You are on page 1of 12

BAB I

LAPORAN PENDAHULUAN

A. Konsep Dasar Aktivitas


Aktivitas tubuh merupakan kegiatan atau kerja yang dilakukan oleh
bagian-bagian tubuh. Umumnya tingkat kesehatan seseorang dinilai dari
kemampuan orang tersebut untuk melakukan aktivitas sehari-hari, misalnya
terdiri, berjalan, bekerja, makan, dan minum. Dengan beraktivitas, sistem
organ di dalam tubuh dapat meningkat.
Kemampun beraktivitas merupakan kebutuhan dasar yang diharapkan oleh
setiap manusia. Oleh sebab itu, gangguandalam kemampuan beraktivitas dapat
mempengaruhi harga diri dan citra tubuh seseorang.

B. Sistem Tubuh yang Berperan dalam Kemampuan Beraktivitas


Kemampuan beraktivitas secara umum berhubungan dengan sistem
musuloskeletal dan sistem saraf di dalam tubuh.
1. Sistem Muskuloskeletal
Sistem musculoskeletal terdiri atas tulang, otot, dan sendi. Kerja sama
antara ketiganya menyebabkan tubuh dapat bergerak dan beraktivitas.
a. Tulang
Tulang merupakan organ yang memiliki banyak fungsi. Beberapa
tulang akan terangkai dengan tulang yang lain sehingga membentuk
rangka.
Fungsi tulang dan rangka bagi tubuh antara lain :
1) Menyongkong atau mendukung jaringan tubuh.
2) Memberi bentuk tubuh.
3) Melindungi bagian-bagian tubuh yang lunak, misalnya otak,
paru-paru dan hari
4) Sebagai tempat melekat otot dan tendon
5) Segai tempat menyimpan mineral.
6) Berperan dalam proses produksi sel darah (hematopoiesis)

1
Berdasarkan bentuknya, tulang dapat dibagi menjadi tulang
pipa,(tulang panjang) seperti femur dan tibia, tulang pipih seperti
tulang rusuk dan tulang dada.

b. Otot
Bagian tubuh yang berperan sebagai alat gerak aktif adalah otot.
Otot dapat berkontraksi dan relaksasi sehingga memungkinkan tubuh
bergerak sesuai dengan keinginan. Otot dihubungkan dengan tulang
melalui tendon yang trsusun oaleh jaringan ikat. Tendon yang melekat
pada tulang yang tidak berubah kedudukannya ketika otot berkontaksi
disebut origoro dan tendon.
c. Ligamen
Ligamen merupakan bagian yang menghubungkan tulang dengan
tulang. Contoh ligament adalah ligament yang terdapat pada lutut.
Ligament ini berfungsi sebagai struktur yang menjaga kestabilan.
d. Sendi
Sendi atau artikulasi merupakan tempat pertemuan antara dua atau
lebih ujung tulang dalam kerangka. Struktur ini memungkinkan
gerakan antar segmen dan berbagai derajat pertumbuhan tulang.
Berdasarkan sifat geraknya, sendi dapat dibedakan menjadi sendi
mati, sendi kaku, dan sendi gerak. Contohnya adalah sendi yang
menghubungkan tulang-tulang tengkorak. Pada bentuk dan arah
geraknya, sendi gerak dapat dibedakan menjadi sendi pelana (
misalnya persendian pada ibu jari ), sendi peluru ( misalnya persendian
antara pangkal paha dan panggul ), sendi engsel ( misalnya persendian
pada siku dan lutut ), sendi putar ( misalnya persendian antara tulang
tengkorak dan tulang atlas ).
e. Sistem Syaraf
Sistem saraf merupakan sistem yang berfungsi mengatur kerja alat
tubuh, salah satunya adalah alat-alat tubuh terdapat pada sistem
musculoskeletal yang berperan dalam kebutuhan aktivitas.
Sistem saraf terdiri atas sel saraf. Sel saraf merupakan sel yang
peka terhadap rangsang dan mampu menghantarkan rangsang dari

2
bagian tubuh yang atu bagian tubuh yang lain. Secara umum sel saraf
dapat dibagi menjadi tiga jenis, yaitu sel saraf sensorik, sel saraf
motoric, dan sel saarf kenektor. Sel saraf sensorik ( aferen ) berfungsi
menghantarkan implus saraf dari indra ke otak atau medulla spinalis.
Sel saraf motoric ( eferen )berfungsi menyampaikan implus dari otak
atau medulla spinalis ke efektor, yaitu otot atau kelenjar tubuh.

