You are on page 1of 15

Perbandingan Pengobatan Tunggal dengan Beta Bloker dan

Digoksin dan Pengobatan Kombinasi dalam Penanganan


Pasien dengan Fibrilasi Atrium dan Gagal Jantung.
Laurent Fauchier, MD, PhD, Caroline Grimard, MD, Bertrand Pierre, MD, Emilie
Nonin, MD, Laurent Gorin, MD, Bruno Rauzy, MD, Pierre Cosnay, MD, Dominique
Babuty, MD, PhD, dan Bernard Charbonnier, MD
Am J Cardiol. 2009. Vol. 103: 248 – 254.

Pada pasien dengan atrial fibrilasi dan gagal jantung, β bloker dan digoksin dapat
menurunkan laju ventrikel, tetapi hal ini menimbulkan kontroversi mengenai cara
kerja obat tersebut dalam memengaruhi prognosis pasien. Penelitian ini
membandingkan efek β bloker dan digoksin terhadap mortalitas pasien dengan atrial
fibrilasi dan gagal jantung. Pada satu pusat penelitian, pasien dengan atrial fibrilasi
dan gagal jantung dari Januari 2000 hingga Januari 2004 diidentifikasi dan diikuti
hingga September 2007. Dari 1,269 pasien dengan atrial fibrilasi dan gagal jantung,
260 pasien diberikan β bloker saja, 189 diberikan β bloker dan digoksin, 402 pasien
diberikan digoksin saja, dan 418 pasein tidak diberikan β bloker maupun digoksin
(kelompok kontrol). Selama pemantauan 881 ± 859 hari, sebanyak 247 pasien
meninggal. Dibandingkan dengan kelompok kontrol, terapi dengan β bloker dapat
menurunkan mortalitas (risiko relatif = 0.58, 95% CI 0.40 hingga 0.85, p = 0.005
untuk β bloker saja dan 0.59, 95% CI 0.40 hingga 0.87, p = 0.008 untuk β bloker
ditambah digoksin). Sebaliknya, terapi dengan digoksin saja tidak memberikan
perbaikan (risiko relatif = 0.97, 95% CI 0.73 hingga 1.30, p = NS). Hasil tersebut
tetap sama setelah memisahkan faktor perancu dan tetap sama meskipun telah
memisahkan gagal jantung dengan atrial fibrilasi permanen atau tidak permanen, ada
tidaknya penyakit koroner, dan pasien dengan fungsi sistolik yang menurun atau
tidak. Sebagai kesimpulan, pada pasien dengan atrial fibrilasi dan gagal jantung,
terapi dengan β bloker saja atau β bloker ditambah digoksin dapat menurunkan risiko
kematian. Terapi dengan digoksin saja dapat memperberat kondisi pasien, hasil yang
sama ditemukan pada pasien yang tidak mendapatkan terapi apapun.

Pada pasien dengan atrial fibrilasi dan gagal jantung, digoksin dan β bloker dapat
menurunkan laju ventrikel dan meredakan gejala. Terapi dengan β bloker saja dapat
memperbaiki prognosis pasien dengan gagal jantung dan disfungsi sistolik ventrikel
kiri, terutama pada pasien yang memiliki ritmik atrial fibrilasi.1-3 Kerja digoksin
dalam memengaruhi prognosis dan mortalitas atrial fibrilasi dan gagal jantung masih
belum jelas.4 Digoksin digunakan untuk mengendalikan denyut jantung kronik pada
pasien atrial fibrilasi dengan gagal jantung tetapi tidak cukup kuat untuk
mengendalikan laju ventrikel saat beraktivitas atau ketika tonus simpatis meningkat.5
Selain itu, digoksin tidak meningkatkan keberhasilan hidup pasien dengan gagal
jantung dan irama sinus,6 dan terapi digoksin jangka panjang dapat meningkatkan
risiko kematian pada pasein dengan atrial fibrilasi tanpa gagal jantung. 7 Di antara
pasien dengan atrial fibrilasi dan gagal jantung, hanya sedikit penelitian yang menguji
penambahan β bloker terhadap digoksin, atau sebaliknya, dan tidak ada perbandingan
antara β bloker saja dan digoksin saja, atau sebagai kombinasi.8-11 Tidak ada data
yang jelas mengenai keuntungan β bloker dan/atau digoksin pada kelompok pasien
dengan gagal jantung dan atrial fibrilasi berdasarkan pola atrial fibrilasi permanen
atau tidak permanen, hubungan gagal jantung dengan penurunan fungsi sistolik atau
gagal jantung dengan fungsi sistolik normal, atau etiologi iskemik atau non-iskemik
yang berhubungan dengan penyakit ini. Tujuan dari penelitian kohort ini adalah untuk
membandingkan efek digoksin saja, β bloker saja, dan kombinasi keduanya pada
pasien dengan gagal jantung dan atrial fibrilasi.

