You are on page 1of 162

i

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah segala Puji hanya kepunyaan Allah SWT karena atas segala
Rahmat dan Hidayahnya sehingga Buku Ajar edisi Revisi ini dapat diselesaikan.
Buku Ajar ini merupakan bahan ajar untuk mata kuliah “Kimia Dasar” dan
disusun dengan tujuan untuk membantu dan memudahkan pemahaman mahasiswa
terhadap mata kuliah dalam bidang Kimia khususnya menyangkut konsep dasar dalam
melakukan pendalaman kimia.
Penulis menyadari bahwa di dalam penulisan Buku Ajar ini masih banyak
kekurangan. Oleh karena itu Penulis sangat mengharapkan saran dan kritik untuk
perbaikan dan pengembangan buku ini.
Semoga Buku Ajar ini dapat bermanfaat bagi kemajuan Ilmu Pengetahuan dan
mendapat Ridho Allah SWT, Aamiin.

Palu, Agustus 2018

Penulis

ii
DAFTAR ISI

1. BAB I. STRUKTUR ATOM DAN KONFIGURASI ELEKTRON ............ 1


2. BAB II SISTEM PRIODIK UNSUR .............................................................. 17
3. BAB III STRUKTUR MOLEKUL ................................................................ 32
4. BAB IV STOIKIOMETRI .............................................................................. 53
5. BAB V LARUTAN .......................................................................................... 67
6. BAB VI KINETIKA REAKSI ........................................................................ 87
7. BAB VII KESETIMBANGAN KIMIA ......................................................... 100
8. BAB VIII HIDROKARBON ........................................................................... 117

iii
BAB I
STRUKTUR ATOM DAN
KONFIGURASI ELEKTRON

1.1 STRUKTUR ATOM


1.1.1. Perkembangan Teori Atom
Sejarah perkembangan teori atom dimulai pada sekitar abad kelima sebelum
masehi oleh seorang ahli filsafat Yunani, Democritus (sekitar tahun 460-370 SM).
Democritus mengekspresikan gagasannya bahwa semua materi tersusun atas partikel-
partikel yang sangat kecil dan tidak dapat dibagi-bagi yang disebut atomos (yang berarti
tidak dapat dibagi-bagi). Meskipun gagasan Democritus pada saat itu tidak dapat diterima
oleh ahli filsafat lainnya seperti Plato dan Aristotles, konsepnya tetap bertahan selama
beberapa abad. Pada tahun 1808, ilmuwan Inggris, John Dalton merumuskan definisi
yang tepat tentang partikel-partikel yang tidak dapat dibagi-bagi dan disebut atom,
dimana atom-atom disebut bersifat diskontinyu.
Teori atom Dalton ditandai sebagai awal dari teori atom modern dan
dikembangkan selama periode 1803-1808. Hipotesis tentang sifat zat yang digunakan
sebagai dasar teori Dalton dinyatakan sebagai berikut :
1) Tiap unsur kimia tersusun oleh partikel-partikel kecil yang tidak bisa dihancurkan
atau dibagi, yang disebut atom. Semua atom-atom suatu unsur mempunyai ukuran,
massa dan sifat kimia yang sama. Atom-atom dari suatu unsur berbeda dari atom-atom
dari unsur-unsur yang lain.
2) Senyawa tersusun atas atom-atom dari dua atau lebih unsur-unsur. Dalam senyawa,
rasio jumlah atom dari kedua unsur yang ada merupakan bilangan yang mudah dan
bulat.
3) Reaksi kimia melibatkan hanya pemisahan, kombinasi atau pengaturan kembali atom-
atom atau atom mengalami metatesis melalui reaksi pertukaran dan juga reaksi
sintesis. Dalam hal ini zat tidak dapat diciptakan atau dimusnahkan dalam reaksi
kimia.
Konsep atom Dalton jauh lebih terperinci daripada konsep Democritus. Hipotesis
pertama menyatakan bahwa atom dari suatu unsur berbeda dengan atom dari unsur yang
lain. Dalton tidak menjelaskan struktur atau komposisi dari atom, ia tidak mempunyai ide
seperti apa atom itu sebenarnya tetapi ia menyadari bahwa sifat-sifat yang berbeda yang
ditunjukkan oleh unsur-unsur seperti hidrogen dan oksigen dapat dijelaskan dengan
menganggap bahwa atom-atom hidrogen tidak sama dengan atom-atom oksigen.
Hipotesis kedua dari Dalton menunjukkan bahwa atom-atom dari unsur yang tepat
dengan jumlah atom-atom yang benar diperlukan untuk membentuk senyawa tertentu.
Gagasan ini merupakan pengembangan dari hukum yang ditemukan sebelumnya oleh
Joseph Proust (1799) yang dikenal dengan hukum perbandingan tetap. Hipotesis kedua
ini juga mendukung hukum kelipatan berganda yaitu bila dua unsur membentuk lebih
1
dari satu senyawa, maka perbandingan massa dari unsur pertama dan unsur kedua
merupakan bilangan yang sederhana sedangkan hipotesis ketiga mendukung hukum
kekekalan massa yang diperkenalkan oleh Antoine Lavoisier pada tahun 1774.
1.1.2. Partikel Dasar Penyusun Atom
1.1.2.1 Elektron
Faraday (1834), menemukan bahwa materi dan listrik adalah ekivalen. Penemuan
elektron dimulai dengan pembuatan sinar katoda oleh J. Plucker (1855) dan dipelajari
lebih lanjut oleh W. Crookers, (1975) dan J.J. Thomson, (1879).
Penelitian ini membuktikan bahwa sinar yang kehijau-hijauan, yang dipancarkan
dari katoda, adalah sinar katoda. Setelah penelitian lebih mendalam, sifat-sifat sinar
tersebut adalah sebagai berikut :
1. Sinar itu berasal dari katoda dan bergerak menurut garis lurus.
2. Sinar katoda bermuatan negatif. Hal ini dibuktikan dari fakta bahwa sinar ini tertarik
oleh pelat bermuatan positif dan dibelokkan oleh medan magnet.
3. Sinar katoda dapat menyebabkan fluoresensi jika mengenai materi atau benda tertentu
dan dari kejadian fluoresensi ini kita dapat melihat adanya sinar, walaupun sinar
katoda itu sendiri tidak tampak.
4. Sinar katoda memiliki momentum oleh karena itu mempunyai massa, hingga dapat
menggerakkan baling-baling yang terdapat di dalam tabung.
5. Sifat-sifat di atas tidak bergantung pada bahan yang digunakan untuk membuat
katoda, sisa gas yang terdapat dalam tabung, maupun kawat penghubung katoda dan
bahan alat penghasil arus.

kolimator
+ + anoda
anoda katoda
katoda

- -

Layar fluoresen padel

+ anoda
S + anoda katoda -
katoda N
-
-
+

Gambar 1. Illustrasi beberapa sifat sinar katoda pada tabung katoda Faraday

Semua sifat di atas, terutama sifat ke lima menunjukkan bahwa partikel sinar
katoda adalah partikel dasar yang ditemukan dalam setiap materi. Pada tahun 1891,

2
Stoney mengusulkan nama elektron untuk satuan listrik dan saat ini partikel sinar katoda
ini disebut elektron.
Melalui penelitian J.J. Thomson, sebagai sumber elektron dia menggunakan :
(a) sinar katoda yang berasal dari katoda Al, Pt dan Fe
(b) emisi fotoelektrik dari Zn
(c) emisi termionik dari filamen karbon
Meskipun kecepatan,v, berubah-ubah yang bergantung pada sumber elektron selalu
ditemukan bahwa :
e/m = 1,76 x 108 c/g
dimana e = muatan elektron
m = massa elektron
Berdasarkan percobaan tetes minyak, Robert A. Millikan (1906) berhasil
menentukan muatan elektron (e) = 1,602 x 10-19 C

Massa Elektron
Dari percobaan J.J. Thomson (penentuan muatan/massa elektron) dan percobaan
Millikan (penentuan muatan elektron dengan percobaan tetes minyak) dapat dihitung
massa elektron sebagai berikut :

e 1,6 x 10 19 C
m  8
 9,11 x 10  28 g
e/m 1,76 x 10 C/g

1.1.2.2 Proton
Percobaan dengan gas hidrogen menunjukkan bahwa e/m untuk sinar terusan
hidrogen lebih besar dari e/m untuk elektron, maka dipostulasikan bahwa H+ adalah suatu
partikel dasar dari atom yang besar muatannya sama dengan muatan elektron tetapi
dengan tanda yang berlawanan. Massa H+ ditemukan 1837 kali lebih besar dari massa
elektron. Partikel ini disebut Proton.
Jika muatan elektron sama besar dengan muatan ion hidrogen, perbandingan
massa elektron dan massa ion hidrogen dapat dihitung sebagai berikut :
e/m elektron = 1,76 x 108 Coulomb/g
e/m ion hidrogen = 96520/1,008 Coulomb/g

massa elektron e/m ion hidrogen 96520/1,00 8 C/g 1


  8

massa ion hidrogen e/m elektron 1,76 x 10 C/g 1837

1.1.2.3 Neutron
Pada tahun 1920 Rutherford meramalkan bahwa kemungkinan besar dalam inti
terdapat partikel dasar yang tidak bermuatan. Akan tetapi karena netralnya maka partikel
ini sukar dideteksi. Baru pada tahun 1932, J. Chadwick dapat menemukan netron. Dari
3
reaksi inti, partikel alfa dengan massa atom relatif 4 ditangkap oleh boron (massa atom
relatif 11) menghasilkan nitrogen (massa atom relatif 14) dan netron (massa atom relatif
1). Reaksi ini dapat ditunjukkan dengan persamaan:
4 11
2 He  5B  147 N
  1
0
n
Dengan penemuan-penemuan di atas, elektron, proton dan netron merupakan partikel
dasar dari materi
1.1.3. Radiasi Elektromagnetik dan Spektrum Atom
1.1.3.1 Energi Radiasi
Cahaya adalah radiasi gelombang elektromagnetik. Satuan terkecil radiasi
elektromagnetik disebut foton. Cahaya memiliki kecepatan, frekuensi dan panjang
gelombang.
Max Planck (1900) menghitung energi radiasi dengan rumus :
 c c
E  h ν;  ν  atau E  h 
 λ λ (1.1)
E = energi (Joule), = frekuensi (Hz, 1/det)
 = panjang gelombang (m), h = tetapan Planck(6,62 x 10-34 J.det)
c = kecepatan cahaya (2,9979 x 108 m/det)

Contoh soal :
Suatu lampu merkuri memancarkan cahaya dengan panjang gelombang 436 nm.
Berapakah frekuensi dan energi dari satu foton?

Jawab :
 = 436 nm = 4,36 x 10-7 m
c 2,9979 x 108 m/det
ν   6,88 x 1014 det  1  6,88 x 1014 Hz
λ 4,36 x 10  7
m

Jadi energi (E) = (6,88 x 1014 det-1) x (6,626.10-34 J.det)

= 4,56 x 10-19 J

1.1.4. Spektrum Atom Hidrogen


Apabila sebuah logam dipanaskan sampai membara, maka logam tersebut akan
menyinarkan cahaya, yang disebut radiasi elektromagnetik. Seberkas cahaya putih
dilewatkan melalui sebuah kaca berbentuk prisma, maka cahaya putih itu dapat dibiaskan
menjadi sebuah spektrum kontinyu dan cahaya ini merupakan gabungan dari semua
warna. Kalau suatu gas dirangsang (seperti yang terjadi dalam lampu neon), dan sinar
cahaya yang dipancarkan gas dilewatkan pada sebuah prisma, maka spektrum yang

4
nampak terdiri atas garis-garis sinar tertentu dengan energi tertentu (spektrum bergaris).
Cahaya dengan energi tertentu disebabkan oleh perpindahan elektron-elektron dari suatu
tingkat energi lebih tinggi ke tingkat energi lebih rendah. Selisih energi inilah yang
dipancarkan sebagai radiasi elektromagnetik. Apabila tingkat energi yang lebih tinggi
disebut n2 dan n1 disebut tingkat energi yang lebih rendah, maka BALMER (1885) dapat
menghitung frekuensi gelombang cahaya yang dipancarkan selama terjadinya
perpindahan elektron dari n2 ke n1 dengan rumus :
 1 1 
ν  3,288 x 1015 det 1  2  2 
n 
 1 n2  (1.2)

Deret spektrum hidrogen dapat dibagi atas :


- Deret Lyman, apabila terjadi perpindahan elektron dari
tingkatan n2 = 2, 3, 4 … ~ ke n1 = 1
- Deret Balmer : n2 = 3, 4, 5 … ~ ke n1 = 2
- Deret Paschen : n2 = 4, 5, 6 … ~ ke n1 = 3
- Deret Brackett : n2 = 5, 6, 7 … ~ ke n1 = 4
- Deret Pfund : n2 = 6, 7, 8 … ~ ke n1 = 5

Contoh soal :
Hitung frekuensi cahaya dan energi yang dipancarkan apabila elektron dalam atom
hidrogen yang berpindah dari satu kulit ke kulit lain sesuai dengan garis pertama dari
deret Lyman.
Jawab :
Garis pertama deret Lyman disebabkan oleh perpindahan elektron dari n2 = 2 ke
n1 = 1
 1 1 
ν  3,288 x 1015 det 1  2  2 
n 
 1 n2 
1 1 
 3,288 x 1015 det 1  2  2 
1 2 

 3,288 x 1015 det 1 (0,75)  2,45 x 1015 det 1
E = h. = (6,626 x10-34 J.det) x (2,45 x1015 det-1)

= 1,62 x10-18 J
1.1.5. Model Atom
1.1.5.1 Model Atom Thomson
Thomson membayangkan bentuk atom dari sudut kelistrikan pada tahun 1904.
Menurut Thomson, atom menyerupai agar-agar yang tersusun atas muatan positif dan

5
negatif. Muatan positif tersebar secara merata dalam bulatan yang merupakan atom dan
elektron (muatan negatif) terdapat di dalamnya, artinya massa atomnya tersebar merata
pada bulatan tersebut, sehingga tidak terpusat. Atom Thomson dapat diumpamakan
sebagai roti kismis dimana roti merupakan muatan positif dan kismis adalah muatan
negatif. Bagian positif dari atom Thomson mempunyai diameter 10 -10 m (1 Å). Percobaan
penghamburan sinar alfa oleh Rutherford menunjukkan bahwa model atom berdasarkan
teori atom Thomson ini tidak dapat dipertahankan lagi.

1.1.5.2 Model Atom Rutherford


Penelitian yang dilakukan oleh Rutherford, Geiger dan Marsden pada permulaan
abad ke-20 memberikan banyak informasi tentang susunan atom yang diketahui terdiri
atas partikel-partikel negatif (elektron) dan bagian yang positif.
Hasil penelitian tentang penghamburan sinar alfa yang dijatuhkan pada lempeng
logam emas yang sangat tipis (0,0004 nm) mengungkapkan bahwa :
(a) sebagian besar dari partikel-partikel alfa (inti atom helium) tembus lempeng dengan
hanya sebagian kecil yang mengalami penyimpanan dari arahnya yang semula.
(b) hanya 1 dari 20 ribu partikel alfa yang dipantulkan dengan sudut 90 o atau lebih.
Menurut Rutherford, hasil eksperimen ini hanya dapat diterangkan apabila seluruh
muatan positif atom dianggap terpusat pada suatu inti yang sangat kecil. Dari penelitian
penghamburan sinar alfa dan dari penelitian lainnya, Rutherford menarik kesimpulan
bahwa atom terdiri atas suatu inti yang kecil (jari-jari 10-13 cm) di mana praktis seluruh
massa atom terpusat dengan muatan listrik +Ze dan elektron-elektron sebanyak Z yang
bergerak mengelilingi inti. Z sesuai dengan nomor atom ini. Dengan demikian model
atom Rutherford dapat digambarkan sebagai berikut :

Gambar 2. Model atom Rutherford


Sulit untuk dijelaskan bagaimana mungkin inti yang bermuatan positif itu
(gambar 2a) dapat berdampingan dengan elektron pada jarak-jarak tertentu. Sesuai
hukum elektrostatika, dua partikel yang muatannya berlawanan akan tarik-menarik pada
keadaan diam. Untuk menghindari kesulitan ini, Rutherford menganggap bahwa elektron
bergerak di sekitar inti pada jarak-jarak tertentu, sehingga gaya sentripetal akan
mengimbangi gaya tarik kelistrikan. Anggapan ini menimbulkan kesulitan baru sebab
menurut teori mekanika klasik, partikel bermuatan yang bergerak dan mengalami
percepatan akan memancarkan spektrum berkesinambungan. Adanya pemancaran sinar
ini akan mengakibatkan energi elektron berkurang sehingga elektron makin lama makin

6
dekat inti dan akhirnya lebur dengan inti atom, gerakan lintasan diasumsikan seperti
spiral (gambar 2b). Pada kenyataannya bahwa atom senantiasa dalam keadaan stabil,
elektron tidak lebur dengan inti atom. Dua hal yang digambarkan di atas merupakan
kelemahan teori atom Rutherford.

1.1.5.3 Model Atom Bohr


Model atom ini bertitik tolak dari model atom Rutherford dan teori kuantum
Planck yang didasarkan atas anggapan sebagai berikut :
1. Elektron bergerak mengelilingi inti atom dalam lintasan atau orbit yang berbentuk
lingkaran, gaya sentrifugal, mv2/r sama besar dengan gaya tarik inti dengan elektron ,
e2/r2.
2. Lintasan yang diperlukan adalah lintasan dimana momentum sudut elektron
merupakan kelipatan dari h/2 (h adalah tetapan Planck). Lintasan ini disebut
”lintasan kuantum”
3. Karena momentum sudut elektron (massa = m) yang bergerak dengan kecepatan v
(dalam lintasan dengan jari-jari r), adalah mvr maka,
nh
mvr  (n  1,2,3, ............)

(1.3)
Bila elektron bergerak dalam salah satu lintasan kuantum, maka elektron tidak akan
memancarkan energi.
E   1/2 m v 2
(1.4)
4. Elektron dalam lintasan ini berada dalam keadaan stasioner atau dalam tingkat energi
tertentu.
5. Bila elektron pindah dari tingkat energi E 1, ke tingkat energi E2 yang lebih kecil dari
E1, maka akan terjadi radiasi energi.
E1  E 2  h ν (1.5)
dengan  = frekuensi radiasi
Bila E2 lebih besar dari E1, maka elektron akan mengabsorbsi energi radiasi. Dari
persamaan (1.3) dapat diturunkan kecepatan elektron,

 h  1 
ν  n   
 2π   m r 
(1.6)
Jika hukum-hukum klasik dipadukan, jari-jari dari lintasan yang diperbolehkan dapat
diturunkan. Untuk atom hidrogen (nomor atom Z = 1).
n 2h 2
r (n  1, 2, 3, ........)
4π m e 4
(1.7)

7
Dari harga h, m dan e yang telah diketahui, dan jika n = 1, akan diperoleh :
r  0,529 x 10 8 cm
 0,529 A o
Jika jari-jari Bohr untuk n = 1, dinyatakan dengan ao maka,
r  ao n2
(1.8)
o
dimana ao = 0,529 A dan n = tingkat energi
Energi En dari atom hidrogen, dengan elektron berada dalam lintasan yang dicirikan oleh
harga n, diberikan oleh
2π m e 4
En   (n  1,2,3, ......)
n 2h 2 (1.9)

atau dapat ditulis,


A
En  
n2 (1.10)

2π m e 4
A
dimana h2

Dengan memasukkan harga m, e dan h, diperoleh


A = 2,1799 x 10-11 erg = 5,2 x 10-19 erg
= 13,6 ev = 2,18 x 10-18 J

Gambar 3. Model atom Bohr untuk atom 13Al

1.1.6. Teori Kuantum


Teori kuantum lahir dari penelitian tentang radiasi yang dipancarkan oleh benda
hitam pada temperatur tinggi. Penelitian menunjukkan bahwa apabila radiasi ini
dialurkan terhadap frekuensi, intensitas dari radiasi tersebut pada temperatur tinggi,
mencapai suatu harga maksimum kemudian turun lagi. Pada temperatur yang relatif lebih

8
rendah maksimum itu letaknya di daerah infra merah. Bila temperatur dinaikkan harga
maksimum itu akan bergeser ke arah yang lebih tinggi.
Untuk menerangkan variasi dari intensitas radiasi terhadap frekuensi, yang tidak
sesuai dengan teori gelombang dari cahaya, pada tahun 1900 Max Planck,
mengemukakan suatu teori yang dikenal sebagai Teori Kuantum. Teori ini menyangkut
energi dan dengan teori ini hubungan empiris yang sangat sesuai dengan data hasil
eksperimen dapat diturunkan. Menurut Planck energi radiasi tidak dipancarkan atau
diserap secara kontinyu tetapi dalam paket-paket energi yang disebut kuantum. Hal ini
terutama diaplikasikan pada gejala dalam skala atom atau sub atom. Energi dari sistem
semacam ini disebut ”terkuantisasi”. Jadi energi itu tidak dapat berubah secara kontinyu,
melainkan hanya dapat bertambah atau berkurang dengan 1, 2, 3, 4, … n kuanta.
Besarnya energi satu kuantum, E, bergantung pada frekuensi,  dan diberikan
oleh persamaan :
E = h

Dengan E dinyatakan dalam Joule dan h adalah tetapan Planck yang harganya 6,626 x 10 -
34
Joule detik. Planck mengemukakan bahwa ”benda hitam” terdiri atas sejumlah benda
yang bergetar atau osilator yang memancarkan energi dalam bentuk paket-paket energi
atau kuanta.
Misalnya, energi 1 kuantum sinar ultraviolet dengan panjang gelombang 125 nm
(1 nm = 10-9 m) dapat dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut:
 = c/, (c = kecepatan cahaya dan panjang gelombang dalam m) maka,

2,9979 x 10 8 m det 1
ν 9
 2,4 x 1015 det 1
Frekuensi sinar ultraviolet, 125 x 10 m

6,626 x 10 34 J det x 2,9979 x 10 8 m det -1


Energi kuantum, hν 
125 x 10 9 m
 1,59 x 10 18 J

Jadi energi dari 4 kuanta adalah 4 (1,59 x 10-18 J) = 6,36 x 10-18 J

1.1.7. Model Atom Mekanika Gelombang


Teori mekanika gelombang dirumuskan oleh Werner Heisenberg dan Erwin
Schrödinger hampir bersamaan waktunya meskipun di tempat yang berbeda. Sumbangan
pemikiran yang penting untuk teori ini diberikan juga oleh Paul Dirac, Max Born dan
Wolfgang Paul. Mekanika kuantum dapat menjelaskan materi baik dalam skala makro
maupun mikro. Di bidang makro mekanika klasik dapat digunakan namun hanya

9
mekanika kuantum yang dapat menjelaskan peristiwa mikroskopik yaitu yang
menyangkut elektron, atom dan molekul.

Prinsip Ketidakpastian Heisenberg


Sebagai akibat dualisme sifat partikel-gelombang, Werner Heisenberg (1925)
mengemukakan prinsip ketidakpastian yang menyatakan bahwa tidak mungkin untuk
dapat mengetahui pada waktu yang bersamaan baik momentum maupun kedudukan suatu
partikel seperti elektron dengan tepat. Bila pengukuran momentum atau kecepatan dapat
dilakukan dengan tepat, maka kedudukannya tidak akan diketahui dengan tepat dan
sebaliknya.
Heisenberg menunjukkan bahwa batas terendah ketidakpastian sama dengan
tetapan Planck dibagi dengan 4 yaitu dinyatakan dengan,
h
(p x )(x) 
4π (1.11)
di mana
Δpx = ketidakpastian momentum (pada arah x)
Δx = ketidakpastian kedudukan (pada arah x)
h = tetapan Planck

1.1.8. Bilangan Kuantum


Sebelum Schrodinger mengemukakan persamaan gelombang, elektron dalam
atom dikaitkan dengan empat bilangan kuantum yang berhubungan dengan kuantisasi
momentum sudut yaitu: (i) dalam orbit, (ii) sepanjang arah radial dalam inti, (iii) dalam
medan magnet dan (iv) berputar pada sumbu. Keempat bilangan kuantum tersebut adalah
sebagai berikut :
Bilangan Kuantum Utama
Bilangan kuantum utama, n, yang menentukan tingkat energi dan yang
mempunyai harga positif dan bulat, tidak termasuk nol, (1, 2, 3, 4, … n), menentukan
ukuran dari orbital atau kulit atom.
Istilah ”kulit” biasanya digunakan untuk menyatakan sekolompok tingkat energi
yang memiliki n dengan harga yang sama. Namun tidak berarti bahwa semua atom dalam
satu kulit terdapat di tempat yang sama dan memiliki energi yang sama.
Bilangan Kuantum Orbital (Azimut)
Bilangan kuantum orbital (azimut) dengan lambang l, menentukan besarnya
momentum sudut elektron yang terkuantisasi. Bilangan kuantum ini juga disebut bilangan
kuantum orbital, oleh karena bilangan ini menentukan bentuk ruang dari orbital.
Bilangan kuantum l mempunyai harga 0, 1, 2, 3, …, n – 1 (untuk setiap harga n).
Jumlah harga-harga l sesuai dengan harga n; untuk n = 1, ada satu harga dari l (l = 0);
untuk n = 2, ada dua harga dari l (l = 0, l = 1) dan seterusnya.

10
Setiap harga l dinyatakan dengan huruf : l = 0 adalah orbit s
l = 1 adalah orbit p
l = 2 adalah orbit d
l = 3 adalah orbit f
Huruf-huruf s, p, d dan f, berasal dari istilah sharp (s), principal (p), diffuse (d)
dan fundamental (f) untuk notasi spektroskopi deret-deret spektrum unsur alkali. Adanya
harga bilangan kuantum orbital yang berbeda memungkinkan untuk membagi setiap kulit
menjadi sub kulit atau orbital.
Sub kulit atau orbital dinyatakan dengan harga numerik n dan huruf yang
menyatakan harga l. Misalnya 2p menyatakan sub kulit dengan n = 2 dan l = 1; 3d
menyatakan sub kulit dengan n = 3 dan l = 2.
Kulit K (n = 1) mengandung hanya orbital 1s
Kulit L (n = 2) mengandung orbital 2s dan 2p
Kulit M (n = 3) mengandung orbital 3s, 3p dan 3d
Kulit N (n – 2) mengandung orbital 4s, 4p, 4d dan 4f

Bilangan Kuantum Magnit


Bilangan kuantum ini dengan lambang ml menentukan orientasi dari orbital dalam
ruang. Untuk tiap harga l pada sejumlah (2l + n) harga dari ml adalah antara –1 dan +1.
untuk l = 0, ada satu harga ml (ml = 0);
untuk l = 1, ada tiga harga ml (ml = -1, ml = 0, ml = +1)
Bilangan kuantum magnit juga disebut bilangan kuantum orientasi orbital. Sesuai
dengan harga l = 0, 1, 2 dan 3, maka kemungkinan harga ml sebagai berikut :
Jika l = 0 (elektron s) ml = 0
Jika l = 1 (elektron p) ml = -1, 0, +1
Jika l = 2 (elektron d) ml = -2, -1, 0, +1, +2
Jika l = 3 (elektron f) ml = -3, -2, -1, 0, +1, +2, +3

Bilangan Kuantum Spin


Dengan spektroskopi yang daya pisahnya tinggi, tampak setiap garis spektrum
terdiri atas sepasang garis yang sangat berdekatan. Untuk hal ini Uhlenbeck dan
Goudsmit (1925) menjelaskan bahwa elektron memiliki momen magnetik sehingga
elektron berputar pada sumbunya dan menghasilkan momentum sudut spin. Spin elektron
terkuantisasi oleh bilangan kuantum spin m s, dengan harga +½ dan -½.

1.1.9. Bentuk Orbital Atom


Tiap orbital yang dicirikan oleh tiga bilangan kuantum n, l dan m mempunyai
ukuran, bentuk dan orientasi tertentu dalam ruangan. Kumpulan orbital-orbital dengan
bilangan kuantum yang sama disebut kulit.

11
No Kulit Jumlah Orbital
1 K 1
2 L 4
3 M 9
4 N 16

Jumlah orbital dalam kulit sesuai dengan n2.


Cara yang sering digunakan untuk menunjukkan orbital-orbital atom ialah dengan
menggambarkan kebolehjadian radial 24r terhadap jarak inti, r. Ini merupakan suatu
permukaan yang membatasi ruangan dimana kebolehjadian untuk menemukan elektron
adalah paling besar.
Bentuk orbital s berupa bola simetris, orbital p memiliki tiga macam orientasi
sesuai dengan harga ml (-1, 0, 1), orbital d memiliki lima macam orientasi sesuai dengan
harga ml (-2, -1, 0, 1, 2) sedangkan orbital f memiliki tujuh macam orientasi. Bentuk
orbital s, p, d dan f dapat dilihat pada gambar 6. Jumlah elektron sesuai dengan bilangan
kuantum dapat dilihat pada tabel 1.
Orbital s hanya satu macam.
Orbital p terdiri atas tiga macam yaitu orbital-orbital
px py pz

Orbital d terdiri atas lima macam yaitu orbital-orbital


dxy dyz dxz dx2 – y2 dz2

Orbital f terdiri atas tujuh macam yaitu orbital-orbital


fx3 fy3 fz3 fxyz f (x2- y2)x f (z2- y2)x f (z2- x2)y

Orbital s

Orbital p

12
Orbital d

Gambar 4. Bentuk Orbital s, p dan d

1.2 KONFIGURASI ELEKTRON


1.2.1. Prinsip Aufbau
Atom suatu unsur memiliki konfigurasi elektron yang khas. Aufbau artinya
membangun. Menurut aturan ini elektron dalam setiap atom sedapat mungkin memiliki
energi terendah (berada dalam orbital atom dengan energi terendah). Oleh karena itu
pengisian elektron dimulai dari orbital dengan tingkat energi terendah. Selain daripada itu
perlu diperhatikan aturan-aturan yaitu aturan (n + 1).

Tabel 1. Jumlah elektron sesuai dengan bilangan kuantum


n Sub l ml ms Elektron Elektron dalam
kulit dalam kulit utama
sub kulit
1 s 0 0 +½ 2 2
0 0 -½
s 0 0 +½ 2
0 0 -½
1 -1 +½
2 1 -1 -½ 8
p 1 0 +½ 6
1 0 -½
1 +1 +½
1 +1 -½
s 0 0 +½ 2
0 0 -½
1 -1 +½
1 -1 -½
p 1 0 +½ 6
1 0 -½

13
1 +1 +½
1 +1 -½
2 -2 +½
3 2 -2 -½ 18
2 -1 +½
2 -1 -½
d 2 0 +½ 10
2 0 -½
2 +1 +½
2 +1 -½
2 +2 +½
2 +2 -½

Aturan (n + 1)
Aturan tingkat energi dalam pengisian elektron sebagai berikut :

Untuk (n + 1) yang harganya sama, orbital yang mempunyai energi terbesar


adalah orbital dengan bilangan kuantum utama terbesar misalnya energi 4s > energi 3p
karena untuk n + l yang sama, 4s mempunyai n = 4 sedangkan 3p mempunyai n = 3.
Berdasarkan prinsip di atas maka dapat dibuat diagram sederhana sebagai
pedoman untuk pengisian elektron dalam atom (gambar 5).

Gambar 5. Diagram pengisian elektron ke dalam orbital sesuai tingkat-


tingkat energinya

14
1.2.2. Azas Larangan Pauli
Menurut azas larangan Pauli, yang dikenal dengan prinsip ekslusi Pauli (1925),
dalam suatu sistem, baik atom maupun molekul, tidak terdapat elektron yang mempunyai
keempat bilangan kuantum yang sama. Hal ini berarti bahwa tiap orbital hanya dapat
ditempati oleh maksimal dua elektron.

1.2.3. Aturan Hund


Aturan ini disusun berdasarkan data spektroskopi.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan adalah :
(i) pada pengisian elektron ke dalam orbital-orbital yang tingkat energinya sama,
(misalnya ketiga orbital-p atau kelima orbital d) sebanyak mungkin elektron berada
dalam keadaan tidak berpasangan
(ii) jika dua elektron terdapat dalam dua orbital yang berbeda maka energi terendah
dicapai jika spinnya sejajar
Konfigurasi tingkat dasar dari karbon ke flour yaitu :
Z Unsur Konfigurasi elektron
6 C 1s2 2s2 2px1 2py1
7 N 1s2 2s2 2px1 2py1 2pz1
8 O 1s2 2s2 2px2 2py1 2pz1
9 F 1s2 2s2 2px2 2py2 2pz1

Penerapan kedua aturan di atas dapat ditunjukkan sebagai berikut:

N 1s2 2s2 2p3

O 1s2 2s2 2p4

1.2.4. Orbital Penuh dan Setengah Penuh


Konfigurasi elektron suatu unsur harus menggambarkan sifat unsur tersebut. Hasil
eksperimen menunjukkan bahwa orbital yang terisi penuh dan orbital terisi setengah
merupakan struktur yang relatif lebih stabil.

24Cr : [Ar] 3d5 4s1 dan bukan : [Ar] 3d4 4s2


29Cu : [Ar] 3d10 4s1 dan bukan : [Ar] 3d9 4s2

15
LATIHAN SOAL
BAB I . STRUKTUR ATOM DAN KONFIGURASI ELEKTRON
1. Tuliskan nama, simbol, siapa yang menemukan, menggunakan alat apa, dan jelaskan
sifat-sifat partikel yang teramati dikutub anoda (positif) dan katoda (negatif) ?.
2. Hitunglah panjang gelombang elektron, energi pada kulit pertama dan ke empat, dan
energi yang dihasilkan jika elektron tersebut teremisi mengikuti deret Balmer ?.
3. Apakah yang dimaksud dengan orbital, tuliskan semua orbital (s, p dan d), gambarkan
orbital s, py, dxy, dxz, dan dx2- y2 .
4. Tuliskan Konfigurasi lektron atom yang memiliki jumlah elektron 13, 17, 26 dan 29,
tentukan periode, golongan dan variasi bilangan kuantumnya ?.
5. Karakteristik sinar katoda yang tidak benar adalah:
a. tidak tergantung dari bahannya
b. bergerak menurut garis lurus
c. disebut elektron
d. bermuatan negatif
e. tidak mempunyai massa
6. Jika lampu kalsium memancarkan radiasi dengan λ = 422 nm, maka:
a. frekuensinya = 7,1x10-14 Hz dan energinya = 4,7x10-19 J
b. frekuensinya = 7,1x1014 Hz dan energinya = 4,7x10-19 J
c. frekuensinya = 7,1x1016 Hz dan energinya = 4,7x10-17 J
d. frekuensinya = 7,1x10-16 Hz dan energinya = 4,7x1017 J
e. frekuensinya = 7,1x1016 Hz dan energinya = 4,7x10-12 J
7. Lampu mercuri memancarkan cahaya dengan panjang gelombang 4,6 x 10-7 m., jika
kecepatan cahaya 3 x 108 m./det., tetapan Planck 6,62 x 10-27 erg.det. maka energi
dari satu foton adalah :
a. 1,52 x 10-27 J.det./m. b. 8,65 x 10-34 J. c. 4,32 x 10-19 J.
-7 -34
d. 2,11 x 10 J. e. 5,06 x 10 J.det./m.
8. Unsur X mempunyai data variasi bilangan kuantum n = 3 , l = 2, m = +2 dan s = -1/2,
maka nomor atom X :
a. 32 b. 31 c. 30 d. 29 e. 28
9. Teori atom Rutherford menunjukkan suatu konsep yang menjelaskan bahwa elektron
yang beredar mengelilingi inti atom suatu saat akan energinya habis dan akan jatuh
atau bergabung dengan inti (atom tidak stabil) .
SEBAB
Teori atom Rutheford sesuai dengan hukum mekanika kuantum namun tidak sesuai
dengan hukum elektrodinamika klasik .
10. Pengisian elektron dalam orbital, mulai dari orbital yang energinya terendah
mengikuti prinsip :
1. Aturan Hund
2. Azas larangan Pauli
3. Aturan (n + l)
4. Orbital penuh dan orbital setengah penuh serta orbital bonding.

16
BAB II
SISTEM PRIODIK UNSUR

Skema klasifikasi unsur dalam tabel berkala yang kita kenal sekarang ini
ditemukan secara simultan dan bertahap oleh beberapa ahli yang hasil penemuannya
saling berkaitan satu sama lain dan saling mendukung dalam terciptanya sistim periodik
unsur-unsur yang tersususn dalam suatu tabel berkala. Pandangan beberapa ahli diuraikan
secara berurut sampai terbentuknya sistim tabel periodik modern sekarang ini yaitu
adalah sebagai berikut :

2.1 Triade Dobereiner


Pada permulaan abad ke-19 setelah teori atom Dalton disebarluaskan, massa atom
relatif merupakan sifat yang digunakan untuk membedakan suatu unsur dari unsur yang
lain. Johann W. Dobereiner adalah orang pertama yang menemukan adanya hubungan
antara sifat unsur dan massa atom relatif. Pada tahun 1817, ia menemukan beberapa
kelompok tiga unsur yang mempunyai kemiripan sifat yang ada hubungannya dengan
massa atom relatif, seperti :
Litium Kalsium Klor
Natrium Stronsium Brom
Kalium Barium Iod
Kelompok tiga unsur ini disebut triade. Dobereiner mengamati bahwa, massa
atom relatif (Ar) brom adalah 80 yang kira-kira sama dengan setengah dari jumlah massa
atom relatif klor (35) dan Iod (127). Massa atom relatif Br = ½ (35 + 127) = 81.
Meskipun triade ini masih jauh dari sempurna namun penemuannya ini mendorong orang
untuk menyusun daftar unsur-unsur yang sesuai dengan sifatnya.

2.2 Hukum Oktaf NewLands


Pada tahun 1865, John Newlands menemukan hubungan lain antara sifat unsur
dan massa atom relatif, sesuai dengan hukum yang disebutnya Hukum Oktaf. Ia
menyusun unsur dalam kelompok tujuh unsur, dan setiap unsur kedelapan mempunyai
sifat mirip dengan unsur pertama dari kelompok sebelumnya (sama halnya dengan Oktaf
dalam nada musik).
Li Be B C N O F
Na Mg Al Si P S Cl
K Ca Cr Ti Mn Fe
Meskipun ada hal yang tidak dapat diterima, misalnya Cr tidak mirip dengan Al, Mn
tidak mirip dengan P, Fe tidak mirip dengan S, tetapi usahanya telah menuju ke usaha
yang tepat untuk menyusun suatu daftar unsur.

17
2.3 Daftar Mendeleev
Dalam waktu tiga tahun setelah Newlands mengumumkan ”Hukum Oktaf”,
Lothar Meyer dan Dimitri Ivanovich Mendeleev yang bekerja di tempat terpisah
menemukan hubungan yang lebih terperinci antara massa atom relatif dengan sifat unsur.
Kedua sarjana ini menemukan keperiodikan unsur-unsur jika unsur-unsur tersebut diatur
menurut kenaikan massa atom relatif. Dalam mempelajari kepriodikan unsur-unsur,
Meyer lebih menekankan perhatiannya pada sifat-sifat fisika. Ia membuat grafik dengan
mengalurkan volume atom unsur terhadap massa atom relatif. Volume atom unsur
diperoleh dengan cara membagi massa atom relatif terhadap kerapatan unsur. Grafik
menunjukkan unsur-unsur yang sifatnya mirip, terletak di titik-titik atau di tempat
tertentu dalam setiap bagian grafik yang mirip bentuknya. Misalnya unsur-unsur alkali
(Na, K, Rb) terdapat di puncak grafik; ini menunjukkan bahwa ada hubungan antara sifat
unsur dengan massa atom relatif.
Pada tahun 1869, Mendeleev berhasil menyusun suatu daftar terdiri atas 65 unsur
yang telah dikenal pada waktu itu. Selain dari sifat fisika, ia menggunakan sifat-sifat
kimia untuk menyusun daftar unsur-unsur berdasarkan kenaikan massa atom relatif.
Mendeleev mengungkapkan suatu hukum yang dikenal sebagai hukum periodik yang
berbunyi : sifat unsur-unsur merupakan fungsi berkala massa atom relatif.
Beberapa pendapat dikemukakan sebagai perbaikan dalam penyususnan tabel
periodik yang dilakukan Mendeleev adalah sebagai berikut:
1. Jalur khusus disediakan untuk unsur-unsur yang dikenal sebagai unsur transisi.
2. Beberapa tempat dikosongkan untuk unsur-unsur yang belum ditemukan pada waktu
itu yang mempunyai massa atom 44, 68, 72 dan 100.
3. Harga massa atom relatif yang dianggap tidak tepat dikoreksi, misalnya massa atom
relatif Cr bukan 43,3 tetapi 52,0.
4. Sifat unsur-unsur yang belum dikenal, misalnya sifat-sifat ekasilikon (Ge) diramalkan.
Keuntungan dari daftar berkala Mendeleev dalam memahami sifat-sifat unsur
adalah sebagai berikut:
1. Sifat fisika dan kimia unsur berubah secara teratur dalam satu golongan.
2. Valensi tertinggi yang dapat dicapai oleh unsur-unsur dalam golongan sama dengan
nomor golongan unsur.
3. Perubahan sifat yang mendadak dari unsur halogen yang sangat elektronegatif ke
unsur alkali yang sangat elektropositif menunjukkan adanya sekelompok unsur yang
tidak bersifat elektronegatif maupun elektropositif.
4. Mendeleev meramalkan sifat unsur yang belum ditemukan, yang akan mengisi tempat
yang kosong dalam daftar.

2.4 Sistem Periodik Modern


Daftar unsur disusun berdasarkan konfigurasi elektron dari atom unsur-unsur.
Unsur-unsur dengan konfigurasi elektron yang mirip mempunyai sifat-sifat kimia yang

18
mirip. Jadi sifat unsur ada hubungannya dengan konfigurasi elektron. Hubungan ini dapat
disimpulkan sebagai berikut :
a. Elektron-elektron tersusun dalam orbital.
b. Hanya dua elektron saja yang dapat mengisi setiap orbital.
c. Orbital-orbital dikelompokkan dalam kulit.
d. Hanya n2 orbital yang dapat mengisi kulit ke-n.
e. Elektron bagian terluar dari atom yang paling menentukan sifat kimia. Elektron ini
yang disebut elektron valensi. Reaksi kimia menyangkut elektron terluar.
f. Unsur dalam suatu jalur vertikal mempunyai struktur elektron terluar yang sama, oleh
karena ini mempunyai sifat kimia yang mirip. Jalur ini disebut golongan.
g. Pada umumnya dalam satu golongan sifat unsur berubah secara teratur.
h. Perubahan teratur sifat kimia dalam satu jalur horisontal dalam sistem periodik
disebut periode.
Berdasarkan sistim periodik modern, ada berbagai macam orbital yang dikenal
dengan bentuk yang berbeda yaitu :
i. Orbital s : satu orbital setiap kulit
ii. Orbital p : tiga orbital setiap kulit
iii. Orbital d : lima orbital setiap kulit
iv. Orbital f : tujuh orbital setiap kulit.
Istilah orbital inilah yang dikenal juga dengan sub kulit, yang biasa dipakai dalam
pengelompokan unsur menjadi empat blok berdasarkan struktur elektron atau konfigurasi
elektron terutama elektron terluar, yaitu :
Unsur-unsur blok s n s1,2
Unsur-unsur blok p ns2 np1……6
Unsur-unsur blok d (n-1)d1……10 ns2
Unsur-unsur blok f (n-2)f1……14 (n-1)d1 ns2
Secara umum dapat diperlihatkan pembagian empat blok tersebut dalam tabel berkala
atau sistim periodik unsur-unsur seperti pada Gambar 1.

Gambar 1. Bagan sistem periodik panjang

19
Unsur-unsur blok s dan p biasanya disebut unsur-unsur golongan utama. Unsur-unsur
transisi dalam yang menyangkut 4f disebut lantanida dan yang menyangkut 5f disebut
aktinida. Tabel Periodik Panjang secara utuh dapat dilihat pada Gambar 2.

2.5 Beberapa Sifat Fisika dan Kimia Unsur


Karakter konfigurasi elektron suatu unsur dalam tabel berkala menunjukkan
perubahan secara periodik berdasarkan peningkatan nomor atom, akibatnya unsur-unsur
juga akan memperlihatkan perubahan karakter sifat secara fisika dan kimiawi. Untuk
menambah wawasan dalam memahami keterkaitan antara beberapa sifat fisika unsur,
maka terlebih dahulu akan kita bahas konsep mengenai muatan inti efektif.

