You are on page 1of 21

LAPORAN PRAKTIKUM

IRITABILITAS OTOT DAN SARAF

PENGAMATAN SEL KELAMIN


Untuk Memenuhi Tugas Matkuliah
Fisiologi Hewan
Yang dibina oleh Dr. H. Abdul Gofur, M.Si.

Diusun oleh:
Erma Wahyu Safira Nastiti (170341615078)
Karin Anindita Widya Pitaloka (170341615097)
Karlina Syabania (170341615099)
Maya Andya Garini (170341615032)
Serly Herlina (170341615084)
Yayuk Sari Agustina (170341615117)

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PEGETAHUAN ALAM
JURUSAN BIOLOGI
2018
TUJUAN
Praktikum ini bertujuan agar mahasiswa .
1. Mengetahui sifat iritabilitas otot dan saraf sebelum saraf diputus dari medula spinalis
2. Mengetahui sifat iritabilitas otot dan saraf setelah saraf diputus dari medula spinalis

DASAR TEORI

Pada dasarnya semua sel memiliki sifat iritabilitas, artinya sel dapat menanggapi (merespon)
rangsangan yang sampai kepadanya. Sifat tersebut tampak masih sangat menonjol pada sel otot
dan sel saraf. Sel otot akan menunjukkan respon apabila padanya diberikan rangsangan lewat saraf
atau langsung pada otot. Respon yang ditunjukkan oleh sel otot umumnya berupa kontraksi otot,
sedangkan respon yang pada sel saraf tidak dapat diamati, sebab berupa proses pembentukan
potensial aksi yang kemudian dirambatkan berupa impuls. Adanya respon sel saraf hanya dapat
diamati pada efektornya (Campbell, 2004).

Sistem syaraf adalah sebuah sistem organ yang mengandung jaringan sel-sel khusus yang
disebut neuron yang mengkoordinasikan tindakan binatang dan mengirimkan sinyal antara
berbagai bagian tubuhnya. Pada kebanyakan hewan sistem saraf terdiri dari dua bagian, pusat dan
perifer. Sistem saraf pusat terdiri dari otak dan sumsum tulang belakang. Sistem saraf perifer terdiri
dari neuron sensorik, kelompok neuron yang disebut ganglia, dan saraf menghubungkan mereka
satu sama lain dan sistem saraf pusat. Daerah ini semua saling berhubungan melalui jalur saraf
yang kompleks (Kimbal, 1983).

Otot merupakan alat gerak aktif karena memiliki kemampuan berkontraksi. otot memendek
jika sedang berkontraksi dan memanjang jika berelaksasi. Kontraksi otot terjadi jika otot sedang
melakukan kegiatan, sedangkan relaksasi otot terjadi jika otot sedang beristirahat.

Ada 4 sifat jaringan otot yaitu :


 Kemampuan menegang, apabila otot mendapat rangsangan maka otot akan menegang atau
otot akan memendek . Pemendekan bisa mencapai 1/6 panjang semula bahkan pada otot
rangka mencapai 1/10 panjang semula
 Kemampuan memanjang
 Elastisitas atau kekenyalan. Setelah mengalami pemanjangan atau pengembangan, otot
dapat kembali pada bentuk dan ukuran semula
 Peka terhadap rangsangan (iritabilitas), otot mampu mengadakan tanggapan (respon)
apabila otot dirangsang.
Semua fungsi dalam tubuh organisme diatur secara teliti, dikoordinasikan dengan berbagai
fungsi organ lainnya dan diintegrasikan sesuai dengan keinginan seluruh tubuh. Baik sistem saraf
maupun endokrin mengontrol berbagai proses dalam tubuh. Jika fungsi organ dalam tubuh
diperiksa akan dijumpai berbagai proses pengaturan yang bervariasi. Bila respons yang cepat
diperlukan, misalnya stimulasi otot rangka mata, saraf diperlukan karena derajat konduksi yang
cepat. Impuls saraf bisa berpindah dengan kecepatan beberapa ratus kali/detik, jadi hanya beberapa
milidetik diperlukan sebelum timbulnya efek.

Jaringan saraf mengintegrasikan dan mengkoordinasikan fungsi-fungsi jaringan lain dalam


tubuh. Jaringan saraf terdiri atas macam-macam jenis sel neuron dan sel glia yang berasal dari
neuroepitel embrional. Sistem saraf sebenarnya dua sistem yang struktur dan fungsi saling
berhubungan. Sistem saraf pusat (SSP) yang mencakup otak dan medula spinalis, dan sistem saraf
tepi (SST), yang mencakup saraf dan ganglion yang terbesar diseluruh bagian tepi tubuh. Neuron
merupakan dasar unsur sel sistem saraf. Struktur neuron sangat bervariasi. Sel glia seperti glia
seperti astrosit dan sel Schwann, melakukan fungsi tambahan yang tidak berkaitan dengan
komunikasi. Sinapsis adalah tempat hubungan anatomik dan fungsional antarneuron ( Johnson,
Kurt E. , 1994).

