You are on page 1of 17

MAKALAH KONSELING KELUARGA

Makalah Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah

Keperawatan Keluarga

Yang dibina oleh ibu Widyoningsih, M.Kep.,Sp.Kep.Kom

Disusun oleh
1. Anjas Upi Rachmawati (108116056)

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN 3B

STIKES AL-IRSYAD AL-ISLAMIYYAH CILACAP

TAHUN AKADEMIK 2018

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan atas kehadirat Allah SWT, atas rahmat dan
hidayah-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan makaah tentang Konseling
Keluarga sesuai dengan waktu yang telah diberikan, dalam penyusunan makalah
ini masih jauh dari kesempurnaan namun demikian penyusun telah berusaha
semaksimal mungkin agar hasil dari tulisan ini tidak menyimpang dari ketentuan-
ketentuan yang ada.

Atas dukungan dari berbagai pihak akhirnya penunyusun bisa menyelesaikan


makalah ini. Untuk itu, dalam kesempatan ini penyusun mengucapkan terima kasih
kepada Dosen yang mengajar mata kuliah Keperawatan Komunitas yang
memberikan pengajaran dan arahan dalam penyusunan makalah ini, dan tidak lupa
kepada teman-teman semua yang telah ikut berpartisipasi membantu penyusun
dalam upaya penyusunan makalah ini.

Penulis menyadari bahwa Makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, karena
tak ada gading yang tak retak, begitu pula dengan makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya
membangun demi kesempurnaan makalah ini, dan mudah-mudahan ini dapat
bermanfaat bagi kita semua.

Cilacap, 01 Oktober 2018

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ....................................................................................................... ii


DAFTAR ISI..................................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................................. 2
A. Latar Belakang. ..................................................................................................... 2
B. Rumusan Masalah. ............................................................................................... 2
C. Tujuan .................................................................................................................... 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................................... 4
A. Pengertian Konseling Keluarga ........................................................................... 4
B. Asumsi Dasar pembentukan Konseling Keluarga ............................................. 5
C. Tujuan Konseling Keluarga ................................................................................. 6
D. Proses dan Tahapan Konseling Keluarga ........................................................... 7
E. Pendekatan Konseling Keluarga ....................................................................... 11
F. Peran Konselor .................................................................................................... 12
BAB III PENUTUPAN .................................................................................................. 14
A. Kesimpulan .......................................................................................................... 14
B. Saran .................................................................................................................... 14
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................... 15

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang.

Setiap keluarga selalu mendambakan terciptanya keluarga bahagia dan tidak


jarang setiap keluarga mengusahakan kebahagiaan dengan berbagai jalan dan
upaya. Bahkan mereka menempa anak-anaknya agar mampu mempersiapkan diri
dalam membentuk kehidupan dalam berkeluarga yang bahagia, sesuai dengan apa
yang didambakan orang tuanya.
Meniti pada hal tersebut, maka perlu adanya perluasan layanan utamanya pada
layanan bimbingan dan konseling keluarga sebagai salah satu teknik peberian
bantuan yang diberikan konselor kepada anggota-anggota keluarganya yang
bermasalah, dengan tujuan agar mereka dapat memecahka sendiri masalah-masalah
yang mereka hadapi, yang pada gilirannya anggota-anggota keluarga tersebut dapat
kembali menjadi well adjusted person dan keluarga sebagai suatu system social
kembali menjadi harmonis dan fungsional.
Proses konseling adalah suatu proses bersifat sistematis yang dilakukan oleh
konselor dank lien untuk memecahkan masalah klien. Ada tahapan-tahapan yang
harus dilalui untuk sampai pada pencapaian konseling yang sukses. Tetapi sebelum
memasuki tahapan tersebut, sebaiknya konselor memperoleh data mengenai diri
klien melalui wawancara pendahuluan (intake interview). Gunarsa (1996)
mengatakan bahwa manfaat dari intake interview adalah memperoleh data pribadi
hasil pemeriksaan klien. Setelah itu, konselor dapat memulai langkah yang
selanjutnya.