2.5.1 Muatan Inti Efektif


Konsep muatan inti efektif membuat kita dapat memperhitungkan efek lindungan
atas sifat-sifat periodik unsur. Elektron-elektron yang menyelimuti inti suatu atom akan
memberikan efek lindungan kepada inti tersebut terhadap pengaruh elektron terluar.
Adanya perlindungan elektron akan mengurang gaya tarik elektrostatik antara muatan
positif proton dalam inti dengan muatan negatif elektron terluarnya.Selanjutnya gaya
tolak-menolak antara elektron-elektron dalam atom berelketron banyak juga
mengimbangi gaya tarik yang dipergunakan oleh inti.
Muatan inti efektif (Z eff) dinyatakan sebagai selisih antara muatan inti (Z) dengan
konstanta perlindungan atau shielding constant atau screening constant (σ) yang nilainya
bergantung pada elektron pada kulit dalam dan elektron pada kulit yang sama. Secara
sederhana dirumuskan sebagai berikut : Z eff = Z – σ
Sebagai contoh Natrium dan Magnesium dengan konfigurasi masing-masing adalah :
2 2 6 1
11 Na = 1s 2s 2p 2s
2 2 6 2
12 Mg = 1s 2s 2p 2s
Untuk atom Na : Terdapat 8 (delapan) elektron yang merupakan elektron pada kulit
dalam yaitu pada orbital 2s2 dan 2p6 ( 2 + 6 = 8 ) dan tidak terdapat elektron pada kulit
yang sama sehingga nilai tetapan perlindungan (σ) = 8 . Elektron terluar pada Na ada satu
sehingga dapat berbentuk Na+ artinya 1 elektron terluar tersebut terlindungi dari tarikan
inti oleh elektron pada kulit dalam saja sehingga membutuhkan energi ionisasi yang lebih
besar jika dibandingkan dengan pelepasan satu elektron pada Mg menjadi Mg+. Untuk
atom Mg : Terdapat 8 (delapan) elektron yang merupakan elektron pada kulit dalam yaitu
pada orbital 2s2 dan 2p6 ( 2 + 6 = 8 ) dan terdapat satu elektron pada kulit luar yang sama
yaitu pada orbital 2s2, jadi 1 elektron pada kulit luar yang sama + 8 elektron pada kulit
dalam = 9 elektron, sehingga nilai tetapan perlindungan (σ) = 9. Artinya tetapan
perlindungan (σ) elektron terluar terhadap tarikan inti Mg > Na, sehingga energi ionisasi
pertama Mg menjadi Mg+ < energi ionisasi Na menjadi Na+.
Cara lain untuk menggambarkan efek perlindungan elektron terluar terhadap
tarikan inti adalah dengan melihat energi yang diperlukan untuk melepaskan satu elektron

20
terluar dari atom yang bersangkutan. Contohnya adalah untuk melepaskan elektron
pertama dari atom helium diperlukan energi sebesar 2373 kj dan untuk pelepasan elektron
kedua diperlukan energi sebesar 5252 kj, alasan utama besarnya energi ionisasi kedua
adalah tidak adanya elektron yang memberikan kontribusi terhadap tetapan perlindungan
sehingga elektron merasakan tarikan penuh oleh inti. Jika atom berelektron banyak, maka
efek konstanta perlindungan (σ) yang diakibatkan karena pengaruh elektron pada kulit
sebelah dalam lebih besar jika dibandingkan dengan elektron pada kulit yang sama.

2.5.2 Energi Ionisasi


Pemahaman tentang kepriodikan unsur-unsur dapat diperoleh dengan mempelajari
energi ionisasinya. Secara kontekstual energi ionisasi merupakan energi yang dibutuhkan
oleh suatu atom untuk melepaskan elektron terluar dalam keadaan berbentuk gas.
Kemampuan pembentukan ikatan kimia yang menentukan juga sifat kimia unsur erat
kaitannya dengan mudah atau tidaknya atom melepaskan elektron. Ada 3 faktor yang
menentukan besarnya harga ionisasi:
1. Muatan inti yang efektif
2. Jarak antara elektron dan inti
3. Sekatan yang diberikan orbital berenergi rendah
Pengaruh sekatan ini timbul karena tolak menolak antara elektron dalam orbital
terisi penuh (atau setengah) dan elektron yang harus dilepaskan dari orbital terluar. Pola
yang muncul jika energi ionisasi dialurkan terhadap nomor atom:
1. unsur-unsur gas mulia He, Ne, Ar, Kr berada di puncak
2. unsur-unsur alkali Li, Na, K, Rb berada dilembah
3. terdapat puncak kecil dan lembah kecil di lereng
Sepanjang periode, energi ionisasi bertambah. Dibandingkan dengan Li, Be
mempunyai tambahan satu elektron dan satu proton. Kenaikan energi ionisasi di sini
disebabkan oleh muatan yang bertambah. Pada periode kedua terdapat dua patahan dalam
grafik (Be  B dan N  O). Hal ini dapat dijelaskan dengan efek sekatan. Energi
ionisasi Boron lebih kecil dari energi ionisasi berilium. Pada boron, orbital 2s terisi penuh
(2s2) dan sekatan orbital 2s menjadi kuat sehingga memperkecil energi ionisasi. Jadi
energi ionisasi (EI) selalu meningkat sesuai urutan sebagai berikut : EI1 <EI2 <EI3 <…..
Energi ionisasi pertama untuk kebanyakan unsur dalam tabel periodik telah
ditentukan secara eksperimen, yang dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Energi ionisasi unsur-unsur golongan A menurun dari atas kebawah dalam satu
golongan. Sebagai contoh energi ionisasi unsur golongan IA yaitu Li adalah 520
kj/mol dan K adalah 419 kj/mol.
2. Dari kiri ke kanan dalam satu periode, energi ionisasi meningkat secara bertahap. Gas-
gas mulia mempunyai niali energi ioniasi yang relatif lebih tinggi sesuai denga sifat
non reaktif dan kestabilan struktur delapan elektron pada kulit terluarnya, jika
dibandingkan dengan unsur yang lain.

21
2.5.3 Afinitas Elektron
Afinitas elektron suatu unsur didefinisikan sebagai besarnya energi yang
dilepaskan atau dibutuhkan apabila suatu atom netral dalam keadaan gas menerima
sebuah elektron dari luar.
Contoh :
Cl (g) + e  Cl (g) E = - 3,615 ev

Semakin besar afinitas elektron suatu unsur maka energi yang dilepaskan semakin besar
(nilai negatif E bertambah) khususnya unsur yang berbentuk padat dan cair, sedangkan
unsur-unsur yang berbentuk gas yang memiliki E positif berarti bahwa unsur-unsur
tersebut membutuhkan energi untuk membentuk atom tersebut menjadi ion negatif.
Afinitas elektron suatu unsur ditentukan oleh tiga faktor yaitu muatan inti, jari-jari atom
dan konfigurasi elektron. Bila muatan inti atom makin besar maka afinitas elektron makin
besar sedangkan semakin besar jari-jari atom atau semakin besar ukuran atom, semakin
kecil afinitas elektron.

2.5.4 Jari-Jari Atom


Jari-jari unsur-unsur logam didefinisikan sebagai setengah jarak terpendek antara
dua inti dalam padatan. Untuk non-logam jari-jari kovalen didefiniskan sebagai panjang
ikatan kovalen tunggal antara dua inti atom yang identik. Dalam suatu periode, jari-jari
atom dari kiri ke kanan semakin kecil. Hal ini sesuai dengan bertambahnya muatan inti
sehingga tarikan terhadap elektron makin kuat. Dalam satu golongan, jari-jari dari atas ke
bawah makin bertambah besar oleh karena ukuran orbital meningkat dengan
meningkatnya bilangan kuantum. Meskipun muatan inti bertambah namun muatan inti
efektif oleh pengaruh elektron hampir tidak berubah karena sekatan kulit terdalam yang
terisi penuh. Jika pengisian kulit dilanjutkan, maka elektron terluar makin jauh dari inti.

2.5.5 Keelektronegatifan dan Kepolaran


Keelektronegatifan dipandang sebagai kemampuan relatif suatu atom menarik
pasangan electron ikatannya. Dalam satu periode, harga keelektronegatifan dari kiri ke
kanan makin besar. Dalam satu golongan, harga keelektronegatifan dari atas ke bawah
makin kecil. Skala nilai elektronegatifitas yang digunakan secara luas didasarkan pada
penilaian energi ikatan yang dikemukakan oleh Linus Pauling.
Nilai elektronegatifitas skala Linus Pauling diperoleh melalui suatu korelasi
ekstensif dari energi ikat dalam bentuk energi resonansi ionik (Ionic Resonance Energy =
IRE). Nilai IRE diperoleh dari hasil penjumlahan energi ikat teoritis rata-rata yang
terhitung dengan energi ikat sesuai percobaan atau yang terukur. Secara sederhana
persamaan Linus Pauling dirumuskan sebagai berikut :

(∆EN)2 x 96 = IRE

22
Dimana (∆EN) adalah selisih elektronegatifitas unsur, IRE = Energi resonansi ionik atau
selesih energi ikat terhitung rata-rata dengan energi ikat terukur dan 96 = konstanta Linus
Pauling.

Contoh Soal :
Jika energi ikat H-H adalah 435 kj/mol, Cl-Cl adalah 243 kj/mol, dari hasil percobaan
diperoleh energi ikat total adalah 431 kj/mol, tentukanlah keelektronegatifan Cl apabila
elektronegatifitas H = 2,20.
Pembahasan :
(∆EN)2 x 96 = IRE
dimana IRE = { ½ (435 + 243) }- 431 = 92
jadi (∆EN)2 x 96 = 92 → ∆EN = (0,96)1/2 = 0,98
Karena EN(H) = 2,20 , maka EN(Cl) = 2,20 + 0,98 = 3,18
Berdasarkan Tabel Periodik EN(Cl) = 3,19

Kepolaran suatu ikatan kimia dapat ditunjukkan oleh perbedaan


keelektronegatifan dari dua atom. Misalnya dapat diramalkan bahwa ikatan F-Cl, lebih
polar dari ikatan Cl-Br, perbedaan keelektronegatifan antara dua atom dalam senyawa F-
Cl dan Cl-Br berturut-turut adalah 4,0 – 3,0 = 1,0 dan 3,0 – 2,8 = 0,2. Hasil eksperimen
menunjukkan bahwa ramalan ini benar sebab perbedaan keelektronegatifan F-Cl lebih
besar dari Cl-Br sehingga betul bahwa F-Cl lebih polar jika dibandingkan dengan Cl-Br.
Perbedaan keelektronegatifan juga ada hubungannya dengan kekuatan ikatan. Kekuatan
ikatan bertambah jika perbedaan keelektronegatifan kedua atom bertambah.

2.5.6 Logam dan Non Logam


Unsur-unsur dapat dibagi tiga, yakni : logam, metaloida dan non-logam. Logam
adalah suatu zat yang dapat menghantarkan listrik dan panas, mempunyai sifat kilap dan
sifat mekanik tertentu seperti kekuatan regang, mudah ditempa dan liat. Unsur logam
terdapat di sebelah kiri sistem periodik dan semua unsur transisi adalah pada umumnya
adalah logam kecuali yang bersifat radioaktif. Ciri utama dari logam aktif golongan IA
dan IIA adalah kecenderungannya melepaskan elektron kulit terluarnya sehingga
menghasilkan ion positif, untuk mencapai konfigurasi elektron yang menyerupai
konfigurasi elektron gas mulia.
Unsur non-logam terletak di sebelah kanan sistem periodik. Unsur ini tidak
bersifat logam dan umumnya berbentuk serbuk atau gas pada keadaan normal. Unsur-
unsur non-logam adalah atom-atom yang dapat mencapai konfigurasi elektron gas mulia
dengan cara menerima elektron. Unsur metaloida memiliki sifat di antara sifat logam dan
sifat non-logam. Batas antara logam dan non-logam tidak tajam; pada batas ini terletak
metaloida. Masih belum ada kesepakatan tentang unsur-unsur metaloida. Pada umumnya
B, Si, Ge, As, Sb dan Te adalah unsur metaloida. Umumnya kelompok unsur metaloida

23
dapat digunakan sebagai acuan pengelompokan unsur logam dan non-logam. Unsur
logam berada disebelak kiri kelompok unsur metaloida dan unsur-unsur non-logam
terletak disebelah kanan kelompok unsur metaloida dalam tabel periodik.

2.6 Kecenderungan Umum Sifat Kimia Unsur


Umumnya telah diketahui bahwa unsur-unsur dalam golongan yang sama
mempunyai kelakuan kimia yang sama atau mirip satu sama lain oleh karena memiliki
konfigurasi elektron terluar yang sama. Meskipun demikian penerapan konsep tersebut
harus secara hati-hati tidak serta merta dapat digeneralisasi pada semua unsur oleh karena
ada beberapa yang bersifat berbeda diantaranya adanya hubungan kemiripan sifat secara
diagonal.
Kemiripan unsur secara diagonal adalah kemiripan kelakuan kimia antara
sepasang unsur dalam golongan dan perioda berbeda dalam tabel periodik. Khususnya
tiga anggota pertama perioda kedua yaitu : Li, Be dan B, memperlihatkan kemiripan sifat
kimia dengan unsur yang letaknya secara diagonal dengannya pada perioda ketiga yaitu :
Mg, Al dan Si, dimana Li memiliki kemiripan sifat dengan Mg, Be dengan Al dan B
dengan Si.
Li Be B C

Na Mg Al Si

Dalam membandingkan unsur-unsur dalam golongan yang sama kita harus


melakukan perbandingan yang benar misalnya unsur-unsur logam golongan IA dengan
golongan IIA dan unsur golongan non-logam misalnya pada golongan VIIA dan VIA.
Khusus untuk golongan IIIA sampai VIA, dimana ternyata terjadi perubahan karakter
unsur dari logam ke metaloida lalu ke sifat non-logam walaupun terdapat kemiripan
konfigurasi elektron terluar.

2.7 Sifat Kimia Unsur dalam Golongan


2.7.1 Unsur Hidrogen
Posisi yang tepat untuk unsur hidrogen sulit ditentukan letaknya dimana dalam
tabel periodik oleh karena sifat fisika dan kimianya yang sangat beragam, namun karena
unsur dalam tabel periodik disepakati disusun secara berkala berdasarkan kenaikan
nomor atom, maka unsur hidrogen diletakkan dalam golongan IA. Hidrogen mirip
dengan logam alkali karena memiliki satu elektron terluar pada kulit s, dengan
konfigurasi 1s1 (hidrogen nomor atom = 1). Dapat membentuk ion H+ yang terhidrat
dalam larutan berair berbentuk ikatan kovalen, dapat pula membentuk ion H- (ion
hidrida) yang cukup reaktif jika berada dalam air sehingga cenderung berbentuk ionik.
Bentuk hidrida tersebut menyerupai golongan anion halida yaitu : F- ,Cl- ,Br- dan I- .
Wujudnya merupakan gas yang tidak berwarna dan umumnya dialam berbentuk

24
molekular. Salah satu keistimewaan sifat unsur hidrogen adalah jika terbakar diudara
akan membentuk air.
2H2(g) + O2(g) → 2H2O(g) → 2H2O(c)

2.7.2 Unsur-Unsur Golongan IA


Pada bagian ini dikhususkan pada logam alkali (Li, Na, K, Rb dan Cs) dengan
konfigurasi elektron terluar (ns1, n ≥ 2). Logam alkali mempunyai energi resonansi
rendah dan kecenderungannya kuat melepaskan elektron valensi tunggalnya, cukup
reaktif sehingga jarang ditemukan secara bebar dialam. Logam alkali dapat bereaksi
dengan air membentuk hidroksida logam alkali dengan melepaskan gas hidrogen, dapat
membentuk oksida, peroksida bahkan superoksida yang ketiganya menghilangkan bentuk
kilapan logamnya. Selain Litium yang hanya dapat membentuk oksida, maka logam
alkali yang lain dapat membentuk peroksida dan untuk K, Rb dan Cs dapat pula
membentuk superoksida logam alkali artinya reaktifitas logam alkali dengan oksigen
meningkat dari atas kebawah dalam golongannya.
Perbedaan karakter oksida logam alkali salah satunya disebabkan oleh kekuatan
ikatan antara kation dan anion pembentuknya. Hal ini disebabkan semua oksida,
peroksida dan superoksida adalah ikatan ionik. Misalnya Litium kestabilan oksidanya
lebih besar dan bentuk superoksidanya yang sangat tidak stabil sehingga bentuk
peroksida Litium sulit sekali ditemukan stabil dan eksis dialam. Demikian pula logam
alkali yang lain yakni Natrium dapat membentuk oksida dan peroksida, bahkan K, Rb
dan Cs selain dapat membentuk oksida dan peroksida juga superoksida karena
kestabilannya. Peroksida logam alkali juga dapat bereaksi dengan gas CO 2 membentuk
garam karbonat dan melepaskan gas oksigen. Logam alkali juga dapat bereaksi dengan
asam membentuk garam dan gas hidrogen. Beberapa reaksi yang berkaitan dengan
pernyataan tersebut adalah sebagai berikut :
1. Reaksi hidroksida logam alkali : 2M(p) + 2H2O(c) → 2MOH(aq) + H2(g) , (M=Logam).

2. Reaksi pembentukan Litium Oksida : 4Li(g) + O2(g) → 2Li2O(p)

3. Reaksi pembentukan Natrium Peroksida : 2Na(p) + O2(g) → 2Na2O2(g)

4. Reaksi pembentukan Kalium Superoksida : K(p) + O2(g) → KO2(p)

5. Reaksi logam alkali dengan asam : 2M(p) + 2HX (aq) → 2MX(aq) + H2(g)

6. Reaksi peroksida logam alkali dengan gas CO2 dan melepaskan gas oksigen :
2M2O2(p) + 2CO2 (g) → 2M2CO3 (p) + O2(g)

25
2.7.3 Unsur-Unsur Golongan IIA
Logam-logam alkali tanah adalah : Be, Mg, Ca, Sr dan Ba , logam ini juga cukup
reaktif namun tidak sereaktif jika dibandingkan dengan logam alkali. Konfigurasi
elektron terluarnya adalah (ns2 , n ≥ 2), memiliki kecenderungan melepaskan kedua
elektron terluarnya membentuk ion M2+ dengan bentuk konfigurasinya menyerupai
konfigurasi gas mulia yang stabil dan karakter ini meningkat dari Berilium ke Barium.
Energi ionisasi pertama dan kedua dari logam ini menurun dari Berilium sampai ke
Barium dan khusus untuk Berilium dialam lebih cenderung berbentuk molekular
dibanding berbentuk ionik terutama oksidanya berbentuk oksida amfoter bukan oksida
logam yang bersifat basa.
Reaktifitas logam alkali tanah dengan air sangat berbeda-beda yaitu, Berilium
tidak bereaksi dengan air, Magnesium bereaksi lambat dengan air mendidih dan Kalsium,
Stronsium serta Barium cukup reaktif dengan air dingin. Dengan oksigen juga bervariasi
dan meningkat dari atas kebawah dalam golongannya, Berilium dan Magnesium dapat
membentuk oksida diatas suhu kamar dan Kalsium, Stronsium serta Barium dapat
membentuk oksida pada suhu kamar. Bahkan unsur Kalsium, Stronsium dan Barium
dapat membentuk peroksida ionik. Logam alkali tanah juga dapat bereaksi dengan asam
membentuk garam dan gas hidrogen. Beberapa contoh reaksi yang berhubungan dengan
logam alkali tanah adalah sebagai berikut :
1. Reaksi hidroksida logam alkali tanah : M(p) + 2H2O(c) → M(OH)2(aq) + H2(g)

2. Reaksi pembentukan Oksida yang bersifat amfoter : 2Be(g) + O2(g) → 2BeO(p)

3. Reaksi peroksida logam alkali tanah dengan gas CO2 dan melepaskan gas oksigen :

2MO2(p) + 2CO2 (g) → 2MCO3 (p) + O2(g)

4. Reaksi logam alkali tanah dengan asam : M(p) + 2HX (aq) → MX2(aq) + H2(g)

2.7.4 Unsur-Unsur Golongan IIIA


Kelompok unsur golongan ini adalah : B, Al, Ga, In dan Tl dengan konfigurasi
elektron terluar adalah ( ns2 np1 , n ≥ 2). Boron sebagai unsur pertama bersifat metaloid
dan unsur lainnya adala logam, Boron juga tidak membentuk senyawa ionik biner dan
juga tidak reaktif dengan gas oksigen serta dengan air namun cenderung berbentuk
molekular. Unsur berikutnya adalah Aluminium dapat dengan mudah membentuk oksida
aluminium dengan udara.
Kelompok unsur golongan IIIA memiliki kecenderungan melepaskan elektron
terluarnya membentuk struktur M3+ suatu ion tripositif, namun kecenderungan ini
menurun dari atas kebawah dalam golongannya. Boron dan Aluminium hanya berbentuk
ion tripositif M3+, namun unsur lain yakni Galium, Indium dan Talium dapat berbentuk

26
ion unipositif M+ dan tripositif M3+ . Talium lebih stabil berbentuk Tl+ dari pada Tl3+ hal
ini karena adanya efek pasangan stabil oleh karena semakin bertambahnya kulit dan
orbital sebagai konsekwensi bertambahnya nomor atom unsur, sehingga hanya satu
elektron yang mungkin untuk dilepaskan membentuk Tl +. Contoh reaksi yang berkaitan
dengan unsur golongan IIIA adalah sebagai berikut :
1. Reaksi hidroksida logam golongan IIIA : 2M(p) + 6H2O(c) → 2M(OH)3(p) + 3H2(g)

2. Reaksi pembentukan Oksida yang bersifat amfoter : 4Al(p) + 3O2(g) → 2Al2O3 (p)

3. Reaksi logam golongan IIIA dengan asam : 2Al(p) + 6HX (aq) → 2AlX3(aq) + 3H2(g)

: 2Tl(p) + 2HX (aq) → 2TlX(aq) + H2(g)

2.7.5 Unsur-Unsur Golongan IVA


Anggota unsur golongan IVA adalah : C, Si, Ge, Sn dan Pb, memiliki konfigurasi
elektron terluar yaitu ns2 np2 , n ≥ 2 . Karbon merupakan unsur non-logam, Silikon dan
Germanium adalah unsur metaloid serta Stannum dan Plumbum (Timah dan Timbal)
adalah unsur logam, dimana Sn dan Pb ini tidak bereaksi dengan air akan tetapi bereaksi
dengan asam membentuk garam dan melepaskan gas hidrogen. Diantara beberapa jenis
asam adalah HCl, HBr, HNO3, H2SO4 dan sebagainya.
Unsur-unsur golongan IVA ini jika membentuk senyawa dapat menggunakan
bilangan oksidasi +2 atau +4 tergantung kestabilan bilangan oksidasinya. Unsur Karbon
dan Silikon lebih stabil dengan menggunakan bilangan oksidasi +4, contohnya CO2
(bilangan oksidasi C = +4) lebih stabil dari pada CO (bilangan oksidasi C = +2) dan SiO2
(bilangan oksidasi Si = +4) lebih stabil dari SiO (bilangan oksidasi Si = +2) pada suhu
kamar. Kestabilan bilangan oksidasi +4 dari atas kebawah semakin kecil sebaliknya
kestabilan bilangan oksidasi +2 dari atas kebawah semakin besar, sehingga Pb (Timbal)
lebih stabil berbentuk Pb2+ (contoh senyawa PbO) dari pada Pb4+ (Contoh senyawa
Timbal yang kurang stabil pada suhu kamar adalah PbO 2). Alasan utama kondisi tersebut
adalah keterlibatan orbital bagian dalam dari orbital terluar seiring bertambahnya nomor
atom. Beberapa contoh reaksi yang berkaitan dengan unsur golongan IVA adalah sebagai
berikut :
1. Reaksi pembentukan Oksida non-logam : C(p) + O2(g) → CO2(g)

2. Reaksi pembentukan Oksida Metaloid : Si(p) + O2(g) → SiO2(p)

3. Reaksi pembentukan Oksida logam : 2Pb(p) + O2(g) → 2PbO(g)

4. Reaksi logam golongan IVA dengan asam : M (p) + 2HX (aq) → MX2(aq) + H2(g)

27
2.7.6 Unsur-Unsur Golongan VA
Golongan VA memiliki kelompok unsur yaitu : N, P, As, Sb dan Bi dengan
konfigurasi elektron terluar adalah (ns2 np3 , n ≥ 2). Dua unsur pertama yakni Nitrogen
dan Posfor adalah non-logam, Arsen dan antimon adalah metaloid serta Bismut adalah
logam yang kurang reaktif jika dibandingkan dengan logam-logam golongan IA sampai
golongan IVA. Unsur golongan VA memiliki kecenderungan menerima tiga elektron
untuk mencapai konfigurasi gas mulia yang stabil.
Nitrogen dapat bereaksi dengan oksigen membentuk banyak jenis oksida yaitu
NO, NO2, N2O, N2O4 dan N2O5 , dimana semua jenis oksida tersebut berbentuk gas
kecuali N2O5 yang berbentuk padat. Nitrogen juga dapat bereaksi dengan logam
membentuk senyawa nitrida (N3-) yang isoelektronik dengan gas mulia Neon, diantara
senyawa nitrida yang dikenal adalah : Li 3N, Na3N, Mg3N2, dan lain-lain. Nitrogen dan
Posfor dapat berbentuk molekular karena unsur tersebut adalah non-logam yaitu N2 dan
P4. Posfor dapat membentuk dua macam oksida yang berbentuk padat yaitu : P 4O6 dan
P4O10.

2.7.7 Unsur-Unsur Golongan VIA


Kelompok unsur golongan VIA adalah : O, S, Se, Te dan Po, yang memiliki
konfigurasi elektron terluar adalah (ns2 np4 , n ≥ 2). Oksigen, Sulfur dan Selenium adalah
unsur-unsur non-logam yang berbentuk molekular seperti O2, O3, S8 dan Se8, Telurium da
Polonium adalah metaloid namun polonium bersifat radioaktif.
Dalam mencapai struktur yang stabil unsur-unsur golongan VIA cenderung
menerima dua elektron. Oksigen dapat dengan mudah menerima dua elektron
membentuk O2- namun oksigen dapat juga bereaksi dengan unsur lain dalam bentuk
peroksida (O-) dan juga dalam bentuk superoksida (O2-) dan semua senyawa oksida,
peroksida dan superoksida yang dihasilkan berbentuk ionik.

2.7.8 Unsur-Unsur Golongan VIIA


Semua unsur golongan halogen yaitu : F, Cl, Br, I dan At adalah non-logam dan
dialam strukturnya berbentuk molekular serta memiliki konfigurasi elektron terluar
adalah (ns2 np5 , n ≥ 2), namun unsur terakhir yaitu Astatin adalah unsur yang bersifat
radioaktif. Gas Fluor cukup reaktif dan dapat bereaksi dengan air membentuk asam
dengan melepaskan gas oksigen.
Halogen memiliki energi ionisasi dan afinitas elektron negatif yang cukup besar,
sehingga sangat besar kemungkinannya untuk menerima elektron membentuk anion (X -)
yang memiliki kesamaan dengan konfigurasi gas mulia yang stabil. Jadi Golongan
halogen yang membentuk anion adalah isoelektronik dengan golongan gas mulia
tetangganya pada perioda yang sama seperti F- isoelektronik dengan Ne, Cl- dengan Ar,
dan lain-lain. Golongan VIIA dapat dengan mudah membentuk garam dengan unsur
golongan IA dan IIA, dengan gas hidrogen membentuk asam hidrogen halida, dan

28
reaktifitasnya dengan hidrogen semakin berkurang dari atas kebawah dalam golongan
VIIA. Asam Fluorida dengan gas hidrigen sangat eksplosif namun menjadi berkurang
jika asamnya adalah Asam Iodida.

2.7.9 Unsur-Unsur Golongan VIIIA


Kelompok unsur golongan ini adalah : He, Ne, Ar, Kr, Xe dan Rn, yang disebut
juga kelompok unsur gas mulia, dengan memiliki konfigurasi elektron terluar yaitu (ns2
np5 , n ≥ 2). Helium adalah gas mulia yang paling tinggi energi ionisasinya dibanding
unsur gas mulia yang lain, sebab elektron terluarnya langsung berinteraksi dengan inti.
Kelompok unsur ini disebut juga unsur-unsur lembam yang sangat stabil namun sejak
tahun 1962 sudah ada beberapa unsur gas mulia yang dapat disintesis senyawanya,
diantaranya adalah : XeF2, XeF4, XeF6, Cs2XeF8, XeOF4, XeO3, XeO4, RbXeF7 dan lain-
lain.

2.8 Sifat Oksida Unsur Perioda Tiga


Salah satu cara lain untuk membandingkan sifat-sifat unsur adalah
membandingkannya dalam satu perioda. Perbandingan yang dilakukan dengan meninjau
sederetan sifat-sifat senyawa yang mirip. Perioda yang dipilih adalah perioda tiga dengan
melihat beberapa karakter sifat asam basa senyawa oksidanya, jenis kelogamannya dan
cara-cara sederhana membedakannya satu sama lain. Unsur perioda tiga adalah : Na, Mg,
Al, Si, P, S, Cl dan Ar yang jika membentuk oksida maka akan menghasilkan senyawa :
Na2O, MgO, Al2O3, SiO2, P2O5, SO3 dan Cl2O7, Argon tidak dapat membentuk senyawa
oksida sampai saat ini. Oksida berikut : Na2O, MgO dan Al2O3 bersifat senyawa ionik
dan kelompok oksida SiO2, P2O5, SO3 dan Cl2O7 adalah berbentuk molekular yang
ikatannya adalah ikatan kovalen. Oksida Natrium dan Magnesium merupakan oksida
basa namun kebasaan oksida Magnesium sangat lemah sehingga lebih mudah bereaksi
dengan asam dan basa, oksida Aluminium adalah oksida amfoter dan kelompok oksida
berikut : SiO2, P2O5, SO3 dan Cl2O7 adalah oksida asam, namun oksida Silikon tidak larut
atau tidak bereaksi dengan air akan tetapi dapat bereaksi dengan basa.
Oksida basa dengan mudah dikenali karena jika direaksikan dengan air umumnya
akan membentuk senyawa basa, Oksida amfoter tidak dapat bereaksi dengan air namun
dapat bereaksi dengan asam kuat ataupun basa kuat, dan oksida asam umumnya dapat
bereaksi dengan air membentuk senyawa yang bersifat asam. Cara tersebut berlaku secara
umum dan dapat dipakai menentukan karakter sifat oksida tertentu terhadap senyawa
oksida lain sebab secara umum senyawa oksida dapat diklasifikasikan, apakah
merupakan oksida asam, oksida basa atau oksida amfoter, apabila oksida tersebut
direaksikan dengan air, asam kuat dan basa kuat.
Beberapa reaksi yang berkaitan dengan senyawa oksida pada perioda tiga adalah
sebagai berikut :
1. Reaksi Oksida Natrium : Na2O(p) + 2H2O(c) → 2NaOH(aq)

29
2. Reaksi Oksida Aluminium : Al2O3 (p) + 6HCl(c) → 2AlCl3(aq) + 3H2O(c)
Al2O3 (p) + 2NaOH(c) + 3H2O(c) → 2NaAl(OH)4(aq)

3. Reaksi Oksida Magnesium : MgO(p) + 2HCl(c) → MgCl2(aq) + H2O(c)


MgO(p) + 2NaOH(c) → Mg(OH)2(aq) + Na2O(p)

4. Reaksi Oksida Silikon : SiO2(p) + 2NaOH(c) → Na2SiO3(aq) + H2O(c)

5. Reaksi Oksida Posfor : 2P2O5(p) + 6H2O(c) → 4H3PO4(aq)

6. Reaksi Oksida Sulfur : SO3(g) + 2H2O(c) → H2SO4(aq)

7. Reaksi Oksida Klor : Cl2O7(g) + 2H2O(c) → 2HClO4(aq)

2.9 Perbandingan Unsur Golongan IA dan IB


Apabila kita membandingkan kelompok unsur pada golongan IA khususnya
logam alkali dengan kelompok unsur golongan IB yaitu : Cu, Ag dan Au (Tembaga,
Perak dan Emas), maka kita dapat sampai pada kesimpulan bahwa meskipun kedua
kelompok unsur tersebut mempunyai konfigurasi elektron terluar yang sama (sama-sama
pada sub kulit ns1), namun memiliki sifat kimia yang berbeda.
Berdasarkan data energi ionisasi misalnya diperoleh bahwa energi ionisasi unsur-
unsur golongan IB (Cu, Ag dan Au), masing-masing adalah : 754 kj/mol, 731 kj/mol dan
890 kj/mol, yang jauh lebih besar daripada energi ionisasi kelompok unsur logam alkali.
Dari data tersebut memberikan gambaran bahwa unsur golongan IB jauh kurang reaktif
jika dibandingkan dengan kelompok unsur golongan alkali. Kondisi ini disebabkan
karena kelompok unsur pada golongan IB memiliki orbital d yang terletak dibagian
dalam orbital s yang belum terisis penuh, akibatnya elektron terluar pada orbital s tertarik
lebih kuat kedalam inti.

30
LATIHAN SOAL

BAB II . SISTIM PERIODIK UNSUR


1. Tuliskan konfigurasi elektron K, Fe3+ , Cu, P, Cl-, dan Sr2+ .
2. K dan Cu adalah unsur yang elektron kulit terluarnya sama namun sifat kimianya
berbeda, jelaskan mengapa demikian dan apa bedanya pula dengan hidrogen ?.
3. Johan W. Dobereiner, John Neulands dan Dimitri Ivanovich Mendeleev adalah tiga
orang ahli yang berjasa sampai tersusunnya Tabel Periodik Modern, Jelaskan dengan
singkat konsep pendapat dari ketiga ahli tersebut?.
4. Bandingkan dan jelaskan sifat fisika dan Kimia unsur golongan IIIA dan IVA ?.
5. Jelaskan reaktifitasnya dengan oksigen, hidrogen dan air untuk unsur-unsur Golongan
IA dan VIIA ?.
6. Unsur-unsur periode ketiga terdiri atas Na, Mg, Al, Si, P, S, Cl dan Ar. Berdasarkan
konfigurasi elektronnya maka dapat dikatakan bahwa :
a. Na paling sukar bereaksi b. P, S dan Cl cenderung membentuk gas
c. S adalah logam d. Energi ionisasi pertama Ar paling besar
e. Na, Mg dan Al dapat berperan sebagai pengoksidasi
7. Sifat yang tidak benar dalam sistem periodik adalah:
a. Makin ke kanan dalam satu periode makin kecil volumenya
b. Makin ke bawah dalam satu golongan makin kecil potensial ionisasinya
c. Makin ke kanan dalam satu periode makin besar keelektronegatifannya
d. Makin ke bawah dalam satu golongan makin besar volumenya
e. Makin ke kanan dalam satu periode makin bersifat logam
8. Kelompok unsur metaloid dalam Tabel Periodik adalah:
a. Unsur paling kanan pada sistem periodik
b. Sifatnya antara logam dan non-logam
c. Mempunyai titik didih paling tinggi
d. Unsur paling kiri pada sistem periodik
e. Unsur yang bersifat cair (antara padat dan gas)
9. Pernyataan berikut berkaitan dengan kelompok unsur gol. IVA dari atas kebawah:
1. Semuanya adalah unsur non logam kecuali Pb (timbal).
2. Valensi empat semakin tidak stabil namun valensi duanya semakin stabil.
3. Karbon membentuk oksida asam sebagaimana halnya dengan Sn (Stannum/timah).
4. Jari-jari atomnya semakin besar namun potensial ionisasinya semakin kecil.
10. Hidrogen adalah unsur yang sifatnya berbeda dengan unsur golongan IA yang lain,
walaupun konfigurasi elektron terluarnya sama.
SEBAB
Unsur hidrogen adalah non logam yang berbentuk gas dan berwarna serta jika
teroksidasi atau terbakar di udara bebas akan membentuk air.

31
BAB III
STRUKTUR MOLEKUL

Sementara teori atom sedang dikembangkan, berbagai gagasan juga dicetuskan


tentang kombinasi atom yang menghasilkan senyawa kimia. Dalam senyawa, atom-
atom diikat bersama oleh gaya yang dikenal sebagai ikatan kimia. Elektron-elektron
memegan peranan penting dalam pembentukan ikatan kimia.
Semua unsur berada dalam keadaan tidak stabil kecuali unsur gas mulia,
karenanya unsur-unsur tersebut berproses untuk mencapai keadaan yang stabil
sebagaimana unsur gas mulia. Kestabilan masing-masing unsur dapat dicapai melalui
interaksi dan pembentukan ikatan dengan unsur lain baik sebagai homoatomik maupun
sebagai heteroatomik bahkan dapat membentuk poliatomik yang stabil, seperti pada
makro molekul atau polimer. Melalui ikatan kimia unsur-unsur kemudian membentuk
molekul ataupun benda-benda yang selanjutnya menyusun dan menjadi bagian dari
alam semesta. Ikatan kimia dapat terjadi akibat adanya interaksi elektronik, dalam
berbagai wujud dan mekanisme. Sehubungan dengan itu maka dikenal beberapa jenis
ikatan kimia antara lain: ikatan ion, ikatan kovalen, ikatan logam, ikatan koordinasi,
ikatan hidrogen dan ikatan van der Walls.

3.1 IKATAN ION


Ikatan ion terjadi karena adanya gaya tarik menarik antar ion yang bermuatan
positif dan ion yang bermuatan negatif. Contoh, pada pembentukan natrium klorida,
atom Na dengan konfigurasi 1s22s22p63s1 melepaskan satu elektron terluarnya, sehingga
membentuk ion Na+ dengan konfigurasi elektron 1s22s22p6. Sedangkan atom Cl dengan
-
konfigurasi 1s22s22p63s23p5 menerima satu elektron sehingga membentuk ion Cl
dengan konfigurasi elektron 1s22s22p63s23p6.

-
Interaksi antara ion Na+ dan ion Cl kemudian menghasilkan pasangan ion Na+Cl-
yang mempunyai energi potensial yang lebih rendah bila dibandingkan dengan energi
potensial unsur-unsur tersebut secara terpisah.
Na + + Cl -  NaCl
Contoh di atas menggambarkan pembentukan pasangan ion dalam keadaaan gas
dari atom-atom dalam keadaan bebas. Pada proses ini perubahan energi menyangkut
potensial ionisasi (pada pembentukan kation), afinitas elektron (pada pembentukan
anion) dan energi interaksi coulomb antara kedua jenis ion tersebut. Natrium klorida
biasanya ditemukan sebagai kristal zat padat, dimana dalam kisi kristal tiap-tiap ion
Na+ dikelilingi oleh 6 ion Cl- dan tiap ion Cl- dikelilingi oleh enam ion Na+ yang lain.
Kekuatan ikatan ini ditunjukkan dengan energi kisi (U) yang didefenisikan sebagai

32
jumlah energi yang dilepaskan bila satu senyawa terbentuk dari ion-ionnya dalam
keadaan gas.
Na(s)  Na(g) S (energi sublimasi) = +180,7 kJ mol-1
Na(g)  Na (g) + e
+
I (energi ionisasi) = + 493,8 kJ mol-1
½ Cl2(g)  Cl(g) ½ D (energi dissosiasi) = +120,9 kJ mol-1
-
Cl(g) + e  Cl (g) A (afinitas elektron) = -379,5 kJ mol-1
-
Na+(g) + Cl (g)  Na+Cl- U (energi kisi) = -754,8 kJ mol-1
Sesuai dengan konvensi termodinamika, energi yang dilepaskan dinyatakan
sebagai harga negatif dan energi yang diserap dinyatakan sebagai harga positif.
Jika kalor pembentukan NaCl adalah Hf maka
Hf = S + I + ½ D + A + U
= (+ 180,7 + 493,8 + 120,9 - 379,5 - 754,8)
= - 410,9 kj mol-1
-
Kalor pembentukan Na+Cl (padat) dapat pula ditentukan dengan menggunakan
daur Born-Haber sebagai berikut:
Dengan menggunakan hukum Hess, entalpi pembentukan NaCl dapat dihitung
sebagai berikut:
Hf = H1 + H2 + H3 + H4 + H5
atau Hf = S + ½ D + 1 + A + U
Dari bagan di atas dapat dilihat bahwa faktor utama dalam pembentukan senyawa
ion adalah energi ionisasi, afinitas elektron dan energi kisi. Dengan demikian, suatu
senyawa ion mudah terbentuk jika:
1. Energi ionisasi salah satu atom relatif rendah
2. Afinitas elektron atom yang lain lebih besar (membentuk ion negatif)
3. Energi kisi besar
Energi kisi merupakan faktor yang banyak menentukan sifat ion suatu senyawa.
Senyawa ion yang umum dijumpai adalah senyawa ion yang terbentuk dari logam-
logam golongan IA dan IIA, serta unsur-unsur non-logam dari golongan VIA dan VIIA
pada susunan berkala unsur. Mudah tidaknya atom membentuk ion bergantung pada
berbagai faktor. Menurut Fayans, atom dapat membentuk ion dengan mudah, jikalau
struktur ion yang bersangkutan stabil, muatan ion kecil, dan ukuran atom besar pada
pembentukan kation (+) dan ukuran atom kecil pada pembentukan anion (-). Ion akan
stabil jikalau ion itu mempunyai konfigurasi elektron gas mulia,
K 2.8.8.1 Br 2 . 8 . 18 . 7
-
K+ 2 . 8 . 8 Br 2 . 8 . 18 . 8
Ca 2.8.8.2 O 2.6
++
Ca 2.8.8 O-2 2 . 8
La 2 . 8 . 18 . 18 . 8 . 3 P 2.8.5
3+
La 2 . 8 . 18 . 18 . 8 P-3 2 . 8 . 8

33
Konfigurasi elektron ion dari unsur-unsur golongan transisi (golongan B) tidak
sesuai dengan konfigurasi unsur gas mulia; seperti contoh berikut ini.
Ag 2 . 8 . 18 . 18 . 1 Cd 2 . 8 . 18 . 18 . 2
+ 2+
Ag 2 . 8 . 18 . 18 Cd 2 . 8 . 18. 18
Berdasarkan aturan Fayans, maka unsur-unsur yang paling mudah membentuk
ikatan ion adalah unsur golongan IA dan VIIA. Unsur golongan IA yang berbilangan
kuantum besar pada keadaan dasar lebih mudah melepaskan elektron terakhirnya. Hal
ini berkaitan dengan energi orbitalnya sehingga gaya tarik antara elektron dengan pusat
inti tidak begitu kuat dibandingkan dengan elektron yang jaraknya lebih dekat dengan
inti atom. Misalnya unsur sesium (Cs) yang terletak di periode 6 golongan IA, begitu
mudah melepaskan elektron terluarnya sehingga banyak dipakai dalam sel foto listrik.

Energi yang diperlukan untuk melepaskan elektron kedua yang berbilangan


kuantum n = 3, l = 0, m = 0 dan s = + ½ unsur magnesium pada pembentukan ion Mg2+
adalah 22,7 eV. Magnesium dapat membentuk ion Mg2+ disebabkan karena energi
interaksi yang besar antara ion Mg2+ dengan anion (misalnya ion O2- pada pembentukan
magnesium oksida).
Sifat senyawa ion antara lain adalah:
(1) mempunyai titik leleh dan titik didih tinggi
Ini disebabkan oleh besarnya energi termal yang diperlukan untuk memutuskan
ikatan elektrostatik antara ion-ion yang terikat erat dalam kisi.
(2) ion atau leburannya menghantar arus listrik
(3) pada umumnya larut dalam pelarut polar dan tidak larut dalam pelarut non polar
(4) Sangat keras dan getas (rapuh)

3.2 IKATAN KOVALEN


Pada senyawa-senyawa seperti H2, HCl, O2, Cl2 dan sebagainya, tidak terjadi
perpindahan elektron dari satu atom ke atom yang lain sehingga ikatan pada senyawa-
senyawa ini adalah bukan ikatan ion. Ikatan kovalen terbentuk karena pemakaian
bersama sepasang elektron yang berasal dari penjodohan elektron-elektron tunggal
(tidak berpasangan) dari masing-masing atom yang berinteraksi. Elektron seolah-olah
merupakan lem yang merekatkan kedua atom.
Senyawa Cl2, terbentuk melalui ikatan kovalen akibat pemakaian bersama
masing-masing satu elektron terluar dari tiap-tiap atom klor, sehingga konfigurasi
elektron kedua atom klor sama dengan konfigurasi elektron gas mulia dalam molekul
Cl2. Keadaan ini menunjukkan bahwa Cl2 lebih stabil dibandingkan atom-atom klor
dalam keadaan terpisah.

34
Ikatan kovalen juga terjadi antara atom-atom yang berbeda, misalnya pada HCl.
1
1H 1s + 17Cl 1s2 2s22p6 3s23px23py23pz1

Pengikatan antara atom hidrogen dengan atom klor menghasilkan senyawa


hidrogen klorida yang tidak simetris baik ditinjau dari jari-jari atom maupun dari
keelektronegatifannya, perbedaan keelektronegatifan mengakibatkan senyawa tersebut
menghasilkan momen dipol dan dikenal sebagai senyawa polar. Sebaliknya senyawa
Cl2, yang jari-jarinya simetris dan keelektronegatifan atom pembentuknya sama, tidak
mempunyai momen dipol dan senyawanya tidak polar.
Jumlah ikatan kovalen yang dapat dibentuk oleh suatu atom disebut kovalensi.
Contoh rumus bangun dari beberapa senyawa kovalen diberikan di bawah ini. Garis
yang digunakan untuk menghubungkan antara atom-atom dalam senyawa dinyatakan
sebagai ikatan kovalen, garis tersebut sesungguhnya lambang atau setara dengan
sepasang elektron yang terpaut.

Adakalanya dua atom dapat menggunakan bersama lebih dari sepasang elektron
membentuk ikatan rangkap. Pemakaian bersama dua pasang elektron menghasilkan
ikatan rangkap dua dan pemakaian bersama tiga pasang elektron menghasilkan ikatan
rangkap tiga, seperti pada senyawa N2 dan CO2.

Kestabilan senyawa kovalen seperti yang dicontohkan di atas, dapat pula


dijelaskan dengan menggunakan teori oktet Lewis, yang memandang bahwa dalam

35
molekul kovalen masing-masing atom dikelilingi oleh empat pasang elektron atau
delapan elektron kecuali hidrogen (duplet). Formasi elektron ditulis sebagai titik-titik,
satu pasang titik (elektron) sebagai satu ikatan setara yang dapat digambarkan dengan
garis yang menghubungkan antara atom-atom yang berkaitan. Perlu diingat, elektron
yang ditulis dalam struktur Lewis hanya elektron valensi (elektron pada kulit terluar).
Contoh:

Teori oktet dapat menjelaskan kestabilan hampir semua senyawa kovalen dengan
baik, tetapi tidak cukup baik untuk menjelaskan beberapa sifat kimia dan fisika
senyawa kovalen tertentu. Misalnya menurut pengamatan, molekul O 2 bersifat
paramagnetik, jadi harus terdapat elektron yang tidak berpasangan, tetapi dalam
struktur Lewis semua elektron berpasangan. Hal ini akan dijelaskan kemudian dalam
konsep orbital molekul. Demikian juga kepolaran air dengan sudut molekul 104,5 0
tidak dapat dijelaskan oleh teori Oktet.
Kadang ditemui suatu senyawa kovalen yang cukup stabil tetapi tidak memenuhi
kaedah oktet. Diantaranya ada senyawa yang dikelilingi oleh kurang dari delapan
elektron seperti BeCl2 dan BCl3 (oktet tidak sempurna) dan ada senyawa yang
dikelilingi oleh lebih dari delapan elektron (oktet diperluas) seperti PCl 5 dan SF6.