Pada dasarnya semua sel memiliki sifat iritabilitas , artinya sel dapat menanggapi (merespon)
rangsangan yang sampai kepadanya. Sifat tersebut tampak masih sangat menonjol pada sel otot
dan sel saraf. Sel otot akan menunjukkan respon apabila padanya diberi rangsangan lewat saraf
atau langsung pada otot. Respon yang ditunjukkan oleh sel otot umumnya berupa kontraksi otot,
sedangkan respon yang pada sel saraf tidak dapat diamati, sebab berupa proses pembentukan
potensial aksi yang kemudian dirambatkan berupa impuls. Adanya respon sel saraf hanya dapat
diamati pada efektornya.

Lintasan impuls saraf dari reseptor sampai efektor disebut lengkung refleks. Apabila suatu
saraf diberi rangsangan , maka sel saraf akan merespon yaitu mengubah energi rangsangan menjadi
energi elektrokimia impuls saraf yang akan dirambatkan sepanjang serabut saraf. Rambatan
impuls saraf ini tidak dapat diamati dengan mata seperti kontraksi otot (Nukmal, Nismah, 2012).

Pada tiap segmen tubuh vertebrata terdapat pasang saraf perifer. Pada sebagian besar saraf
spinal, neuron aferen dan eferen terletak berdekatan, tetapi dekat sumsum tulang belakang saraf
itu terbagi menjadi akar dorsal dan akar ventral, dan neuronnya terpisah. Dalam akar neuron dorsal
terdapat neuron aferen dan mempunyai suatu pembesaran yaitu ganglion akar dorsal, yang
mengandung badan-badan selnya sendiri. Saraf dari hidung, mata, dan telinga berkembang dengan
indera perasa khusus. Saraf-saraf ini seluruhnya terdiri atas serabut aferen , kecuali beberapa
neuron eferen dalam saraf mata dan vestibulokoklear (pendengar) yang menjulur ke organ indera
dan dapat mengatur aktivitasnya. Saraf kranial selebihnya mengandung sejumlah besar serabut
aferen, dan eferen yang dianggap secara serial homolog dengan akar yang terpisah dari saraf spinal
vertebrata. Lokasi badan sel saraf kranial dan ujung akhirnya di dalam otak mengikuti pola yang
telah diutarakan pada neuron spinal (Villee, Claude A. dkk, 1984).

Saraf spinal timbul dari saraf tunjang sebagai sebuah akar dorsal dan akar ventral yang
kemudian bersatu membangun saraf spinal.Pada akar dorsal terdapat ganglion spinal dan akar
dorsal ini terutama sensoris., sedangkan akar ventral motoris. Tidak jauh sesudah munculnya
kanalis vertebralis, setiap saraf spinal sekurang-kurangnya akan pecah menjadi dua cabang.
Sebuah ramus dorsal mensuplai otot epaksial dan kulit punggung. Sistem saraf otonom merupakan
bagian dari sistem saraf periferi yang mengontrol aktivitas lingkungan dalam yang biasanya
involuntary, seperti denyutan jantung, gerakan peristaltik dan berkeringat. Dibangun oleh neuron
motoris yang menuju otot polos di organ-organ interna. Sistem saraf otonom terdiri atas neuron
preganglionik yang meninggalkan sistem saraf pusat melalui akar ventral dari saraf segmental
sebelum mengadakan sinapsis dengan neuron postganglionik yang menuju ke efektornya.
Terdapat 2 bagian dari sistem saraf otonom yaitu sistem saraf simpatis dan sistem saraf
parasimpatis (Nurcahyani,Nuning, 2005).

Serebelum berkembang dari bagian metensefalon. Fungsi primernya adalah


mengkoordinasikan pergerakan. Serebelum menerima informasi sensoris mengenai posisi
persendian dan panjang otot, juga informasi dan sistem audiotoris (pendenganran) dan visual
(penglihatan). Serebelum juga menerima input dari jalur motoris, yang memberitahunya tindakan
mana yang diperintahkan oleh serebrum. Serebelum menggunakan informasi ini untuk
menghasilkan koordinasi otomatis atas pergerakan dan kesetimbangan. Jika salah satu bagian
tubuh digerakkan , serebelum akan mengkoordinasikan bagian tubuh lainnya untuk pergerakan
yang mulus dan pemeliharaan keseimbangan. Serebelum juga memainkan peranan dalam
pembelajaran dan pengingatan respon motoris. Koordinasi tangan-mata merupakan salah satu
contoh fungsi serebelum. Jika serebelum rusak, mata dapat mengikuti objek yang bergerak, akan
tetapi mata tidak akan berhenti bergerak pada tempat yang sama ketika objek tersebut berhenti .

Serebrum, pusat integratif yang paling kompleks di SSP, berkembang dari telensefalon
embrionik. Serebrum dibagi menjadi belahan serebral. Masing-masing belahan terdiri atas penutup
bagian luar yang terbuat dari bahan abu-abu, yang disebut korteks serebral, bahan putih di bagian
dalam, dan kelompok nukleus yang berada di dalam bahan putih, yang disebut nukleus nasal juga
disebut ganglia basal adalah pusat yang penting untuk koordinasi motoris dan bertindak sebagai
saklar untuk impuls dari sistem motoris lain. Jika nukleus basal rusak, seseorang bisa menjadi pasif
dan tidak mampu bergerak karena nukleus itu tidak lagi mengirimkan impuls motoris ke otot
(Cambell,2004).

