You are on page 1of 17

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Nyeri merupakan pengalaman emosional yang tidak menyenangkan diakibatkan adanya


kerusakan jaringan. Nyeri bersifat subyektif yang artinya masing-masing individu memiliki
respon nyeri yang berbeda-beda, kadang-kadang sulit diungkapkan dan hanya dapat
dirasakan oleh individu tersebut tanpa dapat dirasakan oleh orang lain. (Daniels,2004 ).
Menurut International Association for Study of Pain ( IASP ), nyeri adalah suatu sensori
subyektif dan pengalaman emosional yang tidak menyenangkan berkaitan dengan kerusakan
jaringan yang aktual dan potensial atau yang dirasakan , atau menggambarkan kondisi
terjadinya kerusakan.
Pada tahun 1999, the Veterans Health Administrasion mengeluarkan kebijakan untuk
memasukkan nyeri sebagai tanda vital ke lima, jadi perawat tidak hanya mengkaji suhu
tubuh,nadi,tekanan darah,dan respirasi tetapi juga harus mengkaji tentang nyeri.
Berdasarkan hal diatas maka saat ini dalam proses perawatan pasien, nyeri telah dimasukkan
dalam salah satu tanda vital pasien sehingga setiap pasien yang dilakukan perawatan mulai
pasien rawat jalan maupun rawat inap perlu dilakukan manajemen nyeri.
Mengingat pentingnya manajemen nyeri bagi pasien maka Rumah Sakit Umum Daerah
Paniai perlu untuk membuat panduan manajemen nyeri yang akan dipakai untuk pengelolaan
pasien yang mengalami nyeri.

B. TUJUAN

Tujuan Umum :
Sebagai acuan atau petunjuk bagi tenaga kesehatan di Rumah Sakit Umum Daerah Paniai
dalam melakukan pengelolaan pasien yang mengalami sakit atau nyeri.

Tujuan khusus :
1. Petugas dapat melakukan penilaian nyeri pada pasien sesuai dengan usia dan kondisi
pasien.
2. Agar petugas dapat melakukan penatalaksanaan nyeri yang efektif bagi pasien .
3. Membantu meningkatkan kualitas hidup pasien, menurunkan angka mortalitas dan
menfasilitasi proses pemulihan pasien.

BAB II
RUANG LINGKUP KEGIATAN

Ruang lingkup dalam manajemen nyeri , meliputi :

1. Asesmen nyeri
A. Cara melakukan asesmen
B. Pemeriksaan pada pasien nyeri.

2. Metode penilaian skor nyeri


A. Numeric Rating Scale ( NRS )
B. Wong Baker Face Pain Scale ( WBFPS)
C. FLACC ( Face,Leg,Activity,Cry,Consolability )
D. CCPOT ( Critical Care Pain Observation Tools )

3. Kriteria nyeri
A. Nyeri Ringan
B. Nyeri Sedang
C. Nyeri Berat

4. Penanganan nyeri
A. Nyeri Ringan
B. Nyeri Sedang
C. Nyeri Berat

BAB III
TATA LAKSANA

1. ASESMEN NYERI

Asesmen nyeri adalah suatu tindakan melakukan penilaian rasa nyeri pada pasien di
rumah sakit yang terdiri dari asesmen awal dan asesmen ulang nyeri.
Nyeri merupakan salah satu dari tanda-tanda vital. Oleh karena itu dalam melakukan
asesmen dan pemeriksaan tanda-tanda vital , faktor nyeri harus dilakukan asesmen.
Asesmen nyeri awal adalah suatu tindakan melakukan penilaian rasa sakit / nyeri pada
saat pasien dilayani pertama kali di rawat jalan, IGD maupun rawat inap.
Asesmen nyeri ulang adalah suatu tindakan melakukan penilaian ulang terhadap rasa
sakit / nyeri pada pasien yang telah dilakukan asesmen nyeri awal maupun yang telah
dilakukan pengelolaan nyeri baik di rawat jalan, IGD, ruang rawat inap, rawat khusus
HCU, sampai pasien terbebas dari rasa nyeri