Senyawa kovalen memiliki sifat-sifat sebagai berikut:


1) pada suhu kamar, senyawa kovalen umumnya berupa gas, cairan atau padatan lunak
dengan titik leleh rendah. Gaya antar molekul lemah jika dibandingkan dengan
ikatan ion.
2) larut dalam pelarut non polar seperti benzena dan beberapa diantaranya dapat
berantaraksi dengan pelarut polar.
3) padatan, leburan atau larutannya tidak menghantar listrik.

36
Jumlah ikatan kovalen yang dapat dibentuk oleh suatu unsur bergantung pada
jumlah elektron tak berpasangan dalam unsur tersebut. Namun ada beberapa
pengecualian yang dapat dijelaskan dengan teori lain.
Contoh:
Cl 1s2 2s2 2p6 3s2 3px2 3py2 : ada satu elektron tunggal, jadi Cl
1
3pz hanya dapat membentuk satu ikatan
kovalen (HCl, CCl4)
2 2 2 1 1
O 1s 2s 2px 2py 2pz : ada dua elektron tunggal, sehingga O
dapat membentuk dua ikatan (H – O – H,
O = O).
2 2 1 1
C 1s 2s 2px 2py : hanya ada dua elektron tunggal, sedangkan
C biasanya membentuk empat ikatan
(CH4).
2 2 1
B 1s 2s 2p : hanya ada satu elektron tunggal,
sedangkan B dapat membentuk tiga
ikatan (BCl3).
2 2 6 2 1 1
P 1s 2s 2p 3s 3px 3py : hanya ada tiga elektron tunggal,
3pz1 sedangkan P dapat membentuk lima
ikatan (PCl5).
2 2 6 2 2 1
S 1s 2s 2p 3s 3px 3py : hanya ada dua elektron tunggal,
3pz1 sedangkan S dapat membentuk enam
ikatan (SF6).

Pengecualian tersebut dapat dijelaskan dengan konsep hibridisasi yang akan


dibahas kemudian.
Berdasarkan dari jenis atom pembentuk, ikatan kovalen dapat bersifat nonpolar
atau polar, bergantung dari elektronegativitas (kekuatan untuk menarik elektron) dari
masing-masing atom.
- Non polar : kalau molekul terbentuk dari atom-atom yang sama atau yang sama
elektronegativitasnya.
- Polar : bersifat polar, karena ada pemisahan muatan akibat perbedaan
elektronegativitas atom pembentuk senyawa, sebagaimana dijelaskan
pada HCl
Jadi karena perbedaan elektronegativitas terjadi pemisahan muatan yang
menimbulkan sifat polar dan adanya momen dipol, yang digambarkan sebagai  + dan
- atau dapat dituliskan sebagai dimana arah panah menuju ke pole negatif.

Besarnya momen dipol dapat diukur dengan rumus:


Momen dipole,  = e x R

37
dimana: e = muatan, dalam e.s.u
R = jarak, dalam cm
 = dalam D (Debye), 1D = 10-18 e.s.u.
Sifat kepolaran molekul dapat dibuktikan secara fisis kalau ditempatkan dalam
medan magnet. Molekul polar akan menunjukkan keteraturan arah muatan positif dan
negatif.
Karena adanya sifat polar yang disebabkan oleh pemisahan muatan (+ dan -),
maka ikatan dalam senyawa polar sebagian akan bersifat ikatan ion. Besarnya (dalam
%) sifat ion ini dapat dihitung dengan beberapa cara, antara lain :
1). ukuran dipole moment
2). ukuran elektronegativitas

2.2.1. Momen dipole ()

Misalkan dipole moment LiH teramati 5,9 D. Pada jarak antar muatan r = 1,60 A o
(100% ionik),  terhitung = 7,7 D. Jadi % sifat ion ikatan itu adalah :
5,9
Sifat ionik molekul LiH  x 100 %  77 %
7,7
(Hasil eksperimen = 80%)
2.2.2. Elektronegativitas
Cara ini dapat dilakukan dengan menggunakan tabel elektronegatifitas beberapa
unsur sebagai berikut :
Tabel 1. Elektronegativitas Beberapa Unsur
IA
H
2,10 IIA III IVA VA VIA VIIA
A
Li Be B C N O F
0,97 1,50 1,50 2,00 3,00 3,50 4,10
Na Mg Al Si P S Cl
1,00 1,20 1,50 1,90 2,20 2,40 2,80
K Cd Ga Ge As Se Br
0,91 1,00 1,80 2,00 2,20 2,50 2,70
Rb Sr In Sn Sb Te I
0,89 0,99 1,60 1,70 2,20 2,00 2,20
Cs Ba Ti Pb Bi Po At
0,86 0,97 1,40 1,60 2,20 1,80 2,00
Sumber : Chemistry; Modern Introduction, F. Brescia Cs

38
Berdasarkan data nilai elektronegativitas ini dapat diramalkan apakah suatu
molekul itu ionik atau kovalen. Jikalau perbedaan elektronegativitas antara atom-atom
yang saling mengikat itu besar maka senyawa itu cenderung berikatan ionik, misalnya,
Cesium, Cs (0,86) dan Fluor, F (4,10), jikalau bereaksi membentuk molekul, maka
senyawa yang terbentuk akan berikatan ion. Hal ini disebabkan oleh tarikan pasangan
elektron yang kuat pada F. Akan tetapi klor, Cl (2,80) dan Brom (2,70) dimana nilai
elektronegativitasnya setara, akan membentuk senyawa dengan ikatan kovalen.
Masalah yang timbul adalah, sampai seberapa jauh perbedaan nilai elektronegativitas
itu memberikan patokan terhadap jenis ikatan kovalen atau ionik? Untuk menjawab
masalah ini dibuat suatu perjanjian bahwa senyawa yang nilai perbedaan
elektronegativitasnya lebih besar dari 1,5 akan membentuk senyawa ionik, sedangkan
yang kurang dari 1,5 akan membentuk senyawa kovalen. Jikalau perbedaan
elektronegativitas tidak mendekati nol, senyawanya adalah polar, sebaliknya jikalau
perbedaannya mendekati nol, senyawanya adalah non-polar.

Contoh : Tentukan senyawa apakah molekul berikut ini :


AlBr3 ; AlF3 ; SiCl4 ; BrCl ; SbH3
Penyelesaian :
Berdasarkan nilai elektronegativitas dalam Tabel 2, dapat dilihat perbedaan nilai
elektronegativitas antar atom yang saling mengikat:

ditinjau dari kepolarannya, maka :


Albr3 : merupakan senyawa kovalen polar
AlF3 : merupakan senyawa ionik polar
SiCl4 : merupakan senyawa kovalen non polar (bentuk geometri tetrahedral)
BrCl : merupakan senyawa kovalen polar
SbH3 : merupakan senyawa kovalen non polar

39
2.3 IKATAN KOVALEN KOORDINASI
Ikatan ini disebut juga ikatan kovalen dativ karena mirip dengan ikatan kovalen,
tetapi hanya satu atom yang menyediakan dua elektron untuk dipakai bersama
(pasangan elektron pengikat berasal dari satu atom saja). Sebagai contoh perhatikan
cara pembentukan suatu kompleks BCl3 NH3 yang stabil, yang terbentuk dari amonia
dan boron triklorida.
Atom nitrogen dalam amonia mengandung dua elektron yang tidak terikat
(sepasang elektron bebas) sedangkan atom boron dalam boron triklorida kekurangan
dua elektron untuk mencapai struktur oktet yang stabil.

Pada rumus Lewis digunakan garis untuk menyatakan pasangan elektron, maka
ikatan koordinat kovalen dapat dinyatakan dengan tanda panah dari atom yang
memberikan pasangan elektron. Misalnya pada pembentukan BCl 3/NH3 dapat ditulis:

Pada reaksi di atas nitrogen dapat disebut donor pasangan elektron bebas
sedangkan boron adalah akseptor pasangan elektron bebas.

2.4 IKATAN LOGAM


Ikatan logam adalah gaya yang mengikat atom satu terhadap atom yang lain,
dimana atom itu mengadakan penyusunan ulang elektron yang tidak berpasangan
sehingga menjadi ion. Ion-ion itu terletak pada jarak tertentu satu terhadap yang lain
sehingga membentuk suatu bidang kristal, dengan demikian ion logam dihubungkan
oleh elektron yang selalu bergerak di bidang-bidang kristal tersebut.
Pada ikatan logam atom-atom saling berkaitan dengan cara pemakaian bersama
elektron oleh semua atom dalam kisi. Pada kisi terdapat ion positif logam yang saling
tolak-menolak, akan tetapi terdapat juga tarik menarik antara ion-ion positif dengan
elektron yang bebas bergerak diantaranya. Elektron elektron terdelokalisasi diantara
ion-ion logam.
Logam Na, hablurnya berbentuk kubus dengan
ion Na+ terletak di titik sudut jikalau ada arus listrik
mengalir lewat hablur ini, maka elektron akan
bergerak ke logam Na yang cenderung bermuatan
positif, dari tegangan rendah ke tegangan tinggi; akan
tetapi ion Na+ tetap dikisi-kisi kristal.

40
Dengan demikian senyawa berikatan logam ini dapat menghantarkan arus listrik.
Sifat umum senyawa berikatan logam:
1. Penghantar panas dan penghantar listrik yang baik
2. Keras, mudah ditempa dan lentur
3. Suhu lebur dan suhu didihnya tinggi
4. Kristalnya mempunyai bilangan koordinasi yang tinggi

2.5 IKATAN HIDROGEN


Atom hidrogen mempunyai satu elektron dengan bilangan kuantum n = 1, l = 0,
m = dan s = + ½, dengan demikian atom hidrogen hanya mempunyai satu elektron
valensi. Akan tetapi kadang-kadang ada suatu rumus molekul yang menunjukkan
seolah-olah atom hidrogen mempunyai valensi dua, dan menjembatani hidrogen dengan
atom yang mempunyai pasangan elektron bebas, atau dengan atom yang
berelektronegativitas tinggi, keadaan demikian ini disebut ikatan hidrogen sebagai
jembatannya disebut jembatan hidrogen (hydrogen bridge).
Adanya ikatan hidrogen menyebabkan molekul air dan alkohol mempunyai titik
didih yang relatif lebih tinggi. Senyawa nitrogen juga dapat membentuk ikatan
hidrogen. HF titik didihnya lebih tingi daripada HBr karena HF dapat membentuk
ikatan hidrogen
Contoh : polimer (HF)n

Ikatan antara HF itu disebabkan oleh adanya gaya elektrostatik dan ikatan ini
sangat lemah.
Contoh lain ; (H2O)n, alkohol (R-OH)n dan senyawa amina

41
2.6 IKATAN VAN DER WAALS
Yang dimaksud dengan ikatan V.D. Waals adalah gaya yang timbul antara
atom/molekul pada jarak tertentu sehingga seolah-olah terjadi senyawa baru. Pada jarak
tertentu atom/senyawa itu saling tarik menarik yang sangat lemah, akan tetapi bila jarak
ini dilampaui maka keduanya akan saling menolak sehingga keduanya menjauh.
Dengan demikian atom/molekul berada dalam suatu ruangan pada jarak tertentu satu
terhadap yang lain.

2.7 PERLUASAN TEORI IKATAN KOVALEN


Pembahasan yang menyangkut ikatan kovalen dapat ditinjau dengan dua cara.
Cara pertama, elektron-elektron yang digunakan bersama itu menempati orbital-orbital
atom yang saling bertindihan (overlap). Cara ini yang disebut Teori Ikatan Valensi,
dikembangkan oleh Hietler dan Slater, dan kemudian diperluas oleh Pauling dan
Coulson. Pada cara kedua, molekul dianggap mempunyai orbital-orbital molekul yang
ditempati oleh elektron menurut energi yang meningkat. Cara ini dikembangkan oleh
Hund dan Millikan dan dikenal sebagai Teori Orbital Molekul.

2.7.1. Teori Ikatan Valensi


Teori ini bertitik tolak dari atom-atom secara terpisah. Ikatan antar atom ini
terjadi dengan cara saling bertindihan dari orbital-orbital atom, di mana masing-masing
mengandung sebuah elektron. Agar didapatkan molekul yang stabil, kedua elektron itu
harus mempunyai spin yang berlawanan sehingga didapatkan suatu harga yang
minimum pada kurva energi potensial.
Dengan spin yang sejajar tidak akan terbentuk ikatan yang stabil.

Kekuatan ikatan bergantung pada derajat pertindihan yang terjadi. Makin besar
derajat pertindihan makin kuat ikatan. Pertindihan antara dua orbital s tidak kuat, oleh
karena distribusi muatan berbentuk bola; pada umumnya ikatan s-s relatif lemah.

42
Orbital p dapat bertindih dengan orbital s atau orbital p lainnya dengan lebih efektif
karena orbital-orbital p terkonsentrasi pada arah tertentu.
Beberapa contoh:

Pada ketiga contoh di atas terjadi pertindihan pada sumbu molekul. Kerapatan
elektron maksimal. Ikatan yang terbentuk disebut ikatan sigma (ikatan ).
Ikatan Pi (ikatan ) akan terbentuk apabila pertindihan terjadi antara orbital-
orbital yang tegaklurus pada sumbu molekul. Jadi, ikatan ini terjadi antara orbital-
orbital p yang sejajar.

Ikatan ini dijumpai misalnya


pada N2 dimana terdapat
satu ikatan sigma dan dua ikatan pi

Pada teori ikatan valensi terdapat dua konsep penting yakni konsep resonansi dan
konsep hibridisasi.

2.7.1.1 Konsep Hibridisasi


Pembentukan ikatan dengan cara pertindihan dari dua buah orbital atom
mempunyai syarat bahwa masing-masing orbital itu hanya mengandung satu elektron
dan bahwa kedua elektron tersebut spinnya berlawanan. Perhatikan atom-atom Be, B,
dan C dengan susunan elektron sebagai berikut :

43
Berdasarkan susunan ini diharapkan bahwa Be akan bersifat seperti unsur gas
mulia (sulit membentuk ikatan), B hanya membentuk satu ikatan dan C membentuk dua
ikatan, kenyataannya :
Be dapat membentuk BeC12 (bervalensi dua)
B dapat membentuk BCl3 (bervalensi tiga)
C dapat memebntuk CCl4 (bervalensi empat)
Untuk dapat menerangkan ini dipostulatkan bahwa satu elektron dalam orbital 2s
dipindahkan ke orbital 2p.

Berilium sekarang mempunyai dua buah elektron tunggal yang dapat membentuk
dua ikatan, misalnya dengan dua atom Cl. Akan tetapi sekarang timbul kesulitan lain,
yaitu kedua ikatan pada Cl – Be – Cl tidak sama oleh karena ikatan satu terjadi karena
pertindihan antara orbital 2s dari Be dengan orbital sp dari Cl. Dan ikatan yang satu lagi
terjadi karena pertindihan antara orbital 2p dari Be dengan orbital 3p dari Cl. Kenyatan
menunjukkan adalah bahwa kedua ikatan tersebut adalah sama. Untuk mengatasi
kesulitan ini dipostulatkan, bahwa orbital 2s dan orbital 2p z mengalami hibridisasi
(pencampuran) dan terbentuk dua buah orbital baru yang identik dan yang terarah
secara linier. Kedua orbital baru ini disebut hibrid sp. Pada senyawa BeCl2, ikatan
antara Be dan Cl terjadi karena pertindihan antara orbital hibrid sp dari Be dengan
orbital 3p dari Cl. Bahwa molekul ini lurus dapat dibuktikan secara eksperimen.
Dengan cara yang sama seperti di atas dapat diturunkan, bahwa pada senyawa BCL3
atom boron mengalami hibridisasi sp2 dengan ketiga orbital hibrid terletak dalam satu
bidang dan membentuk sudut 1200.
Demikian pula pada CCl4 atom karbon mengalami hibridisasi sp3; keempat
orbital hibrid sp3 ini terarah ke sudut-sudut suatu tetrahedron (sudut antara dua orbital
adalah 1090).
Di samping ketiga macam hibridisasi di atas ada beberapa contoh lainnya. Suatu
iktisar tentang orbital-orbital ini diberikan di bawah :
Orbital Jumlah Bentuk Geometrik
Hibrid Ikatan Conto
h
sp 2 Linier BeCl2, C2H2
(diagonal)

44
BCl3, BCl3
sp2 Trigonal
3 C2H4, BO33-
planar
CCl4, SnCl4
sp3 4 Tetrahedral NH4+

Ni (CN)42-
dsp2 4 Bujur Cu(NH3)42+
sangkat
planar

sp3d 5 Trigonal PCl5


bipiramidal

2 3
Fe(CN)3-
d sp 6 Oktahedral Cr(NH3)63+

SF6, UF6,
sp3d2 6 Oktahedral FeF63-

Umumnya senyawa-senyawa kompleks terbentuk sebagai senyawa hibrida,


melalui hibridisasi atom pusat, seperti pada contoh-contoh dalam tabel di atas. Proses
pembentukan senyawa hibrida d2sp3 pada Fe(CN)6-3 dan dsp2 pada Ni(CN)4-2 adalah
sebagai berikut :
a. Pembentukan Ion heksasianoferat(III)
Struktur elektron Fe, Fe3+ dan pembentukan orbital terhibridisasi sebagai berikut
:

Senyawa tersebut dikenal sebagai senyawa kompleks dimana Fe sebagai atom


pusat dan CN– sebagai ligan. Senyawa tersebut terbentuk sebagai hibrid d 2sp3 dengan
bentuk geometri molekul adalah oktahedral.

45
Pengukuran momen magnetik menunjukkan bahwa pada kompleks ini terdapat
satu elektron yang tak berpasangan, oleh karena itu senyawa ini bersifat paramagnetik.

b. Pembentuk Ion tetrasianonikelat(II)


Kompleks bujur sangkar dihasilkan oleh hibridisasi dsp2. Sebagai contoh lihat
tetrasianonikelat(II), Ni (CN)42- :

Semua elektron berpasangan, jadi Ni (CN)42- bersifat diamagnetik

2.7.1.2 Konsep resonansi


Resonansi adalah suatu konsep untuk menerangkan struktur dari molekul yang
mempunyai dua atau lebih struktur yang ekivalen, yang memenuhi persyaratan ikatan,
senyawa yang tidak dapat dituliskan hanya dengan satu rumus struktur, melainkan
digambarkan melalui lebih dari satu rumus struktur. Kesulitannya adalah model-model
ikatan kovalen tidak dapat menggambarkan dengan tepat susunan elektron yang
sebenarnya dalam molekul. Misalnya, tidak ada suatu rumus struktur yang sederhana
bagi benzena, yang dapat menggambarkan semua sifat-sifatnya. Struktur benzena hanya
dapat digambarkan melalui dua struktur yang ekivalen, sebagai berikut:

I II
Kedua struktur ini tidak menggambarkan keadaan yang sebenarnya. Jarak antara
kedua atom karbon ternyata sama besar untuk keenam ikatan karbon-karbon, yaitu 1,39
Å, sedangkan panjang ikatan C  C adalah 1,54 Å dan panjang ikatan C = C adalah
1,34 Å. Secara eksperimen ditemukan pula bahwa kalor pembentukan benzena dari C
(g) dan H (g) sebesar 1315 kkal/mol, sedangkan perhitungan dari struktur I atau II
menghasilkan harga 1276 kkal/mol. Menurut konsep ini struktur benzena yang
sebenarnya bukan struktur I atau II, melainkan suatu struktur (yang tak dapat
digambarkan) yang terletak diantaranya. Struktur yang sebenarnya beresonansi antara
struktur I dan struktur II, atau merupakan hibrida resonansi dari kedua struktur tersebut

46
2.7.2. Konsep Orbital Molekul
Orbital molekul terbentuk dari hasil interaksi antara dua atau lebih orbital atom.
Jika dua oribital atom berinteraksi maka akan dihasilkan dua orbital molekul pula,
demikian seterusnya. Distribusi elektron dalam molekul tidak lagi berada pada orbital
atom masing-masing pembentuk melainkan ditempatkan atau yang dikenal dengan
istilah terlokalisasi (dilokalisir) pada daerah tumpang tindih yang kita kenal sebagai
orbital molekul.
Ditinjau dari profil energinya maka orbital molekul terbagi dua, yakni orbital
molekul bonding (ikatan) yang dilambangkan dengan OM dimana orbital molekul
memiliki tingkat energi rendah. Sedangkan orbital molekul antibonding (anti ikatan)
yang dilambangkan dengan OM* adalah orbital molekul yang memiliki energi lebih
tinggi.

2.7.2.1 Orbital Molekul Bonding (OM)


Orbital molekul bonding digambarkan sebagai orbital molekul yang memiliki
tingkat energi lebih rendah jika dibandingkan dengan oribital atom masing-masing
atom pembentukannya.

Gambar 1. Energi level orbital atom dan orbital molekul bonding


Perhatikan bahwa setelah kedua orbital atom berinteraksi maka kerapatan antara
kedua inti menjadi tebal. Pada daerah tumpang tindih tersebut elektron terlokalisir,
sehingga merupakan daerah dimana probalititas terbesar elektron dapat ditemukan.
Kuatnya ikatan yang terjadi dapat dibuktikan oleh kenyataan bahwa kerapatan elektron
diantara kedua inti menjadi besar.

2.7.2.2 Orbital Molekul Antibonding (OM*)


Orbital molekul antibonding memiliki energi lebih tinggi dibanding energi level
dari masing-masing atom pembentuknya. Kerapatan antara kedua inti sangat kecil dan
tidak mampu melampaui gaya tolak menolak antara inti-inti atom. Meskipun energi
levelnya tinggi, orbital molekul antibonding masih dapat diterima elektron manakala
orbital molekul bonding sudah terisi penuh.

47
Gambar 2. Energi level orbital atom dan orbital molekul anti bonding

2.7.2.3 Konfigurasi elektron dalam orbital molekul


Prinsip yang berlaku pada konfigurasi elektron dalam atom berlaku pula pada
konfigurasi elektron dalam orbital molekul, seperti aturan afbau, aturan Pauli dan
aturan Hund. Dalam menggambarkan diagram energi level orbital molekul bonding
(OM) yang energi levelnya lebih rendah dari orbital pembentuknya, diberi notasi -
EOM. Sedangkan orbital molekul antibonding (OM*) diberi notasi + OEM karena
energi levelnya lebih tinggi dibanding energi level atom-atom pembentuknya.

Gambar 3. Diagram tenaga lintasan (energi level diagram) gabungan dua orbital
atom, satu bonding dan satu anti bonding

Adanya orbital molekul bonding dan anti bonding dapat dibuktikan dalam studi
spekstroskopi molekul. Pengisian elektron dalam orbital-orbital molekul seseuai dengan
pengisian elektron dalam orbital atom yaitu: (1) orbital dengan energi terendah diisi
lebih dahulu (2) dalam satu orbital molekul terdapat maksimum dua elektron, (3) jika
terdapat orbital molekul yang energinya sama, sedapat mungkin elektron tidak
berpasangan (aturan Hund).
Orbital molekul yang terbentuk dari orbital atom dapat berupa orbital molekul
sigma (s) atau orbital molekul pi (p). Masing-masing orbital molekul dapat merupakan
orbital molekul bonding dan orbital molekul anti bonding (s*, p*). Orbital sigma adalah
orbital molekul yang simetris terhadap sumbu ikatan, sedangkan orbital pi mempunyai

48
bidang nodal (bidang tanpa kerapatan elektron) yang terdapat pada sumbu antar-inti.
Orbital pi terbentuk dari orbital atom p yang sejajar. Sebagai sumbu digunakan sumbu
x, y, z. Orbital molekul untuk molekul diatomik homonuklear yang terbentuk dari
orbital-orbital atom dapat dinyatakan sebagai berikut :
 1s * 1s terbentuk dari orbital atom 1s
 2s * 2s terbentuk dari orbital atom 2s
 2pz * 2pz terbentuk dari orbital atom 2pz
 2px * 2px terbentuk dari orbital atom 2px
 2py * 2py terbentuk dari orbital atom 2p y
Urutan tingkat energi dari orbital-orbital molekul mulai dari tingkat energi
terendah, ialah
1s< *1s< 2s< *2s< 2pz < 2px = 2py < *2px = *2py < *2pz.

Diagram tingkat energi orbital molekul dapat dilihat pada gambar 4.

Jika ada interaksi antara 2s dan 2p, tingkat energi 2p >2px = 2py.

Gambar 4. Diagram tingkat energi orbital molekul

49
Konfigurasi elektron menurut teori orbital molekul untuk H2, He2 dan Li2 dapat
dijelaskan sebagai berikut :

Molekul H2
Diagram di atas menunjukkan kontribusi elektron dari masing-masing atom ke
dalam orbital molekul. Satu elektron dari masing-masing atom berkontribusi dan
berpasangan dalam orbital molekul ls yang memiliki energi lebih rendah. orbital
molekul *ls tidak terisi elektron, konfigurasi elektron molekul H2.

H2 : [(ls)2]

Molekul He2
Helium mempunyai nomor atom 2. jika terdapat molekul He 2 maka pada molekul
ini terdapat 4 elektron. Sesuai dengan teori, terbentuk orbital molekul bonding ls dan
orbital anti bonding *ls dan konfigurasi elektronnya dapat ditulis :

He2 [(ls)2 (s*s)2]


Dalam molekul ini jumlah elektron dalam orbital anti ikatan sama banyak dengan
jumlah elektron dalam orbital bonding. Oleh karena itu molekul He 2 tidak stabil, jadi
dapat dikatakan bahwa molekul ini tidak pernah ada. Molekul He2 tidak pernah
ditemukan secara eksperimen. Yang pernah ditemukan adalah He 22+ He+2.
He22+ [(ls)2]
He2+ [(ls)2 (*ls)1]

50
Oleh karena jumlah elektron dalam orbital ikatan lebih banyak dari jumlah
elektron dalam orbital anti ikatan, dapat diharapkan bahwa terdapat senyawa helium
yang stabil.
Molekul Li2
Dengan cara yang sama dengan molekul H2 dan He2 diperoleh konfigurasi untuk
molekul Li2 sebagai :
Li2 : [(ls)2 (*ls)2 (2s)2]
Contoh untuk molekul-molekul dimana terjadi interaksi antara 2s dan 2p dapat
dilihat pada molekul-molekul B2, C2 dan N2 berikut:
B2 : [(ls)2 (*ls)2 (*2s)2 (2px)1 (2py)1]
C2 : [(ls)2 (*ls)2 (*2s)2 (2px)2 (2py)2]
N2 : [(ls)2 (*ls)2 (*2s)2 (2px)2 (2py)2 (2pz)2]
Pada H2 dan Li2 terdapat masing-masing satu pasang elektron yang berbentuk
ikatan tunggal kovalen. Dalam teori orbital molekul, kestabilan ikatan kovalen
berhubungan dengan orde ikatan. Orde ikatan adalah setengah dari perbedaan jumlah
elektron dalam orbital ikatan dan dalam orbital anti ikatan. Orde ikatan (OI) dapat
diungkapkan sebagai:
Nb  Na
OI 
2
Nb = jumlah elektron dalam orbital ikatan
Na = jumlah elektron dalam orbital anti ikatan
Untuk helium,
Nb  Na 2  2
OI   0
2 2

51
Soal-soal Latihan :
1. Tuliskan struktur Lewis untuk senyawa ion berikut :
a. BaO b. MgCl2 c. K2S
2. Gunakan rumus Lewis untuk membuat pembentukan ikatan kovalen dalam NH3,
H2O, HCl.
3. Diantara senyawa berikut yang manakah tidak mengikuti aturan oktet ? ClF 3,
OF2, SF4, BCl3, PCl5, PCl3.
4. Jelaskan tentangpengertian berikut :
a. Resonansi
b. Energi ikatan
c. Sudut ikatan
d. Orbital
e. Eleketronegativitas
f. Polaritas iakatn, polaritas molekul.
5. Gambarkan bentuk resonansi dari NO3- (ion nitrat), SO2(g) , SO2- (ion sulfit),
SO42- (ion sulfat) (termasuk muatan termal tiap atom !).
6. Apa sebabnya tidak semua molekul dengan rumus AB3 mempunyai bentuk yang
sama.
7. Faktor apa saja yang menentukan bentuk suatu molekul kovalen ?
8. N2O adalah molekul linier yang polar. Bagaimana menjelaskannya ?
9. Apakah sudut ikatan dalam molekul atau ion berikut ? SO 2, SO22-, CO2, NO3-,
SO3, SO42- ?
10. Ramalkan bentuk geometri dari ClO3-, XeF4, dan I3-.
11. Jelaskan ikatan dalam molekul Cl2 dengan teori ikatan valensi.
12. Apa yang dimaksud dengan orbital hibrida ?
13. Jelaskan tentang iakatan dalam molekul N2 menurut teori orbital molekul.
14. Beleran dioksida SO2, dan nitrogen dioksida NO2 adalah polar, sedangkan CO2
adalah non polar. Bagaimana menjelaskannya ?
15. Jelaskan perbedaan antara ke-elektronegativitas dan afinitas elektron.

52
BAB IV
STOIKIOMETRI

Setelah membahas masalah struktur atom, tabel periodik dan ikatan kimia, maka
timbul permasalahan tentang reaksi antar atom dengan suatu persamaan yakni tentang
perubahan suatu materi menjadi materi lain. Kajian reaksi kimia secara kuantitatif dapat
memberi informasi yang lebih jelas tentang perubahan kimia yang terjadi dan perubahan
ini mengikuti hukum-hukum dasar ilmu kimia. Bidang kimia yang membicarakan
hubungan-hubungan kuantitatif antara pereaksi dan hasil reaksi dikenal sebagai
stoikiometri, yang berasal dari bahasa Yunani, stoicheion (unsur) dan metron
(pengukuran).
Pada pokok pembahasan ini akan dibicarakan masalah yang berhubungan dengan
(a). Hukum-hukum dasar ilmu kimia, (b). Massa atom relatif dan massa rumus relatif, (c).
Konsep mol (d). Bilangan oksidasi. (e). Cara menyatakan konsentrasi (f). Persamaan dan
tipe reaksi.
4.1 Hukum-Hukum Dasar Ilmu Kimia
4.1.1 Hukum kekekalan massa.
Penelaahan reaksi kimia secara kuantitatif dapat memberi informasi tentang
perubahan kimia yang mungkin terjadi. Pada kondisi normal, suhu 25 oC, tekanan 1 atm
perubahan kimia juga disertai dengan perubahan massa yang berubah menjadi energi.
Tetapi karena perubahan massa ini kecil sekali, perubahan dapat diabaikan. Pada
umumnya dikatakan bahwa pada kondisi itu perubahan kimia tidak menyebabkan
perubahan massa, dengan demikian dalam perubahan kimia, jumlah massa zat yang
dihasilkan oleh perubahan itu sama dengan jumlah massa zat sebelum terjadi perubahan.
Peristiwa ini sesuai dengan hukum kekekalam massa, yaitu massa zat sebelum dan
sesudah reaksi sama. Pernyataan ini dikemukakan oleh Antoine Lavoisier (1774) dari
hasil percobaan-percobaan yang dilakukannya, dengan jalan menimbang massa zat
sebelum dan sesudah suatu reaksi kimia terjadi.
Contoh:
Larutan A terdiri dari 3,40 gram perak nitrat dan 25 gram air ditambahkan ke dalam
larutan B yang terdiri dari 3,92 gram kalium kromat dan 25 gram air. Pada pencampuran
ini terjadi reaksi dan menghasilkan endapan coklat. Setelah reaksi selesai dan ditimbang
ternyata berat campuran larutan A dan B itu tetap, yaitu 57,32 gram.
Gambaran di atas dapat diringkaskan seperti reaksi berikut:
2 AgNO3 + K2CrO4  Ag2CrO4 + 2 KNO3
Berdasarkan hukum kekekalan massa nampak disini bahwa jumlah atom tiap unsur
(bersenyawa atau bebas) yang ada disebelah kiri tanda panah persis sama dengan jumlah
atom tiap unsur yang ada disebelah kanan tanda panah. Hukum kekekalan massa itu tidak
berlaku untuk reaksi inti/transformasi inti, karena pada proses inti terjadi perubahan
massa dan energi. Untuk reaksi inti/transformasi inti lebih tepat apabila digunakan hukum

53
kekekalan massa-energi, dengan demikian hukum kekekalan massa berlaku untuk semua
reaksi kimia, kecuali reaksi inti/transformasi inti.
4.1.2 Hukum perbandingan tetap
Setelah diketahui adanya hubungan antara massa zat sebelum dan sesudah reaksi
kimia, dengan munculnya hukum kekekalan massa, maka pada tahun 1799 Josep Louis
Proust melakukan penelitian tentang hubungan massa unsur-unsur yang membentuk
suatu senyawa. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa senyawa yang sama selalu
mengandung unsur-unsur penyusunnya dalam perbandingan yang sama. Susunan unsur-
unsur dalam suatu senyawa dapat ditentukan dengan cara analisis kimia, berdasarkan data
hasil analisis itu dapat ditentukan rumus kimia dari senyawa yang bersangkutan. Sebagai
contoh senyawa besi sulfida, dimana perbandingan massa besi dan belerang tetap yaitu
7 : 4. Contoh lain misalnya air yang perbandingan massa hidrogen dan oksigen juga tetap
yaitu 1 : 8. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, Proust mengusulkan suatu
hukum yang kemudian dikenal dengan istilah hukum Proust (hukum perbandingan tetap).

4.1.3 Hukum perbandingan berganda.


Percobaan-percobaan yang dikembangkan setelah adanya hukum kekekalan
massa dan perbandingan tetap ini menunjukkan bahwa ada beberapa pasangan unsur-
unsur yang membentuk suatu senyawa dengan lebih dari satu macam perbandingan
massa yang tetap. John Dalton adalah orang yang pertama kali meneliti kasus tersebut
dalam tahun 1804. Sebagai gambaran atas temuan John Dalton itu, misalnya senyawa CO
dan CO2. Pada senyawa CO dan CO2 perbandingan massa karbon dan oksigen adalah 3:4,
sedangkan pada senyawa CO2 perbandingan massa antara karbon dan oksigen adalah 3:8.
Data ini menunjukkan bahwa perbandingan massa oksigen dalam senyawa CO dan CO 2
dengan massa karbon yang sama adalah 4:8 atau 1:2. Senyawa-senyawa lain yang
kasusnya seperti karbon oleh John Dalton terlihat seperti dalam tabel berikut ini.
Tabel 1. Beberapa senyawa oksida antara nitrogen dan oksigen
massa (gram) Jumlah massa
Senyawa
Nitrogen Oksigen ekivalen oksigen
Nitrogen monoksida 14 8 1 (1 x 8)
Nitrogen dioksida 14 16 2 (2 x 8)
Dinitrogen trioksida 14 24 3 (3 x 8)
Dinitrogen tetraoksida 14 32 4 (4 x 8)
Dinitrogen pentaoksida 14 40 5 (5 x 8)
Berdasarkan data di atas dapat dikatakan bahwa setiap empat belas gram nitrogen
bersenyawa dengan 1, 2, 3, 4 atau 5 massa ekivalen oksigen untuk menghasilkan lima
jenis oksida nitrogen yang berbeda. Ungkapan hasil percobaan ini oleh John Dalton
dirangkum dalam hukum yang disebut: Hukum Perbandingan Ganda, yaitu bila dua
macam unsur dapat membentuk dua senyawa atau lebih, sedang massa salah satu unsur

54
sama banyaknya maka massa unsur lainnya dalam senyawa-senyawa itu akan
berbanding sebagai bilangan bulat positif dan sederhana.
4.1.4 Hukum Perbandingan Volume
Hubungan antara volume-volume dari gas-gas dalam reaksi kimia telah diselidiki
oleh Joseph Louis Gay-Lussac dalam tahun 1905. Pada penelitian itu ditemukan bahwa
pada suhu dan tekanan tetap, setiap satu volume gas oksigen akan bereaksi dengan dua
volume gas hidrogen menghasilkan dua volume uap air, dengan demikian perbandingan
antara volume hidrogen, volume oksigen dan volume uap air berurut adalah 2:1:2.
Contoh lain : satu volume gas hidrogen bereaksi dengan satu volume gas klor
menghasilkan dua volume gas hidrogen klorida; perbandingan volume dari hidrogen, klor
dan hidrogen klorida berurut adalah 1:1:2. Pada reaksi antara gas nitrogen dan gas
hidrogen membentuk gas amonik, maka perbandingan volume dari ketiga gas itu berturut
adalah 1:3:2 (N2 : H2 : NH3). Konsep hubungan antara volume gas yang bereaksi dengan
volume gas yang dihasilkan dari reaksi tersebut sangat berguna untuk menjelaskan
tentang proses reaksi kimia yang terjadi. Berdasarkan uraian di atas, disimpulkan bahwa
volume-volume gas yang bereaksi dan gas hasil reaksi, bila diukur pada suhu dan
tekanan yang sama akan berbanding sebagai bilangan yang bulat dan sederhana.
Pernyataan ini dikenal dengan hukum Gay Lussac atau hukum perbandingan volume.
4.1.5 Hukum Avogadro
Pada tahun 1911, Amadeo Avogadro membuat hipotesis untuk menjelaskan
bagaimana gas-gas itu bereaksi seperti apa yang diungkapkan oleh Gay Lussac. Hipotesis
yang diajukan oleh Avogadro adalah, pada suhu dan tekanan tetap, semua gas yang
volumenya sama akan mengandung molekul yang sama jumlahnya, dengan demikian
perbandingan volume sama dengan perbandingan molekul. Berdasarkan uraian ini
Avogadro menyatakan bagian terkecil suatu unsur tidak harus merupakan atom tunggal,
akan tetapi dapat berupa suatu kelompok atom yang disebut molekul. Avogadro dapat
menjelaskan percobaan Gay-Lussac tentang reaksi sintesis air sebagai berikut:
2 volume hidrogen + 1 volume oksigen  2 volume air (uap)
2n mol hidrogen + 1n mol oksigen  2n mol air (uap)
2 molekul hidrogen + 1 molekul oksigen  2 molekul air (uap)
Menurut John Dalton bagan reaksi di atas sebagaimana yang diungkapkan oleh
Avogadro dapat digambarkan sebagai berikut:
oo oo o o o o
+ OO  O + O
hidrogen oksigen air air
Pernyataan dalam bentuk reaksi kimia adalah:
H-H + H-H + O-O  H-O-H + H-O-H
2 molekul 1 molekul 2 molekul
hidrogen oksigen air
atau lebih umum dituliskan sebagai 2H2 + O2  2H2O

55
Dengan demikian tanda 2 dimuka H2 menunjukkan adanya dua molekul hidrogen yang
masing-masing terdiri dari atas dua atom hidrogen, tanda 1 (tidak ditulis) dimuka O 2
menunjukkan adanya satu molekul oksigen yang terdiri atas dua atom oksigen, demikian
juga tanda 2 didepan H2O menunjukkan adanya dua molekul air yang terdiri atas dua
atom hidrogen dan satu atom oksigen.

4.2Massa Atom Relatif dan Massa Rumus Relatif


Atom sangat kecil, oleh karena itu massa satu atom sesungguhnya tidak mudah
ditentukan, dengan demikian diperlukan suatu cara untuk menentukan massa atom itu.
Cara yang biasa dipergunakan adalah dengan membandingkan massa satu atom suatu
unsur dengan massa satu atom unsur lain yang dianggap sebagai unsur baku. Mula-mula
unsur baku yang umum dipakai itu adalah hidrogen, kemudian oksigen dan sekarang
isotop karbon-12. Perbandingan massa satu atom suatu unsur terhadap massa satu atom
unsur baku itu disebut massa atom relatif (Ar). International Union of Pure and Applied
Chemistry (IUPAC) menetapkan isotop karbon-12 sebagai patokan massa, yaitu satu
atom isotop karbon-12 massanya tepat 12 satuan massa atom (sma), dengan demikian
massa atom relatif merupakan massa atom suatu unsur dibandingkan dengan 1/12 massa
satu atom isotop karbon-12 (12C), dimana 1 sma = 1/12 massa satu atom isotop karbon-12
yang massanya setara dengan 1,66 x 10-24 gram. Berdasarkan uraian tersebut, maka
massa atom relatif (Ar) unsur hidrogen adalah 1,0079 dan massa atom relatif unsur
oksigen = 15,9994.
Setelah pembahasan masalah massa atom, bagaimana dengan molekul. Oleh
karena molekul itu terdiri atas atom-atom, maka massa molekul harus menyatakan massa
rumus yaitu massa diperoleh dari penjumlahan massa atom relatif dari unsur-unsur
penyusun molekul tersebut, dengan demikian massa molekul relatif (Mr) adalah bilangan
yang menyatakan jumlah massa atom relatif dari unsur-unsur penyusun rumus molekul
tersebut. Misalnya massa rumus relatif molekul air (H2O) adalah (2 x 1,0079) + (1 x
15,9994) = 18,0153. Massa molekul air = 18,0153 gram/mol. Pada penggunaan praktis
biasanya bilangan-bilangan itu dibulatkan, jadi massa rumus relatif dari pada air adalah
(2 x 1) + (1 x 16) = 18.
4.3Konsep Mol.
4.3.1. Bilangan Avogadro.
Mol adalah satuan massa yang dipakai dalam perhitungan kimia, karena setiap
mol sembarang senyawa suatu zat manapun selalu menyatakan jumlah molekul yang
sama. Timbul permasalahan yaitu berapa jumlah molekul dalam satu mol zat?
Permasalahan ini diselesaikan oleh Avogadro, dimana dalam percobaannya berhasil
menetapkan bahwa setiap 1 mol zat itu mengandung 6,023 x 1023 molekul. Bilangan yang
dihasilkan ini dikenal dengan istilah bilangan Avogadro yang diberi lambang N.
Beberapa cara yang dilakukan untuk menetapkan bilangan Avogadro menunjukkan

56
bahwa bilangan itu tidak dapat ditentukan secara tepat. Pada saat ini cara yang dianggap
paling tepat untuk menetapkan bilangan Avogadro adalah pengukuran sinar X pada kisi
kristal suatu garam. Metode inilah yang memberikan nilai bilangan Avogadro sebesar
6,023 x 1023, dengan demikian apabila jumlah molekul dalam satu mol zat telah
diketahui, maka massa satu molekul sembarang zat itu dapat dihitung.
4.3.2 Massa satu mol.
Berdasarkan hukum kekekalan massa, atom tidak mengalami perubahan bila
atom-atom itu bergabung (bereaksi) membentuk senyawa. Massa satu molekul suatu
senyawa ditentukan oleh jumlah massa semua atom penyusun molekul itu, massa ini
kemudian dikenal sebagai massa rumus relatif (M r). Misalnya massa rumus air, H2O = (2
x 1) + (1 x 16) = 18. Dalam perhitugan kimia, yang diperlukan adalah suatu satuan
jumlah zat yang menyatakan berapa gram zat yang harus ditimbang agar zat tersebut
mengandung partikel yang sama. Satuan yang digunakan adalah mol. Seperti telah
dijelaskan sebelumnnya bahwa satuan patokan bakunya juga menggunakan isotop
karbon-12. Dengan demikian satu mol isotop karbon-12 mempunyai massa 12 gram yang
sesuai dengan bilangan Avogadro, N yaitu 6,023 x 10 23 atom. Satu mol gas oksigen (O2)
mengandung N molekul O2 atau mengandung 2N atom oksigen (O). Jikalau massa atom
relatif oksigen adalah 16, maka massa rumus relatif molekul oksigen adalah 2 x 16 = 32.
Massa satu mol gas oksigen = 32 gram/mol.
4.3.3. Volume satu mol gas.
Hukum Avogadro menyatakan tiap-tiap gas ideal atau gas yang dianggap sebagai
gas ideal pada suhu dan tekanan tetap, volumenya sama dan mengandung jumlah partikel
yang sama pula. Reaksi-reaksi kimia sering melibatkan senyawa atau molekul dalam fasa
gas, dengan demikian hukum Avogadro dapat diterapkan pada reaksi-reaksi kimia yang
melibatkan senyawa-senyawa yang berfasa gas, dengan catatan bahwa gas-gas itu
merupakan gas ideal atau dianggap gas ideal dan berlaku persamaan P V = n R T.
Jikalau pada kondisi baku yaitu suhu 0 oC tekanan 76 cm Hg (atau 1 atm), maka volume
1 mol gas itu adalah, V = 22,41 dm3. Oleh karena hukum Avogadro berlaku dalam gas,
maka volume setiap satu mol gas ideal atau yang dianggap gas ideal pada kondisi baku
adalah sama (22,41 dm3). Dengan cara yang sama, setiap gas pada kondisi yang sama
volumenya juga sama dan pada keadaan baku setiap satu mol sembarang gas ideal atau
dianggap ideal volumenya sama yaitu 22,41 dm 3.
Cara lain untuk menentukan volume gas itu adalah dengan menggunakan definisi
densitas atau berat jenis atau kerapatan ().