Refleks adalah suatu respon organ efektor (otot ataupun kelenjar) yang bersifat otomatis atau
tanpa sadar, terhadap suatu stimulus tertentu. Respon tersebut melibatkan suatu rantai yang terdiri
atas sekurang-kurangnya 2 neuron, membentuk suatu busur refleks. Dua neutron aferen, sensoris,
atau reseptor, dan neuron eferen, motoris , atau efektor. Umumnya satu atau lebih neuron
penghubung (interneuron) terletak di antara neuron reseptor dan neuron efektor. Meskipun refleks
dapat melibatkan berbagai bagian otak dan sistem saraf otonom, refleks yang paling sederhana
adalah refleks spinal. Suatu refleks spinal yang khas adalah refleks rentang yang digambarkan
dengan refleks pemukulan ligamentum patela (suatu tendon) , sehingga menyebabkan otot lutut
terentang.

Kenyataan bahwa aksi refleks ini tidak memerlukan kontrol kesadaran dapatlah ditunjukkan
dengan seekor hewan, misalnya katak, yang otaknya telah diambil dengan cara memotong korda
spinalis. Seekor hewan yang telah diputuskan kolumna spinalisnya disebut hewan spinal, karena
semua aktivitas arah kandal dari lokasi pemotongan itu pastilah hanya karena korda spinalisnya,
tidak lagi ada hubungan dengan otak. Katak amatlah berguna untuk mendemostrasikan refleks
spinal karena periode shock spinal yang menghilangkan aktivitas refleks dan membuat katak
menjadi lumpuh, berlangsung hanya dalam beberapa menit saja. Setelah pulih dari shock spinal,
hewan akan menarik sebuah kakinya apabila diberi stimulus seperti misalnya rangsangan listrik
atau diberi sedikit asam lemah ( Frandson, 1992 :158 )
ALAT DAN BAHAN

Alat:

 Papan dan alat seksi


 Batang gelas
 Gelas arloji
 Gelas piala 50 cc
 Pipet
 Baterai
 Lampu spirtus

Bahan :

 Kapas
 NaCL kristal
 Larutan Ringer
 Katak Hijau

PROSEDUR KERJA

1. Pembuatan Sedian Otot-Saraf

Melakukan single pith pada katak yang akan digunakan

Menggunting kulit pada perut katak ± 3 cm diatas paha dengan arah


transversal melingkari tubuh, kemudian menarik kulit ke arah bawah
sampai kulit terlepas dari betis katak.

Membuka perut dan membuang viscera, sehingga terlihat saraf


iskhiadikus berwarna putih (sebelah kanan dan kiri tulang belakang)

Memisahkan saraf iskhiadikus dari otot yang mengelilinginya. Saraf dan


otot harus dibasahi cairan Ringer.
Melepaskan otot gastroknemius dari tulang dengan memotong tendon,
memotong ruas tulang belakang di atas tempat keluarnya saraf
iskhiadus

Memperoleh sedian otot-saraf yang terdiri dari sebagian ruas tulang


belakang, sepasang saraf iskhiadikus dan sepasang otot gastronekmius
dengan sisa tandonnya

Memasukkan sedian tersebut ke cawan petri yang berisi larutan Ringer,


kemudian mengistirahatkan selama 2-3 menit

2. Perlakuan terhadap Otot dan Saraf


A. Perlakuan sebelum saraf diputus
1. Rangsanagn mekanis

Mencubit pelan saraf sebelah kanan dengan pinset. Mengamati respon


otot gastroknemius sebelah kanan dan kiri, mengulangi hal yang sama
pada bagian sebelah kiri dan catat hasilnya

Mencubit pelan otot gastroknemius sebelah kanan dengan pinset.


Mengamati respon otot gastroknemius kanan dan kiri, mengulangi hal
yang sama pada bagian sebelah kiri dan catat hasilnya

2. Rangsangan termis

Menyentuh saraf kanan dengan batang gelas hangat. Mengamati


respon yang terjai pada otot gastroknemius kanan maupun kiri,
mencatat hasilnya. Mengulangi pada bagian sebelah kiri

Melakukam hal yang sama pada otot gastroknemius. Mencatat


hasilnya
3. Rangsangan kimia

Meneteskan 1-2 tetes HCl 1% pada saraf sebelah kanan. Mengamati


respon pada otot gastroknemius sebelah kanan dan kiri, mencatat
hasilnya.

Mencuci bagian yang terkena HCl dengan larutan Ringer dan segera
hisap dengan kertas hisap.

Mengulangi perlakuan yang sama untuk saraf sebelah kiri.

Melakukam hal yang sama pada otot gastroknemius. Mencatat


hasilnya

4. Rangsangan osmosis

Membubuhkan sedikit kristal NaCl pada saraf sebelah kanan.


