Professional Documents
Culture Documents
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah segala Puji hanya kepunyaan Allah SWT karena atas segala
Rahmat dan Hidayahnya sehingga Buku Ajar edisi Revisi ini dapat diselesaikan.
Buku Ajar ini merupakan bahan ajar untuk mata kuliah “Kimia Dasar” dan
disusun dengan tujuan untuk membantu dan memudahkan pemahaman mahasiswa
terhadap mata kuliah dalam bidang Kimia khususnya menyangkut konsep dasar dalam
melakukan pendalaman kimia.
Penulis menyadari bahwa di dalam penulisan Buku Ajar ini masih banyak
kekurangan. Oleh karena itu Penulis sangat mengharapkan saran dan kritik untuk
perbaikan dan pengembangan buku ini.
Semoga Buku Ajar ini dapat bermanfaat bagi kemajuan Ilmu Pengetahuan dan
mendapat Ridho Allah SWT, Aamiin.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I
STRUKTUR ATOM DAN
KONFIGURASI ELEKTRON
kolimator
+ + anoda
anoda katoda
katoda
- -
+ anoda
S + anoda katoda -
katoda N
-
-
+
Gambar 1. Illustrasi beberapa sifat sinar katoda pada tabung katoda Faraday
Semua sifat di atas, terutama sifat ke lima menunjukkan bahwa partikel sinar
katoda adalah partikel dasar yang ditemukan dalam setiap materi. Pada tahun 1891,
2
Stoney mengusulkan nama elektron untuk satuan listrik dan saat ini partikel sinar katoda
ini disebut elektron.
Melalui penelitian J.J. Thomson, sebagai sumber elektron dia menggunakan :
(a) sinar katoda yang berasal dari katoda Al, Pt dan Fe
(b) emisi fotoelektrik dari Zn
(c) emisi termionik dari filamen karbon
Meskipun kecepatan,v, berubah-ubah yang bergantung pada sumber elektron selalu
ditemukan bahwa :
e/m = 1,76 x 108 c/g
dimana e = muatan elektron
m = massa elektron
Berdasarkan percobaan tetes minyak, Robert A. Millikan (1906) berhasil
menentukan muatan elektron (e) = 1,602 x 10-19 C
Massa Elektron
Dari percobaan J.J. Thomson (penentuan muatan/massa elektron) dan percobaan
Millikan (penentuan muatan elektron dengan percobaan tetes minyak) dapat dihitung
massa elektron sebagai berikut :
e 1,6 x 10 19 C
m 8
9,11 x 10 28 g
e/m 1,76 x 10 C/g
1.1.2.2 Proton
Percobaan dengan gas hidrogen menunjukkan bahwa e/m untuk sinar terusan
hidrogen lebih besar dari e/m untuk elektron, maka dipostulasikan bahwa H+ adalah suatu
partikel dasar dari atom yang besar muatannya sama dengan muatan elektron tetapi
dengan tanda yang berlawanan. Massa H+ ditemukan 1837 kali lebih besar dari massa
elektron. Partikel ini disebut Proton.
Jika muatan elektron sama besar dengan muatan ion hidrogen, perbandingan
massa elektron dan massa ion hidrogen dapat dihitung sebagai berikut :
e/m elektron = 1,76 x 108 Coulomb/g
e/m ion hidrogen = 96520/1,008 Coulomb/g
1.1.2.3 Neutron
Pada tahun 1920 Rutherford meramalkan bahwa kemungkinan besar dalam inti
terdapat partikel dasar yang tidak bermuatan. Akan tetapi karena netralnya maka partikel
ini sukar dideteksi. Baru pada tahun 1932, J. Chadwick dapat menemukan netron. Dari
3
reaksi inti, partikel alfa dengan massa atom relatif 4 ditangkap oleh boron (massa atom
relatif 11) menghasilkan nitrogen (massa atom relatif 14) dan netron (massa atom relatif
1). Reaksi ini dapat ditunjukkan dengan persamaan:
4 11
2 He 5B 147 N
1
0
n
Dengan penemuan-penemuan di atas, elektron, proton dan netron merupakan partikel
dasar dari materi
1.1.3. Radiasi Elektromagnetik dan Spektrum Atom
1.1.3.1 Energi Radiasi
Cahaya adalah radiasi gelombang elektromagnetik. Satuan terkecil radiasi
elektromagnetik disebut foton. Cahaya memiliki kecepatan, frekuensi dan panjang
gelombang.
Max Planck (1900) menghitung energi radiasi dengan rumus :
c c
E h ν; ν atau E h
λ λ (1.1)
E = energi (Joule), = frekuensi (Hz, 1/det)
= panjang gelombang (m), h = tetapan Planck(6,62 x 10-34 J.det)
c = kecepatan cahaya (2,9979 x 108 m/det)
Contoh soal :
Suatu lampu merkuri memancarkan cahaya dengan panjang gelombang 436 nm.
Berapakah frekuensi dan energi dari satu foton?
Jawab :
= 436 nm = 4,36 x 10-7 m
c 2,9979 x 108 m/det
ν 6,88 x 1014 det 1 6,88 x 1014 Hz
λ 4,36 x 10 7
m
= 4,56 x 10-19 J
4
nampak terdiri atas garis-garis sinar tertentu dengan energi tertentu (spektrum bergaris).
Cahaya dengan energi tertentu disebabkan oleh perpindahan elektron-elektron dari suatu
tingkat energi lebih tinggi ke tingkat energi lebih rendah. Selisih energi inilah yang
dipancarkan sebagai radiasi elektromagnetik. Apabila tingkat energi yang lebih tinggi
disebut n2 dan n1 disebut tingkat energi yang lebih rendah, maka BALMER (1885) dapat
menghitung frekuensi gelombang cahaya yang dipancarkan selama terjadinya
perpindahan elektron dari n2 ke n1 dengan rumus :
1 1
ν 3,288 x 1015 det 1 2 2
n
1 n2 (1.2)
Contoh soal :
Hitung frekuensi cahaya dan energi yang dipancarkan apabila elektron dalam atom
hidrogen yang berpindah dari satu kulit ke kulit lain sesuai dengan garis pertama dari
deret Lyman.
Jawab :
Garis pertama deret Lyman disebabkan oleh perpindahan elektron dari n2 = 2 ke
n1 = 1
1 1
ν 3,288 x 1015 det 1 2 2
n
1 n2
1 1
3,288 x 1015 det 1 2 2
1 2
3,288 x 1015 det 1 (0,75) 2,45 x 1015 det 1
E = h. = (6,626 x10-34 J.det) x (2,45 x1015 det-1)
= 1,62 x10-18 J
1.1.5. Model Atom
1.1.5.1 Model Atom Thomson
Thomson membayangkan bentuk atom dari sudut kelistrikan pada tahun 1904.
Menurut Thomson, atom menyerupai agar-agar yang tersusun atas muatan positif dan
5
negatif. Muatan positif tersebar secara merata dalam bulatan yang merupakan atom dan
elektron (muatan negatif) terdapat di dalamnya, artinya massa atomnya tersebar merata
pada bulatan tersebut, sehingga tidak terpusat. Atom Thomson dapat diumpamakan
sebagai roti kismis dimana roti merupakan muatan positif dan kismis adalah muatan
negatif. Bagian positif dari atom Thomson mempunyai diameter 10 -10 m (1 Å). Percobaan
penghamburan sinar alfa oleh Rutherford menunjukkan bahwa model atom berdasarkan
teori atom Thomson ini tidak dapat dipertahankan lagi.
6
dekat inti dan akhirnya lebur dengan inti atom, gerakan lintasan diasumsikan seperti
spiral (gambar 2b). Pada kenyataannya bahwa atom senantiasa dalam keadaan stabil,
elektron tidak lebur dengan inti atom. Dua hal yang digambarkan di atas merupakan
kelemahan teori atom Rutherford.
h 1
ν n
2π m r
(1.6)
Jika hukum-hukum klasik dipadukan, jari-jari dari lintasan yang diperbolehkan dapat
diturunkan. Untuk atom hidrogen (nomor atom Z = 1).
n 2h 2
r (n 1, 2, 3, ........)
4π m e 4
(1.7)
7
Dari harga h, m dan e yang telah diketahui, dan jika n = 1, akan diperoleh :
r 0,529 x 10 8 cm
0,529 A o
Jika jari-jari Bohr untuk n = 1, dinyatakan dengan ao maka,
r ao n2
(1.8)
o
dimana ao = 0,529 A dan n = tingkat energi
Energi En dari atom hidrogen, dengan elektron berada dalam lintasan yang dicirikan oleh
harga n, diberikan oleh
2π m e 4
En (n 1,2,3, ......)
n 2h 2 (1.9)
2π m e 4
A
dimana h2
8
rendah maksimum itu letaknya di daerah infra merah. Bila temperatur dinaikkan harga
maksimum itu akan bergeser ke arah yang lebih tinggi.
Untuk menerangkan variasi dari intensitas radiasi terhadap frekuensi, yang tidak
sesuai dengan teori gelombang dari cahaya, pada tahun 1900 Max Planck,
mengemukakan suatu teori yang dikenal sebagai Teori Kuantum. Teori ini menyangkut
energi dan dengan teori ini hubungan empiris yang sangat sesuai dengan data hasil
eksperimen dapat diturunkan. Menurut Planck energi radiasi tidak dipancarkan atau
diserap secara kontinyu tetapi dalam paket-paket energi yang disebut kuantum. Hal ini
terutama diaplikasikan pada gejala dalam skala atom atau sub atom. Energi dari sistem
semacam ini disebut ”terkuantisasi”. Jadi energi itu tidak dapat berubah secara kontinyu,
melainkan hanya dapat bertambah atau berkurang dengan 1, 2, 3, 4, … n kuanta.
Besarnya energi satu kuantum, E, bergantung pada frekuensi, dan diberikan
oleh persamaan :
E = h
Dengan E dinyatakan dalam Joule dan h adalah tetapan Planck yang harganya 6,626 x 10 -
34
Joule detik. Planck mengemukakan bahwa ”benda hitam” terdiri atas sejumlah benda
yang bergetar atau osilator yang memancarkan energi dalam bentuk paket-paket energi
atau kuanta.
Misalnya, energi 1 kuantum sinar ultraviolet dengan panjang gelombang 125 nm
(1 nm = 10-9 m) dapat dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut:
= c/, (c = kecepatan cahaya dan panjang gelombang dalam m) maka,
2,9979 x 10 8 m det 1
ν 9
2,4 x 1015 det 1
Frekuensi sinar ultraviolet, 125 x 10 m
9
mekanika kuantum yang dapat menjelaskan peristiwa mikroskopik yaitu yang
menyangkut elektron, atom dan molekul.
10
Setiap harga l dinyatakan dengan huruf : l = 0 adalah orbit s
l = 1 adalah orbit p
l = 2 adalah orbit d
l = 3 adalah orbit f
Huruf-huruf s, p, d dan f, berasal dari istilah sharp (s), principal (p), diffuse (d)
dan fundamental (f) untuk notasi spektroskopi deret-deret spektrum unsur alkali. Adanya
harga bilangan kuantum orbital yang berbeda memungkinkan untuk membagi setiap kulit
menjadi sub kulit atau orbital.
Sub kulit atau orbital dinyatakan dengan harga numerik n dan huruf yang
menyatakan harga l. Misalnya 2p menyatakan sub kulit dengan n = 2 dan l = 1; 3d
menyatakan sub kulit dengan n = 3 dan l = 2.
Kulit K (n = 1) mengandung hanya orbital 1s
Kulit L (n = 2) mengandung orbital 2s dan 2p
Kulit M (n = 3) mengandung orbital 3s, 3p dan 3d
Kulit N (n – 2) mengandung orbital 4s, 4p, 4d dan 4f
11
No Kulit Jumlah Orbital
1 K 1
2 L 4
3 M 9
4 N 16
Orbital s
Orbital p
12
Orbital d
13
1 +1 +½
1 +1 -½
2 -2 +½
3 2 -2 -½ 18
2 -1 +½
2 -1 -½
d 2 0 +½ 10
2 0 -½
2 +1 +½
2 +1 -½
2 +2 +½
2 +2 -½
Aturan (n + 1)
Aturan tingkat energi dalam pengisian elektron sebagai berikut :
14
1.2.2. Azas Larangan Pauli
Menurut azas larangan Pauli, yang dikenal dengan prinsip ekslusi Pauli (1925),
dalam suatu sistem, baik atom maupun molekul, tidak terdapat elektron yang mempunyai
keempat bilangan kuantum yang sama. Hal ini berarti bahwa tiap orbital hanya dapat
ditempati oleh maksimal dua elektron.
15
LATIHAN SOAL
BAB I . STRUKTUR ATOM DAN KONFIGURASI ELEKTRON
1. Tuliskan nama, simbol, siapa yang menemukan, menggunakan alat apa, dan jelaskan
sifat-sifat partikel yang teramati dikutub anoda (positif) dan katoda (negatif) ?.
2. Hitunglah panjang gelombang elektron, energi pada kulit pertama dan ke empat, dan
energi yang dihasilkan jika elektron tersebut teremisi mengikuti deret Balmer ?.
3. Apakah yang dimaksud dengan orbital, tuliskan semua orbital (s, p dan d), gambarkan
orbital s, py, dxy, dxz, dan dx2- y2 .
4. Tuliskan Konfigurasi lektron atom yang memiliki jumlah elektron 13, 17, 26 dan 29,
tentukan periode, golongan dan variasi bilangan kuantumnya ?.
5. Karakteristik sinar katoda yang tidak benar adalah:
a. tidak tergantung dari bahannya
b. bergerak menurut garis lurus
c. disebut elektron
d. bermuatan negatif
e. tidak mempunyai massa
6. Jika lampu kalsium memancarkan radiasi dengan λ = 422 nm, maka:
a. frekuensinya = 7,1x10-14 Hz dan energinya = 4,7x10-19 J
b. frekuensinya = 7,1x1014 Hz dan energinya = 4,7x10-19 J
c. frekuensinya = 7,1x1016 Hz dan energinya = 4,7x10-17 J
d. frekuensinya = 7,1x10-16 Hz dan energinya = 4,7x1017 J
e. frekuensinya = 7,1x1016 Hz dan energinya = 4,7x10-12 J
7. Lampu mercuri memancarkan cahaya dengan panjang gelombang 4,6 x 10-7 m., jika
kecepatan cahaya 3 x 108 m./det., tetapan Planck 6,62 x 10-27 erg.det. maka energi
dari satu foton adalah :
a. 1,52 x 10-27 J.det./m. b. 8,65 x 10-34 J. c. 4,32 x 10-19 J.
-7 -34
d. 2,11 x 10 J. e. 5,06 x 10 J.det./m.
8. Unsur X mempunyai data variasi bilangan kuantum n = 3 , l = 2, m = +2 dan s = -1/2,
maka nomor atom X :
a. 32 b. 31 c. 30 d. 29 e. 28
9. Teori atom Rutherford menunjukkan suatu konsep yang menjelaskan bahwa elektron
yang beredar mengelilingi inti atom suatu saat akan energinya habis dan akan jatuh
atau bergabung dengan inti (atom tidak stabil) .
SEBAB
Teori atom Rutheford sesuai dengan hukum mekanika kuantum namun tidak sesuai
dengan hukum elektrodinamika klasik .
10. Pengisian elektron dalam orbital, mulai dari orbital yang energinya terendah
mengikuti prinsip :
1. Aturan Hund
2. Azas larangan Pauli
3. Aturan (n + l)
4. Orbital penuh dan orbital setengah penuh serta orbital bonding.
16
BAB II
SISTEM PRIODIK UNSUR
Skema klasifikasi unsur dalam tabel berkala yang kita kenal sekarang ini
ditemukan secara simultan dan bertahap oleh beberapa ahli yang hasil penemuannya
saling berkaitan satu sama lain dan saling mendukung dalam terciptanya sistim periodik
unsur-unsur yang tersususn dalam suatu tabel berkala. Pandangan beberapa ahli diuraikan
secara berurut sampai terbentuknya sistim tabel periodik modern sekarang ini yaitu
adalah sebagai berikut :
17
2.3 Daftar Mendeleev
Dalam waktu tiga tahun setelah Newlands mengumumkan ”Hukum Oktaf”,
Lothar Meyer dan Dimitri Ivanovich Mendeleev yang bekerja di tempat terpisah
menemukan hubungan yang lebih terperinci antara massa atom relatif dengan sifat unsur.
Kedua sarjana ini menemukan keperiodikan unsur-unsur jika unsur-unsur tersebut diatur
menurut kenaikan massa atom relatif. Dalam mempelajari kepriodikan unsur-unsur,
Meyer lebih menekankan perhatiannya pada sifat-sifat fisika. Ia membuat grafik dengan
mengalurkan volume atom unsur terhadap massa atom relatif. Volume atom unsur
diperoleh dengan cara membagi massa atom relatif terhadap kerapatan unsur. Grafik
menunjukkan unsur-unsur yang sifatnya mirip, terletak di titik-titik atau di tempat
tertentu dalam setiap bagian grafik yang mirip bentuknya. Misalnya unsur-unsur alkali
(Na, K, Rb) terdapat di puncak grafik; ini menunjukkan bahwa ada hubungan antara sifat
unsur dengan massa atom relatif.
Pada tahun 1869, Mendeleev berhasil menyusun suatu daftar terdiri atas 65 unsur
yang telah dikenal pada waktu itu. Selain dari sifat fisika, ia menggunakan sifat-sifat
kimia untuk menyusun daftar unsur-unsur berdasarkan kenaikan massa atom relatif.
Mendeleev mengungkapkan suatu hukum yang dikenal sebagai hukum periodik yang
berbunyi : sifat unsur-unsur merupakan fungsi berkala massa atom relatif.
Beberapa pendapat dikemukakan sebagai perbaikan dalam penyususnan tabel
periodik yang dilakukan Mendeleev adalah sebagai berikut:
1. Jalur khusus disediakan untuk unsur-unsur yang dikenal sebagai unsur transisi.
2. Beberapa tempat dikosongkan untuk unsur-unsur yang belum ditemukan pada waktu
itu yang mempunyai massa atom 44, 68, 72 dan 100.
3. Harga massa atom relatif yang dianggap tidak tepat dikoreksi, misalnya massa atom
relatif Cr bukan 43,3 tetapi 52,0.
4. Sifat unsur-unsur yang belum dikenal, misalnya sifat-sifat ekasilikon (Ge) diramalkan.
Keuntungan dari daftar berkala Mendeleev dalam memahami sifat-sifat unsur
adalah sebagai berikut:
1. Sifat fisika dan kimia unsur berubah secara teratur dalam satu golongan.
2. Valensi tertinggi yang dapat dicapai oleh unsur-unsur dalam golongan sama dengan
nomor golongan unsur.
3. Perubahan sifat yang mendadak dari unsur halogen yang sangat elektronegatif ke
unsur alkali yang sangat elektropositif menunjukkan adanya sekelompok unsur yang
tidak bersifat elektronegatif maupun elektropositif.
4. Mendeleev meramalkan sifat unsur yang belum ditemukan, yang akan mengisi tempat
yang kosong dalam daftar.
18
mirip. Jadi sifat unsur ada hubungannya dengan konfigurasi elektron. Hubungan ini dapat
disimpulkan sebagai berikut :
a. Elektron-elektron tersusun dalam orbital.
b. Hanya dua elektron saja yang dapat mengisi setiap orbital.
c. Orbital-orbital dikelompokkan dalam kulit.
d. Hanya n2 orbital yang dapat mengisi kulit ke-n.
e. Elektron bagian terluar dari atom yang paling menentukan sifat kimia. Elektron ini
yang disebut elektron valensi. Reaksi kimia menyangkut elektron terluar.
f. Unsur dalam suatu jalur vertikal mempunyai struktur elektron terluar yang sama, oleh
karena ini mempunyai sifat kimia yang mirip. Jalur ini disebut golongan.
g. Pada umumnya dalam satu golongan sifat unsur berubah secara teratur.
h. Perubahan teratur sifat kimia dalam satu jalur horisontal dalam sistem periodik
disebut periode.
Berdasarkan sistim periodik modern, ada berbagai macam orbital yang dikenal
dengan bentuk yang berbeda yaitu :
i. Orbital s : satu orbital setiap kulit
ii. Orbital p : tiga orbital setiap kulit
iii. Orbital d : lima orbital setiap kulit
iv. Orbital f : tujuh orbital setiap kulit.
Istilah orbital inilah yang dikenal juga dengan sub kulit, yang biasa dipakai dalam
pengelompokan unsur menjadi empat blok berdasarkan struktur elektron atau konfigurasi
elektron terutama elektron terluar, yaitu :
Unsur-unsur blok s n s1,2
Unsur-unsur blok p ns2 np1……6
Unsur-unsur blok d (n-1)d1……10 ns2
Unsur-unsur blok f (n-2)f1……14 (n-1)d1 ns2
Secara umum dapat diperlihatkan pembagian empat blok tersebut dalam tabel berkala
atau sistim periodik unsur-unsur seperti pada Gambar 1.
19
Unsur-unsur blok s dan p biasanya disebut unsur-unsur golongan utama. Unsur-unsur
transisi dalam yang menyangkut 4f disebut lantanida dan yang menyangkut 5f disebut
aktinida. Tabel Periodik Panjang secara utuh dapat dilihat pada Gambar 2.
20
terluar dari atom yang bersangkutan. Contohnya adalah untuk melepaskan elektron
pertama dari atom helium diperlukan energi sebesar 2373 kj dan untuk pelepasan elektron
kedua diperlukan energi sebesar 5252 kj, alasan utama besarnya energi ionisasi kedua
adalah tidak adanya elektron yang memberikan kontribusi terhadap tetapan perlindungan
sehingga elektron merasakan tarikan penuh oleh inti. Jika atom berelektron banyak, maka
efek konstanta perlindungan (σ) yang diakibatkan karena pengaruh elektron pada kulit
sebelah dalam lebih besar jika dibandingkan dengan elektron pada kulit yang sama.
21
2.5.3 Afinitas Elektron
Afinitas elektron suatu unsur didefinisikan sebagai besarnya energi yang
dilepaskan atau dibutuhkan apabila suatu atom netral dalam keadaan gas menerima
sebuah elektron dari luar.
Contoh :
Cl (g) + e Cl (g) E = - 3,615 ev
Semakin besar afinitas elektron suatu unsur maka energi yang dilepaskan semakin besar
(nilai negatif E bertambah) khususnya unsur yang berbentuk padat dan cair, sedangkan
unsur-unsur yang berbentuk gas yang memiliki E positif berarti bahwa unsur-unsur
tersebut membutuhkan energi untuk membentuk atom tersebut menjadi ion negatif.
Afinitas elektron suatu unsur ditentukan oleh tiga faktor yaitu muatan inti, jari-jari atom
dan konfigurasi elektron. Bila muatan inti atom makin besar maka afinitas elektron makin
besar sedangkan semakin besar jari-jari atom atau semakin besar ukuran atom, semakin
kecil afinitas elektron.
(∆EN)2 x 96 = IRE
22
Dimana (∆EN) adalah selisih elektronegatifitas unsur, IRE = Energi resonansi ionik atau
selesih energi ikat terhitung rata-rata dengan energi ikat terukur dan 96 = konstanta Linus
Pauling.
Contoh Soal :
Jika energi ikat H-H adalah 435 kj/mol, Cl-Cl adalah 243 kj/mol, dari hasil percobaan
diperoleh energi ikat total adalah 431 kj/mol, tentukanlah keelektronegatifan Cl apabila
elektronegatifitas H = 2,20.
Pembahasan :
(∆EN)2 x 96 = IRE
dimana IRE = { ½ (435 + 243) }- 431 = 92
jadi (∆EN)2 x 96 = 92 → ∆EN = (0,96)1/2 = 0,98
Karena EN(H) = 2,20 , maka EN(Cl) = 2,20 + 0,98 = 3,18
Berdasarkan Tabel Periodik EN(Cl) = 3,19
23
dapat digunakan sebagai acuan pengelompokan unsur logam dan non-logam. Unsur
logam berada disebelak kiri kelompok unsur metaloida dan unsur-unsur non-logam
terletak disebelah kanan kelompok unsur metaloida dalam tabel periodik.
Na Mg Al Si
24
molekular. Salah satu keistimewaan sifat unsur hidrogen adalah jika terbakar diudara
akan membentuk air.
2H2(g) + O2(g) → 2H2O(g) → 2H2O(c)
5. Reaksi logam alkali dengan asam : 2M(p) + 2HX (aq) → 2MX(aq) + H2(g)
6. Reaksi peroksida logam alkali dengan gas CO2 dan melepaskan gas oksigen :
2M2O2(p) + 2CO2 (g) → 2M2CO3 (p) + O2(g)
25
2.7.3 Unsur-Unsur Golongan IIA
Logam-logam alkali tanah adalah : Be, Mg, Ca, Sr dan Ba , logam ini juga cukup
reaktif namun tidak sereaktif jika dibandingkan dengan logam alkali. Konfigurasi
elektron terluarnya adalah (ns2 , n ≥ 2), memiliki kecenderungan melepaskan kedua
elektron terluarnya membentuk ion M2+ dengan bentuk konfigurasinya menyerupai
konfigurasi gas mulia yang stabil dan karakter ini meningkat dari Berilium ke Barium.
Energi ionisasi pertama dan kedua dari logam ini menurun dari Berilium sampai ke
Barium dan khusus untuk Berilium dialam lebih cenderung berbentuk molekular
dibanding berbentuk ionik terutama oksidanya berbentuk oksida amfoter bukan oksida
logam yang bersifat basa.
Reaktifitas logam alkali tanah dengan air sangat berbeda-beda yaitu, Berilium
tidak bereaksi dengan air, Magnesium bereaksi lambat dengan air mendidih dan Kalsium,
Stronsium serta Barium cukup reaktif dengan air dingin. Dengan oksigen juga bervariasi
dan meningkat dari atas kebawah dalam golongannya, Berilium dan Magnesium dapat
membentuk oksida diatas suhu kamar dan Kalsium, Stronsium serta Barium dapat
membentuk oksida pada suhu kamar. Bahkan unsur Kalsium, Stronsium dan Barium
dapat membentuk peroksida ionik. Logam alkali tanah juga dapat bereaksi dengan asam
membentuk garam dan gas hidrogen. Beberapa contoh reaksi yang berhubungan dengan
logam alkali tanah adalah sebagai berikut :
1. Reaksi hidroksida logam alkali tanah : M(p) + 2H2O(c) → M(OH)2(aq) + H2(g)
3. Reaksi peroksida logam alkali tanah dengan gas CO2 dan melepaskan gas oksigen :
4. Reaksi logam alkali tanah dengan asam : M(p) + 2HX (aq) → MX2(aq) + H2(g)
26
ion unipositif M+ dan tripositif M3+ . Talium lebih stabil berbentuk Tl+ dari pada Tl3+ hal
ini karena adanya efek pasangan stabil oleh karena semakin bertambahnya kulit dan
orbital sebagai konsekwensi bertambahnya nomor atom unsur, sehingga hanya satu
elektron yang mungkin untuk dilepaskan membentuk Tl +. Contoh reaksi yang berkaitan
dengan unsur golongan IIIA adalah sebagai berikut :
1. Reaksi hidroksida logam golongan IIIA : 2M(p) + 6H2O(c) → 2M(OH)3(p) + 3H2(g)
2. Reaksi pembentukan Oksida yang bersifat amfoter : 4Al(p) + 3O2(g) → 2Al2O3 (p)
3. Reaksi logam golongan IIIA dengan asam : 2Al(p) + 6HX (aq) → 2AlX3(aq) + 3H2(g)
4. Reaksi logam golongan IVA dengan asam : M (p) + 2HX (aq) → MX2(aq) + H2(g)
27
2.7.6 Unsur-Unsur Golongan VA
Golongan VA memiliki kelompok unsur yaitu : N, P, As, Sb dan Bi dengan
konfigurasi elektron terluar adalah (ns2 np3 , n ≥ 2). Dua unsur pertama yakni Nitrogen
dan Posfor adalah non-logam, Arsen dan antimon adalah metaloid serta Bismut adalah
logam yang kurang reaktif jika dibandingkan dengan logam-logam golongan IA sampai
golongan IVA. Unsur golongan VA memiliki kecenderungan menerima tiga elektron
untuk mencapai konfigurasi gas mulia yang stabil.