4.4 . Bilangan Oksidasi


Sebelum konsep ikatan kimia didasarkan atas susunan elektron dalam atom setiap
unsur, pendekatan masalah ikatan kimia itu didasarkan atas konsep valensi. Konsep
valensi tersebut digunakan untuk menyatakan daya ikat antar atom dalam pembentukan
senyawa. Valensi suatu atom adalah angka yang menunjukkan jumlah atau banyaknya

57
atom tertentu yang diikat oleh atom tersebut. Pada umumnya yang diambil sebagai atom
baku atau “atom tertentu” itu adalah hidrogen, dengan demikian jika suatu atom yang
hanya mengikat n atom hidrogen dikatakan bervalensi n. Jadi valensi dinyatakan dengan
bilangan bulat 1, 2, 3, 4, … n (tanpa tanda + atau -). Oksigen bervalensi dua karena atom
oksigen mengikat dua atom hidrogen seperti dalam molekul H2O.
Penentuan valensi suatu atom yang tidak membentuk ikatan dengan hidrogen
dapat dilaksanakan secara tidak langsung, yaitu dengan memanfaatkan senyawa tersebut
dengan atom lain yang telah diketahui valensinya, misalnya valensi vanadium (V) dapat
diperoleh dari vanadium pentaoksida (V2O5), karena valensi oksigen telah diketahui
besarnya yaitu 2, maka pada kasus ini vanadium bervalensi 5 sebab 1 oksigen dapat
mengikat 2 hidrogen, jadi 2 vanadium dianggap mengikat 5 x 2 hidrogen, dengan
demikian 2 V mengikat 10 hidrogen, jadi 1 V mengikat 5 hidrogen, sehingga V
bervalensi 5.
Pada pembentukan senyawa natrium klorida terjadi ikatan antara natrium dan klor
karena satu elektron dari atom natrium pindah ke atom klorida dan menghasilkan ion
natrium dan ion klorida yang kemudian saling tarik menarik dengan gaya elektrostatis.
Perubahan susunan elektron seperti yang dialami oleh atom natrium dengan melepaskan
elektron itu disebut proses oksidasi sedangkan proses atom klor yang menerima elektron
disebut proses reduksi. Proses oksidasi selalu disertai proses reduksi dan reaksi antar
keduanya disebut reaksi oksidasi-reduksi atau biasa disingkat dengan istilah reaksi
redoks.
Na  e  Na+ (oksidasi)
-
Cl + e  Cl (reduksi)

Na + Cl  Na+ + Cl- (Na+Cl-) redoks
Spesies (senyawa, unsur, ion) yang mengalami oksidasi disebut reduktor sedangkan
spesies yang mengalami reduksi disebut oksidator. Dalam reaksi redoks di atas natrium
bertindak sebagai reduktor sedangkan klor bertindak sebagai oksidator. Pada reaksi
redoks, jumlah elektron yang dilepaskan oleh reduktor dan jumlah elektron yang diterima
oleh oksidator harus sama, namun demikian jumlah atom reduktor belum tentu sama
dengan jumlah atom oksidator. Muatan yang dimiliki oleh Na (+1) dan Cl (-1) pada
contoh di atas disebut bilangan oksidasi atau tingkat oksidasi. Oleh karena bilangan
oksidasi juga merupakan daya ikat suatu atom maka pada kejadian khusus apa yang
semula disebut valensi tidak lain adalah bilangan oksidasi, namun demikian valensi tidak
selalu sama dengan bilangan oksidasi, terutama karena valensi ditetapkan berdasarkan
daya ikat atom terhadap hidrogen (langsung, atau tidak langsung berdasarkan
perbandingan dengan atom lain). Berapapun besarnya valensi suatu atom X yang
membentuk molekul dengan mengikat atom sejenisnya, akan mempunyai bilangan
oksidasi nol, seperti terlihat dalam O2, meskipun valensi atom oksigen adalah dua dan
tetap bervalensi dua dalam molekul O2.

58
Bilangan oksidasi suatu unsur dapat diketahui bila susunan elektron dari molekul
yang mengandung unsur tersebut dilukiskan, akan tetapi cara ini akan menyita banyak
waktu, maka dalam penentuan bilangan oksidasi suatu unsur dapat dilakukan dengan
berpedoman kepada aturan berikut:
a. Atom yang tidak berikatan atau atom bebas atau atom dalam molekulnya mempunyai
bilangan oksidasi nol. Misalnya atom natrium dalam Na atau atom kalsium dalam Ca,
atom Oksigen dalam O2, atom klor dalam Cl2, atom fosfor dalam molekul P4 dan atom
belerang dalam molekul S8.
b.Karena molekul bersifat netral, jumlah bilangan oksidasi semua atom dalam molekul
tersebut adalah nol.
c. Bilangan oksidasi ion beratom tunggal adalah sama dengan muatan ion tersebut.
Jumlah bilangan oksidasi semua atom yang membentuk ion poliatom sama dengan
muatan pada ion tersebut.
d.Bilangan oksidasi fluor, unsur yang paling elektronegatif adalah –1 dalam semua
senyawa fluor.
e. Dalam bagian terbesar senyawa yang mengandung oksigen, bilangan oksidasi oksigen –
2, ada beberapa perkecualian dalam senyawa peroksida, tiap oksigen mempunyai
bilangan oksidasi –1. Misalnya dua atom oksigen dalam O2= adalah setara dan tiap
atom diberikan bilangan oksidasi –1 sehingga jumlah bilangan oksidasi sama dengan
muatan ionnya. Dalam super oksidasi, O2 tiap atom oksigen mempunyai bilangan
oksidasi –1/2. Dalam senyawa F2O oksigen mempunyai bilangan oksidasi +2.
f. Bilangan oksidasi hidrogen +1 dalam semua senyawa kecuali hidrida logam (seperti
LiH, CaH2 dan NaH) dimana hidrogen mempunyai bilangan oksidasi –1.
Dengan menggunakan aturan tersebut di atas, bilangan oksidasi unsur dalam suatu
senyawa dapat ditentukan.
Bilangan oksidasi atom-atom dalam H3PO4 bila dijumlahkan haruslah sama
dengan nol. Jika tiap atom hidrogen diberi tanda +1 (seluruhnya, +3) dan tiap oksigen
diberi tanda –2 (jumlah, -8) fosfor harus mempunyai bilangan oksidasi +5. Kesimpulan
yang sama diperoleh dengan memeriksa ion yang diturunkan dari asam fosfat, ion fosfat
PO43-. Dalam hal ini jumlah bilangan oksidasi –3, tiap oksigen diberi tanda -2(jumlah –
8), sehingga fosfor harus mempunyai bilangan oksidasi +5. Sering suatu unsur
mempunyai bilangan oksidasi lebih dari satu macam. Misalnya unsur nitrogen
memperlihatkan bilangan oksidasi bervariasi dari –3 (yaitu dalam senyawa NH3), sampai
+5 ( yaitu dalam senyawa HNO3).
Dengan menggunakan pengertian valensi dan bilangan oksidasi rumus molekul
suatu senyawa dapat disusun. Misalnya rumus molekul magnesium oksida adalah MgO
karena valensi magnesium dan oksigen adalah dua. Selanjutnya karena magnesium
mempunyai bilangan oksidasi +2 dan oksigen mempunyai bilangan oksidasi –2, maka
rumus molekul magnesium oksida dapat dituliskan sebagai Mg2+O2- dan oleh karena
molekul bersifat netral, rumus molekul biasanya disingkat dengan MgO. Aluminium

59
dapat membentuk senyawa aluminium oksida, dimana aluminium mempunyai bilangan
oksidasi +3 dan oksigen mempunyai bilangan oksidasi –2, dengan demikian rumus
molekul aluminium oksida dituliskan sebagai berikut Al3+O2- dan oleh karena molekul
bersifat netral artinya jumlah muatan positif harus sama dengan jumlah muatan negatif,
maka pada aluminium oksida itu rumus molekulnya menjadi (Al 3+)2(O2-)3. Jadi ada dua
atom aluminium bergabung dengan tiga atom oksigen membentuk Al2O3 yang bersifat
netral karena muatan positif = 2 x (+3) = +6 dan muatan negatifnya = 3 x (-2) = -6.
Angka 2 pada Al dan 3 pada oksigen itu merupakan indeks yang menyatakan jumlah
masing-masing atom. Dua ion dengan muatan berlawanan dapat membentuk senyawa
dengan ikatan ion. Misalnya ion aluminium dan ion sulfat membentuk molekul
aluminium sulfat. Oleh karena aluminium bermuatan +3 dan sulfat bermuatan –2, maka
aluminium sulfat dituliskan sbb: (Al3+)2(SO42-)3 disingkat Al2(SO4)3.
4.5Persamaan dan Tipe Reaksi
4.5.1 Persamaan Reaksi
Reaksi kimia terjadi bila satu atau lebih zat berubah menjadi satu atau lebih zat
baru dengan sifat-sifat yang berbeda dari sifat-sifat zat semula. Dalam suatu reaksi kimia
zat yang dihasilkan mempunyai susunan tertentu walaupun zat-zat yang bereaksi
dicampur dalam berbagai perbandingan. Reaksi kimia biasanya dinyatakan dengan
persamaan kimia, zat-zat yang bereaksi dan hasil reaksi yang dinyatakan dengan tanda
atom atau rumus molekul/ion, sedangkan arah perubahan reaksi ditunjukkan oleh tanda
anak panah (). Cara penulisannya berdasarkan hukum kekekalan massa yaitu jumlah
atom tiap unsur (bersenyawa atau bebas) yang ditunjukkan di sebelah kiri persamaan
reaksi sama dengan yang di sebelah kanan. Selain tanda anak panah yang dijelaskan di
atas dikenal pula tanda lain yang menggunakan dua anak panah yang disusun satu di atas
yang lain dengan arah yang berlawanan ( ). Reaksi yang menggunakan anak
panah tunggal adalah reaksi yang berjalan hanya dalam satu arah seperti yang ditunjuk
oleh arah anak panah, sedangkan reaksi yang menggunakan tanda panah bersusun dengan
arah berkebalikan menunjukkan jenis reaksi yang berjalan dalam dua arah dan disebut
pula reaksi bolak-balik atau reaksi keseimbangan. Setelah hasil reaksi terbentuk dalam
jumlah tertentu, hasil reaksi tadi akan bereaksi kembali dan membentuk pereaksi awal
yang ditunjukkan oleh anak panah kedua. Dengan demikian pada kondisi tertentu terjadi
kesetimbangan antara perubahan dari kiri ke kanan dengan perubahan dari kanan ke kiri
(bolak-balik). Kesetimbangan ini dapat dialihkan ke arah yang dikehendaki dengan
berbagai cara bergantung pada sifat tiap zat yang bereaksi, kondisi reaksi dll.
Tanda atom atau rumus molekul dalam suatu persamaan reaksi menunjukkan
jumlah minimum zat-zat yang bereaksi dan zat-zat yang dihasilkan oleh perubahan kimia.
“Perbandingan jumlah terkecil dari masing-masing zat seperti yang ditunjukkan oleh
persamaan reaksi” dinamakan stoikiometri dari reaksi tersebut. Bilangan yang
menunjukkan jumlah masing-masing atom, molekul atau ion dalam suatu persamaan
reaksi disebut koefisien persamaan reaksi. Persamaan reaksi dapat dituliskan sebagai

60
persamaan reaksi molekul atau ion. Dalam persamaan reaksi, zat-zat yang bereaksi dan
hasil reaksi ditulis dalam bentuk molekulnya, contoh.
2H2 + O2  2H2O
2NaOH + H2SO4  Na2SO4 + 2H2O
Dalam kenyataannya zat-zat tertentu dalam larutan bereaksi dalam keadaan ion. Dalam
persamaan reaksi ion hanya molekul, atom atau ion yang terlibat dalam reaksi kimia
ditulis dalam persamaan reaksi ion. Zat-zat yang dalam larutannya berada dalam bentuk
ion adalah, Asam kuat, basa kuat dan garam.
Contoh:
Reaksi larutan AlCl3 dengan larutan NaOH adalah :
AlCl3 + 3NaOH  Al(OH)3 + 3NaCl
Endapan
Dalam persamaan ini yang terlibat dalam reaksi adalah ion aluminium, Al 3+ dan ion
hidroksida, OH- yang bereaksi membentuk molekul aluminium hidroksida, Al(OH) 3.
Dengan demikian reaksi ionnya dituliskan sbb:
Al3+ + 3Cl- + 3Na+ + 3OH-  Al(OH)3 + 3Na+ + 3Cl-
Al3+ + 3OH-  Al(OH)3
Sering keadaan fisik setiap zat perlu dinyatakan dalam persamaan reaksi. Hal ini dapat
dilakukan dengan memberikan keterangan tambahan dibelakang setiap simbol pada
rumus persamaan reaksi seperti: (g) untuk gas, (c atau l) untuk cairan, (p atau s) untuk
padatan dan (aq) untuk larutan air.
Contoh:
AlCl3 (aq) + 3NaOH (aq)  Al(OH)3 (s) + 3NaCl (aq)
Penulisan persamaan reaksi ion lebih mendekati kenyataan dari pada persamaan reaksi
molekul, khususnya untuk reaksi zat-zat anorganik yang larut dalam air. Penulisan
persamaan reaksi ion lebih menonjol kegunaannya dalam reaksi redoks.

4.5.2 Tipe reaksi


Untuk menyatakan terjadinya suatu peristiwa kimia digunakan persamaan kimia,
dengan persamaan kimia diperoleh informasi kimia yaitu apa yang terjadi jika dua
macam atau lebih zat dicampur pada kondisi tertentu, berapa banyaknya zat itu bereaksi
dan berapa banyak terbentuk senyawa baru.Persamaan reaksi kimia dapat dikelompokkan
dalam 4 tipe reaksi;
1. Reaksi sintetis, yaitu reaksi pembentukan molekul dari unsur-unsurnya.
Fe + S  FeS
Fe + 6SCN Fe(SCN)63-
3+ -

2. Reaksi penguraian berganda, yaitu pembentukan molekul akibat adanya


pertukaran pasangan
AlCl3 + 3NaOH  Al(OH)3 + 3NaCl

61
3. Reaksi netralisasi, yaitu reaksi antara ion hidronium dengan ion hidroksida atau
antara suatu asam dengan basa yang biasanya menghasilkan air
H3O+ + OH- HOH + HOH
4. Reaksi redoks, yaitu reaksi yang terjadi dengan adanya transfer elektron
MnO2 + 4H+ + 2Br-  Br2 + Mn2+ + 2H2O
Penulisan persamaan reaksi kimia harus sesuai dengan hukum kekekalan massa
yaitu jumlah atom tiap-tiap unsur harus sama di sebelahkiri dan kanan tanda panah.
Langkah-langkah penulisan persamaan reaksi:
1. Tuliskan simbol kimia zat-zat pereaksi di sebelah kiri anak panah dan zat hasil reaksi
di sebelah kanan.
2. Buatlah setimbang persamaan reaksi dengan menambahkan koefisien sesuai dengan
hukum kekekalan massa.
Dalam penulisan simbol kimia perlu diperhatikan hal berikut; (a)Umumnya unsur gas
atomnya berpasangan, misalnya H2, O2, N2, Cl2. (b) Kebanyakan unsur padat dapat
dianggap sebagai atom-atom tunggal seperti: Na, Ca, Fe dsb. (c). Rumus kimia tidak
boleh diubah (hukum perbandingan tetap), (d). Umumnya pada reaksi yang berlangsung
dalam larutan air, pelarut tidak ikut bereaksi, oleh karena itu tidak dituliskan dalam
persamaan reaksi.
Contoh soal:
Setarakan persamaan reaksi kimia berikut ini,
Al2(SO4)3 + NH3 + H2O  Al(OH)3 + (NH4)2SO4
Untuk penulisan persamaan reaksi ion dapat digunakan aturan berikut:
1. Hanya ion, atom atau molekul yang berperan dalam reaksi ditulis dalam persamaan
reaksi kimia.
2. Elektrolit lemah, senyawa yang bergantung pada kondisi yang mengendap (sifat
senyawa), gas, molekul air ditulis dalam bentuk molekul
3. Jumlah muatan listrik pereaksi dan hasil reaksi harus sama.

4.5.3 Penyetaraan Reaksi Oksidasi-Reduksi


Reaksi redoks adalah proses kimia di mana ada pereaksi yang melepaskan
elektron dan ada yang menerima elektron. Peristiwa oksidasi dan reduksi terjadi
bersamaan dalam suatu reaksi, oleh karena reaksi redoks merupakan reaksi perpindahan
elektron dari reduktor kepada oksidator, maka reaksi ini mengakibatkan perubahan
bilangan oksidasi pada oksidator dan reduktor. Dalam reaksi yang terjadi antara kalium
dengan brom, bilangan oksidasi kalium berubah dari 0 menjadi +1 sedangkan bilangan
oksidasi brom berubah dari 0 menjadi –1, reaksinya dapat dituliskan sebagai berikut:
Oksidasi: K  K+ + e
Reduksi: 1/2Br2 + e  1/2Br-
Redoks: K + 1/2Br2  K+ + 1/2Br2-

62
Untuk dapat menyusun reaksi redoks, pertama-tama hasil reaksi perlu diketahui. Dalam
hal ini sudah cukup bila diketahui oksidator dengan hasilnya, demikian pula dengan
reduktor. Dengan demikian hasil reaksinya dapat diketahui bila kedua jenis pereaksi
tersebut.
Tabel 4.1 Beberapa oksidator dan reduktor dengan hasil reaksinya
Oksidator Suasana Larutan Hasil Reaksi
-
MnO4 asam Mn2+
Cr2O72- asam Cr3+
Ce4+ asam Ce3+
XO3 asam X-
(X=Cl, Br, I) asam X-
NO3- asam NO
MnO2 asam Mn2+
Fe3+ asam Fe2+
H2O2 asam H2O
2+
Fe asam Fe3+
SO2 asam SO42-
C2O42- asam CO2
-
I asam atau netral I2
H2S asam S (s)
-
S2O3 asam atau netral S4O6=
H3AsO3 asam atau netral H3AsO4
2+
Sn asam Sn4+
HNO2 asam NO3-
Zn(p) asam Zn2+

Ada dua cara untuk menyetarakan reaksi redoks yaitu cara reaksi setengah dan
cara perubahan bilangan oksidasi.

a. Cara reaksi setengah


Setiap persamaan reaksi redoks merupakan penjumlahan dua reaksi setengah, dalam
persamaan reaksi redoks yang sudah setara, jumlah elektron yang dilepaskan pada proses
oksidasi sama dengan jumlah elektron yang diterima pada proses reduksi. Ada tiga tahap
penyetaraan reaksi yakni
a. Penulisan kerangka reaksi setengah
b. Pengimbangan setiap reaksi setengah
c. Penambahan elektron untuk mengimbangkan muatan
d. Penjumlahan kedua reaksi setengah

63
Contoh:
Setarakan reaksi yang berlangsung dalam suasana asam
H2SO3 + HNO2  NO + SO42-
Tahap 1: Penulisan kedua reaksi setengah
H2SO3 SO42- Fe3+ (oksidasi)
HNO2  NO (reduksi)
Tahap 2: Penyeimbangan setiap reaksi setengah
(a) Penambahan H2O untuk mengimbangkan O
H2SO3 + H2O  SO42-
HNO2  NO+ + H2O
(b) Penambahan H+ untuk mengimbangkan H
H2SO3 + H2O  SO42- + 4 H+
+
HNO2 + H  NO + H2O
(c) Penambahan elektron untuk mengimbangkan muatan
H2SO3 + H2O  SO42- + 4 H+ + 2 e-
HNO2 + H+ + e-  NO + H2O
(d) Penyamaan jumlah elektron yang dilepaskan dan diterima
H2SO3 + H2O  SO42- + 4 H+ + 2 e-
2 HNO2 + 2 H+ + 2 e-  2 NO + 2 H2O
Tahap 3: Penjumlahan kedua reaksi setengah
H2SO3 + H2O  SO42- + 4 H+ + 2 e-
2 HNO2 + 2 H+ + 2 e-  2 NO + 2 H2O
H2SO3 2 HNO2  SO42- + 2 NO + 2 H+ + H2O

b. Cara perubahan bilangan oksidasi


Cara ini dapat dilakukan dalam beberapa tahap yakni:
a. Tuliskan pereaksi dan hasil reaksi
b. Tandai unsur-unsur yang mengalami perubahan bilangan oksidasi
c. Setarakan jumlah unsur yang mengalami perubahan bilangan oksidasi di ruas kiri
dan ruas kanan persamaan reaksi
d. Hitung jumlah berkurangnya dan bertambahnya bilangan oksidasi
e. Samakan jumlah berkurangnya dan bertambahnya bilangan oksidasi
f. Samakan jumlah muatan di ruas kiri dan ruas kanan dengan menambahkan H+
bila larutan bersifat asam atau OH- bila larutan bersifat basa
g. Tambahkan H2O untuk menyamakan jumlah atom H di ruas kiri dan ruas kanan.

Contoh:
Setarakan reaksi
FeSO4 + KMnO4 + H2SO4  Fe2(SO4)3 + MnSO4 + H2O + K2SO4
Tahap 1: Fe2+ + MnO4-  Fe3+ + Mn2+

64
Tahap 2,3,4: Fe2+ + MnO4-  Fe3+ + Mn2+
+2 +7 +3 +2
2+ - 3+
Tahap 5: 5 Fe + MnO4  5 Fe + Mn2+
Tahap 6: 5 Fe2+ + MnO4- + 8 H+  5 Fe3+ + Mn2+
Tahap 7: 5 Fe2+ + MnO4- + 8 H+  5 Fe3+ + Mn2+ + 4 H2O
Selanjutnya diubah menjadi molekul netral, diperoleh:
5FeSO4 + KMnO4 + 4H2SO4  5/2Fe2(SO4)3 + MnSO4 + 4H2O + ½ K2SO4
Karena koefisien masih ada yang pecahan maka persamaan dikalikan 2,
10FeSO4 + 2KMnO4 + 8H2O  5Fe2(SO4)3 + 2MnSO4 + 8H2O + K2SO4

65
LATIHAN SOAL
BAB IV. STOKHIOMETRI
1. Jelaskan yang saudara ketahui tentang konsep mol, Hukum Avogadro dan reaksi
redoks?.
2. Gas CO hasil pembakaran mesin kendaraan bermotor yang tidak sempurna,
merupakan salah satu gas yang sangat berbahaya bagi tubuh, hitunglah jumlah
partikel dan volume pada STP untuk 3,5 mol bensin yang terbakar mengikuti reaksi
berikut kemudian tentukan massa CO yang dihasilkan (Ar C = 12 dan O = 16).
2 C8H10(l) + aO2(g) → bCO(g) + cH2O(g)
3. Selesaikanlah reaksi berikut dalam suasana asam dan basa yaitu :
I- + MnO4- → Mn2+ + I2
4. Jika pada reaksi No.3, digunakan 9 g KMnO4 , berapakah massa iod yang harus
bereaksi agar tercapai ekivalensi reaksi?.
5. Contoh tanah 1,35 kg dari tambang emas PT. INCO telah diteliti kandungan nikelnya,
ditemukan sebanyak 1,275 mg, hitunglah berapa banyak kandungan Ni dalam 1 ton
contoh tanah tersebut dalam satuan mol dan atom.
6. Pada pemanasan 108 g HgO menurut reaksi 2HgO(s) → 2Hg(l) + O2(g) diperoleh
4,8 g O2, maka HgO yang terurai sebanyak (Ar Hg = 200, O = 16) :
a. 40 % b. 50% c. 60% d. 75% e. 80%
7. Jika hidrat tembaga (II) sulfat dipanaskan, akan berkurang sebanyak 36%.
Berdasarkan data tersebut, maka rumus molekul hidrat tersebut adalah (Ar Cu = 63,5
; S = 32 ; O = 16 dan H = 1) :
a. CuSO4.5H2O b. CuSO4.4H2O c. CuSO4.3H2O
d. CuSO4.2H2O e. CuSO4.H2O
8. Reaksi berikut yang tergolong reaksi redoks adalah :
1. Zn + 2 HCl → ZnCl2 + H2
2. SnCl2 + I2 + 2 HCl → SnCl4 + 2HI
3. Cu2O + CO → 2Cu + CO2
4. C6H12O6 + 2Ag(NH3)2OH + 3O2 → 2Ag + C6H12O7 + 2N2 + 7H2O
9. Jika pada STP, volume dari 4,25 g gas sebesar 2,8 liter, maka massa molekul
relatifnya adalah 34.
SEBAB
Hal tersebut sesuai dengan hukum Avogadro.
10. Jelaskan yang dimaksud dengan oksidasi, oksidator, reduksi, dan reduktor dan pada
soal No. 8 option 2 dan 4, yang manakah yang teroksidasi, tereduksi, reduktor, dan
oksidator.

66
BAB V
LARUTAN
5.1. Komponen Larutan
Larutan terdiri atas zat terlarut dan pelarut, dengan demikian apa yang disebut zat
terlarut dan apa pula yang disebut pelarut perlu diketahui terlebih dahulu. Pelarut adalah
zat/komponen, umumnya berwujud cair yang jumlahnya lebih banyak, sedangkan zat
terlarut adalah zat/komponen baik yang berwujud gas, cair maupun padatan yang
jumlahnya lebih kecil sehingga terbentuk larutan homogen. Larutan yang pelarutnya
berwujud padatan dan zat terlarutnya juga berwujud padatan disebut paduan, misalnya
kuningan merupakan larutan yang terdiri atas seng dan tembaga.
Larutan dapat juga dilihat sebagai suatu sistem homogen yang komposisinya
bervariasi. Meskipun larutan dapat mengandung banyak komponen, tetapi pada
kesempatan ini hanya dibahas larutan yang mengandung dua komponen yaitu larutan
biner. Komponen dari larutan biner yaitu zat terlarut dan pelarut. Contoh larutan biner
dapat dilihat dalam tabel 5.1.
Tabel 5.1. Contoh larutan biner.
1 Contoh
Zat terlarut Pelarut

Gas Gas Udara, semua campuran gas


Gas Cair Karbondioksida dalam air
Gas Padat Hidrogen dalam platina
Cair Cair Alkohol dalam air
Cair Padat Raksa dalam tembaga
Padat Padat Perak dalam platina
Padat Cair Garam dalam air

5.2 Jenis larutan


Seperti telah dijelaskan di atas bahwa larutan terdiri atas pelarut (solvent) dan zat
terlarut (solute). Pasangan zat tertentu dapat saling melarutkan dalam semua
perbandingan. Hal ini biasanya terjadi pada larutan gas-gas. Akan tetapi untuk larutan
lain yang wujudnya berbeda (cair-gas, cair-padat, padat-padat) ada batas antara keduanya
dalam membentuk larutan homogen. Nilai batas jumlah zat terlarut dalam jumlah pelarut
tertentu pada suhu dan tekanan tertentu untuk membentuk larutan homogen itu disebut
kelarutan. Dengan demikian yang dimaksud dengan kelarutan adalah nilai batas
kemampuan pelarut dalam volume tertentu (biasanya 1 dm3) untuk melarutkan zat
terlarut pada suhu 25 oC, tekanan 1 atm yang menghasilkan larutan homogen (sistem
yang homogen). Jumlah zat terlarut dalam larutan atau dalam pelarut pada volume/berat
tertentu itu disebut konsentrasi. Berdasarkan nilai konsentrasi itu larutan dapat dibedakan
menjadi 2 kelompok yaitu larutan encer dan larutan pekat. Pengelompokan ini akan

67
menimbulkan permasalahan yaitu berapa nilai batas antara pekat dan encer. Dari buku
acuan yang dibaca sampai saat ini belum ditemukan kriteria larutan pekat dan encer.
Misalnya ada yang menganggap larutan pekat bila zat terlarutnya lebih besar dari 1%, hal
ini tentu kurang tepat sebab bagaimana dengan zat yang kelarutannya sangat kecil. Oleh
sebab itu pada pembicaraan ini dibuat suatu perjanjian atau kesepakatan untuk
menetapkan batas antara pekat dan encer. Larutan dikatakan encer jikalau konsentrasi zat
terlarutnya lebih kecil daripada setengah nilai kelarutannya, sedangkan larutan dikatakan
pekat jikalau konsentrasi zat terlarutnya sama atau lebih besar daripada setengah nilai
kelarutannya.
Khusus untuk keadaan di mana tidak terdapat batas kelarutan zat terlarut misalnya
larutan etanol dalam air atau sebaliknya, maka larutan encer adalah larutan yang berat
(volume) zat terlarut lebih kecil daripada setengah berat (volume) pelarutnya, sedangkan
larutan dikatakan pekat bila berat (volume) zat terlarut sama atau lebih besar daripada
setengah berat (volume) zat pelarutnya dan maksimum sama dengan zat pelarutnya.
Jikalau berat (volume) zat terlarut lebih besar daripada zat pelarut, maka kriterianya
dibalik yaitu zat terlarut berubah fungsinya menjadi pelarut begitu juga sebaliknya (ingat
definisi larutan dan kriteria pelarut dan zat terlarut). Jikalau zat terlarut berlebihan (lebih
besar daripada nilai kelarutan bakunya) ditambahkan ke dalam pelarutnya dengan volume
tertentu maka keseimbangan antara zat terlarut murni dengan zat terlarut dalam larutan
terjadi. Pada keadaan keseimbangan ini kecepatan larutnya zat terlarut murni yang dapat
larut setara dengan laju keluarnya zat terlarut yang telah larut dari larutan homogen.
Dalam keadaan demikian ini konsentrasi zat terlarut yang telah larut adalah tetap,
sehingga disebut larutan jenuh, di mana larutannya dikatakan sebagai larutan jenuh pada
suhu dan tekanan tertentu. Larutan tak jenuh adalah larutan yang konsentrasinya masih
lebih kecil dari nilai batas kelarutan zat terlarut dalam pelarut tertentu.

5.3 Konsentarasi Larutan


Pada pembicaraan masalah larutan itu timbul permasalahan yaitu (1) bagaimana
menyatakan perbandingan antara zat terlarut dan pelarut, (2) wujud senyawa, zat atau
komponen pembentuk larutan tidak sama, (3) jumlah maksimum zat terlarut dalam
jumlah tertentu pelarut yang masih dapat membentuk larutan homogen, (4) jumlah zat
terlarut yang dinyatakan sebagai massa, mol, massa ekivalen, massa formula. Namun
demikian sebelum membicarakan masalah konsentrasi larutan perlu dijelaskan terlebih
dahulu masalah massa ekivalen.

5.3.1 Massa ekivalen


Massa ekivalen adalah massa dalam satuan gram suatu zat/senyawa/unsur yang
diperlukan untuk memberikan atau bereaksi dengan 1 mol proton (H+), sedangkan pada
reaksi redoks yang dimaksud dengan massa ekivalen adalah massa dalam satuan gram
suatu zat/unsur/senyawa yang diperlukan untuk memberikan atau menerima satu mol

68
elektron. Hubungan antara massa molekul dengan massa ekivalen dinyatakan dengan
persamaan,
M
BE  r
n

dimana, BE = massa ekivalen


Mr = massa molekul relatif
n = jumlah mol proton (H+) atau jumlah mol elektron atau jumlah mol
kation univalen yang diberikan atau diikat oleh suatu zat
Setelah hal mengenai jenis larutan dan kriterianya dibahas timbul permasalahan
bagaimana cara menyatakan konsentrasi larutan itu. Untuk menyatakan perbandingan
antara zat terlarut dan pelarut dalam larutan homogen, ada beberapa cara yaitu dinyatakan
dalam: (1). persen (%), (2). normalitas (N), (3). molaritas (M), (4). molalitas (m), (5).
fraksi mol (X), (6). ppm dan (7). formalitas (F). Masalah tersebut akan dibahas seara rinci
berikut ini.
Persentase (%)
Ada beberapa krirteria untuk menyatakan jumlah zat terlarut dalam satuan persen yaitu:
% b/b, % b/v, % v/b atau % v/v. Jadi baik zat terlarut maupun pelarut dapat diukur
volume maupun massanya bergantung pada wujud maupun kepraktisan mengukurnya,
oleh sebab itu dalam menyatakan % larutan itu hendaknya dicantumkan sistemnya yaitu
b/b, b/v, v/b atau v/v
Contoh:
Larutan natrium klorida 5% (b/v), ini berarti 5 gram NaCl padat dilarutkan dan
larutannya dijadikan 100mL. Demikian juga alkohol 5% (v/v). Tetapi untuk pemakaian
yang lebih eksak sebaiknya dipakai persen (b/b). Per definisi yang dimaksud dengan %
b/b di sini adalah:

Molaritas (M).
Molaritas atau molar disingkat dengan M didefinisikan sebagai jumlah mol zat terlarut
setiap volume tertentu (1 dm3) larutan. Secara sederhana molar dinyatakan sbb:
Berat zat terlarut
M 
massa molekul zat terlarut  x volume larutan
berat zat terlarut
mol zat terlarut massa molekul
M  
volume larutan volume larutan
jumlah n zat terlarut
M 
massa molekul zat terlarut  x V larutan (dm3 )

Larutan dikatakan 1 molar jikalau dalam 1 dm 3 larutan terdapat 1 mol zat terlarut.

69
1 mol zat terlarut
1M 
1 dm3 larutan
Contoh:
Kemolaran suatu larutan yang mengandung 10,00 gram NaOH (BM=40,00gram/mL)
dalam 500 mL larutan adalah:

10,00 gram
M   0,500 mol/L  0,5M
40,00 gram/mL x 0,5 L
Biasanya di Laboratorium kita mendapatkan zat yang berupa larutan dalam botol yang
dinyatakan hanya rumus kimia, Mr , % dan berat jenisnya. Maka untuk menghitung
molaritasnya kita dapat menggunakan rumus berikut:
Contoh:
Hitung molaritas larutan HCl pekat yang mempunyai M r = 36,5 ; % = 36,5% dan
 = 1,18 g/cm3
 x % x 1000
M 
Mr
Dengan menggunakan rumus di atas diperoleh molaritas = 11,8 M

Molalitas (m)
Molalitas atau molal didefinisikan sebagai jumlah mol zat terlarut setiap kilogram
pelarut. Secara sederhana molal (m) dapat dinyatakan sbb:

mol zat terlarut


Molal  molalitas 
kilogram pelarut
berat zat terlarut
Molal  molalitas 
(massa molekul zat terlarut) x (Kg pelarut)

Larutan mempunyai konsentrasinya satu molal, jikalau dalam setiap 1 Kg pelarut terdapat
1 mol zat terlarut.
Normalitass (N) dan Titer (T)
Normalitas didefinisikan sebagai jumlah larutan yang mengandung ekivalen zat terlarut
setiap volume larutan 1 dm3. Secara sederhana normal (N) dapat dinyatakan sbb:
Gram ekivalen zat terlarut
N  atau
Volume larutan

berat zat terlarut


N 
(massa ekivalen zat terlarut) x (volume larutan)

70
Mr
oleh karena BE  , maka
n

berat zat terlar ut


N  n x
(massa molekul zat terlarut) x (Volume larutan)

N  n x M
Persamaan di atas menyatakan hubungan antara normal dan molar dan n merupakan
jumlah proton yang dapat diterima atau dilepaskan oleh zat terlarut. Larutan dikatakan
konsentrasinya 1 normal jikalau dalam 1 dm 3 larutan itu terdapat 1 gram massa ekivalen
zat terlarut.

Contoh:
Berapa normalitas H2SO4 1M dan larutan HCl pekat (11,8 M)
Pembahasan:
N (H2SO4) = n x M = 2 x 1 = 2N dan N (HCl) = n x M = 1 x 11,8 N = 11,8 N.
Selain normalitas kadang juga digunakan titer dalam kimia analitik. Satuan titer adalah
berat per volume, tetapi berat digunakan untuk pereaksi yang bereaksi dengan larutan dan
bukan untuk zat yang terlarut. Contohnya: 1 mL HCl tepat menetralkan 4,00 mg NaOH,
maka konsentrasi larutan HCl dapat dinyatakan sebagai titer NaOH 4,00 mg/mL =
4,00 gram/L. Titer ini dengan mudah diubah menjadi normalitas sebagai berikut:

T = mg/mL.
mg
Sedang N  maka T = N x BE
BE x mL

Fraksi mol (X)


Fraksi mol didefinisikan sebagai perbandingan antara jumlah mol suatu komponen
dengan jumlah mol semua pembentuk larutan, dengan demikian fraksi mol ini selalu
dituliskan dengan indeks komponennya.
mol A
Fraksi mol zat A  X A 
jumlah mol semua komponen
Untuk larutan yang terdiri atas hanya komponen A dan B maka,
mol A
Fraksi mol A  XA 
mol A  mol B

mol B
Fraksi mol B  XB 
mol A  mol B

71
mol A mol B
Fraksi mol total = 1  X A  X B  
mol A  mol B mol A  mol B

mol A  mol B
 1
mol A  mol B

Bagian Perjuta (Part per million = ppm)


Bagian perjuta (ppm) didefinisikan sebagai jumlah zat terlarut dalam satu juta jumlah
larutan atau bagian suatu komponen dalam satu juta bagian campuran.

bagian suatu komponen W


ppm  ppm  x 10  6
satu juta bagian campuran W  Wo

W = massa/jumlah zat terlarut dalam satuan (gram, mgram dll)


Wo = massa/jumlah larutan dalam satuan (gram, mgram, dll).
Oleh karena ppm itu (pelarutnya 1 juta bag. – 1 bag. zat terlarut) sehingga dapat dianggap
W + Wo = Wo jadi
W
ppm  x 10 6
Wo
Dengan demikian jikalau larutan mempunyai konsentrasi 1 ppm, maka dalam 1 Kg
larutan itu terdapat 1 mg zat terlarut. Pada suhu 4 oC, tekanan 1 atm, air 1 dm3 dan
beratnya = 1 Kg.
mg zat terlar ut
ppm 
1.000.000 mgram larutan

atau pada sembarang suhu berlaku hubungan sbb:

mg zat terlar ut
ppm 
larutan x 1000.000 cm3
Formalitas
Formalitas ini kadang nilainya sama dengan molaritas, kecuali dalam hal tertentu yang
mana zat terlarut biasanya mempunyai suatu bentuk dalam larutan yang berbeda dengan
molekulnya, mungkin karena pengaruh ikatan hidrogen atau lainnya. Misalnya larutan
asam asetat dalam larutan air biasanya berbentuk dimer (2 molekul bergabung menjadi 1
bentuk) demikian juga asam benzoat dll. Formalitas didefinisikan sebagai banyaknya
bentuk yang terjadi yang sama dengan bilangan Avogadro dalam 1 dm 3 larutan. Dengan
demikian untuk larutan asam asetat (CH3COOH), 1M = ½ F karena 1 molar berarti ada
sebanyak bil. Avogadro molekul dalam 1 dm3 larutan maka bila zat ini membentuk dimer

72
(CH3COOH)2 dalam larutan berarti ada sebanyak ½ bil. Avogadro bentuk yang terjadi
dalam 1 dm3 larutan sehingga formalitasnya = ½ F.

5.4 Sifat Koligatif Larutan


5.4.1 Penurunan Tekanan Uap Jenuh (ΔP)
Apabila suatu zat cair (sebenarnya juga untuk zat padat) dimasukkan ke dalam
suatu ruangan tertutup maka zat itu akan menguap sampai ruangan itu jenuh. Pada
keadaan jenuh itu terdapat kesetimbangan dinamis antara zat cair (padat) dengan uap
jenuhnya. tekanan yang ditimbulkan oleh uap jenuh itu disebut tekanan uap jenuh.
Besarnya tekanan uap jenuh bergantung pada jenis zat dan suhu. Zat yang memiliki gaya
tarik-menarik antara partikel relatif besar, berarti sukar menguap, mempunyai takanan
uap jenuh yang relatif kecil, contohnya garam, gula, glikol, dan gliserol. Sebaliknya, zat
yang memiliki gaya tarik-menarik antara partikel relatif lemah, berarti mudah menguap,
mempunyai tekanan uap jenuh yang relatif besar. Zat seperti itu dikatakan mudah
menguap (volatile), contohnya etanol dan eter. Tekanan uap jenuh suatu zat akan
bertambah jika suhu dinaikkan. Tekanan uap jenuh air pada berbagai suhu diberikan pada
Tabel 5.2.
Bagaimanakah pengaruh zat terlarut pada tekanan uap pelarut?. Apabila ke dalam
suatu pelarut dilarutkan zat yang tidak mudah menguap, ternyata tekanan uap jenuh
larutan menjadi lebih rendah daripada tekanan uap jenuh pelarut murni. Dalam hal ini uap
jenuh larutan dapat dianggap hanya mengandung uap zat pelarut. Selisih antara tekanan
uap jenuh pelarut murni dengan takanan uap jenuh larutan disebut penurunan tekanan
uap jenuh (ΔP). jika tekanan uap jenuh pelarut murni dinyatkan dengan P 0 dan tekanan
uap jenuh larutan dengan P, maka diperoleh persamaan :
ΔP = P0 – P.
Tabel 5.2. Tekanan Uap Jenuh Air pada Berbagai Suhu (mm Hg).
T (oC) P T (oC) P T (oC) P T (oC) P
0 4,58 21 18,85 35 42,2 92 567,0
5 6,54 22 19,83 40 55,3 94 610,9
10 9,21 23 21,07 45 71,9 96 657,6
12 10,52 24 22,38 50 97,5 98 707,3
14 11,99 25 23,76 55 118,0 100 760,0
16 13,63 26 25,32 60 149,4 102 815,9
17 14,53 27 26,74 65 187,5 104 875,1
18 15,48 28 28,35 70 233,7 106 937,9
19 16,84 29 30,04 80 355,1 108 1004,6
20 17,54 30 31,82 90 525,8 110 1074,6
Penurunan tekanan uap jenuh dari berbagai larutan diberikan pada Tabel 5.3.
Tabel itu menunjukkan bahwa penurunan tekanan uap jenuh hanya bergantung pada

73
konsentrasi zat terlarut dan tidak bergantung pada jenis zat terlarut. Jadi, penurunan
tekanan uap jenuh merupakan sifat koligatif larutan.
Tabel 5.3. Penurunan Tekanan Uap Jenuh Berbagai Jenis Larutan dalam Air pada 20
0
C.

Selanjutnya, bagaimanakah pengaruh konsentrasi zat terlarut terhadap penurunan


tekanan uap jenuh. Menurut Raoult, untuk larutan-larutan encer dari zat yang tak atsiri,
penurunan takanan uap jenuh larutan sama dengan hasil kali takanan uap jenuh pelarut
murni dengan fraksi mol zat terlarut, sedangkan takanan uap jenuh larutan sama dengan
hasil kali takanan uap jenuh pelarut murni dengan fraksi mol pelarut :

P = XB . P0 ; P = XA . P0 dan XA = 1 - XB

P 0 = tekanan uap jenuh pelarut murni


P = tekanan uap jenuh lautan
P = penurunan takanan uap jenuh larutan
XA = fraksi mol zat pelarut
XB = fraksi mol zat tarlarut
Larutan yang memenuhi hukum Raoult disebut larutan ideal dan larutan yang seperti itu
adalah larutan-larutan encer. Untuk lebih memahami hukum Raoult, perhatikanlah contoh
soal berikut.
1. Contoh :
Tekanan uap jenuh air pada 100oC adalah 760 mm Hg. Berapakah tekanan uap jenuh
larutan glukosa 10% pada 100oC? (H = 1; C = 12; O = 16)
Pembahasan:
Tekanan uap jenuh larutan sebanding dengan fraksi mol pelarut. Dalam 100 gram larutan
terdapat:

74
90
Air 90%  90 gram  mol  5 mol
18
10
Glukosa 10%  10 gram  mol  0,056 mol
180
5
X air   0,99
5  0,056
P = Xair . Po = 0,99 . 760 mmHg = 752,4 mmHg
atau P = Xglukosa x Po = (1 – Xair) x Po = ( 1 – 0,99 ) x 760 = 7,6 mmHg
P = Po - P = 760 mmHg - 7,6 mmHg = 752,4 mmHg

5.4.2 Kenaikan Titik Didih (ΔTb) dan Penurunan Titik Beku (ΔTf)
Titik didih suatu cairan ialah suhu pada saat tekanan uap jenuh cairan itu sama
dengan tekanan luar (tekanan yang dikenakan pada permukaan cairan). Apabila tekanan
uap sama dengan tekanan luar, maka gelembung uap yang terbentuk dalam cairan dapat
mendorong diri ke permukaan menuju fase gas. Oleh karena itu, titik didih suatu cairan
bergantung pada tekanan luar. Di permukaan laut (tekanan = 760 mm Hg), air mendidih
pada 100 oC. di puncak Everest (ketinggian 8882 m dari permukaan larut), yang
tekanannya kurang dari 760 mm Hg, air mendidih pada 71 oC. Biasanya, yang dimaksud
dengan titik didih adalah titik didih normal , yaitu titik didih pada tekanan 760 mm Hg.
Titik didih normal air adalah 100 oC.

Gambar 5.1 Diagram P-T suatu larutan, air sebagai pelarut.

Hubungan antara tekanan uap jenuh dengan suhu air dan larutan berair diberikan
pada Gambar 5.1. Gambar seperti ini disebut diagram PT (P = tekanan; T = suhu).
Garis C-D disebut garis didih air. Setiap titik pada garis itu menyatakan suhu dan
tekanan air mendidih. Titik D menyatakan titik didih normal air. Oleh karena itu tekanan
uap jenuh larutan lebih rendah daripada tekanan uap pelarut, maka garis didih larutan
(garis BE) berada paralel di bawah garis didih air. Pada suhu 100 oC, tekanan uap larutan
masih berada di bawah 760 mm Hg. Oleh karena itu, larutan belum mendidih pada 100

75
o
C. larutan harus dipanaskan lebih tinggi lagi hingga tekanan uapnya mencapai 760 mm
Hg. Jadi, titik didih larutan lebih tinggi daripada titik didih pelarutnya. Selisih antara titik
didih larutan dengan titik didih pelarut itu disebut kenaikan titik didih larutan (Tb =
boiling point elevation), atau Tb = titik didih larutan – titik didih pelerut.
Adapun titik beku dari suatu cairan atau suatu larutan adalah suhu pada saat
tekanan uap cairan (larutan) itu sama dengan tekanan uap pelarut padat murni. Garis CF
(lihat Gambar 5.1) disebut garis beku air. Setiap titik pada garis itu menyatakan suhu dan
takanan air membeku. Titik C, yaitu perpotongan garis didih dan garis beku, disebut titik
triple. Titik itu menyatakan suhu dan tekanan pada saat es, air, dan uap air berada dalam
suatu kesetimbangan. Titik tripel air adalah 0,0099 oC dan tekanan 0,0060 atm. Jadi,
tekanan 0,0060 atm air membeku dan mendidih pada suhu 0,0099 oC. ternyata tekanan
luar praktis tidak mempengaruhi titik beku. Titik beku normal dari air, yaitu titik beku
pada tekanan luar 1 atm, adalah 0oC. Jadi, garis CF pad gambar 5.1 praktis tegak lurus.
Oleh karena tekanan uap larutan lebih rendah daripada tekanan uap pelarut, maka larutan
membeku pada 0oC. Jika suhu terus diturunkan ternyata pelarut padat murni mengalami
penurunan tekanan uap yang lebih cepat daripada larutan, sehingga pada suatu suhu di
bawah titik beku pelarut, tekanan uap larutan sama dengan tekanan uap pelarut padat.
Pada suhu itu larutan mulai membeku. Ketika larutan membeku, yang membeku adalah
pelarutnya, zat terlarut tidak membeku (es yang terbentuk di permukaan laut waktu
musim dingin adalah air murni/tawar). Dengan demikian larutan makin pekat dan titik
bekunya juga makin rendah. Jadi larutan tidak membeku pada suhu yang tepat. Yang
dimaksud dengan titik beku larutan ialah suhu pada saat larutan mulai membeku. Selisih
antara titik beku larutan disebut penurunan titik beku (Tf = freezing point depression),
atau (Tf = titik beku pelarut – titik beku larutan).
Percobaan-percobaan menunjukkan bahwa kenaikan titik didih maupun
penurunan titik beku tidak bergantung pada jenis zat terlarut, tetapi hanya pada jumlah
atau konsentrasi partikel dalam larutan. Oleh karena itu kenaikan titik didih dan
penurunan titik beku sebanding dengan konsentrasi larutan. Untuk larutan-larutan encer,
kenaikan titik didih (Tb) maupun penurunan titik beku (Tb) sebanding dengan
kemolalan larutan.
Tb = Kb x m Tf = Kf x m
Tb = kenaikan titik didih, Tf = penurunan titik beku, Kb = tetapan kenaikan
titik didih molal, Kf = tetapan penurunan titik beku molal, m = kemolalan larutan.
Tetapan kenaikan titik didih molal ialah nilai kenaikan titik didih jika konsentrasi larutan
(konsentrasi partikel dalam larutan) sebesar satu molal.
Tb = Kb x m, jika m = 1 maka Tb = Kb.
Demikian juga halnya dengan Kf adalah penurunan titik beku jika konsentrasi
larutan (konsentrasi partikel dalam larutan) sebesar satu molal. Harga Kb dan Kf ini

76
bergantung pada jenis pelarut. Harga Kb dan Kf dari beberapa pelarut diberikan pada
Tabel 5.4.
Tabel 5.4. Tetapan Kenaikan Titik Didih molal (Kb) dan Tetapan Penurunan Titik Beku
molal (Kf) dari Beberapa Pelarut.