A. CARA MELAKUKAN ASESMEN NYERI


a. Semua pasien yang diperiksa di RSUD Paniai baik pasien anak maupun dewasa,
pasien yang ada di UGD, URJ , URI , Pasien yang akan operasi , pasien di HCU,
maupun Peresti harus dilakukan asesmen awal nyeri .
b. Asesmen awal nyeri dilakukan dengan cara anamnesa kepada pasien ,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan tanda-tanda vital.
c. Anamnesa terhadap keluhan nyeri pada pasien, hal –hal yang ditanyakan pada
pasien saat melakukan anamnesa adalah sebagai berikut :
- Onset : Kapan mulai terjadi nyeri?,Berapa lama
nyeri dirasakan ? (menit,jam,hari,bulan dll),
Seberapa sering nyeri terjadi ?
- Provocating (Penyebab) : Apa yang menjadi pencetus atau yang
memperberat terjadinya nyeri?Apa yang
dapat meredakan nyeri?
- Quality (kualitas ) : Kualitas nyeri ? Seperti apa nyeri yang
dirasakan?Apakah seperti tertusuk?terbakar?
kena benda tumpul? seperti tertekan benda
berat?kram?
- Region (Lokasi ) : Apakah nyerinya menyebar? bila menyebar
ke daerah tubuh yang mana?
- Severate (Skala) : Berapa skala nyeri yang dirasakan pasien,
dengan cara mengukur skala nyeri dengan
menggunakan metode yang sesuai dengan
pasien..
d. Asesmen ulang nyeri dilakukan kepada pasien yang telah dilakukan penanganan
/ pengelolaan nyeri atau dilakukan tiap 30 menit s/d 1 jam setelah pemberian obat
nyeri.
e. Asesmen ulang nyeri dilakukan setiap
- Shift
- Pada saat pengukuran tanda – tanda vital pasien
- 1 jam setelah pengelolaan nyeri atau sesuai jenis dan onset obat.
- Setelah pasien menjalani prosedur operasi / tindakan lain yang menimbulkan
rasa sakit.
- Sebelum transfer pasien antar ruang / bagian
- Setelah pasien transfer antar ruang / bagian
- Sebelum pasien pulang dari rumah sakit.
f. Untuk pasien yang mengalami nyeri cardiak ( jantung ), dilakukan asesmen ulang
tiap 5 menit setelah pemberian nitrat atau obat-obat intravena.

B. PEMERIKSAAN PADA PASIEN DENGAN NYERI

a. Pemeriksaan Fisik
Dalam melakukan pemeriksan fisik kepada pasien yang mengalami nyeri , ada
beberapa hal yang nampak dan perlu diperhatikan yaitu :
- Respon Fisiologis
Stimulasi Simpatik ( pada nyeri ringan, sedang dan berat ), seperti :
- Dilatasi saluran bronchial
- Peningkatan RR , HR dan TD
- Peningkatan kadar GD, kekuatan otot
- Diaphoresis
- Dilatasi pupil
- Penurunan motilitas GI
Stimulasi Parasimpatis ( khusus pada nyeri sangat berat ),seperti :
- Muka pucat
- Otot mengeras
- Penurunan HR dan TD
- Nafas cepat dan irreguler
- Nousea dan vomitus
- Kelelahan dan keletihan
- Respon Tingkah laku, meliputi :
- Pernyataan verbal ( mengaduh,menangis, sesak nafas, mendengkur )
- Ekspresi wajah ( menangis,menggeletukkan gigi , menggigit bibir )
- Gerakan tubuh ( gelisah, imobilisasi, ketegangan otot, peningkatan
gerakan tangan dan jari )
- Interaksi sosial ( menghindari percakapan,menghindari kontak sosial,
penurunan perhatian, focus pada aktivitas menghilangkan nyeri
b. Pemeriksaan Umum
- Tanda vital : Suhu, Tensi, Nadi, Pernafasan.
- Ukur BB dan PB/TB.
- Cek apakah terdapat lesi / luka pada kulit seperti jaringan parut akibat
operasi, hyperpigmentasi,ulserasi, tanda bekas jarum suntik
- Perhatikan apakah ada ketidak segarisan tulang ( malalignment), atrofi otot,
fasikulasi,diskolorasi dan edema.
c. Pemeriksaan Staus Mental
- orientasi pasien
- kemampuan mengingat jangka panjang,pendek dan segera.
- kemampuan kognitif
- kondisi emosional pasien termasuk gejala depresi,tidak ada harapan atau
kecemasan.
d. Pemeriksaan Sendi
- Periksa kedua sisi untuk menilai kesimetrisan
- Catat pergerakan aktif semua sendi,perhatikan adanya keterbatasan gerak,
diskinesis, raut wajah meringis atau asimetris
- Catat pergerakan pasif sendi yang terlihat abnormal/ dikeluhkan oleh pasien
(saat menilai pergerakan aktif ) perhatikan adanya limitasi gerak, raut wajah
meringis atau asimetris.
- Palpasi setiap sendi untuk menilai adanya nyeri.
- Periksa stabilitas sendi apakah ada cidera pada ligament