Nitrogen dapat bereaksi dengan oksigen membentuk banyak jenis oksida yaitu
NO, NO2, N2O, N2O4 dan N2O5 , dimana semua jenis oksida tersebut berbentuk gas
kecuali N2O5 yang berbentuk padat. Nitrogen juga dapat bereaksi dengan logam
membentuk senyawa nitrida (N3-) yang isoelektronik dengan gas mulia Neon, diantara
senyawa nitrida yang dikenal adalah : Li 3N, Na3N, Mg3N2, dan lain-lain. Nitrogen dan
Posfor dapat berbentuk molekular karena unsur tersebut adalah non-logam yaitu N2 dan
P4. Posfor dapat membentuk dua macam oksida yang berbentuk padat yaitu : P 4O6 dan
P4O10.
28
reaktifitasnya dengan hidrogen semakin berkurang dari atas kebawah dalam golongan
VIIA. Asam Fluorida dengan gas hidrigen sangat eksplosif namun menjadi berkurang
jika asamnya adalah Asam Iodida.
29
2. Reaksi Oksida Aluminium : Al2O3 (p) + 6HCl(c) → 2AlCl3(aq) + 3H2O(c)
Al2O3 (p) + 2NaOH(c) + 3H2O(c) → 2NaAl(OH)4(aq)
30
LATIHAN SOAL
31
BAB III
STRUKTUR MOLEKUL
-
Interaksi antara ion Na+ dan ion Cl kemudian menghasilkan pasangan ion Na+Cl-
yang mempunyai energi potensial yang lebih rendah bila dibandingkan dengan energi
potensial unsur-unsur tersebut secara terpisah.
Na + + Cl - NaCl
Contoh di atas menggambarkan pembentukan pasangan ion dalam keadaaan gas
dari atom-atom dalam keadaan bebas. Pada proses ini perubahan energi menyangkut
potensial ionisasi (pada pembentukan kation), afinitas elektron (pada pembentukan
anion) dan energi interaksi coulomb antara kedua jenis ion tersebut. Natrium klorida
biasanya ditemukan sebagai kristal zat padat, dimana dalam kisi kristal tiap-tiap ion
Na+ dikelilingi oleh 6 ion Cl- dan tiap ion Cl- dikelilingi oleh enam ion Na+ yang lain.
Kekuatan ikatan ini ditunjukkan dengan energi kisi (U) yang didefenisikan sebagai
32
jumlah energi yang dilepaskan bila satu senyawa terbentuk dari ion-ionnya dalam
keadaan gas.
Na(s) Na(g) S (energi sublimasi) = +180,7 kJ mol-1
Na(g) Na (g) + e
+
I (energi ionisasi) = + 493,8 kJ mol-1
½ Cl2(g) Cl(g) ½ D (energi dissosiasi) = +120,9 kJ mol-1
-
Cl(g) + e Cl (g) A (afinitas elektron) = -379,5 kJ mol-1
-
Na+(g) + Cl (g) Na+Cl- U (energi kisi) = -754,8 kJ mol-1
Sesuai dengan konvensi termodinamika, energi yang dilepaskan dinyatakan
sebagai harga negatif dan energi yang diserap dinyatakan sebagai harga positif.
Jika kalor pembentukan NaCl adalah Hf maka
Hf = S + I + ½ D + A + U
= (+ 180,7 + 493,8 + 120,9 - 379,5 - 754,8)
= - 410,9 kj mol-1
-
Kalor pembentukan Na+Cl (padat) dapat pula ditentukan dengan menggunakan
daur Born-Haber sebagai berikut:
Dengan menggunakan hukum Hess, entalpi pembentukan NaCl dapat dihitung
sebagai berikut:
Hf = H1 + H2 + H3 + H4 + H5
atau Hf = S + ½ D + 1 + A + U
Dari bagan di atas dapat dilihat bahwa faktor utama dalam pembentukan senyawa
ion adalah energi ionisasi, afinitas elektron dan energi kisi. Dengan demikian, suatu
senyawa ion mudah terbentuk jika:
1. Energi ionisasi salah satu atom relatif rendah
2. Afinitas elektron atom yang lain lebih besar (membentuk ion negatif)
3. Energi kisi besar
Energi kisi merupakan faktor yang banyak menentukan sifat ion suatu senyawa.
Senyawa ion yang umum dijumpai adalah senyawa ion yang terbentuk dari logam-
logam golongan IA dan IIA, serta unsur-unsur non-logam dari golongan VIA dan VIIA
pada susunan berkala unsur. Mudah tidaknya atom membentuk ion bergantung pada
berbagai faktor. Menurut Fayans, atom dapat membentuk ion dengan mudah, jikalau
struktur ion yang bersangkutan stabil, muatan ion kecil, dan ukuran atom besar pada
pembentukan kation (+) dan ukuran atom kecil pada pembentukan anion (-). Ion akan
stabil jikalau ion itu mempunyai konfigurasi elektron gas mulia,
K 2.8.8.1 Br 2 . 8 . 18 . 7
-
K+ 2 . 8 . 8 Br 2 . 8 . 18 . 8
Ca 2.8.8.2 O 2.6
++
Ca 2.8.8 O-2 2 . 8
La 2 . 8 . 18 . 18 . 8 . 3 P 2.8.5
3+
La 2 . 8 . 18 . 18 . 8 P-3 2 . 8 . 8
33
Konfigurasi elektron ion dari unsur-unsur golongan transisi (golongan B) tidak
sesuai dengan konfigurasi unsur gas mulia; seperti contoh berikut ini.
Ag 2 . 8 . 18 . 18 . 1 Cd 2 . 8 . 18 . 18 . 2
+ 2+
Ag 2 . 8 . 18 . 18 Cd 2 . 8 . 18. 18
Berdasarkan aturan Fayans, maka unsur-unsur yang paling mudah membentuk
ikatan ion adalah unsur golongan IA dan VIIA. Unsur golongan IA yang berbilangan
kuantum besar pada keadaan dasar lebih mudah melepaskan elektron terakhirnya. Hal
ini berkaitan dengan energi orbitalnya sehingga gaya tarik antara elektron dengan pusat
inti tidak begitu kuat dibandingkan dengan elektron yang jaraknya lebih dekat dengan
inti atom. Misalnya unsur sesium (Cs) yang terletak di periode 6 golongan IA, begitu
mudah melepaskan elektron terluarnya sehingga banyak dipakai dalam sel foto listrik.
34
Ikatan kovalen juga terjadi antara atom-atom yang berbeda, misalnya pada HCl.
1
1H 1s + 17Cl 1s2 2s22p6 3s23px23py23pz1
Adakalanya dua atom dapat menggunakan bersama lebih dari sepasang elektron
membentuk ikatan rangkap. Pemakaian bersama dua pasang elektron menghasilkan
ikatan rangkap dua dan pemakaian bersama tiga pasang elektron menghasilkan ikatan
rangkap tiga, seperti pada senyawa N2 dan CO2.
35
molekul kovalen masing-masing atom dikelilingi oleh empat pasang elektron atau
delapan elektron kecuali hidrogen (duplet). Formasi elektron ditulis sebagai titik-titik,
satu pasang titik (elektron) sebagai satu ikatan setara yang dapat digambarkan dengan
garis yang menghubungkan antara atom-atom yang berkaitan. Perlu diingat, elektron
yang ditulis dalam struktur Lewis hanya elektron valensi (elektron pada kulit terluar).
Contoh:
Teori oktet dapat menjelaskan kestabilan hampir semua senyawa kovalen dengan
baik, tetapi tidak cukup baik untuk menjelaskan beberapa sifat kimia dan fisika
senyawa kovalen tertentu. Misalnya menurut pengamatan, molekul O 2 bersifat
paramagnetik, jadi harus terdapat elektron yang tidak berpasangan, tetapi dalam
struktur Lewis semua elektron berpasangan. Hal ini akan dijelaskan kemudian dalam
konsep orbital molekul. Demikian juga kepolaran air dengan sudut molekul 104,5 0
tidak dapat dijelaskan oleh teori Oktet.
Kadang ditemui suatu senyawa kovalen yang cukup stabil tetapi tidak memenuhi
kaedah oktet. Diantaranya ada senyawa yang dikelilingi oleh kurang dari delapan
elektron seperti BeCl2 dan BCl3 (oktet tidak sempurna) dan ada senyawa yang
dikelilingi oleh lebih dari delapan elektron (oktet diperluas) seperti PCl 5 dan SF6.
36
Jumlah ikatan kovalen yang dapat dibentuk oleh suatu unsur bergantung pada
jumlah elektron tak berpasangan dalam unsur tersebut. Namun ada beberapa
pengecualian yang dapat dijelaskan dengan teori lain.
Contoh:
Cl 1s2 2s2 2p6 3s2 3px2 3py2 : ada satu elektron tunggal, jadi Cl
1
3pz hanya dapat membentuk satu ikatan
kovalen (HCl, CCl4)
2 2 2 1 1
O 1s 2s 2px 2py 2pz : ada dua elektron tunggal, sehingga O
dapat membentuk dua ikatan (H – O – H,
O = O).
2 2 1 1
C 1s 2s 2px 2py : hanya ada dua elektron tunggal, sedangkan
C biasanya membentuk empat ikatan
(CH4).
2 2 1
B 1s 2s 2p : hanya ada satu elektron tunggal,
sedangkan B dapat membentuk tiga
ikatan (BCl3).
2 2 6 2 1 1
P 1s 2s 2p 3s 3px 3py : hanya ada tiga elektron tunggal,
3pz1 sedangkan P dapat membentuk lima
ikatan (PCl5).
2 2 6 2 2 1
S 1s 2s 2p 3s 3px 3py : hanya ada dua elektron tunggal,
3pz1 sedangkan S dapat membentuk enam
ikatan (SF6).
37
dimana: e = muatan, dalam e.s.u
R = jarak, dalam cm
= dalam D (Debye), 1D = 10-18 e.s.u.
Sifat kepolaran molekul dapat dibuktikan secara fisis kalau ditempatkan dalam
medan magnet. Molekul polar akan menunjukkan keteraturan arah muatan positif dan
negatif.
Karena adanya sifat polar yang disebabkan oleh pemisahan muatan (+ dan -),
maka ikatan dalam senyawa polar sebagian akan bersifat ikatan ion. Besarnya (dalam
%) sifat ion ini dapat dihitung dengan beberapa cara, antara lain :
1). ukuran dipole moment
2). ukuran elektronegativitas
Misalkan dipole moment LiH teramati 5,9 D. Pada jarak antar muatan r = 1,60 A o
(100% ionik), terhitung = 7,7 D. Jadi % sifat ion ikatan itu adalah :
5,9
Sifat ionik molekul LiH x 100 % 77 %
7,7
(Hasil eksperimen = 80%)
2.2.2. Elektronegativitas
Cara ini dapat dilakukan dengan menggunakan tabel elektronegatifitas beberapa
unsur sebagai berikut :
Tabel 1. Elektronegativitas Beberapa Unsur
IA
H
2,10 IIA III IVA VA VIA VIIA
A
Li Be B C N O F
0,97 1,50 1,50 2,00 3,00 3,50 4,10
Na Mg Al Si P S Cl
1,00 1,20 1,50 1,90 2,20 2,40 2,80
K Cd Ga Ge As Se Br
0,91 1,00 1,80 2,00 2,20 2,50 2,70
Rb Sr In Sn Sb Te I
0,89 0,99 1,60 1,70 2,20 2,00 2,20
Cs Ba Ti Pb Bi Po At
0,86 0,97 1,40 1,60 2,20 1,80 2,00
Sumber : Chemistry; Modern Introduction, F. Brescia Cs
38
Berdasarkan data nilai elektronegativitas ini dapat diramalkan apakah suatu
molekul itu ionik atau kovalen. Jikalau perbedaan elektronegativitas antara atom-atom
yang saling mengikat itu besar maka senyawa itu cenderung berikatan ionik, misalnya,
Cesium, Cs (0,86) dan Fluor, F (4,10), jikalau bereaksi membentuk molekul, maka
senyawa yang terbentuk akan berikatan ion. Hal ini disebabkan oleh tarikan pasangan
elektron yang kuat pada F. Akan tetapi klor, Cl (2,80) dan Brom (2,70) dimana nilai
elektronegativitasnya setara, akan membentuk senyawa dengan ikatan kovalen.
Masalah yang timbul adalah, sampai seberapa jauh perbedaan nilai elektronegativitas
itu memberikan patokan terhadap jenis ikatan kovalen atau ionik? Untuk menjawab
masalah ini dibuat suatu perjanjian bahwa senyawa yang nilai perbedaan
elektronegativitasnya lebih besar dari 1,5 akan membentuk senyawa ionik, sedangkan
yang kurang dari 1,5 akan membentuk senyawa kovalen. Jikalau perbedaan
elektronegativitas tidak mendekati nol, senyawanya adalah polar, sebaliknya jikalau
perbedaannya mendekati nol, senyawanya adalah non-polar.
39
2.3 IKATAN KOVALEN KOORDINASI
Ikatan ini disebut juga ikatan kovalen dativ karena mirip dengan ikatan kovalen,
tetapi hanya satu atom yang menyediakan dua elektron untuk dipakai bersama
(pasangan elektron pengikat berasal dari satu atom saja). Sebagai contoh perhatikan
cara pembentukan suatu kompleks BCl3 NH3 yang stabil, yang terbentuk dari amonia
dan boron triklorida.
Atom nitrogen dalam amonia mengandung dua elektron yang tidak terikat
(sepasang elektron bebas) sedangkan atom boron dalam boron triklorida kekurangan
dua elektron untuk mencapai struktur oktet yang stabil.
Pada rumus Lewis digunakan garis untuk menyatakan pasangan elektron, maka
ikatan koordinat kovalen dapat dinyatakan dengan tanda panah dari atom yang
memberikan pasangan elektron. Misalnya pada pembentukan BCl 3/NH3 dapat ditulis:
Pada reaksi di atas nitrogen dapat disebut donor pasangan elektron bebas
sedangkan boron adalah akseptor pasangan elektron bebas.
40
Dengan demikian senyawa berikatan logam ini dapat menghantarkan arus listrik.
Sifat umum senyawa berikatan logam:
1. Penghantar panas dan penghantar listrik yang baik
2. Keras, mudah ditempa dan lentur
3. Suhu lebur dan suhu didihnya tinggi
4. Kristalnya mempunyai bilangan koordinasi yang tinggi
Ikatan antara HF itu disebabkan oleh adanya gaya elektrostatik dan ikatan ini
sangat lemah.
Contoh lain ; (H2O)n, alkohol (R-OH)n dan senyawa amina
41
2.6 IKATAN VAN DER WAALS
Yang dimaksud dengan ikatan V.D. Waals adalah gaya yang timbul antara
atom/molekul pada jarak tertentu sehingga seolah-olah terjadi senyawa baru. Pada jarak
tertentu atom/senyawa itu saling tarik menarik yang sangat lemah, akan tetapi bila jarak
ini dilampaui maka keduanya akan saling menolak sehingga keduanya menjauh.
Dengan demikian atom/molekul berada dalam suatu ruangan pada jarak tertentu satu
terhadap yang lain.
Kekuatan ikatan bergantung pada derajat pertindihan yang terjadi. Makin besar
derajat pertindihan makin kuat ikatan. Pertindihan antara dua orbital s tidak kuat, oleh
karena distribusi muatan berbentuk bola; pada umumnya ikatan s-s relatif lemah.
42
Orbital p dapat bertindih dengan orbital s atau orbital p lainnya dengan lebih efektif
karena orbital-orbital p terkonsentrasi pada arah tertentu.
Beberapa contoh:
Pada ketiga contoh di atas terjadi pertindihan pada sumbu molekul. Kerapatan
elektron maksimal. Ikatan yang terbentuk disebut ikatan sigma (ikatan ).
Ikatan Pi (ikatan ) akan terbentuk apabila pertindihan terjadi antara orbital-
orbital yang tegaklurus pada sumbu molekul. Jadi, ikatan ini terjadi antara orbital-
orbital p yang sejajar.
Pada teori ikatan valensi terdapat dua konsep penting yakni konsep resonansi dan
konsep hibridisasi.
43
Berdasarkan susunan ini diharapkan bahwa Be akan bersifat seperti unsur gas
mulia (sulit membentuk ikatan), B hanya membentuk satu ikatan dan C membentuk dua
ikatan, kenyataannya :
Be dapat membentuk BeC12 (bervalensi dua)
B dapat membentuk BCl3 (bervalensi tiga)
C dapat memebntuk CCl4 (bervalensi empat)
Untuk dapat menerangkan ini dipostulatkan bahwa satu elektron dalam orbital 2s
dipindahkan ke orbital 2p.
Berilium sekarang mempunyai dua buah elektron tunggal yang dapat membentuk
dua ikatan, misalnya dengan dua atom Cl. Akan tetapi sekarang timbul kesulitan lain,
yaitu kedua ikatan pada Cl – Be – Cl tidak sama oleh karena ikatan satu terjadi karena
pertindihan antara orbital 2s dari Be dengan orbital sp dari Cl. Dan ikatan yang satu lagi
terjadi karena pertindihan antara orbital 2p dari Be dengan orbital 3p dari Cl. Kenyatan
menunjukkan adalah bahwa kedua ikatan tersebut adalah sama. Untuk mengatasi
kesulitan ini dipostulatkan, bahwa orbital 2s dan orbital 2p z mengalami hibridisasi
(pencampuran) dan terbentuk dua buah orbital baru yang identik dan yang terarah
secara linier. Kedua orbital baru ini disebut hibrid sp. Pada senyawa BeCl2, ikatan
antara Be dan Cl terjadi karena pertindihan antara orbital hibrid sp dari Be dengan
orbital 3p dari Cl. Bahwa molekul ini lurus dapat dibuktikan secara eksperimen.
Dengan cara yang sama seperti di atas dapat diturunkan, bahwa pada senyawa BCL3
atom boron mengalami hibridisasi sp2 dengan ketiga orbital hibrid terletak dalam satu
bidang dan membentuk sudut 1200.
Demikian pula pada CCl4 atom karbon mengalami hibridisasi sp3; keempat
orbital hibrid sp3 ini terarah ke sudut-sudut suatu tetrahedron (sudut antara dua orbital
adalah 1090).
Di samping ketiga macam hibridisasi di atas ada beberapa contoh lainnya. Suatu
iktisar tentang orbital-orbital ini diberikan di bawah :
Orbital Jumlah Bentuk Geometrik
Hibrid Ikatan Conto
h
sp 2 Linier BeCl2, C2H2
(diagonal)
44
BCl3, BCl3
sp2 Trigonal
3 C2H4, BO33-
planar
CCl4, SnCl4
sp3 4 Tetrahedral NH4+
Ni (CN)42-
dsp2 4 Bujur Cu(NH3)42+
sangkat
planar
2 3
Fe(CN)3-
d sp 6 Oktahedral Cr(NH3)63+
SF6, UF6,
sp3d2 6 Oktahedral FeF63-
45
Pengukuran momen magnetik menunjukkan bahwa pada kompleks ini terdapat
satu elektron yang tak berpasangan, oleh karena itu senyawa ini bersifat paramagnetik.
I II
Kedua struktur ini tidak menggambarkan keadaan yang sebenarnya. Jarak antara
kedua atom karbon ternyata sama besar untuk keenam ikatan karbon-karbon, yaitu 1,39
Å, sedangkan panjang ikatan C C adalah 1,54 Å dan panjang ikatan C = C adalah
1,34 Å. Secara eksperimen ditemukan pula bahwa kalor pembentukan benzena dari C
(g) dan H (g) sebesar 1315 kkal/mol, sedangkan perhitungan dari struktur I atau II
menghasilkan harga 1276 kkal/mol. Menurut konsep ini struktur benzena yang
sebenarnya bukan struktur I atau II, melainkan suatu struktur (yang tak dapat
digambarkan) yang terletak diantaranya. Struktur yang sebenarnya beresonansi antara
struktur I dan struktur II, atau merupakan hibrida resonansi dari kedua struktur tersebut
46
2.7.2. Konsep Orbital Molekul
Orbital molekul terbentuk dari hasil interaksi antara dua atau lebih orbital atom.
Jika dua oribital atom berinteraksi maka akan dihasilkan dua orbital molekul pula,
demikian seterusnya. Distribusi elektron dalam molekul tidak lagi berada pada orbital
atom masing-masing pembentuk melainkan ditempatkan atau yang dikenal dengan
istilah terlokalisasi (dilokalisir) pada daerah tumpang tindih yang kita kenal sebagai
orbital molekul.
Ditinjau dari profil energinya maka orbital molekul terbagi dua, yakni orbital
molekul bonding (ikatan) yang dilambangkan dengan OM dimana orbital molekul
memiliki tingkat energi rendah. Sedangkan orbital molekul antibonding (anti ikatan)
yang dilambangkan dengan OM* adalah orbital molekul yang memiliki energi lebih
tinggi.
47
Gambar 2. Energi level orbital atom dan orbital molekul anti bonding
Gambar 3. Diagram tenaga lintasan (energi level diagram) gabungan dua orbital
atom, satu bonding dan satu anti bonding
Adanya orbital molekul bonding dan anti bonding dapat dibuktikan dalam studi
spekstroskopi molekul. Pengisian elektron dalam orbital-orbital molekul seseuai dengan
pengisian elektron dalam orbital atom yaitu: (1) orbital dengan energi terendah diisi
lebih dahulu (2) dalam satu orbital molekul terdapat maksimum dua elektron, (3) jika
terdapat orbital molekul yang energinya sama, sedapat mungkin elektron tidak
berpasangan (aturan Hund).
Orbital molekul yang terbentuk dari orbital atom dapat berupa orbital molekul
sigma (s) atau orbital molekul pi (p). Masing-masing orbital molekul dapat merupakan
orbital molekul bonding dan orbital molekul anti bonding (s*, p*). Orbital sigma adalah
orbital molekul yang simetris terhadap sumbu ikatan, sedangkan orbital pi mempunyai
48
bidang nodal (bidang tanpa kerapatan elektron) yang terdapat pada sumbu antar-inti.
Orbital pi terbentuk dari orbital atom p yang sejajar. Sebagai sumbu digunakan sumbu
x, y, z. Orbital molekul untuk molekul diatomik homonuklear yang terbentuk dari
orbital-orbital atom dapat dinyatakan sebagai berikut :
1s * 1s terbentuk dari orbital atom 1s
2s * 2s terbentuk dari orbital atom 2s
2pz * 2pz terbentuk dari orbital atom 2pz
2px * 2px terbentuk dari orbital atom 2px
2py * 2py terbentuk dari orbital atom 2p y
Urutan tingkat energi dari orbital-orbital molekul mulai dari tingkat energi
terendah, ialah
1s< *1s< 2s< *2s< 2pz < 2px = 2py < *2px = *2py < *2pz.
Jika ada interaksi antara 2s dan 2p, tingkat energi 2p >2px = 2py.
49
Konfigurasi elektron menurut teori orbital molekul untuk H2, He2 dan Li2 dapat
dijelaskan sebagai berikut :
Molekul H2
Diagram di atas menunjukkan kontribusi elektron dari masing-masing atom ke
dalam orbital molekul. Satu elektron dari masing-masing atom berkontribusi dan
berpasangan dalam orbital molekul ls yang memiliki energi lebih rendah. orbital
molekul *ls tidak terisi elektron, konfigurasi elektron molekul H2.
H2 : [(ls)2]
Molekul He2
Helium mempunyai nomor atom 2. jika terdapat molekul He 2 maka pada molekul
ini terdapat 4 elektron. Sesuai dengan teori, terbentuk orbital molekul bonding ls dan
orbital anti bonding *ls dan konfigurasi elektronnya dapat ditulis :
50
Oleh karena jumlah elektron dalam orbital ikatan lebih banyak dari jumlah
elektron dalam orbital anti ikatan, dapat diharapkan bahwa terdapat senyawa helium
yang stabil.
Molekul Li2
Dengan cara yang sama dengan molekul H2 dan He2 diperoleh konfigurasi untuk
molekul Li2 sebagai :
Li2 : [(ls)2 (*ls)2 (2s)2]
Contoh untuk molekul-molekul dimana terjadi interaksi antara 2s dan 2p dapat
dilihat pada molekul-molekul B2, C2 dan N2 berikut:
B2 : [(ls)2 (*ls)2 (*2s)2 (2px)1 (2py)1]
C2 : [(ls)2 (*ls)2 (*2s)2 (2px)2 (2py)2]
N2 : [(ls)2 (*ls)2 (*2s)2 (2px)2 (2py)2 (2pz)2]
Pada H2 dan Li2 terdapat masing-masing satu pasang elektron yang berbentuk
ikatan tunggal kovalen. Dalam teori orbital molekul, kestabilan ikatan kovalen
berhubungan dengan orde ikatan. Orde ikatan adalah setengah dari perbedaan jumlah
elektron dalam orbital ikatan dan dalam orbital anti ikatan. Orde ikatan (OI) dapat
diungkapkan sebagai:
Nb Na
OI
2
Nb = jumlah elektron dalam orbital ikatan
Na = jumlah elektron dalam orbital anti ikatan
Untuk helium,
Nb Na 2 2
OI 0
2 2
51
Soal-soal Latihan :
1. Tuliskan struktur Lewis untuk senyawa ion berikut :
a. BaO b. MgCl2 c. K2S
2. Gunakan rumus Lewis untuk membuat pembentukan ikatan kovalen dalam NH3,
H2O, HCl.
3. Diantara senyawa berikut yang manakah tidak mengikuti aturan oktet ? ClF 3,
OF2, SF4, BCl3, PCl5, PCl3.
4. Jelaskan tentangpengertian berikut :
a. Resonansi
b. Energi ikatan
c. Sudut ikatan
d. Orbital
e. Eleketronegativitas
f. Polaritas iakatn, polaritas molekul.
5. Gambarkan bentuk resonansi dari NO3- (ion nitrat), SO2(g) , SO2- (ion sulfit),
SO42- (ion sulfat) (termasuk muatan termal tiap atom !).
6. Apa sebabnya tidak semua molekul dengan rumus AB3 mempunyai bentuk yang
sama.
7. Faktor apa saja yang menentukan bentuk suatu molekul kovalen ?
8. N2O adalah molekul linier yang polar. Bagaimana menjelaskannya ?
9. Apakah sudut ikatan dalam molekul atau ion berikut ? SO 2, SO22-, CO2, NO3-,
SO3, SO42- ?
10. Ramalkan bentuk geometri dari ClO3-, XeF4, dan I3-.
11. Jelaskan ikatan dalam molekul Cl2 dengan teori ikatan valensi.
12. Apa yang dimaksud dengan orbital hibrida ?
13. Jelaskan tentang iakatan dalam molekul N2 menurut teori orbital molekul.
14. Beleran dioksida SO2, dan nitrogen dioksida NO2 adalah polar, sedangkan CO2
adalah non polar. Bagaimana menjelaskannya ?
15. Jelaskan perbedaan antara ke-elektronegativitas dan afinitas elektron.
52
BAB IV
STOIKIOMETRI
Setelah membahas masalah struktur atom, tabel periodik dan ikatan kimia, maka
timbul permasalahan tentang reaksi antar atom dengan suatu persamaan yakni tentang
perubahan suatu materi menjadi materi lain. Kajian reaksi kimia secara kuantitatif dapat
memberi informasi yang lebih jelas tentang perubahan kimia yang terjadi dan perubahan
ini mengikuti hukum-hukum dasar ilmu kimia. Bidang kimia yang membicarakan
hubungan-hubungan kuantitatif antara pereaksi dan hasil reaksi dikenal sebagai
stoikiometri, yang berasal dari bahasa Yunani, stoicheion (unsur) dan metron
(pengukuran).
Pada pokok pembahasan ini akan dibicarakan masalah yang berhubungan dengan
(a). Hukum-hukum dasar ilmu kimia, (b). Massa atom relatif dan massa rumus relatif, (c).
Konsep mol (d). Bilangan oksidasi. (e). Cara menyatakan konsentrasi (f). Persamaan dan
tipe reaksi.
4.1 Hukum-Hukum Dasar Ilmu Kimia
4.1.1 Hukum kekekalan massa.
Penelaahan reaksi kimia secara kuantitatif dapat memberi informasi tentang
perubahan kimia yang mungkin terjadi. Pada kondisi normal, suhu 25 oC, tekanan 1 atm
perubahan kimia juga disertai dengan perubahan massa yang berubah menjadi energi.
Tetapi karena perubahan massa ini kecil sekali, perubahan dapat diabaikan. Pada
umumnya dikatakan bahwa pada kondisi itu perubahan kimia tidak menyebabkan
perubahan massa, dengan demikian dalam perubahan kimia, jumlah massa zat yang
dihasilkan oleh perubahan itu sama dengan jumlah massa zat sebelum terjadi perubahan.