C. Mobilitas dan Imobilitas


1. Pengertian Mobilitas
Moblitas merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak secara
bebas, mudah, dan teratur sehingga dapat beraktivitas untuk memenuhi
kebutuhan hidup sehat. Mobilitas dibutuhkan untuk meningkatkan
kemandirian diri, meningkatkan kesehatan, memperlambat proses penyakit
degenerative), dan untuk aktualisasi diri.
2. Jenis Mobilitas
a. Mobilitas Penuh
Mobilitas penuh merupakan kemampuan sesorang untuk bergerak
secara penuh dan bebas sehingga dapat melakukan interaksi social dan
menjalankan peran sehari-hari. Mobilitas penuh ini dipengaruhi oleh
saraf motoric volunter dan sensorik untuk mengendalikan selurub area
tubuh.
b. Mobilitas Sebagian
Mobilitas sebagian merupakan keadaan ketika gerakan sesorang
memiliki batasan yang jelas. Coontohnya pada kasus cidera, patah
tulang, dan paraplegi. Mobilitas sebagian dapat dibagi menjadi dua
jenis, yaitu sebagi berikut:
1) Mobulitas sebagian temperator
2) Mobilitas sebagian permanen
3. Faktor yang Mempengaruhi Mobilitas
Mobilitas seseorang dipengaruhi oleh beberapa fakor, antara lain adalah
sebagai berikut.
a. Gaya hidup dan kebiasaan

3
b. Keadaan sakit atau cidera
c. Tingkat energy
d. Usia dan status perkembangan
4. Pengertian Imobilitas
Imobilitas merupakan keadaan ketika seseorang tidak dapat bergerak
dengan bebas karena kondisi yang mengganggu pergerakan. Imobilitas
dapat terjadi karena berbagai hal, misalnya trauma belakang, cidera otot
berat, fraktur pada ekstermitas, dan kelainan saraf
5. Jenis Imobilitas
a. Imobilitas fisik
Imobilitas fisik merupakan imobilitas yang disebabkan oleh
keterbatasan fisik. Hal ini disebabkan oleh faktor lingkungan atau
kondisi orang tersebut. Contohnya adalah pasien dengan hemiglegia
yang tidak mampu mempertahankan tekanan di daerah paralisis
sehingga tidak dapat mengubah posisi tubuhnya untuk mengurangi
tekanan.
b. Imobilitas intelektual
Pengetahuan atau daya piker, misalnya pada kasus pasien yang
menderita kerusakan.
c. Imobilitas Emosional
Imobilitas emosional merupakan imobilitas yang disebabkan oleh
perubahan mendadak dalam menyesuaikan diri, misalnya pada pasien
yang stress karena kehilangan salah satu ekstermitasnya atau
kehilangan sesuatu atau seseorang yang dicintai.
d. Imobilitas Social
Imobilitas social merupakan imobilitas ketika seseorang
mengalami hambatan dalam melakukan interaksi social sehingga
mempengaruhi perannya dalam kehidupan social. Contohnya hambatan
itu adalah penyakit yang diderita oleh orang tersebut.
6. Dampak Imobilitas

4
Imobilitas dapat menyebabkan perubahan baik dalam segi fiisik
maupun psikologis. Contoh dampak imobilitas terhadap sesorang adalah
sebagai berikut.
a. Dmpak terhadap perilaku
b. Dampak terhadap sistem musculoskeletal
c. Dampak pada sistem perkemihan
d. Dampak pada sistem respirasi
e. Dampak pada sistem kardiovaskuler
f. Dampak pada sistem gastrointestinal
g. Dampak pada sistem integument
h. Dampak pada metabolism
D. BATASAN KARAKTERISTIK
1. Intoleransi aktivitas
- Respon tekanan darah abnormal terhadap aktivitas
- Respon frekuensi jantung abnormal terhadap aktivitas
- Perubahan elektrokardiogram (EKG)
- Ketidaknyamanan setelah beraktivitas
- Dispnea setelah beraktivitas
- Keletihan
- Kelemahan umum
2. Ketidakefektifan pola nafas
- Pola nafas abnormal
- Perubahan ekskursi dada
- Bradipnea
- Penurunana tekanan ekspirasi
- Penurunan tekanan inspirasi
- Penurunan ventilasi semenit
- Penurnan kapasitas vital
- Dispnea
- Peningkatan diameter anterior posterior
- Pernafasan cuping hidung
- Ortopnea

