You are on page 1of 10

POTENSI TANAMAN KARET (Hevea brasilliensis)

SEBAGAI KOMODITI AGRIBISNIS

Oleh : Felix Samisara Perangin-angin


NIM : 091201100

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Sebagai usaha percepatan pembangunan ekonomi, industrialisasi merupakan salah satu


strategi yang dilakukan oleh pemerintah yang dapat menciptakan pemerataan pembangunan yang
dirasakan oleh semua masyarakat, baik meningkatkan kesempatan kerja dan pemerataan
pendapatan serta mampu mengurangi perbedaan kemampuan antar daerah.
Dalam kehidupan manusia modern saat ini banyak peralatan‐peralatan yang
menggunakan bahan yang sifatnya elastis tidak mudah pecah bila terjadi jatuh dari suatu tempat.
Dengan semakin meningkatnya kebutuhan tersebut secara langsung kebutuhan karet (Hevea
brasilliensis) juga meningkat dengan sendirinya sesuai kebutuhan manusia.
Pada umumnya negara-negara berkembang menyakini sektor industri mampu mengatasi
masalah perekonomian, dengan asumsi bahwa sektor industri dapat memimpin sektor-sektor
perekonomian lainnya menuju pembangunan ekonomi. Oleh karena itu, di Indonesia sektor
industri dipersiapkan agar mampu menjadi penggerak dan memimpin (the leading sector)
terhadap perkembangan sektor perekonomian lainnya.
Tanaman karet (Hevea brasilliensis) merupakan salah satu komoditi perkebunan yang
menduduki posisi cukup penting sebagai sumber devisa non migas bagi Indonesia, sehingga
memiliki prospek yang cerah. Oleh sebab itu upaya peningkatan produktifitas usahatani karet
(Hevea brasilliensis) terus dilakukan terutama dalam bidang teknologi budidayanya. Indonesia
pernah menguasai produksi karet dunia, namun saat ini posisi Indonesia didesak oleh dua negara
tetangga Malaysia dan Thailand. Lebih dari setengah karet yang digunakan sekarang ini adalah
sintetik, tetapi beberapa juta ton karet alami masih diproduksi setiap tahun, dan masih
merupakan bahan penting bagi beberapa industri termasuk otomotif dan militer.
Lebih dari setengah produksi karet yang digunakan sekarang ini adalah sintetik, tetapi
beberapa juta ton karet alami masih tetap diproduksi setiap tahun, dan masih merupakan bahan
penting bagi beberapa industri termasuk otomotif dan militer.
Sejumlah lokasi di Indonesia memiliki keadaan lahan yang cocok untuk pertanaman karet
(Hevea brasilliensis), sebagian besar berada di wilayah Sumatera dan Kalimantan. Luas area
perkebunan karet tahun 2005 tercatat mencapai lebih dari 3.2 juta ha yang tersebar di seluruh
wilayah Indonesia. Diantaranya 85% merupakan perkebunan karet milik rakyat, dan hanya 7%
perkebunan besar negara serta 8% perkebunan besar milik swasta. Produksi karet (Hevea
brasilliensis) secara nasional pada tahun 2005 mencapai angka sekitar 2.2 juta ton. Jumlah ini
masih akan bisa ditingkatkan lagi dengan memberdayakan lahan-lahan pertanian milik petani
dan lahan kosong/tidak produktif yang sesuai untuk perkebunan karet.
Dengan memperhatikan adanya peningkatan permintaan dunia terhadap komoditi karet
ini di masa yang akan datang, maka upaya untuk meningkatakan pendapatan petani melalui
perluasan tanaman karet (Hevea brasilliensis) dan peremajaaan kebun bisa merupakan langkah
yang efektif untuk dilaksanakan. Guna mendukung hal ini, perlu diadakan bantuan yang bisa
memberikan modal bagi petani atau pekebun swasta untuk membiayai pembangunan kebun karet
dan pemeliharaan tanaman secara intensif.