Peristiwa ini sesuai dengan hukum kekekalam massa, yaitu massa zat sebelum dan
sesudah reaksi sama. Pernyataan ini dikemukakan oleh Antoine Lavoisier (1774) dari
hasil percobaan-percobaan yang dilakukannya, dengan jalan menimbang massa zat
sebelum dan sesudah suatu reaksi kimia terjadi.
Contoh:
Larutan A terdiri dari 3,40 gram perak nitrat dan 25 gram air ditambahkan ke dalam
larutan B yang terdiri dari 3,92 gram kalium kromat dan 25 gram air. Pada pencampuran
ini terjadi reaksi dan menghasilkan endapan coklat. Setelah reaksi selesai dan ditimbang
ternyata berat campuran larutan A dan B itu tetap, yaitu 57,32 gram.
Gambaran di atas dapat diringkaskan seperti reaksi berikut:
2 AgNO3 + K2CrO4 Ag2CrO4 + 2 KNO3
Berdasarkan hukum kekekalan massa nampak disini bahwa jumlah atom tiap unsur
(bersenyawa atau bebas) yang ada disebelah kiri tanda panah persis sama dengan jumlah
atom tiap unsur yang ada disebelah kanan tanda panah. Hukum kekekalan massa itu tidak
berlaku untuk reaksi inti/transformasi inti, karena pada proses inti terjadi perubahan
massa dan energi. Untuk reaksi inti/transformasi inti lebih tepat apabila digunakan hukum
53
kekekalan massa-energi, dengan demikian hukum kekekalan massa berlaku untuk semua
reaksi kimia, kecuali reaksi inti/transformasi inti.
4.1.2 Hukum perbandingan tetap
Setelah diketahui adanya hubungan antara massa zat sebelum dan sesudah reaksi
kimia, dengan munculnya hukum kekekalan massa, maka pada tahun 1799 Josep Louis
Proust melakukan penelitian tentang hubungan massa unsur-unsur yang membentuk
suatu senyawa. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa senyawa yang sama selalu
mengandung unsur-unsur penyusunnya dalam perbandingan yang sama. Susunan unsur-
unsur dalam suatu senyawa dapat ditentukan dengan cara analisis kimia, berdasarkan data
hasil analisis itu dapat ditentukan rumus kimia dari senyawa yang bersangkutan. Sebagai
contoh senyawa besi sulfida, dimana perbandingan massa besi dan belerang tetap yaitu
7 : 4. Contoh lain misalnya air yang perbandingan massa hidrogen dan oksigen juga tetap
yaitu 1 : 8. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, Proust mengusulkan suatu
hukum yang kemudian dikenal dengan istilah hukum Proust (hukum perbandingan tetap).
54
sama banyaknya maka massa unsur lainnya dalam senyawa-senyawa itu akan
berbanding sebagai bilangan bulat positif dan sederhana.
4.1.4 Hukum Perbandingan Volume
Hubungan antara volume-volume dari gas-gas dalam reaksi kimia telah diselidiki
oleh Joseph Louis Gay-Lussac dalam tahun 1905. Pada penelitian itu ditemukan bahwa
pada suhu dan tekanan tetap, setiap satu volume gas oksigen akan bereaksi dengan dua
volume gas hidrogen menghasilkan dua volume uap air, dengan demikian perbandingan
antara volume hidrogen, volume oksigen dan volume uap air berurut adalah 2:1:2.
Contoh lain : satu volume gas hidrogen bereaksi dengan satu volume gas klor
menghasilkan dua volume gas hidrogen klorida; perbandingan volume dari hidrogen, klor
dan hidrogen klorida berurut adalah 1:1:2. Pada reaksi antara gas nitrogen dan gas
hidrogen membentuk gas amonik, maka perbandingan volume dari ketiga gas itu berturut
adalah 1:3:2 (N2 : H2 : NH3). Konsep hubungan antara volume gas yang bereaksi dengan
volume gas yang dihasilkan dari reaksi tersebut sangat berguna untuk menjelaskan
tentang proses reaksi kimia yang terjadi. Berdasarkan uraian di atas, disimpulkan bahwa
volume-volume gas yang bereaksi dan gas hasil reaksi, bila diukur pada suhu dan
tekanan yang sama akan berbanding sebagai bilangan yang bulat dan sederhana.
Pernyataan ini dikenal dengan hukum Gay Lussac atau hukum perbandingan volume.
4.1.5 Hukum Avogadro
Pada tahun 1911, Amadeo Avogadro membuat hipotesis untuk menjelaskan
bagaimana gas-gas itu bereaksi seperti apa yang diungkapkan oleh Gay Lussac. Hipotesis
yang diajukan oleh Avogadro adalah, pada suhu dan tekanan tetap, semua gas yang
volumenya sama akan mengandung molekul yang sama jumlahnya, dengan demikian
perbandingan volume sama dengan perbandingan molekul. Berdasarkan uraian ini
Avogadro menyatakan bagian terkecil suatu unsur tidak harus merupakan atom tunggal,
akan tetapi dapat berupa suatu kelompok atom yang disebut molekul. Avogadro dapat
menjelaskan percobaan Gay-Lussac tentang reaksi sintesis air sebagai berikut:
2 volume hidrogen + 1 volume oksigen 2 volume air (uap)
2n mol hidrogen + 1n mol oksigen 2n mol air (uap)
2 molekul hidrogen + 1 molekul oksigen 2 molekul air (uap)
Menurut John Dalton bagan reaksi di atas sebagaimana yang diungkapkan oleh
Avogadro dapat digambarkan sebagai berikut:
oo oo o o o o
+ OO O + O
hidrogen oksigen air air
Pernyataan dalam bentuk reaksi kimia adalah:
H-H + H-H + O-O H-O-H + H-O-H
2 molekul 1 molekul 2 molekul
hidrogen oksigen air
atau lebih umum dituliskan sebagai 2H2 + O2 2H2O
55
Dengan demikian tanda 2 dimuka H2 menunjukkan adanya dua molekul hidrogen yang
masing-masing terdiri dari atas dua atom hidrogen, tanda 1 (tidak ditulis) dimuka O 2
menunjukkan adanya satu molekul oksigen yang terdiri atas dua atom oksigen, demikian
juga tanda 2 didepan H2O menunjukkan adanya dua molekul air yang terdiri atas dua
atom hidrogen dan satu atom oksigen.
56
bahwa bilangan itu tidak dapat ditentukan secara tepat. Pada saat ini cara yang dianggap
paling tepat untuk menetapkan bilangan Avogadro adalah pengukuran sinar X pada kisi
kristal suatu garam. Metode inilah yang memberikan nilai bilangan Avogadro sebesar
6,023 x 1023, dengan demikian apabila jumlah molekul dalam satu mol zat telah
diketahui, maka massa satu molekul sembarang zat itu dapat dihitung.
4.3.2 Massa satu mol.
Berdasarkan hukum kekekalan massa, atom tidak mengalami perubahan bila
atom-atom itu bergabung (bereaksi) membentuk senyawa. Massa satu molekul suatu
senyawa ditentukan oleh jumlah massa semua atom penyusun molekul itu, massa ini
kemudian dikenal sebagai massa rumus relatif (M r). Misalnya massa rumus air, H2O = (2
x 1) + (1 x 16) = 18. Dalam perhitugan kimia, yang diperlukan adalah suatu satuan
jumlah zat yang menyatakan berapa gram zat yang harus ditimbang agar zat tersebut
mengandung partikel yang sama. Satuan yang digunakan adalah mol. Seperti telah
dijelaskan sebelumnnya bahwa satuan patokan bakunya juga menggunakan isotop
karbon-12. Dengan demikian satu mol isotop karbon-12 mempunyai massa 12 gram yang
sesuai dengan bilangan Avogadro, N yaitu 6,023 x 10 23 atom. Satu mol gas oksigen (O2)
mengandung N molekul O2 atau mengandung 2N atom oksigen (O). Jikalau massa atom
relatif oksigen adalah 16, maka massa rumus relatif molekul oksigen adalah 2 x 16 = 32.
Massa satu mol gas oksigen = 32 gram/mol.
4.3.3. Volume satu mol gas.
Hukum Avogadro menyatakan tiap-tiap gas ideal atau gas yang dianggap sebagai
gas ideal pada suhu dan tekanan tetap, volumenya sama dan mengandung jumlah partikel
yang sama pula. Reaksi-reaksi kimia sering melibatkan senyawa atau molekul dalam fasa
gas, dengan demikian hukum Avogadro dapat diterapkan pada reaksi-reaksi kimia yang
melibatkan senyawa-senyawa yang berfasa gas, dengan catatan bahwa gas-gas itu
merupakan gas ideal atau dianggap gas ideal dan berlaku persamaan P V = n R T.
Jikalau pada kondisi baku yaitu suhu 0 oC tekanan 76 cm Hg (atau 1 atm), maka volume
1 mol gas itu adalah, V = 22,41 dm3. Oleh karena hukum Avogadro berlaku dalam gas,
maka volume setiap satu mol gas ideal atau yang dianggap gas ideal pada kondisi baku
adalah sama (22,41 dm3). Dengan cara yang sama, setiap gas pada kondisi yang sama
volumenya juga sama dan pada keadaan baku setiap satu mol sembarang gas ideal atau
dianggap ideal volumenya sama yaitu 22,41 dm 3.
Cara lain untuk menentukan volume gas itu adalah dengan menggunakan definisi
densitas atau berat jenis atau kerapatan ().
57
atom tertentu yang diikat oleh atom tersebut. Pada umumnya yang diambil sebagai atom
baku atau “atom tertentu” itu adalah hidrogen, dengan demikian jika suatu atom yang
hanya mengikat n atom hidrogen dikatakan bervalensi n. Jadi valensi dinyatakan dengan
bilangan bulat 1, 2, 3, 4, … n (tanpa tanda + atau -). Oksigen bervalensi dua karena atom
oksigen mengikat dua atom hidrogen seperti dalam molekul H2O.
Penentuan valensi suatu atom yang tidak membentuk ikatan dengan hidrogen
dapat dilaksanakan secara tidak langsung, yaitu dengan memanfaatkan senyawa tersebut
dengan atom lain yang telah diketahui valensinya, misalnya valensi vanadium (V) dapat
diperoleh dari vanadium pentaoksida (V2O5), karena valensi oksigen telah diketahui
besarnya yaitu 2, maka pada kasus ini vanadium bervalensi 5 sebab 1 oksigen dapat
mengikat 2 hidrogen, jadi 2 vanadium dianggap mengikat 5 x 2 hidrogen, dengan
demikian 2 V mengikat 10 hidrogen, jadi 1 V mengikat 5 hidrogen, sehingga V
bervalensi 5.
Pada pembentukan senyawa natrium klorida terjadi ikatan antara natrium dan klor
karena satu elektron dari atom natrium pindah ke atom klorida dan menghasilkan ion
natrium dan ion klorida yang kemudian saling tarik menarik dengan gaya elektrostatis.
Perubahan susunan elektron seperti yang dialami oleh atom natrium dengan melepaskan
elektron itu disebut proses oksidasi sedangkan proses atom klor yang menerima elektron
disebut proses reduksi. Proses oksidasi selalu disertai proses reduksi dan reaksi antar
keduanya disebut reaksi oksidasi-reduksi atau biasa disingkat dengan istilah reaksi
redoks.
Na e Na+ (oksidasi)
-
Cl + e Cl (reduksi)
Na + Cl Na+ + Cl- (Na+Cl-) redoks
Spesies (senyawa, unsur, ion) yang mengalami oksidasi disebut reduktor sedangkan
spesies yang mengalami reduksi disebut oksidator. Dalam reaksi redoks di atas natrium
bertindak sebagai reduktor sedangkan klor bertindak sebagai oksidator. Pada reaksi
redoks, jumlah elektron yang dilepaskan oleh reduktor dan jumlah elektron yang diterima
oleh oksidator harus sama, namun demikian jumlah atom reduktor belum tentu sama
dengan jumlah atom oksidator. Muatan yang dimiliki oleh Na (+1) dan Cl (-1) pada
contoh di atas disebut bilangan oksidasi atau tingkat oksidasi. Oleh karena bilangan
oksidasi juga merupakan daya ikat suatu atom maka pada kejadian khusus apa yang
semula disebut valensi tidak lain adalah bilangan oksidasi, namun demikian valensi tidak
selalu sama dengan bilangan oksidasi, terutama karena valensi ditetapkan berdasarkan
daya ikat atom terhadap hidrogen (langsung, atau tidak langsung berdasarkan
perbandingan dengan atom lain). Berapapun besarnya valensi suatu atom X yang
membentuk molekul dengan mengikat atom sejenisnya, akan mempunyai bilangan
oksidasi nol, seperti terlihat dalam O2, meskipun valensi atom oksigen adalah dua dan
tetap bervalensi dua dalam molekul O2.
58
Bilangan oksidasi suatu unsur dapat diketahui bila susunan elektron dari molekul
yang mengandung unsur tersebut dilukiskan, akan tetapi cara ini akan menyita banyak
waktu, maka dalam penentuan bilangan oksidasi suatu unsur dapat dilakukan dengan
berpedoman kepada aturan berikut:
a. Atom yang tidak berikatan atau atom bebas atau atom dalam molekulnya mempunyai
bilangan oksidasi nol. Misalnya atom natrium dalam Na atau atom kalsium dalam Ca,
atom Oksigen dalam O2, atom klor dalam Cl2, atom fosfor dalam molekul P4 dan atom
belerang dalam molekul S8.
b.Karena molekul bersifat netral, jumlah bilangan oksidasi semua atom dalam molekul
tersebut adalah nol.
c. Bilangan oksidasi ion beratom tunggal adalah sama dengan muatan ion tersebut.
Jumlah bilangan oksidasi semua atom yang membentuk ion poliatom sama dengan
muatan pada ion tersebut.
d.Bilangan oksidasi fluor, unsur yang paling elektronegatif adalah –1 dalam semua
senyawa fluor.
e. Dalam bagian terbesar senyawa yang mengandung oksigen, bilangan oksidasi oksigen –
2, ada beberapa perkecualian dalam senyawa peroksida, tiap oksigen mempunyai
bilangan oksidasi –1. Misalnya dua atom oksigen dalam O2= adalah setara dan tiap
atom diberikan bilangan oksidasi –1 sehingga jumlah bilangan oksidasi sama dengan
muatan ionnya. Dalam super oksidasi, O2 tiap atom oksigen mempunyai bilangan
oksidasi –1/2. Dalam senyawa F2O oksigen mempunyai bilangan oksidasi +2.
f. Bilangan oksidasi hidrogen +1 dalam semua senyawa kecuali hidrida logam (seperti
LiH, CaH2 dan NaH) dimana hidrogen mempunyai bilangan oksidasi –1.
Dengan menggunakan aturan tersebut di atas, bilangan oksidasi unsur dalam suatu
senyawa dapat ditentukan.
Bilangan oksidasi atom-atom dalam H3PO4 bila dijumlahkan haruslah sama
dengan nol. Jika tiap atom hidrogen diberi tanda +1 (seluruhnya, +3) dan tiap oksigen
diberi tanda –2 (jumlah, -8) fosfor harus mempunyai bilangan oksidasi +5. Kesimpulan
yang sama diperoleh dengan memeriksa ion yang diturunkan dari asam fosfat, ion fosfat
PO43-. Dalam hal ini jumlah bilangan oksidasi –3, tiap oksigen diberi tanda -2(jumlah –
8), sehingga fosfor harus mempunyai bilangan oksidasi +5. Sering suatu unsur
mempunyai bilangan oksidasi lebih dari satu macam. Misalnya unsur nitrogen
memperlihatkan bilangan oksidasi bervariasi dari –3 (yaitu dalam senyawa NH3), sampai
+5 ( yaitu dalam senyawa HNO3).
Dengan menggunakan pengertian valensi dan bilangan oksidasi rumus molekul
suatu senyawa dapat disusun. Misalnya rumus molekul magnesium oksida adalah MgO
karena valensi magnesium dan oksigen adalah dua. Selanjutnya karena magnesium
mempunyai bilangan oksidasi +2 dan oksigen mempunyai bilangan oksidasi –2, maka
rumus molekul magnesium oksida dapat dituliskan sebagai Mg2+O2- dan oleh karena
molekul bersifat netral, rumus molekul biasanya disingkat dengan MgO. Aluminium
59
dapat membentuk senyawa aluminium oksida, dimana aluminium mempunyai bilangan
oksidasi +3 dan oksigen mempunyai bilangan oksidasi –2, dengan demikian rumus
molekul aluminium oksida dituliskan sebagai berikut Al3+O2- dan oleh karena molekul
bersifat netral artinya jumlah muatan positif harus sama dengan jumlah muatan negatif,
maka pada aluminium oksida itu rumus molekulnya menjadi (Al 3+)2(O2-)3. Jadi ada dua
atom aluminium bergabung dengan tiga atom oksigen membentuk Al2O3 yang bersifat
netral karena muatan positif = 2 x (+3) = +6 dan muatan negatifnya = 3 x (-2) = -6.
Angka 2 pada Al dan 3 pada oksigen itu merupakan indeks yang menyatakan jumlah
masing-masing atom. Dua ion dengan muatan berlawanan dapat membentuk senyawa
dengan ikatan ion. Misalnya ion aluminium dan ion sulfat membentuk molekul
aluminium sulfat. Oleh karena aluminium bermuatan +3 dan sulfat bermuatan –2, maka
aluminium sulfat dituliskan sbb: (Al3+)2(SO42-)3 disingkat Al2(SO4)3.
4.5Persamaan dan Tipe Reaksi
4.5.1 Persamaan Reaksi
Reaksi kimia terjadi bila satu atau lebih zat berubah menjadi satu atau lebih zat
baru dengan sifat-sifat yang berbeda dari sifat-sifat zat semula. Dalam suatu reaksi kimia
zat yang dihasilkan mempunyai susunan tertentu walaupun zat-zat yang bereaksi
dicampur dalam berbagai perbandingan. Reaksi kimia biasanya dinyatakan dengan
persamaan kimia, zat-zat yang bereaksi dan hasil reaksi yang dinyatakan dengan tanda
atom atau rumus molekul/ion, sedangkan arah perubahan reaksi ditunjukkan oleh tanda
anak panah (). Cara penulisannya berdasarkan hukum kekekalan massa yaitu jumlah
atom tiap unsur (bersenyawa atau bebas) yang ditunjukkan di sebelah kiri persamaan
reaksi sama dengan yang di sebelah kanan. Selain tanda anak panah yang dijelaskan di
atas dikenal pula tanda lain yang menggunakan dua anak panah yang disusun satu di atas
yang lain dengan arah yang berlawanan ( ). Reaksi yang menggunakan anak
panah tunggal adalah reaksi yang berjalan hanya dalam satu arah seperti yang ditunjuk
oleh arah anak panah, sedangkan reaksi yang menggunakan tanda panah bersusun dengan
arah berkebalikan menunjukkan jenis reaksi yang berjalan dalam dua arah dan disebut
pula reaksi bolak-balik atau reaksi keseimbangan. Setelah hasil reaksi terbentuk dalam
jumlah tertentu, hasil reaksi tadi akan bereaksi kembali dan membentuk pereaksi awal
yang ditunjukkan oleh anak panah kedua. Dengan demikian pada kondisi tertentu terjadi
kesetimbangan antara perubahan dari kiri ke kanan dengan perubahan dari kanan ke kiri
(bolak-balik). Kesetimbangan ini dapat dialihkan ke arah yang dikehendaki dengan
berbagai cara bergantung pada sifat tiap zat yang bereaksi, kondisi reaksi dll.
Tanda atom atau rumus molekul dalam suatu persamaan reaksi menunjukkan
jumlah minimum zat-zat yang bereaksi dan zat-zat yang dihasilkan oleh perubahan kimia.
“Perbandingan jumlah terkecil dari masing-masing zat seperti yang ditunjukkan oleh
persamaan reaksi” dinamakan stoikiometri dari reaksi tersebut. Bilangan yang
menunjukkan jumlah masing-masing atom, molekul atau ion dalam suatu persamaan
reaksi disebut koefisien persamaan reaksi. Persamaan reaksi dapat dituliskan sebagai
60
persamaan reaksi molekul atau ion. Dalam persamaan reaksi, zat-zat yang bereaksi dan
hasil reaksi ditulis dalam bentuk molekulnya, contoh.
2H2 + O2 2H2O
2NaOH + H2SO4 Na2SO4 + 2H2O
Dalam kenyataannya zat-zat tertentu dalam larutan bereaksi dalam keadaan ion. Dalam
persamaan reaksi ion hanya molekul, atom atau ion yang terlibat dalam reaksi kimia
ditulis dalam persamaan reaksi ion. Zat-zat yang dalam larutannya berada dalam bentuk
ion adalah, Asam kuat, basa kuat dan garam.
Contoh:
Reaksi larutan AlCl3 dengan larutan NaOH adalah :
AlCl3 + 3NaOH Al(OH)3 + 3NaCl
Endapan
Dalam persamaan ini yang terlibat dalam reaksi adalah ion aluminium, Al 3+ dan ion
hidroksida, OH- yang bereaksi membentuk molekul aluminium hidroksida, Al(OH) 3.
Dengan demikian reaksi ionnya dituliskan sbb:
Al3+ + 3Cl- + 3Na+ + 3OH- Al(OH)3 + 3Na+ + 3Cl-
Al3+ + 3OH- Al(OH)3
Sering keadaan fisik setiap zat perlu dinyatakan dalam persamaan reaksi. Hal ini dapat
dilakukan dengan memberikan keterangan tambahan dibelakang setiap simbol pada
rumus persamaan reaksi seperti: (g) untuk gas, (c atau l) untuk cairan, (p atau s) untuk
padatan dan (aq) untuk larutan air.
Contoh:
AlCl3 (aq) + 3NaOH (aq) Al(OH)3 (s) + 3NaCl (aq)
Penulisan persamaan reaksi ion lebih mendekati kenyataan dari pada persamaan reaksi
molekul, khususnya untuk reaksi zat-zat anorganik yang larut dalam air. Penulisan
persamaan reaksi ion lebih menonjol kegunaannya dalam reaksi redoks.
61
3. Reaksi netralisasi, yaitu reaksi antara ion hidronium dengan ion hidroksida atau
antara suatu asam dengan basa yang biasanya menghasilkan air
H3O+ + OH- HOH + HOH
4. Reaksi redoks, yaitu reaksi yang terjadi dengan adanya transfer elektron
MnO2 + 4H+ + 2Br- Br2 + Mn2+ + 2H2O
Penulisan persamaan reaksi kimia harus sesuai dengan hukum kekekalan massa
yaitu jumlah atom tiap-tiap unsur harus sama di sebelahkiri dan kanan tanda panah.
Langkah-langkah penulisan persamaan reaksi:
1. Tuliskan simbol kimia zat-zat pereaksi di sebelah kiri anak panah dan zat hasil reaksi
di sebelah kanan.
2. Buatlah setimbang persamaan reaksi dengan menambahkan koefisien sesuai dengan
hukum kekekalan massa.
Dalam penulisan simbol kimia perlu diperhatikan hal berikut; (a)Umumnya unsur gas
atomnya berpasangan, misalnya H2, O2, N2, Cl2. (b) Kebanyakan unsur padat dapat
dianggap sebagai atom-atom tunggal seperti: Na, Ca, Fe dsb. (c). Rumus kimia tidak
boleh diubah (hukum perbandingan tetap), (d). Umumnya pada reaksi yang berlangsung
dalam larutan air, pelarut tidak ikut bereaksi, oleh karena itu tidak dituliskan dalam
persamaan reaksi.
Contoh soal:
Setarakan persamaan reaksi kimia berikut ini,
Al2(SO4)3 + NH3 + H2O Al(OH)3 + (NH4)2SO4
Untuk penulisan persamaan reaksi ion dapat digunakan aturan berikut:
1. Hanya ion, atom atau molekul yang berperan dalam reaksi ditulis dalam persamaan
reaksi kimia.
2. Elektrolit lemah, senyawa yang bergantung pada kondisi yang mengendap (sifat
senyawa), gas, molekul air ditulis dalam bentuk molekul
3. Jumlah muatan listrik pereaksi dan hasil reaksi harus sama.
62
Untuk dapat menyusun reaksi redoks, pertama-tama hasil reaksi perlu diketahui. Dalam
hal ini sudah cukup bila diketahui oksidator dengan hasilnya, demikian pula dengan
reduktor. Dengan demikian hasil reaksinya dapat diketahui bila kedua jenis pereaksi
tersebut.
Tabel 4.1 Beberapa oksidator dan reduktor dengan hasil reaksinya
Oksidator Suasana Larutan Hasil Reaksi
-
MnO4 asam Mn2+
Cr2O72- asam Cr3+
Ce4+ asam Ce3+
XO3 asam X-
(X=Cl, Br, I) asam X-
NO3- asam NO
MnO2 asam Mn2+
Fe3+ asam Fe2+
H2O2 asam H2O
2+
Fe asam Fe3+
SO2 asam SO42-
C2O42- asam CO2
-
I asam atau netral I2
H2S asam S (s)
-
S2O3 asam atau netral S4O6=
H3AsO3 asam atau netral H3AsO4
2+
Sn asam Sn4+
HNO2 asam NO3-
Zn(p) asam Zn2+
Ada dua cara untuk menyetarakan reaksi redoks yaitu cara reaksi setengah dan
cara perubahan bilangan oksidasi.
63
Contoh:
Setarakan reaksi yang berlangsung dalam suasana asam
H2SO3 + HNO2 NO + SO42-
Tahap 1: Penulisan kedua reaksi setengah
H2SO3 SO42- Fe3+ (oksidasi)
HNO2 NO (reduksi)
Tahap 2: Penyeimbangan setiap reaksi setengah
(a) Penambahan H2O untuk mengimbangkan O
H2SO3 + H2O SO42-
HNO2 NO+ + H2O
(b) Penambahan H+ untuk mengimbangkan H
H2SO3 + H2O SO42- + 4 H+
+
HNO2 + H NO + H2O
(c) Penambahan elektron untuk mengimbangkan muatan
H2SO3 + H2O SO42- + 4 H+ + 2 e-
HNO2 + H+ + e- NO + H2O
(d) Penyamaan jumlah elektron yang dilepaskan dan diterima
H2SO3 + H2O SO42- + 4 H+ + 2 e-
2 HNO2 + 2 H+ + 2 e- 2 NO + 2 H2O
Tahap 3: Penjumlahan kedua reaksi setengah
H2SO3 + H2O SO42- + 4 H+ + 2 e-
2 HNO2 + 2 H+ + 2 e- 2 NO + 2 H2O
H2SO3 2 HNO2 SO42- + 2 NO + 2 H+ + H2O
Contoh:
Setarakan reaksi
FeSO4 + KMnO4 + H2SO4 Fe2(SO4)3 + MnSO4 + H2O + K2SO4
Tahap 1: Fe2+ + MnO4- Fe3+ + Mn2+
64
Tahap 2,3,4: Fe2+ + MnO4- Fe3+ + Mn2+
+2 +7 +3 +2
2+ - 3+
Tahap 5: 5 Fe + MnO4 5 Fe + Mn2+
Tahap 6: 5 Fe2+ + MnO4- + 8 H+ 5 Fe3+ + Mn2+
Tahap 7: 5 Fe2+ + MnO4- + 8 H+ 5 Fe3+ + Mn2+ + 4 H2O
Selanjutnya diubah menjadi molekul netral, diperoleh:
5FeSO4 + KMnO4 + 4H2SO4 5/2Fe2(SO4)3 + MnSO4 + 4H2O + ½ K2SO4
Karena koefisien masih ada yang pecahan maka persamaan dikalikan 2,
10FeSO4 + 2KMnO4 + 8H2O 5Fe2(SO4)3 + 2MnSO4 + 8H2O + K2SO4
65
LATIHAN SOAL
BAB IV. STOKHIOMETRI
1. Jelaskan yang saudara ketahui tentang konsep mol, Hukum Avogadro dan reaksi
redoks?.
2. Gas CO hasil pembakaran mesin kendaraan bermotor yang tidak sempurna,
merupakan salah satu gas yang sangat berbahaya bagi tubuh, hitunglah jumlah
partikel dan volume pada STP untuk 3,5 mol bensin yang terbakar mengikuti reaksi
berikut kemudian tentukan massa CO yang dihasilkan (Ar C = 12 dan O = 16).
2 C8H10(l) + aO2(g) → bCO(g) + cH2O(g)
3. Selesaikanlah reaksi berikut dalam suasana asam dan basa yaitu :
I- + MnO4- → Mn2+ + I2
4. Jika pada reaksi No.3, digunakan 9 g KMnO4 , berapakah massa iod yang harus
bereaksi agar tercapai ekivalensi reaksi?.