B. Rumusan Masalah.

1. Apa Pengertian keluarga?


2. Apa saja Asumsi dasar pembentukan konseling keluarga ?

2
3. Apa tujuan konseling keluarga ?
4. Apa saja proses dan tahapan konseling keluarga ?
5. Apa saja pendekatan koseling keluarga ?
6. Apa peran konselor dalam konseling keluarga ?
C. Tujuan

Agar kita mengetahui definisi konseling keluarga serta mengetahui bagaimana


proses dan tahapan konseling keluarga

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Konseling Keluarga

Konseling adalah bantuan yang diberikan oleh seseorang pembimbing


(konselor) kepada seseorang konseli atau sekelompok konseli (klien, terbimbing,
seseorang yang memiliki problem) untuk mengatasi problemnya dengan jalan
wawancara dengan maksud agar klien atau sekelompok klien tersebut mengerti
lebih jelas tentang problemnya sendiri dan memecahkan problemnya sendiri sesuai
dengan kemampuannya dengan mempelajari saran-saran yang diterima dari
Konselor. Sedangkan arti dari keluarga adalah suatu ikatan persekutuan hidup atas
dasar perkawinan antara orang dewasa yang berlainan jenis yang hidup bersama
atau seorang laki-laki atau seorang perempuan yang sudah sendirian dengan atau
tanpa anak-anak, baik anaknya sendiri atau adopsi dan tinggal dalam sebuah rumah
tangga.

Konseling keluarga pada dasarnya merupakan penerapan konseling pada


situasi yang khusus. Konseling keluarga ini secara memfokuskan pada masalah-
masalah berhubungan dengan situasi keluarga dan penyelenggaraannya melibatkan
anggota keluarga. Menurut D. Stanton konseling keluarga dapat dikatakan sebagai
konselor terutama konselor non keluarga, yaitu konseling keluarga sebagai (1)
sebuah modalitas yaitu klien adalah anggota dari suatu kelompok, yang (2) dalam
proses konseling melibatkan keluarga inti atau pasangan ( Capuzzi, 1991 ).

Konseling keluarga memandang keluarga secara keseluruhan bahwa anggota


keluarga adalah bagian yang tidak mungkin dipisahkan dari anak (klien) baik dalam
melihat permasalahannya maupun penyelesaiannya. Sebagai suatu system,

4
permasalahan yang dialami seorang anggota keluarga akan efektif diatasi jika
melibatkan anggota keluarga yang lain. Pada mulanya konseling keluarga terutama
diarahkan untuk membantu anak agar dapat beradaptasi lebih baik untuk
mempelajari lingkungannya melalui perbaikan lingkungan keluarganya (Brammer
dan Shostrom,1982). Yang menjadi klien adalah orang yang memiliki masalah
pertumbuhan di dalam keluarga. Sedangkan masalah yang dihadapi adalah
menetapkan apa kebutuhan dia dan apa yang akan dikerjakan agar tetap survive di
dalam sistem keluarganya

Konseling keluarga bertujuan membantu anggota keluarga belajar dan


memahami bahwa dinamika keluarga merupakan hasil pengaruh hubungan anggota
keluarga. Membantu anggota keluarga agar dapat menerima kenyataan bahwa
apabila salah seorang anggota keluarga memiliki permasalahan, hal itu akan
berpengaruh terhadap persepsi, harapan, dan interaksi anggota keluarga lainnya.
Memperjuangkan (dalam konseling), sehingga anggota keluarga dapat tumbuh dan
berkembang guna mencapai keseimbangan dan keselarasan. Mengembangkan rasa
penghargaan dari seluruh anggota keluarga terhadap anggota keluarga yang lain.

B. Asumsi Dasar pembentukan Konseling Keluarga

Adapun inti dari pelaksanaan konseling keluarga sebagai salah satu layanan
profesional dari seorang konselor didasari oleh asumsi dasar sebagai berikut:
1. Terjadinya perasaan kecewa, tertekan atau sakitnya seorang anggota
keluarga bukan hanya disebabkan oleh dirinya sendiri, melainkan oleh
interaksi yang tidak sehat dengan anggota keluarga yang lain.
2. Ketidak tahuan individu dalam keluarga tentang peranannya dalam
menjalani kehidupan keluarga.
3. Situasi hubungan suami-isteri dan antar keluarga lainya.
4. Penyesuaian diri yang kurang sempurna dalam sebuah keluarga sangat
mempengaruhi situasi psikologis dalam keluarga.
5. Konseling keluarga diharapkan mampu membantu keluarga mencapai
penyesuaian diri yang tinggi diantara seluruh anggota keluarga.

5
6. Interaksi kedua orang tua sangat mempengaruhi hubungan semua anggota
keluarga.