Rumusan Masalah
1.1. Karateristik dan Kegunaan Karet (Hevea brasilliensis)
1.2. Prospek dan Peluang Pasar Komoditi Karet(Hevea brasilliensis)
1.3. Potensi Pasar Karet (Hevea brasilliensis) Bagi Dunia
1.4. Kendala Dalam Bisnis Karet (Hevea brasilliensis
BAB II
ISI

2.1. Karateristik dan Kegunaan Karet (Hevea brasilliensis)


Karet (Hevea brasilliensis) adalah tanaman perkebunan tahunan berupa pohon batang
lurus. Pohon karet (Hevea brasilliensis) pertama kali hanya tumbuh di Brasil, Amerika Selatan,
namun setelah percobaan berkali-kali oleh Henry Wickham, pohon ini berhasil dikembangkan di
Asia Tenggara, di mana sekarang ini tanaman ini banyak dikembangkan sehingga sampai
sekarang Asia merupakan sumber karet alami. Di Indonesia, Malaysia dan Singapura tanaman
karet mulai dicoba dibudidayakan pada tahun 1876. Tanaman karet (Hevea brasilliensis)
pertama di Indonesia ditanam di Kebun Raya Bogor.
Tanaman karet ( Hevea brasilliensis Muell Arg ) adalah tanaman getah-getahan yang
mempunyai jaringan tanaman yang banyak mengandung getah (lateks) dan getah tersebut
mengalir keluar apabila jaringan tanaman terlukai. Tanaman karet (Hevea brasilliensis) berupa
pohon dengan ketinggian bisa mencapai 15 m sampai 25 m. Batang tumbuh lurus dan memiliki
percabangan yang tinggi keatas. Batang tersebut berbentuk silindris atau bulat, kulit kayunya
halus, rata-rata berwarna pucat hingga kecoklatan, sedikit bergabus.
Dibawah ini merupakan sistematika dari karet (Hevea brasilliensis)
Kingdom : Plantae
Divisio : Spermatophyta
Subdivisio : Angiospermae
Class : Dicotyledoneae
Ordo : Euphorbiales
Family : Euphorbiaceae
Genus : Hevea
Spesies : Hevea brasiliensis Muell Arg.
Tanaman karet (Hevea brasilliensis) merupakan pohon yang tumbuh tinggi dan berbatang
cukup besar, tinggi pohon dewasa mencapai 15-25 meter. Batang tanaman biasanya tumbuh
lurus dan memiliki percabangan yang tinggi diatas. Dibeberapa kebun karet ada beberapa
kecondongan arah tumbuh tanamannya agak miring kearah utara. Batang tanaman ini
mengandung getah yang dikenal dengan nama lateks.
Karet (Hevea brasilliensis) adalah polimer hidrokarbon yang terbentuk dari emulsi
kesusuan (dikenal sebagai latex) yang diperoleh dari getah beberapa jenis tumbuhan pohon karet
tetapi dapat juga diproduksi secara sintetis. Sumber utama barang dagang dari latex yang
digunakan untuk menciptakan karet adalah pohon karet Hevea brasiliensis (Euphorbiaceae). Ini
dilakukan dengan cara melukai kulit pohon sehingga pohon akan memberikan respons yang
menghasilkan lebih banyak latex lagi.
Hasil utama dari pohon karet (Hevea brasilliensis) adalah lateks yang dapat
dijual/diperdagangkan oleh masyarakat berupa latek segar, slab/koagulasi ataupun sit asap/sit
angin. Selajutnya produk tersebut sebagai bahan baku pabrik Crumb Rubber/Karet Remah yang
menghasilkan bahan baku untuk berbagai industri hilir seperti ban, sepatu karet, sarung tangan,
dan lain sebagainya. Hasil sampingan dari pohon karet adalah kayu karet yang dapat berasal dari
kegiatan rehabilitasi kebun ataupun peremajaan kebun karet tua/tidak menghasilkan lateks lagi.
Umumnya kayu karet yang diperjual belikan adalah dari peremajaan kebun karet yang tua yang
dikaitkan dengan penanaman karet baru lagi. Kayu karet dapat dipergunakan sebagai bahan
bangunan rumah, kayu api, arang, ataupun kayu gergajian untuk alat rumah tangga (furniture).
Hal yang paling penting dalam penanaman karet (Hevea brasilliensis) adalah bibit/bahan
tanam, dimana dalam hal ini bahan tanam yang baik adalah yang berasal dari tanaman karet
okulasi. Persiapan bahan tanam dilakukan paling tidak 1,5 tahun sebelum penanaman. Dalam hal
bahan tanam ada tiga komponen yang perlu disiapkan, yaitu: batang bawah (root stoct),
entres/batang atas (budwood), dan okulasi (grafting) pada penyiapan bahan tanam.