Pelarut Titik Didih (oC) Kb TitikBeku(oC) Kf


Air 100 0,52 0 1,86
Asam asetat 118,3 3,07 16,6 3,57
Benzena 80,2 2,53 5,45 5,07
Kloroform 61,2 3,63 - -
Kamfer - - 178,4 37,7
Sikloheksana 80,7 2,69 6,5 20,0

Data kenaikan titik didih atau penurunan titik beku dapat digunakan untuk menentukan
massa molekul relatif (Mr) zat terlarut. Selain itu juga dapat digunakan untuk
menentukan konsentrasi larutan.

Contoh Soal:
Sebanyak 18 gram glukosa (Mr = 180) dilarutkan dalam 500 gram air. Tentukanlah titik
didih larutan itu. Kb air = 0,52oC
Pembahasan:
18 g
Mol Glukosa   0,1mol
180 g / mol
0,1 mol
kemolalan Larutan m 
0,5 kg
 0,2 mol/kg
ΔTb = m x Kb = 0,2 x 0,52oC = 0,104oC
titik didih larutan = Tb = titik didih pelarut + ΔTb = 100 + 0,104oC = 100,104oC

5.2.3 Tekanan Osmotik Larutan


Berbagai jenis selaput, baik yang alami (seperti jaringan usus) maupun yang
sintetik (seperti selofan), dapat dilewati molekul pelarut yang kecil tetapi menahan
molekul (partikel) zat terlarut. Selaput seperti ini disebut selaput semipermeabel. Apabila
ada dua jenis larutan yang berbeda konsentrasinya dipisahkan oleh suatu selaput
semipermeabel, akan terdapat aliran bersih (netto) pelarut dari larutan yang lebih encer ke
larutan yang lebih pekat. Hal ini terlihat dari bertambah tingginya larutan yang lebih
pekat, sedangkan tinggi larutan yang lebih encer kurang. Perpindahan bersih molekul
pelarut ini disebut osmosis.
Osmosis dapat dicegah dengan memberi suatu tekanan pada permukaan larutan.
Tekanan yang diperlukan untuk menghentikan aliran pelarut dari pelarut murni menuju

77
larutan disebut tekanan osmotik larutan. Larutan glukosa 20 % mempunyai tekanan
osmotik sekitar 15 atm (berarti permukaan larutan dapat naik hingga 150 m). Tekanan
osmotik tergolong sifat koligatif karena harganya bergantung pada konsentrasi dan bukan
pada jenis partikel zat terlarut. Menurut Van’t Hoff, tekanan osmotik larutan-larutan
encer dapat dihitung dengan rumus yang serupa dengan persamaan gas ideal, yaitu:
V = nRT atau π = n RT/V = MRT
Dimana :  = tekanan osmotik
V = volum larutan (dalam liter)
n = jumlah mol zat terlarut
T = suhu absolut larutan (suhu kelvin)
R = tetapan gas (0,08205L atm mol-1 K-1
M = molaritas larutan
Contoh soal:
Berapakah tekanan osmotik larutan sukrosa 0,0010 M pada 25oC?
Pembahasan:
 = MRT
= 0,0010 mol L-1 x 0,08205 L atm mol-1 K-1 x 298 K = 0,024 atm
Pengukuran tekanan osmotik juga digunakan untuk menetapkan massa molekul
relatif zat, teristimewa untuk larutan yang sangat encer atau untuk zat yang massa
molekulnya relatif sangat besar. Larutan sukrosa dalam contoh soal di atas mempunyai
kemolalan 0,001 m (untuk larutan-larutan yang sangat encer, kemolaran sama dengan
kemolalan). Sesuai dengan persamaan di atas, kenaikan titik didih dan penurunan titik
beku larutan itu adalah 0,00052oC dan 0,00186oC. Perbedaan suhu sekecil itu sulit diukur
dengan ketelitian tinggi, sebaliknya perbedaan tekanan sebesar 18 mmHg jelas lebih
muda diukur.
Contoh soal:
Larutan 5 gram suatu zat dalam 500 mL larutan mempunyai tekanan osmotik sebesar 38
cm Hg pada 27OC. Tentukanlah massa molekul relatif (Mr) zat itu.
Pembahasan:

78
Jenis osmosis yang terdapat dalam tubuh mahluk hidup ialah pada sel darah
merah. Dinding sel darah merah mempunyai ketebalan kira-kira 10 nm dan pori dengan
diameter 0,8 nm. Molukul air berukuran kurang dari setengah diameter tersebut hingga
dapat lewat dengan mudah. Ion K+ yang terdapat dalam sel juga berukuran lebih kecil
dari pori dinding sel itu tetapi karena dinding sel tersebut bermuatan positif maka ion K +
akan ditolak. Jadi, faktor-faktor selain ukuran partikel dapat juga menentukan partikel
mana yang dapat melalui pori sebuah selaput semipermeabel. Cairan dalam sel darah
merah mempunyai tekanan osmotik yang sama dengan larutan NaCl 0,9%. Dengan kata
lain, cairan sel darah merah isotonik dengan larutan NaCl 0,9%. Jika sel darah merah
dimasukkan ke dalam larutan NaCl yang lebih pekat dari 0,9%., air akan keluar dari
dalam sel dan sel akan mengerut. Larutan yang demikian dikatakan hipertonik.
Sebaliknya jika sel darah merah dimasukkan ke dalam larutan NaCl yang lebih encer dari
0,9%, air akan masuk ke dalam sel dan sel akan menggembung. Larutan itu dikatakan
hipotonik.
5.3. Sifat Koligatif Larutan Elektrolit
2. Larutan elektrolit memberi sifat koligatif yang lebih besar daripada sifat
koligatif larutan nonelektrolit yang berkonsentrasinya sama. Contoh, larutan NaCl 0,010
m mempunyai penurunan titik beku sebesar 0,0359oC. harga ini hampir dua kali lebih
besar (tepatnya 1,93 kali lebih besar) daripada penurunan titik beku larutan urea 0,010 m,
perbandingan antara harga sifat koligatif yang terukur dari suatu larutan elektrolit dengan
harga sifat koligatif yang diharapkan suatu larutan nonelektrolit pada konsentrasi yang
sama disebut faktor van’t Hoff dan dinyatakan dengan lambang i. Harga i untuk larutan
NaCl 0,010 m dapat dihitung sebagai berikut.

Harga i dari berbagai jenis larutan dari berbagai konsentrasi diberikan pada Tabel 5.5.
Tabel 5.5 Harga i (faktor van’t Hoff) untuk penurunan titik beku berbagai jenis elektrolit
Tipe Nama Zat 0,100 m 0,0100 m 0,00500 m Batas
Elektrolit teoretis
1. Ion NaCl 1,87 1,93 1,94 2
KCl 1,86 1,94 1,96 2
MgSO4 1,42 1,62 1,69 2
K2SO4 2,46 2,77 2,86 3
2. Kovalen HCl 1,91 1,97 1,99 2
CH3COOH 1,01 1,05 1,06 2
H2SO4 2,22 2,59 2,72 3

79
Apa penyebab larutan elektrolit mempunyai harga sifat koligatif yang lebih besar?
Pada permulaan bab ini telah disebutkan bahwa sifat koligatif larutan bergantung pada
konsentrasi partikel dalam larutan dan tidak bergantung pada jenisnya, apakah partikel itu
berupa molekul, atom atau ion. Sebagaimana telah kita ketahui, zat elektrolit sebagian
atau seluruhnya terurai menjadi ion-ion. Jadi, untuk konsentrasi yang sama larutan
elektrolit mengandung jumlah partikel lebih banyak daripada larutan nonelektrolit. Oleh
karena itu, larutan elektrolit mempunyai sifat koligatif lebih besar daripada sifat koligatif
larutan nonelektrolit. Satu mol zat non elektrolit dalam larutan menghasilkan satu mol
(6,02 x 1023butir) partikel. Sebaliknya, satu mol elektrolit tipe ion seperti NaCl terdiri
atas satu mol ion Na+ dan satu mol ion Cl-, satu mol K2SO4 terdiri atas dua mol ion K+
dan satu mol ion SO42-.
Secara teoritis, larutan NaCl akan mempunyai penurunan titik beku dua kali lebih
besar daripada larutan urea (mempunyai harga i = 2) sedangkan larutan K2SO4 tiga kali
lebih besar (i = 3). Akan tetapi, seperti tampak pada tabel 5.6 harga i dari elektrolit tipe
ion itu selalu lebih kecil dari harga teoritis. Hal ini disebabkan oleh tarikan listrik antar
ion yang berbeda muatan sehingga tidak satupun dari ion-ion itu yang 100% bebas.
Makin kecil konsentrasi larutan, jarak antar ion makin besar dan ion-ion makin
bebas,.akibatnya harga i semakin mendekati harga teoritis.
Harga i dari elektrolit tipe kovalen ternyata lebih bervariasi, bergantung pada
kekuatan elektrolit itu. Elektrolit lemah mempunyai harga i mendekati satu, sedangkan
elektrolit kuat mempunyai harga i yang mendekati harga teoritisnya, hubungan harga i
dengan persen ionisasi (derajat disosiasi) dapat diturunkan sebagai berikut. Misal
konsentrasi larutan M molar, dan derajat disosiasi , maka jumlah elektrolit yang
mengion adalah M.
Jumlah yang mengion

Jumlah mula - mula
Jumlah yang mengion = jumlah mula-mula x α
=Mxα
misalkan pula 1 molekul elektrolit membentuk n ion. Jadi, jika Mα mol elektrolit
mengion akan menghasilkan nMα mol ion, sedangkan jumlah mol elektrolit yang tidak
mengion adalah M – Mα. Supaya lebih jelas perhatikanlah perincian berikut.
A (elektrolit) ↔ n B (ion)
Mula-mula : M
-
3. Ionisasi : -M α +nMα
4. Setimbang : M–Mα nMα
5. Konsentrasi partikel dalam larutan = konsentrasi partikel elektrolit (A) +
konsentrasi ion-ion (B) = M – Mα + nMα = M[1 + (n – 1)α]. Dengan demikian
pertambahan jumlah partikel dalam larutan elektrolit = 1 + (n – 1)α. Oleh karena

80
pertumbuhan sifat koligatif larutan elektrolit sebanding dengan pertambahan jumlah
partikel dalam larutan, maka rumus-rumus sifat koligatif untuk larutan elektrolit menjadi:
ΔTb = Kb x m x i
ΔTf = Kf x m x i
 = MRT x i
i = 1 + (n – 1)α
Rumus-rumus di atas juga dapat digunakan untuk larutan elektrolit tipe ion, di mana α
menyatakan aktivitas, yaitu tingkat kebebasan ion-ion (karena ion-ion tidak bebas 100%,
,maka derajat ionisasi larutan elektrolit tipe ion tidak sama dengan satu tetapi mendekati
satu).
Contoh soal:
Satu gram MgCl2 dilarutkan dalam 500 gram air. Tentukanlah
a. titik didih, b. titik beku, c. tekanan osmotik larutan itu pada 25 oC. Jika derajat
ionisasi (aktivitas) = 0,9. Kb air = 0,52oC; Kf air = 1,86oC. (Mg = 24; Cl = 35,5)
Pembahasan:
Molaritas larutan juga dapat dianggap = 0,022 mol/liter (untuk larutan encer,kemolalan
dan kemolaran mempunyai harga yang hampir sama).
i = 1 + ( n – 1 ) . α , diperoleh nilai i = 1 + ( 3 – 1 ) . 0,9 = 2,8
a) ΔTb = Kb x m x i , maka nilai ΔTb = 0,52 x 0,022 x 2,8 = 0,032oC
titik didih larutan = 100 + 0,032oC = 100,032oC
b) ΔTf = Kf x m x i , maka nilai ΔTf = 1,86 x 0,022 x 2,8 = 0,115oC
titik beku larutan = Tf = 0 – 0, 115oC = -0,115oC
c) π = MRT x i , maka nilai π = 0,022 x 0,08205 x 298 x 2,8 = 1,51 atm.

5.4. Sistem Koloid


Sistem koloid adalah campuran homogen antara fase terdispersi dan fase
pendispersi. Sistem dispersi ada 3 macam antara lain : sistem larutan, sistem suspensi dan
sistem koloid, sebagaimana yang disajikan persamaan dan perbedaannya pada Table 5.6.
Adapun pengelompokan koloid secara umum ada 8 macam sebagaimana dalam Tabel
5.7.
Tabel. 5.6. Persamaan dan perbedaan ketiga sistem dispersi.
Sifat Sistem Dispersi
Larutan Koloid Suspensi
Bentuk Campuran Homogen Homogen Heterogen
Bentuk dispersi Dispersi molekuler Dispersi padatan Dispersi padatan
Penulisan A(aq) A(s) A(s)
Ukuran diameter < 10-7 cm 10-7 – 10-5 cm > 10 –5 cm
partikel tetap homogen heterogen dengan
Pemeriksaan mikroskop dengan mikroskop dengan mata biasa

81
ultra mikroskop heterogen
tidak dapat disaring ultra dapat disaring
Penyaringan dgn penyaringan dapat disaring dengan penya-
apapun dengan penya- ring biasa
ring ultra

Tabel. 5.7 Macam-macam koloid.


1.1.1.1.1.1.1.1
Fasa N Fasa
Nama koloid Contoh
Terdispersio Pendispersi
1 Gas Cair Buih Buih sabun, shampoo, deterjen, lerek
2 Gas Padat Busa padat Karet busa, batu apung
3 Cair Gas Aerosol cair Kabut
4 Cair Cair Emulsi Susu, santan, es krim
5 Cair Padat Emulsi padat Mutiara, keju
6 Padat Gas Aerosol padat Asap
7 Padat Cair Sol Cat, larutan agar-agar dan kanji, lotion
8 Padat Padat Sol padat Kaca berwarna, campuran logam

5.4.1 Sifat khas Partikel Koloid


Partikel koloid mempunyai sifat-sifat khas seperti efek Tyndall, gerak brown,
adsorpsi, koagulasi, koloid liofil dan koloid liofob.

5.4.1.1 Efek Tyndall


Efek Tyndall adalah efek penghamburan cahaya oleh partikel koloid. Efek
Tyndall terjadi karena partikel koloid dengan ukuran lebih besar mampu memantulkan
kembali cahaya yang diterima. Sedangkan pada larutan karena molekuler maka ukuran
partikel tersebut kecil sekali dan tidak mempu memantulkan cahaya yang diterima dan
mata kita pun tidak mampu mengamatinya.

5.4.1.2 Gerak Brown


Gerak brown adalah gerak acak, gerak tidak beraturan dari partikel koloid.
Gerakan ini terjadi karena benturan molekul-molekul zat pendispersi pada partikel
koloid. Gerak brown ditemukan oleh Robert Brown, seorang ahli Biologi Inggris.

5.4.1.3 Adsorpsi
Beberapa partikel koloid mempunyai sifat adsorpsi (penyerapan pada permukaan)
terhadap partikel atau ion atau senyawa lain. Penyerapan terhadap ion positif atau ion
negatif dari partikel koloid menyebabkan koloid menjadi bermuatan. Partikel koloid
Fe(OH)3 sebetulnya tidak bermuatan, tetapi karena partikel koloid Fe(OH) 3 mampu
mengikat (mengadsoprsi) ion-ion positif (ion H+) maka permukaan koloid Fe(OH)3
menjadi bermuatan positif.

82
5.4.1.4 Koagulasi
Koagulasi adalah penggumpalan partikel koloid dan membentuk endapan.
Dengan terjadinya koagulasi, berarti zat terdispersi tidak lagi membentuk koloid.
Koagulasi dapat terjadi secara fisik karena pemanasan, pendinginan, pengadukan atau
secara kimia seperti penambahan elektrolit, pencampuran koloid yang berbeda muatan.
5.4.1.5 Koloid liofil dan Koloid liofob
Koloid ini terjadi pada sol yaitu fase terdispersinya padatan dan fase
pendispersinya cairan. Koloid liofil adalah koloid sol di mana partikel koloid (sebagai
fase terdispersi) senang (dapat menarik/mengikat) cairannya (sebagai fase pendispersi).
Liofil artinya : lio = cairan dan philia = senang, cinta. Contoh koloid liofil adalah sol
kanji, agar-agar, lem, cat, gelatin, protein, sabun, dan lain-lain.
5.4.2 Peristiwa Elektroforesis
Kita sudah mempelajari adanya koloid yang bermuatan seperti: koloid bermuatan
positif: Fe(OH)3, Al(OH)3 dan koloid bermuatan negatif : sol, emas, As2S3. Jika koloid
yang bermuatan positif seperti sol Fe(OH)3 dialiri arus listrik searah kemudian
dimasukkan elektroda positif dan elektroda negatif, maka partikel koloid Fe(OH) 3
bergerak dan mengumpul pada elektroda negatif. Begitu juga jika kedua elektroda
dimasukkan dalam koloid As2S3, maka partikel koloid tersebut akan bergerak dan
mengumpul pada elektroda positif. Peristiwa pergerakan partikel koloid yang bermuatan
ke salah satu elektroda disebut elektroforesis. Elektroforesis dapat digunakan untuk
menentukan muatan partikel koloid. Jika partikel koloid berkumpul di elektroda positif
berarti koloid bermuatan negatif dan jika partikel koloid berkumpul di elektroda negatif
berarti koloid bermuatan positif.
5.4.3 Dialisis
Dialisis adalah proses pemurnian partikel koloid dari muatan-muatan yang
menempel pada permukaannya. Adanya ion-ion tersebut merupakan sisa dari pereaksi
pada proses pembuatannya. Misalnya pada pembuatan koloid Fe(OH) 3 terdapat ion-ion
H+ dan Cl-. Begitu juga pada pembuatan koloid As2S3 terdapat ion-ion H+ dan S2-.
5.4.4 Pembuatan Sistem Koloid
5.4.4.1 Cara Kondensasi
Cara kondensasi termasuk cara kimia. Pada proses kondensasi, molekul-molekul
dari larutan direaksikan menghasilkan suatu senyawa yang sukar larut dalam air dan
membentuk partikel koloid.
Reaksi kimia untuk menghasilkan partikel koloid dapat merupakan:
a) Reaksi Redoks
Pada reaksi ini terjadi perubahan bilangan oksidasi.
Contoh : Pembuatan sol belerang
2H2S (g) + SO2 (aq)  3 S(s) + 2H2O (l)

83
b) Reaksi Hidrolisis
Sol senyawa hidrolisis yang sukar larut seperti Fe(OH) 3 , Al(OH)3 dapat dibuat dari
reaski hidrolisis dengan air.
Contoh : Pembuatan sol Fe(OH)3
Larutan FeCl3 , ditambahkan pada air mendidih maka,
FeCl3 (aq) + 3H2O (l)  Fe(OH)3 (s) + 3 HCl (aq)
c) Reaksi Substitusi
Contoh : Pembuatan sol As2S3
Sol As2S3 dibuat dengan mengalirkan gas H2S ke dalam larutan asam arsenit yang
encer melalui reaksi substitusi berikut,
2H3AsO3 (aq) + 3H2S (g)  As2S3 (s) + 6H2O(l)

5.4.4.2 Cara Dispersi


Cara ini dilakukan dengan mengubah partikel ukuran besar menjadi partikel koloid.
5.4.4.3 Cara Mekanik
Ini dilakukan dari gumpalan materi yang besar kemudian dihaluskan dengan cara
penggerusan atau penggilingan. Seteleh diperoleh partikel yang halus, kemudian
didispersikan dalam medium pendispersi. Agar partikel padatan tidak mengendap maka
ditambahkan zat penstabil.
5.4.4.4 Cara Busur Bredig
Mula-mula logam yang akan didispersikan (Au atau Pt) dibuat seperti elektroda,
kemudian kedua logam dihubungkan dengan arus listrik dan dicelupkan dalam larutan
KCl 0,001 M. Panas yang timbul, mula-mula menguapkan logam kemudian uap logam
terkondensasi dalam larutan dan membentuk partikel koloid.
5.4.4.5 Cara Peptisasi
Cara ini mengubah endapan yang terjadi dengan diubah menjadi partikel koloid
dengan cara penambahan zat kimia (elektrolit). Reaksi pembentukan Al(OH) 3 dalam
jumlah banyak dapat membentuk endapan Al(OH) 3. Endapan Al(OH)3 diubah menjadi
partikel koloid dengan penambahan AlCl 3. Endapan CdS atau NiS jika dialiri gas H2S
akan terbentuk sol S yang terdispersi. Jadi sol sulfida bukan berasal dari larutan tetapi
dari endapan.

84
LATIHAN SOAL
BAB V. LARUTAN

1. Contoh di bawah yang bukan larutan adalah:


a. Campuran gas dalam udara
b. Campuran pasir dan semen
c. Campuran alkohol dan air
d. Campuran perak dan platina
e. Campuran garam dalam air laut
2. Larutan yang zat terlarutnya tepat larut semua, bila ditambah tidak bisa larut lagi
disebut:
a. Larutan encer
b. Larutan pekat
c. Larutan jenuh
d. Larutan lewat jenuh
e. Larutan ideal
3. Di bawah ini yang tidak termasuk sifat koligatif larutan adalah:
a. Penurunan tekanan uap jenuh
b. Kenaikan titik didih
c. Penurunan titik lebur
d. Kenaikan tekanan uap jenuh
e. Tekanan osmotik larutan
4. Penurunan titik beku larutan dengan konsentrasi elektrolit dan non-elektrolit sama
maka pernyataan di bawah yang tidak benar adalah:
a. Elektrolit > non-elektrolit
b. Elektrolit tipe ion > tipe kovalen
c. K2SO4 > NaCl
d. H2SO4 > HCl
e. CH3COOH > HCl
5. Yang bukan sifat sistem koloid adalah:
a. Bentuk campuran homogen
b. Ukuran diameter 10-7 – 10-5 cm
c. Dapat disaring dengan penyaring biasa
d. Bentuk dispersinya padatan
e. Heterogen dengan mikroskop ultra
6. Cat merupakan koloid yang:
a. Fasa terdispersi padat, fasa pendispersi cair
b. Disebut juga dengan sol padat
c. Sejenis santan
d. Sejenis kabut

85
e. Fasa terdispersi cair, fasa pendispersi padat
7. Contoh di bawah yang bukan koloid adalah:
a. Kaca berwarna
b. Campuran logam
c. Keju
d. Larutan kanji
e. Garam dalam air

86
BAB VI
KINETIKA REAKSI

Kinetika reaksi merupakan cabang ilmu kimia yang mempelajari tentang proses
yang berhubungan dengan kecepatan atau laju suatu reaksi dan faktor-faktor yang
mempengaruhi laju reaksi. Dalam praktek suatu reaksi kimia dapat berlangsung dengan
laju atau kecepatan yang berbeda beda. Reaksi yang berlangsung sangat cepat misalnya
adalah reaksi terbentuknya endapan perak klorida dari larutan perak nitrat dengan larutan
natrium klorida. Contoh lain misalnya adalah reaksi antara larutan natrium tiosulfat
dengan asam klorida encer yang akan membentuk endapan belerang beberapa saat
kemudian. Namun dalam kehidupan sehari-hari sering dijumpai reaksi yang berlangsung
lambat seperti misalnya peristiwa perkaratan besi atau korosi. Reaksi yang menyangkut
proses geologi juga berlangsung sangat lambat misalnya peristiwa pelapukan materi atau
perubahan struktur kimia pada batu karang yang disebabkan oleh pengaruh air dan gas-
gas yang terdapat di atmosfir.
Dalam industri suatu proses atau reaksi perlu dikondisikan sedemikian rupa
sehingga produknya dapat diperoleh dalam waktu yang sesingkat mungkin. Oleh karena
itu dengan mempelajari kinetika kimia maka seluruh faktor-faktor yang mempengaruhi
laju suatu reaksi dapat dikendalikan sehingga lebih hemat dan efisien dan hasil reaksinya
diharapkan sesuai yang diinginkan. Berkaitan dengan hal itu dalam materi kinetika kimia
ini akan dipelajari tentang laju atau kecepatan suatu reaksi, mekanisme reaksi, orde reaksi
dan faktor-faktor penentu laju suatu reaksi kimia.

6.1. Pengertian Laju Reaksi


Pengertian tentang laju reaksi adalah perubahan jumlah pereaksi dan hasil reaksi
per satuan waktu. Karena reaksi berlangsung ke arah pembentukan hasil, maka laju reaksi
tak lain dari pengurangan jumlah pereaksi per satuan waktu, atau pertambahan junlah
hasil reaksi per satuan waktu. Untuk reaksi sederhana berikut,
A + B  C
laju reaksi dinyatakan sebagai berkurangnya konsentrasi molar zat A, sehingga
dimensi laju reaksi yang umum adalah mol.L-1.detik-1 (Molar/detik). Laju reaksi dapat
juga diterangkan melalui pengurangan zat B atau bertambahnya zat C. Hal lain yang patut
diperhatikan adalah tanda negatif diberikan untuk laju pengurangan pereaksi dan positif
untuk laju pembentukan hasilreaksi, sehingga pernyataan laju reaksi dapat dituliskan
sebagai :
Laju reaksi = - laju pengurangan zat A
= - laju pengurangan zat B
= + laju pembentukan zat C

87
Secara matematik, untuk pereaksi A jika konsentrasi mula-mula adalah a
sedangkan pada waktu t konsentrasi hasil reaksi adalah x dan konsentrasi A yang tersisa
adalah a - x, maka laju reaksinya dinyatakan dalam persamaan berikut:
 d(a  x)
Laju   (8.2)
dt
Untuk reaksi yang persamaan stoikiometrinya bukan 1:1 perlu diperhatikan
benar definisi tentang laju reaksi. Misalnya reaksi berikut dalam suasana asam:
- - +
5 Br + BrO3 + 6 H  3 Br2 + 3 H2O
Dari persamaan reaksi dapat dilihat bahwa berkurangnya konsentrasi ion H+ enam
kali lebih cepat dari konsentrasi ion bromat, dan perubahan konsentrasi ion bromida tiga
kali lebih cepat dari perubahan konsentarasi ion bromat. Dengan demikian, maka laju
reaksi adalah 1/n kali perubahan konsentrasi persatuan waktu untuk zat dengan n mol
terdapat persamaan reaksi. Oleh karena itu maka:


 
1 d Br 


d BrO3

   1 d H   1 d Br   1 d H O

2 2

5 dt dt 6 dt 3 dt 3 dt

Contoh soal:
1. Reaksi pembakaran metana CH4 : CH4(g) + 2 O2(g)  CO2 (g) + 2 H2O(g)
Jika metana terbakar dengan laju 0,15 mol L-1 s-1, hitung laju pembentukan CO2 dan
H2O
Pembahasan:
0,15 mol CH 4 1 mol CO 2
Laju pembentukan CO 2  x
Lxs 1 mol CH 4
 0,15 mol CO 2 L1 s 1
0,15 mol CH 4 2 mol H 2 O
Laju pembentukan H 2 O  x
Lxs 1 mol CH 4
1 1
 0,30 mol H 2 O L s

Contoh soal:
2. Perhatikan reaksi berikut ini:
4NH3 (g) + 3O2 (g)  2N2 (g) + 6H2O(g)
Pada suatu saat terbentuk N2 dengan laju 0,60 mol L-1 s-1, hitung Laju:
a. Pembentukan H2O
b.Bereaksinya NH3
c. Penggunaan O2

88
Pembahasan:
0,60 mol N 2 6 mol H 2 O
a. Laju pembentukan H 2 O  x  1,80 mol H 2 O L1 s 1
Lxs 2 mol N 2
0,60 mol N 2 6 mol NH 3
b. Laju bereaksin ya NH 3  x   1,20 mol NH 3 L1 s 1
Lxs 4 mol N 2
0,60 mol N 2 6 mol O 2
c. Laju penggunaan O 2  x   1,90 mol O 2 L1 s 1
Lxs 4 mol N 2

6.2. Hukum Laju Reaksi


Laju untuk beberapa reaksi dapat dirumuskan secara matematik. Rumusan laju
reaksi dikenal sebagai hokum laju atau persamaan laju. Untuk reaksi sederhana berikut,
aA + bB  cC + dD
di mana besaran a, b, merupakan koefisien reaksi maka laju reaksi, v, dinyatakan dalam
persamaan matematik sebagai berikut:
 = k[A]m[B]n
[A] dan [B] masing-masing adalah konsentrasi molar pereaksi A dan B, sedangkan
pangkat m dan n adalah bilangan bulat kecil, yang menunmjukkan orde reaksi, meskipun
dalam beberapa kasus dalam beberapa kasus dapat berupa pecahan. Jika nilai m = 1,
berarti reaksi merupakan orde satu terhadap A. Demikian juga halnya jika n = 2, artinya
reaksi orde dua terhadap B, dan seterusnya. Jumlah pangkat m + n merupakan orde reaksi
total. Tak ada hubungan antara m dan n dengab koofisien a dan b, namun secara
kebetulan dalam beberapa kasus keduanya identik (m = a atau n = b). Faktor k dikenal
sebagai tetapan laju reaksi, koofisien sebagai tetapan laju, koofisien laju, atau laju reaksi
jenis. Faktor tersebut merupakan sifat khas dari suatu reaksi dan nilainya hanya
bergantung pada suhu, energi aktifasi reaksi dan tetapan Arhenius zat yang bereaksi.
Contoh soal:
Jika data-data hasil eksperimen suatu reaksi sesuai persamaan :
aA+bB  cC
Percobaan [Ao], M [Bo], M v, M. menit-1
I 0,250 0,125 8,0 x 10-3
II 0,500 0,250 3,2 x 10-2
III 0,250 0,250 1,6 x 10-2
Berdasarkan data-data tersebut, tentukanlah persamaan laju, orde reaksi, dan tetapan laju
reaksinya.
Pembahasan:
a) Persamaan laju reaksinya adalah v = k [A]a [B]b
b) Jika data-data dimasukkan ke dalam persamaan laju, maka:
I : 8,0 x 10-3 = k (0,250)a (0,125)b

89
II : 2,8 x 10-2 = k (0,500)a (0,250)b
III : 1,4 x 10-2 = k (0,250)a (0,250)b
Untuk mendapatkan nilai b, persamaan I dibagi dengan persamaan III:
8,0x10 3 k0,250 a 0,125b
  0,5  (o,5) b sehingga b  1
1,6x10 2
k0,250  0,250 
a b

Untuk mendapatkan nilai a, persamaan II dibagi dengan III


3,2x10 2 k0,50a 0,250 b
  2,0  (2,0) a sehingga a  1
1,6x10 2
k0,250  0,250 
a b

c) Tetapan laju, k dapat ditentukan


berdasarkan salah satu persamaan:
1,6 x 10 = k [0,250]1 [0,250]1
-2

1,6 x 10-2 = 0,06250, k sehingga k = 0,256.

6.3. Orde Reaksi


Orde reaksi atau tingkat reaksi, sebagai orde kinetik berbeda dengan orde
molekuler. Orde molekuler menyangkut banyaknya molekul zat yang bereaksi sesuai
persamaan reaksinya (jumlah koefisien reaksi), orde ini sebenarnya diperoleh dari hasil
eksperimen akan tetapi nilainya persis sama dengan koefisien reaksi, sedangkan orde
kinetik diperoleh melalui eksperimen yang nilainya tidak sama dengan koefisien reaksi.

6.3.1. Reaksi Orde Nol


Kadang-kadang laju suatu reaksi sama sekali tidak bergantung kepada konsentrasi
pereaksi. Laju reaksi seperti ini dapat ditentukan oleh parameter lain, yang dapat
diperhatikan dalam peranan intensitas cahaya dalam proses reaksi fotokimia, atau
tersedianya enzim dalam reaksi-reaksi biokimia yang dikatalisis oleh enzim, dan
sebagainya. Pada reaksi seperti itu, laju reaksi akan tetap. Marilah kita memperhatikan
contoh persamaan reaksi hipotetik berikut: A  P (hasil reaksi)

 k.Ao  k
dA
Laju reaksi, v   (8.4)
dt

Dalam persamaan ini tampak bahwa reaksi merupakan orde nol, karena pangkat-
pangkat m, n … sama dengan nol, sehingga satuan k sama dengan satuan laju reaksinya.
Hubungan antara k, dA, dan d t setelah persamaan disederhanakan adalah -dA = k , d t .
A t
  dA  k  dt
Ao to

90
Untuk zat mula-mula adalah A0, dan zat sisa adalah A, hubungan tersebut menjadi,
-A = k . t + C, pada saat t = 0  C = -Ao , sehingga -A = k . t – A0
A0 -A = k . t atau A = A0 – k . t
Hubungan antara konsentrasi dengan waktu dari persamaan ini merupakan hubungan
linier dengan tg  = -k. Konsentrasi A berkurang dari nilai maksimum, [A0], pada saat
t = 0 menjadi [A] = 0 pada saat t = [A0]/k. Tetapan laju reaksi, k, merupakan kemiringan
kurva. Jika waktu yang diperlukan untuk mengubah konsentrasi reaktan A, menjadi
separuh konsentrasi mula-mula, ½ A0, selanjutnya disebut waktu paruh ( t1/2 ).

Gambar 6.1 Grafik hubungan konsentrasi pereaksi dengan waktu.


[A0] adalah konsetrasi maksimum zat A sebelum reaksi berlangsung (t = 0). Pada saat
reaksi berlangsung setengah reaksi ( t = t1/2 ) , maka persamaan ini dapat dituliskan dalam
bentuk lain yaitu:
1/2A0 = A0 – k . t1/2

Ao Ao
t 1/ 2  atau k   (8.6)
2k 2 t1/ 2
mol.L1
dimensi k 
waktu

6.3.2. Reaksi Orde Satu

Reaksi peruraian hidrogen peroksida dalam larutan air, sesuai persamaan reaksi
berikut ini :
H2O2 (aq)  H2O + ½ O2 (g)
Reaksi tersebut merupakan satu contoh orde satu terhadap H2O2, artinya bahwa [H2O2]
pada persamaan laju reaksinya berpangkat satu. Selama reaksi berlangsung, oksigen akan
dilepaskan dari campuran sampai reaksi sempurna. Reaksi ini berlangsung sangat lambat,
dan umumnya digunakan katalis untuk mempercepat reaksi. Persamaan laju reaksinya
adalah laju reaksi = k [H2O2]. Identik dengan kasus di atas, reaksi hipotetik berikut:
A  P (hasil reaksi)

91
 k.A1
dA
Laju reaksi, v    (8.7)
dt
dA
v  k.dt
A
jika persamaan ini diintegralkan maka :
A t
dA
 Ao A  k to dt
 ln A  k.t  C pada saat t  0  C   ln A o

Sehingga - ln A = k.t – ln Ao atau ln Ao – ln A = k.t

Ao
atau ln  k.t
A
Ao
2,303 log  k .t
A
Ao k .t
log 
A 2,303
k.t
log Ao  log A 
2,303
k.t
atau log A  log A o   (8.8)
2,303
Uraian persamaan di atas jika digambarkan dalam bentuk grafik akan memberikan suatu
persamaan garis lurus dengan kemiringan grafik atau tg  = - k/2,303. Untuk waktu
paruh t1/2 , maka A = ½ A0. Dengan demikian persamaan laju reaksi orde satu menjadi:
Ao k.t
log 1A

2 o
2,303
k.t
atau log 2 
2,303
2,303 log 2 0,693
t 12    (8.9)
k k

0,693 1 bilangan
atau k ; dimensi k  
t 12 waktu menit atau det ik

92
6.3.3. Reaksi Orde Dua
Jika memperhatikan reaksi hipotetik berikut ini, maka persamaan laju reaksinya
menunjukkan nilai pangkat m = 2 untuk pereaksi, A, yang berarti bahwa reaksi tersebut
merupakan reaksi orde dua terhadap pereaksinya yaitu : 2 A  P (hasil reaksi)

 k.A2
dA
Laju reaksi, v     (8.10)
dt
dA
v  k .dt
A2
jika persamaan ini diintegralkan, maka :
A t
 d A
A2
 k  d .t
Ao to
1/A = k . t + c, pada saat t = 0  c = 1/A0
sehingga diperoleh persamaan : 1/A = k.t +1/A0
Apabila persamaan laju reaksi orde dua tersebut digambarkan dalam bentuk grafik akan
memberikan suatu persamaan garis lurus dengan kemiringan kurva, tg  = k. dan untuk
waktu paruh, t1/2, maka A = ½ A0. Dengan demikian persamaan lajunya diubah menjadi :
1 1
 k.t1 / 2 
Ao Ao
atau
2 1 1
  k.t1 / 2 sehingga diperoleh  k.t1 / 2
Ao Ao Ao
1
t 1/ 2   (8.12)
k.Ao
1 1
k ; Dimensi k  
t1/ 2 Ao. molL 1 waktu

Contoh soal:
Apabila konsentrasi hidrogen peroksida adalah 0,78 M. dan laju reaksi sesuai persamaan
reaksi : H2O2 (aq)  H2O + 1/2O2(g), adalah 5,7 x10-4 mol.L-1. det-1. Tentukanlah besar
tetapan laju, k, untuk reaksi tersebut.
Pembahasan:
Reaksi tersebut adalah orde satu, persamaan laju reaksinya adalah :
v = k . [H2O2]1
v 5,7 x10 4 mol.L1. det 1
 7,3x10  4 det
k 

H 2 O2

 0,78M

93
Contoh soal:
Suatu larutan hidrogen peroksida dalam air dengan konsentrasi awal 2,32 M dibiarkan
terdissosiasi sesuai persamaan reaksi :H2O2 (aq)  H2O + 1/2O2 (g). Jika untuk reaksi
dekomposisi tersebut memiliki nilai k sebesar 7,3 x 10 -4 det –1, berapa banyak hidrogen
peroksida, dalam dimensi molar, yang tersisa setelah reaksi berlangsung 20 menit?
Pembahasan :
Diketahui : [A0] = 2,32 M
k = 7,3 x 10-4 det-1, dan t = 20 menit = (20 x 60) det = 1200 det
Berdasarkan dimensi k , maka soal tersebut mengikuti persamaan reaksi orde satu :
k.t
log A  log Ao 
2,303
Sehingga :
7,3 x 10 -4 det -1 1 x 1200 det
log A  log 2,32 
2,303
= 0,365 – 0,380 = - 0,015
A = 10-0,015 = 0,97 M

Contoh soal:
Pada reaksi dekomposisi hipotetik, A  2 B + C, tentukanlah waktu paruh reaksi tersebut
jika konsentrasi awal A adalah 1,00 M, dan tetapan laju, k = 0,12 mol-1 .L.menit-1.
Pembahasan:
Berdasarkan dimensi k , maka reaksi tersebut adalah orde dua dengan waktu paruh:
1 1
t1 / 2    8,3 menit
k. Ao 0,12.mol L.menit 1x1,00mol, L1
1

6.4. Faktor yang Mempengaruhi Laju Reaksi


Laju suatu reaksi kimia secara umum dipengaruhi oleh beberapa faktor, antar lain
sifat zat yang bereaksi, konsentrasi pereaksi, suhu atau temperatur, ukuran partikel (pada
reaksi heterogen), dan katalisator. Untuk jelasnya, mari kita simak faktor-faktor tersebut
satu persatu:
6.4.1. Sifat Pereaksi
Sifat-sifat zat, baik sifat kimia maupun sifat fisikanya, merupakan factor yang
sangat menentukan laju reaksi. Jika zatnya berbeda, maka laju reaksinya dapat berbeda
terhadap suatu pereaksi yang sama. Sebagai contoh, logam natrium dengan air akan
bereaksi lebih cepat dibandingkan reaksi logam magnesium dengan air. Demikian pula
jika ke dua logam tersebut direaksikan dengan gas oksigen. Magnesium dapat bereaksi
dengan cepat dengan adanya bantuan nyala, tetapi logam natrium tidak.

94
Dalam kehidupan sehari-hari, perbedaan laju reaksi sebagai akibat sifat/bahan
yang berbeda, juga dapat diamati dengan mudah. Reaksi antara bahan logam dengan
oksigen, yang popular dengan istilah korosi atau pengkaratan, berlangsung denagan laju
yang sangat lambat. Berbeda halnya dengan proses oksidasi logam natrium yang
berlangsung dengan laju yang sangat tinggi. Jadi, laju reaksi sangat dipengaruhi oleh sifat
zat/bahan yang bereaksi.

6.4.2. Konsentrasi
Pengaruh konsentrasi terhadap laju reaksi dapat diterangkan melalui pendekatan
teori tumbukan. Makin besar konsentrasi zat yang terlibat dalam suatu reaksi berarti
makin banyak partikel atau molekul yang bertumbukan. Akibatnya, jumlah tumbukan
persatuan luas, persatuan waktu, juga mengalami kenaikan dan reaksi bertambah cepat.
Dalam reaksi hipotetik dengan persamaan reaksi : A + B  C , di mana A dan B disebut
pereaksi, sedangkan C adalah hasil reaksi, maka laju reaksi yang merupakan pengurangan
pereaksi atau pertambahan hasil reaksi persatuan waktu, dapat diamati pada grafik
konsentrasi verses waktu berikut.

Gambar 6.2. Hubungan konsentrasi pereaksi dan hasil reaksi dengan waktu.
Pada grafik tersebut tampak bahwa za-zat yang bereaksi, dalam hal ini A dan B ,
mengalami pengurangan jumlah dari jumlah maksimum, A0 atau B0, di awal reaksi (t = 0)
sampai pada konsentrasi tertentu setelah reaksi berlangsung selama waktu tertentu.
Sebaliknya, hasil reaksi mengalami kenaikan yang sebanding dengan pengurangan
pereaksi, dari konsentrasi minimum C0 (c = 0 pada t = 0) hingga konsentrasi tertentu
dengan waktu yang sama. Cato Guldberg dan Peter Wage (1864) mengemukakan bahwa
pada suhu tertentu. Laju reaksi homogen pada umumnya berbanding dengan pangkat
tertentu dari konsentrasi masing-masing pereaksinya, yang dinyatakan dalam dimensi
molar.

6.4.3. Suhu
Pengetahuan praktis mengajarkan pada kita bahwa reaksi-reaksi kimia umumnya
cenderung berlangsung lebih cepat pada suhu yang lebih tinggi. Reaksi pelarutan gula di
dalam air, misalnya, akan lebih cepat jika digunakan air panas dibandingkan jika

95
menggunakan air dingin. Sebaliknya, penurunan suhu dapat memperlambat reaksi. Hal
ini dapat diamati pada reaksi-reaksi biokimia, seperti proses pendinginan atau pembekuan
untuk mencegah pembusukan.
Frekuensi tumbukan akan meningkat seiring dengan meningkatnya suhu, dan
hal ini dapat diasumsikan sebagai factor mempercepat reaksi kimia.
aA + bB  P (hasil reaksi )
Reaksi hipotetik di atas mempunyai persamaan laju, v = k [A]a [B]b, dan berdasarkan
persamaan Arrhenius, tetapan k merupakan fungsi suhu.
k = A . e-Ea/RT
6.

Dengan tetapan Arrhenius, A, energi pengaktifan reaksi, Ea, tetapan gas, R (0,082
L.atm.mol-1,K-1 atau 1,99 kal.K-1), serta suhu mutlak, T, hubungan antara tetapan k
dengan suhu dapat dipahami. Persamaan tersebut dapat dikembangkan
ln k = ln A –Ea/RT
ln k – ln A = - Ea/RT
 Ea 1
log k  log A  .  (8.14)
2,303.R T

Gambar 6.3. Grafik hubungan antara log k dengan 1/T dari persamaan Arrhenius

Jika menyimak lebih jauh persamaan tersebut dapat diidentikkan dengan persamaan garis
lurus, y = m. x + b, dengan tg  = -Ea/2,303 R dan log A sebagai intersepnya.