Metode
Pasien yang datang ke departemen kardiologi di institusi kami (rumah sakit
akademik, pusat rujukan tersier) dengan diagnosis atrial fibrilasi dan gagal jantung
dari Januari 2000 hingga Januari 2004 secara retrospektif diidentifikasi dan diikuti
hingga September 2007. Atrial fibrilasi (paroksismal atau permanen) pada
elektrokardiogram ditentukan dengan penggantian gelombang P oleh gelombang
osilasi atau fibrilasi dengan amplitudo, bentuk, dan waktu yang bervariasi, yang
berhubungan dengan respon ventrikel yang cepat dan ireguler ketika konduksi
atrioventrikel intak. Gagal jantung diartikan sebagai adanya gejala gagal jantung (saat
istirahat atau beraktivitas) dan adanya disfungsi jantung (sistolik dan/atau diastolik)
dan, pada kasus dengan diagnosis yang belum pasti, respon terhadap terapi untuk
gagal jantung.12 Pasien diidentifikasi dengan pencarian rekam medis di rumah sakit,
termasuk informasi mengenai jenis atrial fibrilasi, diagnosis utama dan kondisi yang
telah ada sebelumnya, tindakan yang telah dilakukan, tanggal perawatan di rumah
sakit, tanggal keluar dari rumah sakit, pengobatan, kematian di rumah sakit, dan
rawat jalan di rumah sakit. Penelitian kohort ini dilakukan pada semua pasien yang
dipulangkan dengan atrial fibrilasi sebagai diagnosis utama atau kedua dan gagal
jantung sebagai diagnosis utama atau kedua. Informasi lain yang diteliti adalah
komorbiditas kardiovaskuler dan non-kardiovaskuler. Untuk masing-masing pasien,
kami menilai fraksi ejeksi ventrikel kiri, menilai ekokardiografi ataupun
angioscintigrafi, jika tersedia. Pendekatan utama kami sama dengan metode berniat-
untuk-diobat dimana pasien yang layak untuk diterapi dengan terapi awal saat
pemantauan dianggap mendapatkan terapi saat periode pemantauan. Penggunaan
pengobatan longitudinal diestimasikan pada kelompok pasien yang mendapatkan
perawatan ulang di departemen kardiologi. Informasi mengenai kematian didapatkan
dari rekam medis, yang terdiri dari empat rumah sakit dari empat lokasi berbeda dan
semua tenaga spesialis dalam kedokteran dan bedah. Centre Hospitalier Regional et
Universitaire de Tours melayani 400,000 penduduk dan merupakan satu-satunya
layanan kesehatan dalam radius 4,000 km2.
Karakteristik pasien dilaporkan dalam bentuk persentase dan rata-rata ± SD.
Perbandingan antar kelompok dilakukan dengan menggunakan uji chi-square untuk
membandingkan variabel kategori dan uji T atau uji Kuskal Wallis jika variabel
mencukupi. Untuk mengidentifikasi karakteristik independen yang berhubungan
dengan kematian saat pemantauan, model regresi logistik digunakan. Faktor perancu
dimasukan dalam model untuk pencocokan. Hubungan antara β bloker dan/atau
digoksin saat waktu pemulangan dengan mortalitas akibat semua penyebab saat
pemantauan juga dilakukan dengan menggunakan model proporsi risiko Cox. Hasil
dari penelitian ditampilkan sebagai risiko relatif dan interval kepercayaan 95%. Nilai
p < 0.05 dianggap signifikan secara statistik. Statview 5.0 (Abacus Concepts,
Berkeley California) digunakan untuk analisis statistik.