C. Tujuan Konseling Keluarga

Tujuan dari konseling keluarga pada hakikatnya merupakan layanan yang


bersifat profesional yang bertujuan untuk mencapai tujuan-tujuan sebagai berikut:
1. Membantu anggota keluarga belajar dan memahami bahwa dinamika
keluarga merupakan hasil pengaruh hubungan antar anggota keluarga.
2. Membantu anggota keluarga dapat menerima kenyataan bahwa bila salah
satu anggota keluarga mengalami masalah, dia akan dapat memberikan
pengaruh, baik pada persepsi, harapan, maupun interaksi dengan anggota
keluarga yang lain.
3. Upaya melaksanakan konseling keluarga kepada anggota keluarga dapat
mengupayakan tumbuh dan berkembang suatu keseimbangan dalam
kehidupan berumah tangga.
4. Mengembangkan rasa penghargaan diri dari seluruh anggota keluarga
kepada anggota keluarga yang lain.
5. Membantu anggota keluarga mencapai kesehatan fisik agar fungsi keluarga
menjadi maksimal.
6. Membantu individu keluarga yang dalam keadaan sadar tentang kondisi
dirinya yang bermasalah, untuk mencapai pemahaman yang lebih baik
tentang dirinya sendiri dan nasibnya sehubungan dengan kehidupan
keluarganya.
Agar mampu mewujudkan tujuan-tujuan tersebut, maka seorang konselor
keluarga hendaknya memiliki kemampuan sebagai berikut:
1. Memiliki kemampuan berfikir cerdas, berwawasan yang luas, serta
komunikasi yang sesuai dengan penerapan moral dengan penerapan teknik-
teknik konseling.
2. Etika professional, yakni kemampuan memahami dan bertindak sesuai
dengan kaidah-kaidah pelayanan konseling yang dipadukan dalam
hubungan pelayanan konseling terhadap anggota keluarga.

6
3. Terlatih dan terampil dalam melaksanakan konseling keluarga.
4. Mampu menampilkan ciri-ciri karakter dan kepribadian untuk menangani
interaksi yang kompleks pasangan yang sedang konflik dan mendapatkan
latihan untuk memiliki keterampilan khusus.
5. Memiliki pengetahuan yang logis tentang hakikat keluarga dan kehidupan
berkeluarga.
6. Memiliki jiwa yang terbuka dan fleksibel dalam melaksanakan konseling
keluarga.
7. Harus obyektif setiap saat dalam menelaah dan menganalisa masalah.

D. Proses dan Tahapan Konseling Keluarga

Proses konseling adalah peristiwa yang tengah berjalan dan memberikan


makna bagi peserta konseling (konselor dan konseli).

Proses konseling keluarga berbeda dengan konseling individual karena


ditentukan oleh berbagai faktor seperti jumlah kliennya (anggota keluarga) lebih
dari seorang. Konselor yang profesional mempunyai karakteristik, yaitu Ilmu
konseling dan ilmu lain yang berkaitan dan berwawasan, keterampilan konseling,
kepribadian konselor yang terbuka, menerima dan ceria dengan kemampuan yang
dimiliki ini, diharapkan konselor dapat melakukan tugasnya dalam beberapa hal,
yaitu: Mampu mengembangkan komunikasi antara anggota keluarga yang tadinya
terhambat oleh emosi-emosi tertentu, mampu membantu mengembangkan
penghargaan anggota keluarga terhadap potensi anggota lain sesuai dengan realitas
yang ada pada diri dan lingkungannya. Dalam hubungan konseling klien berhasil
menemukan dan memahami potensi, keunggulan yang ada pada dirinya, mampu
membantu agar klien dapat menurunkan tingkat hambatan emosional dan
kecemasan serta menemukan dan memecahkan masalahnya dengan bantuan
anggota lainnya.

