You are on page 1of 31

A.

PENGERTIAN

TB paru merupakan penyakit infeksi yang menyerang parenkim paru paru dan disebabkan
oleh mycobacterium tuberculosis (soemantri, 2009). Sementara itu, junaidi (2010) menyebutkan
tuberculosis TB sebagai suatu infeksi akibat mycobacterium yang dapat menyerang berbagai organ
terutama paru paru dengan gejala yang sangat berfariasi.

Tuberculosis (TB) merupakan penyakit infeksi bakteri menahun yang disebabkan oleh
Mycobakterium tuberculosis, suatu basil tahan asam yang ditularkan melalui udara (Asih, 2004).
Penyakit ini ditandai den pembentukan granuloma pada jaringan yang terinfeksi. Komplikasi.
Penyakit TB paru bila tidak ditangani dengan benar akan menimbulkan komplikasi seperti:
pleuritis, efusi pleura, empiema, laryngitis dan TB usus.

B. ETIOLOGI

Penyebab tuberkulosis adalah mycobacterium tuberculosis, sejenis kuman berbentuk


batang dengan ukuran panjang 1 – 4 /um dan tebal 0,3 – 0,6 /um. Sebagian besar kuman terdiri
dari asam lemak lipid. Lipid inilah yang membuat kuman lebih tahan terhadap asam dan lebih
tahan terhadap gangguan kimia dan fisik. Kuman dapat tahan hidup pada udara kering maupun
dalam keadaan dingin. Hal ini terjadi karena kuman berada dalam sifat dormant (tidur). Di dalam
jaringan, kuman hidup sebagai parasit intraseluler yakni dalam sitoplasma makrofag. Sifat lain
kuman ini adalah aerob. Sifat ini menunjukkan bahwa kuman lebih menyenangi jaringan yang
tinggi kandungan oksigennya. Dalam hal ini tekanan oksigen pada bagian apikal paru-paru lebih
tinggi daripada bagian lain, sehingga bagian apikal ini merupakan tempat predileksi penyakit
tuberculosis. (Departemen Kesehatan RI, 2004 )
C. MACAM-MACAM

1. Tuberkulosis Primer

Tuberkulosis adalah infeksi bakteri TB dari penderita yang belum mempunyai reaksi
spesifik terhadap bakteri TB. Bila bakteri TB terhirup dari udara melalui saluran pernafassan dan
mencapai alveoli atau bagian terminal saluran pernafasan, maka bakteri akan ditangkap dan
dihancurkan oleh makrofag yang berada di alvoli. Jika pada proses ini bakteri ditangkap oleh
makrofag yang lemah, maka bakteri akan berkembang biak dalam tubuh makrofag yang lemah itu
dan menghancurkan makrofag. Dari proses ini dihasilkan kemotaksis yang menarik monosit
(makrofag) dari aliran darah dan membentuk tuberkel. Sebelum menghancurkan bakteri,makrofag
harus diaktifkan terlebih dahulu oleh limfokin yang dihasilkan oleh limfosit T.

Tidak semua makrofag ada granula TB mempunyai fungsi yang sama. Ada makrofag yang
berfungsi sebagai pembunuh, mencerna bakteri, dan merangsang limfosit. Beberapa makrofag
menghasilkan protease elastase, kolagenase, serta faktor-faktor penstimulasi koloni untuk
merangsang produksi monosit dan granulosit pada sumsum tulang.bakteri TB menyebar ke saluran
pernafasan melalui getah bening regional (bylus) dan membentuk epitiolit granuloma. Granuloma
mengalami nekrosis central sebagai akibatt dari timbulnya hipersensivitas seluler ( delayed
hipersensivity0 terhadap bakteri TB. Hal ini terjadi sekitar 2 sampai 4 minggu dan akan terlihat
pada tes tuberkulin. Hipersensitifitas seluler terlihat sebagai akumulasi lokal dari limfosit dan
makrofag.

Bakteri TB yang berada dalam alveoli akan membentuk fokus lokal( fokus ghon), sedangkan
fokus inisial bersama sam dengan limfa di nopati bertempat di hylus ( komplek primer ranks) dan
disebut juga TB primer. Fokus primer paru biasanya bersifat unilateral dengan sub pleura terletak
di atas atau bawah sifura interlobaris, atau di bagian basal dari lobus inferior. Bakteri ini menyebar
lebih lanjut melalalui saluran limfe atau aliran darah, dan tersangkut pada berbagai organ. Jadi TB
primer merupakan infeksi yang bersifat sistematis.
2. Tuberkulosis sekunder

Telah terjadi resolusi dari infeksi primer sejumlah kecil bakteri TB masih dapat hidup dalam
keadaan dorman di jaringan parut. Sebanyak 90% diantaranya tidak mengalami kekambuhan.
Reaktifasi penyakit TB ( TB pasca primer atau TB sekunder) terjadi bila daya tahan tubuh
menurun, pecandu alkohol akut, silikosis, dan pada pederita diabetes melitus serta aids.