5. Contoh tanah 1,35 kg dari tambang emas PT. INCO telah diteliti kandungan nikelnya,
ditemukan sebanyak 1,275 mg, hitunglah berapa banyak kandungan Ni dalam 1 ton
contoh tanah tersebut dalam satuan mol dan atom.
6. Pada pemanasan 108 g HgO menurut reaksi 2HgO(s) → 2Hg(l) + O2(g) diperoleh
4,8 g O2, maka HgO yang terurai sebanyak (Ar Hg = 200, O = 16) :
a. 40 % b. 50% c. 60% d. 75% e. 80%
7. Jika hidrat tembaga (II) sulfat dipanaskan, akan berkurang sebanyak 36%.
Berdasarkan data tersebut, maka rumus molekul hidrat tersebut adalah (Ar Cu = 63,5
; S = 32 ; O = 16 dan H = 1) :
a. CuSO4.5H2O b. CuSO4.4H2O c. CuSO4.3H2O
d. CuSO4.2H2O e. CuSO4.H2O
8. Reaksi berikut yang tergolong reaksi redoks adalah :
1. Zn + 2 HCl → ZnCl2 + H2
2. SnCl2 + I2 + 2 HCl → SnCl4 + 2HI
3. Cu2O + CO → 2Cu + CO2
4. C6H12O6 + 2Ag(NH3)2OH + 3O2 → 2Ag + C6H12O7 + 2N2 + 7H2O
9. Jika pada STP, volume dari 4,25 g gas sebesar 2,8 liter, maka massa molekul
relatifnya adalah 34.
SEBAB
Hal tersebut sesuai dengan hukum Avogadro.
10. Jelaskan yang dimaksud dengan oksidasi, oksidator, reduksi, dan reduktor dan pada
soal No. 8 option 2 dan 4, yang manakah yang teroksidasi, tereduksi, reduktor, dan
oksidator.
66
BAB V
LARUTAN
5.1. Komponen Larutan
Larutan terdiri atas zat terlarut dan pelarut, dengan demikian apa yang disebut zat
terlarut dan apa pula yang disebut pelarut perlu diketahui terlebih dahulu. Pelarut adalah
zat/komponen, umumnya berwujud cair yang jumlahnya lebih banyak, sedangkan zat
terlarut adalah zat/komponen baik yang berwujud gas, cair maupun padatan yang
jumlahnya lebih kecil sehingga terbentuk larutan homogen. Larutan yang pelarutnya
berwujud padatan dan zat terlarutnya juga berwujud padatan disebut paduan, misalnya
kuningan merupakan larutan yang terdiri atas seng dan tembaga.
Larutan dapat juga dilihat sebagai suatu sistem homogen yang komposisinya
bervariasi. Meskipun larutan dapat mengandung banyak komponen, tetapi pada
kesempatan ini hanya dibahas larutan yang mengandung dua komponen yaitu larutan
biner. Komponen dari larutan biner yaitu zat terlarut dan pelarut. Contoh larutan biner
dapat dilihat dalam tabel 5.1.
Tabel 5.1. Contoh larutan biner.
1 Contoh
Zat terlarut Pelarut
67
menimbulkan permasalahan yaitu berapa nilai batas antara pekat dan encer. Dari buku
acuan yang dibaca sampai saat ini belum ditemukan kriteria larutan pekat dan encer.
Misalnya ada yang menganggap larutan pekat bila zat terlarutnya lebih besar dari 1%, hal
ini tentu kurang tepat sebab bagaimana dengan zat yang kelarutannya sangat kecil. Oleh
sebab itu pada pembicaraan ini dibuat suatu perjanjian atau kesepakatan untuk
menetapkan batas antara pekat dan encer. Larutan dikatakan encer jikalau konsentrasi zat
terlarutnya lebih kecil daripada setengah nilai kelarutannya, sedangkan larutan dikatakan
pekat jikalau konsentrasi zat terlarutnya sama atau lebih besar daripada setengah nilai
kelarutannya.
Khusus untuk keadaan di mana tidak terdapat batas kelarutan zat terlarut misalnya
larutan etanol dalam air atau sebaliknya, maka larutan encer adalah larutan yang berat
(volume) zat terlarut lebih kecil daripada setengah berat (volume) pelarutnya, sedangkan
larutan dikatakan pekat bila berat (volume) zat terlarut sama atau lebih besar daripada
setengah berat (volume) zat pelarutnya dan maksimum sama dengan zat pelarutnya.
Jikalau berat (volume) zat terlarut lebih besar daripada zat pelarut, maka kriterianya
dibalik yaitu zat terlarut berubah fungsinya menjadi pelarut begitu juga sebaliknya (ingat
definisi larutan dan kriteria pelarut dan zat terlarut). Jikalau zat terlarut berlebihan (lebih
besar daripada nilai kelarutan bakunya) ditambahkan ke dalam pelarutnya dengan volume
tertentu maka keseimbangan antara zat terlarut murni dengan zat terlarut dalam larutan
terjadi. Pada keadaan keseimbangan ini kecepatan larutnya zat terlarut murni yang dapat
larut setara dengan laju keluarnya zat terlarut yang telah larut dari larutan homogen.
Dalam keadaan demikian ini konsentrasi zat terlarut yang telah larut adalah tetap,
sehingga disebut larutan jenuh, di mana larutannya dikatakan sebagai larutan jenuh pada
suhu dan tekanan tertentu. Larutan tak jenuh adalah larutan yang konsentrasinya masih
lebih kecil dari nilai batas kelarutan zat terlarut dalam pelarut tertentu.
68
elektron. Hubungan antara massa molekul dengan massa ekivalen dinyatakan dengan
persamaan,
M
BE r
n
Molaritas (M).
Molaritas atau molar disingkat dengan M didefinisikan sebagai jumlah mol zat terlarut
setiap volume tertentu (1 dm3) larutan. Secara sederhana molar dinyatakan sbb:
Berat zat terlarut
M
massa molekul zat terlarut x volume larutan
berat zat terlarut
mol zat terlarut massa molekul
M
volume larutan volume larutan
jumlah n zat terlarut
M
massa molekul zat terlarut x V larutan (dm3 )
Larutan dikatakan 1 molar jikalau dalam 1 dm 3 larutan terdapat 1 mol zat terlarut.
69
1 mol zat terlarut
1M
1 dm3 larutan
Contoh:
Kemolaran suatu larutan yang mengandung 10,00 gram NaOH (BM=40,00gram/mL)
dalam 500 mL larutan adalah:
10,00 gram
M 0,500 mol/L 0,5M
40,00 gram/mL x 0,5 L
Biasanya di Laboratorium kita mendapatkan zat yang berupa larutan dalam botol yang
dinyatakan hanya rumus kimia, Mr , % dan berat jenisnya. Maka untuk menghitung
molaritasnya kita dapat menggunakan rumus berikut:
Contoh:
Hitung molaritas larutan HCl pekat yang mempunyai M r = 36,5 ; % = 36,5% dan
= 1,18 g/cm3
x % x 1000
M
Mr
Dengan menggunakan rumus di atas diperoleh molaritas = 11,8 M
Molalitas (m)
Molalitas atau molal didefinisikan sebagai jumlah mol zat terlarut setiap kilogram
pelarut. Secara sederhana molal (m) dapat dinyatakan sbb:
Larutan mempunyai konsentrasinya satu molal, jikalau dalam setiap 1 Kg pelarut terdapat
1 mol zat terlarut.
Normalitass (N) dan Titer (T)
Normalitas didefinisikan sebagai jumlah larutan yang mengandung ekivalen zat terlarut
setiap volume larutan 1 dm3. Secara sederhana normal (N) dapat dinyatakan sbb:
Gram ekivalen zat terlarut
N atau
Volume larutan
70
Mr
oleh karena BE , maka
n
N n x M
Persamaan di atas menyatakan hubungan antara normal dan molar dan n merupakan
jumlah proton yang dapat diterima atau dilepaskan oleh zat terlarut. Larutan dikatakan
konsentrasinya 1 normal jikalau dalam 1 dm 3 larutan itu terdapat 1 gram massa ekivalen
zat terlarut.
Contoh:
Berapa normalitas H2SO4 1M dan larutan HCl pekat (11,8 M)
Pembahasan:
N (H2SO4) = n x M = 2 x 1 = 2N dan N (HCl) = n x M = 1 x 11,8 N = 11,8 N.
Selain normalitas kadang juga digunakan titer dalam kimia analitik. Satuan titer adalah
berat per volume, tetapi berat digunakan untuk pereaksi yang bereaksi dengan larutan dan
bukan untuk zat yang terlarut. Contohnya: 1 mL HCl tepat menetralkan 4,00 mg NaOH,
maka konsentrasi larutan HCl dapat dinyatakan sebagai titer NaOH 4,00 mg/mL =
4,00 gram/L. Titer ini dengan mudah diubah menjadi normalitas sebagai berikut:
T = mg/mL.
mg
Sedang N maka T = N x BE
BE x mL
mol B
Fraksi mol B XB
mol A mol B
71
mol A mol B
Fraksi mol total = 1 X A X B
mol A mol B mol A mol B
mol A mol B
1
mol A mol B
mg zat terlar ut
ppm
larutan x 1000.000 cm3
Formalitas
Formalitas ini kadang nilainya sama dengan molaritas, kecuali dalam hal tertentu yang
mana zat terlarut biasanya mempunyai suatu bentuk dalam larutan yang berbeda dengan
molekulnya, mungkin karena pengaruh ikatan hidrogen atau lainnya. Misalnya larutan
asam asetat dalam larutan air biasanya berbentuk dimer (2 molekul bergabung menjadi 1
bentuk) demikian juga asam benzoat dll. Formalitas didefinisikan sebagai banyaknya
bentuk yang terjadi yang sama dengan bilangan Avogadro dalam 1 dm 3 larutan. Dengan
demikian untuk larutan asam asetat (CH3COOH), 1M = ½ F karena 1 molar berarti ada
sebanyak bil. Avogadro molekul dalam 1 dm3 larutan maka bila zat ini membentuk dimer
72
(CH3COOH)2 dalam larutan berarti ada sebanyak ½ bil. Avogadro bentuk yang terjadi
dalam 1 dm3 larutan sehingga formalitasnya = ½ F.
73
konsentrasi zat terlarut dan tidak bergantung pada jenis zat terlarut. Jadi, penurunan
tekanan uap jenuh merupakan sifat koligatif larutan.
Tabel 5.3. Penurunan Tekanan Uap Jenuh Berbagai Jenis Larutan dalam Air pada 20
0
C.
P = XB . P0 ; P = XA . P0 dan XA = 1 - XB
74
90
Air 90% 90 gram mol 5 mol
18
10
Glukosa 10% 10 gram mol 0,056 mol
180
5
X air 0,99
5 0,056
P = Xair . Po = 0,99 . 760 mmHg = 752,4 mmHg
atau P = Xglukosa x Po = (1 – Xair) x Po = ( 1 – 0,99 ) x 760 = 7,6 mmHg
P = Po - P = 760 mmHg - 7,6 mmHg = 752,4 mmHg
5.4.2 Kenaikan Titik Didih (ΔTb) dan Penurunan Titik Beku (ΔTf)
Titik didih suatu cairan ialah suhu pada saat tekanan uap jenuh cairan itu sama
dengan tekanan luar (tekanan yang dikenakan pada permukaan cairan). Apabila tekanan
uap sama dengan tekanan luar, maka gelembung uap yang terbentuk dalam cairan dapat
mendorong diri ke permukaan menuju fase gas. Oleh karena itu, titik didih suatu cairan
bergantung pada tekanan luar. Di permukaan laut (tekanan = 760 mm Hg), air mendidih
pada 100 oC. di puncak Everest (ketinggian 8882 m dari permukaan larut), yang
tekanannya kurang dari 760 mm Hg, air mendidih pada 71 oC. Biasanya, yang dimaksud
dengan titik didih adalah titik didih normal , yaitu titik didih pada tekanan 760 mm Hg.
Titik didih normal air adalah 100 oC.
Hubungan antara tekanan uap jenuh dengan suhu air dan larutan berair diberikan
pada Gambar 5.1. Gambar seperti ini disebut diagram PT (P = tekanan; T = suhu).
Garis C-D disebut garis didih air. Setiap titik pada garis itu menyatakan suhu dan
tekanan air mendidih. Titik D menyatakan titik didih normal air. Oleh karena itu tekanan
uap jenuh larutan lebih rendah daripada tekanan uap pelarut, maka garis didih larutan
(garis BE) berada paralel di bawah garis didih air. Pada suhu 100 oC, tekanan uap larutan
masih berada di bawah 760 mm Hg. Oleh karena itu, larutan belum mendidih pada 100
75
o
C. larutan harus dipanaskan lebih tinggi lagi hingga tekanan uapnya mencapai 760 mm
Hg. Jadi, titik didih larutan lebih tinggi daripada titik didih pelarutnya. Selisih antara titik
didih larutan dengan titik didih pelarut itu disebut kenaikan titik didih larutan (Tb =
boiling point elevation), atau Tb = titik didih larutan – titik didih pelerut.
Adapun titik beku dari suatu cairan atau suatu larutan adalah suhu pada saat
tekanan uap cairan (larutan) itu sama dengan tekanan uap pelarut padat murni. Garis CF
(lihat Gambar 5.1) disebut garis beku air. Setiap titik pada garis itu menyatakan suhu dan
takanan air membeku. Titik C, yaitu perpotongan garis didih dan garis beku, disebut titik
triple. Titik itu menyatakan suhu dan tekanan pada saat es, air, dan uap air berada dalam
suatu kesetimbangan. Titik tripel air adalah 0,0099 oC dan tekanan 0,0060 atm. Jadi,
tekanan 0,0060 atm air membeku dan mendidih pada suhu 0,0099 oC. ternyata tekanan
luar praktis tidak mempengaruhi titik beku. Titik beku normal dari air, yaitu titik beku
pada tekanan luar 1 atm, adalah 0oC. Jadi, garis CF pad gambar 5.1 praktis tegak lurus.
Oleh karena tekanan uap larutan lebih rendah daripada tekanan uap pelarut, maka larutan
membeku pada 0oC. Jika suhu terus diturunkan ternyata pelarut padat murni mengalami
penurunan tekanan uap yang lebih cepat daripada larutan, sehingga pada suatu suhu di
bawah titik beku pelarut, tekanan uap larutan sama dengan tekanan uap pelarut padat.
Pada suhu itu larutan mulai membeku. Ketika larutan membeku, yang membeku adalah
pelarutnya, zat terlarut tidak membeku (es yang terbentuk di permukaan laut waktu
musim dingin adalah air murni/tawar). Dengan demikian larutan makin pekat dan titik
bekunya juga makin rendah. Jadi larutan tidak membeku pada suhu yang tepat. Yang
dimaksud dengan titik beku larutan ialah suhu pada saat larutan mulai membeku. Selisih
antara titik beku larutan disebut penurunan titik beku (Tf = freezing point depression),
atau (Tf = titik beku pelarut – titik beku larutan).
Percobaan-percobaan menunjukkan bahwa kenaikan titik didih maupun
penurunan titik beku tidak bergantung pada jenis zat terlarut, tetapi hanya pada jumlah
atau konsentrasi partikel dalam larutan. Oleh karena itu kenaikan titik didih dan
penurunan titik beku sebanding dengan konsentrasi larutan. Untuk larutan-larutan encer,
kenaikan titik didih (Tb) maupun penurunan titik beku (Tb) sebanding dengan
kemolalan larutan.
Tb = Kb x m Tf = Kf x m
Tb = kenaikan titik didih, Tf = penurunan titik beku, Kb = tetapan kenaikan
titik didih molal, Kf = tetapan penurunan titik beku molal, m = kemolalan larutan.
Tetapan kenaikan titik didih molal ialah nilai kenaikan titik didih jika konsentrasi larutan
(konsentrasi partikel dalam larutan) sebesar satu molal.
Tb = Kb x m, jika m = 1 maka Tb = Kb.
Demikian juga halnya dengan Kf adalah penurunan titik beku jika konsentrasi
larutan (konsentrasi partikel dalam larutan) sebesar satu molal. Harga Kb dan Kf ini
76
bergantung pada jenis pelarut. Harga Kb dan Kf dari beberapa pelarut diberikan pada
Tabel 5.4.
Tabel 5.4. Tetapan Kenaikan Titik Didih molal (Kb) dan Tetapan Penurunan Titik Beku
molal (Kf) dari Beberapa Pelarut.
Data kenaikan titik didih atau penurunan titik beku dapat digunakan untuk menentukan
massa molekul relatif (Mr) zat terlarut. Selain itu juga dapat digunakan untuk
menentukan konsentrasi larutan.
Contoh Soal:
Sebanyak 18 gram glukosa (Mr = 180) dilarutkan dalam 500 gram air. Tentukanlah titik
didih larutan itu. Kb air = 0,52oC
Pembahasan:
18 g
Mol Glukosa 0,1mol
180 g / mol
0,1 mol
kemolalan Larutan m
0,5 kg
0,2 mol/kg
ΔTb = m x Kb = 0,2 x 0,52oC = 0,104oC
titik didih larutan = Tb = titik didih pelarut + ΔTb = 100 + 0,104oC = 100,104oC
77
larutan disebut tekanan osmotik larutan. Larutan glukosa 20 % mempunyai tekanan
osmotik sekitar 15 atm (berarti permukaan larutan dapat naik hingga 150 m). Tekanan
osmotik tergolong sifat koligatif karena harganya bergantung pada konsentrasi dan bukan
pada jenis partikel zat terlarut. Menurut Van’t Hoff, tekanan osmotik larutan-larutan
encer dapat dihitung dengan rumus yang serupa dengan persamaan gas ideal, yaitu:
V = nRT atau π = n RT/V = MRT
Dimana : = tekanan osmotik
V = volum larutan (dalam liter)
n = jumlah mol zat terlarut
T = suhu absolut larutan (suhu kelvin)
R = tetapan gas (0,08205L atm mol-1 K-1
M = molaritas larutan
Contoh soal:
Berapakah tekanan osmotik larutan sukrosa 0,0010 M pada 25oC?
Pembahasan:
= MRT
= 0,0010 mol L-1 x 0,08205 L atm mol-1 K-1 x 298 K = 0,024 atm
Pengukuran tekanan osmotik juga digunakan untuk menetapkan massa molekul
relatif zat, teristimewa untuk larutan yang sangat encer atau untuk zat yang massa
molekulnya relatif sangat besar. Larutan sukrosa dalam contoh soal di atas mempunyai
kemolalan 0,001 m (untuk larutan-larutan yang sangat encer, kemolaran sama dengan
kemolalan). Sesuai dengan persamaan di atas, kenaikan titik didih dan penurunan titik
beku larutan itu adalah 0,00052oC dan 0,00186oC. Perbedaan suhu sekecil itu sulit diukur
dengan ketelitian tinggi, sebaliknya perbedaan tekanan sebesar 18 mmHg jelas lebih
muda diukur.
Contoh soal:
Larutan 5 gram suatu zat dalam 500 mL larutan mempunyai tekanan osmotik sebesar 38
cm Hg pada 27OC. Tentukanlah massa molekul relatif (Mr) zat itu.
Pembahasan:
78
Jenis osmosis yang terdapat dalam tubuh mahluk hidup ialah pada sel darah
merah. Dinding sel darah merah mempunyai ketebalan kira-kira 10 nm dan pori dengan
diameter 0,8 nm. Molukul air berukuran kurang dari setengah diameter tersebut hingga
dapat lewat dengan mudah. Ion K+ yang terdapat dalam sel juga berukuran lebih kecil
dari pori dinding sel itu tetapi karena dinding sel tersebut bermuatan positif maka ion K +
akan ditolak. Jadi, faktor-faktor selain ukuran partikel dapat juga menentukan partikel
mana yang dapat melalui pori sebuah selaput semipermeabel. Cairan dalam sel darah
merah mempunyai tekanan osmotik yang sama dengan larutan NaCl 0,9%. Dengan kata
lain, cairan sel darah merah isotonik dengan larutan NaCl 0,9%. Jika sel darah merah
dimasukkan ke dalam larutan NaCl yang lebih pekat dari 0,9%., air akan keluar dari
dalam sel dan sel akan mengerut. Larutan yang demikian dikatakan hipertonik.
Sebaliknya jika sel darah merah dimasukkan ke dalam larutan NaCl yang lebih encer dari
0,9%, air akan masuk ke dalam sel dan sel akan menggembung. Larutan itu dikatakan
hipotonik.
5.3. Sifat Koligatif Larutan Elektrolit
2. Larutan elektrolit memberi sifat koligatif yang lebih besar daripada sifat
koligatif larutan nonelektrolit yang berkonsentrasinya sama. Contoh, larutan NaCl 0,010
m mempunyai penurunan titik beku sebesar 0,0359oC. harga ini hampir dua kali lebih
besar (tepatnya 1,93 kali lebih besar) daripada penurunan titik beku larutan urea 0,010 m,
perbandingan antara harga sifat koligatif yang terukur dari suatu larutan elektrolit dengan
harga sifat koligatif yang diharapkan suatu larutan nonelektrolit pada konsentrasi yang
sama disebut faktor van’t Hoff dan dinyatakan dengan lambang i. Harga i untuk larutan
NaCl 0,010 m dapat dihitung sebagai berikut.
Harga i dari berbagai jenis larutan dari berbagai konsentrasi diberikan pada Tabel 5.5.
Tabel 5.5 Harga i (faktor van’t Hoff) untuk penurunan titik beku berbagai jenis elektrolit
Tipe Nama Zat 0,100 m 0,0100 m 0,00500 m Batas
Elektrolit teoretis
1. Ion NaCl 1,87 1,93 1,94 2
KCl 1,86 1,94 1,96 2
MgSO4 1,42 1,62 1,69 2
K2SO4 2,46 2,77 2,86 3
2. Kovalen HCl 1,91 1,97 1,99 2
CH3COOH 1,01 1,05 1,06 2
H2SO4 2,22 2,59 2,72 3
79
Apa penyebab larutan elektrolit mempunyai harga sifat koligatif yang lebih besar?
Pada permulaan bab ini telah disebutkan bahwa sifat koligatif larutan bergantung pada
konsentrasi partikel dalam larutan dan tidak bergantung pada jenisnya, apakah partikel itu
berupa molekul, atom atau ion. Sebagaimana telah kita ketahui, zat elektrolit sebagian
atau seluruhnya terurai menjadi ion-ion. Jadi, untuk konsentrasi yang sama larutan
elektrolit mengandung jumlah partikel lebih banyak daripada larutan nonelektrolit. Oleh
karena itu, larutan elektrolit mempunyai sifat koligatif lebih besar daripada sifat koligatif
larutan nonelektrolit. Satu mol zat non elektrolit dalam larutan menghasilkan satu mol
(6,02 x 1023butir) partikel. Sebaliknya, satu mol elektrolit tipe ion seperti NaCl terdiri
atas satu mol ion Na+ dan satu mol ion Cl-, satu mol K2SO4 terdiri atas dua mol ion K+
dan satu mol ion SO42-.
Secara teoritis, larutan NaCl akan mempunyai penurunan titik beku dua kali lebih
besar daripada larutan urea (mempunyai harga i = 2) sedangkan larutan K2SO4 tiga kali
lebih besar (i = 3). Akan tetapi, seperti tampak pada tabel 5.6 harga i dari elektrolit tipe
ion itu selalu lebih kecil dari harga teoritis. Hal ini disebabkan oleh tarikan listrik antar
ion yang berbeda muatan sehingga tidak satupun dari ion-ion itu yang 100% bebas.
Makin kecil konsentrasi larutan, jarak antar ion makin besar dan ion-ion makin
bebas,.akibatnya harga i semakin mendekati harga teoritis.
Harga i dari elektrolit tipe kovalen ternyata lebih bervariasi, bergantung pada
kekuatan elektrolit itu. Elektrolit lemah mempunyai harga i mendekati satu, sedangkan
elektrolit kuat mempunyai harga i yang mendekati harga teoritisnya, hubungan harga i
dengan persen ionisasi (derajat disosiasi) dapat diturunkan sebagai berikut. Misal
konsentrasi larutan M molar, dan derajat disosiasi , maka jumlah elektrolit yang
mengion adalah M.
Jumlah yang mengion
Jumlah mula - mula
Jumlah yang mengion = jumlah mula-mula x α
=Mxα
misalkan pula 1 molekul elektrolit membentuk n ion. Jadi, jika Mα mol elektrolit
mengion akan menghasilkan nMα mol ion, sedangkan jumlah mol elektrolit yang tidak
mengion adalah M – Mα. Supaya lebih jelas perhatikanlah perincian berikut.
A (elektrolit) ↔ n B (ion)
Mula-mula : M
-
3. Ionisasi : -M α +nMα
4. Setimbang : M–Mα nMα
5. Konsentrasi partikel dalam larutan = konsentrasi partikel elektrolit (A) +
konsentrasi ion-ion (B) = M – Mα + nMα = M[1 + (n – 1)α]. Dengan demikian
pertambahan jumlah partikel dalam larutan elektrolit = 1 + (n – 1)α. Oleh karena
80
pertumbuhan sifat koligatif larutan elektrolit sebanding dengan pertambahan jumlah
partikel dalam larutan, maka rumus-rumus sifat koligatif untuk larutan elektrolit menjadi:
ΔTb = Kb x m x i
ΔTf = Kf x m x i
= MRT x i
i = 1 + (n – 1)α
Rumus-rumus di atas juga dapat digunakan untuk larutan elektrolit tipe ion, di mana α
menyatakan aktivitas, yaitu tingkat kebebasan ion-ion (karena ion-ion tidak bebas 100%,
,maka derajat ionisasi larutan elektrolit tipe ion tidak sama dengan satu tetapi mendekati
satu).
Contoh soal:
Satu gram MgCl2 dilarutkan dalam 500 gram air. Tentukanlah
a. titik didih, b. titik beku, c. tekanan osmotik larutan itu pada 25 oC. Jika derajat
ionisasi (aktivitas) = 0,9. Kb air = 0,52oC; Kf air = 1,86oC. (Mg = 24; Cl = 35,5)
Pembahasan:
Molaritas larutan juga dapat dianggap = 0,022 mol/liter (untuk larutan encer,kemolalan
dan kemolaran mempunyai harga yang hampir sama).
i = 1 + ( n – 1 ) . α , diperoleh nilai i = 1 + ( 3 – 1 ) . 0,9 = 2,8
a) ΔTb = Kb x m x i , maka nilai ΔTb = 0,52 x 0,022 x 2,8 = 0,032oC
titik didih larutan = 100 + 0,032oC = 100,032oC
b) ΔTf = Kf x m x i , maka nilai ΔTf = 1,86 x 0,022 x 2,8 = 0,115oC
titik beku larutan = Tf = 0 – 0, 115oC = -0,115oC
c) π = MRT x i , maka nilai π = 0,022 x 0,08205 x 298 x 2,8 = 1,51 atm.
81
ultra mikroskop heterogen
tidak dapat disaring ultra dapat disaring
Penyaringan dgn penyaringan dapat disaring dengan penya-
apapun dengan penya- ring biasa
ring ultra
5.4.1.3 Adsorpsi
Beberapa partikel koloid mempunyai sifat adsorpsi (penyerapan pada permukaan)
terhadap partikel atau ion atau senyawa lain. Penyerapan terhadap ion positif atau ion
negatif dari partikel koloid menyebabkan koloid menjadi bermuatan. Partikel koloid
Fe(OH)3 sebetulnya tidak bermuatan, tetapi karena partikel koloid Fe(OH) 3 mampu
mengikat (mengadsoprsi) ion-ion positif (ion H+) maka permukaan koloid Fe(OH)3
menjadi bermuatan positif.
82
5.4.1.4 Koagulasi
Koagulasi adalah penggumpalan partikel koloid dan membentuk endapan.
Dengan terjadinya koagulasi, berarti zat terdispersi tidak lagi membentuk koloid.
Koagulasi dapat terjadi secara fisik karena pemanasan, pendinginan, pengadukan atau
secara kimia seperti penambahan elektrolit, pencampuran koloid yang berbeda muatan.
5.4.1.5 Koloid liofil dan Koloid liofob
Koloid ini terjadi pada sol yaitu fase terdispersinya padatan dan fase
pendispersinya cairan. Koloid liofil adalah koloid sol di mana partikel koloid (sebagai
fase terdispersi) senang (dapat menarik/mengikat) cairannya (sebagai fase pendispersi).
Liofil artinya : lio = cairan dan philia = senang, cinta. Contoh koloid liofil adalah sol
kanji, agar-agar, lem, cat, gelatin, protein, sabun, dan lain-lain.