Mengamati agak lama respon pada otot gastroknemius sebelah kanan
dan kiri, mencatat hasilnya. Mengulangi perlakuan yang sama untuk
saraf sebelah kiri.

Melakukam hal yang sama pada otot gastroknemius. Mencatat


hasilnya

5. Rangsangan listrik

Menyentuh saraf sebelah kanan dengan kabel yang sudah digubungkan


dengan baterai. Mengamati respon pada otot gastroknemius sebelah
kanan dan kiri, mencatat hasilnya. Mengulangi perlakuan yang sama
untuk saraf sebelah kiri.
Melakukam hal yang sama pada otot gastroknemius. Mencatat
hasilnya

B. Perlakuan sesudah saraf di putus dari medula spinalis

Memutuskan salah satu saraf dari medula spinalis.

Mengerjakan perlakuan seperti pada saraf sebelum diputus dari


medula spinalis (Rangsangan 1-5) pada sedian yang telah di putus dari
medula spinalis.
HASIL PENGAMATAN

NO Perlakuan Hasil pengamatan

Sebelum saraf diputus Sesudah saraf dputus


dari medulla spinalis dari medulla spinalis
(kiri)

Otot kanan Otot kiri Otot kanan Otot kiri

1. Mencubit dengan Saraf √ √ √ X


pinset kanan

Saraf kiri √ √ X X

Otot kanan √ √ X X

Otot kiri √ √ X X

2. Batang gelas hangat Saraf X X X X


kanan

Saraf kiri X X X X

Otot kanan X X X X

Otot kiri X X X X

3. HCL 1% 1-2 tetes Saraf X X X X


kanan

Saraf kiri X X X X

Otot kanan √ X X X

Otot kiri X X X X
4. Kristal NaCl Saraf X X X X
kanan

Saraf kiri X X X X

Otot kanan √ √ X X

Otot kiri X X X X

5. Listrik Saraf √ X √ X
kanan

Saraf kiri X X X X

Otot kanan √ X X X

Otot kiri X X X X

ANALISIS DATA
1. Sebelum saraf diputus:
a. Rangsangan Mekanis
Mencubit pelan-pelan saraf bagian kanan dengan pinset. Kemudian mengamati mengamati
respon pada otot gastroknemius bagain kanan maupun kiri. Dari pengamatan mencubit saraf
sebelah kiri didapatkan hasil positif yang berarti terjadi respon pada otot gastroknemius
sebelah kiri dan hasil dari mencubit saraf bagian kanan menunjukkan hasil yang positif yang
berarti otot gastroknemius bagian kanan memberikan respon.
Mencubit secara perlahan otot gastroknemius bagian sebelah kanan menggunakan pinset.
Kemudian mengamati respon pada otot gastroknemius bagian kanan maupun kiri. Dari hasil
mencubit otot gastroknemius bagian kiri mendapatkan hasil positif yang berarti otot
gastroknemius bagian kiri memberikan respon. Begitu juga denga hasil mencubit otot
gastroknemius bagian kanan yang mendapatkan hasil positif karena otot gastroknemius juga
memberikan respon ketika dicubit.
b. Rangsangan Termis
Menyentuh saraf bagian kiri dengan menggunakan batang gelas hangat kemudian
mengamati respon yang terjadi pada otot gastroknemius bagian kanan maupun kiri. Hasil
pengamatan yang diperoleh dari menyentuhkan batang gelas ke saraf bagian kiri dari katak
mendapatkan hasil negatif yaitu tidak terdapat respon pada otot gastroknemius bagian kiri.
Sedangkan hasil yang diperoleh dengan menyentuhkan batang gelas hangat pada saraf bagian
kanan juga mendapatkan hasil negatif yang berarti tidak terjadi respon pada otot gastroknemius
bagian kanan.
Menyentuh otot bagian kiri dengan menggunakan batang gelas hangat kemudian
mengamati respon yang terjadi pada otot gastroknemius bagian kanan maupun kiri. Hasil
pengamatan yang diperoleh dari menyentuhkan batang gelas hangat ke otot bagian kiri
mendapatkan hasil negatif yaitu tidak terdapat respon pada otot gastroknemius bagian kiri.
Sedangkan hasil yang diperoleh dengan menyentuhkan batang gelas hangat pada otot bagian
kanan juga mendapatkan hasil yang negatif yang berarti tidak terjadi respon pada otot
gastroknemius bagian kanan.

c. Rangsangan Kimia
Perlakuan berikutnya yaitu dengan memberikan rangsang kimia dengan cara memberikan
satu atau dua tetes HCl 1% pada saraf kanan, saraf kiri, otot gastroknemius kanan, dan otot
gastroknemius kiri secara bergantian. Hasil pengamatan yang diperoleh yaitu saat saraf
istiadikhus sebelah kiri diputus dari medulla spinalis, terjadi kontraksi pada bagian otot
gastroknemius kanan, yang berarti pada otot gastroknemius kanan memberikan respon, namun
yang lainnya tidak.