Berbeda dengan TB primer, pada TB sekunder, kelenjar limfe regional dan organ lainnya
jarang terkena, lesi lebih terbatas, dan terlokalisir. Reaksi imunologis terjadi dengan adanya
pembentukan granuloma, mirip dengan yang terjadi pada TB primer. Tetapi, nekrosis jaringan
lebih mencolok dan menghasilkan lesi kaseosa( perkejuan) yang luas dan disebut
tuborkulema.Plotease yang dikeluarkan oleh makrofag aktif akan menyebabkan pelunakan bahan
kaseosar.Secara umum,dapat dikatakan bahwa terbentuknya kafisatas dan manifestasi lainnya dari
TB sekunder adalah akibat dari reaksi nekrotik yang dikenal hipersensitivitas.

TB paru pasca primer dapat disebabkan oleh infeksi lanjutan dari sumber eksogen,terutama pada
usia tua dengan riwayat masa muda pernah terinfeksi bakteri TB.Biasanya,hal ini terjadi pada
daerah artikel atau segmen postarior lobus superior 10-20mm dari pleura dan segmen apikel lobus
interior.Hal ini mungkin disebabkan kadar oksigen yang tinggi,sehingga menguntungkan untuk
pertumbuhan penyakit TB.

Lesi sekunder berkaitan dengan kerusakan paru yang disebabkan oleh produksi sitokin yang
berlebihan.Kavitas kemudian dilputi oleh jaringan fibrotik yang tebal dan berisi pembuluh darah
vulmobnal.Kavitas yang kronis diliputi oleh jaringan fibrotik yang tebal.Maslah lainnya
padakavitas kronis adalah kolonisasi jamur,seperti aspergilus yang menumbuhkan micotema.

· Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya


Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya dibagi menjadi beberapa tipe pasien,
yaitu:

1. Kasus baru

Adalah pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah menelan OAT
kurang dari satu bulan (4 minggu).

2. Kasus kambuh (Relaps)

Adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan tuberkulosis dan
telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, didiagnosis kembali dengan BTA positif
(apusan atau kultur).

3. Kasus setelah putus berobat (Default )

Adalah pasien yang telah berobat dan putus berobat 2 bulan atau lebih dengan BTA positif.

4. Kasus setelah gagal (Failure)

Adalah pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali menjadi positif pada
bulan kelima atau lebih selama pengobatan.
5. Kasus Pindahan (Transfer In)

Adalah pasien yang dipindahkan dari Unit Pelayanan Kesehatan yang memiliki register TB lain
untuk melanjutkan pengobatannya.

6. Kasus lain:

Adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas. Dalam kelompok ini termasuk
Kasus Kronik, yaitu pasien dengan hasil pemeriksaan masih BTA positif setelah selesai
pengobatan ulangan

D. PATOFISIOLOGI

Port de entri kuman mycobacterium tuberkolusis adalah saluran pernafasan, saluran


pencernaan, dan luka terbuka pada kulit . kebanyakan infeksi terjadi melalui udara (airbone) yaitu
melalui inhalasi dropplet yang mengandunng kuman kuman basil tuberkel yang terinfeksi.

Basil tuberkel yang mencapai alveolus dan di inhalasi biasanya terdiri atas satu sampai tiga
gumpalan. Basil yang lebih besar cenderung bertahan di saluran hidung dan cabang besra
bronkhus, sehingga tidak menyebabkan penyakit. Setelah berada dalam ruang alveolus, kuman
akan mulai mengakibatkan peradangan. Leukosit polimorfonuklear tampak memfagosit bakteri di
tempat ini, namun tidak membunuh organisme tersebut.

Sesudah hari pertama, maka leukosit diganti oleh makrofag. Alveoli yang terserang akan
mengalami konsolidasi dan timbul gejala pnemonomia akut. Pnemonomia selurer ini dapat
sembuh dengan sendirinya, sehingga tidak ada sisa yang tertinggal atau proses dapat berjalan terus
dan bakteri terus di fagosit atau berkembang biak di dalam sel. Basil juga menyebar melalui getah
bening menuju getah bening regional. Makrofag yang mengadakan infiltrasi menjadi lebih panjang
dan sebagian bersatu, sehingga membentuk sel tuberkel epiteloid yang dikelilingi oleh fosit.
Reaksi ini biasanya membutuhkan waktu 10 sampai 20 jam.