7
Berdasarkan kenyataan ada 5 jenis relasi hubungan dalam konseling keluarga
, yaitu:

1. Relasi seorang klien dengan konselor


2. Relasi satu klien dengan klien lainnya
3. Relasi konselor dengan sebagian kelompok anggota keluarga
4. Relasi konselor dengan keseluruhan anggota keluarga
5. Relasi antar sebagian kelompok dengan sebagian kelompok anggota lain

Secara umum, proses tahapan konseling berjalan, sebagai berikut

1. Pengembangan Rapport
Pengembangan seyogyanya telah dimulai begitu klien memasuki ruang
konseling. Upaya ini ditentukan oleh aspek-aspek diri konselor , yakni:
Kontak mata, Perilaku non-verbal (perilaku attending, bersahabat/akrab,
hangat, luwes keramahan, senyum, menerima, jujur/asli, penuh perhatian
dan terbuka). Bahasa lisan/verbal (sapaan sesuai dengan teknik-teknik
konseling), seperti ramah menyapa, senyum dan bahasa lisan yang halus.
Tujuannya adalah agar suasana konseling memberikan keberanian dan
kepercayaan diri klien untuk menyampaikan isi hati dan bahkan rahasia
batinnya kepada konselor.
Dalam menciptakan rapport, terdapat kesulitan tersendiri, baik itu
dialami oleh konselor maupun klien berikut beberapa kendalanya,
Kendala-kendala yang dialami konselor adalah, sebagai berikut:
a. Konselor kurang mampu menstabilkan emosinya, dilihat dari latar
belakangnya yang juga bermasalah.
b. Konselor yang terikat dengan sistem nilai.
c. Konselor kurang memahami atau menguasai teori dan teknik
konseling.

Kendala-kendala yang dialami klien:

a. Beberapa anggota keluarga kurang termotivasi.


b. Klien hadir dengan terpaksa.

8
c. Klien berpengalaman konseling.

2. Pengembangan Apresiasi Emosional


Ada dua teknik konseling keluarga yang efektif yaitu sculpting dan role
playing. Kedua teknik ini memberikan peluang bagi pernyataan-pernyataan
emosi tertekan, dan penghargaan terhadap luapan emosi anggota keluarga.
Dengan demikian segala kecemasan dan keteganggan psikis dapat mereda,
sehingga memudahkan untuk treatment konselor dan rencana anggota
keluarga.
3. Pengembangan Alternatif Modus Perilaku
Kelancaran proses konseling dapat terhambat oleh beberapa faktor,
seperti 1) Tata ruang yang salah, misalnya ruangan yang kecil, sempit,
sumpek, dan tidak menarik. 2) Kurangnya suasana keintiman. Dan 3) Sikap
tidak enak, misalnya mencatat saat mewawancarai klien, hal ini akan
membuat klien merasa tidak diperhatikan.

Menurut Brammer (1979:51) pada prinsipnya proses konseling itu terdiri atas
dua fase dasar yakni: Fase membina hubungan konseling, dan memperlancar
tindakan positif.

1. Fase Membina Hubungan Konseling


Fase ini sangat penting di dalam proses konseling dan keberhasilan
tujuan konseling secara efektif ditentukan oleh keberhasilan konselor dalam
membina hubungan konseling ini. Fase ini harus terjadi di tahap awal dan
tahap berikutnya dari konseling yang ditandai dengan adanya rapport
sebagai kunci lancarnya hubungan konseling.
Selain dari tekniknya, sikap-sikap konselor juga sangat penting, yaitu:
a. Acceptance, yaitu sikap menerima klien dengan ikhlas, tanpa
memandang jenis kerlamin, ras, agama.
b. Unconditional Positive Regard, yaitu sikap menghargai klien tanpa
syarat.
c. Understanding, yaitu konselor dapat memahami keadaan klien.

9
d. Genuine, yaitu konselor apa adanya dalam bersikap, jujur, sesuai dengan
dirinya sendiri.
e. Empati, yaitu konselor dapat merasakan apa yang dirasakan oleh klien.

Berikut penjabaran proses hubungan konseling secara sistematis:

a. Klien memasuki ruang konseling, konselor mempersiapkan klien agar


siap dibimbing dan dibantu.
b. Klien menyatakan alasan kedatangannya dan menceritakan
pengalamannya tentang proses konseling sebelumnya (Tahap
Klarifikasi).
c. Konselor membuat kontrak dengan klien tentang berapa lama waktu
yang akan digunakan, biaya konseling, kerahasiaan, perizinan
perekamanan selama proses konseling (Tahap Struktur).
d. Peningkatan atas hubungan konseling (Tahap Relasi).