e. Pemeriksaan Motorik
Nilai kekuatan motorik pasien dengan menggunakan kriteria dibawah ini :
Derajat Keterangan
5 Tidak terdapat keterbatasan gerak, mampu melawan tahanan kuat
4 Mampu melawan ringan
3 Mampu bergerak melawan gravitasi
2 Mampu bergerak/bergeser ke kiri dan ke kanan tetapi tidak mampu
melawan gravitasi
1 Terdapat kontraksi otot ( inspeksi/palpasi ), tidak menghasilkan
pergerakan.
0 Tidak terdapat kontraksi otot

f. Pemeriksaan Sensorik :
- Pemeriksaan sensorik mekanik ( tidak nyeri ) : getaran.
- Pemeriksaan sensorik mekanik ( nyeri ) : tusukan jarum pin prick,tekanan.
- Pemeriksaan sensasi suhu (dingin, hangat, panas )
- Pemeriksaan sensasi persepsi
g. Pemeriksaan Neurologi :
- Evaluasi nervus kranial I-XII terutama bagi pasien yang mengeluh nyeri
wajah, servikal dan sakit kepala.
- Periksa reflek otot
- Nilai adanya refleks babinski dan hoffman
- Nilai gaya berjalan pasien.

h. Pemeriksaan Khusus :
Terdapat 5 tanda non organik pada pasien dengan gejala nyeri, tetapi tidak
ditemukan etiologi secara anatomi. Pada beberapa pasien hal ini terjadi karena
hypokondriasis, histeria, depresi.
Ke 5 tanda tersebut adalah :
1. Distribusi nyeri superfisial atau non anatomik
2. Gangguan sensorik atau motorik non-anatomik
3. Verbalisasi berlebihan terhadap nyeri ( over-reaktif )
4. Reaksi nyeri yang berlebihan saat menjalani tes / pemeriksaan nyeri
5. Keluhan akan nyeri yang tidak konsisten ( berpindah-pindah ) saat gerakan
yang sama dilakukan pada posisi yang berbeda ( distraksi )

i. Pemeriksaan Radiologi :
Dilakukan pada pasien dengan indikasi :
- pasien nyeri curiga penyakit degeneratif tulang belakang.
- curiga adanya neoplasma, infeksi tulang belakang, penyakit inflamatorik
dan penyakit vaskuler.
- Pasien dengan deficit neurologis motorik

j. Khusus pada bayi , tanda dan gejala nyeri yang perlu diperhatikan adalah :
- Menangis lebih keras, melengking, berlangsung lama dari biasanya.
- Jika bayi sangat sakit atau prematur kadang –kadang tenang jika kesakitan
karena tidak punya tenaga untuk menangis, perhatikan raut wajah bayi,
mungkin meringis, membuka mulut, kerut dahi,memiliki garis yang dalam
disekitar hidung dan menekan mata yang tertutup.
- Postur tubuh dan gerakan tubuh bayi mungkin tegang / kaku dengan lengan
dan kaki ditarik atau semua berbaring.
- Bayi bisa juga menggerakkan tangan dan kaki masuk dan keluar.Bayi bisa
rewel, gelisah, tidak sesuai jadwal biasanya,menolak makan dan tidur.
- Perubahan TTV seperti : detak jantung, pernafasan, TD, jumlah oksigen
dalam darah.
2. METODE PENILAIAN SKOR NYERI
Rumah Sakit Umum Daerah Paniai menetapkan 4 metode yang dapat dipakai untuk
menilai skor nyeri yaitu :

A. Numeric Rating Scale ( NRS )


- Indikasi : digunakan pada pasien dewasa dan anak > 7 tahun, dapat
menggunakan angka untuk melambangkan intensitas nyeri yang
dirasakan.
- Cara : Pasien ditanya mengenai intensitas nyeri yang dirasakan, yang
dilambangkan dengan angka 0 – 10.
- gambar :

Keterangan :
0 : tidak nyeri
1-3 : nyeri ringan ( pasien dapat berkomunikasi dengan baik )
4-6 : nyeri sedang ( pasien nampak mendesis,menyeringai , dapat
menunjukkan lokasi nyeri,dapat mendiskripsikannya,dapat
mengikuti perintah dengan baik )
7-10 : nyeri berat ( kadang-kadang pasien tidak dapat mengikuti perintah
tapi masih respon terhadap tindakan, dapat menunjukkan lokasi
nyeri, tidak dapat mendiskripsikannya,sudah tidak dapat diatasi
dengan alih posisi, nafas panjang dan distraksi.