E. TANDA DAN GEJALA

Gejala-gejala paling umum pada penderita Tuberculosis Paru menurut muhammad


ardyansah(2012) adalah

1. Demam

Biasanya subfebris menyerupai demam influenza dan kadang-kadang panas badan dapat
mencapai 40 – 41 0C serangan demam dapat sembuh kembali begitulah seterusnya hilang
timbulnya demam influenza ini, sehingga klien merasa tidak terbebas dari serangan demam
influenza. Dan keadaan ini sangat dipengaruhi daya tahan tubuh penderita dan berat ringannya
infeksi kuman tuberculosis yang masuk.

2. Batuk

Gejala ini banyak ditemukan. Biasanya batuk ini terjadi kurang lebih selama tiga bulan
berturut-turut dan tak kunjung sembuh. Batuk terjadi karena adanya iritasi pada bronkus, batuk ini
diperlukan untuk membuang produk-produk radang keluar karena terlibatnya bronkus pada setiap
penyakit tidak sama. Mungkin saja bentuk baru ada setelah penyakit berkembang dalam jaringan
paru yakni setelah berminggu-minggu atau berbulan-bulan peradangan bermula. Sifat batuk
dimulai dari batuk kering (non produktif) kemudian setelah timbul peradangan menjadi produktif
(menghasilkan sputum) keadaan berlanjut adalah batuk darah (hemoptoe) karena terdapat
pembuluh daran yang pecah. Kebanyakan batuk darah pada tuberculosis terjadi pada kavitasi, tapi
juga terjadi pada ulkus dinding bronkus.
Pada penyakit yang ringan (baru timbul) belum dirasakan sesak nafas, sesak nafas akan
ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut dimana infiltrasinya sudah setengah bagian paru-paru.

3. Nyeri dada

Gejala ini agak jarang ditemukan nyeri dada timbul bila infiltrasi radang sudah sampai ke
pleura sehingga menimbulkan pleuritis.

4. Malaise

Penyakit tuberculosis bersifat radang yang menahun. Gejala malaise sering ditemukan
berupa anoreksia (tidak ada nafsu makan). Badan semakin kurus (berat badan turun), sakit kepala,
meriang, nyeri otot, keringat malam dan lain-lain. Gejala malaise ini makin lama makin berat dan
terjadi hilang timbul secara tidak teratur.

F. PENATALAKSANAAN

Zain (2001) membagi penatalaksanaan tuberkulosis paru menjadi 3 bagian yaitu


pencegahan, pengobatan, dan penemuan penderita.

1. Pencegahan Tuberkolosis paru

a. Pemeriksaan kontak, yaitu pemeriksaan terhadap individu yang bergaul erat dengan penderita TB
paru BTA positif
b. Mass chest x-rayyaitu pemeriksaan massa terhadap kelompok-kelompok populasi tertentu,
misalnya karyawan rumah sakitatau puskesmas atau balai pengobatan penghuni rumah tahanan
dan siswa siswi pesantren.

c. Vaksinasi BCG reaksi positif terjadi jika setelah mendapat vaksinasi BCG langsung terdapat reaksi
lokal yang besar dalam waktu kurang dari 7 hari setelah penyuntikan.

d. Kemoprokfilaksis yaitu dengan menggunakan INH 5 Mg/KgBB selama 6 sampai 12 bulan dengan
tujuan menghancurkan atau mengurangi populasi yang masih sedikit.

e. Komunikasi, informasi dan edukasi (KIE) tentang penyakit tuberculosis pada masyarakat setempat
ditingkat puskesmas maupun rumah sakit oleh petugas pemerintah atau petugas LSM.

2. Pengobatan tuberculosis paru

Tujuan pengobatan pada penderita TB paru, selain untuk mengobati, juga untuk mencegah
kematian, kekambuhan, resistensi kuman terhadap OAT, setra memutuskan mata rantai penularan.

3. Penemuan penderita

a. Penatalaksanaan terapi: asupan nutrisi adekuat atau mencukupi

b. Kemoterapi yang mencakup pemberian:

1. Isoniazid ( INH) sebagai bakterisidial terhadap basil yang tumbuh aktiv. Obat ini diberikan selama
18-24 bulan dan dengan dosis 10 sampai 20 mg/kg berat badan per hari melalui oral.