5.4.2 Peristiwa Elektroforesis
Kita sudah mempelajari adanya koloid yang bermuatan seperti: koloid bermuatan
positif: Fe(OH)3, Al(OH)3 dan koloid bermuatan negatif : sol, emas, As2S3. Jika koloid
yang bermuatan positif seperti sol Fe(OH)3 dialiri arus listrik searah kemudian
dimasukkan elektroda positif dan elektroda negatif, maka partikel koloid Fe(OH) 3
bergerak dan mengumpul pada elektroda negatif. Begitu juga jika kedua elektroda
dimasukkan dalam koloid As2S3, maka partikel koloid tersebut akan bergerak dan
mengumpul pada elektroda positif. Peristiwa pergerakan partikel koloid yang bermuatan
ke salah satu elektroda disebut elektroforesis. Elektroforesis dapat digunakan untuk
menentukan muatan partikel koloid. Jika partikel koloid berkumpul di elektroda positif
berarti koloid bermuatan negatif dan jika partikel koloid berkumpul di elektroda negatif
berarti koloid bermuatan positif.
5.4.3 Dialisis
Dialisis adalah proses pemurnian partikel koloid dari muatan-muatan yang
menempel pada permukaannya. Adanya ion-ion tersebut merupakan sisa dari pereaksi
pada proses pembuatannya. Misalnya pada pembuatan koloid Fe(OH) 3 terdapat ion-ion
H+ dan Cl-. Begitu juga pada pembuatan koloid As2S3 terdapat ion-ion H+ dan S2-.
5.4.4 Pembuatan Sistem Koloid
5.4.4.1 Cara Kondensasi
Cara kondensasi termasuk cara kimia. Pada proses kondensasi, molekul-molekul
dari larutan direaksikan menghasilkan suatu senyawa yang sukar larut dalam air dan
membentuk partikel koloid.
Reaksi kimia untuk menghasilkan partikel koloid dapat merupakan:
a) Reaksi Redoks
Pada reaksi ini terjadi perubahan bilangan oksidasi.
Contoh : Pembuatan sol belerang
2H2S (g) + SO2 (aq) 3 S(s) + 2H2O (l)
83
b) Reaksi Hidrolisis
Sol senyawa hidrolisis yang sukar larut seperti Fe(OH) 3 , Al(OH)3 dapat dibuat dari
reaski hidrolisis dengan air.
Contoh : Pembuatan sol Fe(OH)3
Larutan FeCl3 , ditambahkan pada air mendidih maka,
FeCl3 (aq) + 3H2O (l) Fe(OH)3 (s) + 3 HCl (aq)
c) Reaksi Substitusi
Contoh : Pembuatan sol As2S3
Sol As2S3 dibuat dengan mengalirkan gas H2S ke dalam larutan asam arsenit yang
encer melalui reaksi substitusi berikut,
2H3AsO3 (aq) + 3H2S (g) As2S3 (s) + 6H2O(l)
84
LATIHAN SOAL
BAB V. LARUTAN
85
e. Fasa terdispersi cair, fasa pendispersi padat
7. Contoh di bawah yang bukan koloid adalah:
a. Kaca berwarna
b. Campuran logam
c. Keju
d. Larutan kanji
e. Garam dalam air
86
BAB VI
KINETIKA REAKSI
Kinetika reaksi merupakan cabang ilmu kimia yang mempelajari tentang proses
yang berhubungan dengan kecepatan atau laju suatu reaksi dan faktor-faktor yang
mempengaruhi laju reaksi. Dalam praktek suatu reaksi kimia dapat berlangsung dengan
laju atau kecepatan yang berbeda beda. Reaksi yang berlangsung sangat cepat misalnya
adalah reaksi terbentuknya endapan perak klorida dari larutan perak nitrat dengan larutan
natrium klorida. Contoh lain misalnya adalah reaksi antara larutan natrium tiosulfat
dengan asam klorida encer yang akan membentuk endapan belerang beberapa saat
kemudian. Namun dalam kehidupan sehari-hari sering dijumpai reaksi yang berlangsung
lambat seperti misalnya peristiwa perkaratan besi atau korosi. Reaksi yang menyangkut
proses geologi juga berlangsung sangat lambat misalnya peristiwa pelapukan materi atau
perubahan struktur kimia pada batu karang yang disebabkan oleh pengaruh air dan gas-
gas yang terdapat di atmosfir.
Dalam industri suatu proses atau reaksi perlu dikondisikan sedemikian rupa
sehingga produknya dapat diperoleh dalam waktu yang sesingkat mungkin. Oleh karena
itu dengan mempelajari kinetika kimia maka seluruh faktor-faktor yang mempengaruhi
laju suatu reaksi dapat dikendalikan sehingga lebih hemat dan efisien dan hasil reaksinya
diharapkan sesuai yang diinginkan. Berkaitan dengan hal itu dalam materi kinetika kimia
ini akan dipelajari tentang laju atau kecepatan suatu reaksi, mekanisme reaksi, orde reaksi
dan faktor-faktor penentu laju suatu reaksi kimia.
87
Secara matematik, untuk pereaksi A jika konsentrasi mula-mula adalah a
sedangkan pada waktu t konsentrasi hasil reaksi adalah x dan konsentrasi A yang tersisa
adalah a - x, maka laju reaksinya dinyatakan dalam persamaan berikut:
d(a x)
Laju (8.2)
dt
Untuk reaksi yang persamaan stoikiometrinya bukan 1:1 perlu diperhatikan
benar definisi tentang laju reaksi. Misalnya reaksi berikut dalam suasana asam:
- - +
5 Br + BrO3 + 6 H 3 Br2 + 3 H2O
Dari persamaan reaksi dapat dilihat bahwa berkurangnya konsentrasi ion H+ enam
kali lebih cepat dari konsentrasi ion bromat, dan perubahan konsentrasi ion bromida tiga
kali lebih cepat dari perubahan konsentarasi ion bromat. Dengan demikian, maka laju
reaksi adalah 1/n kali perubahan konsentrasi persatuan waktu untuk zat dengan n mol
terdapat persamaan reaksi. Oleh karena itu maka:
1 d Br
d BrO3
1 d H 1 d Br 1 d H O
2 2
5 dt dt 6 dt 3 dt 3 dt
Contoh soal:
1. Reaksi pembakaran metana CH4 : CH4(g) + 2 O2(g) CO2 (g) + 2 H2O(g)
Jika metana terbakar dengan laju 0,15 mol L-1 s-1, hitung laju pembentukan CO2 dan
H2O
Pembahasan:
0,15 mol CH 4 1 mol CO 2
Laju pembentukan CO 2 x
Lxs 1 mol CH 4
0,15 mol CO 2 L1 s 1
0,15 mol CH 4 2 mol H 2 O
Laju pembentukan H 2 O x
Lxs 1 mol CH 4
1 1
0,30 mol H 2 O L s
Contoh soal:
2. Perhatikan reaksi berikut ini:
4NH3 (g) + 3O2 (g) 2N2 (g) + 6H2O(g)
Pada suatu saat terbentuk N2 dengan laju 0,60 mol L-1 s-1, hitung Laju:
a. Pembentukan H2O
b.Bereaksinya NH3
c. Penggunaan O2
88
Pembahasan:
0,60 mol N 2 6 mol H 2 O
a. Laju pembentukan H 2 O x 1,80 mol H 2 O L1 s 1
Lxs 2 mol N 2
0,60 mol N 2 6 mol NH 3
b. Laju bereaksin ya NH 3 x 1,20 mol NH 3 L1 s 1
Lxs 4 mol N 2
0,60 mol N 2 6 mol O 2
c. Laju penggunaan O 2 x 1,90 mol O 2 L1 s 1
Lxs 4 mol N 2
89
II : 2,8 x 10-2 = k (0,500)a (0,250)b
III : 1,4 x 10-2 = k (0,250)a (0,250)b
Untuk mendapatkan nilai b, persamaan I dibagi dengan persamaan III:
8,0x10 3 k0,250 a 0,125b
0,5 (o,5) b sehingga b 1
1,6x10 2
k0,250 0,250
a b
k.Ao k
dA
Laju reaksi, v (8.4)
dt
Dalam persamaan ini tampak bahwa reaksi merupakan orde nol, karena pangkat-
pangkat m, n … sama dengan nol, sehingga satuan k sama dengan satuan laju reaksinya.
Hubungan antara k, dA, dan d t setelah persamaan disederhanakan adalah -dA = k , d t .
A t
dA k dt
Ao to
90
Untuk zat mula-mula adalah A0, dan zat sisa adalah A, hubungan tersebut menjadi,
-A = k . t + C, pada saat t = 0 C = -Ao , sehingga -A = k . t – A0
A0 -A = k . t atau A = A0 – k . t
Hubungan antara konsentrasi dengan waktu dari persamaan ini merupakan hubungan
linier dengan tg = -k. Konsentrasi A berkurang dari nilai maksimum, [A0], pada saat
t = 0 menjadi [A] = 0 pada saat t = [A0]/k. Tetapan laju reaksi, k, merupakan kemiringan
kurva. Jika waktu yang diperlukan untuk mengubah konsentrasi reaktan A, menjadi
separuh konsentrasi mula-mula, ½ A0, selanjutnya disebut waktu paruh ( t1/2 ).
Ao Ao
t 1/ 2 atau k (8.6)
2k 2 t1/ 2
mol.L1
dimensi k
waktu
Reaksi peruraian hidrogen peroksida dalam larutan air, sesuai persamaan reaksi
berikut ini :
H2O2 (aq) H2O + ½ O2 (g)
Reaksi tersebut merupakan satu contoh orde satu terhadap H2O2, artinya bahwa [H2O2]
pada persamaan laju reaksinya berpangkat satu. Selama reaksi berlangsung, oksigen akan
dilepaskan dari campuran sampai reaksi sempurna. Reaksi ini berlangsung sangat lambat,
dan umumnya digunakan katalis untuk mempercepat reaksi. Persamaan laju reaksinya
adalah laju reaksi = k [H2O2]. Identik dengan kasus di atas, reaksi hipotetik berikut:
A P (hasil reaksi)
91
k.A1
dA
Laju reaksi, v (8.7)
dt
dA
v k.dt
A
jika persamaan ini diintegralkan maka :
A t
dA
Ao A k to dt
ln A k.t C pada saat t 0 C ln A o
Ao
atau ln k.t
A
Ao
2,303 log k .t
A
Ao k .t
log
A 2,303
k.t
log Ao log A
2,303
k.t
atau log A log A o (8.8)
2,303
Uraian persamaan di atas jika digambarkan dalam bentuk grafik akan memberikan suatu
persamaan garis lurus dengan kemiringan grafik atau tg = - k/2,303. Untuk waktu
paruh t1/2 , maka A = ½ A0. Dengan demikian persamaan laju reaksi orde satu menjadi:
Ao k.t
log 1A
2 o
2,303
k.t
atau log 2
2,303
2,303 log 2 0,693
t 12 (8.9)
k k
0,693 1 bilangan
atau k ; dimensi k
t 12 waktu menit atau det ik
92
6.3.3. Reaksi Orde Dua
Jika memperhatikan reaksi hipotetik berikut ini, maka persamaan laju reaksinya
menunjukkan nilai pangkat m = 2 untuk pereaksi, A, yang berarti bahwa reaksi tersebut
merupakan reaksi orde dua terhadap pereaksinya yaitu : 2 A P (hasil reaksi)
k.A2
dA
Laju reaksi, v (8.10)
dt
dA
v k .dt
A2
jika persamaan ini diintegralkan, maka :
A t
d A
A2
k d .t
Ao to
1/A = k . t + c, pada saat t = 0 c = 1/A0
sehingga diperoleh persamaan : 1/A = k.t +1/A0
Apabila persamaan laju reaksi orde dua tersebut digambarkan dalam bentuk grafik akan
memberikan suatu persamaan garis lurus dengan kemiringan kurva, tg = k. dan untuk
waktu paruh, t1/2, maka A = ½ A0. Dengan demikian persamaan lajunya diubah menjadi :
1 1
k.t1 / 2
Ao Ao
atau
2 1 1
k.t1 / 2 sehingga diperoleh k.t1 / 2
Ao Ao Ao
1
t 1/ 2 (8.12)
k.Ao
1 1
k ; Dimensi k
t1/ 2 Ao. molL 1 waktu
Contoh soal:
Apabila konsentrasi hidrogen peroksida adalah 0,78 M. dan laju reaksi sesuai persamaan
reaksi : H2O2 (aq) H2O + 1/2O2(g), adalah 5,7 x10-4 mol.L-1. det-1. Tentukanlah besar
tetapan laju, k, untuk reaksi tersebut.
Pembahasan:
Reaksi tersebut adalah orde satu, persamaan laju reaksinya adalah :
v = k . [H2O2]1
v 5,7 x10 4 mol.L1. det 1
7,3x10 4 det
k
H 2 O2
0,78M
93
Contoh soal:
Suatu larutan hidrogen peroksida dalam air dengan konsentrasi awal 2,32 M dibiarkan
terdissosiasi sesuai persamaan reaksi :H2O2 (aq) H2O + 1/2O2 (g). Jika untuk reaksi
dekomposisi tersebut memiliki nilai k sebesar 7,3 x 10 -4 det –1, berapa banyak hidrogen
peroksida, dalam dimensi molar, yang tersisa setelah reaksi berlangsung 20 menit?
Pembahasan :
Diketahui : [A0] = 2,32 M
k = 7,3 x 10-4 det-1, dan t = 20 menit = (20 x 60) det = 1200 det
Berdasarkan dimensi k , maka soal tersebut mengikuti persamaan reaksi orde satu :
k.t
log A log Ao
2,303
Sehingga :
7,3 x 10 -4 det -1 1 x 1200 det
log A log 2,32
2,303
= 0,365 – 0,380 = - 0,015
A = 10-0,015 = 0,97 M
Contoh soal:
Pada reaksi dekomposisi hipotetik, A 2 B + C, tentukanlah waktu paruh reaksi tersebut
jika konsentrasi awal A adalah 1,00 M, dan tetapan laju, k = 0,12 mol-1 .L.menit-1.
Pembahasan:
Berdasarkan dimensi k , maka reaksi tersebut adalah orde dua dengan waktu paruh:
1 1
t1 / 2 8,3 menit
k. Ao 0,12.mol L.menit 1x1,00mol, L1
1
94
Dalam kehidupan sehari-hari, perbedaan laju reaksi sebagai akibat sifat/bahan
yang berbeda, juga dapat diamati dengan mudah. Reaksi antara bahan logam dengan
oksigen, yang popular dengan istilah korosi atau pengkaratan, berlangsung denagan laju
yang sangat lambat. Berbeda halnya dengan proses oksidasi logam natrium yang
berlangsung dengan laju yang sangat tinggi. Jadi, laju reaksi sangat dipengaruhi oleh sifat
zat/bahan yang bereaksi.
6.4.2. Konsentrasi
Pengaruh konsentrasi terhadap laju reaksi dapat diterangkan melalui pendekatan
teori tumbukan. Makin besar konsentrasi zat yang terlibat dalam suatu reaksi berarti
makin banyak partikel atau molekul yang bertumbukan. Akibatnya, jumlah tumbukan
persatuan luas, persatuan waktu, juga mengalami kenaikan dan reaksi bertambah cepat.
Dalam reaksi hipotetik dengan persamaan reaksi : A + B C , di mana A dan B disebut
pereaksi, sedangkan C adalah hasil reaksi, maka laju reaksi yang merupakan pengurangan
pereaksi atau pertambahan hasil reaksi persatuan waktu, dapat diamati pada grafik
konsentrasi verses waktu berikut.
Gambar 6.2. Hubungan konsentrasi pereaksi dan hasil reaksi dengan waktu.
Pada grafik tersebut tampak bahwa za-zat yang bereaksi, dalam hal ini A dan B ,
mengalami pengurangan jumlah dari jumlah maksimum, A0 atau B0, di awal reaksi (t = 0)
sampai pada konsentrasi tertentu setelah reaksi berlangsung selama waktu tertentu.
Sebaliknya, hasil reaksi mengalami kenaikan yang sebanding dengan pengurangan
pereaksi, dari konsentrasi minimum C0 (c = 0 pada t = 0) hingga konsentrasi tertentu
dengan waktu yang sama. Cato Guldberg dan Peter Wage (1864) mengemukakan bahwa
pada suhu tertentu. Laju reaksi homogen pada umumnya berbanding dengan pangkat
tertentu dari konsentrasi masing-masing pereaksinya, yang dinyatakan dalam dimensi
molar.
6.4.3. Suhu
Pengetahuan praktis mengajarkan pada kita bahwa reaksi-reaksi kimia umumnya
cenderung berlangsung lebih cepat pada suhu yang lebih tinggi. Reaksi pelarutan gula di
dalam air, misalnya, akan lebih cepat jika digunakan air panas dibandingkan jika
95
menggunakan air dingin. Sebaliknya, penurunan suhu dapat memperlambat reaksi. Hal
ini dapat diamati pada reaksi-reaksi biokimia, seperti proses pendinginan atau pembekuan
untuk mencegah pembusukan.
Frekuensi tumbukan akan meningkat seiring dengan meningkatnya suhu, dan
hal ini dapat diasumsikan sebagai factor mempercepat reaksi kimia.
aA + bB P (hasil reaksi )
Reaksi hipotetik di atas mempunyai persamaan laju, v = k [A]a [B]b, dan berdasarkan
persamaan Arrhenius, tetapan k merupakan fungsi suhu.
k = A . e-Ea/RT
6.
Dengan tetapan Arrhenius, A, energi pengaktifan reaksi, Ea, tetapan gas, R (0,082
L.atm.mol-1,K-1 atau 1,99 kal.K-1), serta suhu mutlak, T, hubungan antara tetapan k
dengan suhu dapat dipahami. Persamaan tersebut dapat dikembangkan
ln k = ln A –Ea/RT
ln k – ln A = - Ea/RT
Ea 1
log k log A . (8.14)
2,303.R T
Gambar 6.3. Grafik hubungan antara log k dengan 1/T dari persamaan Arrhenius
Jika menyimak lebih jauh persamaan tersebut dapat diidentikkan dengan persamaan garis
lurus, y = m. x + b, dengan tg = -Ea/2,303 R dan log A sebagai intersepnya.
Ea 1
log k . log A
2,303.R T
6.4.4. Katalisator
96
Gambar 6.4. Ilustrasi penggunaan katalisator pada reaksi kimia, kaitannya dengan
penurunan energi aktivitasi.
Peruraian asam formiat (HCOOH) berlangsung dengan laju yang sangat lambat,
karena untuk memecahkan ikatan C-O, salah satu atom hydrogen harus dipindahkan
terlebih dahulu dari salah satu bagian molekul asam formiat ke bagian lain.. Energi yang
dibutuhkan untuk pemindahan tersebut sangat besar, sehingga energi aktivasinya juga
besar, mengakibatkan reaksi berjalan lambat. Berbeda halnya dengan peruraian asam
formiat dengan katalisator asam , seseuai persamaan reaksi berikut,
Sebuah ion H+ dari larutan mengikatkan diri pada oksigen C-O membentuk
kompleks (HCOOH2)+. Selanjutnya ikatan C-O putus, membentuk dua spesies molekul,
yaitu (H-C-O)+ dan H-O-H, di mana atom H yang terikat pada karbon (H-C-O)+
dilepaskan kembali ke dalam larutan sebagai ion hydrogen, jalur reaksi ini tidak
membutuhkan pemindahan sebuah atom hydrogen seperti pada proses peruraian tanpa
katalisator, sehingga energi aktivasinya menjadi relative lebih rendah dan reaksi dapat
berlangsung dengan laju yang lebih cepat.
97
LATIHAN SOAL
BAB VI : KINETIKA REAKSI
1. Berdasarkan reaksi H2O2 (aq) H2O + 1/2O2 (g) , jika 3 M hidrogen peroksida
pada reaksi tersebut memiliki tetapan k = 7 x 10-4 det-1, tentukanlah : Konsentrasi
yang terurai, konsentrasi yang tersisa, waktu paruh dan konsentrasi H2O2 yang
dibutuhkan agar tersisa 0,75 M setelah 3,5 menit.
2. Jika reaksi soal No. 1 berlangsung pada suhu 45 0C ternyata kecepatan reaksinya
peruraiannya memiliki kemiringan grafik -0,25 maka tentukanlah energi aktifasi
reaksi dan tetapan Arhenius yang dihasilkan.
3. Jelaskan faktor-faktor yang menentukan laju reaksi.
4. Bila data eksperimen dari reaksi aA + bB cC, seperti di bawah
Percobaan [Ao], M [Bo], M v, M.menit-1
I 0,2 0,1 8,0x10-3
II 0,2 0,2 3,2x10-2
III 0,1 0,2 1,6x10-2
Maka orde reaksinya adalah:
a. orde 1 terhadap A dan orde 1 terhadap B
b. orde 1 terhadap A dan orde 2 terhadap B
c. orde 2 terhadap A dan orde 1 terhadap B
d. orde 2 terhadap A dan orde 2 terhadap B
e. orde -1 terhadap A dan orde -2 terhadap B
5. Dari soal No. 4 di atas maka tetapan laju reaksi (k) adalah:
A. 0,4 M2.menit-1 B. 0,25 M2.menit-1 C. 2,5 M2.menit-1
D. 4 M2.menit-1 E. 0,8 M2.menit-1
6. Pada reaksi N2O5 diperoleh grafik antara log N2O5 terhadap waktu merupakan garis
lurus dengan kemiringan grafik 0,0054. Jika mula-mula N2O5 sebanyak 2 mol/L,
maka setelah 3 menit akan tersisa :
A. 0.121 M B. 0,632 M C. 1,321 M D. 1,010 M E. 4,688 M
7. Suatu reaksi penguraian A B + C memiliki tetapan k = 0,0231 M.mnt-1.
jika Zat A mula-mula 24,56 M maka setelah 11,5 jam, maka jumlah zat A yang
terurai adalah :
A. 3,072 M B. 8,621 M C. 12,289 M D. 15,939 M E. 21,495 M
8. Reaksi 3A 1/2B + 2C , maka cara menyatakan kecepatan reaksi yang sesuai
adalah, KECUALI :
A. V = k.[A]3 B. V = k.[A]x C. V = 2d[B]/dt
y z
D. V = k .[B] .[C] E. V = -3d[A]/dt
9. Pernyataan berikut berkaitan dengan reaksi orde dua terhadap zat A :
A.V = k.[A]x B. t1/2 = 1/2kA0 C. 1/A = kt -1/A0
D. Satuan k = mol-1.L.dtk-1 E. Semua salah
10. Dari persamaan k = A.e-Ea/RT, jika dilogaritmakan lalu dibuat grafik antara log k
terhadap 1/T dengan kemiringan kekiri 26,570, maka Ea-nya adalah (R= 1,99 dlm
kalori, 8,314 dalam joule) :
A.1,99 kal B. 3,98 kal C. 0,995 kal
D. 8,314 joule E. 16,628 joule
98
BAB VII
KESETIMBANGAN KIMIA
7.1. PENDAHULUAN
Pada umumnya ketika suatu reaksi kimia berlangsung, laju reaksi berlangsung
dan konsentrasi pereaksipun berkurang. Dalam banyak hal, setelah waktu tertentu reaksi
dapat berkesudahan, yaitu semua pereaksi habis bereaksi. Namun banyak reaksi tidak
berkesudahan dan pada seperangkat kondisi tertentu, konsentrasi pereaksi dan produk
reaksi menjadi tetap. Reaksi yang demikian disebut reaksi reversibel dan mencapai
kesetimbangan. Pada reaksi semacam ini produk reaksi yang terjadi bereaksi membentuk
kembali pereaksi. Ketika reaksi berlangsung laju reaksi ke depan (ke kanan), sedangkan
laju reaksi sebaliknya bertambah, sebab konsentrasi pereaksi berkurang dan konsentrasi
produk reaksi bertambah.
Dalam bahasan berikut ini kita akan membicarakan beberapa jenis reaksi
kesetimbangan yang berbeda-beda, pengertian kesetimbangan dan hubungannya dengan
konstanta kecepatan reaksi, serta faktor-faktor yang dapat mengganggu suatu sistem
kesetimbangan.
Kemajuan reaksi ini mudah dimonitor karena N 2O4 adalah suatu gas tak
berwarna, sedangkan NO2 adalah gas berwarna coklat tua.
99
Andaikan sejumlah tertentu gas N2O4 diinjeksikan ke dalam labu tertutup maka
segera tampak warna coklat yang menunjukkan terbentuknya molekul NO 2. Intensitas
warna terus meningkat dengan berlangsungnya peruraian N 2O4 terus-menerus sampai
kesetimbangan tercapai. Pada keadaan ini, tidak ada lagi perubahan warna yang teramati.
Secara eksperimen kita juga dapat mendapatkan keadaan kesetimbangan di mana gas
NO2 murni sebagai starting material (bahan baku), atau dengan suatu campuran antara
gas NO2 dan gas N2O4. Tabel 6.1. memperlihatkan beberapa data eksperimen pada 25oC
untuk reaksi-reaksi tersebut.
N2O4
Konsentrasi
Konsentrasi
N2O4
Konsentrasi
N2O4
NO2
NO2
NO2
tk tk tk
Waktu Waktu Waktu
(a) (b) (c)
Gambar 7.1 Perubahan konsentrasi NO2 dan N2O4 dengan waktu, (a) mula-mula hanya NO 2 yang
ada, (b) mula-mula hanya N2O4 yang ada, (c) mula-mula yang ada adalah campuran
NO2 dan N2O4.
100
K
NO2
2
Harus diingat bahwa pangkat 2 untuk [NO2] dalam pernyataan ini adalah sama
dengan koefisien stoikiometri untuk NO2 dalam persamaan reaksi dapat balik.
Kita dapat membuat menjadi lebih umum pembicaraan ini dengan meninjau
reaksi dapat balik berikut:
K
C c Dd .......................(5.2)
Aa Bb
Persamaan (5.2) adalah suatu bentuk matematika hukum aksi massa yang
diusulkan oleh Cato Gulberg dan Peter Waage pada tahun 1864.
Konsep konstanta kesetimbangan sangat penting dalam ilmu kimia. Konsep ini
digunakan sebagai kunci untuk menyelesaikan berbagai permasalahan stoikiometri yang
melibatkan sistem kesetimbangan. Untuk menggunakan konstanta kesetimbangan, kita
harus mengetahui cara menyataSkannya dalam konsentrasi-konsentrasi reaktan dan
produk. Oleh karena konsentrasi reaktan dan produk dapat dinyatakan dalam beberapa
jenis satuan, dan fase spesies pereaksi tidak selalu sama maka dimungkinkan ada lebih
dari satu cara untuk menyatakan konstanta kesetimbangan dari reaksi yang sama.
Kesetimbangan homogen adalah reaksi dalam mana semua spesies pereaksi ada
dalam fase yang sama. Salah satu contoh kesetimbangan homogen fase gas adalah
peruraian N2O4. Konstanta kesetimbangannya dinyatakan dalam persamaan:
Kc
NO2 2 ...................... (5.3)
N 2 O4
Kc adalah konstanta kesetimbangan di mana konsentrasi pereaksi-pereaksi
dinyatakan dalam mol per liter. Konsentrasi reaktan dan produk gas dapat dinyatakan
dalam tekanan parsialnya {ingat: P = (n/V)RT }. Jadi untuk proses kesetimbangan
N2O4 (g) 2 NO2(g)
101
hukum aksi massanya dapat dituliskan sebagai berikut:
2
PNO
KP 2
...............(5.4)
PN 2O4
di mana PNO2 dan PN 2 O 4 masing-masing adalah tekanan parsial (dalam atm) NO2
dan N2O4. Indeks KP memberikan informasi bahwa konsentrasi dinyatakan dalam
tekanan.
Umumnya Kc tidak sama dengan Kp karena tekanan parsial reaktan dan produk
tidak sama dengan konsentrasinya yang dinyatakan dalam mol per liter. Hubungan
sederhana antara Kc dan Kp dapat diturunkan sebagai berikut. Andaikan suatu reaksi
kesetimbangan dalam fase gas
dinyatakan dengan
n A RT
PA
V
di mana V adalah volume wadah dalam satuan liter. Demikian pula
PBV = nBRT
nB RT
PB
V
Dengan mengganti hubungan ke dalam pernyataan Kp maka diperoleh persamaan
b b
n B RT nB
Kp V
a RT
V ba
a
n A RT nA
V V
102
Sekarang nA/V dan nB/V mempunyai satuan mol/L dan dapat dinyatakan dengan
[A] dan [B], sehingga
Kp
B
b
RT n .........(5.5)
Aa
K c RT
n
di mana n = b - a
= (mol gas produk) - (mol gas reaktan)
Oleh karena tekanan biasanya dinyatakan dalam atm maka harga R yang
digunakan adalah 0,0821 L atm mol-1 K-1, dan kita dapat menulis hubungan antara Kp dan
Kc sebagai
Kp = Kc(0,0821 T)n ................................ (5.6)
Umumnya Kp Kc kecuali dalam hal khusus jika n = 0.