B. Wong Baker Face PainScale ( WBFPS)

- Indikasi : digunakan untuk pasien dewasa dan anak > 3 tahun yang tidak
dapat menggambarkan intensitas nyerinya dengan angka.
- Cara : Dokter, Perawat, bidan menilai intensitas nyeri yang dirasakan
pasien dengan cara mencocokkan skala nyeri dengan ekspresi
wajah pasien.

00 - Gambar :
Keterangan :
Wajah 0 : pasien tidak merasakan nyeri sama sekali.
Wajah 2 : pasien hanya sedikit merasakan nyeri.
Wajah 4 : pasien merasa lebih nyeri ( agak mengganggu )
Wajah 6 : pasien merasa jauh lebih nyeri ( mengganggu aktivitas )
Wajah 8 : pasien merasa sangat nyeri tetapi tidak sampai menangis
(sangat mengganggu )
Wajah 10 : pasien merasa sangat nyeri sampai menangis ( tak tertahankan )

C. FLACC ( Face, Leg, Activity, Cry, Consolability )


- Indikasi : digunakan pada anak usia < 3 tahun yang belum dapat berkomunikasi ,
atau pada pasien NICU yang tidak dalam pengaruh sedasi.
- Cara : Pasien diukur nyerinya dengan cara mengkaji ekspresi wajah pasien,
gerakan kaki,aktifitas pasien, menangis dan suara pasien dengan di
cocokkan pada tabel dan dilakukan scoring.
- Skala :
Pengkajian 0 1 2 Nilai
Wajah Tersenyum/ tak Terkadang Sering menggetarkan
ada ekspresi meringis /menarik dagu &meng-
khusus diri atupkan rahang
Kaki Gerakan normal/ Tidak tenang/ Kaki dibuat me-
relaksasi tegang nendang/menarik diri
Aktivitas Tidur,posisi Gerakan Melengkungkan
normal mudah menggeliat punggung/kaku/
bergerak berguling, kaku Menghentak
Menangis Tidak menangis Mengerang,mere- Menangis terus
(bangun/tidur) ngek-rengek menerus,terhisak,men
jerit
Bersuara Bersuara normal, Tenang bila dipe- Sulit utk ditenangkan
tenang luk,digendong
atau diajak bicara
- Keterangan :
TOTAL SCOR :
Skala 0 : Tidak Nyeri
1 - 3 : Nyeri Ringan
4-6 : Nyeri Sedang
7 -10 : Nyeri Berat

D. CCPOT ( Critical Care Pain Observation Tools )

- Indikasi : digunakan pada pasien yang dalam pengaruh sedasi / tidak sadar
dan pasien yang di rawat di unit ICU dengan menggunakan
ventilator .
- Cara : Pasien diukur nyerinya dengan cara mengkaji ekspresi wajah
pasien, gerakan tubuh,ketegangan otot, mengikuti ventilator dan
penggunaan obat kemudian di cocokkan pada tabel dan
dilakukan scoring.
-Skala :
Kategori 0 1 2
Ekspresi Wajah Tidak tampak Dahi mengkerut, Kontraksi dapat
kontraksi otot penurunan alis mata, diatasi dengan mata
wajah kontraksi wajah lain memejam cepat
Gerakan tubuh Tidak bergerak Gerakan lambat Berusaha mencabut
sama sekali berusaha menyentuh selang ( tube ),
daerah nyeri berusaha duduk,
gerakan tangan / kaki
tidak mematuhi
perintah, mencoba
melompat
Ketegangan otot Tidak ada tahanan Ada tahanan saat Tahanan yang kuat
( Evakuasi dengan saat digerakan digerakan sampai tidak bisa
menggerakan lengan dikerjakan
secara pasif)
Mengikuti ventilator Alarm tidak Alarm berbunyi Asinkroni, alarm
( terintubasi ) atau berbunyi, ventilasi tetapi berhenti sering berbunyi
vokalisasi ( ekstubasi ) lancer,Bicara sendiri,Mengeluh Menangis atau
secara normal atau mengerang berteriak
Penggunaan obat Tidak memakai Memakai obat Memakai obat terus
( Drugs ) obat intermiten menerus ( continous )
Keterangan :
TOTAL SCORE :
Skala 0 : Tidak Nyeri
1-3 : Nyeri Ringan
4-6 : Nyeri Sedang
7 -10 : Nyeri Berat