2. Kombinasi antara NH, rivamticin dan pyrasinamic yang diberikan selama 6 bulan.

3. Obat tambahan, antara lain streptomycin ( diberikan iM) dan etambutol.


4. Terapi kortikosteroid diberikan bersamaan dengan obat anti TB untuk mengurangi respon
peradangan, misalnya pada meningitis.

c. Pembedahan dilakukan jika kemoterapi tidak berhasil. Tindakan ini dilakukan dengan
mengangkat jaringan parut yang rusak.

d. Pencegahan dilakukan dengan menghindari kontak langsung dengan orang yang terinfeksi basil
TB serta mempertahyankan asupan nutrisi yang memadai. Pemberian imunisasi BCG juga
diperlukan untuk meningkatkan daya tahan tubuh terhadap infeksi basil TB virolen.

G. PENGKAJIAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian Anamnesis

a. Keluhan Utama

Gejala umum seperti lemah dan demam. Keluhan pasien dapatdibagi menjadi dua golongan,
yaitu keluhan respiratoris dan keluhan sistemis.

a) Keluhan Respiratoris

Ø Batuk
Keluhan batuk timbul paling awal dan merupakan gangguan yang paling sering
dikeluhkan.Perawat harus menanyakan apakah keluhan batuk bersifat nonproduktif,produktif
ataukah sputum bercampur darah.

Ø Batuk Darah

Keluhan batuk darah pada pasien TB paru selalu menjadi alasan utama untuk meminta
pertolongan kesehatan.Hal ini disebabkan rasa takut pasien pada darah yang keluar dari jalan
napas.Perawat harus menanyakan seberapa banyak darah yang keluar (apakah hanya berupa blood
streak/berupa garis atau bercak-bercak darah).

Ø Sesak Napas

Keluhan ini ditemukan bila kerusakan parenkim paru sudah meluas atau karena ada hal-hal
lain yang memperberat kondisi paru-paru pasien.

Ø Nyeri dada

Nyeri dada pada TB paru termasuk nyeri pleyritik ringan. Gejala ini timbl karena sistem
saraf di pleura terkena TB.

b) Keluhan Sistemis

· Demam
Keluhan yang sering dijumpai dan biasanya timbul pada sore atau malam hari pada penderita
TB ini mirip dengan gejala demam influenza.Gejalanya hilang timbul dan semakin lama semakin
panjang serangannya,sementara masa bebas serangan makin pendek.

· Keluhan Sistem Lain

Keluhan yang biasa timbul ialah keluar keringan dimalam hari,anoreksia,penurunan berat
badan dan tidak enak badan (malaise).Timbulnya keluhan biasanya bersifat gradual atau muncul
secara tahap dalam beberapa minggu atau bulan.Akan tetapi penampilan akut dengan bauk panas
dan sesak napas (walaupun jarang) dapat juga timbul menyerupai gejala pneumonia.

b. Riwayat Penyakit Sekarang

Batuk pada TB yang paling sering dikeluhkan mula-mula nonproduktif (tanpa dahak)
kemudian berdahak bahkan bercampur darah bila sudah terjadi kerusakan jaringan. Batuk akan
timbul apabila proses penyakit telah meloibatkan bronkus dimana terjadi iritasi bronkus. Akibat
adanya peradangan pada bronkus,batuk akan menjadi produktif (berdahak), yang berguna untuk
membuang produk ekskresi peradangan dengan sputum (dahak) yang bersifat mukoid atau
purulen.

Pasien TB paru juga sering menderita batuk darah. Adanya batuk darah ini sering kali
menimbulkan kecemasan pada diri pasien karena batuk darah sering dianggap sebagai suatu tanda
dari beratnya penyakit yang diidapnya.

c. Riwayat penyakit dahulu

Mengkaji apakah sebelumnya pasien apakah pernah menderita TB, waktu kecil mengalami
keluhan batuk dalam waktu lama ,tuberkulosis dari orang lain pembesaran getah bening,dan
penyakit lain yang dapat memperberat TB paru (diabetes militus).tenyakan pula mengenai obat-
obat yang biasa diminum oleh pasien di masa lalu yang masih relevan.Obat-obat ini meliputi OAT
dan atitisif. Catat adanya efek samping yang timbul di masa lalu

d. Riwayat penyakit keluarga

Secara patologi TB paru tidak di turunkan tetapi perawat perlu menanyakan apakah penyakit
ini pernah di alami oleh anggota keluarga lainnya sebagai faktor predis posisi penularan di dalam
rumah .

e. Pemerikasaan fisik

· Keadaan umum dan tanda-tanda vital

Keadaan umum pasien TB paru dapat dilihat secara selintas dengan menilai keadaan fisik tiap
bagian tubuh, dengan kesadaran apakan composmetis, apatis, somnolen, soporokoma, atau.hal
tersebut penting untuk dilakukan karena kondisi vital ini mensyaratkan kecepatan dan ketepatan
penilaian.