 Ea 1
log k  .  log A
2,303.R T

persamaan garis lurus  y = m . x + b

6.4.4. Katalisator

Katalisator mempercepat reaksi dengan jalan menurunkan energi aktivasi reaksi


sehingga tumbukan

96
Gambar 6.4. Ilustrasi penggunaan katalisator pada reaksi kimia, kaitannya dengan
penurunan energi aktivitasi.

Peruraian asam formiat (HCOOH) berlangsung dengan laju yang sangat lambat,
karena untuk memecahkan ikatan C-O, salah satu atom hydrogen harus dipindahkan
terlebih dahulu dari salah satu bagian molekul asam formiat ke bagian lain.. Energi yang
dibutuhkan untuk pemindahan tersebut sangat besar, sehingga energi aktivasinya juga
besar, mengakibatkan reaksi berjalan lambat. Berbeda halnya dengan peruraian asam
formiat dengan katalisator asam , seseuai persamaan reaksi berikut,

Sebuah ion H+ dari larutan mengikatkan diri pada oksigen C-O membentuk
kompleks (HCOOH2)+. Selanjutnya ikatan C-O putus, membentuk dua spesies molekul,
yaitu (H-C-O)+ dan H-O-H, di mana atom H yang terikat pada karbon (H-C-O)+
dilepaskan kembali ke dalam larutan sebagai ion hydrogen, jalur reaksi ini tidak
membutuhkan pemindahan sebuah atom hydrogen seperti pada proses peruraian tanpa
katalisator, sehingga energi aktivasinya menjadi relative lebih rendah dan reaksi dapat
berlangsung dengan laju yang lebih cepat.

97
LATIHAN SOAL
BAB VI : KINETIKA REAKSI

1. Berdasarkan reaksi H2O2 (aq) H2O + 1/2O2 (g) , jika 3 M hidrogen peroksida
pada reaksi tersebut memiliki tetapan k = 7 x 10-4 det-1, tentukanlah : Konsentrasi
yang terurai, konsentrasi yang tersisa, waktu paruh dan konsentrasi H2O2 yang
dibutuhkan agar tersisa 0,75 M setelah 3,5 menit.
2. Jika reaksi soal No. 1 berlangsung pada suhu 45 0C ternyata kecepatan reaksinya
peruraiannya memiliki kemiringan grafik -0,25 maka tentukanlah energi aktifasi
reaksi dan tetapan Arhenius yang dihasilkan.
3. Jelaskan faktor-faktor yang menentukan laju reaksi.
4. Bila data eksperimen dari reaksi aA + bB cC, seperti di bawah
Percobaan [Ao], M [Bo], M v, M.menit-1
I 0,2 0,1 8,0x10-3
II 0,2 0,2 3,2x10-2
III 0,1 0,2 1,6x10-2
Maka orde reaksinya adalah:
a. orde 1 terhadap A dan orde 1 terhadap B
b. orde 1 terhadap A dan orde 2 terhadap B
c. orde 2 terhadap A dan orde 1 terhadap B
d. orde 2 terhadap A dan orde 2 terhadap B
e. orde -1 terhadap A dan orde -2 terhadap B
5. Dari soal No. 4 di atas maka tetapan laju reaksi (k) adalah:
A. 0,4 M2.menit-1 B. 0,25 M2.menit-1 C. 2,5 M2.menit-1
D. 4 M2.menit-1 E. 0,8 M2.menit-1
6. Pada reaksi N2O5 diperoleh grafik antara log N2O5 terhadap waktu merupakan garis
lurus dengan kemiringan grafik 0,0054. Jika mula-mula N2O5 sebanyak 2 mol/L,
maka setelah 3 menit akan tersisa :
A. 0.121 M B. 0,632 M C. 1,321 M D. 1,010 M E. 4,688 M
7. Suatu reaksi penguraian A B + C memiliki tetapan k = 0,0231 M.mnt-1.
jika Zat A mula-mula 24,56 M maka setelah 11,5 jam, maka jumlah zat A yang
terurai adalah :
A. 3,072 M B. 8,621 M C. 12,289 M D. 15,939 M E. 21,495 M
8. Reaksi 3A 1/2B + 2C , maka cara menyatakan kecepatan reaksi yang sesuai
adalah, KECUALI :
A. V = k.[A]3 B. V = k.[A]x C. V = 2d[B]/dt
y z
D. V = k .[B] .[C] E. V = -3d[A]/dt
9. Pernyataan berikut berkaitan dengan reaksi orde dua terhadap zat A :
A.V = k.[A]x B. t1/2 = 1/2kA0 C. 1/A = kt -1/A0
D. Satuan k = mol-1.L.dtk-1 E. Semua salah
10. Dari persamaan k = A.e-Ea/RT, jika dilogaritmakan lalu dibuat grafik antara log k
terhadap 1/T dengan kemiringan kekiri 26,570, maka Ea-nya adalah (R= 1,99 dlm
kalori, 8,314 dalam joule) :
A.1,99 kal B. 3,98 kal C. 0,995 kal
D. 8,314 joule E. 16,628 joule

98
BAB VII
KESETIMBANGAN KIMIA
7.1. PENDAHULUAN
Pada umumnya ketika suatu reaksi kimia berlangsung, laju reaksi berlangsung
dan konsentrasi pereaksipun berkurang. Dalam banyak hal, setelah waktu tertentu reaksi
dapat berkesudahan, yaitu semua pereaksi habis bereaksi. Namun banyak reaksi tidak
berkesudahan dan pada seperangkat kondisi tertentu, konsentrasi pereaksi dan produk
reaksi menjadi tetap. Reaksi yang demikian disebut reaksi reversibel dan mencapai
kesetimbangan. Pada reaksi semacam ini produk reaksi yang terjadi bereaksi membentuk
kembali pereaksi. Ketika reaksi berlangsung laju reaksi ke depan (ke kanan), sedangkan
laju reaksi sebaliknya bertambah, sebab konsentrasi pereaksi berkurang dan konsentrasi
produk reaksi bertambah.
Dalam bahasan berikut ini kita akan membicarakan beberapa jenis reaksi
kesetimbangan yang berbeda-beda, pengertian kesetimbangan dan hubungannya dengan
konstanta kecepatan reaksi, serta faktor-faktor yang dapat mengganggu suatu sistem
kesetimbangan.

7.2. KONSEP KESETIMBANGAN


Sedikit sekali reaksi kimia yang berjalan ke satu arah saja, kebanyakan adalah
reaksi dapat balik (reversible). Pada awal suatu reaksi dapat balik, reaksi berjalan ke arah
pembentukan produk. Sesaat setelah produk terbentuk, pembentukan reaktan dari produk
juga mulai berjalan. Jika kecepatan reaksi maju dan reaksi balik adalah sama, dan
konsentrasi reaktan dan produk tidak berubah dengan bertambahnya waktu maka
dikatakan bahwa kesetimbangan kimia telah dicapai.
Harus diingat bahwa kesetimbangan kimia melibatkan beberapa zat yang berbeda
sebagai reaktan dan produk. Kesetimbangan antara dua fase zat-zat yang sama disebut
kesetimbangan fisika, perubahan yang terjadi adalah proses fisika. Penguapan air dalam
bejana tertutup adalah suatu jenis kesetimbangan fisika. Dalam peristiwa ini, jumlah
molekul air yang meninggalkan fase cair adalah sama dengan jumlah molekul yang
kembali ke fase cair.

Perhatian para kimiawan kebanyakan tercurah pada proses kesetimbangan kimia,


misalnya reaksi dapat balik yang melibatkan nitrogen dioksida (NO2) dan dinitrogen
tetraokisida (N2O4) yang dinyatakan seperti berikut:

Kemajuan reaksi ini mudah dimonitor karena N 2O4 adalah suatu gas tak
berwarna, sedangkan NO2 adalah gas berwarna coklat tua.

99
Andaikan sejumlah tertentu gas N2O4 diinjeksikan ke dalam labu tertutup maka
segera tampak warna coklat yang menunjukkan terbentuknya molekul NO 2. Intensitas
warna terus meningkat dengan berlangsungnya peruraian N 2O4 terus-menerus sampai
kesetimbangan tercapai. Pada keadaan ini, tidak ada lagi perubahan warna yang teramati.
Secara eksperimen kita juga dapat mendapatkan keadaan kesetimbangan di mana gas
NO2 murni sebagai starting material (bahan baku), atau dengan suatu campuran antara
gas NO2 dan gas N2O4. Tabel 6.1. memperlihatkan beberapa data eksperimen pada 25oC
untuk reaksi-reaksi tersebut.

N2O4
Konsentrasi

Konsentrasi
N2O4
Konsentrasi

N2O4
NO2
NO2
NO2

tk tk tk
Waktu Waktu Waktu
(a) (b) (c)

Gambar 7.1 Perubahan konsentrasi NO2 dan N2O4 dengan waktu, (a) mula-mula hanya NO 2 yang
ada, (b) mula-mula hanya N2O4 yang ada, (c) mula-mula yang ada adalah campuran
NO2 dan N2O4.

Analisis data pada kesetimbangan memperlihatkan bahwa meskipun harga


perbandingan [NO2]/[N2O4] tidak teratur, namun harga perbandingan [NO2]2/[N2O4]
memberikan hasil yang hampir konstan dengan harga rata-rata adalah 4,63 x 10-3. Oleh
karena harga konstanta ini berkaitan dengan situasi kesetimbangan maka konstanta ini
disebut konstanta kesetimbangan untuk reaksi pada 25 oC.

Tabel 7.1 Data sistem NO2N2O4 pada 25oC


Konsentrasi Konsentrasi pada Harga perbandingan
mula-mula kesetimbangan konsentrasi pada
(M) (M) kesetimbangan
[ NO 2 ] NO 22
[NO2] [N2O4] [NO2] [N2O4] [ N 2O4 ] N 2O 4
0,0000 0,6700 0,0547 0,6430 0,0851 4,65 x 10-3
0,0500 0,4460 0,0457 0,4480 0,1020 4,66 x 10-3
0,0300 0,5000 0,0475 0,4910 0,0967 4,60 x 10-3
0,0400 0,6000 0,0523 0,5940 0,0880 4,60 x 10-3
0,2000 0,0000 0,0204 0,0898 0,2270 4,63 x 10-3

100
K
NO2 
2

 4,63  10 3 ...................... (5.1)


N 2 O4 

Harus diingat bahwa pangkat 2 untuk [NO2] dalam pernyataan ini adalah sama
dengan koefisien stoikiometri untuk NO2 dalam persamaan reaksi dapat balik.
Kita dapat membuat menjadi lebih umum pembicaraan ini dengan meninjau
reaksi dapat balik berikut:

di mana a, b, c, dan d adalah koefisien-koefisien stoikiometri untuk spesies-


spesies kimia A, B, C, dan D. Konstanta kesetimbangan reaksi pada temperatur tertentu
adalah:

K
C c Dd .......................(5.2)
Aa Bb
Persamaan (5.2) adalah suatu bentuk matematika hukum aksi massa yang
diusulkan oleh Cato Gulberg dan Peter Waage pada tahun 1864.

7.3. CARA MENYATAKAN KONSTANTA KESETIMBANGAN

Konsep konstanta kesetimbangan sangat penting dalam ilmu kimia. Konsep ini
digunakan sebagai kunci untuk menyelesaikan berbagai permasalahan stoikiometri yang
melibatkan sistem kesetimbangan. Untuk menggunakan konstanta kesetimbangan, kita
harus mengetahui cara menyataSkannya dalam konsentrasi-konsentrasi reaktan dan
produk. Oleh karena konsentrasi reaktan dan produk dapat dinyatakan dalam beberapa
jenis satuan, dan fase spesies pereaksi tidak selalu sama maka dimungkinkan ada lebih
dari satu cara untuk menyatakan konstanta kesetimbangan dari reaksi yang sama.

7.3.1. Kesetimbangan homogen

Kesetimbangan homogen adalah reaksi dalam mana semua spesies pereaksi ada
dalam fase yang sama. Salah satu contoh kesetimbangan homogen fase gas adalah
peruraian N2O4. Konstanta kesetimbangannya dinyatakan dalam persamaan:

Kc 
NO2 2 ...................... (5.3)
N 2 O4 
Kc adalah konstanta kesetimbangan di mana konsentrasi pereaksi-pereaksi
dinyatakan dalam mol per liter. Konsentrasi reaktan dan produk gas dapat dinyatakan
dalam tekanan parsialnya {ingat: P = (n/V)RT }. Jadi untuk proses kesetimbangan
N2O4 (g) 2 NO2(g)

101
hukum aksi massanya dapat dituliskan sebagai berikut:
2
PNO
KP  2
...............(5.4)
PN 2O4
di mana PNO2 dan PN 2 O 4 masing-masing adalah tekanan parsial (dalam atm) NO2
dan N2O4. Indeks KP memberikan informasi bahwa konsentrasi dinyatakan dalam
tekanan.

7.3.2 Hubungan antara Kc dan KP

Umumnya Kc tidak sama dengan Kp karena tekanan parsial reaktan dan produk
tidak sama dengan konsentrasinya yang dinyatakan dalam mol per liter. Hubungan
sederhana antara Kc dan Kp dapat diturunkan sebagai berikut. Andaikan suatu reaksi
kesetimbangan dalam fase gas

di mana a dan b adalah koefisien stoikiometri. Konstanta kesetimbangan Kc

dinyatakan dengan

dan pernyataannya untuk Kp adalah


Pb
K p  Ba
PA
di mana PA dan PB masing-masing adalah tekanan parsial A dan B. Bila gas
dianggap bersifat ideal maka
PAV = nART

n A RT
PA 
V
di mana V adalah volume wadah dalam satuan liter. Demikian pula
PBV = nBRT

nB RT
PB 
V
Dengan mengganti hubungan ke dalam pernyataan Kp maka diperoleh persamaan
b b
 n B RT   nB 
   
Kp   V 
   a RT 
V ba
a
 n A RT   nA 
   
 V  V 

102
Sekarang nA/V dan nB/V mempunyai satuan mol/L dan dapat dinyatakan dengan
[A] dan [B], sehingga

Kp 
B
b
RT n .........(5.5)
Aa

 K c RT 
n

di mana n = b - a
= (mol gas produk) - (mol gas reaktan)

Oleh karena tekanan biasanya dinyatakan dalam atm maka harga R yang
digunakan adalah 0,0821 L atm mol-1 K-1, dan kita dapat menulis hubungan antara Kp dan
Kc sebagai
Kp = Kc(0,0821 T)n ................................ (5.6)
Umumnya Kp  Kc kecuali dalam hal khusus jika n = 0.

Contoh soal 1 :
Konstanta kesetimbangan (Kc) pada 25oC untuk reaksi

N2O4 (g) 2 NO2(g)

adalah 4,63 x 10-3. Berapakah harga Kp pada temperatur tersebut ?.

Jawab: Dari persamaan (5.6) kita dapat menulis

Kp = Kc(0,0821 T)n

Oleh karena T = 298 K dan n = 2 - 1, maka kita mempunyai

Kp = (4,63 x 10-3)(0,0821 x 298)


= 0,113

7.3.3. Kesetimbangan Heterogen

Reaksi dapat balik yang melibatkan reaktan dan produk berbeda fase disebut
kesetimbangan heterogen. Sebagai contoh, jika kalsium karbonat dipanaskan dalam
suatu bejana tertutup maka akan tercapai kesetimbangan seperti berikut:
Konstanta kesetimbangan dari reaksi kesetimbangan ini diharapkan seperti
CaOCO2 
berikut: K c 
'
....................... (5.7)
CaCO3 

103
Oleh karena CaCO3 dan CaO adalah padatan murni, maka konsentrasinya
dianggap tidak berubah selama reaksi berjalan. Melalui penataan ulang persamaan (5.7)
maka diperoleh:
CaCO3  K '  CO  ..................(5.8)
CaO c 2

Oleh karena [CaCO3] dan [CaO] konstan dan K C' adalah suatu konstanta
kesetimbangan maka semua suku yang ada di sebelah kiri persaamaan (5.8) adalah
konstanta.
[CaCO3 ] '
Kc  Kc  [CO2 ]
[CaO]

di mana Kc adalah konstanta kesetimbangan baru yang tidak tergantung pada


banyaknya CaO dan CaCO3 yang ada. Kita dapat juga menyatakan konstanta
kesetimbangan sebagai berikut:
K p  PCO2 ................................. (5.9)
Dalam hal ini konstanta kestimbangan adalah suatu bilangan yang sama dengan
tekanan CO2.

7.3.4. Bentuk K dan Persamaan Reaksi


Ada dua hukum yang berkenaan dengan konstanta kesetimbangan.
1. Jika suatu persamaan reaksi dapat-balik dituliskan dalam arah yang berlawanan
maka konstanta kesetimbangan menjadi kebalikan dari kontanta kesetimbangan
semula. Jadi jika kesetimbangan NO2N2O4 dituliskan seperti:

maka

Kc 
NO 2 
2

 4,63  10 3
N 2 O 4 
Selanjutnya, jika kesetimbangan dituliskan seperti berikut :

maka konstanta kesetimbangan dinyatakan dengan

K c' 
N 2 O4   1 
1
 216
NO2 2 K c 4,63  10 3

Terlihat bahwa Kc = 1/K’c atau KcK’c = 1,00. Konstanta-konstanta Kc dan K’c


keduanya adalah konstanta kesetimbangan yang valid, tetapi kita belum bisa menentukan

104
bahwa konstanta kesetimbangan untuk sistem reaksi NO2N2O4 adalah 4,63 x 10-3 atau
216, kecuali jika kita telah menetapkan bagaimana penulisan persamaan reaksinya.
2. Harga konstnata kesetimbangan K juga tergantung pada bagaimana persamaan
kesetimbangan diseimbangkan.

K c' 
NO2 
N 2 O4 1 / 2
Sedangkan kalau persamaan dituliskan seperti berikut:

N2O4(g) 2 NO2(g)

maka

Kc 
NO2 2
N 2O4 
Terlihat bahwa
K c'  K c

7.4. MANFAAT KONSTANTA KESETIMBANGAN

Umumnya konstanta kesetimbangan dapat membantu kita dalam memprakirakan


ke arah mana campuran reaksi dapat berjalan untuk mencapai kesetimbangan, dan untuk
menghitung konsentrasi reaktan-reaktan dan produk-produk saat keadaan kesetimbangan
telah tercapai.

7.4.1 Prakiraan Arah Suatu Reaksi


Konstanta kestimbangan Kc pada 430oC untuk reaksi di bawah adalah 54,3.

Di dalam suatu percobaan pada 430oC, ke dalam wadah 1,00 L ditempatkan 0,243
mol H2; 0,146 mol I2 dan 1,98 mol HI. Akankah dalam reaksi tersebut membentuk H2 dan
I2, atau HI lagi ?. Untuk menjawab pertanyaan tersebut maka kita harus memasukkan
harga konsentrasi-konsentrasi zat awal ke dalam pernyataan konstanta kesetimbangan
seperti berikut:
HI o2  111
H 2 o I 2 o

di mana indeks “o” menyatakan konsentrasi awal. Oleh karena hasil bagi
[HI]o2/[H2]o[I2]o
lebih besar daripada Kc (54,3), berarti sistem ini belum mencapai

105
kesetimbangan. Akibatnya beberapa HI akan bereaksi membentuk H2 dan I2. Jadi reaksi
berjalan dari kanan ke kiri untuk mencapai kesetimbangan.
Kuantitas yang diperoleh melalui pemasukan harga konsentrasi awal spesies-
spesies ke dalam pernyataan konstanta kesetimbangan disebut hasil bagi reaksi (Qc).
Untuk menentukan arah pergeseran reaksi untuk mencapai kesetimbangan, kita harus
membandingkan harga Qc dengan Kc. Ada tiga kemungkinan yang dapat terjadi:
1. Qc > Kc Harga perbandingan konsentarasi awal produk terhadap reaktan
adalah cukup besar. Untuk mencapai kesetimbangan maka produk
harus berubah menjadi reaktan. Proses berjalan dari kanan ke kiri.
2. Qc = Kc Konsentrasi mula-mula adalah sama dengan konsentrasi pada
kesetimbangan berarti telah tercapai kesetimbangan.
3. Qc < Kc Harga perbandingan konsentrasi awal produk terhadap reaktan
adalah cukup kecil. Untuk mencapai kesetimbangan maka reaktan
harus berubah menjadi produk. Proses berjalan dari kiri ke kanan.

Contoh soal 2 :
Suatu reaksi pada 200oC, mula-mula terdapat 0,249 mol N2, 3,21x10-2 mol H2,
dan 6,42x10-4 mol NH3 dalam tabung reaksi 3,50 L. Jika konstanta kesetimbangan (Kc)
pada temperatur tersebut untuk reaksi
N2(g) + 3H2(g) 2NH 3(g)
adalah 0,65 ; tentukan apakah reaksi berada pada keadaan kesetimbangan?. Jika
tidak, prakirakan ke arah mana reaksi berjalan!.
Jawab:
Konsentrasi awal spesies-spesies dalam reaksi adalah
0,249 mol
[ N 2 ]0   0,0711 M
3,50 L
3,21 x 10-2
[ H 2 ]0   9,17 x 10-3 M
3,50 L
6,42 x 10-4 mol
[ NH 3 ]0   1,83 x 10-4 M
3,50 L
Selanjutnya kita bandingkan konsentrasi produk dengan reaktan.
[NH 3 ]20 (1,83 x 10-4 ) 2
  0,611  Qc
[ N 2 ]0 [ H 2 ]30 (0,0711)(9,17 x 10-3 ) 3

Oleh karena Qc lebih kecil daripada Kc (0,65) maka sistem tidak berada dalam
keadaan kesetimbangan. Reaksi akan berjalan dari kiri ke kanan sampai kesetimbangan
tercapai.

106
7.5. PENGHITUNGAN KONSENTRASI DALAM KESETIMBANGAN
Jika kita mengetahui harga konstanta kesetimbangan untuk suatu reaksi tertentu
maka kita dapat menghitung konsentrasi campuran pada kesetimbangan dari data
konsentrasi awal. Penghitungan dapat langsung ataupun rumit, tergantung pada data yang
diberikan. Di dalam situasi yang umum, hanya data konsentrasi awal reaktan yang
diberikan. Sebagai contoh, marilah kita tinjau sistem berikut yang mempunyai konstanta
kesetimbangan (Kc) = 24,0 pada suatu temperatur tertentu.
A B
Anggaplah bahwa A yang mula-mula ada adalah 0,850 mol/L. Dari stoikiometri
reaksi terlihat bahwa setiap 1 mol A yang berubah akan dihasilkan 1 mol B. Jika
konsentrasi B pada kesetimbangan adalah x maka konsentrasi A pada kesetimbangan
adalah (0,850 - x) mol/L.
A B
Mula-mula (M): 0,850 0
Perubahan : -x +x

Kesetimbangan: (0,850 - x) x

Tanda positip menyatakan peningkatan konsentrasi, dan tanda negatif


menunjukkan penurunan konsentrasi pada kesetimbangan. Selanjutnya kita menyatakan
konstanta kesetimbangan sebagai berikut:

Kc 
B
A
x
24,0 
0,850  x
x  0,816 M

Jadi konsentarsi A dan B pada kesetimbangan adalah sebagai beikut:


[A] = (0,850 - 0,816) M = 0,034 M
[B] = 0,816 M

Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa untuk menyelesaikan


masalah yang berhubungan dengan konstanta kesetimbangan, dapat dilakukan
pendekatan seperti berikut:
1. Nyatakanlah konsentrasi pada kesetimbangan semua spesies dengan konsentrasi awal
dan suatu konsentrasi tunggal spesies yang tidak diketahui besarnya (x) yang
menyatakan perubahan konsentrasi.

107
2. Tuliskanlah pernyataan konstanta kesetimbangan dalam konsentrasi kesetimbangan.
Dengan harga konstanta kesetimbangan yang telah diketahui maka harga x dapat
dicari.
3. Setelah harga x diketahui, hitunglah konsentrasi semua spesies.

Contoh soal 3 :
Suatu campuran 0,500 mol H2 dan 0,500 mol I2 ditempatkan dalam tabung 1,00 L
pada 430oC. Hitunglah konsentrasi H2, I2, dan HI pada kesetimbangan. Diketahui
konstanta kesetimbangan (Kc) reaksi:
H2(g) + I2(g) 2HI(g)
pada temperatur tersebut adalah 54,3.

Jawab:
Langkah 1: Stoikiometri reaksi adalah 1 mol H2 bereaksi dengan 1 mol I2 menghasilkan 2
mol HI. Bila x adalah pengurangan (dalam mol/L) masing-masing H2 dan I2 pada
kesetimbangan, maka konsentrasi HI yang terjadi adalah 2x.
H2(g) + I2(g) 2HI(g)
Konsentrasi mula-mula (M): 0,500 0,500 0,00
Perubahan konsentrasi (M) : -x -x +2x

Konsentrasi kesetimbangan (M):(0,500 - x) (0,500-x) 2x

Langkah 2: Konstanta kesetimbangan dinyatakan dengan

Kc 
HI 
2

H 2 I 2 
Dengan memasukkan harga-harganya maka diperoleh

54,3 
2 x 2
0,500  x 0,500  x 

Dengan mengambil akar kuadrat kedua sisi maka diperoleh


2x
7,37 
0,500  x
x  0,393 M

Langkah 3: Konsentrasi pada kesetimbangan adalah


[H2] = (0,500 - 0,393) M = 0,107 M
[I2] = (0.500 - 0,393) M = 0,107 M
[HI] = 2 x 0,393 M = 0,786 M

108
7.6. KESETIMBANGAN YANG MELIBATKAN KELARUTAN PADATAN
IONIK DAN Ksp
Jika padatan ionik berlebih dilarutkan ke dalam air maka diperoleh suatu
kesetimbangan antara ion-ion dalam larutan jenuh dengan fase padat yang berlebih.
Sebagai contoh kesetimbangan perak klorida:
AgCl (p) Ag+(aq) + Cl-(aq)

Dengan demikian,

Ag Cl   K
 

AgCl c

Konsentrasi perak klorida dalam fase padat adalah suatu konstanta dan tidak
berubah. Tidak peduli berapa banyak padatan itu yang kontak dengan larutan. Oleh
karenanya kita dapat menuliskan

[Ag+][Cl-] = Kc[AgCl (p)] = Ksp

Konstanta Ksp disebut konstanta hasil kali kelarutan (solubility product), dan
pernyataan [Ag+][Cl-] adalah hasil kali konsentrasi ion-ion hasil. Bila larutan jenuh
berada dalam kesetimbangan dengan padatan yang berlebih, hasil kali konsentrasi ion-
ionnya harus sama dengan harga Ksp-nya. Tidak ada pembatasan bahwa konsentrasi Ag+
harus sama dengan konsentrasi Cl-. Konsentrasi Ag+ boleh saja tidak sama dengan
konsentrasi ion Cl-, tapi hasil kalinya sama dengan Ksp.
Harga Ksp harus ditentukan melalui percobaan. Salah satu contoh percobaan
yang dilakukan adalah sebagai berikut: barium sulfat digerus dan diaduk dalam satu liter
air pada 25 oC sampai terbentuk larutan jenuh. Larutan disaring, endapan BaSO4 yang
berlebih disingkirkan, dan filtratnya dievaporasi sampai kering. Endapan BaSO4 yang
diperoleh dari filtrat kemudian dikeringkan dan ditimbang. Kelarutan BaSO 4 dalam air
pada 25 oC yang diperoleh adalah 3,9 x 10-5 mol/L.
Seperti halnya semua garam, BaSO4 adalah elektrolit kuat dan terurai sempurna
dalam air. Oleh karenanya jika 3,9 x 10-5 mol/L BaSO4 yang terlarut, ion Ba2+ yang
terbentuk adalah 3,9 x 10-5 mol/L dan ion SO42- juga 3,9 x 10-5 mol/L.

Kita dapat menulis


Ksp  Ba 2 SO24   3,9 10 5 3,9 10 5   1,5 10 9

Hal ini berarti bahwa untuk suatu larutan jenuh BaSO4, hasil kali konsentrasi Ba2+
dengan konsentrasi SO42- harus sama dengan 1,5 x 10-9. Jika hasil kali [Ba2+] dengan

109
[SO42-] lebih kecil daripada 1,5 x 10-9, larutan tersebut belum jenuh dan padatan BaSO 4
masih dapat melarut untuk meningkatkan konsentrasi Ba 2+ dan SO42-. Jika hasil kali
[Ba2+] dengan [SO42-] lebih besar daripada 1,5 x 10-9, BaSO4 akan mengendap untuk
menurunkan konsentrasi Ba2+ dan SO42-.
Kita dapat membuat larutan yang dalam kesetimbangan konsentrasi Ba 2+ dan
SO42- tidak sama. Sebagai contoh: andaikan kita mencampur larutan BaCl 2 dengan
Na2SO4 dalam jumlah yang berbeda. Jika hasil kali konsentrasi Ba 2+ dan SO42-
melampaui harga Ksp BaSO4 maka terbentuk endapan BaSO4. Dalam hal ini konsentrasi
ion Ba2+ pasti tidak sama dengan konsentrasi ion SO42-, karena mereka berasal dari
sumber yang berbeda. Dengan alasan ini pula, kelarutan BaSO4 dalam larutan Na2SO4
atau dalam larutan BaCl2 akan lebih kecil daripada kelarutannya dalam air murni.

7.7. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KESETIMBANGAN


Kesetimbangan kimia menyatakan suatu kesetimbangan antara reaksi maju
dengan reaksi balik. Perubahan dalam kondisi percobaan dapat mengganggu dan
mengeser posisi kesetimbangan sehingga mengurangi atau menambah produk yang
terbentuk. Adapun perubah-perubah yang dapat mempengaruhi kesetimbangan adalah
konsentrasi, tekanan, volume, dan temperatur. Ada suatu aturan umum yang dapat
membantu kita untuk memprakirakan arah mana reaksi kesetimbangan akan berjalan jika
terjadi perubahan perubah-perubah tersebut. Hukum ini dikenal sebagai prinsip Le
Chatelier, yang menyatakan bahwa jika kepada suatu sistem kesetimbangan diberikan
gangguan dari luar maka sistem akan berubah dengan sendirinya untuk mengurangi
dampak dari gangguan tersebut. Adapun yang dimaksud gangguan dalam hal ini adalah
perubahan dalam konsentrasi, tekanan, volume dan temperatur.

7.7.1. Perubahan dalam Konsentrasi


Besi(III) tiosianat [Fe(SCN)3] larut dengan segera dalam air menghasilkan suatu
larutan merah. Warna merah ini disebabkan oleh adanya ion FeSCN 2+. Adapun reaksi
kesetimbangan tersebut dapat dinyatakan sebagai berikut:
2+ 3+ -
FeSCN (aq) Fe (aq) + SCN (aq)
merah kuning muda tak berwarna
Jika ke dalam sistem larutan tersebut ditambahkan natrium tiosianat (NaSCN)
maka konsentrasi ion SCN- meningkat. Untuk mengatasi gangguan tersebut maka ion
Fe3+ bereaksi dengan ion SCN- yang ditambahkan, dan kesetimbangan bergeser dari
kanan ke kiri
2+ 3+ -
FeSCN (aq) Fe (aq) + SCN (aq)

110
Akibatnya, warna merah larutan menjadi lebih gelap. Hal yang sama terjadi jika
ke dalam larutan mula-mula ditambahkan besi(III) nitrat [Fe(NO3)3].
Sekarang seandainya kita menambahkan asam oksalat (H2C2O4) ke dalam larutan
awal. Asam oksalat terionisasi dalam air menghasilkan ion oksalat (C 2O42-) yang dapat
berikatan kuat dengan ion Fe3+. Pembentukan ion stabil Fe(C2O4)33- menghabiskan ion
Fe3+ dalam larutan. Akibatnya, satuan FeSCN2+ terurai dan kesetimbangan bergeser dari
kiri ke kanan:
2+ 3+ -
FeSCN (aq) Fe (aq) + SCN (aq)

Larutan merah berubah menjadi kuning karena pembentukan ion Fe(C 2O4)33-.

Contoh soal 4 :
Konstanta kesetimbangan (Kc) pada 350oC untuk reaksi
N2(g) + 3H2(g) 2NH 3(g)
adalah 2,37x10-3. Dalam suatu percobaan, konsentrasi-konsentrasi pada
kesetimbangan: [N2] = 0,683 M, [H2] = 8,80 M, dan [NH3] = 1,05 M. Kemudian ke dalam
campuran ditambahkan NH3 sehingga konsentrasinya meningkat menjadi 3,65 M. (a)
Gunakanlah prinsip Le Chatelier untuk memprakirakan arah pergeseran reaksi untuk
mencapai kesetimbangan. (b) Cocokkanlah prakiraan saudara dengan perhitungan harga
pembagian (Qc) dan bandingkanlah harga ini dengan harga Kc.
Jawab:
a. Gangguan yang diberikan kepada sistem adalah penambanhan NH3. Untuk mengatasi
gangguan ini, beberapa NH3 bereaksi menghasilkan N2 dan H2 sampai tercapai
kesetimbangan baru. Reaksi bergeser dari kanan ke kiri,
N2(g) + 3H2(g) 2NH3(g)
b. Setelah penambahan NH3 , sistem segera mencapai kesetimbangan. Perbandingan
reaksi dinyatakan dengan
NH 302
Qc 
N 2 0 H 2 30

3,652
0,6838,80 3
 2,86  10 -2

Oleh karena harga Qc lebih besar daripada harga Kc (2,37 x 10-3) maka reaksi akan
bergeser dari kanan ke kiri sampai Qc sama dengan Kc.

111
7.7.2. Perubahan Volume dan Tekanan
Perubahan tekanan tidak mempengaruhi konsentrasi spesies fase cair dan padat.
Akan tetapi konsentrasi gas sangat dipengaruhi oleh perubahan tekanan. Mari kita lihat
persamaan berikut:
PV  nRT
nRT
P
V
Jadi P dan V saling berhubungan secara timbal-balik. Pada jumlah mol dan T
tetap, semakin besar tekanan maka volume semakin kecil, demikian sebaliknya. Suku
(n/V) adalah konsentrasi dalam mol/L, dan dipengaruhi langsung oleh perubahan tekanan.

Andaikan sistem kesetimbangan


N2O4(g) 2NO2(g)
berada dalam silinder yang dilengkapi dengan piston. Persamaan konstanta
kesetimbangannya dinyatakan sebagai berikut:

Kc 
NO 2 2
N 2 O 4 
Kemudian tekanan gas dalam tabung ditingkatkan dengan cara menekan piston.
Oleh karena volume menurun maka konsentrasi N2O4 (stoikhiometri kecil) meningkat
sedangkan [NO2]. Pada pernyataan konstanta kesetimbangan terlihat bahwa [NO 2]
dikuadratkan, sedangkan [N2O4] hanya pangkat satu. Oleh karenanya peningkatan
tekanan akan menyebabkan sistem tidak berada pada posisi kesetimbangan dalam hal ini
terjadi perubahan dari kanan ke kiri.

Qc 
NO 2 0
2

N 2 O 4 0
Umumnya peningkatan tekanan (penurunan volume) lebih disukai oleh reaksi
yang menurun jumlah mol total gasnya, dan penurunan tekanan (peningkatan volume)
lebih disukai oleh reaksi yang meningkat jumlah mol total gasnya. Untuk reaksi yang
tidak ada perubahan jumlah mol gas totalnya, perubahan tekanan dan volume tidak akan
menggeser posisi kesetimbangan.

7.7.3. Perubahan Temperatur


Perubahan konsentrasi, tekanan, atau volume dapat mengubah posisi
kesetimbangan, demikian juga halnya dengan temperatur. Seandainya temperatur sistem
berubah maka:
a. Untuk reaksi yang endotermis, peningkatan temperatur menyebabkan pergeseran
kesetimbangan ke arah reaksi endotermis; sedangkan penurunan temperature

112
menggeser kesetimbangan ke arah reaksi eksotermis. Reaksi
H2(g) + I2(g) 2HI(g) + 13 kJ
adalah suatu reaksi ke kanan berlangsung eksotermis sebagaimana tertulis, maka
peningkatan temperatur menyebabkan kesetimbangan bergeser ke kiri sehingga K
menurun. Dengan meningkatnya harga T maka konsentrasi HI menjadi menurun, dan
konsentrasi H2 dan I2 meningkat. Dengan kata lain HI kurang stabil pada temperatur
tinggi.
b. Prinsip Le Chatelier memprakirakan bahwa peningkatan temperatur mendorong
perubahan ke arah yang menggunakan panas. Ketika 1 mol H2 dan 1 mol I2
menghilang maka 2 mol HI dan 13 kJ panas dikeluarkan pada reaksi di atas. Proses
sebaliknya menyerap panas. Jika temperatur meningkat maka sistem mencoba
mengurangi gangguan tersebut dengan menyerap panas tambahan. Oleh karena reaksi
balik adalah reaksi yang menggunakan panas maka perubahan ke arah tersebut lebih
disukai. Kecenderungan ke arah reaksi balik menyebabkan konsentrasi I2 dan H2
meningkat.
c. Suatu prinsip yang umum dalam kinetik adalah bahwa kecepatan reaksi meningkat
dengan meningkatnya temperatur. Peningkatan temperatur untuk suatu reaksi
kesetimbangan menyebabkan kecepatan reaksi endotermis relatif lebih meningkat
daripada reaksi eksotermis. Untuk reaksi
H2(g) + I2(g) 2HI(g) + 13 kJ
maka dengan menaikkan temperatur, kecepatan peruraian (endotermis) lebih
meningkat daripada kecepatan pembentukan HI (eksotermis). Hasilnya, jika terjadi
penaikan temperatur reaksi maka konsentrasi HI menurun.

7.7.4. Penambahan Katalis


Apakah pengaruh katalis terhadap suatu sistem kesetimbangan?. Untuk
menjelaskan permasalahan tersebut dapat dilakukan melalui pendekatan sebagai berikut:
a. Konstanta kesetimbangan hanya berkaitan dengan zat-zat yang tampak dalam
persamaan reaksi. Katalis tidak tampak dalam persamaan reaksi atau dalam
pernyataan konstanta kesetimbangan. Oleh karenanya penambahan katalis ke dalam
sistem kesetimbangan di harapkan tidak akan mempengaruhi konsentrasi-
konsentrasi pada kesetimbangan, hanya mempercepat teradi kesetimbangan.
b. Prinsip Le Chatelier tidak menyebutkan tentang adanya katalis.
c. Kinetik memberikan argumentasi yang paling baik bahwa suatu katalis tidak
mempengaruhi komposisi suatu sistem kesetimbangan. Menurut teori kecepatan
reaksi, kecepatan reaksi tergantung pada seberapa cepat partikel-partikel melampau
energi rintangan antara keadaan awal dengan keadaan akhir. Gambar 6.1
memperlihatkan energi rintangan untuk reaksi berikut:
H2(g) + I2(g) 2HI(g)

113
Gambar 7.2 Diagram energi rintangan (garis putus-putus adalah jalan yang dilalui reaksi
bila digunakan katalis).

Pada gambar terlihat perbedaan energi rintangan antara reaksi yang dikatalis
dengan reaksi tanpa katalis. Sebagaimana terlihat pada Gambar 7.2, katalisator
menurunkan energi rintangan reaksi sehingga kecepatan rekasi meningkat. Jika energi
rintangan perubahan ke arah maju diturunkan maka energi rintangan untuk perubahan ke
arah belakang juga turun. Dengan demikian, peningkatan kecepatan reaksi oleh
katalisator ke arah maju harus sama dengan peningkatan kecepatan reaksi ke arah
sebaliknya.

114
Soal-soal latihan

1. Satu mol gas hidrogen dan satu mol gas Iodium dimampatkan dalam wadah 2 L, pada
temperatur tertentu. Tetapan kesetimbangan sama dengan 64,0. Hitung berapa mol
gas hidrogen, H2, iodium, I2 dan asam iodida, KI pada keadaan setimbang !

2. Dalam wadah ukuran 1 L terjadi reaksi :


SO2(g) + NO2(g) SO3(g) + NO (g)
Setelah tercapai kesetimbangan, dalam wadah 2 L terdapat 0,8 mol SO 3, 0,4 mol NO,
0,2 mol NO2 dan 0,4 mol SO2. Hitung tetapan kesetimbangan untuk reaksi tersebut !

3. Tetapan kesetimbangan Kc untuk reaksi A + B C sama dengan 2,5. Berapa


mol wadah dalam wadah 5 L yang harus dicampurkan dengan 4 mol B untuk
memperoleh 1 mol C pada keadaan setimbang ?

4. Tetapan kesetimbangan reaksi di bawah ini diukur pada 823 K.


CaO(s) + H2(g) Ca (s) + H2O(g) K = 67
CaO(s) + CO(g) Ca(s) + CO2(g) K = 490
Dari data tersebut, tentukan tetapan kesetimbangan untuk reaksi berikut :
CO2(g) + H2(g) CO(g) + H2O(g) pada 823 K

5. Sejumlah gas PCl5 ditempatkan dalam satu wadah ukuran 1 L pada suhu 200 oC. Jika
derajat disosiasinya 0,574 dan tekanan total 0,5 atm maka hitung Kp-nya !
6. Tetapan kesetimbangan untuk reaksi A → B + C sama dengan 1,60. Diperlukan
berapa mol A dalam wadah 2,0 L untuk memperoleh 0,5 mol C pada keadaan
kesetimbangan ?

7. Suatu reaksi kesetimbangan : A(g) B(g) + C(g) mempunyai harga Kp =


0,38 pada suhu 427oC. Hitunglah harga Kc.

8. Sejumlah gas N2O4 ditempatkan dalam suatu wadah, T = 150oC. Tekanan total pada
kesetimbangan adalah 0,64 atm, derajat disosiasi 0,40. Hitunglah Kp dan ΔGoreaksi nya
pada suhu tersebut.

9. Suatu gas X dengan tekanan 4 atm, diberi katalis sehingga terurai dan mencapai
kesetimbangan X(g) 2Y (g) dengan harga Kp = 4/3. Berapakah tekanan total
pada saat setimbang ?

10. Jika untuk reaksi kesetimbangan : N2O4 (g) 2NO2(g), dengan derajat disosiasi
α dan tekanan total P atm. Bagaimanakah ungkapan reaksinya ?

115
11. Tetapan kesetimbangan untuk reaksi A + 3B C sama dengan 0,25. Berapa
jumlah mol A yang harus dicampurkan dengan 4 mol B dalam volume 2 L untuk
memperoleh 1 mol C pada keadaan setimbang ?

12. Pada suhu 1000 K, tetapan kesetimbangan Kp bagi reaksi :


SO2(g) + ½ O2(g) SO3(g)
Adalah 1,85. Bila tekanan parsial gas oksigen pada kesetimbangan adalah 0,16 atm.
Hitung perbandingan tekanan SO3 terhadap tekanan SO2 !

13. Pada 300 K reaksi A(g) + B(g) AB(g) mempunyai harga Kp = e3,37. Jika
ΔHo reaksi adalah -1,9 kJ. Hitunglah ΔSo !

14. Terangkanlah bagaimana keadaan produk reaksi dibawah ini jika tekanan dinaikkan.
a. N2(g) + 2O2(g) NO2
b. 2CO2(g) 2CO(g) + O2(g)
c. 4HCl(g) + O2(g) 2Cl2(g) + 2H2O(g)
d. 2NH3(g) 3H2(g) + N2(g)

15. Diketahui :
N2(g) + 3H2(g) 2NH3(g) pada suhu 25oC
Kc = 4,1 x 108
Hitung konsentrasi NH3 jika pada keadaan kesetimbangan konsentrasi N2 dan H2
masing-masing 0,010 M.

116
BAB VIII
HIDROKARBON

Istilah hidrokarbon yang dimaksudkan adalah berbagai formasi persenyawaan


murni antara hidrogen dengan karbon. Kelompok senyawa yang dimaksudkan dalam bab
ini, anatara lain adalah alkana, alkena dan alkuna, termasuk pula hidrokarbon siklik dan
hidrokarbon aromatik Jika persenyawaan hidrokarbon telah mengandung unsur lain
selain hidrogen dan karbon, maka senyawa tersebut dikelompokkan sebagai senyawa
gugus fungsional, akan dibahas pada bab berikutnya. Pada awal bab. ini akan diuraikan
mekanisme pembentukan senyawa hidrokarbon ditinjau dari konsep interaksi orbital
atom membentuk orbital molekul dan konsep hibridisasi. Hal ini dimaksudkan untuk
lebih memudahkan pengertian terhadap pokok bahasan berikutnya.
Ikatan yang terjadi antara hodrogen dengan karbon maupun ikatan karbon-karbon
adalah ikatn kovalen. Ikatan karbon-karbon dapat terjadi melalui ikatan “sigma” (σ)
sepenuhnya terjadi pada hidrokarbon jenuh (alkana), dan atau ikatan “phi” ( π ) seperti
pada hidrokarbon tidak jenuh (alkena, alkuna dan aromatik). Kedua jenis ikatan tersebut
yang membengun struktur molekul hampir disemua senyawa organik. Penjelasan
mengenai distribusi elektron dalam pembentukan senyawa hidrokarbon dan hubungannya
dengan jenis ikatan kimia yang terbentuk serta stereokimia molekul yang dicapai dapat
dijelaskan sebagai berikut.

8.1. Hibridisasi sp3 dan Struktur Metana


Dalam keadaan dasar atom karbon yang merupakan unsur penyusun utama
hidrokarbon, memiliki konfigurasi elektron 1s2 2s2 2px1 2py1 2pz. Jika digambarkan dalam
bentuk diagram energi maka terlihat sebagai berikut;

Gambar 8.1 Profil energi konfigurasi elektron atom karbon dalam keadaan dasar.

Ungkapan di atas menunjukkan bahwa atom karbon memiliki dua elektron yang tidak
berpasangan, hal ini dapat diasumsikan bahwa atom karbon hanya dapat menerima dua
elektron secara kovalen dari atom lain. Namun pada kenyataannya atom karbon yang
stabil ternyata memiliki empat orbital yang masing-masing terisi elektron tunggal yang
dapat bertumpangtindih dengan empat elektron dari atom lain. Jika berikatan dengan
hidrogen akan membentuk CH4 (metana), bukan CH2. Mengapa demikian ?.
Konsep hibridisasi adalah jawaban untuk kasus tersebut di atas. Terjadi promosi
satu elektron dari 2s ke 2p, menghasilkan konfigurasi elektron yang berbeda dengan

117
keadaan dasar, disebut sebagai konfigurasi hibrida. Satu orbital s dan tiga orbital p
bercampur (berhibridisasi) menghasilkan empat orbital baru yang identik. Orbital-orbital
baru tersebut dinamakan obital sp3. Energinya lebih rendah dari pada orbital 2p tetapi
lebih tinggi dari pada energi orbital 2s.