2.2. Prospek dan Peluang Pasar Komoditi Karet (Hevea brasilliensis)

Karet (Hevea brasilliensis) merupakan komoditi ekspor yang mampu memberikan


kontribusi di dalam upaya peningkatan devisa Indonesia. Ekspor Karet Indonesia selama 20
tahun terakhir terus menunjukkan adanya peningkatan dari 1.0 juta ton paa tahun 1985 menjadi
1.3 juta ton pada tahun 1995 dan 1.9 juta ton padatahun 2004. Pendapatan devisa dari komoditi
ini pada tahun 2004 mencapai US$ 2.25 milyar, yang merupakan 5% dari pendapatan devisa
non-migas.
Karet (termasuk karet alam) merupakan kebutuhan yang vital bagi kehidupan manusia
sehari-hari, hal ini terkait dengan mobilitas manusia dan barang yang memerlukan komponen
yang terbuat dari karet seperti ban kendaraan, conveyor belt, sabuk transmisi, dock fender, sepatu
dan sandal karet. Kebutuhan karet alam maupun karet sintetik terus meningkat sejalan dengan
meningkatnya standar hidup manusia. Kebutuhan karet sintetik relatif lebih mudah dipenuhi
karena sumber bahan baku relatif tersedia walaupun harganya mahal, akan tetapi karet alam
dikonsumsi sebagai bahan baku industri tetapi diproduksi sebagai komoditi perkebunan.
Untuk jumlah konsumsi karet dunia dalam beberapa tahun terakhir terjadi peningkatan,
jika pada tahun 2009 konsumsi karet dunia sebesar 9,277 juta ton, untuk tahun 2010 naik
menjadi 10,664 juta ton. Sementara produksi karet mentah dunia hanya mampu memberikan
sebanyak 10,219 juta ton pada tahun 2010 naik dibandingkan dengan tahun 2009 yang sebesar
9,702 juta ton karet alam atau minus sekitar 445.000 ton. Harga karet di pasar dunia tersebut
dipengaruhi oleh tingginya permintaan terhadap komoditas tersebut dari negara-negara yang
mengalami pertumbuhan ekonomi yang pesat seperti China, India, dan Asia Pasifik.
Menurut data untuk tahun 2011 produksi karet (Hevea brasilliensis) alam dunia
diasumsikan hanya berkisar 10,970 juta ton sementara untuk konsumsi diperkirakan mencapai
11,151 juta ton sehingga terjadi kekurangan pasokan atau minus sekitar 181.000 ton. Kurangnya
produk karet alam dunia di tahun 2011 salah satunya di karenakan terganggunya produksi karet
di beberapa negara seperti Australia, hujan deras yang disebabkan oleh lamina yang juga
menyebabkan banjir di negara tersebut telah mengganggu proses penyadapan karet. Dengan
adanya asumsi tersebut, dipastikan Indonesia berpeluang besar untuk memasok karet alam hasil
produk Indonesia ke luar negeri/ekspor dan tentunya dengan catatan untuk produk karet
Indonesia agar lebih ditingkatkan. Untuk tahun 2010 ekspor karet Indonesia sebesar 1,9 juta ton.
Diperkirakan untuk targetnya tahun ini ekspor karet bisa naik hingga 10%.
Dengan adanya penyebaran lahan‐lahan penanaman pohon karet hampir di seluruh
propinsi yang ada di Indonesia saat ini, diharapkan akan membantu dalam pemenuhan kebutuhan
karet alami dan pemenuhan industri pengolahan hasil dari pengolahan pohon karet dan ini
membuka peluang kepada investor untuk menanamkan modalnya di perkebunan karet. Karet
(Hevea brasilliensis) merupakan komoditi ekspor yang mampu memberikan kontribusi di dalam
upaya peningkatan devisa Indonesia. Ekspor karet Indonesia beberapa tahun terakhir terus
menunjukkan adanya peningkatan dengan begitu pendapatan devisa dari komoditi ini
menunjukan hasil yang bagus.
Sebagai salah satu komoditi industri, produksi karet sangat tergantung pada teknologi dan
manajemen yang diterapkan dalam sistem dan proses produksinya. Produk industri karet perlu
disesuaikan dengan kebutuhan pasar yang senantiasa berubah. Semuanya ini memerlukan
dukungan teknologi industri yang lengkap, yang mana diperoleh melalui kegiatan penelitian dan
pengembangan teknologi yang dibutuhkan. Indonesia dalam hal ini telah memiliki lembaga
penelitian karet yang menyediakan ilmu pengetahuan, teknologi dan inovasi di bidang
perkaretan.