3. KRITERIA NYERI
Berdasarkan skala nyeri atau berat ringannya nyeri , kriteria nyeri dibagi menjadi 3 yaitu
nyeri ringan,nyeri sedang dan nyeri berat.

A. Nyeri Ringan
Nyeri ringan adalah nyeri yang timbul dengan intensitas yang ringan dimana
pada pengukuran skala nyeri ada pada skala 1- 3. Pada nyeri ringan biasanya
pasien secara obyektif masih dapat berkomunikasi dengan baik.

B. Nyeri Sedang
Nyeri sedang adalah nyeri yang timbul dengan intensitas yang sedang, dimana
pada pengukuran skala nyeri ada pada skala 4 - 6. Pada nyeri sedang secara
obyektif pasien nampak mendesis, menyeringai, dapat menunjukkan lokasi nyeri
dan dapat mendiskripsikan nyeri yang dirasakan serta masih dapat mengikuti
perintah dengan baik.

C. Nyeri Berat
Nyeri berat adalah nyeri yang timbul dengan intensitas yang berat, dimana pada
pengukuran skala nyeri pada skala 7-10. Pada nyeri berat secara obyektif pasien
terkadang tidak dapat mengikuti perintah tapi masih respon terhadap tindakan,
dapat menunjukkan lokasi nyeri, tidak dapat mendiskripsikannya dan tidak dapat
diatasi dengan alih baring dan nafas panjang.

4. PENANGANAN NYERI
Sebelum melakukan penanganan nyeri , dokter/ perawat terlebih dahulu melakukan
asesmen nyeri yang dirasakan pasien karena nyeri merupakan pengalaman interpersona;
dari pasien sendiri.
Penanganan terhadap nyeri secara umum dilakukan dengan cara Non Farmakologis dan
Farmakologis. Dibawah ini cara penanganan nyeri berdasarkan tingkat berat ringannnya
nyeri yang dirasakan pasien.
A. Nyeri Ringan ( skala 1-3 )
Pada pasien dengan nyeri ringan atau skala 1-3 ,secara umum penanganannnya
dilakukan melalui tindakan non farmakologi yang disesuaikan menurut
kemampuan pasien seperti tindakan dibawah ini :

a. Stimulasi Kulit
Tehnik ini mendistraksi pasien dan menfocuskan perhatian pada stimulas
taktil jauh dari sensasi yang menyakitkan sehingga mengurangi persepsi
nyeri. Beberapa tindakan yang dapat mengurangi rasa nyeri adalah :
- Massage :
Suatu tindakan untuk memberikan rasa nyaman kepada pasien sehingga
dapat membantu relaksasi dan menurunkan ketegangan otot dan dapat
mengurangi kecemasan.

- Kompres panas atau dingin


seperti : mandi hangat, bantalan pemanas, kantong es, massage es,
kompres panas atau dingin, rendam air hangat atau dingin : secara
umum dapat meredakan nyeri dan meningkatkan pemulihan area cidera.

- Stimulasi kontra lateral


tindakan menstimulasi kulit pada area yang berlawanan dengan area
nyeri ,
contoh : menstimulasi lutut kiri jika nyeri dirasakan pada lutut kanan dll
Dapat juga dengan digaruk karena gatal, dimassage karena kram atau
diberi kompres .

b. Immobilisasi
Pembatasan gerak bagian tubuh yang sakit dapat membantu mengatasi
nyeri akut. Dapat juga diberi bebat atau alat penyangga untuk nyeri akut
pada area persendian.