2. Memperlancar Tindakan Positif


Fase ini terdiri dari bagian-bagian sebagai berikut:
a. Eksplorasi, mengeksplorasi dan menelusuri masalah, menetapkan
tujuan konseling, menetapkan rencana strategis, mengumpulkan fakta,
mengungkapkan perasaan-perasaan klien yang lebih dalam,
mengajarkan keterampilan baru konsolidasi, menjelajah alternatif-
alternatif, mengungkap perasaan-perasaan, melatih skill.
b. Perencanaan, mengembangkan perencanaan bagi klien sesuai dengan
tujuan untuk memecahkan masalah, mengurangi perasaaan-perasaan
yang menyedihkan, terus mengkonsolidasi skill baru atau perilaku baru
untuk mencapai aktivitas diri klien.
c. Penutup; mengevaluasi hasil konseling, menutup hubungan konseling.

Secara garis besar, tahapan konseling dapat dibagi atas 3 bagian, yaitu;

1) Tahap awal konseling


Tahap pelaksanaan konseling, yaitu dimulainya penjelajahan terhadap
masalah klien.
2) Tahap Perencanaan dan Penutupan (Willis. 2009: 132-138)

10
E. Pendekatan Konseling Keluarga

Untuk memahami mengapa suatu keluarga bermasalah dan bagaimana cara


mengatasi masalah-masalah keluarga tersebut, berikut akan dideskripsikan secara
singkat beberapa pendekatan konseling keluarga. Tiga pendekatan konseling
keluarga yang akan diuraikan berikut ini, yaitu pendekatan system, conjoint, dan
struktural.

1. Pendekatan Sistem Keluarga


Murray Bowen merupakan peletek dasar konseling keluarga
pendekatan sistem. Menurutnya anggota keluarga itu bermasalah jika
keluarga itu tidak berfungsi (disfunctining family). Keadaan ini terjadi
karena anggota keluarga tidak dapat membebaskan dirinya dari peran dan
harapan yang mengatur dalam hubungan mereka.
Menurut Bowen, dalam keluarga terdapat kekuatan yang dapat
membuat anggota keluarga bersama-sama dan kekuatan itu dapat pula
membuat anggota keluarga melawan yang mengarah pada individualitas.
Sebagian anggota keluarga tidak dapat menghindari sistem keluarga yang
emosional yaitu yang mengarahkan anggota keluarganya mengalami
kesulitan (gangguan). Jika hendak menghindari dari keadaan yang tidak
fungsional itu, dia harus memisahkan diri dari sistem keluarga. Dengan
demikian dia harus membuat pilihan berdasarkan rasionalitasnya bukan
emosionalnya.
2. Pendekatan Conjoint
Sedangkan menurut Sarti (1967) masalah yang dihadapi oleh
anggota keluarga berhubungan dengan harga diri (self-esteem) dan
komunikasi. Menurutnya, keluarga adalah fungsi penting bagi keperluan
komunikasi dan kesehatan mental. Masalah terjadijika self-esteem yang
dibentuk oleh keluarga itu sangat rendah dan komunikasi yang terjadi di
keluarga itu juga tidak baik. Satir mengemukakan pandangannya ini
berangkat dari asumsi bahwa anggota keluarga menjadi bermasalah jika
tidak mampu melihat dan mendengarkan keseluruhan yang
dikomunikasikan anggota keluarga yang lain.

11
3. Pendekatan Struktural
Minuchin (1974) beranggapan bahwa masalah keluarga sering
terjadi karena struktur kaluarga dan pola transaksi yang dibangunn tidak
tepat. Seringkali dalam membangun struktur dan transaksi ini batas-batas
antara subsistem dari sistem keluarga itu tidak jelas.
Mengubah struktur dalam keluarga berarti menyusun kembali
keutuhan dan menyembuhkan perpecahan antara dan seputar anggota
keluarga. Oleh karena itu, jika dijumpai keluarga itu dengan memperbaiki
transaksi dan pola hubungan yang baru yang lebih sesuai.

Berbagai pandangan para ahli tentang keluarga akan memperkaya pemahaman


konselor untuk melihat masalah apa yang sedang terjadi, apakah soal struktur, pola
komunikasi, atau batasan yang ada di keluarga, dan sebagainya. Berangkat dari
analisis terhadap masalah yang dialami oleh keluarga itu konselor dapat
menetapkan strategi yang tepat untuk mambantu keluarga.

F. Peran Konselor

Peran konselor dalam membantu klien dalam konseling keluarga dan


perkawinan dikemukakan oleh Satir (Cottone, 1992) di antaranya sebagai berikut.