Gambar 8.2 Propil energi dan distribusi elektron atom karbon yang berhibridisasi sp3

Metana adalah kasus dimana keempat elektron tersebut di atas membentuk ikatan
kovalen dengan empat atom hidrogen. Dalam interaksinya, keempat orbital tersebut
mengambil orientasi tetrahedral dengan sudut 109,5 0 derajat. Keadaan ini menunjukkan
bahwa geometri molekul metana adalah tetrahedral dengan sudut ikatan H-C-H = 109,5.
Panjang ikatan C-H adalah 1,10 Ao dengan kekuatan ikatan = 104 kkal/mol.
Struktur/stereokimia metana adalah tetrahedron.

Gambar 8.3. Struktur (a) Orbital atom C tetrahedron; (b) Molekul CH4 tetrahedron;
Molekul CH4 dengan sudut 109,5 ; model bola tongkat; model space-
filling dan model potensial elektrostatik molekul metana.

118
8.2 Hibridisasi sp2 dalam Struktur Etilen
Secara sederhana struktur etilen dapat digambarkan sebagai berikut :

H H H H
C::C C C
H H H H

Gambar 11.4. Konfigurasi elektron dalam struktur etena (struktur lewis)

Ikatan karbon-karbon dalam etilen terdiri dari dua ikatan, yaitu satu ikatan 
(sigma) dan satu ikatan ikatan  (phi). Dalam hal ini orbital 2s hanya berhibridisasi
dengan dua orbital 2p menghasilkan tiga orbital hibrida sp2, jadi masih terdapat satu
orbital p yang tidak menagalami pembauran. Orbital-orbital sp2mengambil orientasi segi
tiga sama sisi palanar dengan sudut sekitar 120 0 . Pada kasus etilen terdapat satu ikatan 
yang terjadi dari tumpang tindih orbital sp2 atom-atom karbon dan satu ikatan  yang
terbentuk dari tumpang tindih antara dua orbital p dari ataom-atom karbon.

Gambar. 8.5 Profil energi dan distribusi elektron hibridisasi sp2 atom karbon.

Gambar. 8.6. Tumpang tidih orbita-orbital sp2 dan p dalam Etilen pada (c); Molekul
etilen dengan sudut dan panjang ikatannya; model bola tongkat;
model space-filling dan model potensial elektrostatik molekul etena.

119
Empat ikatan lainnya dalam bentuk C-H adalah ikatan  antara sp2 dari atom
karbon dengan orbital s dari atom hidrogen. Formasi elektron hibridisasi sp2 dan interaksi
orbital dalam pembentukan etena dapat dilihat pada gambar berikut. Besarnya sudut
ikatan H-C-H adalah 116,6, dan ikatan H-C-C adalah 121,7. Panjang setiap ikatan C-
H adalah 1,076 A dengan kekuatan ikatan = 103 kkal/mol. Sedangkan panjang ikatan
C=C adalah 1,33 A dengan kekuatan ikatan = 152 kkal/mol.

8.3 Hibridisasi sp dalam struktur asetilen


Ikatan karbon-karbon dapat pula terjadi dalam bentuk ikatan rangkap tiga,
kelompok senyawa ini dikenal dengan nama alkuna. Alkuna yang paling sederhana
adalah asetilen atau disebut pula etuna dengan rumus molekul C2H2 dan juga memiliki
rumus empiris CnH2n-2 . Secara sederhana struktur molekul etuna dapat digambarkan
sebagai berikut.

Gambar 8.7. Formasi elektron dalam molekul etuna (struktur lewis)

Dalam pembentukan ikatan rangkap tiga, masing-masing karbon mengalami


hibridisasi sp. Satu orbital 2p berhibridisasi dengan orbital 2s menghasilkan dua orbital
hibrida sp. Jadi masih ada dua orbital 2p yang tidak terlibat dalam percampuran orbital,
selanjutnya kedua orbital 2p tersebut bertumpangtindih dengan orbital 2p yang sejajar
dari atom karbon lain yang berdampingan membentuk dua ikatan . Satu ikatan 
karbon-karbon terbentuk dari tumpangtindih orbital sp dari masing-masing karbon. Selain
itu terdapat lagi dua ikatan  sebagai hasil interaksi obital s atom hidrogen dan orbital p
atom karbon, sebagai  sp-s pada C-H. Formasi elektron hibridisasi sp dan interaksi
orbital dalam etuna dapat digambarkan sebagai berikut.

Gambar. 8. 8 Profil energi dan distribusi elektron sp hibrida

Akibat interaksi orbital sp antara atom karbon dengan atom karbon yang lain, maka
molekul asetilen berbentuk linier dengan sudut ikatan H-C adalah 1800. Karena ikatannya
rangkap tiga maka hanya memiliki panjang ikatan C-C adalah 1,20 A dan panjang ikatan
C-H adalah 1,06 A serta kekuatan ikatan sebesar 200 kkal/mol.

120
Gambar. 8. 9. Orbital berikatan σ pada (a) bertumpangtindih dengan orbital berikatan π
pada (b) membentuk orbital molekul asetilen pada (c); tumpang tindih
orbital hibrida sp, sudut dan panjang ikatannya; model bola tongkat;
model space-filling dan model potensial elektrostatik molekul asetilen.

8.4 Alkana
Alkana adalah kelompok senyawa hidrokarbon jenuh yang dirturunkan dari
metana dengan ikatan sp3, baik antara atom hidrohen dengan atom karbon maupun
sesama atom karbon. Kelompok senyawa ini cukup stabil sehingga disebut juga paraffin.
Berdasarkan perbandingan C dan H pada alkana maka dapat dibuat satu rumus umum,
CnH2n+2, dimana “n” menunjukkan jumlah atom karbon. Jadi alkana dengan jumlah 5
atom karbon akan mempunyai atom hidrogen sebanyak (2 x 5) + 2, yaitu 12, sehingga
rumus molekulnya menjadi C5H12. Alkana alifatik (rantai lurus) dinamakan alkana
normal dan juga terdapat alkana dengan rantai bercabang. Gugus (–CH2-) yang berperan
memperpanjang rantai disebut gugus metilen dan deret senyawa ini dikenal sebagai deret
homolog.

Tabel 8.1. Sepuluh deret homolog alkana alifatik dan jumlah isomernya

Nama jumlah Rumus Rumus Struktur Jumlah


Karbon molekul isomer
Metana 1 CH4 CH4 1
Etana 2 C 2 H6 CH3CH3 1
Propan 3 C 3 H8 CH3CH2CH3 1
Butana 4 C4H10 CH3(CH2)2CH3 2
Pentana 5 C5H12 CH3(CH2)3CH3 3
Heksana 6 C6H14 CH3(CH2)4CH3 5
Heptana 7 C7H16 CH3(CH2)5CH3 9
Oktana 8 C8H18 CH3(CH2)6CH3 18
Nonana 9 C9H20 CH3(CH2)7CH3 35
Dekana 10 C10H22 CH3(CH2)8CH3 75

121
8.4.1 Tatanama Senyawa Alkana
Sering ditemukan penamaan senyawa alkana didasarkan pada sumber atau
kegunaannya, namun cara ini tidak sistematik sehingga lebih banyak digunakan nama
sistematik yang disusun oleh IUPAC (International Union of Pure and Applied
Chemistry). Berdasarkan itu alkana dapat diberi nama sesuai urutan berikut:
(a). Akhiran –ana digunakan untuk semua hidrokarbon jenuh.
(b). Alkana rantai lurus didasarkan pada jumlah karbon.
(c). Alkana rantai cabang, penamaan didasarkan pada rantai karbon terpanjang yang
menjadi rantai pokok atau rantai induk.

Contoh tersebut menunjukkan rantai utmanya adalah lima karbon sehingga disebut
pentana bersubtitusi, dua karbon yang lain disebut subtituen.

(d). Subtituen jenuh yang terdiri dari karbon dan hidrogen saja disebut gugus alkil, yang
penamaannya sesuai nama alkana dengan atom karbon yang sama, hanya dengan
mengganti akhiran -ana menjadi –il. Alkil dicirikan sebagai alkana yang
hidrogennya berkurang satu. Contoh; metana CH4 menurunkan metil (CH3-), etana
CH3CH3 menurunkan etil (CH3-CH2-), propana menurunkan propil dan seterusnya.
(e). Lokasi gugus ditunjukkan dengan nama dan nomor. Penomoran rantai utama
dilakukan sedemikian rupa sehingga subtituen pertama terletak pada nomor karbon
yang paling rendah. Bila ada dua gugus subtituen identik, maka digunakan awalan
di- jika tiga digunakan tri- demikian juga seterusnya.
(f). Nama dituliskan dalam satu baris, nomor-nomor dipisahkan satu dengan lainnya oleh
tanda koma, sedangkan nomor dan nama dipisahkan oleh tanda garis datar. Jika
terdapat dua atau lebih subtituen, maka subtituen tersebut disusun berdasakan
alfabetik. Contoh, nama IUPAC senyawa berikut :

4-etil-2,2-dimetil heptana

Penggantian atom hidrogen suatau senyawa alkana dengan suatu gugus alkil akan
menyebabkan terbentuknya kedudukan baru (tipe-tipe) atom karbon yang diklasifikasikan
berdasarkan jumlah karbon lain yang terikat padanya. Berdasarkan itu, maka kedudukan
atom karbon dapat dibedakan, sebagai berikut.
(a). Atom C primer (p), adalah karbon yang mengikat satu karbon yang lain
(b). Atom C sekunder (s), adalah karbon yang mengikat dua karbon yang lain
(c). Atom C tertier (t), adalah karbon yang mengikat tiga karbon yang lain
(d). Atom C kuartener (k), adalah karbon yang mengikat empat karbon yang lain
Contoh berikut memperjelas kedudukan atau jenis atom karbon primer (p), sekunder (s),
tersier (t) dan kuaterner (k).

122
p = primer (1o)
s = sekunder (2o)
t = tertier (3o)
k= kuartener (4o)
4-etil-2,2-dimetil heptana
8.4.2. Menulis rumus struktur senyawa Alkana
Sebagai contoh dilakukan langkah-langkah penulisan untuk pentana C5H12,
sebagai berikut.
(a). Tuliskan kelima karbon dalam rantai lurus yang dihubungkan oleh suatu garis lurus,
maka karbon karbon ujung memerlukan tiga sisi valensi lagi untuk menunjukkan
valensi empat, sedangkan karbon yang ditengah memerlukan dua sisi valensi lagi.

C-C-C-C-C
(b). Jika kekosongan valensi di atas diikatkan dengan hidrogen maka diperoleh struktur
hidrokarbon berikut.
H H H H H
H-C–C–C–C–C-H
H H H H H
n-pentana

(c). Bentuk lain dari struktur C5H12 adalah 2-metil butana. Tuliskan rantai karbon yang
lebih pendek, yakni rangkaian empat karbon kemudian menghubungkan karbon
kelima dengan salah satu karbon yang ada ditengah rantai.

(d).Jika setiap karbon masing-masing diikatkan dengan hidrogen hingga memenuhi


valensi empat, maka terdapat tiga karbon yang mengikat tiga atom hidrogen dan
yang lainnya mengikat dua dan satu hydrogen.

(e). Struktur lain dari C5H12 dapat dibuat dengan mengurangi rantai terpanjang menjadi
tiga karbon dan dua karbon lainnya diikatkan pada karbon yang terletak ditengah,
sehingga menyerupai cabang.

(f). Jika diisi dengan hidrogen, maka keempat karbon ujung terisi masing-masing tiga
hidrogen, sedangkan karbon yang ditenagah tidak dapat mengikat hidrogen.

123
Gambaran di atas menunjukkan bahwa C5H12 dapat dituliskan dalam tiga bentuk struktur
yang lazim dikenal dengan isomer.

8.4.3 Rumus Molekul dan Struktur Alkana


Ada beberapa cara yang lazim untuk menggambarkan rumus struktur dari
senyawa organik. Rumus struktur lengkap paling mudah dipahami namun jarang
digunakan apalagi untuk molekul dengan rantai panjang, besar. Untuk memudahkan
penulis dan penggunaan ruang tulis yang terbatas maka sering digunakan rumus struktur
yang singkat, bahkan rumus struktur yang minimum terutama untuk senyawa organik
yang bermolekul besar. Walaupun sering digambarkan dalam garis lurus, sesungguhnya
rantai karbon dari alkana berantai lurus tersebut tidaklah lurus, melainkan mengikuti pola
zig-zag. Hal ini dapat dimengerti sebab setiap pengikatan yang terpaut dengan karbon
rantai lurus haruslah mengarah ke sudut-sudut tetrahedron.

H H H H H H
C6H12
Rumus Molekul H–C–C–C–C–C–C–H Rumus struktur lengkap

H H H H H H
CH3–CH2–CH2–CH2–CH2–CH3
CH3(CH2)4CH3
Rumus struktur
singkat, ikatan C-H Rumus struktur singkat, semua ikatan tidak
tidak ditulis ditulis, tanda kurung pembatas empat unit
metilen (-CH2-)4 yang terikat dalam rantai
lurus

C–C–C–C–C–C
Rangka karbon semua Rumus minimum: karbon berada pada
hidrogen dan ikatan C-H simpang garis sebagai CH2 , dan diujung
tidak ditulis rantai CH3 karbon dan hidrogen tidak tertulis

Gambar 8.9. Beberapa cara penulisan rumus struktur senyawa karbon (heksana).

Karena dengan cara itu maka semua atom penyusun saling terpisah sejauh mungkin,
sehingga senyawa tersebut dalam keadaan stabil, perhatikan struktur bola dan tongkat
dari n-dekana dan n-butana, (Gambar 11.10). Perlu diingat bahwa karbon dapat berotasi
secara bebas pada ikatan tunggal karbon-karbon, sehingga terdapat banyak kemungkinan
konformasi n-dekana dan n-butana. Namun yang paling disukai adalah struktur bola-
tongkat sebab efek strik (hambatan ruang) paling minimal sehingga lebih stabil.

124
Gambar 8.10. Struktur bola-tongkat dari dekana, struktur kekule, struktur sederhana dan
model bola-tongkat butana.

Namun yang paling disukai adalah bentuk memanjang seperti struktur bola-tongkat sebab
efek strik (hambatan ruang) paling minimal sehingga lebih stabil.

8.4.4 Isomeri dan Konformasi Senyawa Alkana


8.4.4.1 Isomer Senyawa Alkana
Senyawa alkana yang mempunyai empat atau lebih atom karbon dapat dituliskan
dalam beberapa rumus struktur. Keadaan ini dikenal dengan istilah isomer. Butana
dengan rumus molekul C4H10 diperoleh dalam dua macam hidrokarbon yang berbeda.
Empat atom karbon dalam butana dapat dihubungkan dalam satu rantai lurus atau salah
satu dari atom karbon tersebut merupakan cabang dari rantai lurus tadi. Kedua macam
isomer butana mempunyai sifat-sifat kimia dan fisika yang agak berbeda, n-butana
mendidih pada –0,50C, dan isobutana mendidih pada –120C. Demikian pula senyawa
karbon dengan jumlah atom karbon lima, enam, tujuh dan seterusnya berturut-turut
memiliki isomer yang lebih banyak.

CH3–CH2–CH2–CH3 CH3–CH–CH3
CH3
n-butana
2-metil propane
8.4.4.2 Konformasi Alkana
Dalam rantai terbuka, ikatan antara karbon-karbon dalam alkana dapat berputar
secara bebas melalui sumbu ikatan sigma. Oleh sebab itu, dalam suatu alkana rantai
terbuka atom-atomnya dapat memiliki sejumlah tak terhingga posisi relatif (dalam ruang
tiga dimensi). Sebagai contoh molekul etana dapat memiliki penataan atom-atonya dalam
ruang secara berlain-lainan. Penataan tersebut dikenal dengan istilah konformasi. Dalam
pembahasan selanjutnya mengenai konformasi akan digunakan model proyeksi
Newmann dari Ohio State University. Proyeksi sangat berguna untuk menggambarkan
konformasi. Pada proyeksi Newmann, kita melihat ikatan karbon-karbon dari salah satu
ujung rantai. Ikatan-ikatan pada karbon di depan bersumber dari pusat lingkaran,
sedangkan semua ikatan pada karbon di belakang digambarkan dimulai dari garis lingkar
keluar. Karena adanya rotasi mengelilingi ikatan sigma, maka suatu molekul dapat
memiliki berapapun konformasi terhadap suatu konformasi yang paling stabil.
Konformasi yang paling stabil itu disebut konformer.
Konformasi bukanlah isomer karena antara satu dengan yang lain dapat
dipertukarkan. Konformasi adalah sekedar orientasi ruang yang berbeda-beda dari
molekul yang itu-itu juga. Sebagai contoh kita gunakan model etana. Etana dapat

125
menghasilkan sekian banyak konformasi. Terdapat dua konformasi yang ekstrim yakni
konformasi bersilang (staggered comformation) dan komformasi berimpit (eclipsed
comformation).
Konformasi bersilang, setiap ikatan C-H dari satu atom karbon menyilang sudut
H-C-H karbon yang lain, atau dapat dipandang bahwa atom-atom yang terikat pada atom
karbon yang satu terletak di antara atom-atom yang terikat pada atom karbon yang lain.
Konformasi berimpit, tiap ikatan C-H dari satu atom karbon sejajar dengan ikatan C-H
berikutnya, atau dapat dikatakan bahwa atom-atom yang terikat pada atom karbon yang
satu terletak tepat dibelakang atom-atom yang terikat pada atom karbon yang lain.
Konformasi bersilang lebih disukai daripada konformasi berimpit, pada suhu kamar 99%
dari molekul etana berada dalam konformasi bersilang. Konformasi berimpit dari etana
kira-kira 3 kkal/mol kurang stabil (lebih tinggi energinya) dibandingkan konformer
goyang (bersilang), karena adanya tolak menolak antara elektron-elektron ikatan. Dengan
memutar salah satu karbon sebesar 600 kita dapat merubah konformasi bersilang menjadi
konformasi berimpit, begitupun seterusnya, konformasi berimpit dapat berubah menjadi
konformasi bersilang dengan pemutaran 600.

Gambar 8.11. Konformasi ekstrim dari etana, bersilang (stagerred) bagian bawah dan
berimpit (eclipsed) bagian atas dan profil energinya dibagian tengah.
Untuk berotasi dari konformasi bersilang ke konformasi berimpit, molekul etana
memerlukan 3 kkal energi. Gambar konformasi stegger dan eklips menunjukkan dua jenis
konformasi yang dapat dicapai jika etana diputar dari 0 o s/d 180o dengan sudut putar 60o.
Posisi 0o, 120o, 240o, 360o menunjukkan besarnya energi konformasi stegger. Sedangkan
pada posisi 60o, 180o, 360o menunjukkan tingginya energi konformasi eklips.

8.4.5 Sifat Fisik Alkana


Alkana merupakan senyawa non-polar, oleh karena itu tidak dapat bercampur
dengan air. Berat jenis alkana umumnya lebih rendah dari pada air sehingga bila
dicampur dengan air akan membentuk larutan berlapis dan alkana selalu terapung
dibagian atas dan air bahagian bawah. Alkana rantai pendek seperti metana, etana dan
propana merupakan komponen utama gas alam. Demikian juga minyak bumi cair
126
merupakan campuran yang didominasi oleh alkana. Titik didih alkana menaik sesuai
dengan pertambahan panjang rantai karbonnya. Hal ini menjadi dasar pemisahan fraksi
minyak bumi melalui teknik penyulingan.

Tabel 8.2. Rentang titik didih Beberapa fraksi penting Minyak Bumi

Nama Rantai Karbon Rentang titik didih


Petrelium eter C5-C7 30 – 60
Bensin C9-C10 40 – 200
Minyak tanah C8-C14 175 – 325
Minyak gas C12-C18 > 275
Minyak pelumas >C18 > 275

8.4.6 Sifat Kimia Alkana


Alkana adalah hidrokarbon jenuh yang stabil, kurang reaktif. Tidak bereaksi
dengan kebanyakan asam, basa, oksodator dan reduktor. Karena itu alkana banyak
digunakan sebagai pelarut senyawa-senyawa non polar. Namun demikian pada kondisi
khusus alkana dapat mengalami reaksi. Reaksi subtitusi dan oksidasi merupakan jenis
reaksi yang umum terjadi pada alkana.

a. Oksidasi kuat
Proses oksidasi biasanya lebih mudah berlangsung pada alkana rantai pendek seperti
metana, etana dan propana.
2CH4 + 3O2 2CO + 4H2O
2CO + O2 2CO2 + 212,8 kkal/mol
Reaksi ini yang mendasari pemanfaatan hidrokarbon sebagai sumber energi.

b. Subtitusi
Reaksi ini spesifik untuk senyawa alkana, umumnya terjadi dengan halogen
(halogenasi), reaksi ini dapat berlangsung secara berantai jika ada katalisator
ultrafiolet. Sebagai contoh ditunjukkan reaksi klorinasi di bawah ini.
Cl2/hv
CH4 + Cl2 CH3Cl + HCl (metilklorida)
Cl2/hv
CH2Cl2 + HCl (metilen klorida)
Cl2/hv CHCl3 + HCl (kloroform)
Cl2/hv
CCl4 + HCl tetraklorometan

c. Pirolisis = Cracking
Proses pirolisis atau cracking adalah proses pemecahan alkana dengan jalan
pemanasan pada temperatur tinggi, sekitar 1000 0C tanpa oksigen, akan dihasilkan
alkana dengan rantai karbon lebih pendek.
CH4 2 H2 + C

127
CH3–CH2–CH3 1. H2 + C3H6
2. CH4 + C2H4
CH3–CH2–CH2–CH3 1. H2 + C4H5
2. CH4 + C3H6
3. C2H6 + C2H6
Proses pirolisis dari metana secara industri dipergunakan dalam pembuatan karbon-
black. Proses pirolisasi juga digunakan untuk memperbaiki struktur bahan bakar
minyak, yaitu berfungsi untuk menaikkan bilangan oktannya dan mendapatkan
senyawa alkena yang dipergunakan sebagai bahan pembuatan plastik.

8.4.7 Sintesis Alkana


8.4.7.1 Cara khusus

Cara khusus yang dimaksud adalah cara pembuatan metana :


a. metana dapat diperoleh dari pemanasan unsur-unsurnya pada temperatur 12000C
C + 2 H2 CH4
b. Metana dapat diperoleh secara tidak langsung, yaitu dari senyawa CS 2 , H2S dan
logam Cu, ini dikenal sebagai metode Berhelot.
CS2 + 8Cu + 2 H2S 4 Cu2S + CH4
c. Metana dapat diperoleh dari pemberian air pada aluminium karbida
Al4C3 + 12 H2O 4 Al(OH)3 + 3CH4
d. Reduksi katalis dari karbon monoksida dan hidrogen akan menghasilkan metana
CO + 3 H2 CH4 + H2O
e. Metana dapat dihasilkan dari pemanasan sodium asetat dengan basa kuat
(KOH/NaOH) tanpa adanya air.
CH3COOH + NaOH CH4 + Na2CO3
8.4.7.2 Cara Umum
a. Alkana dapat diperoleh dari reduksi alkil halida dengan logam, misalnya logam Zn
(campuran Zn + Cu) atau logam Na dan Alkohol
C2H5Cl C2H6 + HCl
b. Alkana dapat diperoleh dari alkil halida melalui terbentuknya senyawa grignard
kemudian dihirolisis.
C2H5Br + Mg C2H5 – Mg – Br
C2H5 – MgBr + H2O C2H6 + Mg (OH) Br
c. Alkana dapat diperoleh dari alkil halida oleh logam Na (reaksi Wurtz), dimana
alkana yang dihasilkan mempunyai atom karbon dua kali lebih banyak dari atom
karbon alkil halida yang digunakan
2C2H5Cl + 2Na C2H5– C2H5 + 2 NaCl

128
8.5 Alkena
Sebagaimana yang telah diuraikan pada pendahuluan bab. ini, bahwa kelompok
alkena memiliki ikatan ganda dua karbon-karbon dengan hirida sp2 dan memiliki ikatan
“phi”(  ). Geometri molekulnya adalah trigonal palanar dengan sudut ikatan 120, dan
panjang ikatan karbon-karbon adalah 1,33 Ao. Perbandingan karbon dan hidrogen dapat
ditandai dengan rumus empirik CnH2n. Kadangkala dijumpai alkena mengandung lebih
dari satu ikatan rangkap, dikenal sebagai alkadiena, -triena, -tetraena, -poliena untuk
dua, tiga, empat, banyak ikatan ganda dua. Jika dalam satu senyawa memiliki lebih dari
satu ikatan ganda, maka strukturnya dapat dikelompokkan berdasarkan letak ikatan-
ikatan ganda tersebut. Bila ikatan-ikatan gandanya bersebelahan antara satu dengan yang
lain disebut terakumulasi, jika ikatan-ikatan ganda berselang karena diantarai oleh ikatan
tunggal, dinamakan ikatan ganda terkonyugasi, dan bila ikatan-ikatan ganda tersebut
diantarai oleh dua atau lebih ikatan tunggal, disebut ikatan ganda terisolasi. Ikatan
ganda yang terkonyugasi adalah ikatan ganda yang paling stabil oleh karenanya paling
banyak ditemukan di alam dengan berbagai sifat yang menarik.

C=C=C C=C-C=C C=C–C-C=C

terkumulasi terkonyugasi terisolasi

8.5.1 Tatanama Alkena


Penamaan alkena menyerupai cara-cara penamaan alkana, kecuali tambahan
untuk menyatakan letak dari ikatan ganda dua, sebagai berikut:
(a). Ikatan ganda dua diberi akhiran ena untuk satu ikatan ganda, triena, tetraena untuk
dua dan tiga ikatan ganda dua, begitu juga selanjutnya.
(b). Penomoran sedemikian rupa sehingga ikatan ganda terletak pada karbon
dengan bilangan terendah.
(c). Nomor yang menunjukkan ikatan ganda dituliskan didepan nama senyawa.
CH3-CH2-CH2=CH2-CH3 CH3-CH=CH2-CH3
CH3
2-pentena 2-metil-2-butena

8.5.2 Isomer pada Alkena


Selain menghasilkan isomer struktur, alkena dapat pula memiliki isomer
geometrik, notasi cis dan trans. Hal ini disebabkan oleh karena ikatan ganda tidak dapat
berputar secara bebas. Contoh di bawah ini menunjukkan adanya dua jenis isomer yakni
isomer struktur dan isomer geometrik untuk senyawa C4H8.

1-butena 2-metil propena cis-2-butena trans-2-butena

Pada contoh kasus di atas terlihat ada tiga isomer struktur yaitu 1-butena, 2-butena dan
2-metil propena, selain itu terdapat pula dua isomer geometrik yakni cis-2-butena dan
trans-2-butena

129
8.5.3 Reaksi Alkena
Kalau alkana menjalani reaksi subtitusi maka alkena menjalani reaksi adisi yang
merupakan reaksi spesifik untuk hidrokarbon tak jenuh, termasuk alkena. Dalam reaksi
adisi ini, terjadinya pemutusan ikatan rangkap karbon-karbon disebabkan oleh karena
pecahnya ikatan  yang terpaut dalam ikatan ganda tersebut, sedangkan ikatan  tetap.
Hal ini dikarenakan kekuatan ikatan  relatif lebih lemah dibandingkan dengan ikatan .
Bebrapa contoh reaksi adisi etena sebagai model, dapat dilihat berikut:
a. Hidrogenasi
Pt
CH2=CH2 + H2 CH3-CH3
etena etana
b. Halogenasi
Adisi ini dapat berupa brominasi, klorinasi, iodisasi jika melibatkan gas brom, klor
dan iod. Reaksi ini dapat berlangsung dengan mudah dan spontan dalam suhu kamar.
Ni
CH2=CH2 + Br2 CH2Br-CH2Br
etena 1,2-dibromo etana

c. Hidrasi
Adisi ini memerlukan asam sebagai katalisator. Metode ini digunakan dalam sintesis
alkohol, termasuk untuk keperluan komersial.

H+
CH2=CH2 + H2O CH3-CH2OH
etena etanol
d. Adisi Asam terhadap alkena tak simetris
Asilasi terhadap ikatan ganda berlangsung spontan, jika digunakan asam halida
akan menghasilkan senyawa organo halida. Untuk alkena tak simetris adisi didasrkan
pada postulat Vladimir Markovnikov berbunyi; Jika pereaksi tak simetrik beradisi pada
alkena tak simetrik pula, maka bagian elektropositif dari pereaksi beradisi pada atom
karbon dari ikatan ganda dua yang mengandung atom hidrogen terbanyak. Berkaitan
dengan ini maka senyawa alkena maupun pereaksinya harus dapat dibedakan atas posisi
simetrik dan tak simetrik. Istilah simetrik jika unsur-unsur yang terikat pada kedua
karbon pembentuk ikatan ganda dua adalah sama (ekivalen), jika kedua belah pihak
karbon tersebut tidak ekivalen maka molekulnya tak simetrik. Jika suatu alkena tak
simetrik direaksikan dengan pereaksi tak simetrik pula, maka akan diprediksi dua macam
hasil reaksi, sedangkan jika alkena dan atau pereaksinya bersifat simetrik maka hasilnya
hanya satu macam saja. Perhatikan contoh di bawah :

Reaksi alkena simetrik

CH3-CH=CH-CH3 + HCl a. CH3-CHCl-CH2-CH3


2-kloro butana

b. CH3-CH2-CHCl-CH3
2-kloro butana

130
Reaksi di atas menunjukkan hanaya satu hasil walaupun dua jalan. Baik hasil a maupun
hasil b sama saja, adalah 2-klorobutana. Tidak berlaku hukum Markovnikov

Reaksi alkena tak simetrik

CH3-CH=CH2 + HCl a. CH3-CClH-CH3


propena 2-kloropropana
(alkena tak simetrik)
b. CH3-CH2-CH2Cl
kloropropana
Kasus reaksi di atas menunjukkan ada dua hasil reaksi yang berbeda, dan hasil
utamanya adalah 2-kloropropana, sementara kloropropana jumlahnya lebih sedikit. Hasil
ini sesuai hukum Markovnikov yang berlaku pada reaksi alkena tak simetrik.

e. Hidroborasi
Reaksi reduksi ini banyak dimanfaatkan dalam sintesis, dengan menggunakan
senyawa BH3. Boron akan terikat pada karbon ikatan rangkap yang mengandung
subtitusi paling sedikit.
R-CH=CH2 + H-BH2 R-CH2-CH2-BH2
f. Oksidasi
KMnO4 adalah oksidator yang umum digunakan, berfungsi menyerap elektron  pada
ikatan ganda dua, reaksi ini dicirikan dengan perubahan warna permanganat dari warna
ungu menjadi coklat, terbentuk MnO2.

2-butena 2,3-butandiol

g. Ozonolisis
Reaksi antara alkena dengan ozon (O3) menghasilkan senyawa antara ozonida, dengan
bantuan suatu reduktor (biasanya Zn dalam suasana asam), akan menghasilkan senyawa
karbonil.

h. Reaksi diena
Diena terisolasi
CH2=CH–CH2–CH=CH2 + HCl CH3–CHCl–CH2–CH=CH2
1,2-pentadiena 4-kloropentena

131
Diena terkonjugasi
(a)
CH2=CH–CH=CH2 + HCl X CH3–CHCl–CH=CH2
1,3-butadiena 3-klorobutena

(b)
CH3–CH=CH–CH2Cl
Kloro-2-butena

Produk (a) 3-klorobutena adalah hasil adisi 1,2- pada karbon ikatan
rangkap dua dan produk (b) kloro-2-butena adalah hasil adisi 1,4- pada
karbon rangkap dua yang terkonyugasi, hal ini terjadi karena adanya
delokalisasi elektron π yang mengalami konjugasi.
 
CH2=CH–CH=CH2 + HCl CH3–CH–CH=CH2 CH3–CH=CH-CH2
1,3-butadiena
Cl- Cl -

CH3–CHCl-CH=CH2 CH3–CH=CH2–CH2Cl
3-klorobutena Kloro-2-butena

Adisi 1,2- pada karbon rangkap dua bagian (a) terjadi via intermediet (I 1-2-)
dan adisi 1,4- terjadi via intermediet (I1-4-). Intermediet I1-2- dimana ion karbonium
berbentuk ion karbonium sekunder, lebih stabil daripada I1-4- yang ion karboniumnya
berbentuk ion karbonium primer meskipun atom H yang dapat berhiperkonyugasi dalam
I1-2- ada 5 dan dalam I1-4- ada 6. Ion karbonium sangat distabilkan oleh gugus -CH3 pada
I1-2- adisi karbon rangkap dua pada bagian (a) dengan jari-jari ion (20) yang lebih besar
daripada adisi karbon rangkap dua bagian (b) yang terkonyugasi ( adisi I1-4-).
Karena I1-2- lebih stabil ( level energi rendah ) maka reaksi adisi 1,2- dapat
berlangsung dengan energi aktivasi yang lebih rendah tetapi cepat pada suhu rendah
dengan hasil adisi 1,2- yang predominan terhadap adisi 1,4- yang lebih membutuhkan
energi (suhu) lebih tinggi (energi aktivasi dan level I1-4- lebih tinggi daripada I1-2-).
Namun, hasil adisi 1,4- lebih stabil daripada 1,2-. Dalam produk adisi 1,4- ada 5
atom H sedangkan dalam produk adisi 1,2- hanya ada satu atom H yang bisa
berhiperkonyugasi. Disi 1,2- adalah kinetic control (karena itu bisa reversible),
sedangkan adisi 1,4- adalah thermodynamic (=product development) control yang sering
irreversible (karena produk sangat stabil!).
Karena adisi 1,2- adalah kinetik control, reversible, I1-2- stabil sedangkan hasil
adisi kurang stabil, maka dalam reaksi pada suhu tinggi, hasil adisi 1,2- yang mula-mula
terbentuk secara predominan itu bereaksi balik menjadi I1-2- (mudah terbentuk, energi
level rendah!), selanjutnya I1-2- mengambil bentuk I1-4- dan bereaksi kembali membentuk
adisi 1,4- yang produknya stabil (biar pada suhu tinggi).
Jadi : 1. Adisi 1,2- [reaksi (a)] terjadi cepat biarpun pada suhu rendahdan hasilnya
predominan [terhadap adisi 1,4- reaksi (b)].

132
2. Pada suhu tinggi reaksi (b), adisi 1,4- menjadi predominan karena hasil adisi
1,2- yang mula-mula terbentuk sebelumnya bereaksi balik menjadi I1-2- ,
kemudian menjadi I1-4- dan menjadi produk adisi 1,4- yang stabil.

8.5.4 Sintesis Alkena


Ada beberapa cara untuk mensintesis senyawa alkena :
a. Dehidrasi Alkohol dengan Katalis Asam sulfat

CH3–CH2=CH2–OH H2SO4 CH3–CH=CH2 + H2O


propanol propena

b. Dehalogenasi Alkil halida dengan basa kuat

CH3–CH2–CH2Cl KOH CH3–CH=CH2 + KCl + H2O


alkohol
kloropropana propena

c. Dehalogenasi dihalida yang terikat pada atom karbon yang bersebelahan

CH3–CHBr–CH2Br + Zn CH3–CH=CH2 + ZnBr2

8.6 Alkuna
Sebagaimana telah dijelaskan terdahulu bahwa alkuna dilambangkan dengan
ikatan ganda tiga sebagai hibrida sp. Ikatan karbon-karbon terdiri dari satu ikatan  dan
dua ikatan . Panjang iktan C-C ganda tiga 1,21 Ao lebih pendek jika dibanding dengan
alkena dan alkana. Hal ini memberi gambaran.bahwa tiga pasang elektron di antara dua
atom karbon menarik kedua intinya menjadi lebih dekat, dibanding dengan dua pasang
elektron pada alkena. Karena geometrinya linier maka senyawa alkuna tidak melahirkan
isomer geometri cis-trans.

8.6.1 Keasaman Alkuna

sp3 sp2 sp
25%, s 33,3 %, s 50 %, s
75%, p 66,6 %, p 50 %, p

keasaman meningkat

Keasaman alkuna dapat ditinjau dari aspek orbital hibridisasi. Pada karbon yang
memiliki karakter s lebih besar dan karakter p lebih kecil keasamannya lebih besar.
Demikin halnya pada alkuna dengan karakter s 50%, lebih besar dari pada karakter s
33,3% pada alkena dan hanya 25% pada alkana.

133
Pada alkuna orbital-orbital s berada lebih dekat dengan inti atom dibanding dengan
orbital p. dengan demikian, elektron-elektron ikatan pada C-H paling dekat dengan atom
karbon sehingga protonnya dengan mudah diambil aleh basa. Oleh karena itu alkuna
dapat mengalami reaksi subtitusi.

8.6.2 Reaksi pada Alkuna


a. Subsitusi
Atom hidrogen dari asetilen maupun turunannya dapat disubsitusikan oleh logam.
Ag, Na, atau Cu. Reaksi ini sekaligus menunjukkan sifat keasaman dari asetilen.

1. HCCH + Cu2Cl2 + 2NH4OH 2NH4Cl + H2O + CuCCCu


asetilen Cupro asetilen
+
2. HCCH + 2 Ag Ag–CC–Ag + 2H
asetilen Perak asetilen
+
HCCH
3. + NaNH2 HCCNa + NH3
asetilen sodium asetilen

b. Adisi
Reaksi adisi yang terjadi pada alkena dapat pula berlangsung pada alkuna, namun
kapasitasnya lebih besar. Adisi melalui mekanisme trans karena lebih stabil dengan
efek ruang yang kecil.
1. Brominasi
Br Br
H Br
Br2 C=C Br2 H C-C H
H–CC–H
Br H
Br Br
Trans-1,2-dibromoetena 1,1,2,2-tetrabromoetane

2. Hidrogenasi
Reduksi asetilen mula-mula menghasilkan etilen kemudian menghasilkan etana.
H2 H2
CHCH–H CH2=CH2 CH3–CH3
Pt Pt
asetilen etilen etana

3. Hidrasi
Addisi alkuna dengan air tidak hanya memerlukan katalis asam melainkan juga
ion raksa. Ion raksa membentuk kompleks dengan ikatan ganda tiga dan
mengaktifkannya untuk beraddisi. Walaupun reaksinya serupa dengan alkena
hasil awalnya adalah vinil alkohol atau enol yang tidak mantap dan selanjutnya
mengadakan penataan ulang.
OH O
CHCH–H + H–OH R–CH=CH2 R–C–CH3

asetilen Vinil alkohol Keton


( enol )
134
c. Polimerasi
Asetilen jika dipanaskan dalam temperatur tinggi akan mengalami polimerasi
membentuk berbagai senyawa, tergantung pada temperatur dan katalisator yang
digunakannya.
3C2H2 C6H6
1. polimerasi benzen

2. 2C2H2 Cu CH2=CH–CCH
NH4Cl
Vinil asetilen
3C2H2 3. Cu CH2=CH–CC–C=CH2
NH4Cl
divinil asetilen

8.6.3 Sintesis Alkuna


a. Asetilen dapat dihasilkan dari Kalsium dengan air

3C + CaO CaC2 + CO
+ 2 H2O

Ca(OH)2 + HC≡CH
b. Alkilhalida dengan KOH dalam alkohol
CH3–CH2–CH2Br + 2KOH CH3–CCH + 2KBr + 2H2O
c. Alkiltetrahalida dengan logam aktif
CH3–CBr2–CHBr2 + 2Zn CH3–CCH + 2ZnBr2
d. Dari Iodoform dengan perak
2CHI3 + 6 Ag HCCH + 6 AgI

8.6.4 Beberapa Manfaat Asetilen


Bila dibakar dengan oksigen menghasilkan panas/temperatur tinggi, oleh
karenanya digunakan untuk mengelas logam, pada pembakaran dengan udara dapat
menghasilkan nyala yang terang, baik untuk penerangan, Dapat digunakan dalam
pembuatan karet sintesis (neopren) dan dapat digunakan sebagai bahan baku dalam
pembuatan asam asetat, melalui etanal kemudian dioksidasi.

8.7 Hidrokarbon Siklik


Senyawa hidrokarbon siklik banyak dijumpai sebagai komponen kimia bahan
alam, seperti senyawa terpen siklik, steroid dan lain-lain. Ujung-ujung rantai suatu
hidrokarbon rantai lurus dapat tergabungkan membentuk suatu rantai karbon yang
tertutup atau cincin. Jika atom-atom pembentuk cincin semua terdiri dari karbon maka
dikenal sebagai alisiklik, namun jika terdapat satu atau lebih atom lain (selain karbon)
sebagai penyusun rantai utama dari cincin tersebut maka disebut dengan heterosiklik.
Selanjutnya apabila rantai karbon siklik yang bersangkutan berupa hidrokarbon jenuh
maka disebut sikloalkana, dan jika terdapat ikatan rangkap maka disebut dengan
sikloalkena. Jika dibandingkan dengan alkana rantai terbuka dengan jumlah atom karbon

135
yang sama, maka sikloalkana memiliki atom hidrogen lebih sedikit (kurang dua), dengan
formula CnH2n , menyerupai alkena.

8.7.1 Tatacara prnulisan dan penamaan hidrokarbon siklik


Di bawah ini disajikan beberapa senyawa siklik yang sederhana dan tata cara
penamaannya. Penulisan senyawa hidrokarbon siklik yang lazim, adalah dengan
menggambarkan satu sistem siklik tanpa menuliskan atom karbon hidrogennya, kecuali
terdapat hetero atom. Berikut ini adalah penulisan siklobutana dan siklopentana.

standar lazim standar lazim


siklobutana siklopentana

Gambar 8.12. Penulisan hidrokarbon siklik, cara standar dan lazim.

Penamaan hidrokarbon siklik didasarkan pada jumlah atom karbon sebagaimana


hidrokarbon rantai lurus, ditambah awalan kata siklo. Penomoran diperlukan jika terdapat
lebih dari satu subtituen yang terikat pada cincin siklik.
CH3 CH3 CH3
6 CH3
5 1 CH3 1
CH3 6 2
4 2
3 5 3
CH3 4
Br
CH3
1,1-dimetil 1,2-dimetil 1,2,4-trimetil 3-bromo-1-metil
sikloheksana sikloheksana sikloheksana sikloheksena

Penomoran didasarkan pada subtituen, sedemikian rupa sehingga subtituen berada pada
nomor-nomor terendah, demikian juga ikatan rangkap selalu menjadi patokan awal
penomoran. Subtituen disebutkan lebih awal mendahului nama induk, dan jika terdapat
dua atau lebih subtituen yang berbeda maka masing-masing subtituen disebutkan
berturut-turut berdasarkan abjad dilihat dari huruf awal subtituen tersebut.

8.7.2 Isomer pada sikloalkana


Selain pembentukan isomer struktur, maka pada hidrokarbonsiklik juga dapat
membentuk isomer geometrik “ Cis, Trans” sebagaimana ditemukan pada senyawa
alkena. Isomer geometrik ini dapat terbentuk pada hidrokarbon siklik karena ikatan
karbon-karbonnya tidak dapat berputar secara bebas. Sebagi contoh, dimetil siklo
propana memiliki dua isomer struktur yakni 1,1-dimetil siklopropana dan 1,2-dimetil
siklopropana. 1,2-dimetil siklopropana sendiri memeliki dua isomer geometrik yakni
trans 1,2-dimetil siklopropana dan cis 1,2–dimetilsiklopropana. Jadi jumlah isomer
dimetil siklopropana adalah tiga.

136
CH3 CH3 CH3 CH3 CH3

CH3

CH3 CH3
1,1-dimetil 1,2-dimetil Trans 1,2-dimetil Cis 1,2-dimetil
siklopropana siklopropana siklopropana siklopropana

Gambar 8.13. Isomer sterutur dan isomer geometrik dimetil siklopropana.

8.7.3 Tarikan dan Kestabilan Cincin


Pada umumnya sikloalkana mengalami tegangan dalam molekul karena terjadinya
deviasi sudut molekul dibandingkan sudut tetrahedron normal. Semakin jauh deviasi
sudut molekul dari sudut 109,5 semakin besar tegangan dalam molekul semakin tidak
stabil molekul tersebut. Berdasarkan ketentuan itu, maka dapat dijelaskan mengapa
siklopropana sangat tidak stabil dengan sudut 60 o dan sangat mudah putus membentuk
propana rantai lurus.

Siklopropana bromopropana

Demikian pula halnya penyebab ketidak stabilan pada siklo butana sudut 90o, dan
siklopentana 105o lebih stabil, deviasi sudut lebih kecil. Seandainya molekul
sikloheksana palanar (datar) maka sudut-sudutnya 120o melampaui sudut 109,5 dan lagi
pula atom-atom hidrogennya tereklipskan antara satu dengan yang lain, tentu saja sangat
tidak stabil. Kenyataanya sikloheksana ternyata mempunyai tegangan dalam molekul
paling kecil, sebab cincin sikloheksana tidak palanar (tidak datar). Akibat adanya tarikan
cincin maka sikloheksana mengalami tekukan molekul membentuk struktur konformasi
kursi, akibatanya sudut-sudut molekulnya bukan 120o melainkan 109o,5’ (tetrahedron),
lagi pula atom-atom hidrogen pada sikloheksana dalam bentuk konformasi berkedudukan
steggered (goyang) antara satu dengan yang lainnya. Faktor-faktor tersebut yang
menyebabkan sikloheksana adalah sikloalkana yang paling satabil dan paling banyak
dijumpai pada senyawa bahan alam.
H goyang
H
H H H
tereklipskan H H H
H H H H
H H H
H H H H H
H H H H
datar tertekuk

Gambar 8.14. Sikloheksana struktur datar (tidak stabil), dan struktur tertekuk
(konformasi) yang satabil.

137
8.8 Hidrokarbon Aromatik
Senyawa aromatik merupakan kelompok tersendiri dalam kimia organik, memiliki sifat
yang berbeda dengan kelompok alifatik, sangat stabil. Aromatik berasal dari kata aroma
yang berarti harum, tetapi tidaklah berarti bahwa semua senyawa aromatik berbau harum.
Defenisi aromatik lebih dimaksudkan kepada sifat kimianya yang dicirikan oleh ikatan
rangkap terkonyugasi secara sempurna dalam cincin. Jumlah elektron  yang
terdelokalisasi dalam cincin, harus sesuai dengan hukum Huckel dalam rumus;
Elektron  = 4n + 2, dimana n = 0, 1, 2, 3 …(bilangan bulat)
Benzena memiliki 6 ( 3 pasang) elektron , sehingga 6 = 4n + 2 jadi n = 1. Tiga pasang
elktron  dalam benzena terdelokalisasi secara sempurna dalam cincin segi enam.
Senyawa yang menyerupai sifat benzena tersebut digolongkan sebagai senyawa aromatik.
Beberapa senyawa aromatik sederhana dapat ditulis sebagai berikut.