Hasil
Dari 1,269 pasien dengan atrial fibrilasi dan gagal jantung, 593 pasien memiliki atrial
fibrilasi permanen dan 676 dengan atrial fibrilasi tidak permanen (paroksismal
dan/atau persisten). Karakteristik kohort dapat dilihat pada Tabel 1. Sebanyak 968
pasien dari 1,269 (76%) memiliki data mengenai fraksi ejeksi ventrikel kiri. Di
samping usia lanjut (setengah dari populasi berusia > 75 tahun), 46% memiliki gagal
jantung sistolik definit dan 23% memiliki penyakit arteri koroner. Pasien diberikan
terapi β bloker saja (260 dari 1,269), β bloker tambah digoksin (189 dari 1,269),
digoksin saja (402 dari 1,269), atau terapi konvensional tanpa β bloker atau digoksin
(kontrol, 418 dari 1,269). Β bloker yang digunakan adalah bisoprolol pada 39%
pasien, atenolol pada 28% pasien, acebutolol pada 11% pasien, carvedilol pada 9%
pasien, nadolol pada 6% pasien, propranolol pada 5%, dan metoprolol pada 2%.
Terdapat perbedaan yang signifikan antara kelompok tersebut: pasien yang
mendapatkan β bloker sedikit lebih muda, memiliki penyakit arteri koroner dan infark
miokardium sebelumnya, dan kejadian penyakit pulmoner kronik yang lebih rendah.
Pasien yang mendapatkan digoksin lebih banyak dengan atrial fibrilasi permanen, dan
pasien yang mendapatkan β bloker serta digoksin memiliki fraksi ejeksi ventrikel kiri
yang lebih rendah dan mendapatkan antikoagulasi oral. Penggunaan pengobatan
longitudinal dilakukan pada 388 pasien yang mendapatkan perawatan ulang di
departemen kardiologi selama masa pemantauan. Penggunaan (atau tidak) obat-
obatan tidak berubah untuk β bloker pada 92% pasien dan 89% pasien untuk
digoksin.
Selama pemantauan kurang lebih 881 ± 859 hari, sebanyak 247 pasien meninggal.
Hasil analisis univariat dari prediktor mortalitas dapat dilihat pada Tabel 2.
Dibandingkan dengan kelompok kontrol, terapi dengan β bloker dapat menurunkan
risiko kematian (risiko relatif = 0.58, p = 0.005 untuk β bloker saja dan 0.59, p =
0.008 untuk β bloker ditambah digoksin). Sebaliknya, terapi dengan digoksin saja
tidak meningkatkan perbaikan pada pasien (Gambar 1). Hasil yang sama terlihat
ketika dipisahkan antara pasien gagal jantung dengan atrial fibrilasi permanen atau
tidak permanen (Gambar 2), adanya hubungan dengan penyakit arteri koroner
(Gambar 3), dan gagal jantung dengan fungsi sistolik yang menurun atau menetap
(Gambar 4).