c. Tehnik distraksi
Metode nyeri dengan cara mengalihkan perhatian pasien pada hal-hal lain
sehingga pasien akan lupa terhadap nyeri yang dialami.
contoh :
- Distraksi visual : membaca, nonton TV.
- Distraksi audiometri : mendengarkan musik,humor dll.
d. Posisioning
Memberikan posisi tidur yang nyaman sehingga dapat mengurangi stress /
penekanan pada luka dengan cara :
- Beri bantal tambahan untuk menyokong tubuh.
- Atur posisi tempat tidur.
- Atur posisi tubuh ( miring kanan / miring kiri )

e. Relaksasi
Merupakan strategi yang efektif pada pasien yang nyeri kronis ada 3 hal
utama yang diperlukan untuk relaksasi :
- Posisi yang tepat
- Fikiran beristirahat / tenang.
- Lingkungan yang tenang untuk mengurangi nyeri
- Relaksasi nafas dalam.

f. Aromaterapi
Terapi dengan menggunakan wangi-wangian alamiah yang mengandung
unsur herbal dengan pendekatan sistem keseimbangan alam. Terapi
dengan wewangian membuat efek rileks,menghilangkan stress dan
membuat pikiran menjadi tenang. Wewangian tertentu diyakini dapat
mempengaruhi sistem saraf terutama otak.

B. Nyeri Sedang ( skala 4 - 6 )


Pada pasien dengan nyeri sedang atau skala 4-6 , penanganannya dapat dilakukan
melalui tindakan non farmakologi dan dikombinasi dengan farmakologi.
Pada nyeri tingkat sedang ini perawat harus melakukan kolaborasi dengan DPJP
atau dokter jaga.

C. Nyeri Berat ( skala 7 - 10)


Pada pasien dengan nyeri berat atau skala 7-10, penanganannya secara umum
menggunakan farmakologis.
Pada nyeri tingkat berat ini jika obat yang dberikan oleh DPJP tidak dapat
mengatasi nyerinya maka DPJP perlu untuk melakukan kolaborasi dengan dokter
syaraf / dokter anestesi.
Penggunaan obat-obatan yang sesuai dengan diagram based on the 3 step WHO
analgetsic Ladder, yaitu :
- Nyeri ringan – sedang : analgesik non opioid
- Nyeri sedang : opioid minor, dapat dikombinasi denga OAINS
dan analgesik adjuvant.
- Nyeri Berat : opioid poten

Dibawah ini diagram based on the 3 – step WHO Analgesic Ladder

Pemberian obat-obatan dalam pengelolaan pasien dengan nyeri harus berdasarkan advis
dokter.

Beberapa obat yang digunakan untuk mengurangi rasa nyeri adalah :


a. Paracetamol
- Efek analgesik untuk nyeri ringan - sedang dan anti piretik. Dapat dikombinasikan
dengan opoid untuk memberikan efek analgesik yang lebih besar.
- Dosis 10 mg/kg BB/kali dengan pemberian 3-4 kali sehari. Untuk dewasa dapat
diberikan dosis 3-4 kali 500 mg/hari.

b. Obat Anti Inflamasi Non Steroid ( OAINS )


- Efek analgesik pada nyeri akut dan kronik dengan intensitas ringan-sedang,
antipiretik.
- Kontra indikasi : pasien dengan Triad Franklin (polip hidung,angioedema dan
urtikaria ) karena sering terjadi reaksi anafilaktoid
- Efek samping : gastrointestinal ( erosi / ulkus gaster ), disfungsi renal,peningkatan
enzym hati.
- Ketorolak : - merupakan satu-satunya OAINS yang tersedia untuk parenteral.
Efektif untuk nyeri sedang-berat.
- Bermanfaat jika terdapat kontraindikasi opioid atau dikombinasikan dengan
opioid untuk mendapat efek sinergistik dan meminimalisasi efek samping opioid (
depresi pernafasan, sedasi,statis gastrointestinal ). Sangat baik untuk terapi
multianalgesik.