1. Konselor berperan sebagai “facilitative a comfortable”, membantu klien


melihat secara jelas dan objektif dirinya dan tindakan-tindakannya sendiri.
2. Konselor menggunakan perlakuan atau treatment melalui setting peran
interaksi.
3. Berusaha menghilangkan pembelaan diri dan keluarga.
4. Membelajarkan klien untuk berbuat secara dewasa dan untuk bertanggung
jawab dan malakukan self-control.
5. Konselor menjadi penengah dari pertentangan atau kesenjangan komunikasi
dan menginterpretasi pesan-pesan yang disampaikan klien atau anggota
keluarga.
6. Konselor menolak perbuatan penilaian dan pembantu menjadi congruence
dalam respon-respon anggota keluarga.

12
Kasus: Berdasarkan pengkajian yang kami dapatkan di desa sukamulyo terdapat
seorang remaja yang sedang mengalami masa-masa jatuh cinta sebut saja rini,rini
remaja berumur 17 tahun yang sedang di mabuk asmara, seiring berjalannya
waktu tanpa disadari oleh dirinya mengalami perubahan drastic sehingga ibunya
merasa khawatir dengan perubahannya, di rumah rini dan ibunya sering
bertengkar/ sering mengalami cekcok ,ke khawatiran terhadap purtinya sebagai
orang tua karna putrinya sering keluar malam, berpakaian yang tidak seperti
biasanya,jarang berkomunikasi dengan orang tuanya,rini suka bersuara tinggi
ketika di tanyya oleh kedua orang tuanya, hal ini terjadi semenjak rini berpacaran
dengan doni, ibunya sudah bebrapa kali menegurnya sehingga stiap saat di pulang
kerumah selalu saja pembicaraan itu di tandai dengan rasa emosi dan nada tinggi,

13
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Prayitno dan Erman Anti bimbingan dan konseling keluarga, sebenarnya


bukanlah sesuatu yang baru, pelayanan tersebut telah dimulai sejak pertengahan
tahun 1940-an dan sejak tahun 1980-an pelayanan yang menangani permasalahan
dalam keluarga itu tampak berkembang dengan cepat. Pelayanan tersebut ditujukan
kepada seluruh anggota keluarga yang memerlukannya.
Adapun konsep dasar dari pelayanan konseling keluarga adalah untuk
membantu keluarga menjadi bahagia dan sejahtera dalam mencapai kehidupan
efektif sehari-hari. Konseling keluarga merupakan suatu proses interaktif untuk
membantu keluarga dalam mencapai kondisi psikologis yang serasi atau seimbang
sehingga semua anggota keluarga bahagia.
Adapun tahap-tahap dalam konseling, dibagi menjadi tiga tahapan yaitu tahap
awal konseling, pada tahap ini diawali dengan membangun hubungan konseling
yang melibatkan klien dan diakhiri dengan menegosiasi kontrak. Selanjutnya
tahaap pertengahan, tahap ini konselor dan klien menjelajahi dan mengeksplorasi
masalah, isu, dan kepedulian klien lebih jauh. Selanjutnya, tahap akhir konseling,
pada tahap ini konselor memutuskan perubahan sikap dan perilaku yang memadai.

B. Saran

Penulis memohon maaf yang sebesar-besarnya apabila dalam penyusunan


makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, hal itu tidak lain karena keterbatasan
kemampuan penulis sebagai seorang manusia biasa, tentunya untuk lebih
meningkatkat kualitas pada makalah berikutnya penulis penuh berharap atas saran
dan kritik dari para sahabat/i dan bapak ibu dosen pengampu.

14
DAFTAR PUSTAKA

Abu bakar M.luddin.(2009).dasar - dasar konseling, Jakarta:Citapustaka media


perintis.
D.gunarsa Y.singgih.(1995).psikologi untuk membimbing. Jakarta:gunung mulia.
Hendri novi.(1998).Psikologi dan konseling keluarga. Medan:Citapustaka.
Lumongga namora.(2011).memahami dasar-dasar konseling. Jakarta:Prenada Media
Group.
Mahmud, Alimuddin dan Sunarty, Kustiah. (2006). Dasar-dasar Bimbingan dan
Konseling Keluarga. Makassar: Samudra Alif-MIM.
Latipun. 2001. Psikologi Konseling. Universitas Muhammadiyah Malang. Malang
Sayekti Pujosuwarno. 1994. Bimbingan Dan Konseling Keluarga. Menara Mas
Offset. Yogyakarta

15

You might also like