Biasanya hasil pemerikasaan Ttv dari pasien TB menunjukkan adanya peningkatan suhu tubuh
secara signifikan,frekuensi nafas meningkat apabila disertai sesak nafas,denyut nadi biasanya
meningkat seirama peningkatan suhu tubuh dan frekuensi pernafasan serta tekanan darah biasanya
sesuai dengan adanya penyakit penyulit seperti hipertensi

2. Pengakjian psikososio spiritual


Meliputi beberapa dimensi yaitu status emosi kognitif dan perilaku pasien. Pada kondisi klinis,
pasien dengan TB paru sering mengalami kecemasan bertingkat sesuai dengan keluhan yang
dialaminya. Perlu diketahui bahwa populasi bakteri TB paru lebih mudah hidup dan berkembang
biak di tempat kumuh dengan ventilasi yang buruk dan pencahayaan sinar matahari yang kurang.

TB paru merupaka penyakit yang pada umumnya menyerang masyarat miskin. Pasien TB
paru kebanyakan berpendidikan rendah, akibatnya mereka tidak menyadari bahwa penyembuhan
penyakit dan menjaga kesehatan merupakan hal yang penting . pendidikan yang redah sring
menyebabkan seseorang tidak dapat meningkatkan kemampuannya untuk mencapai taraf hidup
yang baik. padahal, taraf hidup yang baik amat dibutuhkan untuk penjagaan kesehatan secara
umum dan dalam menghadapi infeksi.

3. Data dasar pengkajian pasien

a. Aktifitas/istirahat

Ø Gejala:

1) Kelelahan umum dan kelemahan

2) Nafas pendek saat bekerja/beraktfitas

3) Kesulitan tidur pada malam hari/demam malam

4) Setiap hari menggigil dan berkeringat

5) Mimpi buruk
Ø Tanda :

1) Takikardia, takipnea/dispnea pada saat beraktifitas

2) Kelelahan otot, nyeri, dan sesak (tahap lanjut)

b. Integritas ego

Ø Gejala:

1) Adanya faktor setres lama

2) Masalah keuangan dan rumah tangga

3) Perasaan tak berdaya/tak ada harapan.serta

4) Biasa terjadi di bangsa amerika asli/imigran dari amerika tengah dan suku indian

Ø Tanda:

1) Menyangkal (khususnya selama tahap dini)

2) Kecemasan berlebihan, ketakutan, serta mudah marah

c. Makanan/cairan

Ø Gejala:

1) Kehilangan nafsu makan

2) Tak dapat mencerna makanan


3) Terjadi penurunan berat badan

Ø Tanda:

1) Turgir kulit buruk, kering atau kulit bersisik

2) Kehilangan otot atau otot mengecil karena hilangnya lemak subkutan

d. Nyeri/kenyamanan

Ø Gejala: nyeri dada meningkat karena batuk berulang

Ø Tanda:

1) Behati-hati saat menyentuh atau menggerakkan area yang sakit

2) Perilaku distraksi(terganggu) seperti sering gelisah

e. Perrnafasan

Ø Gejala:

1) Batuk (produktif/tak produktif)

2) Nafas pendek

Ø Tanda:

1) Peningkatan frekuensi pernafasan


2) Fibrosis parenkim paru dan pleura yang meluas

3) Pasien menunjukkan pola pernafasan yang tak simetris (efusi pleura)

4) Perfusi pekak dan penurunan fremitus (getaran dalam paru)

5) Penebalan pleura

6) Bunyi nafas yang menurun

7) Aspek paru selama inspirasi cepat,namum setelah batuk biasanya pendek(krekels postusik)

8) Karakteristik sputum (yang berwarna hijau/purulen dan mukoid,kadang kuning dan disertai
dengan bercak darah)

9) Defiasi trakeal (penyebab bronkogenik)

10) Tak perhatian,menjukkan sikap tersinggung yang jelas

11) Perubahan mental (tahap lanjut)

f. Keamanan

Ø Gejala: adanya kondisi tekanan pada sistem ini contoh (aids,kanker,tes HIV yang hasilnya positif)

Ø Tanda:demam rendah/sakit panas akut

g. Interaksi sosial

Ø Gejala: Perasaan isolasi atau penolakan karena penyakit menular.perubahan pola biasa dalam
kapasitas fisik untuk melaksanakan peran.
h. Penyuluhan/pembelajaran

Ø Gejala:

1) Riwayat keluarga TB

2) Ketidakmapuan umum status kesehatan buruk

3) Gagal untuk menyembuhkan secara total,TB sering kambuh

4) Tidak mengikuti terapi pengobatan dengan baik

Ø Pertimbangan :

DRG menunjukkan bahwa rata-rata lama pasien dirawat di rumah sakit sekitar 6,6 hari

Ø Rencana pemulangan:

Pasien dengan TB paru dalam terapi obat dan bantuan perawatan diri serta pemeliharaan rumah.