d. Rangsangan Osmotis
Memberikan rangsangan osmotis dengan cara membubuhkan NaCl pada saraf bagian
kanan mapun kiri secara bergantian. Hasil pengamatan yang diperoleh menunjukkan hasil yang
negatif dari kedua saraf tersebut, yang berarti baik saraf kanan maupun kiri tidak memberikan
respon pada otot gastroknemius bagian kanan maupun kiri.
Sedangkan pembubuhan NaCl pada otot bagian kanan maupun kiri, yang keduanya
mendapatkan hasil yang sama, yaitu positif. Berarti baik otot kanan maupun kiri memberikan
respon pada otot gastroknemius bagian kanan dan kiri.

e. Rangsangan Listrik
Perlakuan terakhir yaitu dengan memberikan sengatan listrik pada saraf kanan dan kiri
serta otot gastroknemius bagian kanan dan kiri. Ketika saraf sebelah kiri disengat
menggunakan kabel yang telah dialiri listrik otot gastrknemius kiri memberikan respon yang
berarti mendapatkan hasil pengamatan yang positif. Akan tetapi ketika saraf sebelah kanan
yang disengat, otot gastroknemius tidak memberikan respon yang berarti pengamatan ini
mendapatkan hasil yang negatf.
Sedangkan ketika otot gastroknemius kanan dan kiri yang disengat menggunakan kabel
yang telah dialiri listrik, keduanya sama-sama tidak memberikan respon, yang berarti hasil
pengamatan rangsangan listrik pada otot gastroknemius katak mendapatkan hasil negatif.
2. Sesudah saraf diputus:
f. Rangsangan Mekanis
Memutus saraf bagian kiri dari medulla spinalis, kemudian mencubit pelan-pelan saraf
bagian kanan dengan pinset. Kemudian mengamati mengamati respon pada otot gastroknemius
bagain kanan maupun kiri. Dari pengamatan mencubit saraf sebelah kiri didapatkan hasil
negatif, yang berarti tidak terjadi respon pada otot gastroknemius sebelah kiri. Sedangkan hasil
dari mencubit saraf bagian kanan menunjukkan hasil yang positif yang berarti otot
gastroknemius bagian kanan memberikan respon akan tetapi dengan gerakan yang lemah.
Mencubit secara perlahan otot gastroknemius bagian sebelah kanan menggunakan pinset.
Kemudian mengamati respon pada otot gastroknemius bagian kanan maupun kiri. Dari hasil
mencubit otot gastroknemius bagian kiri mendapatkan hasil negatif yang berarti otot
gastroknemius bagian kiri tidak memberikan respon. Sedangkan hasil mencubit otot
gastroknemius bagian kanan juga mendapatkan hasil negatif karena otot gastroknemius juga
tidak memberikan respon ketika dicubit.

g. Rangsangan Termis
Menyentuh saraf bagian kiri dengan menggunakan batang gelas hangat kemudian
mengamati respon yang terjadi pada otot gastroknemius bagian kanan maupun kiri. Hasil
pengamatan yang diperoleh dari menyentuhkan batang gelas ke saraf bagian kiri dari katak
mendapatkan hasil negatif yaitu tidak terdapat respon pada otot gastroknemius bagian kiri.
Sedangkan hasil yang diperoleh dengan menyentuhkan batang gelas hangat pada saraf bagian
kanan juga mendapatkan hasil negatif yang berarti tidak terjadi respon pada otot gastroknemius
bagian kanan.
Menyentuh otot bagian kiri dengan menggunakan batang gelas hangat kemudian
mengamati respon yang terjadi pada otot gastroknemius bagian kanan maupun kiri. Hasil
pengamatan yang diperoleh dari menyentuhkan batang gelas hangat ke otot bagian kiri
mendapatkan hasil negatif yaitu tidak terdapat respon pada otot gastroknemius bagian kiri.
Sedangkan hasil yang diperoleh dengan menyentuhkan batang gelas hangat pada otot bagian
kanan juga mendapatkan hasil yang negatif yang berarti tidak terjadi respon pada otot
gastroknemius bagian kanan.

h. Rangsangan Kimia
Perlakuan berikutnya yaitu dengan memberikan rangsang kimia dengan cara memberikan
satu atau dua tetes HCl 1% pada saraf kanan, saraf kiri, otot gastroknemius kanan, dan otot
gastroknemius kiri secara bergantian. Hasil pengamatan yang diperoleh yaitu saat saraf
istiadikhus sebelah kiri diputus dari medulla spinalis, tidak terjadi kontraksi pada bagian
manapun, yang berarti baik saraf kanan, kiri, otot gastroknemius kanan, dan kiri sama sekali
tidak memberikan respon.

i. Rangsangan Osmotis
Memutus saraf istiadikhus bagian kiri kemudian memberikan rangsangan osmotis dengan
cara membubuhkan NaCl pada saraf bagian kanan mapun kiri secara bergantian. Hasil
pengamatan yang diperoleh menunjukkan hasil yang negatef dari kedua saraf tersebut, yang
berarti baik saraf kanan maupun kiri tidak memberikan respon pada otot gastroknemius bagian
kanan maupun kiri.
Sedangkan pembubuhan NaCl pada otot bagian kanan maupun kiri juga mendapatkan hasil
yang sama seperti yang terjadi pada saraf yaitu mendapatkan hasil yang negatif, yang berarti
baik otot kanan maupun kiri juga tidak memberikan respon pada otot gastroknemius bagian
kanan dan kiri.