2.3. Potensi Pasar Karet (Hevea brasilliensis) Dunia

Jumlah konsumsi karet dunia meningkat dan lebih tinggi dari produksi yang ada. Dengan
begitu Indonesia akan mempunyai peluang untuk menjadi produsen terbesar dunia dikarenakan
Negara‐negara pesaing utama seperti Thailand dan Malaysia semakin kekurangan lahan dan sulit
mendapatkan tenaga kerja yang murah sehingga ini bisa menjadi keunggulan komparatif dan
kompetitif Indonesia supaya menjadi lebih baik untuk peningkatan industri karet.
Melihat dari kacamata kebutuhan akan produksi karet‚ beberapa industri tertentu
memiliki ketergantungan yang besar terhadap pasokan karet alam‚ misalnya industri ban yang
merupakan pemakai terbesar karet alam. Beberapa jenis ban seperti radial‚ walaupun dalam
pembuatannya dicampur dengan karet sintetis‚ tetapi jumlah karet alam yang digunakan tetap
besar yaitu dua kali komponen karet sintetis. Jadi kebutuhan akan karet alam sangatlah besar.
Tetapi unsur persaingan industri karet alam menunjukkan intensitas persaingan yang
dikategorikan tinggi . Hal ini menunjukkan bahwa industri karet alam memiliki daya tarik
industri dan potensi laba yang sangat besar. Daya tarik yang besar ini ditunjukkan oleh tingginya
peningkatan pertumbuhan rata-rata industri.
Seiring dengan keinginan manusia menggunakan barang yang bersifat tahan dari pecah
dan elastis maka kebutuhan akan karet saat ini akan terus berkembang dan meningkat sejalan
dengan pertumbuhan industri otomotif, kebutuhan rumah sakit, alat kesehatan dan keperluan
rumah tangga dan sebagainya. Diperkirakan untuk masa yang akan datang kebutuhan akan karet
akan terus meningkat. Tentu hal ini akan menjadi peluang yang baik bagi Indonesia mengekspor
karet dan hasil olahan industri karet yang ada di Indonesia ke negara‐negara lainnya.
Dengan memperhatikan adanya peningkatan permintaan akan bahan karet alami di
negara‐negara industri terhadap komoditi karet dimasa yang akan datang, maka upaya untuk
meningkatkan persediaan akan karet alami dan industri produksi karet merupakan langkah yang
bagus untuk dilaksanakan. Guna mendukung hal ini semua, perlu diperhatikan perkembangan
perkebunan karet, industri hilir guna memberi nilai tambah dari hasil industri hulu.
Jumlah konsumsi karet (Hevea brasilliensis) dunia meningkat dan lebih tinggi dari
produksi yang ada. Dengan begitu Indonesia akan mempunyai peluang untuk menjadi produsen
terbesar dunia dikarenakan Negara‐negara pesaing utama seperti Thailand dan Malaysia semakin
kekurangan lahan dan sulit mendapatkan tenaga kerja yang murah sehingga ini bisa menjadi
keunggulan komparatif dan kompetitif Indonesia supaya menjadi lebih baik untuk peningkatan
industri karet.
Dengan meningkatnya kebutuhan akan karet alam dari negara‐negara industri, ini
mempengaruhi ekspor karet Indonesia ke negara‐negara lainnya. Kebanyakan adalah Negara
produsen mobil. Peningkatan juga terjadi karena adanya pengalihan karet sistetis akibat naiknya
harga minyak dunia.