Gambar 1. Kematian karena semua penyebab pada pasien dengan fibrilasi atrium dan
gagal jantung berdasarkan terapi dengan β bloker saja, β bloker dan digoksin,
digoksin saja, atau terapi konvensional tanpa β bloker atau digoksin.
Tabel 1. Karakteristik pasien yang mendapatkan atau tidak mendapatkan β bloker atau digoksin

Variabel Semua pasien β bloker (n Digoksin (n β bloker Tanpa β Nilai p dari 4


(n = 1,269) = 260, 20%) = 402, 32%) ditambah bloker dan kelompok
digoksin (n digoksin
= 189, 15%) (kontrol; n
= 418, 33%)
Usia (tahun) (rata-rata ± 74 ± 13 73 ± 13 76 ± 13 70 ± 13 75 ± 12 < 0.0001
SD)
Wanita 500 (39%) 104 (40%) 176 (44%) 62 (33%) 158 (38%) 0.07
Riwayat strok iskemik 54 (4%) 11 (4%) 22 (5%) 9 (5%) 12 (3%) 0.31
Penyakit arteri koroner 291 (23%) 89 (34%) 58 (14%) 57 (30%) 87 (21%) < 0.0001
Riwayat infark 174 (14%) 60 (23%) 33 (8%) 33 (17%) 48 (11%) < 0.0001
miokardium
Riwayat intervensi 87 (7%) 32 (12%) 17 (4%) 16 (8%) 22 (5%) 0.0003
koroner perkutaneus
Riwayat CABG 96 (8%) 25 (10%) 21 (5%) 18 (10%) 32 (8%) 0.12
Penyakit katup 483 (38%) 78 (30%) 172 (43%) 79 (42%) 154 (37%) 0.07
Operasi katup 111 (8%) 19 (7%) 39 (10%) 22 (12%) 31 (7%) 0.26
Pacemaker atau implan 260 (20%) 45 (17%) 72 (18%) 76 (40%) 67 (16%) < 0.0001
defibrillator kardioverter
Hipertensi 571 (45%) 139 (53%) 167 (38%) 72 (41%) 193 (46%) 0.004
Peripheral arterial disease 52 (4%) 10 (4%) 16 (4%) 4 (2%) 22 (5%) 0.86
Insufisiensi renal 118 (9%) 27 (10%) 37 (9%) 18 (10%) 36 (9%) 0.88
Diabetes mellitus 216 (17%) 38 (15%) 67 (16%) 38 (20%) 73 (17%) 0.48
Penyakit paru obstruktif 237 (19%) 34 (13%) 83 (21%) 32 (17%) 88 (21%) 0.04
kronik
Penyakit tiroid 26 (2%) 10 (4%) 6 (1%) 7 (4%) 3 (1%) 0.01
Penyalahgunaan alkohol 103 (8%) 17 (7%) 41 (10%) 20 (11%) 25 (6%) 0.06
Gagal jantung sebagai 543 (43%) 103 (40%) 181 (45%) 91 (48%) 168 (40%) 0.15
diagnosis pertama
Atrial fibrilasi sebagai 288 (23%) 56 (22%) 95 (24%) 39 (21%) 98 (24%) 0.81
diagnosis pertama
Atrial fibrilasi permanen 593 (46%) 95 (37%) 239 (59%) 95 (50%) 164 (39%) < 0.0001
Skor CHADS (2) 2.2 ± 1.0 2.2 ± 1.0 2.3 ± 1.0 2.2 ± 1.1 2.3 ± 0.9 0.02
Fraksi ejeksi ventrikel kiri 48 ± 17 48 ± 16 50 ± 15 41 ± 17 51 ± 16 < 0.0001
(n = 968)
Fraksi ejeksi ≤ 45% (n = 516 (46%) 119 (56%) 144 (49%) 122 (73%) 131 (45%) < 0.0001
968)
Pengobatan saat
pemantauan
Antikoagulasi oral 718 (57%) 148 (57%) 229 (57%) 132 (70%) 209 (50%) 0.0006
Antiplatelet 403 (32%) 99 (38%) 125 (31%) 45 (24%) 134 (32%) 0.04
ACE inhibitor atau 922 (73%) 163 (63%) 321 (80%) 166 (88%) 272 (65%) < 0.0001
angiotensin-2 bloker
Diuretik 794 (62%) 116 (45%) 293 (73%) 148 (78%) 237 (57%) < 0.0001
Antiaritmia kelas III 462 (36%) 75 (29%) 119 (35%) 66 (30%) 202 (48%) < 0.0001
Gambar 2. Kematian akibat semua penyebab pada pasien dengan fibrilasi atrium dan
gagal jantung berdasarkan terapi dengan β bloker (panel atas) atau dengan digoksin
(panel bawah) pada fibrilasi atrium tidak permanen (kiri) dan fibrilasi atrium
permanen (kanan).
Gambar 3. Kematian akibat semua penyebab pada pasien dengan fibrilasi atrium dan
gagal jantung berdasarkan terapi dengan β bloker (panel atas) atau dengan digoksin
(panel bawah) pada gagal jantung dengan fungsi sistolik menetap (kiri) dan gagal
jantung dengan penurunan fungsi sistolik (kanan).

