tidak memberikan
efek tambahan yang berarti untuk beta-agonis yang dihirup. Penggunaannya
dalam serangan asma akut masih kontroversial.
6. Anestetik disosiatif ketamin secara teori berguna bila intubasi dan ventilasi
mekanis diperlukan pada orang yang hampir mengalami gagalnafas; namun,
tidak ada bukti klinis untuk mendukungnya.

Bagi orang yang menderita asma persisten berat yang tidak dapat dikontrol
dengan kortikosteroid dan LABA, bronkial termoplasti bisa menjadi pilihan.
Pengobatan ini melibatkan aplikasi energi panas terkontrol ke dinding saluran nafas
dalam serangkaian sesi bronkoskopi. Walaupun mungkin meningkatkan frekuensi

21
serangan dalam beberapa bulan pertama, frekuensi selanjutnya tampaknya
diturunkan. Efek lewat dari setahun belum diketahui.

Terapi Penanganan Terhadap Gejala


Terapi ini dilakukan tergantung kepada pasien. Terapi ini dianjurkan
kepada pasien yang mempunyai pengalaman buruk terhadap gejala asma, dan
dalam kondisi yang darurat. Penatalaksanaan terapi ini dilakukan di rumah
penderita asma dengan menggunakan obat bronkodilator seperti: β2 -agonist
inhalasi dan glukokortikosteroid oral (GINA, 2005).
Pemeriksaan Teratur
Penderita asma disarankan untuk memeriksakan kesehatannya secara
teratur kepada tim medis. Pemeriksaan teratur berfungsi untuk melihat
perkembangan kemampuan fungsi paru (GINA, 2005).
Dalam penatalaksanaan asma, pola hidup sehat sangat dianjurkan. Pola
hidup sehat akan sangat membantu proses penatalaksanaan asma. Dengan
pemenuhan nutrisi yang memadai, menghindari stress, dan olahraga atau yang
biasa disebut latihan fisik teratur sesuai toleransi tubuh (The Asthma
Foundation of Victoria, 2002).
Pemenuhan nutrisi yang memadai dan menghindari stress akan
menjaga penderita asma dari serangan infeksi dari luar yang dapat
memperburuk asma dengan tetap menjaga kestabilan imunitas tubuh penderita
asma (The Asthma Foundation of Victoria, 2002).

Latihan fisik dapat membuat tubuh menjadi lebih bugar, sehingga tubuh tidak
menjadi lemas. Latihan fisik dapat merubah psikologis penderita asma yang
beranggapan tidak dapat melakukan kerja apapun, anggapan ini dapat memperburuk
keadaan penderita asma. Sehingga dengan latihan fisik, kesehatan tubuh tetap terjaga
dan asupan oksigen dapat ditingkatkan sejalan dengan peningkatan kemampuan
latihan fisik (The Asthma Foundation of Victoria, 2002).

M. Pengendalian Asma

22
Manajemen pengendalian asma terdiri dari 6 (enam) tahapan yaitu sebagai
berikut:
1. Pengetahuan
Memberikan pengetahuan kepada penderita asma tentang keadaan
penyakitnya dan mekanisme pengobatan yang akan dijalaninya kedepan
(GINA, 2005).
2. Monitor
Memonitor asma secara teratur kepada tim medis yang menangani penyakit
asma. Memonitor perkembangan gejala, hal-hal apa saja yang mungkin
terjadi terhadap penderita asma dengan kondisi gejala yang dialaminya
beserta memonitor perkembangan fungsi paru (GINA, 2005).
3. Menghindari Faktor Resiko
Hal yang paling mungkin dilakukan penderita asma dalam mengurangi
gejala asma adalah menhindari faktor pencetus yang dapat meningkatkan
gejala asma. Faktor resiko ini dapat berupa makanan, obat-obatan, polusi,
dan sebagainya (GINA, 2005).
4. Pengobatan Medis Jangka Panjang
Pengobatan jangka panjang terhadap penderita asma, dilakukan
berdasarkan tingkat keparahan terhadap gejala asma tersebut. Pada
penderita asma intermitten, tidak ada pengobatan jangka panjang. Pada
penderita asma mild intermitten, menggunakan pilihan obat
glukokortikosteroid inhalasi dan didukung oleh Teofilin, kromones, atau
leukotrien. Dan untuk asma moderate persisten, menggunakan pilihan obat
β.

N. Pencegahan
Efektivitas langkah-langkah pencegahan timbulnya asma ternyata tidak
memiliki bukti kuat. Ada beberapa yang cukup kuat antara lain: pembatasan
pajanan terhadap rokok baik pada saat dalam kandungan dan setelah lahir,
menyusui, dan peningkatan pajanan terhadap tempat penitipan anak atau keluarga
besar. Namun, kedua langkah ini tidak didukung oleh bukti yang cukup untuk
dijadikan rekomendasi indikasi penyakit ini. Pajanan terhadap binatang peliharaan

23
pada usia dini juga mungkin bermanfaat. Namun, pengamatan pajanan terhadap
hewan peliharaan ini dalam keadaan yang berbeda tidak memberikan hasil
meyakinkan dan rekomendasi yang diberikan hanya memindahkan hewan
peliharaan dari rumah pasien yang memiliki gejala alergi terhadap piaraan
tersebut. Pembatasan asupan selama masa kehamilan atau pada saat menyusui
juga tidak pernah terbukti efektif sehingga tidak direkomendasikan. Pengurangan
atau penghilangan senyawa tertentu yang diketahui berasal dari tempat kerja pada
orang-orang yang sensitif bisa jadi memberikan hasil efektif.

BAB III
PENUTUP

1. Kesimpulan
Asma merupakan penyakit inflamasi kronik saluran napas yang
disebabkan oleh reaksi hiperresponsif sel imun tubuh seperti mast sel,
eosinophils, dan T-lymphocytes terhadap stimulan tertentu dan menimbulkan
gejala dyspnea, whizzing, dan batuk akibat obstruksi jalan napas yang bersifat

24
reversibel dan terjadi secara episodik berulang. Obat yang digunakan untuk
menangani asma dibagi menjadi dua kelas umum yaitu: obat pelega napas cepat
yang digunakan untuk menangani gejala akut; dan obat pengendali jangka
panjang yang digunakan untuk mencegah perburukan lebih lanjut.

DAFTAR PUSTAKA

Betz Cecily, Linda A Sowden. 2002. Buku Saku Keperawatan Pediatrik. EGC:
Jakarta.
Capernito, Lynda J. 2000. Diagnosa Keperawatan Aplikasi pada Praktik Klinis.
EGC: Jakarta.
Ngastiyah. 1997. Perawatan Anak Sakit. EGC: Jakarta.
Kamus Kedokteran Dorland. Edisi 29.EGC: Jakarta.
Brunner & Suddarth. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah edisi 8. Jakarta:
EGC
Global Initiative For Asthma (GINA). 2005. Global Strategy for Asthma Management
and Prevention.
http://www.ginasthma.com/GuidelineItem.asp?intId=1170 [15 Agustus 2012]

25
Hadibroto, Iwan. dan Alam, Syamsir. 2006. Asma. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka
Utama.

26

You might also like