H. DIAGNOSA KEPERAWATAN DAN INTERVENSI

a. Penyakit Tuberkulosa paru

Ø Tidak efektifnya bersihan jalan nafas. (Doenges, 2000 : 244)


Tujuan : Bersihan jalan nafas kembali efektif

K.H. :

a. Mempertahankan jalan napas paten dengan bunyi napas bersih dan jelas.

b. Menunjukkan perilaku untuk memperbaiki bersihan jalan nafas misalnya batuk efektif dan
mengeluarkan sekret.

Intervensi :

a. Kaji frekuensi pernapasan dan catat rasio inspirasi dan ekspirasi.

b. Auskultasi bunyi nafas dan catat adanya bunyi nafas tambahan misal : mengi, krekels, ronki.

c. Catat adanya derajat dispnea misal : keluhan gelisah, ansietas, distres pernapasan, penggunaan
otot bantu.

d. Pertahankan polusi lingkungan minimum, misal : debu, asap, dan bulu bantal yang berhubungan
dengan kondisi individu.

e. Dorong / bantu latihan napas abdomen atau bibir.

f. Observasi karakteristik batuk, misal : menetap : batuk pendek, basah.

g. Beri latihan batuk efektif.

h. Tingkatkan pemasukan cairan 300 ml / hari sesuai toleransi jantung, misal : memberi air hangat.

i. Berikan obat sesuai indikasi, misal : bronkodilator, kronolin, antimikrobial, analgesik.


Ø Gangguan pertukaran gas. (Doenges, 2000 : 245)

Tujuan : Pertukaran gas kembali adekuat.

K.H. :

1. Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan adekuat dengan GDA dalam rentang
normal dan bebas gejala distres pernapasan.

2. Berpartisipasi dalam program pengobatan sesuai tingkat kemampuan dan situasi.

Intervensi :

a. Kaji dan auskultasi bunyi napas.

b. Kaji frekuensi kedalaman pernapasan dan catat penggunaan otot aksesori, napas bibir,
ketidakmampuan bicara atau berbincang.

c. Awasi tingkat kesadaran atau status mental.

d. Awasi tanda vital dan irama jantung.


e. Dorong mengeluarkan spuntum, penghisapan bila diindikasikan.

f. Tingggikan kepala, bantu untuk memiliki posisi yang mudah untuk bernapas.

g. Dorong napas dalam perlahan atau napas bibir sesuai kebutuhan.

h. Awasi seri GDA dan nadi oksimetri.

i. Beri oksigen tambahan yang sesuai dengan indikasi hasil GDA dan toleransi pasien.

j. Beri penekanan SSP (misal : antiansietas, sedatif) sesuai indikasi.

k. Bantu intubasi, pertahankan ventilasi mekanik sesuai instruksi untuk pasien.

Ø Gangguan pola napas tidak efektif. (Doenges, 2000 : 177)

Tujuan : Pola napas kembali efektif.

K.H. :

a. Menunjukkan pola napas efektif dengan frekuensi dan kedalaman napas dalam rentan normal dan
paru jelas atau bersih.

b. Berpartisipasi dalam aktivitas atau perilaku meningkatkan fungsi paru.


tervensi :

a. Identifikasi faktor penyebab

b. Kaji adanya area nyeri tekan bila batuk.

c. Kaji frekuensi dan kedalaman napas.

d. Kaji pengembangan dada dan focal fremitus.

e. Observasi pola batuk dan karakter sekret.

f. Auskultasi bunyi napas catat adanya bunyi napas abnormal (krekels, mengi atau gesekan pleural).

g. Dorong atau bantu pasien untuk napas dalam dan batuk efektif.

h. Tinggikan kepala dan bantu alih posisi.

i. Lakukan penghisapan per oral atau nasotrakeal sesuai indikasi.

j. Beri oksigen tambahan sesuai indikasi.

k. Beri bronkodilator sesuai indikasi.

Ø Gangguan kebutuhan nutrisi : kurang dari kebutuhan. (Doenges, 2000 : 246

Tujuan : Kebutuhan nutrisi tubuh tercukupi.