5
- Fase ekspirasi memanjang
- Pernafasan bibir
- Takipnea
- Penggunaan otot bantu pernafasan
- Penggunaan posisitiga titik

BAB II
LAPORAN KASUS

A. Definisi
Efusi pleura adalah pengumpulan cairan dalam ruang pleura yang terletak
diantara permukaan visceral dan parietal, proses penyakit primer jarang terjadi
tetapi biasanya merupakan penyakit lain. Secara normal, ruang pleura

6
mengandung sejumlah kecil cairan (5 sampai 15 ml) berfungsi sebagai pelumas
yang memungkinkan permukaan pleura pleural bergerak tanpa adanya friksi
(Smeltzer C Surzanne).
Efusi pleura adalah istilah yang digunakan bagi penimbunan cairan dalam
rongga pleura (Price & Willson, 2006).
Efusi pleura dibagi menjadi 2 yaitu: (Morton, 2012).
1. Efusi pleura transudat
Merupakan ultrafiltrat plasma, yang menandakan bahwa membran pleura
tidak terkena penyakit. Akumulasi cairan disebabkan oleh faktor sistemik
yang mempengaruhi produksi dan absorbsi cairan pleura seperti (gagal
jantung kongesif, atelektasis, sirosis, sindron nefrotik, dan dialysis
peritonium).
2. Efusi pleura eksudat
Ini terjadi akibat kebocoran cairan melewati pembuluh kapiler yang rusak
dan masuk kedalam paru yang dilapisi pleura tersebut atau kedalam paru
terdekat. Kriteria efusi pleura eksudat:
a. Rasio cairan pleura dengan protein serum lebih dari 0,5
b. Rasio cairan pleura dengan dehidrogenase laktat (LDH) lebih dari 0,6
c. LDH cairan pleura dua pertiga atas batas normal LDH serum

Penyebab efusi pleura eksudat seperti pneumonia, empiema, penyakit


metastasis (mis, kanker paru, payudara, lambung atau ovarium),
hemotorak, infark paru, keganasan rupture aneurisma aorta.

B. Etiologi
Efusi pleura adalah akumulasi cairan pleura akibat peningkatan kecepatan
produksi cairan, penrunan kecepatan pengeluaran cairan atau keduanya, ini
disebabkan oleh satu dari lima mekanisme berikut: (Morton, 2012).
1. Peningkatan tekana pada kapiler subpleura atau limfatik
2. Peningkatan permeabilitas kapiler

7
3. Penurunan tekanan osmotik koloid darah
4. Peningkatan tekanan negative intra pleura
5. Kerusakan drainase limfatik ruang pleura

a. Penyebab efusi pleura kategori infeksi:


1. Tuberculosis
2. Pneumonitis
3. Abses paru
4. Perforasi esofagus
5. Abses subfrenik
b. Penyebab efusi pleura non infeksi:
1. Karsinoma paru
2. Karsinoma pleura: primer, sekunder
3. Karsinoma mediastinum
4. Tumor ovarium
5. Bendungan jantung: gagal jantung, perikarditis konstriktiva
6. Gagal hati
7. Gagal ginjal
8. Hipotiroidisme
9. Kilotoraks
10. Emboli paru

C. Manifestasi Klinis
1. Adanya timbunan cairan mengakibatkan perasaan sakit karena pergesekan,
setelah cairan cukup banyak rasa sakit hilang. Bila cairan banyak, penderita
akan sesak nafas.
2. Adanya gejala penyakit penyebab seperti demam, menggigil, dan nyeri
dada pleuritis (pneumonia), panas tinggi (kokus), subfebril (tuberkulosisi),
benyak keringat, batuk banyak riak.
3. Deviasi trakea menjauhi tempat yang sakit dapat terjadi jika terjadi
penumpukan cairan pleural yang signifikan.