Contoh soal 1 :
Konstanta kesetimbangan (Kc) pada 25oC untuk reaksi
Kp = Kc(0,0821 T)n
Reaksi dapat balik yang melibatkan reaktan dan produk berbeda fase disebut
kesetimbangan heterogen. Sebagai contoh, jika kalsium karbonat dipanaskan dalam
suatu bejana tertutup maka akan tercapai kesetimbangan seperti berikut:
Konstanta kesetimbangan dari reaksi kesetimbangan ini diharapkan seperti
CaOCO2
berikut: K c
'
....................... (5.7)
CaCO3
103
Oleh karena CaCO3 dan CaO adalah padatan murni, maka konsentrasinya
dianggap tidak berubah selama reaksi berjalan. Melalui penataan ulang persamaan (5.7)
maka diperoleh:
CaCO3 K ' CO ..................(5.8)
CaO c 2
Oleh karena [CaCO3] dan [CaO] konstan dan K C' adalah suatu konstanta
kesetimbangan maka semua suku yang ada di sebelah kiri persaamaan (5.8) adalah
konstanta.
[CaCO3 ] '
Kc Kc [CO2 ]
[CaO]
maka
Kc
NO 2
2
4,63 10 3
N 2 O 4
Selanjutnya, jika kesetimbangan dituliskan seperti berikut :
K c'
N 2 O4 1
1
216
NO2 2 K c 4,63 10 3
104
bahwa konstanta kesetimbangan untuk sistem reaksi NO2N2O4 adalah 4,63 x 10-3 atau
216, kecuali jika kita telah menetapkan bagaimana penulisan persamaan reaksinya.
2. Harga konstnata kesetimbangan K juga tergantung pada bagaimana persamaan
kesetimbangan diseimbangkan.
K c'
NO2
N 2 O4 1 / 2
Sedangkan kalau persamaan dituliskan seperti berikut:
N2O4(g) 2 NO2(g)
maka
Kc
NO2 2
N 2O4
Terlihat bahwa
K c' K c
Di dalam suatu percobaan pada 430oC, ke dalam wadah 1,00 L ditempatkan 0,243
mol H2; 0,146 mol I2 dan 1,98 mol HI. Akankah dalam reaksi tersebut membentuk H2 dan
I2, atau HI lagi ?. Untuk menjawab pertanyaan tersebut maka kita harus memasukkan
harga konsentrasi-konsentrasi zat awal ke dalam pernyataan konstanta kesetimbangan
seperti berikut:
HI o2 111
H 2 o I 2 o
di mana indeks “o” menyatakan konsentrasi awal. Oleh karena hasil bagi
[HI]o2/[H2]o[I2]o
lebih besar daripada Kc (54,3), berarti sistem ini belum mencapai
105
kesetimbangan. Akibatnya beberapa HI akan bereaksi membentuk H2 dan I2. Jadi reaksi
berjalan dari kanan ke kiri untuk mencapai kesetimbangan.
Kuantitas yang diperoleh melalui pemasukan harga konsentrasi awal spesies-
spesies ke dalam pernyataan konstanta kesetimbangan disebut hasil bagi reaksi (Qc).
Untuk menentukan arah pergeseran reaksi untuk mencapai kesetimbangan, kita harus
membandingkan harga Qc dengan Kc. Ada tiga kemungkinan yang dapat terjadi:
1. Qc > Kc Harga perbandingan konsentarasi awal produk terhadap reaktan
adalah cukup besar. Untuk mencapai kesetimbangan maka produk
harus berubah menjadi reaktan. Proses berjalan dari kanan ke kiri.
2. Qc = Kc Konsentrasi mula-mula adalah sama dengan konsentrasi pada
kesetimbangan berarti telah tercapai kesetimbangan.
3. Qc < Kc Harga perbandingan konsentrasi awal produk terhadap reaktan
adalah cukup kecil. Untuk mencapai kesetimbangan maka reaktan
harus berubah menjadi produk. Proses berjalan dari kiri ke kanan.
Contoh soal 2 :
Suatu reaksi pada 200oC, mula-mula terdapat 0,249 mol N2, 3,21x10-2 mol H2,
dan 6,42x10-4 mol NH3 dalam tabung reaksi 3,50 L. Jika konstanta kesetimbangan (Kc)
pada temperatur tersebut untuk reaksi
N2(g) + 3H2(g) 2NH 3(g)
adalah 0,65 ; tentukan apakah reaksi berada pada keadaan kesetimbangan?. Jika
tidak, prakirakan ke arah mana reaksi berjalan!.
Jawab:
Konsentrasi awal spesies-spesies dalam reaksi adalah
0,249 mol
[ N 2 ]0 0,0711 M
3,50 L
3,21 x 10-2
[ H 2 ]0 9,17 x 10-3 M
3,50 L
6,42 x 10-4 mol
[ NH 3 ]0 1,83 x 10-4 M
3,50 L
Selanjutnya kita bandingkan konsentrasi produk dengan reaktan.
[NH 3 ]20 (1,83 x 10-4 ) 2
0,611 Qc
[ N 2 ]0 [ H 2 ]30 (0,0711)(9,17 x 10-3 ) 3
Oleh karena Qc lebih kecil daripada Kc (0,65) maka sistem tidak berada dalam
keadaan kesetimbangan. Reaksi akan berjalan dari kiri ke kanan sampai kesetimbangan
tercapai.
106
7.5. PENGHITUNGAN KONSENTRASI DALAM KESETIMBANGAN
Jika kita mengetahui harga konstanta kesetimbangan untuk suatu reaksi tertentu
maka kita dapat menghitung konsentrasi campuran pada kesetimbangan dari data
konsentrasi awal. Penghitungan dapat langsung ataupun rumit, tergantung pada data yang
diberikan. Di dalam situasi yang umum, hanya data konsentrasi awal reaktan yang
diberikan. Sebagai contoh, marilah kita tinjau sistem berikut yang mempunyai konstanta
kesetimbangan (Kc) = 24,0 pada suatu temperatur tertentu.
A B
Anggaplah bahwa A yang mula-mula ada adalah 0,850 mol/L. Dari stoikiometri
reaksi terlihat bahwa setiap 1 mol A yang berubah akan dihasilkan 1 mol B. Jika
konsentrasi B pada kesetimbangan adalah x maka konsentrasi A pada kesetimbangan
adalah (0,850 - x) mol/L.
A B
Mula-mula (M): 0,850 0
Perubahan : -x +x
Kesetimbangan: (0,850 - x) x
Kc
B
A
x
24,0
0,850 x
x 0,816 M
107
2. Tuliskanlah pernyataan konstanta kesetimbangan dalam konsentrasi kesetimbangan.
Dengan harga konstanta kesetimbangan yang telah diketahui maka harga x dapat
dicari.
3. Setelah harga x diketahui, hitunglah konsentrasi semua spesies.
Contoh soal 3 :
Suatu campuran 0,500 mol H2 dan 0,500 mol I2 ditempatkan dalam tabung 1,00 L
pada 430oC. Hitunglah konsentrasi H2, I2, dan HI pada kesetimbangan. Diketahui
konstanta kesetimbangan (Kc) reaksi:
H2(g) + I2(g) 2HI(g)
pada temperatur tersebut adalah 54,3.
Jawab:
Langkah 1: Stoikiometri reaksi adalah 1 mol H2 bereaksi dengan 1 mol I2 menghasilkan 2
mol HI. Bila x adalah pengurangan (dalam mol/L) masing-masing H2 dan I2 pada
kesetimbangan, maka konsentrasi HI yang terjadi adalah 2x.
H2(g) + I2(g) 2HI(g)
Konsentrasi mula-mula (M): 0,500 0,500 0,00
Perubahan konsentrasi (M) : -x -x +2x
Konsentrasi kesetimbangan (M):(0,500 - x) (0,500-x) 2x
Kc
HI
2
H 2 I 2
Dengan memasukkan harga-harganya maka diperoleh
54,3
2 x 2
0,500 x 0,500 x
108
7.6. KESETIMBANGAN YANG MELIBATKAN KELARUTAN PADATAN
IONIK DAN Ksp
Jika padatan ionik berlebih dilarutkan ke dalam air maka diperoleh suatu
kesetimbangan antara ion-ion dalam larutan jenuh dengan fase padat yang berlebih.
Sebagai contoh kesetimbangan perak klorida:
AgCl (p) Ag+(aq) + Cl-(aq)
Dengan demikian,
Ag Cl K
AgCl c
Konsentrasi perak klorida dalam fase padat adalah suatu konstanta dan tidak
berubah. Tidak peduli berapa banyak padatan itu yang kontak dengan larutan. Oleh
karenanya kita dapat menuliskan
Konstanta Ksp disebut konstanta hasil kali kelarutan (solubility product), dan
pernyataan [Ag+][Cl-] adalah hasil kali konsentrasi ion-ion hasil. Bila larutan jenuh
berada dalam kesetimbangan dengan padatan yang berlebih, hasil kali konsentrasi ion-
ionnya harus sama dengan harga Ksp-nya. Tidak ada pembatasan bahwa konsentrasi Ag+
harus sama dengan konsentrasi Cl-. Konsentrasi Ag+ boleh saja tidak sama dengan
konsentrasi ion Cl-, tapi hasil kalinya sama dengan Ksp.
Harga Ksp harus ditentukan melalui percobaan. Salah satu contoh percobaan
yang dilakukan adalah sebagai berikut: barium sulfat digerus dan diaduk dalam satu liter
air pada 25 oC sampai terbentuk larutan jenuh. Larutan disaring, endapan BaSO4 yang
berlebih disingkirkan, dan filtratnya dievaporasi sampai kering. Endapan BaSO4 yang
diperoleh dari filtrat kemudian dikeringkan dan ditimbang. Kelarutan BaSO 4 dalam air
pada 25 oC yang diperoleh adalah 3,9 x 10-5 mol/L.
Seperti halnya semua garam, BaSO4 adalah elektrolit kuat dan terurai sempurna
dalam air. Oleh karenanya jika 3,9 x 10-5 mol/L BaSO4 yang terlarut, ion Ba2+ yang
terbentuk adalah 3,9 x 10-5 mol/L dan ion SO42- juga 3,9 x 10-5 mol/L.
Hal ini berarti bahwa untuk suatu larutan jenuh BaSO4, hasil kali konsentrasi Ba2+
dengan konsentrasi SO42- harus sama dengan 1,5 x 10-9. Jika hasil kali [Ba2+] dengan
109
[SO42-] lebih kecil daripada 1,5 x 10-9, larutan tersebut belum jenuh dan padatan BaSO 4
masih dapat melarut untuk meningkatkan konsentrasi Ba 2+ dan SO42-. Jika hasil kali
[Ba2+] dengan [SO42-] lebih besar daripada 1,5 x 10-9, BaSO4 akan mengendap untuk
menurunkan konsentrasi Ba2+ dan SO42-.
Kita dapat membuat larutan yang dalam kesetimbangan konsentrasi Ba 2+ dan
SO42- tidak sama. Sebagai contoh: andaikan kita mencampur larutan BaCl 2 dengan
Na2SO4 dalam jumlah yang berbeda. Jika hasil kali konsentrasi Ba 2+ dan SO42-
melampaui harga Ksp BaSO4 maka terbentuk endapan BaSO4. Dalam hal ini konsentrasi
ion Ba2+ pasti tidak sama dengan konsentrasi ion SO42-, karena mereka berasal dari
sumber yang berbeda. Dengan alasan ini pula, kelarutan BaSO4 dalam larutan Na2SO4
atau dalam larutan BaCl2 akan lebih kecil daripada kelarutannya dalam air murni.
110
Akibatnya, warna merah larutan menjadi lebih gelap. Hal yang sama terjadi jika
ke dalam larutan mula-mula ditambahkan besi(III) nitrat [Fe(NO3)3].
Sekarang seandainya kita menambahkan asam oksalat (H2C2O4) ke dalam larutan
awal. Asam oksalat terionisasi dalam air menghasilkan ion oksalat (C 2O42-) yang dapat
berikatan kuat dengan ion Fe3+. Pembentukan ion stabil Fe(C2O4)33- menghabiskan ion
Fe3+ dalam larutan. Akibatnya, satuan FeSCN2+ terurai dan kesetimbangan bergeser dari
kiri ke kanan:
2+ 3+ -
FeSCN (aq) Fe (aq) + SCN (aq)
Larutan merah berubah menjadi kuning karena pembentukan ion Fe(C 2O4)33-.
Contoh soal 4 :
Konstanta kesetimbangan (Kc) pada 350oC untuk reaksi
N2(g) + 3H2(g) 2NH 3(g)
adalah 2,37x10-3. Dalam suatu percobaan, konsentrasi-konsentrasi pada
kesetimbangan: [N2] = 0,683 M, [H2] = 8,80 M, dan [NH3] = 1,05 M. Kemudian ke dalam
campuran ditambahkan NH3 sehingga konsentrasinya meningkat menjadi 3,65 M. (a)
Gunakanlah prinsip Le Chatelier untuk memprakirakan arah pergeseran reaksi untuk
mencapai kesetimbangan. (b) Cocokkanlah prakiraan saudara dengan perhitungan harga
pembagian (Qc) dan bandingkanlah harga ini dengan harga Kc.
Jawab:
a. Gangguan yang diberikan kepada sistem adalah penambanhan NH3. Untuk mengatasi
gangguan ini, beberapa NH3 bereaksi menghasilkan N2 dan H2 sampai tercapai
kesetimbangan baru. Reaksi bergeser dari kanan ke kiri,
N2(g) + 3H2(g) 2NH3(g)
b. Setelah penambahan NH3 , sistem segera mencapai kesetimbangan. Perbandingan
reaksi dinyatakan dengan
NH 302
Qc
N 2 0 H 2 30
3,652
0,6838,80 3
2,86 10 -2
Oleh karena harga Qc lebih besar daripada harga Kc (2,37 x 10-3) maka reaksi akan
bergeser dari kanan ke kiri sampai Qc sama dengan Kc.
111
7.7.2. Perubahan Volume dan Tekanan
Perubahan tekanan tidak mempengaruhi konsentrasi spesies fase cair dan padat.
Akan tetapi konsentrasi gas sangat dipengaruhi oleh perubahan tekanan. Mari kita lihat
persamaan berikut:
PV nRT
nRT
P
V
Jadi P dan V saling berhubungan secara timbal-balik. Pada jumlah mol dan T
tetap, semakin besar tekanan maka volume semakin kecil, demikian sebaliknya. Suku
(n/V) adalah konsentrasi dalam mol/L, dan dipengaruhi langsung oleh perubahan tekanan.
Kc
NO 2 2
N 2 O 4
Kemudian tekanan gas dalam tabung ditingkatkan dengan cara menekan piston.
Oleh karena volume menurun maka konsentrasi N2O4 (stoikhiometri kecil) meningkat
sedangkan [NO2]. Pada pernyataan konstanta kesetimbangan terlihat bahwa [NO 2]
dikuadratkan, sedangkan [N2O4] hanya pangkat satu. Oleh karenanya peningkatan
tekanan akan menyebabkan sistem tidak berada pada posisi kesetimbangan dalam hal ini
terjadi perubahan dari kanan ke kiri.
Qc
NO 2 0
2
N 2 O 4 0
Umumnya peningkatan tekanan (penurunan volume) lebih disukai oleh reaksi
yang menurun jumlah mol total gasnya, dan penurunan tekanan (peningkatan volume)
lebih disukai oleh reaksi yang meningkat jumlah mol total gasnya. Untuk reaksi yang
tidak ada perubahan jumlah mol gas totalnya, perubahan tekanan dan volume tidak akan
menggeser posisi kesetimbangan.
112
menggeser kesetimbangan ke arah reaksi eksotermis. Reaksi
H2(g) + I2(g) 2HI(g) + 13 kJ
adalah suatu reaksi ke kanan berlangsung eksotermis sebagaimana tertulis, maka
peningkatan temperatur menyebabkan kesetimbangan bergeser ke kiri sehingga K
menurun. Dengan meningkatnya harga T maka konsentrasi HI menjadi menurun, dan
konsentrasi H2 dan I2 meningkat. Dengan kata lain HI kurang stabil pada temperatur
tinggi.
b. Prinsip Le Chatelier memprakirakan bahwa peningkatan temperatur mendorong
perubahan ke arah yang menggunakan panas. Ketika 1 mol H2 dan 1 mol I2
menghilang maka 2 mol HI dan 13 kJ panas dikeluarkan pada reaksi di atas. Proses
sebaliknya menyerap panas. Jika temperatur meningkat maka sistem mencoba
mengurangi gangguan tersebut dengan menyerap panas tambahan. Oleh karena reaksi
balik adalah reaksi yang menggunakan panas maka perubahan ke arah tersebut lebih
disukai. Kecenderungan ke arah reaksi balik menyebabkan konsentrasi I2 dan H2
meningkat.
c. Suatu prinsip yang umum dalam kinetik adalah bahwa kecepatan reaksi meningkat
dengan meningkatnya temperatur. Peningkatan temperatur untuk suatu reaksi
kesetimbangan menyebabkan kecepatan reaksi endotermis relatif lebih meningkat
daripada reaksi eksotermis. Untuk reaksi
H2(g) + I2(g) 2HI(g) + 13 kJ
maka dengan menaikkan temperatur, kecepatan peruraian (endotermis) lebih
meningkat daripada kecepatan pembentukan HI (eksotermis). Hasilnya, jika terjadi
penaikan temperatur reaksi maka konsentrasi HI menurun.
113
Gambar 7.2 Diagram energi rintangan (garis putus-putus adalah jalan yang dilalui reaksi
bila digunakan katalis).
Pada gambar terlihat perbedaan energi rintangan antara reaksi yang dikatalis
dengan reaksi tanpa katalis. Sebagaimana terlihat pada Gambar 7.2, katalisator
menurunkan energi rintangan reaksi sehingga kecepatan rekasi meningkat. Jika energi
rintangan perubahan ke arah maju diturunkan maka energi rintangan untuk perubahan ke
arah belakang juga turun. Dengan demikian, peningkatan kecepatan reaksi oleh
katalisator ke arah maju harus sama dengan peningkatan kecepatan reaksi ke arah
sebaliknya.
114
Soal-soal latihan
1. Satu mol gas hidrogen dan satu mol gas Iodium dimampatkan dalam wadah 2 L, pada
temperatur tertentu. Tetapan kesetimbangan sama dengan 64,0. Hitung berapa mol
gas hidrogen, H2, iodium, I2 dan asam iodida, KI pada keadaan setimbang !
5. Sejumlah gas PCl5 ditempatkan dalam satu wadah ukuran 1 L pada suhu 200 oC. Jika
derajat disosiasinya 0,574 dan tekanan total 0,5 atm maka hitung Kp-nya !
6. Tetapan kesetimbangan untuk reaksi A → B + C sama dengan 1,60. Diperlukan
berapa mol A dalam wadah 2,0 L untuk memperoleh 0,5 mol C pada keadaan
kesetimbangan ?
8. Sejumlah gas N2O4 ditempatkan dalam suatu wadah, T = 150oC. Tekanan total pada
kesetimbangan adalah 0,64 atm, derajat disosiasi 0,40. Hitunglah Kp dan ΔGoreaksi nya
pada suhu tersebut.
9. Suatu gas X dengan tekanan 4 atm, diberi katalis sehingga terurai dan mencapai
kesetimbangan X(g) 2Y (g) dengan harga Kp = 4/3. Berapakah tekanan total
pada saat setimbang ?
10. Jika untuk reaksi kesetimbangan : N2O4 (g) 2NO2(g), dengan derajat disosiasi
α dan tekanan total P atm. Bagaimanakah ungkapan reaksinya ?
115
11. Tetapan kesetimbangan untuk reaksi A + 3B C sama dengan 0,25. Berapa
jumlah mol A yang harus dicampurkan dengan 4 mol B dalam volume 2 L untuk
memperoleh 1 mol C pada keadaan setimbang ?
13. Pada 300 K reaksi A(g) + B(g) AB(g) mempunyai harga Kp = e3,37. Jika
ΔHo reaksi adalah -1,9 kJ. Hitunglah ΔSo !
14. Terangkanlah bagaimana keadaan produk reaksi dibawah ini jika tekanan dinaikkan.
a. N2(g) + 2O2(g) NO2
b. 2CO2(g) 2CO(g) + O2(g)
c. 4HCl(g) + O2(g) 2Cl2(g) + 2H2O(g)
d. 2NH3(g) 3H2(g) + N2(g)
15. Diketahui :
N2(g) + 3H2(g) 2NH3(g) pada suhu 25oC
Kc = 4,1 x 108
Hitung konsentrasi NH3 jika pada keadaan kesetimbangan konsentrasi N2 dan H2
masing-masing 0,010 M.
116
BAB VIII
HIDROKARBON
Gambar 8.1 Profil energi konfigurasi elektron atom karbon dalam keadaan dasar.
Ungkapan di atas menunjukkan bahwa atom karbon memiliki dua elektron yang tidak
berpasangan, hal ini dapat diasumsikan bahwa atom karbon hanya dapat menerima dua
elektron secara kovalen dari atom lain. Namun pada kenyataannya atom karbon yang
stabil ternyata memiliki empat orbital yang masing-masing terisi elektron tunggal yang
dapat bertumpangtindih dengan empat elektron dari atom lain. Jika berikatan dengan
hidrogen akan membentuk CH4 (metana), bukan CH2. Mengapa demikian ?.
Konsep hibridisasi adalah jawaban untuk kasus tersebut di atas. Terjadi promosi
satu elektron dari 2s ke 2p, menghasilkan konfigurasi elektron yang berbeda dengan
117
keadaan dasar, disebut sebagai konfigurasi hibrida. Satu orbital s dan tiga orbital p
bercampur (berhibridisasi) menghasilkan empat orbital baru yang identik. Orbital-orbital
baru tersebut dinamakan obital sp3. Energinya lebih rendah dari pada orbital 2p tetapi
lebih tinggi dari pada energi orbital 2s.
Gambar 8.2 Propil energi dan distribusi elektron atom karbon yang berhibridisasi sp3
Metana adalah kasus dimana keempat elektron tersebut di atas membentuk ikatan
kovalen dengan empat atom hidrogen. Dalam interaksinya, keempat orbital tersebut
mengambil orientasi tetrahedral dengan sudut 109,5 0 derajat. Keadaan ini menunjukkan
bahwa geometri molekul metana adalah tetrahedral dengan sudut ikatan H-C-H = 109,5.
Panjang ikatan C-H adalah 1,10 Ao dengan kekuatan ikatan = 104 kkal/mol.
Struktur/stereokimia metana adalah tetrahedron.
Gambar 8.3. Struktur (a) Orbital atom C tetrahedron; (b) Molekul CH4 tetrahedron;
Molekul CH4 dengan sudut 109,5 ; model bola tongkat; model space-
filling dan model potensial elektrostatik molekul metana.
118
8.2 Hibridisasi sp2 dalam Struktur Etilen
Secara sederhana struktur etilen dapat digambarkan sebagai berikut :
H H H H
C::C C C
H H H H
Ikatan karbon-karbon dalam etilen terdiri dari dua ikatan, yaitu satu ikatan
(sigma) dan satu ikatan ikatan (phi). Dalam hal ini orbital 2s hanya berhibridisasi
dengan dua orbital 2p menghasilkan tiga orbital hibrida sp2, jadi masih terdapat satu
orbital p yang tidak menagalami pembauran. Orbital-orbital sp2mengambil orientasi segi
tiga sama sisi palanar dengan sudut sekitar 120 0 . Pada kasus etilen terdapat satu ikatan
yang terjadi dari tumpang tindih orbital sp2 atom-atom karbon dan satu ikatan yang
terbentuk dari tumpang tindih antara dua orbital p dari ataom-atom karbon.
Gambar. 8.5 Profil energi dan distribusi elektron hibridisasi sp2 atom karbon.
Gambar. 8.6. Tumpang tidih orbita-orbital sp2 dan p dalam Etilen pada (c); Molekul
etilen dengan sudut dan panjang ikatannya; model bola tongkat;
model space-filling dan model potensial elektrostatik molekul etena.
119
Empat ikatan lainnya dalam bentuk C-H adalah ikatan antara sp2 dari atom
karbon dengan orbital s dari atom hidrogen. Formasi elektron hibridisasi sp2 dan interaksi
orbital dalam pembentukan etena dapat dilihat pada gambar berikut. Besarnya sudut
ikatan H-C-H adalah 116,6, dan ikatan H-C-C adalah 121,7. Panjang setiap ikatan C-
H adalah 1,076 A dengan kekuatan ikatan = 103 kkal/mol. Sedangkan panjang ikatan
C=C adalah 1,33 A dengan kekuatan ikatan = 152 kkal/mol.
Akibat interaksi orbital sp antara atom karbon dengan atom karbon yang lain, maka
molekul asetilen berbentuk linier dengan sudut ikatan H-C adalah 1800. Karena ikatannya
rangkap tiga maka hanya memiliki panjang ikatan C-C adalah 1,20 A dan panjang ikatan
C-H adalah 1,06 A serta kekuatan ikatan sebesar 200 kkal/mol.
120
Gambar. 8. 9. Orbital berikatan σ pada (a) bertumpangtindih dengan orbital berikatan π
pada (b) membentuk orbital molekul asetilen pada (c); tumpang tindih
orbital hibrida sp, sudut dan panjang ikatannya; model bola tongkat;
model space-filling dan model potensial elektrostatik molekul asetilen.
8.4 Alkana
Alkana adalah kelompok senyawa hidrokarbon jenuh yang dirturunkan dari
metana dengan ikatan sp3, baik antara atom hidrohen dengan atom karbon maupun
sesama atom karbon. Kelompok senyawa ini cukup stabil sehingga disebut juga paraffin.
Berdasarkan perbandingan C dan H pada alkana maka dapat dibuat satu rumus umum,
CnH2n+2, dimana “n” menunjukkan jumlah atom karbon. Jadi alkana dengan jumlah 5
atom karbon akan mempunyai atom hidrogen sebanyak (2 x 5) + 2, yaitu 12, sehingga
rumus molekulnya menjadi C5H12. Alkana alifatik (rantai lurus) dinamakan alkana
normal dan juga terdapat alkana dengan rantai bercabang. Gugus (–CH2-) yang berperan
memperpanjang rantai disebut gugus metilen dan deret senyawa ini dikenal sebagai deret
homolog.
Tabel 8.1. Sepuluh deret homolog alkana alifatik dan jumlah isomernya
121
8.4.1 Tatanama Senyawa Alkana
Sering ditemukan penamaan senyawa alkana didasarkan pada sumber atau
kegunaannya, namun cara ini tidak sistematik sehingga lebih banyak digunakan nama
sistematik yang disusun oleh IUPAC (International Union of Pure and Applied
Chemistry). Berdasarkan itu alkana dapat diberi nama sesuai urutan berikut:
(a). Akhiran –ana digunakan untuk semua hidrokarbon jenuh.
(b). Alkana rantai lurus didasarkan pada jumlah karbon.
(c). Alkana rantai cabang, penamaan didasarkan pada rantai karbon terpanjang yang
menjadi rantai pokok atau rantai induk.
Contoh tersebut menunjukkan rantai utmanya adalah lima karbon sehingga disebut
pentana bersubtitusi, dua karbon yang lain disebut subtituen.
(d). Subtituen jenuh yang terdiri dari karbon dan hidrogen saja disebut gugus alkil, yang
penamaannya sesuai nama alkana dengan atom karbon yang sama, hanya dengan
mengganti akhiran -ana menjadi –il. Alkil dicirikan sebagai alkana yang
hidrogennya berkurang satu. Contoh; metana CH4 menurunkan metil (CH3-), etana
CH3CH3 menurunkan etil (CH3-CH2-), propana menurunkan propil dan seterusnya.
(e). Lokasi gugus ditunjukkan dengan nama dan nomor. Penomoran rantai utama
dilakukan sedemikian rupa sehingga subtituen pertama terletak pada nomor karbon
yang paling rendah. Bila ada dua gugus subtituen identik, maka digunakan awalan
di- jika tiga digunakan tri- demikian juga seterusnya.