j. Rangsangan Listrik
Perlakuan terakhir yaitu dengan memberikan sengatan listrik pada saraf kanan dan kiri
serta otot gastroknemius bagian kanan dan kiri. Ketika saraf sebelah kiri disengat
menggunakan kabel yang telah dialiri listrik otot gastrknemius kiri tidak memberikan respon
yang berarti mendapatkan hasil pengamatan yang negatif. Akan tetapi ketika saraf sebelah
kanan yang disengat, otot gastroknemius memberikan respon yang berarti pengamatan ini
mendapatkan hasil yang positif.
Sedangkan ketika otot gastroknemius kanan dan kiri yang disengat menggunakan kabel
yang telah dialiri listrik, keduanya sama-sama tidak memberikan respon, yang berarti hasil
pengamatan rangsangan listrik pada otot gastroknemius katak mendapatkan hasil negatif.

PEMBAHASAN
1. Sebelum saraf diputus:
a. Ransangan Mekanis
Pada perlakuan pertama saraf iskhiadikus dan otot gastoknemius kiri dan kanan
diberi rangsangan berupa cubitan. Saraf iskhiadikus kiri dan saraf iskhiadikus kanan
tidak berdenyut ketika dicubit melainkan denyutan terjadi di otot. Otot gastoknemius
kiri dan otot gastoknemius kanan memberikan respon berdenyut ketika saraf dicubit.
Rangsangan berupa denyutan pada otot disebabkan karena pengaruh dari saraf
iskhiadikus yang menghantarkan impuls stimulus berupa respon denyutan sementara
saraf tidak berdenyut (Soewolo, 1999).
b. Ransangan Termis
Rangsangan yang diberikan selanjutkan yaitu berupa batang gelas hangat yang
ditempeli pada saraf iskhiadikus kanan dan saraf iskhiadikus kiri dengan menunjukkan
respon negatif atau tidak terjadi adanya respon. Hal ini juga terjadi ketika otot
gastoknemius kanan dan otot gastoknemius kiri diberi rangsangan menunjukkan
respon negatif atau tidak menunjukkan respon. Penyebab dari tidak bergeraknya otot
dikarenakan kerja suatu otot terbatas jika pemberian stimuli yang terus-menerus
diberikan dalam jangka waktu yang lama setelah otot mengalami treppe. Hal itu yang
membuat otot akan mengalami kelelahan (fatigue). Fatigue merupakan suatu keadaan
menurunnya iritabilitas otot yang ditandai oleh menurunnya kemampuan otot
berkontraksi (Soewolo, 1999: 68). Sedangkan tidak meresponnya saraf terjadi karena
kesalahan dalam pemanasan batang gelas yang dipanaskan terlalu panas sehingga
memperlambat stimulus.
c. Ransangan Kimia
Perlakuan ketiga berupa rangsangan kimia dari HCl 1% sebanyak 1 sampai 2 tetes.
Tetesan pertama kali diberikan ke saraf iskhiadikus kanan dan kiri tetapi menunjukkan
hasil negatif. Hal ini juga terlihat pada otot gastoknemius kiri. Namun pada otot
gastoknemius kanan terjadi respon berupa denyutan lemah. Jika dilihat secara teori
tidak terjadinya respon pada otot gastroknemius kiri disebabkan karena konsentrasi
HCl yang lemah dan lelahnya otot dalam bekerja setelah diberi perlakuan sebelumnya.
Kemudian pada otot gastoknemius kanan kontraksi yang terjadi disebabkan oleh
adanya hantaran impuls stimulus dari konsentrasi HCl 1%.
d. Rangsangan Osmotis
Di perlakuan keempat ini terjadi rangsangan ketika pembubuhan NaCl pada kedua
saraf tidak terjadi respon. Pada otot gastoknemius kanan terjadi respon yang lambat
dan gastoknemius kiri tidak terjadi respon. Menurut teori, respon yang terjadi pada
otot gastoknemius kanan disebabkan otot ada pada batas submaksimal yaitu
intensistas rangsan ambang berada pada rangsan maksimal. Keterlambatan rangsang
yang terjadi pada otot karena NaCl memerlukan waktu yang lama untuk bersinggungan
hingga menjadi stimulus. Rangsangan yang tidak terjadi pada otot gastoknemius kiri
dan saraf iskhiadikus kiri-kanan digolongkan pada rangsangan subminimal yaitu
rangsangan yang tidak mampu menimbulkan respon atau kontraksi (Soewolo, 1999:
63).

e. Rangsangan Listrik
Rangsangan listrik yang direspon oleh otot disebabkan karena pada otot terjadi
potensial aksi yang merambat sepanjang sarkolema dan masuk ke tubulus T (Soewolo,
1999: 71). Namun tidak meresponnya otot disebabkan oleh kurangnya pasokan
oksigen di otot, rusaknya jaringan saraf, dan lemahnya otot menerima rangsangan.
Sesudah saraf dputus dari medulla spinalis (kiri)

