You are on page 1of 3

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Keluarga Berencana


Menurut World Health Organisation (WHO) expert committee 1997: keluarga
berencana adalah tindakan yang membantu pasangan suami istri untuk menghindari
kehamilan yang tidak diinginkan, mendapatkan kelahiran yang memang sangat
diinginkan, mengatur interval diantara kehamilan, mengontrol waktu saat kelahiran
dalam hubungan dengan umur suami istri serta menentukan jumlah anak dalam
keluarga.
Keluarga berencana menurut Undang-Undang no 10 tahun 1992 (tentang
perkembangan kependudukan dan pembangunan keluarga sejahtera) adalah upaya
peningkatan kepedulian dan peran serta masyarakat melalui pendewasaan usia
perkawinan (PUP), pengaturan kelahiran, pembinaan ketahanan keluarga, peningkatan
kesejahteraan keluarga kecil, bahagia dan sejahtera. Keluarga berencana adalah suatu
usaha untuk menjarangkan jumlah dan jarak kehamilan dengan memakai kontrasepsi.
Secara umum keluarga berencana dapat diartikan sebagai suatu usaha yang
mengatur banyaknya kehamilan sedemikian rupa sehingga berdampak positif bagi ibu,
bayi, ayah serta keluarganya yang bersangkutan tidak akan menimbulkan kerugian
sebagai akibat langsung dari kehamilan tersebut. Diharapkan dengan adanya perencanaan
keluarga yang matang kehamilan merupakan suatu hal yang memang sangat diharapkan
sehingga akan terhindar dari perbuatan untuk mengakhiri kehamilan dengan aborsi.
2.2 Fakta Keluarga Berencana Di Indonesia
Partisipasi masyarakat dalam mendukung program KB masih terlihat rendah. Hal
ini terutama tampak pada partisipasi pria/suami. Hal ini salah satunya disebabkan
minimnya akses laki-laki terhadap perolehan informasi, pelayanan KB, dan kesehatan
reproduksi.

Menurut Peneliti Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan (PSKK) UGM Issac
Tri Oktaviatie, S.Ant, MSc, kurangnya promosi atau sosialiasi tentang KB pria
dikarenakan kebijakan KB di Indonesia yang masih berfokus pada pencapaian target
peserta KB perempuan. Perempuan masih tetap menjadi sasaran utama sosialisasi
program KB dengan harapan istri yang akan mengkomunikasikan dan menegosiasikan
pemakaian alat kontrasepsi (alkon) kepada suaminya.
Aspek sosial budaya masyarakat Indonesia juga menjadi faktor penyebab
rendahnya kesadaran pria untuk berperan menyukseskan program KB. Dari hasil
penelitian yang dilakukan di kabupaten Gunung Kidul, diketahui bahwa masyarakat
masih mempersepsikan KB merupakan tanggung jawab perempuan. Selain itu,
pemakaian alat kontrasepsi kondom mengurangi kenyamanan saat melakukan hubungan
seksual dengan pasangan dibanding jenis-jenis alat kontrasepsi perempuan yang ada.
Sementara metode vasektomi masih dipersepsikan sebagai bentuk pengkebirian dan akan
mengurangi kekuatan pria. Pandangan yang keliru tentang vasektomi ini telah
melahirkan stigma terhadap akseptor yang dianggap oleh masyarakat sekitar sebagai pria
takut isteri. Kekhawatiran juga muncul dari perempuan yang beranggapan dengan
vasektomi justuru akan meningkatkan peluang suami untuk tidak setia pada pasangan
karena tidak meninggalkan jejak.
Keterlibatan pria didefinisikan sebagai partisipasi dalam proses pengambilan
keputusan KB, pengetahuan pria tentang KB dan penggunaan kontrasepsi pria. Dari
defenisi di atas dapat disimpulkan bahwa partisipasi pria tidak hanya dalam hal
pemakaian alat kontrasepsi saja, tapi juga dalam hal pengambilan keputusan berKB oleh
istri ataupun dengan pengetahuan yang dimiliki oleh pria tentang KB digunakan untuk
membantu mensosialisasikan program-program KB. Keterlibatan pria dalam KB
diwujudkan melalui perannya berupa dukungan terhadap KB dan penggunaan alat
kontrasepsi serta merencanakan jumlah anak dalam keluarga. Untuk merealisasikan
tujuan terciptanya Keluarga Berkualitas 2015, Partisipasi pria dalam Keluarga
Berencana adalah tanggung jawab pria dalam kesertaan ber-KB, serta berperilaku
seksual yang sehat dan aman bagi dirinya, pasangan atau keluarganya. Dalam hal ini
dinyatakan bahwa keterlibatan pria dalam program KB dapat terjadi secara langsung atau
tidak langsung. Penggunaan metode kontrasepsi pria merupakan satu bentuk partisipasi
pria secara langsung, sedangkan keterlibatan pria secara tidak langsung misalnya pria
memiliki sikap yang lebih positif dan membuat keputusan yag lebih baik berdasarkan
sikap dan persepsi, serta pengetahuan yang dimilikinya.

2.3 Keluarga Berencana Dalam Pandangan Al-Qur’an dan Hadits


2.3.1 Pandangan Al-Qur’an Tentang Keluarga Berencana
Dalam al-Qur’an banyak sekali ayat yang memberikan petunjuk yang perlu kita
laksanakan dalam kaitannya dengan KB diantaranya ialah :
Surat An-Nisa’ ayat 9:
‫وليخششش الذين لو تركوا من خلفهم ذرية ضعافا خافوا عليهم فليتقوهللاا واليقولوا سديدا‬
“Dan hendaklah takut pada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan
dibelakang mereka anak-anak yang lemah. Mereka khawatir terhadap
kesejahteraan mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada
Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar”.
Selain ayat diatas masih banyak ayat yang berisi petunjuk tentang pelaksanaan KB
diantaranya ialah surat al-Qashas: 77, al-Baqarah: 233, Lukman: 14, al-Ahkaf: 15,
al-Anfal: 53, dan at-Thalaq: 7.

Dari ayat-ayat diatas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa petunjuk yang perlu
dilaksanakan dalam KB antara lain, menjaga kesehatan istri, mempertimbangkan
kepentingan anak, memperhitungkan biaya hidup brumah tangga.

2.3.2 Pandangan al-Hadits Tentang Keluarga Berencana


Dalam Hadits Nabi diriwayatkan:

)‫إنك تدر ورثك أغنياء خير من أن تدرهم عالة لتكففون الناس (متفق عليه‬

“sesungguhnya lebih baik bagimu meninggalkan ahli warismu dalam keadaan


berkecukupan dari pada meninggalkan mereka menjadi beban atau
tanggungan orang banyak.”
Dari hadits ini menjelaskan bahwa suami istri mempertimbangkan tentang biaya
rumah tangga selagi keduanya masih hidup, jangan sampai anak-anak mereka
menjadi beban bagi orang lain. Dengan demikian pengaturan kelahiran anak
hendaknya dipikirkan bersama.

You might also like