Gambar 4. Kematian akibat semua penyebab pada pasien dengan fibrilasi atrium dan
gagal jantung berdasarkan terapi dengan β bloker (panel atas) atau dengan digoksin
(panel bawah) pada gagal jantung yang disebabkan oleh iskemik (kiri) dan gagal
jantung yang disebabkan oleh kondisi non-iskemik (kanan).

Model multivariate awal dilakukan dengan menggunakan faktor di Tabel 2 sebagai


faktor perancu. Setelah pencocokan, terapi dengan β bloker saja atau kombinasi
dengan digoksin dapat meningkatkan perbaikan kondisi pasien (masing-masing risiko
relatif = 0.618, p = 0.04 dan 0.543, p = 0.01). Teknik seleksi bertahap digunakan
untuk menentukan model akhir, yang terdiri dari empat faktor yang berhubungan
dengan mortalitas: usia tua (p < 0.001), penurunan fraksi ejeksi ventrikel kiri (p =
0.001), insufisiensi ginjal kronik (p = 0.007), dan kurangnya terapi dengan β bloker
saja atau kombinasi dengan digoksin masih memberikan hubungan yang signifikan
terhadap perbaikan kondisi pasien (risiko relatif = 0.618, p = 0.04 dan 0.543, p =
0.01) (Tabel 3).

Tabel 2. Analisis univariat prediktor mortalitas akibat semua penyebab pada pasien
dengan atrial fibrilasi dan gagal jantung

Faktor prediksi Hazard ratio (95% CI) Nilai p


Terapi dengan β bloker (vs tanpa 0.594 (0.451 – 0.782) 0.0002
β bloker)
Terapi dengan digoksin (vs tanpa 0.990 (0.769 – 1.268) 0.92
digoksin)
Terapi dengan β bloker saja (vs 0.583 (0.399 – 0.851) 0.005
kontrol)
Terapi dengan digoksin saja (vs 0.968 (0.729 – 1.302) 0.82
kontrol)
Terapi dengan β bloker dan 0.587 (0.396 – 0.870) 0.008
digoksin (vs kontrol)
Usia 1.040 (1.027 – 1.053) < 0.0001
Wanita 0.953 (0.737 – 1.233) 0.71
Riwayat strok iskemik/ TIA 1.129 (0.869 – 1.466) 0.36
Penyakit arteri koroner 1.234 (0.948 – 1.637) 0.12
Riwayat infark miokardium 1.160 (0.835 – 1.612) 0.38
Riwayat intervensi koroner 0.948 (0.600 – 1.498) 0.82
perkutaneus
Riwayat CABG 1.388 (0.936 – 2.058) 0.10
Penyakit katup 1.173 (0.909 – 1.512) 0.22
Operasi katup 0.753 (0.466 – 1.217) 0.25
Pacemaker atau ICD 0.834 (0.619 – 1.124) 0.23
Hipertensi 0.940 (0.732 – 1.207) 0.62
Peripheral artery disease 1.579 (0.937 – 2.662) 0.09
Insufisiensi renal 2.027 (1.463 – 2.808) < 0.0001
Diabetes mellitus 1.307 (0.963 – 1.776) 0.09
Penyakit pulmoner kronik 1.243 (0.569 – 2.876) 0.15
Penyakit tiroid 1.279 (0.569 – 2.876) 0.55
Penyalahgunaan alkohol 1.023 (0.654 – 1.600) 0.92
Gagal jantung sebagai diagnosis 1.511 (1.177 – 1.940) 0.001
utama
Atrial fibrilasi sebagai diagnosis 0.627 (0.444 – 0.886) 0.008
utama
Atrial fibrilasi permanen 1.140 (0.887 – 1.466) 0.31
Fraksi ejeksi ventrikel kiri 0.987 ( 0.987 – 0.996) 0.003
Skor CHADS (2) 1.218 (1.085 – 1.367) 0.0008
Antikoagulasi oral 0.376 (0.224 – 0.630) < 0.0001
Terapi dengan ACE-I/ A2- bloker 1.036 (0.805 – 1.334) 0.78
Terapi dengan diuretik 1.643 (1.247 – 2.165) 0.0004
Terapi dengan antiaritmia kelas 0.955 (0.738 – 1.236) 0.73
III