Rangsangan Mekanik

Berdasarkan pengamatan dan analisi yang ada rangsangan mekanik yang dilakukan
dengan mencubit bagian saraf iskhiadikus bagian kiri yang telah diputus dari medulla
spinalis. hasil pengamatan diketahui bahwa ketika memberi rangsangan mekanis yaitu
berupa cubitan pada saraf iskhiadikus kiri tidak terjadi denyutan atau respon yang
ditunjukan pada bagian otat kanan otot dan ketika memberi cubitan pada saraf
iskhiadikus sebelah kanan terjadi respon yang diberikan yaitu pada otot gastrocnemius
bagian kanan terlihat bergerak atau berdenyut dengan lemah sedangkan otot bagian
kiri tidak terjadi denyutan atau tidak merespon. Pada otot gastrocnemius kiri yang
dicubit juga tidak terjadi denyutan atau respon yang terlihat pada otot kiri sedangkan
cubitan pada otot gastrocnemius sebelah kanan yang dicubit juga tidak terjadi
denyutan.Berdasarkan hasil dari pengamatan ini bisa dihubungkan dengan teori yang
ada yang menyatakan bahwa saraf iskhiadikus merupakan saraf perifer yang
kinerjanya diperlukan adanya medulla spinalis. Jadi saraf iskhiadiskus bagian kanan
yang masih terhubung dengan medulla spinalis menunjukan adanya respon ketika
diberi rangsangan berupa gerakan otot gastroknemius. Pada saat pemberian
rangsangan baik pada saraf dan otot hanya akan terjadi perubahan atau denyutan pada
otot,hal ini dikarenakan saraf hanya menghantarkan implus stimulus untuk
memberikan respon pada otot ( efektor ) yang berupa denyutan dan saraf sendiri tidak
ikut berdenyut ( Soewolo,2003: 62 ).

Rangsangan Termis

Kemudian pada rangsangan termis pada saat saraf iskhiadikus yang telah diputus
diberikan perlakuan dengan sentuhan batang gelas hangat yang dipanaskan sedikit
kemudian disentuhkan diketahui tidak terjadi respon berupa gerakan pada otot
gastrocnemius kiri.hal ini terjadi karena saraf iskhia diskus yang merupakan saraf
perifer tidak dapat bekerja ketika dipotong dari medulla spinallis ( Husna.,2013 )
sedangkan saraf iskhiadikus kanan yang masih bersambung dengan medulla spinalis
ketika diberikan perlakuan berupa sentuhan batang gelas hangat juga tidak terjadi
respon atau gerakan yang ditunjukan oleh otot gastrocnemius kanan yang berasal dari
implus tersebut. Hal ini tidak sesuai denga teori yang telah dijelaskan bahwa saraf
iskhiadikus tidak dapat bekerja ketika sarafnya telah terpotong atau putus dari teori
tersebut dapat dapat diartikan juga bahwa saraf iskhiadikus dapat bekerja apabila
bersambung dengan medulla spinalis dan hal ini tidak sesuai dengan apa yang kami
amati ketidaksesuaian ini dapat terjadi karena beberapa factor diantaranya
ketidaktelitian pada saat praktikum dalam mengamati respon yang terjadi maupun
pada yang batang gelas yang digunakan mungkin tidak terlalu panas sehingga
rangsangan yang diberikan dibawah batas ambang dan hal ini menyebabkan tidak
terjadinya potensial aksi yang dapat menyebabkan respon saat otot gastrocnemius.
Rangsangan Kimia
Perlakuan selanjutnya dilakukan dengan meneteskan cairan HCl 1 % pada otot
gastrocnemius dan saraf iskiadikus pada bagian sebelah kiri dan kanan,dalam uji coba
ini tidak terdapat perlakuan yang bereaksi positif baik itu pada saraf otot kanan atau
pun bagian kiri yang ditetesi HCl 1 %.berdasarkan dari pengamatan dan hasil yang
didapat kurang sesuai dengan teori yang ada yang menyatakan bahwa saraf iskhiadikus
merupakan saraf perifer yang kinerjanya diperlukan adanya medulla spinalis (
Husna.,2013 ). Sedangkan pada saraf yang telah diputus tidak menunjukan kontraksi
atau respon apapun terhadap otot gastrocnemius hal ini sesuai dengan teori yang ada
ketika saraf iskhiadikus yang dipotong dari medulla spinalis maka saraf tersebut tidak
akan mampu mengantarkan implus. Sedangkan saat saraf kanan diberi HCl 1 % tidak
menunjukan adanya repon sama sekali hal ini bisa terjadi karena beberapa factor yang
mempengaruhinya yaitu konsentrasi dari HCl yang rendah sehingga respon yang
diberikan sangat kecil sekali, sehingga tidak terlihat dengan jelas.