(f). Nama dituliskan dalam satu baris, nomor-nomor dipisahkan satu dengan lainnya oleh
tanda koma, sedangkan nomor dan nama dipisahkan oleh tanda garis datar. Jika
terdapat dua atau lebih subtituen, maka subtituen tersebut disusun berdasakan
alfabetik. Contoh, nama IUPAC senyawa berikut :
4-etil-2,2-dimetil heptana
Penggantian atom hidrogen suatau senyawa alkana dengan suatu gugus alkil akan
menyebabkan terbentuknya kedudukan baru (tipe-tipe) atom karbon yang diklasifikasikan
berdasarkan jumlah karbon lain yang terikat padanya. Berdasarkan itu, maka kedudukan
atom karbon dapat dibedakan, sebagai berikut.
(a). Atom C primer (p), adalah karbon yang mengikat satu karbon yang lain
(b). Atom C sekunder (s), adalah karbon yang mengikat dua karbon yang lain
(c). Atom C tertier (t), adalah karbon yang mengikat tiga karbon yang lain
(d). Atom C kuartener (k), adalah karbon yang mengikat empat karbon yang lain
Contoh berikut memperjelas kedudukan atau jenis atom karbon primer (p), sekunder (s),
tersier (t) dan kuaterner (k).
122
p = primer (1o)
s = sekunder (2o)
t = tertier (3o)
k= kuartener (4o)
4-etil-2,2-dimetil heptana
8.4.2. Menulis rumus struktur senyawa Alkana
Sebagai contoh dilakukan langkah-langkah penulisan untuk pentana C5H12,
sebagai berikut.
(a). Tuliskan kelima karbon dalam rantai lurus yang dihubungkan oleh suatu garis lurus,
maka karbon karbon ujung memerlukan tiga sisi valensi lagi untuk menunjukkan
valensi empat, sedangkan karbon yang ditengah memerlukan dua sisi valensi lagi.
C-C-C-C-C
(b). Jika kekosongan valensi di atas diikatkan dengan hidrogen maka diperoleh struktur
hidrokarbon berikut.
H H H H H
H-C–C–C–C–C-H
H H H H H
n-pentana
(c). Bentuk lain dari struktur C5H12 adalah 2-metil butana. Tuliskan rantai karbon yang
lebih pendek, yakni rangkaian empat karbon kemudian menghubungkan karbon
kelima dengan salah satu karbon yang ada ditengah rantai.
(e). Struktur lain dari C5H12 dapat dibuat dengan mengurangi rantai terpanjang menjadi
tiga karbon dan dua karbon lainnya diikatkan pada karbon yang terletak ditengah,
sehingga menyerupai cabang.
(f). Jika diisi dengan hidrogen, maka keempat karbon ujung terisi masing-masing tiga
hidrogen, sedangkan karbon yang ditenagah tidak dapat mengikat hidrogen.
123
Gambaran di atas menunjukkan bahwa C5H12 dapat dituliskan dalam tiga bentuk struktur
yang lazim dikenal dengan isomer.
H H H H H H
C6H12
Rumus Molekul H–C–C–C–C–C–C–H Rumus struktur lengkap
H H H H H H
CH3–CH2–CH2–CH2–CH2–CH3
CH3(CH2)4CH3
Rumus struktur
singkat, ikatan C-H Rumus struktur singkat, semua ikatan tidak
tidak ditulis ditulis, tanda kurung pembatas empat unit
metilen (-CH2-)4 yang terikat dalam rantai
lurus
C–C–C–C–C–C
Rangka karbon semua Rumus minimum: karbon berada pada
hidrogen dan ikatan C-H simpang garis sebagai CH2 , dan diujung
tidak ditulis rantai CH3 karbon dan hidrogen tidak tertulis
Gambar 8.9. Beberapa cara penulisan rumus struktur senyawa karbon (heksana).
Karena dengan cara itu maka semua atom penyusun saling terpisah sejauh mungkin,
sehingga senyawa tersebut dalam keadaan stabil, perhatikan struktur bola dan tongkat
dari n-dekana dan n-butana, (Gambar 11.10). Perlu diingat bahwa karbon dapat berotasi
secara bebas pada ikatan tunggal karbon-karbon, sehingga terdapat banyak kemungkinan
konformasi n-dekana dan n-butana. Namun yang paling disukai adalah struktur bola-
tongkat sebab efek strik (hambatan ruang) paling minimal sehingga lebih stabil.
124
Gambar 8.10. Struktur bola-tongkat dari dekana, struktur kekule, struktur sederhana dan
model bola-tongkat butana.
Namun yang paling disukai adalah bentuk memanjang seperti struktur bola-tongkat sebab
efek strik (hambatan ruang) paling minimal sehingga lebih stabil.
CH3–CH2–CH2–CH3 CH3–CH–CH3
CH3
n-butana
2-metil propane
8.4.4.2 Konformasi Alkana
Dalam rantai terbuka, ikatan antara karbon-karbon dalam alkana dapat berputar
secara bebas melalui sumbu ikatan sigma. Oleh sebab itu, dalam suatu alkana rantai
terbuka atom-atomnya dapat memiliki sejumlah tak terhingga posisi relatif (dalam ruang
tiga dimensi). Sebagai contoh molekul etana dapat memiliki penataan atom-atonya dalam
ruang secara berlain-lainan. Penataan tersebut dikenal dengan istilah konformasi. Dalam
pembahasan selanjutnya mengenai konformasi akan digunakan model proyeksi
Newmann dari Ohio State University. Proyeksi sangat berguna untuk menggambarkan
konformasi. Pada proyeksi Newmann, kita melihat ikatan karbon-karbon dari salah satu
ujung rantai. Ikatan-ikatan pada karbon di depan bersumber dari pusat lingkaran,
sedangkan semua ikatan pada karbon di belakang digambarkan dimulai dari garis lingkar
keluar. Karena adanya rotasi mengelilingi ikatan sigma, maka suatu molekul dapat
memiliki berapapun konformasi terhadap suatu konformasi yang paling stabil.
Konformasi yang paling stabil itu disebut konformer.
Konformasi bukanlah isomer karena antara satu dengan yang lain dapat
dipertukarkan. Konformasi adalah sekedar orientasi ruang yang berbeda-beda dari
molekul yang itu-itu juga. Sebagai contoh kita gunakan model etana. Etana dapat
125
menghasilkan sekian banyak konformasi. Terdapat dua konformasi yang ekstrim yakni
konformasi bersilang (staggered comformation) dan komformasi berimpit (eclipsed
comformation).
Konformasi bersilang, setiap ikatan C-H dari satu atom karbon menyilang sudut
H-C-H karbon yang lain, atau dapat dipandang bahwa atom-atom yang terikat pada atom
karbon yang satu terletak di antara atom-atom yang terikat pada atom karbon yang lain.
Konformasi berimpit, tiap ikatan C-H dari satu atom karbon sejajar dengan ikatan C-H
berikutnya, atau dapat dikatakan bahwa atom-atom yang terikat pada atom karbon yang
satu terletak tepat dibelakang atom-atom yang terikat pada atom karbon yang lain.
Konformasi bersilang lebih disukai daripada konformasi berimpit, pada suhu kamar 99%
dari molekul etana berada dalam konformasi bersilang. Konformasi berimpit dari etana
kira-kira 3 kkal/mol kurang stabil (lebih tinggi energinya) dibandingkan konformer
goyang (bersilang), karena adanya tolak menolak antara elektron-elektron ikatan. Dengan
memutar salah satu karbon sebesar 600 kita dapat merubah konformasi bersilang menjadi
konformasi berimpit, begitupun seterusnya, konformasi berimpit dapat berubah menjadi
konformasi bersilang dengan pemutaran 600.
Gambar 8.11. Konformasi ekstrim dari etana, bersilang (stagerred) bagian bawah dan
berimpit (eclipsed) bagian atas dan profil energinya dibagian tengah.
Untuk berotasi dari konformasi bersilang ke konformasi berimpit, molekul etana
memerlukan 3 kkal energi. Gambar konformasi stegger dan eklips menunjukkan dua jenis
konformasi yang dapat dicapai jika etana diputar dari 0 o s/d 180o dengan sudut putar 60o.
Posisi 0o, 120o, 240o, 360o menunjukkan besarnya energi konformasi stegger. Sedangkan
pada posisi 60o, 180o, 360o menunjukkan tingginya energi konformasi eklips.
Tabel 8.2. Rentang titik didih Beberapa fraksi penting Minyak Bumi
a. Oksidasi kuat
Proses oksidasi biasanya lebih mudah berlangsung pada alkana rantai pendek seperti
metana, etana dan propana.
2CH4 + 3O2 2CO + 4H2O
2CO + O2 2CO2 + 212,8 kkal/mol
Reaksi ini yang mendasari pemanfaatan hidrokarbon sebagai sumber energi.
b. Subtitusi
Reaksi ini spesifik untuk senyawa alkana, umumnya terjadi dengan halogen
(halogenasi), reaksi ini dapat berlangsung secara berantai jika ada katalisator
ultrafiolet. Sebagai contoh ditunjukkan reaksi klorinasi di bawah ini.
Cl2/hv
CH4 + Cl2 CH3Cl + HCl (metilklorida)
Cl2/hv
CH2Cl2 + HCl (metilen klorida)
Cl2/hv CHCl3 + HCl (kloroform)
Cl2/hv
CCl4 + HCl tetraklorometan
c. Pirolisis = Cracking
Proses pirolisis atau cracking adalah proses pemecahan alkana dengan jalan
pemanasan pada temperatur tinggi, sekitar 1000 0C tanpa oksigen, akan dihasilkan
alkana dengan rantai karbon lebih pendek.
CH4 2 H2 + C
127
CH3–CH2–CH3 1. H2 + C3H6
2. CH4 + C2H4
CH3–CH2–CH2–CH3 1. H2 + C4H5
2. CH4 + C3H6
3. C2H6 + C2H6
Proses pirolisis dari metana secara industri dipergunakan dalam pembuatan karbon-
black. Proses pirolisasi juga digunakan untuk memperbaiki struktur bahan bakar
minyak, yaitu berfungsi untuk menaikkan bilangan oktannya dan mendapatkan
senyawa alkena yang dipergunakan sebagai bahan pembuatan plastik.
128
8.5 Alkena
Sebagaimana yang telah diuraikan pada pendahuluan bab. ini, bahwa kelompok
alkena memiliki ikatan ganda dua karbon-karbon dengan hirida sp2 dan memiliki ikatan
“phi”( ). Geometri molekulnya adalah trigonal palanar dengan sudut ikatan 120, dan
panjang ikatan karbon-karbon adalah 1,33 Ao. Perbandingan karbon dan hidrogen dapat
ditandai dengan rumus empirik CnH2n. Kadangkala dijumpai alkena mengandung lebih
dari satu ikatan rangkap, dikenal sebagai alkadiena, -triena, -tetraena, -poliena untuk
dua, tiga, empat, banyak ikatan ganda dua. Jika dalam satu senyawa memiliki lebih dari
satu ikatan ganda, maka strukturnya dapat dikelompokkan berdasarkan letak ikatan-
ikatan ganda tersebut. Bila ikatan-ikatan gandanya bersebelahan antara satu dengan yang
lain disebut terakumulasi, jika ikatan-ikatan ganda berselang karena diantarai oleh ikatan
tunggal, dinamakan ikatan ganda terkonyugasi, dan bila ikatan-ikatan ganda tersebut
diantarai oleh dua atau lebih ikatan tunggal, disebut ikatan ganda terisolasi. Ikatan
ganda yang terkonyugasi adalah ikatan ganda yang paling stabil oleh karenanya paling
banyak ditemukan di alam dengan berbagai sifat yang menarik.
Pada contoh kasus di atas terlihat ada tiga isomer struktur yaitu 1-butena, 2-butena dan
2-metil propena, selain itu terdapat pula dua isomer geometrik yakni cis-2-butena dan
trans-2-butena
129
8.5.3 Reaksi Alkena
Kalau alkana menjalani reaksi subtitusi maka alkena menjalani reaksi adisi yang
merupakan reaksi spesifik untuk hidrokarbon tak jenuh, termasuk alkena. Dalam reaksi
adisi ini, terjadinya pemutusan ikatan rangkap karbon-karbon disebabkan oleh karena
pecahnya ikatan yang terpaut dalam ikatan ganda tersebut, sedangkan ikatan tetap.
Hal ini dikarenakan kekuatan ikatan relatif lebih lemah dibandingkan dengan ikatan .
Bebrapa contoh reaksi adisi etena sebagai model, dapat dilihat berikut:
a. Hidrogenasi
Pt
CH2=CH2 + H2 CH3-CH3
etena etana
b. Halogenasi
Adisi ini dapat berupa brominasi, klorinasi, iodisasi jika melibatkan gas brom, klor
dan iod. Reaksi ini dapat berlangsung dengan mudah dan spontan dalam suhu kamar.
Ni
CH2=CH2 + Br2 CH2Br-CH2Br
etena 1,2-dibromo etana
c. Hidrasi
Adisi ini memerlukan asam sebagai katalisator. Metode ini digunakan dalam sintesis
alkohol, termasuk untuk keperluan komersial.
H+
CH2=CH2 + H2O CH3-CH2OH
etena etanol
d. Adisi Asam terhadap alkena tak simetris
Asilasi terhadap ikatan ganda berlangsung spontan, jika digunakan asam halida
akan menghasilkan senyawa organo halida. Untuk alkena tak simetris adisi didasrkan
pada postulat Vladimir Markovnikov berbunyi; Jika pereaksi tak simetrik beradisi pada
alkena tak simetrik pula, maka bagian elektropositif dari pereaksi beradisi pada atom
karbon dari ikatan ganda dua yang mengandung atom hidrogen terbanyak. Berkaitan
dengan ini maka senyawa alkena maupun pereaksinya harus dapat dibedakan atas posisi
simetrik dan tak simetrik. Istilah simetrik jika unsur-unsur yang terikat pada kedua
karbon pembentuk ikatan ganda dua adalah sama (ekivalen), jika kedua belah pihak
karbon tersebut tidak ekivalen maka molekulnya tak simetrik. Jika suatu alkena tak
simetrik direaksikan dengan pereaksi tak simetrik pula, maka akan diprediksi dua macam
hasil reaksi, sedangkan jika alkena dan atau pereaksinya bersifat simetrik maka hasilnya
hanya satu macam saja. Perhatikan contoh di bawah :
b. CH3-CH2-CHCl-CH3
2-kloro butana
130
Reaksi di atas menunjukkan hanaya satu hasil walaupun dua jalan. Baik hasil a maupun
hasil b sama saja, adalah 2-klorobutana. Tidak berlaku hukum Markovnikov
e. Hidroborasi
Reaksi reduksi ini banyak dimanfaatkan dalam sintesis, dengan menggunakan
senyawa BH3. Boron akan terikat pada karbon ikatan rangkap yang mengandung
subtitusi paling sedikit.
R-CH=CH2 + H-BH2 R-CH2-CH2-BH2
f. Oksidasi
KMnO4 adalah oksidator yang umum digunakan, berfungsi menyerap elektron pada
ikatan ganda dua, reaksi ini dicirikan dengan perubahan warna permanganat dari warna
ungu menjadi coklat, terbentuk MnO2.
2-butena 2,3-butandiol
g. Ozonolisis
Reaksi antara alkena dengan ozon (O3) menghasilkan senyawa antara ozonida, dengan
bantuan suatu reduktor (biasanya Zn dalam suasana asam), akan menghasilkan senyawa
karbonil.
h. Reaksi diena
Diena terisolasi
CH2=CH–CH2–CH=CH2 + HCl CH3–CHCl–CH2–CH=CH2
1,2-pentadiena 4-kloropentena
131
Diena terkonjugasi
(a)
CH2=CH–CH=CH2 + HCl X CH3–CHCl–CH=CH2
1,3-butadiena 3-klorobutena
(b)
CH3–CH=CH–CH2Cl
Kloro-2-butena
Produk (a) 3-klorobutena adalah hasil adisi 1,2- pada karbon ikatan
rangkap dua dan produk (b) kloro-2-butena adalah hasil adisi 1,4- pada
karbon rangkap dua yang terkonyugasi, hal ini terjadi karena adanya
delokalisasi elektron π yang mengalami konjugasi.
CH2=CH–CH=CH2 + HCl CH3–CH–CH=CH2 CH3–CH=CH-CH2
1,3-butadiena
Cl- Cl -
CH3–CHCl-CH=CH2 CH3–CH=CH2–CH2Cl
3-klorobutena Kloro-2-butena
Adisi 1,2- pada karbon rangkap dua bagian (a) terjadi via intermediet (I 1-2-)
dan adisi 1,4- terjadi via intermediet (I1-4-). Intermediet I1-2- dimana ion karbonium
berbentuk ion karbonium sekunder, lebih stabil daripada I1-4- yang ion karboniumnya
berbentuk ion karbonium primer meskipun atom H yang dapat berhiperkonyugasi dalam
I1-2- ada 5 dan dalam I1-4- ada 6. Ion karbonium sangat distabilkan oleh gugus -CH3 pada
I1-2- adisi karbon rangkap dua pada bagian (a) dengan jari-jari ion (20) yang lebih besar
daripada adisi karbon rangkap dua bagian (b) yang terkonyugasi ( adisi I1-4-).
Karena I1-2- lebih stabil ( level energi rendah ) maka reaksi adisi 1,2- dapat
berlangsung dengan energi aktivasi yang lebih rendah tetapi cepat pada suhu rendah
dengan hasil adisi 1,2- yang predominan terhadap adisi 1,4- yang lebih membutuhkan
energi (suhu) lebih tinggi (energi aktivasi dan level I1-4- lebih tinggi daripada I1-2-).
Namun, hasil adisi 1,4- lebih stabil daripada 1,2-. Dalam produk adisi 1,4- ada 5
atom H sedangkan dalam produk adisi 1,2- hanya ada satu atom H yang bisa
berhiperkonyugasi. Disi 1,2- adalah kinetic control (karena itu bisa reversible),
sedangkan adisi 1,4- adalah thermodynamic (=product development) control yang sering
irreversible (karena produk sangat stabil!).
Karena adisi 1,2- adalah kinetik control, reversible, I1-2- stabil sedangkan hasil
adisi kurang stabil, maka dalam reaksi pada suhu tinggi, hasil adisi 1,2- yang mula-mula
terbentuk secara predominan itu bereaksi balik menjadi I1-2- (mudah terbentuk, energi
level rendah!), selanjutnya I1-2- mengambil bentuk I1-4- dan bereaksi kembali membentuk
adisi 1,4- yang produknya stabil (biar pada suhu tinggi).
Jadi : 1. Adisi 1,2- [reaksi (a)] terjadi cepat biarpun pada suhu rendahdan hasilnya
predominan [terhadap adisi 1,4- reaksi (b)].
132
2. Pada suhu tinggi reaksi (b), adisi 1,4- menjadi predominan karena hasil adisi
1,2- yang mula-mula terbentuk sebelumnya bereaksi balik menjadi I1-2- ,
kemudian menjadi I1-4- dan menjadi produk adisi 1,4- yang stabil.
8.6 Alkuna
Sebagaimana telah dijelaskan terdahulu bahwa alkuna dilambangkan dengan
ikatan ganda tiga sebagai hibrida sp. Ikatan karbon-karbon terdiri dari satu ikatan dan
dua ikatan . Panjang iktan C-C ganda tiga 1,21 Ao lebih pendek jika dibanding dengan
alkena dan alkana. Hal ini memberi gambaran.bahwa tiga pasang elektron di antara dua
atom karbon menarik kedua intinya menjadi lebih dekat, dibanding dengan dua pasang
elektron pada alkena. Karena geometrinya linier maka senyawa alkuna tidak melahirkan
isomer geometri cis-trans.
sp3 sp2 sp
25%, s 33,3 %, s 50 %, s
75%, p 66,6 %, p 50 %, p
keasaman meningkat
Keasaman alkuna dapat ditinjau dari aspek orbital hibridisasi. Pada karbon yang
memiliki karakter s lebih besar dan karakter p lebih kecil keasamannya lebih besar.
Demikin halnya pada alkuna dengan karakter s 50%, lebih besar dari pada karakter s
33,3% pada alkena dan hanya 25% pada alkana.
133
Pada alkuna orbital-orbital s berada lebih dekat dengan inti atom dibanding dengan
orbital p. dengan demikian, elektron-elektron ikatan pada C-H paling dekat dengan atom
karbon sehingga protonnya dengan mudah diambil aleh basa. Oleh karena itu alkuna
dapat mengalami reaksi subtitusi.
b. Adisi
Reaksi adisi yang terjadi pada alkena dapat pula berlangsung pada alkuna, namun
kapasitasnya lebih besar. Adisi melalui mekanisme trans karena lebih stabil dengan
efek ruang yang kecil.
1. Brominasi
Br Br
H Br
Br2 C=C Br2 H C-C H
H–CC–H
Br H
Br Br
Trans-1,2-dibromoetena 1,1,2,2-tetrabromoetane
2. Hidrogenasi
Reduksi asetilen mula-mula menghasilkan etilen kemudian menghasilkan etana.
H2 H2
CHCH–H CH2=CH2 CH3–CH3
Pt Pt
asetilen etilen etana
3. Hidrasi
Addisi alkuna dengan air tidak hanya memerlukan katalis asam melainkan juga
ion raksa. Ion raksa membentuk kompleks dengan ikatan ganda tiga dan
mengaktifkannya untuk beraddisi. Walaupun reaksinya serupa dengan alkena
hasil awalnya adalah vinil alkohol atau enol yang tidak mantap dan selanjutnya
mengadakan penataan ulang.
OH O
CHCH–H + H–OH R–CH=CH2 R–C–CH3
2. 2C2H2 Cu CH2=CH–CCH
NH4Cl
Vinil asetilen
3C2H2 3. Cu CH2=CH–CC–C=CH2
NH4Cl
divinil asetilen
3C + CaO CaC2 + CO
+ 2 H2O
Ca(OH)2 + HC≡CH
b. Alkilhalida dengan KOH dalam alkohol
CH3–CH2–CH2Br + 2KOH CH3–CCH + 2KBr + 2H2O
c. Alkiltetrahalida dengan logam aktif
CH3–CBr2–CHBr2 + 2Zn CH3–CCH + 2ZnBr2
d. Dari Iodoform dengan perak
2CHI3 + 6 Ag HCCH + 6 AgI
135
yang sama, maka sikloalkana memiliki atom hidrogen lebih sedikit (kurang dua), dengan
formula CnH2n , menyerupai alkena.
Penomoran didasarkan pada subtituen, sedemikian rupa sehingga subtituen berada pada
nomor-nomor terendah, demikian juga ikatan rangkap selalu menjadi patokan awal
penomoran. Subtituen disebutkan lebih awal mendahului nama induk, dan jika terdapat
dua atau lebih subtituen yang berbeda maka masing-masing subtituen disebutkan
berturut-turut berdasarkan abjad dilihat dari huruf awal subtituen tersebut.
136
CH3 CH3 CH3 CH3 CH3
CH3
CH3 CH3
1,1-dimetil 1,2-dimetil Trans 1,2-dimetil Cis 1,2-dimetil
siklopropana siklopropana siklopropana siklopropana
Siklopropana bromopropana
Demikian pula halnya penyebab ketidak stabilan pada siklo butana sudut 90o, dan
siklopentana 105o lebih stabil, deviasi sudut lebih kecil. Seandainya molekul
sikloheksana palanar (datar) maka sudut-sudutnya 120o melampaui sudut 109,5 dan lagi
pula atom-atom hidrogennya tereklipskan antara satu dengan yang lain, tentu saja sangat
tidak stabil. Kenyataanya sikloheksana ternyata mempunyai tegangan dalam molekul
paling kecil, sebab cincin sikloheksana tidak palanar (tidak datar). Akibat adanya tarikan
cincin maka sikloheksana mengalami tekukan molekul membentuk struktur konformasi
kursi, akibatanya sudut-sudut molekulnya bukan 120o melainkan 109o,5’ (tetrahedron),
lagi pula atom-atom hidrogen pada sikloheksana dalam bentuk konformasi berkedudukan
steggered (goyang) antara satu dengan yang lainnya. Faktor-faktor tersebut yang
menyebabkan sikloheksana adalah sikloalkana yang paling satabil dan paling banyak
dijumpai pada senyawa bahan alam.
H goyang
H
H H H
tereklipskan H H H
H H H H
H H H
H H H H H
H H H H
datar tertekuk
Gambar 8.14. Sikloheksana struktur datar (tidak stabil), dan struktur tertekuk
(konformasi) yang satabil.
137
8.8 Hidrokarbon Aromatik
Senyawa aromatik merupakan kelompok tersendiri dalam kimia organik, memiliki sifat
yang berbeda dengan kelompok alifatik, sangat stabil. Aromatik berasal dari kata aroma
yang berarti harum, tetapi tidaklah berarti bahwa semua senyawa aromatik berbau harum.
Defenisi aromatik lebih dimaksudkan kepada sifat kimianya yang dicirikan oleh ikatan
rangkap terkonyugasi secara sempurna dalam cincin. Jumlah elektron yang
terdelokalisasi dalam cincin, harus sesuai dengan hukum Huckel dalam rumus;
Elektron = 4n + 2, dimana n = 0, 1, 2, 3 …(bilangan bulat)
Benzena memiliki 6 ( 3 pasang) elektron , sehingga 6 = 4n + 2 jadi n = 1. Tiga pasang
elktron dalam benzena terdelokalisasi secara sempurna dalam cincin segi enam.
Senyawa yang menyerupai sifat benzena tersebut digolongkan sebagai senyawa aromatik.
Beberapa senyawa aromatik sederhana dapat ditulis sebagai berikut.
Jumlah ikatan dan ikatan pada kedua bentuk resonansi yang dituliskan di atas adalah
sama, hanya letak/posisi ikatan -nya yang berbeda, hal ini menunjukkan bahwa
keduanya ekivalen, dan mempunyai kontribusi yang sama terhadap struktur hibrida
resonansi (rumus sebenarnya).
138
Gambar 8.17. (a) Orbital p pada Benzena, (b) Tumpangtindih orbital p membentuk
ikatan pada benzena dan (c) Medan elektrostatik pada benzena
Semua atom karbon pada cincin benzena adala hibrida sp2 yang berikatan dengan tiga
atom tetangganya, yakni dua karbon dan satu hidrogen. Tiap-tiap karbon tersebut
menyisakan satu elektron pada orbital p yang kemudian bertumpang tindih dengan orbital
p dari masing-masing karbon tetangganya, membentuk ikatan yang dapat
berkonyugasi.
Br Br
o-bromo toluena 139 toluena
m-bromo p-bromo toluena
Istilah orto digunakan untuk dua subtituen yang berdampingan, meta jika subtituen
tersebut berselang satu atom karbon dan para jika berselang dua atom karbon.
36,0
55,4
85,8
49,8
28,6
E
140
Br
Bromobenzen
NO2
H2SO4
2. + HNO3 + H2O Nitrasi
Nitrobenzena
SO3H
SO3
3. + H2SO4 + H2O Sulfonasi
benzensulfonat
CH3
4. + CH3Cl AlCl3 + HCl Metilasi
Toluen
Beberapa jenis reaksi subtitusi pada inti aromatik yang lain yaitu klorinasi atau secara
umum adalah reaksi halogenasi, etilasi, propilasi dan lain-lain yang dikelompokkan
kedalam reaksi alkilasi. Umumnya reaksi-reaksi subtitusi tersebut berlangsung pada suhu
rendah yaitu sekitar 0 – 50oC.
141
F : 1s2 2s2 2p5
Cl : 1s2 2s2 2p6 3s2 3p5
Br : 1s2 2s2 2p6 3s2 3p6 3d10 4s2 4p5
I : 1s2 2s2 2p6 3s2 3p6 3d10 4s2 4p6 4d10 5s2 5p5
Ingat bahwa setiap halogen elektronegativitasnya tinggi dan hanya kekurangan satu
elektron untuk mencapai konfigurasi gas mulai. Oleh karena itu dapat diharapkan
halogen membentuk ikatan kovalen tunggal atau ionik yang stabil.
Metil fluorida, klorida, bromida, dan iodida masing-masing terbentuk oleh
tumpang tindih orbital sp3 karbon dengan 2p flour, 3p klor, 4p brom, dan 5p iod.
Kekuatan ikatan C menurun dari metil fluorida ke metil iodida, karena ikatan lebih
efisien antara orbital-orbital yang mempunyai bilangan kuantum utama yang sama, dan
efisiensinya menurun dengan meningkatnya perbedaan bilangan kuantum utama. Ikatan
semakin lemah jika jari-jari atom semakin besar.