Tabel 3. Analisis multivariate dengan prediktor mortalitas pada pasien dengan atrial
fibrilasi dan gagal jantung
Faktor prediksi Hazard ratio (95% CI) Nilai p
Penentuan 25 variabel dari Tabel 3
Terapi dengan β bloker (vs tanpa 0.601 (0.429 – 0.842) 0.002
β bloker)
Terapi dengan digoksin (vs tanpa 0.904 (0.659 – 1.241) 0.53
digoksin)
Terapi dengan β bloker saja (vs 0.618 (0.388 – 0.984) 0.04
kontrol)
Terapi dengan digoksin saja (vs 0.926 (0.641 – 1.339) 0.68
kontrol)
Terapi dengan β bloker dan 0.543 (0.335 – 0.880) 0.01
digoksin (vs kontrol)
Cox proportional hazard model
Usia 1.046 (1.030 – 1.062) < 0.0001
Fraksi ejeksi ventrikel kiri 0.982 (0.973 – 0.991) 0.0001
Insufisiensi renal 1.679 (1.153 – 2.445) 0.007
Terapi dengan β bloker saja (vs 0.634 (0.405 – 0.993) 0.04
kontrol)
Terapi dengan digoksin saja (vs 1.005 (0.707 – 1.428) 0.98
kontrol)
Terapi dengan β bloker dan 0.576 (0.362 – 0.917) 0.02
digoksin (vs kontrol)