2.4. Kendala Dalam Bisnis Karet

Penyakit karet (Hevea brasilliensis) sering menimbulkan kerugian ekonomis di


perkebunan karet. Kerugian yang ditimbulkannya tidak hanya berupa kehilangan hasil akibat
kerusakan tanaman, tetapi juga biaya yang dikeluarkan dalam upaya pengendaliannya. Oleh
karena itu langkah-langkah pengendalian secara terpadu dan efisien guna memperkecil kerugian
akibat penyakit tersebut perlu dilakukan. Lebih 25 jenis penyakit menimbulkan kerusakan di
perkebunan karet.
Produksi Karet (Hevea brasilliensi) tidak selamanya berjalan lancar, adanya penurunan
produksi dapat disebabkan oleh kualitas bibit yang rendah, pemanfaatan lahan perkebunan yang
tidak optimal, dan pemeliharaan tanaman yang buruk dan berdampak pada penurunan nilai
tambah. Kualitas bibit yang rendah menjadi masalah utama untuk perkebunan karet yang
ditunjukkan dengan rentang produktif tanaman karet yang kurang dari 30 Tahun. Maka
perbaikan utama yang dapat dilakukan adalah penanaman kembali dengan bibit unggul
berproduktivitas lebih tinggi dan pengaturan jarak yang optimal.
Menurut IRSG, dalam studi Rubber diperkirakan akan terjadi kekurangan pasokan karet
alam dalam dua decade ke depan. Untuk mengantisipasi kekurangan karet alam yang akan
terjadi, diperlukan suatu inovasi baru dari hasil industri karet dengan mengembangkan nilai
tambah yang bisa di peroleh dari produk karet itu sendiri. Nilai tambah produk karet dapat
diperoleh melalui pengembangan industri hilir dan pemanfaatan kayu karet sebagai bahan baku
industry kayu. Menunjuk dari pohon industri berbasis karet. Terlihat bahwa cukup banyak ragam
produk yang dapat dihasilkan dari karet, namun sampai saat ini potensi kayu karet tua belum
dapat dimanfaatkan secara optimal.
Dari sistem pengolahan, Indonesia masih kalah dari Negara-negara pesaing yang
menggunakan teknologi yang lebih canggih dibandingkan Indonesia. Akibatnya produk yang
dihasilkan Indonesia masih kurang dari sisi kualitas jika dibandingkan produk-produk dari
Negara pesaing seperti Thailand dan Malaysia.

PENUTUP

Kesimpulan

Melihat perkembangan baik dari segi konsumsi maupun produksi karet dunia, dalam
tahun‐tahun mendatang dipastikan masih akan terus meningkat. Indonesia merupakan penghasil
karet (Hevea brasilliensis) sekaligus sebagai salah satu basis manufaktur karet dunia.
Tersedianya lahan yang luas memberikan peluang untuk menghasilkan karet alami yang lebih
besar lagi dengan menambah areal perkebunan karet. Tetapi lebih utama dari itu, produksi karet
alam bisa ditingkatkan dengan meningkatkan teknologi pengolahan karet untuk meningkatkan
efisiensi, dengan demikian output (latex) yang dihasilkan dari input (getah) bisa lebih banyak
dan menghasilkan material sisa yang semakin sedikit.
Meskipun pasar karet alam lebih sedikit dibanding dengan pasar karet sintetik, namun
produksi maupun konsumsi karet alam masih cukup besar. Salah satu kelebihan dari karet
alamantara lain dilihat dari segi kestabilan harganya yang tidak terpengaruh secara langsung oleh
harga minyak dunia. Tidak demikian halnya dengan harga karet sintetik yang terkena dampak
langsung oleh kenaikan harga minyak dunia yang terjadi belakangan ini.
Pada tahun 2005 perdagangan karet Indonesia mengalami surplus sebesar US $ 2,9 juta
dimana nilai ekspor lebih besar dibanding nilai impor. Potensi surplus ini masih bisa naik lagi
mengingat kebutuhan karet dunia yang terus meningkat, ditambah lagi apabila didukung
pengurangan volume impor karet dengan tercukupinya kebutuhan karet dalam negeri.