Tata Nama
Halida sederhana umumnya dinamai sebagai turunan hidrogen halida. Sistem
IUPAC, gugus halida diberi nama awalan halo dalam hidrokarbon. Dalam nama umum,
hidrokarbon tempat alkil halida terikat pada rantai pokok yang lurus diberi awalan n-
(normal), pada atom C kedua sek-(sekunder) dan bila terikat pada atom C yang mengikat
tiga atom karbon yang lain disebut tert-(tersier).Contoh tata nama berikut yang terdapat
dalam kurung adalah nama umum/trivial/biasa.
Dengan sistem IUPAC, penamaan semua senyawa yang hanya mengandung gugus
fungsi univalensi dapat dinyatakan dengan nama awalan gugus fungsi itu sendiri diikuti
dengan nama hidrokarbon induk, penomoran sekecil mungkin dari ujung rantai harus
dipatuhi.
7
-Bro
m o
-2-k
loro
-2,7
-dim
etil-5
-is
opro
piln
ona
na
142
Sering terjadi dalam penamaan umum, hidrokarbon dipandang sebagai gugus
sebagaimana yang tertulis pada contoh senyawa berikut dalam tanda kurung.
CH2Cl2 ICH2CH2CH2CH2I
Diklorometana 1,4-Diiodobutana
(Metilen klorida) (Tetrametilen iodida)
Istilah geminal (gem-) (latin geminus, kembar) dan vicinal (vic-) (latin vicinus,
tetangga) kadang-kadang digunakan untuk memperlihatkan posisi relatif subtitutein
sebagai geminal untuk posisi 1,1 (terikat pada C yang sama) dan vicinal untuk posisi 1,2
(terikat pada C yang berbeda/bertetangga).
CH3CHBr2 BrCH2CH2Br
1,1-Dibromoetana 1,2-Dibromoetana
(gem-Dibromoetana) (vic- Dibromoetana)
8.9.2 Alkohol
Atom oksigen yang bervalensi dua, bisa satu atau kedua valensinya berikatakan
dengan karbon. Bila oksigen mengikat satu hidrogen dan saru karbon { C-O-H} atau
ditulis sebagai R-OH, maka senyawa hidroksilat ini disebut sebagai gugus fungsi
hidroksil (-OH), dan dikenal sebagai alkohol. Apabila kedua valensi dari oksigen
mengikat karbon, dikenal sebagai eter, R O R
Bila gugus –OH terikat pada atom karbon alifatik disebut alkohol alifatik dan bila
gugus –OH terikat pada cincin aromatik disebut alkohol aromatik. Sifat kimia keduanya
ini berbeda.
CH3-CH2OH OH
Etanol
(alkohol alifatik)
Fenol
(Alkohol Aromatik)
Alkohol alifatik dapat dibagi berdasarkan posisi karbon yang mengikat gugus –
OH; yaitu primer (1o), sekunder (2o) dan tertier (3o), dapat ditunjukkan sebagai berikut :
143
Tata Nama Alkohol
Penanaman alkohol dapat dilakukan dengan dua cara yaitu : nama trival diberi
nama alkil-alkohol (alkohol sebagai nama pokok dan rantai karbonnya sebagai
substituten). Cara kedua berdasarkan nama sistematik, nama sistematik diberi akhir
“ol” dan posisi gugus –OH diberi nomor terkecil dari ujung rantai karbon, sebagaimana
contoh berikut :
8.9.3 Eter
Bila kedua valensi atom oksigen mengikat atom karbon, maka senyawa demikian
termasuk oksida organik yang lebih dikenal sebagai “eter” dengan rumus umum R-O-R.
Banyak digunakan dilaboratorium sebagai pelarut organik dan dalam industri. Dibanding
dengan alkohol dengan berat molekul yang sama eter mempunyai titik didih jauh lebih
rendah. Hal tersebut dikarenakan eter tidak dapat membentuk ikatan hidrogen sebagai
mana pada alkohol. Sebagai contoh C2H6O mempunyai isomer dengan titik didih yang
berbeda.
CH3-CH2-OH CH3-O-CH3
Etanol td. dimetil eter
td. 78o C ttd. –24o C
144
Beberapa eter siklik
Eter siklik yang banyak dikenal adalah etilen oksida, tetrahidorfuran dan
dioksana.
Aldehida Keton
Gugus karbonil adalah gugus yang paling menentukan sifat kimia aldehid dan keton,
oleh karena itu tidaklah mengherankan jika kebanyakan sifat-sifat dari senyawa-senyawa
ini adalah mirip satu sama lainya. Meskipun demikian, aldehid dan keton dapat
dibedakan berdasarkan sifat-sifat kimianya, yaitu (1) aldehid cukup muda teroksidasi
sedangkan keton tidak. (2) aldehida lebih reaktif dari pada keton terhadap adisi
nukleofilik.
Gugus Karbonil
Oleh karena oksigen lebih elektronegatif dari pada atom karbon maka struktur
hibrida resonansi karbonil dapat ditulis sebagai berikut:
Gambar 8.19. Interaksi orbital sudut ikatan dan struktur hibrida resonansi
dalam karbonil
145
a. Atom karbon adalah hibridasi sp2 sehingga ketiga atom yang terikat padanya terletak
pada satu bidang datar dengan besar sudut ikat adalah 120o.
b. Ikatan rangkap dua karbon – oksigen terdiri atas satu ikatan dan satu ikatan .
Ikatan terbentuk sebagai hasil tumpang tindih dari satu orbital sp2 atom karbon
dengan satu orbital sp2 atom oksigen. Sedangkan ikatan adalah hasil tumpang tindih
satu orbital p atom karbon dengan satu orbital p atom oksigen. Dua orbital sp2 lainnya
yang ada pada atom karbon masing-masing membentuk iktan dengan gugus/ atom
lain.
c. Atom oksigennya masih memiliki dua pasang elektron bebas (atom oksigen dalam
gugus karbonil kemungkinan adalah hibrida sp2 meskipun hal ini masih
dipertentangkan).
d. Panjang ikatan C=O adalah 1,24 Ao, lebih pendek dari pada ikatan C-O pada alkohol
dan ater (1,43 Ao),
Nama IUPAC aldehid diturunkan dari nama rantai induk alkana dengan
mengganti akhiran a dengan al. Jika rantai karbon aldehid mengikat subtituen,
penomoran rantai utama dimulai dari atom karbon karbonil.
2-butenal
Jika gugus –CHO terikat langsung pada suatu cincin maka senyawanya dinamai
dengan memberikan akhiran karboksaldehida atau karbaldehida pada nama
sikloalkananya.
Siklobutanakarboksaldehida Siklohesanakarboksaldehida
(siklobutanakarbaldehida) (sikloheksanakalbaldehida)
146
Nama IUPAC untuk keton diturunkan dari nama alkana rantai induknya dengan
mengganti akhiran a dengan on. Posisi gugus kalbonil keton ditunjukkan dengan
penomoran sedemikian rupa sehingga terletak pada karbon dengan nomor serendah
mungkin dan diletakkan sebelum kata on pada rantai induk.
Nama umum keton terbentuk dari dua gugus alkil yang terikat pada gugus
karbonil diikuti dengan kata keton.
Jika gugus keton ada di antara gugus fungsi lain yang lebih diutamakan atau lebih
prioritas, maka untuk menunjukkannya digunakan awalan okso dengan menuliskan suatu
nomor yang sesuai terhadap letak gugus karbonil keton (okso) tersebut.
Melalui gugus karbonil, aldehida dan keton dapat membentuk ikatan hidrogen
dengan molekul air. Oleh karenanya aldehida dan keton berberat molekul rendah
mempunyai kelarutan yang tinggi dalam air. Aseton dan asetaldehida larut sempurna
dalam air pada semua perbandingan.
147
8.9 MAKROMOLEKUL ( POLIMER )
1. Polietilena
Kita lebih sering menyebutnya dengan plastik. Polimer ini dibentuk dari reaksi
adisi monomer-monomer etilena. Ada dua macam polietilena, yaitu yang memiliki
densitas (kerapatan) rendah dan polietilena yang memiliki densitas tinggi. Perbedaan dari
kedua polimer ini adalah cara pembuatannya dan agak berbeda sifat fisikanya. Secara
umum sifat polietilena adalah sebagai zat yang tidak berbau, tidak berwarna dan tidak
beracun. Untuk polietilen dengan densitas rendah biasanya dipergunakan untuk lembaran
tipis pembungkus makanan, kantung-kantung plastik, jas hujan. Sedangkan untuk
polietilen yang memiliki densitas tinggi, polimernya lebih keras, namun masih mudah
untuk dibentuk sehingga banyak dipakai sebagai alat dapur misal ember, panci, juga
untuk pelapis kawat dan kabel.
2. Polipropilena,
Polimer ini mirip dengan polietilen, Monomer pembentuknya adalah propilena
(CH3-CH = CH2), berbeda dalam jumlah atom C dengan etilen. Polipropilena lebih kuat
dan lebih tahan dari polietilena, sehingga banyak dipakai untuk membuat karung, tali dan
sebagainya. Karena lebih kuat, botol-botol dari polipropilena dapat dibuat lebih tipis dari
pada polietilena. Botol minuman adalah salah satu contoh polimer propilena yang banyak
dipergunakan.
148
3.Teflon
Nama Teflon merupakan nama dagang, nama ilmiahnya adalah
politetrafluoroetilena dan disingkat dengan PTFE. Polimer dihasilkan dari proses
polimerisasi adisi senyawa turunan etilen yaitu tetrafluoroetilena (CF2 = CF2). Teflon
sangat tahan terhadap bahan kimia, panas dan sangat licin. Penggunaan teflon sebagai
pelapis barang yang tahan panas seperti tangki di pabrik kimia, pelapis panci dan kuali
anti lengket di dapur serta pelapis dasar seterika.
5. Bakelit
Polimer bakelit merupakan plastik termoseting, polimer ini dihasilkan dari suatu
kopolimer kondensasi antara metanal dan fenol. Bakelit sudah banyak dibahas pada
plastik termoseting. Polimer ini banyak digunakan untuk peralatan listrik, sebagai kotak
isolator, dan dudukan lampu.
6. Polimer Akrilat
Ada dua jenis polimer Akrilat yang banyak dipergunakan dalam kehidupan
sehari-hari yaitu polimetil metakrilat dan serat akrilat atau orlon. Polmetilmetakrilat
(PMMA) merupakan senyawa homopolimer yang dibentuk dari reaksi polimerisasi adisi
senyawa metil metakrilat. Senyawa ini juga dikenal dengan nama dagang flexiglass
(gelas yang fleksibel). PMMA berupa plastik bening, keras dan kuat, namun ringan dan
fleksibel. Pemanfaatannya sebagai bahan pencampur gelas dan pencampur logam, dan
yang paling mudah kita amati adalah digunakan untuk lampu belakang mobil ataupun
kaca jendela pesawat terbang.
Polimerisasi dari asam akrilat (asam 2-propenoat) atau turunannya menghasilkan
serat akrilat seperti orlon, serat ini menyrupai wol, sehingga dipergunakan untuk jamper,
kaos kaki, karpet dam lain-lain. Lihat Gambar 13.16. Serat sutra didapat dari ulat sutra
sebagai bahan yang mengkilat dan halus serta lembut. Polimer sintetik dari sutra adalah
serat sintetik nylon 66 dan nylon 6, walapun hasilnya tidak sebaik sutra namun sudah
mendekati. Polimer ini merupakan poliimida, cocok untuk tekstil halus , misalnya untuk
pakaian dan pakaian dalam.
7. Poliester
Poliester merupakan polimer yang disusun oleh monomer ester. Penggunaan dari
polimer ini adalah pengganti bahan pakaian yang berasal dari kapas. Produk yang dikenal
adalah Dacron dan tetoron nama dagang sebagai serat tekstil. Polimer ini juga dapat
149
dikembangkan lagi dan dipergunakan sebagai pita perekam magnetic dengan nama
dagang mylar.
8. Karet sintetik
Keterbatasan sumber daya karet dan sifatnya yang perlu ditingkatkan maka diteliti dan
didapatkan karet sintetik. Karet sintetik merupakan kopolimer yang terbentuk dari dua
monomer yaitu stirena dan 1,3 butadiena disingkat dengan SBR. Rantai polimer senyawa
ini dapat berikatan membentuk ikatan silang dengan atom belerang (sulfide) melalui
proses vulkanisasi, sehingga karet sintetik memiliki sifat keras dan kuat.
IUPAC merekomendasikan nama polimer diturunkan dari struktur unit dasar, atau
unit ulang konstitusi (CRU singkatan dari constitutional repeating unit) melalui tahapan
sebagai berikut :
1. Pengidentifikasian unit struktural terkecil (CRU)
2. Sub unit CRU ditetapkan prioritasnya berdasarkan titik pengikatan dan ditulis
prioritasnya menurun dari kiri ke kanan (lihat penulisan nama polistirena)
3. Substituen-substituen diberi nomor dari kiri ke kanan
4. Nama CRU diletakkan dalam kurung biasa (atau kurung siku dan kurung biasa kalau
perlu), dan diawali dengan poli.
Untuk tata nama polimer non vinil seperti polimer kondensasi umumnya lebih
rumit darpada polimer vinil. Polimer-polimer ini biasanya dinamai sesuai dengan
monomer mula-mula atau gugus fungsional dari unit ulangan.
Contoh : nylon, umumnya disebut nylon-6,6 (66 atau 6/6), lebih deskriptif disebut
poli(heksametilen adipamida) yang menunjukkan poliamidasi heksametilendiamin
(disebut juga 1,6-heksan diamin) dengan asam adipat.
Mengikuti rekomendasi IUPAC, kopolimer (polimer yang diturunkan dari lebih satu jenis
monomer) dinamai dengan cara menggabungkan istilah konektif yang ditulis miring
150
antara nama nama monomer yang dimasukkan dalam kurung atau antara dua atau lebih
nama polimer.
151
4.1.2. Polimer alam
Laboratorium bukan satu-satunya tempat mensintesis polimer. Selsel kehidupan
juga merupakan pabrik polimer yang efisien. Protein, DNA, kitin pada kerangka luar
serangga, wool, jaring laba-laba, sutera dan kepompong ngengat, adalah polimer-polimer
yang disintesis secara alami. Serat-serat selulosa yang kuat menyebabkan batang pohon
menjadi kuat dan tegar untuk tumbuh dengan tinggi seratus kaki dibentuk dari monomer-
monomer glukosa, yang berupa padatan kristalin yang berasa manis.
Banyak polimer-polimer sintesis dikembangkan sebagai pengganti sutra.
Gagasan untuk proses tersebut adalah benang-benang sintesis yang dibentuk di pabrik
diambil dari laba-laba. Karet merupakan polimer alam yang terpenting dan dipakai secara
luas. Bentuk utama dari karet alam, terdiri dari 97% cis-1,4-poliisoprena, dikenal sebagai
hevea rubber. Karet ini diperoleh dengan menyadap kulit sejenis pohon (hevea
brasiliensis) yang tumbuh liar. Hampir semua karet alam diperoleh sebagai lateks yang
terdiri dari sekitar 32 – 35% karet dan sekitar 5% senyawa lain, termasuk asam lemak,
gula, protein, sterol, ester dan garam. Polimer alam lain adalah polisakarida, selulosa dan
lignin yang merupakan bahan dari kayu.
4.2.1. Homopolimer
Homopolimer merupakan polimer yang terdiri dari satu macam monomer, dengan
struktur polimer. . . – A – A – A – A – A – A -.
4.2.2. Kopolimer
Kopolimer merupakan polimer yang tersusun dari dua macam atau lebih monomer.
Contoh: polimer SBS (polimer stirena-butadiena-stirena)
152
4.3. Polimer Berdasarkan Sifat Thermalnya
Plastik adalah salah satu bentuk polimer yang sangat berguna dalam kehidupan
sehari-hari. Beberapa plastik memiliki sifat-sifat khusus, antara lain lebih mudah larut
pada pelarut yang sesuai, pada suhu tinggi akan lunak, tetapi akan mengeras kembali jika
didinginkan dan struktur molekulnya linier atau bercabang tanpa ikatan silang antar
rantai. Proses melunak dan mengeras ini dapat terjadi berulang kali. Sifat ini dijelaskan
sebagai sifat termoplastik.
Bahan-bahan yang bersifat termoplastik mudah untuk diolah kembali karena
setiap kali dipanaskan, bahan-bahan tersebut dapat dituangkan ke dalam cetakan yang
berbeda untuk membuat produk plastik yang baru. Polietilen (PE) dan polivinilklorida
(PVC) merupakan contoh jenis polimer ini. Sedangkan beberapa plastik lainnya
mempunyai sifat-sifat tidak dapat larut dalam pelarut apapun, tidak meleleh jika
dipanaskan, lebih tahan terhadap asam dan basa, jika dipanaskan akan rusak dan tidak
dapat kembali seperti semula dan struktur molekulnya mempunyai ikatan silang antar
rantai. Polimer seperti ini disusun secara permanen dalam bentuk pertama kali mereka
dicetak, disebut polimer termosetting. Plastik-plastik termosetting biasanya bersifat
keras karena mereka mempunyai ikatan-ikatan silang. Plastik termoset menjadi lebih
keras ketika dipanaskan karena panas itu menyebabkan ikatan-ikatan silang lebih mudah
terbentuk. Bakelit, poli(melanin formaldehida) dan poli (urea formaldehida) adalah
contoh polimer ini. Sekalipun polimer-polimer termoseting lebih sulit untuk dipakai
ulang daripada termoplastik, namun polimer tersebut lebih tahan lama. Polimer ini
banyak digunakan untuk membuat alat-alat rumah tangga yang tahan panas seperti
cangkir.
153
- Mudah untuk diregangkan.
- Fleksibel.
- Titik leleh rendah.
- Dapat dibentuk ulang (daur ulang).
- Mudah larut dalam pelarut yang sesuai.
- Memiliki struktur molekul linear/bercabang.
154
8.9.5. Bentuk-bentuk polimer
5.1. Elastomer (Karet)
Proses lain yang sering terjadi pada gabungan reaksi dengan reaksi adisi atau
reaksi kondensasi merupakan gabungan/ikatan bersama dari banyak rantai polimer. Hal
ini disebut ikatan silang, dan ikatan silang ini memberikan kekuatan tambahan terhadap
polimer. Pada tahun 1844, Charles Goodyear telah menemukan bahwa lateks dari pohon
karet yang dipanaskan dengan belerang dapat membentuk ikatan silang antara rantai-
rantai hidrokarbon di dalam lateks cair. Karet padat yang dibentuk dapat digunakan pada
ban dan bola-bola karet. Proses ini disebut vulkanisasi, untuk menghormati dewa
Romawi yang bernama Vulkan. Kekuatan rantai dalam elastomer (karet) terbatas, akibat
adanya struktur jaringan, tetapi energi kohesi harus rendah untuk memungkinkan
peregangan. Contoh elastomer yang banyak digunakan adalah poli (vinil klorida),
polimer stirena-butadiena-stirena (SBS) merupakan jenis termoplastik elastomer.
Saat perang dunia II, persediaan karet alam berkurang, industri polimer tumbuh
dengan cepat karena ahli kimia telah meneliti untuk pengganti karet. Beberapa pengganti
yang berhasil dikembangkan adalah neoprena yang kini digunakan untuk membuat
selang/pipa air untuk pompa gas, dan karet stirena – buatdiena (SBR /styrene – butadiene
rubber), yang digunakan bersama dengan karet alam untuk membuat ban-ban mobil.
Meskipun pengganti – pengganti karet sintesis ini mempunyai banyak sifatsifat yang
diinginkan, namun tidak ada satu pengganti karet sintesis ini yang mempunyai semua
sifat-sifat dari karet alam yang dinginkan.
5.2. Serat
Serat adalah polimer yang perbandingan panjang terhadap diameter molekulnya
kira-kira 100:1. Sifat serat ditentukan oleh struktur makromolekul dan teknik
produksinya. Supaya dapat dibuat menjadi serat, polimer harus memenuhi persyaratan
sebagai berikut:
1. Polimer harus linier dan mempunyai berat molekul lebih dari 10.000, tetapi tidak
boleh terlalu besar karena sukar untuk dilelehkan atau dilarutkan.
2. Molekul harus simetris dan dapat mempunyai gugus-gugus samping yang besar yang
dapat mencegah terjadinya susunan yang rapat.
3. Polimer harus memberi kemungkinan untuk mendapatkan derajat orientasi yang
tinggi, yang dengan cara penarikan mempunyai kekuatan serat yang tinggi dan kurang
elastik.
4. Polimer harus mempunyai gugus polar yang letaknya teratur untuk mendapatkan
kohesi antar molekul yang kuat dan titik leleh yang tinggi.
5. Mudah diberi zat warna, apabila serat diberi zat warna maka sifat fisika serat tidak
boleh mengalami perubahan yang mencolok dan warna bahan makanan jadinya harus
tetap tahan terhadap cahaya dan pencucian.
Sejarah perkembangan serat sintetis dimulai dengan dibuatnya serat poliamida
oleh Dupont pada tahun 1938 dengan nama nilon, dan oleh IG Farben pada tahun 1939
dengan nama perlon. Serat dapat juga diperoleh dari hasil pengolahan selulosa secara
kimiawi. Selulosa merupakan serat alami dan merupakan bagian terbesar yang terdapat
dalam tumbuhtumbuhan. Serat diperoleh dari hasil pengolahan selulosa adalah rayon.
Serat banyak digunakan dalam industri tekstil.
155
Dengan ditemukannya beberapa macam serat sintetis, perkembangan selanjutnya
diarahkan pada memperbaiki cara pembuatan dan pengubahan bahan serat untuk
mendapatkan kualitas hasil akhir yang lebih baik. Serat poliamida (nilon) mempunyai
banyak jenis antara lain: nilon 66, nilon 6, nilon 610, nilon 7, nilon 11 (krislan). Nomor
yang ada di belakang nama nilon menunjukkan jumlah atom karbon monomer
pembentuknya.
5.3. Plastik
Meskipun istilah plastik dan polimer seringkali dipakai secara sinonim, namun
tidak berarti semua polimer adalah plastik. Plastik merupakan polimer yang dapat dicetak
menjadi berbagai bentuk yang berbeda. Umumnya setelah suatu polimer plastik
terbentuk, polimer tersebut dipanaskan secukupnya hingga menjadi cair dan dapat
dituangkan ke dalam cetakan. Setelah penuangan, plastik akan mengeras jika plastik
dibiarkan mendingin.
Sifat plastik pada dasarnya adalah antara serat dan elastomer. Jenis plastik dan
penggunaannya sangat luas. Plastik yang banyak digunakan berupa lempeng, lembaran
dan film. Ditinjau dari penggunaannya plastik digolongankan menjadi dua yaitu plastik
keperluan umum dan plastik untuk bahan konstruksi (engineering plastics). Plastik
mempunyai berbagai sifat yang menguntungkan, diantaranya:
a. Umumnya kuat namun ringan.
b. Secara kimia stabil (tidak bereaksi dengan udara, air, asam, alkali dan berbagai zat
kimia lain).
c. Merupakan isolator listrik yang baik.
d. Mudah dibentuk, khusunya dipanaskan.
e. Biasanya transparan dan jernih.
f. Dapat diwarnai.
g. Fleksibel/plastis
h. Dapat dijahit.
i. Harganya relatif murah.
Beberapa contoh plastik yang banyak digunakan antara lain polietilen, poli(vinil klorida),
polipropilen, polistiren, poli(metil pentena), poli (tetrafluoroetilen) atau teflon.
1. Polietilen
Poli etilen adalah bahan termoplastik yang kuat dan dapat dibuat dari yang lunak sampai
yang kaku. Ada dua jenis polietilen yaitu polietilen densitas rendah (low-density
polyethylene / LDPE) dan polietilen densitas tinggi (high-density polyethylene / HDPE).
Polietilen densitas rendah relatif lemas dan kuat, digunakan antara lain untuk pembuatan
kantong kemas, tas, botol, industri bangunan, dan lain-lain.
Polietilen densitas tinggi sifatnya lebih keras, kurang transparan dan tahan panas sampai
suhu 1000C. Campuran polietilen densitas rendah dan polietilen densitas tinggi dapat
digunakan sebagai bahan pengganti karat, mainan anak-anak, dan lain-lain.
2. Polipropilen
Polipropilen mempunyai sifat sangat kaku; berat jenis rendah; tahan terhadap bahan
kimia, asam, basa, tahan terhadap panas, dan tidak mudah retak. Plastik polipropilen
digunakan untuk membuat alat-alat rumah sakit, komponen mesin cuci, komponen mobil,
pembungkus tekstil, botol, permadani, tali plastik, serta bahan pembuat karung.
156
3. Polistirena
Polistiren adalah jenis plastik termoplast yang termurah dan paling berguna serta bersifat
jernih, keras, halus, mengkilap, dapat diperoleh dalam berbagai warna, dan secara kimia
tidak reaktif. Busa polistirena digunakan untuk membuat gelas dan kotak tempat
makanan, polistirena juga digunakan untuk peralatan medis, mainan, alat olah raga, sikat
gigi, dan lainnya.
4. Polivinil klorida (PVC)
Plastik jenis ini mempunyai sifat keras, kuat, tahan terhadap bahan kimia, dan dapat
diperoleh dalam berbagai warna. Jenis plastik ini dapat dibuat dari yang keras sampai
yang kaku keras. Banyak barang yang dahulu dapat dibuat dari karet sekarang dibuat dari
PVC. Penggunaan PVC terutama untuk membuat jas hujan, kantong kemas, isolator
kabel listrik, ubin lantai, piringan hitam, fiber, kulit imitasi untuk dompet, dan pembalut
kabel.
5. Potetrafluoroetilena (teflon)
Teflon memiliki daya tahan kimia dan daya tahan panas yang tinggi (sampai 260 0C)
Keistimewaan teflon adalah sifatnya yang licin dan bahan lain tidak melekat padanya.
Penggorengan yang dilapisi teflon dapat dipakai untuk menggoreng telur tanpa minyak.
6. Polimetil pentena (PMP)
Plastik poli metil pentena adalah plastik yang ringan dan melebur pada suhu 240 0C.
Barang yang dibuat dari PMP bentuknya tidak berubah bila dipanaskan sampai 200 0C
dan daya tahannya terhadap benturan lebih tinggi dari barang yang dibuat dari
polistiren.Bahan ini tahan terhadap zat-zat kimia yang korosif dan tahan terhadap pelarut
organik, kecuali pelarut organik yang mengandung klor, misalnya kloroform dan karbon
tetraklorida. PMP cocok untuk membuat alatalat laboratorium dan kedokteran yang tahan
panas dan tekanan, tanpa mengalami perubahan, Barang-barang dari bahan ini tahan
lama.
157
Soal-soal Latihan Bab. VIII
1. Senyawa berikut yang tidak digolongkan ke dalam hidrokarbon adalah:
a. CH3CH2CH3
b. CH3CH=CH2
c. CH3C≡CH
d. CH3CH2-OH
e. C6H6 (benzena)
2. Senyawa berikut yang mempunyai jumlah ikatan sigma() dua kali ikatan phi()
antara atom karbonnya adalah:
a. C6H10 d. C6H8
b. C6H6 e. C6H12
c. C6H4
3. Dalam pembentukan molekul metana dari atom karbon terjadi dulu konfigurasi
hibrida:
a. sp3 b. sp2 c. sps2 d. ps2 e. p2
4. Bila tingkat energi misalnya orbital 2s = 20 sedang 2p = 30, maka tingkat energi
hibrida orbital sp3 dari 2s dan 2p adalah:
a. 20 b. 22,5 c. 25 d. 27,5 e. 30
5. Urutan panjang ikatan C-C dari hibrida di bawah yang tidak benar adalah:
a. s-sp3 > s-sp2 > s-sp d. sp3-sp3 > sp3-sp2 > sp3-sp
2 2 2 2 3
b. sp -sp > sp -sp > sp -sp e. sp-sp3 > sp-sp2 > sp-sp
c. sp3-sp2 > sp2-sp2 > sp-sp2
158
PUSTAKA
1. McMurry J, Fay RC. 2003. Chemistry. Ed. Ke-4. New Jersey: Prentice Hall.
2. Olmsted JA, Williams JM. 2005. Chemistry. Ed. Ke-4. New York: John Wiley &
Sons.
3. Silberberg SM. 2007. Principles of General Chemistry. New York: McGraw-Hill.
4. Whitten WK, Davis RE, Peck ML, Stanley GG. 2003. General Chemistry.
California: Brook Cole.
159