Diskusi
Pada salah satu penelitian terhadap pasien dengan atrial fibrilasi dan gagal jantung,
kami menemukan bahwa β bloker saja dan kombinasi β bloker dengan digoksin dapat
menurunkan risiko kematian, sedangkan terapi dengan digoksin saja tidak
memberikan keuntungan, hasil yang sama ditemukan pada pasien tanpa terapi
kontrol. Hasil yang sama didapatkan ketika dipisahkan antara pasien atrial fibrilasi
permanen atau tidak permanen, adanya hubungan dengan penyakit arteri koroner, dan
gagal jantung dengan fungsi sistolik yang menurun atau menetap. Pada kondisi ini,
kemungkinan gagal jantung merupakan kondisi sementara akibat atrial fibrilasi
paroksismal, dan hanya sedikit data yang tersedia mengenai prognosis dan efek
jangka panjang terapi pada pasien tersebut.
Dari semua pasien yang memiliki atrial fibrilasi dan gagal jantung, hanya sedikit
penilitan yang menguji penambahan β bloker terhadap digoksin, atau sebaliknya.
Pedoman penanganan atrial fibrilasi terbaru dan pedoman penanganan gagal jantung
merekomendasikan β bloker pada atrial fibrilasi kronik untuk mengendalikan laju
jantung.12-14 Berdasarkan kriteria dari penelitian Atrial Fibrillation Follow-up
Investigation of Rhythm Management (AFFIRM),15 β bloker merupakan agen yang
paling efektif, tetapi perbedaan keuntungan pada pasien dengan atau tanpa gagal
jantung belum diketahui dengan pasti.5 Selain itu, belum diketahui dengan pasti
apakah semua β bloker memberikan keuntungan yang sama pada pasien dengan atrial
fibrilasi dan gagal jantung, sebagian besar mendapatkan terapi digoksin. Analisis
retrospektif dari US Carvedilol Heart Failure Trials Program3 menemukan 136 pasien
(12% dari populasi pasien penelitian) memiliki gagal jantung dan atrial fibrilasi saat
uji saring. Penurunan kematian atau perawatan rumah sakit akibat gagal jantung
masih diobservasi. Pada penelitian MERIT-HF,16 556 pasien (14%) mengalami atrial
fibrilasi. Metoprolol tidak memiliki efek pada mortalitas total atau mortalitas
kardiovaskuler pada kelompok ini. Analisis dari penelitian CIBIS-II17 menunjukan
bahwa bisoprolol tidak memiliki efek terhadap mortalitas pasien dengan gagal
jantung NYHA kelas III-IV, fraksi ejeksi < 35%, dan atrial fibrilasi. Semua pasien
dalam penelitian teracak ini memiliki disfungsi sistolik. Kami menemukan dari
semua pasien dengan semua jenis atrial fibrilasi dan gagal jantung pada penelitian ini
bahwa terapi dengan β bloker dapat menurunkan mortalitas sebesar 40%, hasil yang
sama didapatkan dari uji kontrol teracak dengan pemberian β bloker pada gagal
jantung sistolik.18
Penggunaan digoksin untuk mengendalikan laju jantung saat istirahat pada pasien
dengan gagal jantung dan atrial fibriasi direkomendasikan, berdasarkan pedoman
terbaru.12-14 Digoksin dapat membantu mengendalikan laju jantung pada pasien
dengan gagal jantung dan atrial fibrilasi dan dapat mencegah penurunan tekanan
darah yang diinduksi oleh dosis tinggi β bloker, yang mungkin dapat membahayakan
pasien. Digoksin kurang efektif dalam mengendalikan kerja ventrikel saat beraktivitas
atau peningkatan aktivitas simpatis.19 Penelitian yang lebih kecil11 pada pasien
dengan gagal jantung dan atrial fibrilasi menunjukan kombinasi digoksin dan
carvedilol dapat mengurangi gejala, memperbaiki fungsi ventrikel dan gejala, dan
dapat mengendalikan laju ventrikel lebih baik dibandingkan dengan obat tunggal.
Pemantauan hanya dilakukan dalam waktu singkat, sehingga mortalitas pasien tidak
diteliti. Kerja digoksin pada mortalitas pasien dengan atrial fibrilasi dan gagal jantung
masih belum diketahui.19-22 Digoksin tidak menurunkan mortalitas pasien dengan
irama sinus dan membahayakan pasien wanita.6,22 Sebuah alasan mendukung
pemberian digoksin pada pasien dengan atrial fibrilasi dan gagal jantung akan
memberikan keuntungan, dengan menganggap bahwa pengendalian laju ventrikel
dapat dicapai dengan fungsi digoksin lainnya. Kami menemukan bahwa terapi dengan