8
4. Pemeriksaan fisik dalam keadaan berbaring dan duduk akan berlainan,
karena cairan akan berpindah tempat. Bagian yang sakit akan kurang
bergerak dalam pernapasan, fremitus melemah (raba dan vokal), pada
perkusi didapati daerah pekak, dalam keadaan duduk permukaan cairan
membentuk garis melengkung (garis Ellis Domiseu).
5. Didapati segitiga garland, yaitu daerah yang pada perkusi redup timpani
dibagian atas garis Ellis Domiseu. Segitiga Grocco-Rochfusz, yaitu daerah
pekak karena cairan mendorong mediastinum kesisi lain, pada auskultasi
daerah ini didapati vesikuler melemah dengan ronki.
6. Pada permulaan dan akhir penyakit terdengar krepitasi pleura

D. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan radiologik (rontgen dada), pada permulaan didapati
menghilangnya sudut kostofrenik. Bila cairan lebih 300 ml, akan tampak
cairan dengan permukaan melengkung. Mungkin terdapat pergeseran di
mediastinum.
2. Ultrasonografi
3. Torakosentesis/ pungsi pleura untuk mengetahui kejernihan, warna, biakan
tampilan, sitologi, berat jenis. Fungsi pleura diantara linea aksilaris anterior
dan posterior, pada sela iga ke-8. Didapati cairan yang mungkin serosa
(serotorak), berdarah (hemotoraks), pus (piotoraks), atau kilus (kilotoraks).
Bila cairan serosa mungkin berupa transudat (hasil bendungan) atau
eksudat 9hasil radang).
4. Cairan pleural dianalisis dengan kultur bakteri, pewarnaan gram, basil
tahan asam (untuk TBC), hitung sel darah merah dan putih, pemeriksaan
kimiawi (glukosa, amylase, laktat dehidrogenase (LDH), protein), analisis
sitologi untuk sel-sel malignan dan pH.
5. Biopsi pleura mungkin juga dilakukan

E. Penatalaksanaan
1. Tirah baring

9
Tirah baring bertujuan untuk menurunkan kebutuhan oksigen karena
peningkatan aktivitas akan meningkatkan kebutuhan oksigen sehingga
dispnea akan semakin meningkat pula.
2. Thorakosintesis
Drainase cairan jika efusi pleura menimbulkan gejala subjektif seperti
nyeri, dispnea, dan lain-lain. Cairan efusi sebanyak 1-1,5 liter perlu
dikeluarkan segera untuk mencegah meningkatnya edema paru. Jika jumlah
cairan efusi lebih banyak maka pengeluaran cairan berikutnya baru dapat
dilakukan 1 jam kemudian.
3. Antibiotik
Pemberian antibiotik dilakukan apabila terbukti terdapat adanya infeksi.
Antibiotik diberikan sesuai dengan hasil kultur kuman.
4. Pleurodesis
Pada efusi karena keganasan dan efusi rekulen lain, diberikan obat
(tetrasiklin, kalk, dan biomisin) melalui selang interkostalis untuk
melekatkan kedua lapisan pleura dan mencegah cairan terakumulasi
kembali.

F. Masalah yang Lazim Muncul


1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang berhubungan dengan
menurunnya ekspansi paru sekunder terhadap penumpukan cairan dalam
rongga pleura
2. Gangguan pertukaran gas yang berhubungan dengan penurunan
kemampuan ekspansi paru sekunder terhadap penumpukan cairan dalam
rongga pleura
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan
dengan peningkatan metabolisme tubeh, penurunan nafsu makan akibat
sesak nafas sekunder terhadap penekanan struktur abdomen
4. Ketidakefektifan pola nafas yang berhubungan dengan penurunan ekspansi
paru sekunder terhadap penumpukan cairan dalam rongga pleura
5. Nyeri akut yang berhubungan dengan proses tindakan drainase

10
6. Gangguan rasa nyaman yang berhubungan dengan batuk yang menetap dan
sesak nafas serta perubahan suasana lingkungan
7. Risiko infeksi yang berhubungan dengan tindakan drainase (luka
pemasangan WSD)
8. Intoleransi aktivitas yang berhubungan dengan ketidakseimbangan antara
suplai oksigen dengan kebutuhan, dyspnea setelah beraktivitas
9. Defisit perawatan diri yang berhubungan dengan kelemahan fisik

G. Discharge Planning
1. Kebutuhan nutrisi terpenuhi
2. Kebutuhan istirahat terpenuhi. Pasien beristirahat atau tidur dalam waktu 3-
8 jam per hari
3. Anjurkan jika mengalami gejala-gejala gangguan pernafasan seperti sesak
napas, nyeri dada segera ke dokter atau perawat yang merawatnya
4. Menerima keadaan sehingga tidak terjadi kecemasan
5. Tidak melakukan kebiasaan yang tidak menguntungkan bagi kesehatan
seperti merokok, minum minuman beralkohol
6. Menjaga kebersihan luka post WSD
7. Menjaga kebersihan ruang tempat tidur

H. Pathway

11
12

You might also like