K.H. :
a. Menunjukkan peningkatan berat badan secara bertahap.

b. Menunjukkan perilaku atau perubahan pola hidup untuk meningkatkan dan atau mempertahankan
berat badan yang tepat.

ervensi :

a. Kaji kebiasaan diet, masukan makanan saat ini dan catat derajat kesulitan makan.

b. Kaji masukan atau pengeluaran.

c. Berikan perawatan oral, buang sekret (berikan wadah khusus).

d. Dorong periode istirahat selama 1 jam sebelum dan sesudah makan.

e. Berikan makan dalam porsi kecil tapi sering dengan tinggi protein dan karbohidrat.

f. Hindari makanan penghasil gas dan minuman berkarbonat.

g. Hindari makanan yang sangat panas atau terlalu dingin.

h. Timbang berat badan sesuai indikasi.

i. Konsultasi ahli gizi untuk mendapatkan informasi mengenai nutrisi yang sesuai.

j. Pemeriksaan laboratorium, misal : albumin serum, profil asam amino, keseimbangan nitrogen,
glukosa dan elektrolit.
k. Beri vitamin, mineral atau elektrolitt sesuai indikasi.

l. Beri oksigen tambahan selama makan sesuai indikasi.

Ø Intoleransi aktivitas. (Kim, 1995 : 224)

Tujuan : Berpartisipasi dalam aktivitas yang diperlukan.

K.H. :

1) Melaporkan peningkatan toleransi dalam aktivitas.

2) Menunjukkan penurunan tanda-tanda intoleransi fisiologi yaitu kecepatan nadi, pernapasan


dangkal.

ensi :

a. Kaji respon pasien terhadap aktivitas.

b. Instruksikan pada pasien tentang tehnik penghematan energi.

c. Berikan dorongan untuk melakukan aktivitas perawatan diri bertahap jika dapat ditoleransi.

d. Bantu merencanakan periode istirahat dan aktivitas.

e. Bantu latihan rentang gerak aktif selama 1 jam.

f. Berikan diet nutrisi tinggi zat besi.


Ø Resiko tinggi penyebaran atau aktivasi ulang infeksi. (Doenges, 2000 : 242)

Tujuan : Tidak terjadi penyebaran atau aktivasi ulang infeksi

K.H. :

a. Mengidentifikasi intervensi untuk mencegah atau menurunkan resiko penyebaran infeksi.

b. Kaji tindakan kontrol infeksi sementara, misal : masker atau isolasi pernapasan.

c. Kaji pentingnya mengikuti dan kultur ulang secara periodik terhadap sputum untuk lamanya
terapi.

d. Identifikasi orang lain yang beresiko, misal : anggota keluarga, tetangga.

e. Identifikasi faktor resiko individu terhadap pengaktifan berulang tuberkulosis.

f. Awasi suhu dan temperatur tubuh.

g. Anjurkan pasien untuk batuk atau bersin dengan ditutup tisu dan meludah pada tempat khusus.

h. Dorong memilih makann atau nutrisi seimbang.

i. Tekankan pentingnya tidak menghentikan terapi obat utama : Isoniazid (INH), Etambutol
(Myambutol), Nyampin (RMP / Rifadin).

c. Penyakit Colic Abdomen


Ø Gangguan rasa nyaman : nyeri. (Kim, 1995 : 304)

Tujuan : Rasa nyaman terpenuhi .

K.H. :

1. Mengatakan secara verbal rasa nyaman dan nyeri berkurang.

2. Melaporkan tidak mengalami gangguan selama tidur.

3. Memilih waktu istirahat atau aktivitas.

Intervensi :

1. Gunakan kerangka kerja untuk memonitor rasa nyeri dalam rentang kualitas, intensitas, durasi,
dan ukuran kenyamanan.

2. Identifikasi faktor penyebab timbulnya nyeri.

3. Ajarkan penderita menggunakan strategi untuk menurunkan nyeri, misal : relaksasi.

4. Beri aktivitas hiburan atau alih perhatian terhadap nyeri.

5. Kerjasama dengan dokter untuk pemberian analgetik yang diperlukan.


Ø Gangguan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh. (Tucker, 1998 : 258).

Tujuan : Kebutuhan nutrisi tubuh tercukupi.

K.H. : Pasien mempertahankan kestabilan atau peningkatan berat badan dan


meningkatkan masukan kalori dan nilai nutrisi dari makanan yang dicerna.