digoksin tidak meningkatkan mortalitas dibandingkan dengan kelompok kontrol.
Digoksin tidak mengganggu kerja dari β bloker – risiko relatif kematian hampir sama
antara pasien yang diterapi dengan β bloker ditambah digoksin dan pasien yang
mendapatkan β bloker saja. Fakta bahwa atrial fibrilasi dapat bersifat permanen atau
tidak permanen atau bahwa gagal jantung dapat berhubungan atau tidak dengan
penurunan fungsi sistolik tidak mengubah hasil tersebut.
Dari semua penelitian pada atrial fibrilasi yang menguji keuntungan kontrol irama
dengan kontrol laju jantung, tidak ada penelitian yang menjelaskan salah satu strategi
lebih baik dari strategi lain dalam memperbaiki gejala, menurunkan strok, atau
perbaikan kondisi pasien, terutama untuk pasien dengan atrial fibrilasi dan gagal
jantung.23-26 Terapi optimal gagal jantung dengan kontrol laju ventrikel dan
antikoagulasi merupakan strategi yang tepat pada populasi ini hingga salah satu
kelompok menunjukan keuntungan yang lebih besar dari strategi kontrol irama atau
strategi yang lebih efektif dan lebih aman dalam mempertahankan irama sinus. Tidak
ada parameter kontrol laju jantung yang diukur pada penelitian ini, dan kami tidak
mengetahui apakah obat yang diberikan pada pasien kami memberikan keuntungan
untuk gagal jantung atau pengendalian laju jantung pada atrial fibrilasi.
Penelitian kami didasari pada metode observasional; penelitian ini bukan uji teracak.
Data dikumpulkan sehingga waktu yang dibutuhkan untuk menilai efek obat terbatas.
Meskipun kami menetapkan beberapa variabel yang berbeda, tetapi beberapa faktor
perancu dapat memengaruhi perbedaan antara pasien yang mendapatkan β bloker
dan/atau digoksin. Hanya sepertiga dari semua pasien mendapatkan β bloker, hampir
setengah dari semua pasien memiliki gangguan fungsi ventrikel kiri. Hampir setengah
dari kelompok yang tidak mendapatkan terapi mengkonsumsi obat antiaritmia, hal ini
dapat memengaruhi hasil luaran penelitian. Selain itu, beberapa kelompok pasien juga
mengkonsumsi obat antikoagulan, sehingga memungkinkan adanya hasil yang lebih
baik pada beberapa kelompok. Karakteristik dasar hampir sama antara pasien yang
mendapatkan terapi dalam empat kelompok penelitian. Kami tidak dapat meniadakan
bias selektif dalam penggunaan β bloker atau digoksin pada pasien dengan risiko
rendah, tetapi karakteristik dasar menunjukan hal sebaliknya. Karakteristik yang
merugikan lebih banyak pada pasien yang mendapatkan terapi, terutama pasien yang
mendapatkan β bloker dan digoksin, dibandingkan dengan kelompok kontrol yang
tidak diterapi dengan β bloker ataupun digoksin, temuan ini dapat menegaskan atau
melemahkan keuntungan yang didapatkan dari terapi farmakologi.

Penelitian lain yang mirip dengan penelitian ini dengan pemantauan jangka panjang
memiliki risiko perubahan terapi saat pemantauan, faktor tersebut tidak dapat
dihindari pada analisis multivariable. Kekurangan lain adalah kami tidak dapat
mengakses data kematian yang terjadi di luar daerah penelitian atau di rumah.
Kematian pada gagal jantung sering terjadi di rumah sakit.27 Jika pasien pindah dari
daerah dan/atau meninggal, informasi mengenai kematian tersebut tidak dapat kami
akses. Ada kemungkinan bahwa pasien usia lanjut atau pasien dengan penyakit berat
tidak bisa mengakses rumah sakit. Tingginya angka kejadian pada penelitian ini
menunjukan tingginya kematian dalam penelitian ini.

Data ini dapat dilaporkan sebagai data tidak teracak dari penelitian kohort besar, dan
data ini dapat melengkapi data dari penelitian klini teracak. Uji kontrol acak besar
yang menjelaskan mengenai beberapa masalah yang dijelaskan dalam penelitian ini
tidak akan ditampilkan segera. Penelitian observasional seperti penelitian kami dapat
memberikan keuntungan karena menjelaskan beberapa pilihan terapi dalam praktik
klinis.

You might also like