c. Tramadol
- Merupakan analgetik yang lebih poten dari OAINS oral, efek samping lebih
sedikit /ringan. Berefek sinergistik dengan medikasi OAINS
- Indikasi : efektif untuk nyeri akut dan kronik intensitas sedang (nyeri
kanker,osteoarthritis, nyeri punggung bawah, neuropati DM, fibromyalgia,
neuralgia pasca herpetik, nyeri pasca operasi.
- Efek samping : pusing, mual, muntah, letargi, konstipasi.
- Pemberian : IV, epidural, rektal, oral.
- Dosis tramadol oral : 3-4 kali 50-100 mg perhari.
Dosis maximal : 400mg dalam 24 jam
- Titrasi : terbukti meningkatkan toleransi pasien terhadap
medikasi terutama digunakan pada pasien nyeri kronik
dengan riwayat toleransi yang buruk terhadap pengobatan
atau memiliki resiko jatuh.
d. Opioid
- Merupakan analgetik poten (tergantung dosis ) dan efeknya dapat ditiadakan oleh
nalokson.
- Contoh opioid yang sering digunakan adalah : morfin, fentanyl, meperidin.
- Dosis opioid yang diberikan disesuaikan tiap individual untuk mendapatkan dosis
yang tepat, pemberian melalui titrasi.
- Adiksi terhadap opioid sangat jarang terjadi bila digunakan untuk penatalaksanaan
nyeri akut.
- Efek samping :
1. Depresi pernafasan , dapat terjadi bila :
- overdosis : pemberian dosis besar, akumulasi akibat pemberian secara
infus, opioid long acting.
- Pemberian sedasi bersamaan ( benzodiazepin, antihistamin, antiemetik
tertentu )
- Adanya kondisi tertentu seperti : gangguan elektronik, hipovolemi,uremia,
gangguan respirasi dan peningkatan TIK.
- Obstruksi jalan nafas intermiten.
2. Sedasi .
3. Sistem saraf Pusat :
- Euforia,halusinasi, miosis, kekakuan otot.
- coma ( pemberian petidin )
4. Toksisitas metabolit :
- Petidin ( norpetidin ) menimbulkan tremor,twitching,mioklonus
multifocal,kejang.
- Petidin tidak boleh digunakan >72 jam untuk penatalaksanaan nyeri
pasca bedah.
- Pemberian morfin kronik : menimbulkan gangguan fungsi ginjal terutama
pada pasien usia >70 th.
5. Efek kardiovaskular :
- tergantung jenis, dosis dan cara pemberian , status volume intravascular
serta level aktifitas simpatetik.
- Morfin menimbulkan vasodilatasi
- Petidin menimbulkan takikardi.
6. Gastrointestinal : mual, muntah.

e. Efek analgesik pada Antidepresan


- Mekanisme kerja : memblok pengambilan kembali norepinefrin dan serotonin
sehingga meningkatkan efek neurotransmitter tsb dan meningkatkan aktivasi
neuron inhibisi nosiseptif.
- Indikasi : nyeri neuropatik ( neuropati DM, neuralgia pasca-herpetik,cedera
saraf perifer, nyeri sentral )

f. Anti-konvulsan
- Carbamazepine : efektif untuk nyeri neuropatik.
- Efek samping : somnolen,gangguan berjalan,pusing
- Gabapentin : merupakan obat pilihan utama dalam mengobati nyeri neuropati.

g. Antagonis kanal natrium


- Lidocain dan Prokain: nyeri neuropatik dan pasca operasi.
Algoritma Manajemen Nyeri

Pasien mengeluh nyeri

Asesmen nyeri

Nyeri Ringan Nyeri Sedang Nyeri Berat

Skala 1-3 Skala 4-6 Skala 7-10

Penanganan nyeri : Penanganan nyeri : Penanganan nyeri :

- Tindakan non -Lapor DPJP -DPJP consult ke dokter


Farmakologi
- Lapor DPJP -Kombinasi tindakan saraf/anestesi (k/p)
- pemberian obat-
obatan level 1 non Farmakologi & -Pemberian obat-obatan

obat-obatan level 2 Level 3

Asesmen ulang nyeri


BAB IV
DOKUMENTASI

1. Kebijakan yang mendasari manajemen nyeri :


a. Kebijakan Pelayanan umum Rsud Paniai( SK no......./DIR/SK/...../ 2015 )
2. Panduan Manajemen nyeri
3. SPO-SPO terkait proses kerja yang disebutkan di dalam panduan ini :
a. SPO menilai nyeri
b. SPO manajemen nyeri
4. Form-form yang digunakan di dalam proses kerja ini :
a. Pengkajian Medis
b. Asesmen keperawatan
c. Catatan Perkembangan Terintegrasi
5. Metodologi pendokumentasian proses kerja ini :
a. Bagi dokter yang telah melakukan asesmen nyeri awal di dokumentasikan dalam formulir
pengkajian medis.
b. Bagi perawat yang telah melakukan asesmen nyeri awal di dokumentasikan dalam
asesmen keperawatan .
c. Bagi dokter / perawat yang telah memberikan penanganan nyeri pada pasien dan asesmen
ulang nyeri harus didokumentasikan didalam Catatan Perkembangan Terintegrasi.

You might also like