Intervensi :

1. Kaji faktor penyebab.

2. Kaji status nutrisi.

3. Observasi tanda vital.

4. Pantau masukan dan haluaran.

5. Timbang berat badan pasien dengan timbangan dan pakaian yang sama.

6. Berikan suplemen tingggi protein.

7. Berikan makanan selagi hangat dalam porsi kecil tapi sering, haluskan lebih mudah ditoleransi.

8. Hindari makanan pedas dan asam.

9. Pertahankan periode tenang sebelum dan setelah makan.

10. Beri vitamin, antasida, atau antiemesis sesuai pesanan.

Ø Gangguan pola istirahat tidur. (Tucker, 1998 : 398)


Tujuan : Pola tidur kembali efektif.

K.H. :

1. Melaporkan perasaan segar setelah bangun tidur.

2. Mempertahankan energi sepanjang hari.

3. Pola tidur normal.

Intervensi :

1. Kaji pola aktivitas tidur.

2. Kaji efektivitas aktifitas peningkatan tidur setiap hari.

3. Bantu atau ajarkan teknik mempermudah tidur (minum air hangat, pijat punggung, relaksasi).

4. Bantu menetapkan pola aktivitas fisik yang teratur : kurangi aktivitas yang merangsang sebelum
tidur.

5. Berikan lingkungan yang mempermudah tidur : kurangi pencahayaan, tutup pintu kamar,
pertahankan ketenangan dan privasi.

6. Hindari masukan stimulan dalam diet.

7. Jangan biarkan pasien banyak tidur pada siang hari.

Ø Kekurangan volume cairan. (Kim, 1995 : 297)


Tujuan : Memperlihatkan keseimbangan elektrolit dan volume cairan.

K.H. :

1. Tekanan darah dan nadi dalam batas normal.

2. Nilai elektrolit dalam batas normal.

3. Keseimbangan asupan dan haluaran.

4. Berat badan dalam batas normal.

5. Tingkat osmolaritas serum dalam batas normal.

6. Turgor kulit dalam batas normal.

Intervensi :

1. Awasi tanda-tanda vital.

2. Awasi elektrolit urine.

3. Awasi asupan dan haluaran.

4. Timbang penderita pada waktu dan timbangan yang sama.

5. Awasi keadaan kulit : warna.

6. Awasi serum elektrolit (Na+ dan K+).

7. Berikan cairan per oral sampai 2600 ml / hari.


8. Beri insulin sesuai instruksi.

Ø Koping individu tidak efektif. (Carpenito, 2000 : 296)

Tujuan : Coping individu kembali efektif.

K.H. :

1. Mengungkapkan perasaan yang berkaitan dengan emosi.

2. Mengidentifikasi perilaku dan konsekuensi perilaku.

3. Mengidentifikasi kekuatan diri dan dorongan yang diterima melalui dukungan perawat.

4. Membuat keputusan dan menjalaninya melalui tindakan sesuai untuk mengubah situasi yang
mengancam.

Intervensi :

1. Kaji faktor penyebab dan pemberat.

2. Kaji faktor resiko terhadap ketidakefektifan koping (Miller, 1995).

3. Kaji status koping individu.

4. Kaji tingkat ketidakefektan koping.

5. Ciptakan hubungan dengan dunia luar


PENUTUP

Kesimpulan dan Saran

Tuberculosis merupakan penyakit infeksi bakteri menahun pada paru yang disebabkan oleh
Mycobakterium tuberculosis, yaitu bakteri tahan asam yang ditularkan melalui udara yang ditandai
dengan pembentukan granuloma pada jaringan yang terinfeksi.

TB paru disebabkan oleh Mycobakterium tuberculosis yang merupakan batang aerobic tahan
asam yang tumbuh lambat dan sensitif terhadap panas dan sinar UV. Bakteri yang jarang sebagai
penyebab, tetapi pernah terjadi adalah M. Bovis dan M. Avium.

Berdasarkan hasil pemeriksaan menyeluruh, yang meliputi anamnesis, maka pasien


didiaknosa menderita TBC jika telah menunjukkan gejala-gejalanya. Pasien harus meminum obat
secara teratur dan melanjutkan terapi pengobatan hingga dinyatakan benar-benar sembuh. Passien
haris memeriksakan dahaknya dan harus memperhatikan serta memotivasi pasien agar tetap
konsisten dalam mengalami pengobatan.
DAFTAR PUSTAKA

Doengoes, M.., Rencana Asuhan Keperawatan. edisi 3. Jakarta: Buku Kedokteran EGC

Smeltzer and Bare. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: Buku Kedokteran EGC

Sujono Riyadi. 2011. Keperawatan medikal Bedah. Yogyakarta : Pustaka Pelajar

Irman Soemantri. 2009. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Pada Sistem
Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika

Mohammad Ardiyansyah. 2012. Medikal Bedah untuk Mahasiswa. Jogjakarta: DIVA Press

You might also like