DAFTAR PUSTAKA

Anwar, C., 2001. Manajemen dan Teknologi Budidaya Karet. Pusat Penelitian Karet. Medan.

Anwar, C. 2006. Manajemen Dan Teknologi Budidaya Karet. Pusat Penelitian Karet Sei Putih. http://
www.ipard.com/ art_ perkebun/ MANAJEMEN %20 DAN%20 TEKNOLOGI%20
BUDIDAYA%20 KARET. pdf [06 Juni 2010].

Anwar, C., 2006. Perkembangan Pasar dan Prospek Agribisnis Karet di Indonesia. Pusat Penelitian Karet.
Medan.

Aidi dan Daslin. 1995. Pengelolaan Bahan Tanam Karet. Pusat Penelitian Karet. Balai Penelitian Sembawa.
Palembang.

Apriyantono, A, Dr. Ir. MS. 2007. Prospek Dan Arah Pengembangan Agribisnis Karet Edisi Kedua. Badan
Penelitian Dan Pengembangan Pertanian Dan Agro Inovasi. Jakarta. http://
www.litbang.deptan.go.id/ special/ publikasi/doc_perkebunan/karet/ karet-bagian-a.pdf [08 Juni
2010].

Basuki, Ir, Dr. dan Tjasadihardja, A. Ir. Dr. M.S. 1995. Warta Pusat Penelitian Karet. Volume 14 Nomor 2 (89-
101) Juni 1995 Asosiasi Penelitian Dan Pengembangan Perkebunan Indonesia. CV. Monora.
Medan, hlm 91-92.

BPS. 2011. Karet Menurut Provinsi Di Seluruh Indonesia. Buku Statistik Perkebunan 2009-2011 Direktorat
Jendral Perkebunan. http://www. deptan.go.id/ infoeksekutif/bun/ EIS-bun2010 /karet. html [19
Januari 2012]

Deptan., 2006. Basis Data Statistik Pertanian (http://www.database.deptan.go.id/). Diakses tanggal 5 Mei 2009.

Gaspersz, V., 2001. Metode Analisis untuk Peningkatan Kualitas. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Marsono dan Sigit, P. 2005. Karet. Strategi Pemasaran Budidaya Dan Pengolahan. Penebar Swadaya. Jakarta.

Maryadi. 2005. Manajemen Agrobisnis Karet. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Nazaruddin dan F.B. Paimin. 1998. Karet. Penebar Swadaya. Jakarta.

Nugraheni, I., 2007. Analisis Kualitas Kontrol Produksi Karet dengan Grafik Pengendali Rata-Rata X dan
Grafik Pengendali Range R. Skripsi. FMIPA. Universitas Negeri Semarang.
Purwanto, E. 2001. Berbagai Klon Karet Pilihan Untuk Sistem Wanatani. International Centre For Research In
Agroforestry at website www. icraf.cgiar. org/sea. http://www.worldagroforestry. org/SEA
/Publications /files/leaflet/ LE0005-4.PDF [03 April 2008].

Semoiraya. 2010. Budidaya Karet. http://semoiraya.com/article/26214/budidaya-karet.html [10 Oktober 2010].

Setiawan, D. H. Ir dan Andoko, A. Drs. 2000. Petunjuk Lengkap Budidaya Karet. Agromedia Pustaka. Jakarta.

Setyamidjaja, D. 1993. Karet Budidaya dan Pengolahan. Penerbit Kanisius, Yogyakarta.

Sianturi, H. S. D. 2001. Budidaya Tanaman Karet. Universitas Sumatera Utara Press. Medan.

Sihotang, M. 2011. Produksi Karet Alam. http:// www.bisnis-sumatra. com/index. php/2011/04 /produksi-karet-
alam-diduga-meningkat/ [09 Januari 2012].

Siregar, T.H.S., 1995. Teknik Penyadapan Karet. Kanisius. Yogyakarta.

Tim Penulis PS., 1999. Karet Strategi Pemasaran Tahun 2000 Budidaya dan Pengolahan. Penebar Swadaya,
Jakarta.

You might also like