Rangsangan Osmotis
Setelah saraf iskhiadikus diputus dari medulla spinalis. Pemberian rangsangan
osmotis pada saraf iskhiadikus kiri dan otot iskhiadikus kiri tidak menimbulkan respon
( kontraksi) hal ini dikarenakan tidak berhubunganya saraf kiri dengan medulla
spinalis yang merupakan pusat gerak reflex. Hal ini sesuai dengan teori yang
menyatakan bahwa saraf iskhiadiskus merupakan saraf perifer yang kinerjanya
dipengaruhi medulla spinalis ( Husna,.dkk,2013 ) dari teori tersebut dapat diketahui
ketika saraf iskhiadikus yang dipotong dari medulla spinalis maka saraf tersebut tidak
akan mampu mengantarkan implus yang dapat membuat otot berkontraksi. Implus
akan menyebabkan respon apabila telah melalui lintasan tertentu yaitu lengkung
refleks : reseptor > saraf sensorik > saraf pusat ( otak dan medulla spinalis ) > saraf
motoric > efektor.. jika pada salah satu bagian pada lengkung refleks tidak ada atau
terputus makan respon pada efektor ( otot ) tidak akan terjadi.Pemberian kristal NaCL
pada saraf iskhiadiskus kanan masih tersambung medulla spinalis dalam pengamatan
ini tidak terdapat respon yang diberikan hal ini tidak sesuai denga teori yang ada yang
menyatakan bahwa saraf iskhiadikus merupakan saraf perifer yang kinerjanya
diperlukan adanya medulla spinalis.seharusnya saraf iskhiadikus bagian kanan yang
tersambung dengan medulla spinalis menunjukan adanya respon ketika diberi
rangsangan berupa gerakan otot gastroknemiusnya. Dalam hal ini mungkin
dikarenakan kadar stimulus yang kurang atau bisa disebabkan juga karena kurang tepat
pada saat pengamatan respon yang terjadi kurang teliti.selain itu juga perlakuan atau
kontraksi yang berulang ulang dilakukan dapat berpengaruh terhadap kontraksi otot
gastrocnemius,sedangkan saraf iskhiadikus yang sudah terputus maka tidak dapat
menghasilkan respon atau tidak bisa bekinerja lagi.

Rangsangan Listrik
Pada perlakuan rangsangan listrik yaitu dengan menggunakan sengat listrik,yaitu
dengan menyentuhkan ujung kabel yang telah dihubungkan dengan batre pada saraf
iskhiadiakus baik pada bagian kanan maupun bagian kirinya dan juga otot
gastrocnemius pada bagian kanan maupun kiri. Berdasarkan hasil dan analisis yang
ada hasil tersebut menunjukan bagian yang bergerak atau merespon ketika diberi aliran
listrik pada bagian saraf iskhiadikus kanan yang memberikan respon terhadap otot
gastrocnemius sebellah kanan hal ini sesuai berdasarkan teori yang ada yang
menyatakan bahwa sel otot akan menunjukan respon apabila pada sel otot tersebut
diberikan rangsangan baik rangsangan yang diberikan melalui saraf atau yang
langsung pada otot.respon yang ditunujukan oleh sel otot berupa kontraksi
otot,sedangkan respon yang ditunjukan oleh sel saraf tidak dapat diamati karena respon
yang dihasilkan biasanya hanya berupa potensial aksi yang kemudian dirambatkan
dalam bentuk impuls. Adanya respon dari sel saraf hanya diamati pada efektornya (
Sulilowati dkk,2000).

KESIMPULAN
Ketika saraf dan otot masih terhubung pada medulla spinalis, hampir semua saraf dan otot
masih dapat melakukn iritabilitas atau yang disebut kemampuan untuk menggapi
rangsangan pada makhluk hidup. Jika saraf yang diberikan rangsang maka merespon
berupa kontraksi otot dapat terlihat dan diamati. Namun, jika otot yang diberikan
rangsangan maka respon saraf tidak bisa terlihat karena berupa proses pembentukan
potensi aksi.
Sifat iritabilitas otot dan saraf sesudah diputus dari medulla spinallis akan mengalami
penurunan atau atau tidak akan menanggapi rangsangan atau perlakuan apa saja yang
diberikan karena tidak adanya medulla spinallis sebagai pusat pengendali gerak otot tubuh
dan refleks spinalis serta refleks tungkai.
DAFTAR RUJUKAN
Campbell, Neil.A, dkk. 2004. Biologi Edisi Kelima Jilid III.Erlangga. Jakarta.

Frandson. 1992. Anatomi dan Fisiologi Ternak. Gajah Mada University Press. Yogyakarta.

Johnson, Kurt E. , 1994. Histologi dan Biologi Sel. Binarupa Aksara . Jakarta.

John,W Kimball. 1983. Biologi jilid 1. Jakarta : Erlangga

Nukmal, Nismah. 2012. Penuntun Praktikum Fisiologi Hewan. Universitas Lampung .


Bandar Lampung.

Nurcahyani,Nuning . 2005. Struktur dan Perkembangan Hewan. Universitas Lampung.


Bandar Lampung .

Villee, Claude A. dkk. 1984. Zoologi Umum. Erlangga . Jakarta.

You might also like