Benzena Naftalena Antrasena Fenantrena

8.8.1 Pandangan Teori Resonansi


Rumus empiris benzena C6H6, masalahnya bagaimana menuliskan rumus struktur
benzena Semula kekule meramalkan struktur benzena sebagai sikloheksatriena dalam
kesetimbangan.

Gambar 8.15. Sikloheksatriena hipotetis


Namun karena panjang ikatan dalam molekul benzena semua sama 1,39 A, dan benzena
adalah senyawa tunggal (tidak mempunyai isomer), maka ikatan delokal dalam benzena
ditulis dengan struktur resonansi sebagai berikut.

Gambar 8.16. Bentuk-bentuk resonansi benzena

Jumlah ikatan  dan ikatan  pada kedua bentuk resonansi yang dituliskan di atas adalah
sama, hanya letak/posisi ikatan -nya yang berbeda, hal ini menunjukkan bahwa
keduanya ekivalen, dan mempunyai kontribusi yang sama terhadap struktur hibrida
resonansi (rumus sebenarnya).

138
Gambar 8.17. (a) Orbital p pada Benzena, (b) Tumpangtindih orbital p membentuk
ikatan  pada benzena dan (c) Medan elektrostatik pada benzena

Semua atom karbon pada cincin benzena adala hibrida sp2 yang berikatan dengan tiga
atom tetangganya, yakni dua karbon dan satu hidrogen. Tiap-tiap karbon tersebut
menyisakan satu elektron pada orbital p yang kemudian bertumpang tindih dengan orbital
p dari masing-masing karbon tetangganya, membentuk ikatan  yang dapat
berkonyugasi.

8.8.2. Tatanama Senyawa Aromatik


Selain nama sistematika, banyak digunankan nama umum dalam penamaan
benzena.

CH3 CH=CH2 OH NH2

toluena stirena fenol anilin

Penamaan yang didasarkan pada benzena, dimana benzen mengandung subtitusi


dianggap turunan benzena dimana nama IUPAC dan nama umum tergabung pada tata
nama benzen, seperti misalnya:

Br NO2 COOH SO3H

bromobenzen Nitrobenzena Asam benzoat Asam bensensulfonat


a
Istilah orto (o), para (p) dan meta (m) digunakan untuk benzen yang mengandung
subtitusi lebih dari satu.
CH3
CH3 CH3
Br

Br Br
o-bromo toluena 139 toluena
m-bromo p-bromo toluena
Istilah orto digunakan untuk dua subtituen yang berdampingan, meta jika subtituen
tersebut berselang satu atom karbon dan para jika berselang dua atom karbon.

8.8.3 Energi Resonansi pada Benzena


Energi resonansi adalah besarnya energi yang digunakan benzena untuk
mendelokalisasikan elektronnya atau beresonansi. Besarnya energi resonansi benzena
36,0 kkal/mol, dapat dihitung melalui diagram berikut berdasarkan Gambar 8.18. Pada
gambar tersebut memperlihatkan bagaimana proses hidrogenasi pada senyawa
sikloheksana sebanyak tiga kali sampai menghasilkan molekul benzena, dimana
seharusnya energi terhitung sama dengan energi terukur dan ternyata tidak demikian.

36,0

55,4
85,8
49,8
28,6
E

Gambar. 8.18. Diagram perhitungan energi resonansi benzena

Hidrogenasi sikloheksena menghasilkan sikloheksana memerlukan kalor hidrogenasi 28,6


kkal/mol. Berarti sikloheksadiena memerlukan kalor hidrogenasi 2 x 28,6 = 57,2
kkal/mol, namu kenyataan hanya 55,4 kkal/mol. Demikian halnya jika sikloheksatriena
(hipotetis) dihidrogenasi mestinya memerlukan kalor hidrogenasi 3 x 28,6 = 85,8
kkal/mol, ternyata kalor hidrogenasi untuk sikloheksena dengan tiga ikatan rangkap,
hanya sebesar 49,8 kkal/mol. Penjelasan di atas menunjukkan bahwa ada energi sebesar
85,8 – 49,8 = 36 kkal/mol yang tersisa. Energi tersebut yang digunakan oleh elektron π
beresonansi dalam cincin bensena dan disebut Energi Resonansi Benzena.

8.8.4 Reaksi Subtitusi Elektrofilik Pada Benzena (Senyawa Aromatik)


Walaupun benzena memiliki tiga ikatan rangkap namun tidak mengalami reaksi
adisi sebagaimana pada alkena. Reaksi benzena adalah subtitusi menyerupai reaksi
alkana. Kenyataan ini dimungkinkan karena ikatan rangkap pada benzena mengalami
delokalisasi sepanjang resonansinya, hal ini mengakibatkan benzena menjadi stabil dan
tidak mengalami adisi. Oleh karena benzena mengandung banyak elektron sehingga
reaksinya hanya mungkin dengan pereaksi yang menyenagi elektron (elektrofil), karena
itulah reaksinya dikenal dengan subtitusi elektrofilik. Reaksi subtitusi benzena dapat
berlangsung jika diolah dengan katalisator diantaranya reaksi brominasi, nitrasi,
sulfonasi, metilasi yang dapat digambarkan tahapan reaksi dari keempat jenis reaksi
tersebut sebagai berikut:

140
Br

1. + + Br2 FeBr3 + HBr Brominasi

Bromobenzen

NO2
H2SO4
2. + HNO3 + H2O Nitrasi

Nitrobenzena

SO3H
SO3
3. + H2SO4 + H2O Sulfonasi
benzensulfonat

CH3
4. + CH3Cl AlCl3 + HCl Metilasi

Toluen

Beberapa jenis reaksi subtitusi pada inti aromatik yang lain yaitu klorinasi atau secara
umum adalah reaksi halogenasi, etilasi, propilasi dan lain-lain yang dikelompokkan
kedalam reaksi alkilasi. Umumnya reaksi-reaksi subtitusi tersebut berlangsung pada suhu
rendah yaitu sekitar 0 – 50oC.

8.9 GUGUS FUNGSIONAL SENYAWA ORGANIK


8.9.1 Alkil Halida
Pada pokok bahasan ini akan dibahas beberapa kelompok gugus fungsi dalam
senyawa organik, antara lain gugus fungsi halogen atau dikenal sebagai alkil halida,
gugus fungsi hidroksil atau alkohol, gugus fungsi karbonil terdapat pada aldehid dan
keton. Sedangkan gugus fungsi yang lainnya yakni, amina, asam karboksilat serta
turunan-turunannya akan dibahas pada pokok bahasan berikut.
Alkil halida adalah turunan hidrokarbon dalam mana satu atau lebih hidrogennya
diganti dengan halogen. Hampir setiap hidrogen dalam hidrokarbon dapat diganti dengan
halogen, bahkan ada senyawa hidrokarbon yang semua hidrogennya telah diganti.
Senyawa terflorinasi sempurna yang dikenal sebagai florokarbon, cukup manarik karena
kestabilannya pada suhu tinggi.
R-X sering digunakan sebagai notasi umum untuk organik halida, R menandakan
suatu gugus alkil dan X untuk suatu halogen. Konfigurasi elektron dalam keadaan dasar
untuk halogen adalah sebagai berikut:

141
F : 1s2 2s2 2p5
Cl : 1s2 2s2 2p6 3s2 3p5
Br : 1s2 2s2 2p6 3s2 3p6 3d10 4s2 4p5
I : 1s2 2s2 2p6 3s2 3p6 3d10 4s2 4p6 4d10 5s2 5p5

Ingat bahwa setiap halogen elektronegativitasnya tinggi dan hanya kekurangan satu
elektron untuk mencapai konfigurasi gas mulai. Oleh karena itu dapat diharapkan
halogen membentuk ikatan kovalen tunggal atau ionik yang stabil.
Metil fluorida, klorida, bromida, dan iodida masing-masing terbentuk oleh
tumpang tindih orbital sp3 karbon dengan 2p flour, 3p klor, 4p brom, dan 5p iod.
Kekuatan ikatan C menurun dari metil fluorida ke metil iodida, karena ikatan lebih
efisien antara orbital-orbital yang mempunyai bilangan kuantum utama yang sama, dan
efisiensinya menurun dengan meningkatnya perbedaan bilangan kuantum utama. Ikatan
semakin lemah jika jari-jari atom semakin besar.

Tata Nama
Halida sederhana umumnya dinamai sebagai turunan hidrogen halida. Sistem
IUPAC, gugus halida diberi nama awalan halo dalam hidrokarbon. Dalam nama umum,
hidrokarbon tempat alkil halida terikat pada rantai pokok yang lurus diberi awalan n-
(normal), pada atom C kedua sek-(sekunder) dan bila terikat pada atom C yang mengikat
tiga atom karbon yang lain disebut tert-(tersier).Contoh tata nama berikut yang terdapat
dalam kurung adalah nama umum/trivial/biasa.

Florometana Kloroetana 2-kloropropana


(metilflorida) (etilklorida) (isoprofilclorida)

Dengan sistem IUPAC, penamaan semua senyawa yang hanya mengandung gugus
fungsi univalensi dapat dinyatakan dengan nama awalan gugus fungsi itu sendiri diikuti
dengan nama hidrokarbon induk, penomoran sekecil mungkin dari ujung rantai harus
dipatuhi.

7
-Bro
m o
-2-k
loro
-2,7
-dim
etil-5
-is
opro
piln
ona
na

142
Sering terjadi dalam penamaan umum, hidrokarbon dipandang sebagai gugus
sebagaimana yang tertulis pada contoh senyawa berikut dalam tanda kurung.

CH2Cl2 ICH2CH2CH2CH2I
Diklorometana 1,4-Diiodobutana
(Metilen klorida) (Tetrametilen iodida)

Istilah geminal (gem-) (latin geminus, kembar) dan vicinal (vic-) (latin vicinus,
tetangga) kadang-kadang digunakan untuk memperlihatkan posisi relatif subtitutein
sebagai geminal untuk posisi 1,1 (terikat pada C yang sama) dan vicinal untuk posisi 1,2
(terikat pada C yang berbeda/bertetangga).

CH3CHBr2 BrCH2CH2Br
1,1-Dibromoetana 1,2-Dibromoetana
(gem-Dibromoetana) (vic- Dibromoetana)

8.9.2 Alkohol
Atom oksigen yang bervalensi dua, bisa satu atau kedua valensinya berikatakan
dengan karbon. Bila oksigen mengikat satu hidrogen dan saru karbon { C-O-H} atau
ditulis sebagai R-OH, maka senyawa hidroksilat ini disebut sebagai gugus fungsi
hidroksil (-OH), dan dikenal sebagai alkohol. Apabila kedua valensi dari oksigen
mengikat karbon, dikenal sebagai eter, R  O  R
Bila gugus –OH terikat pada atom karbon alifatik disebut alkohol alifatik dan bila
gugus –OH terikat pada cincin aromatik disebut alkohol aromatik. Sifat kimia keduanya
ini berbeda.

CH3-CH2OH OH
Etanol
(alkohol alifatik)

Fenol
(Alkohol Aromatik)
Alkohol alifatik dapat dibagi berdasarkan posisi karbon yang mengikat gugus –
OH; yaitu primer (1o), sekunder (2o) dan tertier (3o), dapat ditunjukkan sebagai berikut :

143
Tata Nama Alkohol
Penanaman alkohol dapat dilakukan dengan dua cara yaitu : nama trival diberi
nama alkil-alkohol (alkohol sebagai nama pokok dan rantai karbonnya sebagai
substituten). Cara kedua berdasarkan nama sistematik, nama sistematik diberi akhir
“ol” dan posisi gugus –OH diberi nomor terkecil dari ujung rantai karbon, sebagaimana
contoh berikut :

Senyawa Nama Trivial (Umum) Nama Sistematik (IUPAC)


CH3OH metil alkohol metanol
CH3CHCH3 isopropil alkohol 2-propanol
OH
CH3CH2CHCH3 sek. butil alkohol 2-butanol
OH
CH3
CH3 – C – OH tert. butil alkohol 2-metil-2-propanol
CH3

8.9.3 Eter
Bila kedua valensi atom oksigen mengikat atom karbon, maka senyawa demikian
termasuk oksida organik yang lebih dikenal sebagai “eter” dengan rumus umum R-O-R.
Banyak digunakan dilaboratorium sebagai pelarut organik dan dalam industri. Dibanding
dengan alkohol dengan berat molekul yang sama eter mempunyai titik didih jauh lebih
rendah. Hal tersebut dikarenakan eter tidak dapat membentuk ikatan hidrogen sebagai
mana pada alkohol. Sebagai contoh C2H6O mempunyai isomer dengan titik didih yang
berbeda.
CH3-CH2-OH CH3-O-CH3
Etanol td. dimetil eter
td. 78o C ttd. –24o C

Tata nama eter ada dua cara yaitu:


1. Nama trivial menggunakan nama alkil + eter
2. Nama sistimatik (Geneva) menggunakan alkoksi + alkana

1) Etil metil eter 1) Metil isopropil eter


2) Metoksietana 2) 2-metoksi propana

144
Beberapa eter siklik
Eter siklik yang banyak dikenal adalah etilen oksida, tetrahidorfuran dan
dioksana.

etilen oksida tetrahidrofuran dioksan

8.9.4 Aldehid dan Keton


Aldehid dan keton adalah senyawa-senyawa yang mengandung salah satu dari
gugus penting di dalam kimia organik, yaitu gugus karbonil C=O, semua senyawa yang
mengandung gugus fungsi ini disebut senyawa karbonil.
R R
C O C O
H R

Aldehida Keton

Gugus karbonil adalah gugus yang paling menentukan sifat kimia aldehid dan keton,
oleh karena itu tidaklah mengherankan jika kebanyakan sifat-sifat dari senyawa-senyawa
ini adalah mirip satu sama lainya. Meskipun demikian, aldehid dan keton dapat
dibedakan berdasarkan sifat-sifat kimianya, yaitu (1) aldehid cukup muda teroksidasi
sedangkan keton tidak. (2) aldehida lebih reaktif dari pada keton terhadap adisi
nukleofilik.

Gugus Karbonil
Oleh karena oksigen lebih elektronegatif dari pada atom karbon maka struktur
hibrida resonansi karbonil dapat ditulis sebagai berikut:

Gambar 8.19. Interaksi orbital sudut ikatan dan struktur hibrida resonansi
dalam karbonil

Berdasarkan struktur hibrida resonansi tersebut, maka dapat dipahami bahwa


ikatan pada C=O adalah polar. Ada beberapa kenyataan tentang karakteristik gugus
karbonil, yang dapat dikemukakan sebagai berikut:

145
a. Atom karbon adalah hibridasi sp2 sehingga ketiga atom yang terikat padanya terletak
pada satu bidang datar dengan besar sudut ikat adalah 120o.
b. Ikatan rangkap dua karbon – oksigen terdiri atas satu ikatan  dan satu ikatan .
Ikatan  terbentuk sebagai hasil tumpang tindih dari satu orbital sp2 atom karbon
dengan satu orbital sp2 atom oksigen. Sedangkan ikatan  adalah hasil tumpang tindih
satu orbital p atom karbon dengan satu orbital p atom oksigen. Dua orbital sp2 lainnya
yang ada pada atom karbon masing-masing membentuk iktan  dengan gugus/ atom
lain.
c. Atom oksigennya masih memiliki dua pasang elektron bebas (atom oksigen dalam
gugus karbonil kemungkinan adalah hibrida sp2 meskipun hal ini masih
dipertentangkan).
d. Panjang ikatan C=O adalah 1,24 Ao, lebih pendek dari pada ikatan C-O pada alkohol
dan ater (1,43 Ao),

Tata Nama Aldehida Dan Keton


Aldehida yang mengandung atom karbon sebanyak 5, kerap kali digunakan nama
umum, yaitu nama yang diturunkan dari nama umum asam karbosilat dengan mengganti
akhiran at dengan aldehida. Untuk menunjukkan posisi subtituen (gugus
samping/cabang) digunakan huruf Yunani.

asetal dehida propionaldehida n-butiraldehida

Nama IUPAC aldehid diturunkan dari nama rantai induk alkana dengan
mengganti akhiran a dengan al. Jika rantai karbon aldehid mengikat subtituen,
penomoran rantai utama dimulai dari atom karbon karbonil.

2-butenal
Jika gugus –CHO terikat langsung pada suatu cincin maka senyawanya dinamai
dengan memberikan akhiran karboksaldehida atau karbaldehida pada nama
sikloalkananya.

Siklobutanakarboksaldehida Siklohesanakarboksaldehida
(siklobutanakarbaldehida) (sikloheksanakalbaldehida)

146
Nama IUPAC untuk keton diturunkan dari nama alkana rantai induknya dengan
mengganti akhiran a dengan on. Posisi gugus kalbonil keton ditunjukkan dengan
penomoran sedemikian rupa sehingga terletak pada karbon dengan nomor serendah
mungkin dan diletakkan sebelum kata on pada rantai induk.

Nama umum keton terbentuk dari dua gugus alkil yang terikat pada gugus
karbonil diikuti dengan kata keton.

Jika gugus keton ada di antara gugus fungsi lain yang lebih diutamakan atau lebih
prioritas, maka untuk menunjukkannya digunakan awalan okso dengan menuliskan suatu
nomor yang sesuai terhadap letak gugus karbonil keton (okso) tersebut.

Sifat Fisik Aldehida Dan Keton


Karbonil adalah suatu gugus polar, oleh karenanya aldahida dan keton dapat
membentuk ikatan hidrogen dengan molekul air. Namun aldehida dan keton tidak dapat
membentuk ikatan hidrogen yang kuat antara molekul-molekulnya sendiri, karenanya
senyawa karbonil mempunyai titik didih yang lebih rendah dari pada alkohol yang berat
molekulnya setara.

Melalui gugus karbonil, aldehida dan keton dapat membentuk ikatan hidrogen
dengan molekul air. Oleh karenanya aldehida dan keton berberat molekul rendah
mempunyai kelarutan yang tinggi dalam air. Aseton dan asetaldehida larut sempurna
dalam air pada semua perbandingan.

147
8.9 MAKROMOLEKUL ( POLIMER )

Suatu molekul raksasa (makromolekul) yang terbentuk dari susunan ulang


molekul kecil yang terikat melalui ikatan kimia disebut polimer (poly = banyak; mer =
bagian). Suatu polimer akan terbentuk bila seratus atau seribu unit molekul yang kecil
yang disebut monomer, saling berikatan dalam suatu rantai. Jenis-jenis monomer yang
saling berikatan membentuk suatu polimer terkadang sama atau berbeda.
Sifat-sifat polimer berbeda dari monomer-monomer yang menyusunnya. Pada
contoh diatas, teflon (politetra-fluoroetilena) yang berwujud padat dibuat bila molekul-
molekul gas tetra-fluoroetilena bereaksi membentuk rantai panjang. Contoh lain,
molekul-molekul gas etilena bereaksi membentuk rantai panjang plastik polietilena yang
ada pada kaleng susu.
Molekul besar (makromolekul) yang terbangun oleh susunan unit ulangan kimia
yang kecil, sederhana dan terikat oleh ikatan kovalen. Unit ulangan ini biasanya setara
atau hampir setara dengan monomer, yaitu bahan awal dari polimer. Kata polimer
pertama kali digunakan oleh kimiawan Swedia, Berzelius pada tahun 1833. Sepanjang
abad 19 para kimiawan bekerja dengan makromolekul tanpa memiliki suatu pengertian
yang jelas mengenai strukturnya. Sebenarnya beberapa polimer alam yang termodifikasi
telah dikomersialkan. Sebagai contoh, solulosa nitrat dipasarkan di bawah nama-nama
“celluloid” dan guncotton. Sepanjang tahun 1839 dilaporkan mengenai polimerisasi
stirena, dan selama 1860-an dipublikasikan sintesis poli (etilena glikol) dan poli (etilena
suksinat) bahkan dengan struktur-struktur yang tepat.
Penggunaan polimer dalam kehidupan sehari-hari sudah menjadi bagian hidup
kita dan jarang kita perhatikan.

1. Polietilena
Kita lebih sering menyebutnya dengan plastik. Polimer ini dibentuk dari reaksi
adisi monomer-monomer etilena. Ada dua macam polietilena, yaitu yang memiliki
densitas (kerapatan) rendah dan polietilena yang memiliki densitas tinggi. Perbedaan dari
kedua polimer ini adalah cara pembuatannya dan agak berbeda sifat fisikanya. Secara
umum sifat polietilena adalah sebagai zat yang tidak berbau, tidak berwarna dan tidak
beracun. Untuk polietilen dengan densitas rendah biasanya dipergunakan untuk lembaran
tipis pembungkus makanan, kantung-kantung plastik, jas hujan. Sedangkan untuk
polietilen yang memiliki densitas tinggi, polimernya lebih keras, namun masih mudah
untuk dibentuk sehingga banyak dipakai sebagai alat dapur misal ember, panci, juga
untuk pelapis kawat dan kabel.

2. Polipropilena,
Polimer ini mirip dengan polietilen, Monomer pembentuknya adalah propilena
(CH3-CH = CH2), berbeda dalam jumlah atom C dengan etilen. Polipropilena lebih kuat
dan lebih tahan dari polietilena, sehingga banyak dipakai untuk membuat karung, tali dan
sebagainya. Karena lebih kuat, botol-botol dari polipropilena dapat dibuat lebih tipis dari
pada polietilena. Botol minuman adalah salah satu contoh polimer propilena yang banyak
dipergunakan.

148
3.Teflon
Nama Teflon merupakan nama dagang, nama ilmiahnya adalah
politetrafluoroetilena dan disingkat dengan PTFE. Polimer dihasilkan dari proses
polimerisasi adisi senyawa turunan etilen yaitu tetrafluoroetilena (CF2 = CF2). Teflon
sangat tahan terhadap bahan kimia, panas dan sangat licin. Penggunaan teflon sebagai
pelapis barang yang tahan panas seperti tangki di pabrik kimia, pelapis panci dan kuali
anti lengket di dapur serta pelapis dasar seterika.

4. Polivinil klorida (PVC)


Polimer ini merupakan polimer yang dibentuk oleh monomer kloro etilen
(CH2=CHCl). Polimer ini memiliki sifat yang lebih kuat dibandingkan dengan etilen,
tahan panas atau tidak mudah terbakar. Berdasarkan sifat inilah maka, polivinil klorida
banyak dipergunakan untuk untuk membuat pipa, selang keras, lapisan lantai, piringan
hitam, dan lain-lain.

5. Bakelit
Polimer bakelit merupakan plastik termoseting, polimer ini dihasilkan dari suatu
kopolimer kondensasi antara metanal dan fenol. Bakelit sudah banyak dibahas pada
plastik termoseting. Polimer ini banyak digunakan untuk peralatan listrik, sebagai kotak
isolator, dan dudukan lampu.

6. Polimer Akrilat
Ada dua jenis polimer Akrilat yang banyak dipergunakan dalam kehidupan
sehari-hari yaitu polimetil metakrilat dan serat akrilat atau orlon. Polmetilmetakrilat
(PMMA) merupakan senyawa homopolimer yang dibentuk dari reaksi polimerisasi adisi
senyawa metil metakrilat. Senyawa ini juga dikenal dengan nama dagang flexiglass
(gelas yang fleksibel). PMMA berupa plastik bening, keras dan kuat, namun ringan dan
fleksibel. Pemanfaatannya sebagai bahan pencampur gelas dan pencampur logam, dan
yang paling mudah kita amati adalah digunakan untuk lampu belakang mobil ataupun
kaca jendela pesawat terbang.
Polimerisasi dari asam akrilat (asam 2-propenoat) atau turunannya menghasilkan
serat akrilat seperti orlon, serat ini menyrupai wol, sehingga dipergunakan untuk jamper,
kaos kaki, karpet dam lain-lain. Lihat Gambar 13.16. Serat sutra didapat dari ulat sutra
sebagai bahan yang mengkilat dan halus serta lembut. Polimer sintetik dari sutra adalah
serat sintetik nylon 66 dan nylon 6, walapun hasilnya tidak sebaik sutra namun sudah
mendekati. Polimer ini merupakan poliimida, cocok untuk tekstil halus , misalnya untuk
pakaian dan pakaian dalam.

7. Poliester
Poliester merupakan polimer yang disusun oleh monomer ester. Penggunaan dari
polimer ini adalah pengganti bahan pakaian yang berasal dari kapas. Produk yang dikenal
adalah Dacron dan tetoron nama dagang sebagai serat tekstil. Polimer ini juga dapat

149
dikembangkan lagi dan dipergunakan sebagai pita perekam magnetic dengan nama
dagang mylar.

8. Karet sintetik
Keterbatasan sumber daya karet dan sifatnya yang perlu ditingkatkan maka diteliti dan
didapatkan karet sintetik. Karet sintetik merupakan kopolimer yang terbentuk dari dua
monomer yaitu stirena dan 1,3 butadiena disingkat dengan SBR. Rantai polimer senyawa
ini dapat berikatan membentuk ikatan silang dengan atom belerang (sulfide) melalui
proses vulkanisasi, sehingga karet sintetik memiliki sifat keras dan kuat.

8.9.1 Tata Nama Polimer (Nomenklatur)


Jumlah yang sangat besar dari struktur polimer menuntut adanya sistem tata
nama yang masuk akal. Berikut ini adalah aturan pemberian nama polimer vinil yang
didasarkan atas nama monomer (nama sumber atau umum), taktisitas dan isomer :
- Nama monomer satu kata : Ditandai dengan melekatkan awalan poli pada nama
monomer.
- Nama monomer lebih dari satu kata atau didahului sebuah huruf atau angka. Nama
monomer diletakkan dalam kurung diawali poli.
Untuk taktisitas polimer
Diawali huruf i untuk isotaktik atau s (sindiotaktik) sebelum poli.
Contoh : i-polistirena (polimer polistirena dengan taktisitas isotaktik).

 Untuk isomer struktural dan geometrik


Ditunjukkan dengan menggunakan awalan cis atau trans dan 1,2- atau 1,4- sebelum
poli.
Contoh : trans-1,4-poli(1,3-butadiena)

IUPAC merekomendasikan nama polimer diturunkan dari struktur unit dasar, atau
unit ulang konstitusi (CRU singkatan dari constitutional repeating unit) melalui tahapan
sebagai berikut :
1. Pengidentifikasian unit struktural terkecil (CRU)
2. Sub unit CRU ditetapkan prioritasnya berdasarkan titik pengikatan dan ditulis
prioritasnya menurun dari kiri ke kanan (lihat penulisan nama polistirena)
3. Substituen-substituen diberi nomor dari kiri ke kanan
4. Nama CRU diletakkan dalam kurung biasa (atau kurung siku dan kurung biasa kalau
perlu), dan diawali dengan poli.

Untuk tata nama polimer non vinil seperti polimer kondensasi umumnya lebih
rumit darpada polimer vinil. Polimer-polimer ini biasanya dinamai sesuai dengan
monomer mula-mula atau gugus fungsional dari unit ulangan.
Contoh : nylon, umumnya disebut nylon-6,6 (66 atau 6/6), lebih deskriptif disebut
poli(heksametilen adipamida) yang menunjukkan poliamidasi heksametilendiamin
(disebut juga 1,6-heksan diamin) dengan asam adipat.
Mengikuti rekomendasi IUPAC, kopolimer (polimer yang diturunkan dari lebih satu jenis
monomer) dinamai dengan cara menggabungkan istilah konektif yang ditulis miring

150
antara nama nama monomer yang dimasukkan dalam kurung atau antara dua atau lebih
nama polimer.

8.9.2 Struktur Polimer


Bila ingin memahami struktur polimer, dapat mengidentifikasi monomer yang
secara berulang-ulang menyusun polimer tersebut. Karena polimer merupakan molekul
yang besar, maka polimer umumnya disajikan dengan menggambarkan hanya sebuah
rantai. Sebuah rantai yang digambarkan tadi harus mencakup paling tidak satu satuan
ulang yang lengkap.
Selulosa, merupakan komponen utama tumbuhan, suatu senyawa organik yang
kemungkinan sangat berlimpah di bumi. Bahan tumbuhan ini ditemukan di dalam dinding
sel buah-buahan dan sayuran, tidak dapat dicerna oleh manusia. Selulosa yang melewati
sistem pencernaan makanan tidak diubah, namun digunakan sebagai serat makanan yang
diterima sistem pencerna makanan manusia dengan baik. Panjang molekul selulosa
berjarak dari beberapa ratus hingga beberapa ribu unit glukosa, tergantung dari
sumbernya.
Selulosa merupakan polimer yang ditemukan di dalam dinding sel tumbuhan seperti
kayu, dahan, dan daun. Selulosa itulah yang menyebabkan struktur-struktur kayu, dahan
dan daun menjadi kuat. Dapatkah Anda menemukan bagian dari struktur molekul
selulosa yang diulang? Ingat bahwa bagian cincin dari molekul selulosa semuanya
identik. Ada satuan-satuan monomer yang bergabung membentuk polimer. Glukosa
adalah nama monomer yang ditemukan di dalam selulosa.

8.9.4. Jenis-Jenis Polimer


4.1.Polimer Berdasarkan Asalnya
Berdasarkan asalnya, polimer dibedakan atas polimer alam dan polimer
buatan. Polimer alam telah dikenal sejak ribuan tahun yang lalu, seperti amilum,
selulosa, kapas, karet, wol, dan sutra. Polimer buatan dapat berupa polimer regenerasi
dan polimer sintetis. Polimer regenerasi adalah polimer alam yang dimodifikasi.
Contohnya rayon, yaitu serat sintetis yang dibuat dari kayu (selulosa). Polimer sintetis
adalah polimer yang dibuat dari molekul sederhana (monomer) dalam pabrik.

4.1.1. Polimer Sintetis


Polimer sintetis yang pertama kali yang dikenal adalah bakelit yaitu hasil
kondensasi fenol dengan formaldehida, yang ditemukan oleh kimiawan kelahiran Belgia
Leo Baekeland pada tahun 1907. Bakelit merupakan salah satu jenis dari produk-produk
konsumsi yang dipakai secara luas. Beberapa contoh polimer yang dibuat oleh pabrik
adalah nylon dan poliester, kantong plastik dan botol, pita karet, dan masih banyak
produk lain yang Anda lihat sehari-hari.
Ahli kimia telah mensintesis polimer di dalam laboratorium selama 100 tahun.
Dapatkah Anda membayangkan kehidupan tanpa mengenal polimer sintesis ini? Pada
musim hujan, Anda mungkin akan kehujanan saat pergi sekolah tanpa membawa jas
hujan yang terbuat dari nilon, makan makanan yang basi untuk makan siang tanpa
kantong plastik atau suatu wadah dari bahan polimer, dan memakai seragam olahraga
yang terbuat dari bahan tekstil yang lebih berat dari buatan pabrik sintesis. Banyak
polimer telah membantu kita dalam menyumbang kehidupan kita.

151
4.1.2. Polimer alam
Laboratorium bukan satu-satunya tempat mensintesis polimer. Selsel kehidupan
juga merupakan pabrik polimer yang efisien. Protein, DNA, kitin pada kerangka luar
serangga, wool, jaring laba-laba, sutera dan kepompong ngengat, adalah polimer-polimer
yang disintesis secara alami. Serat-serat selulosa yang kuat menyebabkan batang pohon
menjadi kuat dan tegar untuk tumbuh dengan tinggi seratus kaki dibentuk dari monomer-
monomer glukosa, yang berupa padatan kristalin yang berasa manis.
Banyak polimer-polimer sintesis dikembangkan sebagai pengganti sutra.
Gagasan untuk proses tersebut adalah benang-benang sintesis yang dibentuk di pabrik
diambil dari laba-laba. Karet merupakan polimer alam yang terpenting dan dipakai secara
luas. Bentuk utama dari karet alam, terdiri dari 97% cis-1,4-poliisoprena, dikenal sebagai
hevea rubber. Karet ini diperoleh dengan menyadap kulit sejenis pohon (hevea
brasiliensis) yang tumbuh liar. Hampir semua karet alam diperoleh sebagai lateks yang
terdiri dari sekitar 32 – 35% karet dan sekitar 5% senyawa lain, termasuk asam lemak,
gula, protein, sterol, ester dan garam. Polimer alam lain adalah polisakarida, selulosa dan
lignin yang merupakan bahan dari kayu.

4.2. Polimer Berdasarkan Jenis monomernya


Berdasarkan jenis monomernya, polimer dibedakan atas homopolimer dan
kopolimer. Homopolimer terbentuk dari sejenis monomer, sedangkan kopolimer
terbentuk lebih dari sejenis monomer. Uraian berikut menjelaskan perbedaan dua
golongan polimer tersebut.

4.2.1. Homopolimer
Homopolimer merupakan polimer yang terdiri dari satu macam monomer, dengan
struktur polimer. . . – A – A – A – A – A – A -.

4.2.2. Kopolimer
Kopolimer merupakan polimer yang tersusun dari dua macam atau lebih monomer.
Contoh: polimer SBS (polimer stirena-butadiena-stirena)

4.2.3. Jenis-jenis kopolimer


a) Kopolimer acak, yaitu kopolimer yang mempunyai sejumlah satuan berulang yang
berbeda tersusun secara acak dalam rantai polimer. Strukturnya: . . . – A – B – A – A
– B – B – A – A -. . . .
b) Kopolimer bergantian, yaitu kopolimer yang mempunyai beberapa kesatuan ulang
yang berbeda berselang-seling adanya dalam rantai polimer. Strukturnya:. . . – A – B
–A–B–A–B–A–B–...
c) Kopolimer balok (blok), yaitu kopolimer yang mempunyai suatu kesatuan berulang
berselang-seling dengan kesatuan berulang lainnya dalam rantai polimer.
Strukturnya: . . . – A – A – A – A – B – B – B – B – A – A – A – A -. . .
d) Kopolimer tempel/grafit, yaitu kopolimer yang mempunyai satu macam kesatuan
berulang menempel pada polimer tulang punggung lurus yang mengandung hanya
satu macam kesatuan berulang dari satu jenis monomer.

152
4.3. Polimer Berdasarkan Sifat Thermalnya
Plastik adalah salah satu bentuk polimer yang sangat berguna dalam kehidupan
sehari-hari. Beberapa plastik memiliki sifat-sifat khusus, antara lain lebih mudah larut
pada pelarut yang sesuai, pada suhu tinggi akan lunak, tetapi akan mengeras kembali jika
didinginkan dan struktur molekulnya linier atau bercabang tanpa ikatan silang antar
rantai. Proses melunak dan mengeras ini dapat terjadi berulang kali. Sifat ini dijelaskan
sebagai sifat termoplastik.
Bahan-bahan yang bersifat termoplastik mudah untuk diolah kembali karena
setiap kali dipanaskan, bahan-bahan tersebut dapat dituangkan ke dalam cetakan yang
berbeda untuk membuat produk plastik yang baru. Polietilen (PE) dan polivinilklorida
(PVC) merupakan contoh jenis polimer ini. Sedangkan beberapa plastik lainnya
mempunyai sifat-sifat tidak dapat larut dalam pelarut apapun, tidak meleleh jika
dipanaskan, lebih tahan terhadap asam dan basa, jika dipanaskan akan rusak dan tidak
dapat kembali seperti semula dan struktur molekulnya mempunyai ikatan silang antar
rantai. Polimer seperti ini disusun secara permanen dalam bentuk pertama kali mereka
dicetak, disebut polimer termosetting. Plastik-plastik termosetting biasanya bersifat
keras karena mereka mempunyai ikatan-ikatan silang. Plastik termoset menjadi lebih
keras ketika dipanaskan karena panas itu menyebabkan ikatan-ikatan silang lebih mudah
terbentuk. Bakelit, poli(melanin formaldehida) dan poli (urea formaldehida) adalah
contoh polimer ini. Sekalipun polimer-polimer termoseting lebih sulit untuk dipakai
ulang daripada termoplastik, namun polimer tersebut lebih tahan lama. Polimer ini
banyak digunakan untuk membuat alat-alat rumah tangga yang tahan panas seperti
cangkir.

4.4. Polimer Termoplastik dan Termosetting


Polimer disebut juga dengan makromolekul merupakan molekul besar yang
dibangun dengan pengulangan oleh molekul sederhana yang disebut monomer. Polimer
(polymer) berasal dari dua kata, yaitu poly (banyak) dan meros (bagian – bagian).
Klasifikasi polimer salah satunya berdasarkan ketahanan terhadap panas (termal).
Klasifikasi polimer ini dibedakan menjadi dua, yaitu polimer termoplastik dan polimer
termoseting.

4.4.1. Polimer termoplastik


Polimer termoplastik adalah polimer yang mempunyai sifat tidak tahan terhadap panas. Jika
polimer jenis ini dipanaskan, maka akan menjadi lunak dan didinginkan akan mengeras. Proses
tersebut dapat terjadi berulang kali, sehingga dapat dibentuk ulang dalam berbagai bentuk
melalui cetakan yang berbeda untuk mendapatkan produk polimer yang baru. Polimer yang
termasuk polimer termoplastik adalah jenis polimer plastik. Jenis plastik ini tidak memiliki ikatan
silang antar rantai polimernya, melainkan dengan struktur molekul linear atau bercabang.

Polimer termoplastik memiliki sifat – sifat khusus sebagai berikut.


- Berat molekul kecil
- Tidak tahan terhadap panas.
- Jika dipanaskan akan melunak.
- Jika didinginkan akan mengeras.

153
- Mudah untuk diregangkan.
- Fleksibel.
- Titik leleh rendah.
- Dapat dibentuk ulang (daur ulang).
- Mudah larut dalam pelarut yang sesuai.
- Memiliki struktur molekul linear/bercabang.

Contoh plastik termoplastik sebagai berikut.


- Polietilena (PE) = Botol plastik, mainan, bahan cetakan, ember, drum, pipa saluran,
isolasi kawat dan kabel, kantong plastik dan jas hujan.
- Polivinilklorida (PVC) = pipa air, pipa plastik, pipa kabel listrik, kulit sintetis, ubin
plastik, piringan hitam, bungkus makanan, sol sepatu, sarung tangan dan botol
detergen.
- Polipropena (PP) = karung, tali, botol minuman, serat, bak air, insulator, kursi
plastik, alat-alat rumah sakit, komponen mesin cuci, pembungkus tekstil, dan
permadani.
- Polistirena = Insulator, sol sepatu, penggaris, gantungan baju.
4.4.2. Polimer termoseting
Polimer termoseting adalah polimer yang mempunyai sifat tahan terhadap panas.
Jika polimer ini dipanaskan, maka tidak dapat meleleh. Sehingga tidak dapat dibentuk
ulang kembali. Susunan polimer ini bersifat permanen pada bentuk cetak pertama kali
(pada saat pembuatan). Bila polimer ini rusak/pecah, maka tidak dapat disambung atau
diperbaiki lagi.
Plomer termoseting memiliki ikatan – ikatan silang yang mudah dibentuk pada
waktu dipanaskan. Hal ini membuat polimer menjadi kaku dan keras. Semakin banyak
ikatan silang pada polimer ini, maka semakin kaku dan mudah patah. Bila polimer ini
dipanaskan untuk kedua kalinya, maka akan menyebabkan rusak atau lepasnya ikatan
silang antar rantai polimer.
Sifat polimer termoseting sebagai berikut.
- Keras dan kaku (tidak fleksibel)
- Jika dipanaskan akan mengeras.
- Tidak dapat dibentuk ulang (sukar didaur ulang).
- Tidak dapat larut dalam pelarut apapun.
- Jika dipanaskan akan meleleh.
- Tahan terhadap asam basa.
- Mempunyai ikatan silang antarrantai molekul.
Contoh plastik termoseting : Bakelit = asbak, fitting lampu listrik, steker listrik,
peralatan fotografi, radio, perekat plywood.
4.5. Polimer Reaksi Pembentukannya
Dua jenis utama dari reaksi polimerisasi adalah polimerisasi adisi dan
polimerisasi kondensasi. Jenis reaksi yang monomernya mengalami perubahan reaksi
tergantung pada strukturnya. Suatu polimer adisi memiliki atom yang sama seperti
monomer dalam unit ulangnya, sedangkan polimer kondensasi mengandung atom-atom
yang lebih sedikit karena terbentuknya produk sampingan selama berlangsungnya proses
polimerisasi.

154
8.9.5. Bentuk-bentuk polimer
5.1. Elastomer (Karet)
Proses lain yang sering terjadi pada gabungan reaksi dengan reaksi adisi atau
reaksi kondensasi merupakan gabungan/ikatan bersama dari banyak rantai polimer. Hal
ini disebut ikatan silang, dan ikatan silang ini memberikan kekuatan tambahan terhadap
polimer. Pada tahun 1844, Charles Goodyear telah menemukan bahwa lateks dari pohon
karet yang dipanaskan dengan belerang dapat membentuk ikatan silang antara rantai-
rantai hidrokarbon di dalam lateks cair. Karet padat yang dibentuk dapat digunakan pada
ban dan bola-bola karet. Proses ini disebut vulkanisasi, untuk menghormati dewa
Romawi yang bernama Vulkan. Kekuatan rantai dalam elastomer (karet) terbatas, akibat
adanya struktur jaringan, tetapi energi kohesi harus rendah untuk memungkinkan
peregangan. Contoh elastomer yang banyak digunakan adalah poli (vinil klorida),
polimer stirena-butadiena-stirena (SBS) merupakan jenis termoplastik elastomer.
Saat perang dunia II, persediaan karet alam berkurang, industri polimer tumbuh
dengan cepat karena ahli kimia telah meneliti untuk pengganti karet. Beberapa pengganti
yang berhasil dikembangkan adalah neoprena yang kini digunakan untuk membuat
selang/pipa air untuk pompa gas, dan karet stirena – buatdiena (SBR /styrene – butadiene
rubber), yang digunakan bersama dengan karet alam untuk membuat ban-ban mobil.
Meskipun pengganti – pengganti karet sintesis ini mempunyai banyak sifatsifat yang
diinginkan, namun tidak ada satu pengganti karet sintesis ini yang mempunyai semua
sifat-sifat dari karet alam yang dinginkan.

5.2. Serat
Serat adalah polimer yang perbandingan panjang terhadap diameter molekulnya
kira-kira 100:1. Sifat serat ditentukan oleh struktur makromolekul dan teknik
produksinya. Supaya dapat dibuat menjadi serat, polimer harus memenuhi persyaratan
sebagai berikut:
1. Polimer harus linier dan mempunyai berat molekul lebih dari 10.000, tetapi tidak
boleh terlalu besar karena sukar untuk dilelehkan atau dilarutkan.
2. Molekul harus simetris dan dapat mempunyai gugus-gugus samping yang besar yang
dapat mencegah terjadinya susunan yang rapat.
3. Polimer harus memberi kemungkinan untuk mendapatkan derajat orientasi yang
tinggi, yang dengan cara penarikan mempunyai kekuatan serat yang tinggi dan kurang
elastik.
4. Polimer harus mempunyai gugus polar yang letaknya teratur untuk mendapatkan
kohesi antar molekul yang kuat dan titik leleh yang tinggi.
5. Mudah diberi zat warna, apabila serat diberi zat warna maka sifat fisika serat tidak
boleh mengalami perubahan yang mencolok dan warna bahan makanan jadinya harus
tetap tahan terhadap cahaya dan pencucian.
Sejarah perkembangan serat sintetis dimulai dengan dibuatnya serat poliamida
oleh Dupont pada tahun 1938 dengan nama nilon, dan oleh IG Farben pada tahun 1939
dengan nama perlon. Serat dapat juga diperoleh dari hasil pengolahan selulosa secara
kimiawi. Selulosa merupakan serat alami dan merupakan bagian terbesar yang terdapat
dalam tumbuhtumbuhan. Serat diperoleh dari hasil pengolahan selulosa adalah rayon.
Serat banyak digunakan dalam industri tekstil.

155
Dengan ditemukannya beberapa macam serat sintetis, perkembangan selanjutnya
diarahkan pada memperbaiki cara pembuatan dan pengubahan bahan serat untuk
mendapatkan kualitas hasil akhir yang lebih baik. Serat poliamida (nilon) mempunyai
banyak jenis antara lain: nilon 66, nilon 6, nilon 610, nilon 7, nilon 11 (krislan). Nomor
yang ada di belakang nama nilon menunjukkan jumlah atom karbon monomer
pembentuknya.

5.3. Plastik
Meskipun istilah plastik dan polimer seringkali dipakai secara sinonim, namun
tidak berarti semua polimer adalah plastik. Plastik merupakan polimer yang dapat dicetak
menjadi berbagai bentuk yang berbeda. Umumnya setelah suatu polimer plastik
terbentuk, polimer tersebut dipanaskan secukupnya hingga menjadi cair dan dapat
dituangkan ke dalam cetakan. Setelah penuangan, plastik akan mengeras jika plastik
dibiarkan mendingin.
Sifat plastik pada dasarnya adalah antara serat dan elastomer. Jenis plastik dan
penggunaannya sangat luas. Plastik yang banyak digunakan berupa lempeng, lembaran
dan film. Ditinjau dari penggunaannya plastik digolongankan menjadi dua yaitu plastik
keperluan umum dan plastik untuk bahan konstruksi (engineering plastics). Plastik
mempunyai berbagai sifat yang menguntungkan, diantaranya:
a. Umumnya kuat namun ringan.
b. Secara kimia stabil (tidak bereaksi dengan udara, air, asam, alkali dan berbagai zat
kimia lain).
c. Merupakan isolator listrik yang baik.
d. Mudah dibentuk, khusunya dipanaskan.
e. Biasanya transparan dan jernih.
f. Dapat diwarnai.
g. Fleksibel/plastis
h. Dapat dijahit.
i. Harganya relatif murah.

Beberapa contoh plastik yang banyak digunakan antara lain polietilen, poli(vinil klorida),
polipropilen, polistiren, poli(metil pentena), poli (tetrafluoroetilen) atau teflon.
1. Polietilen
Poli etilen adalah bahan termoplastik yang kuat dan dapat dibuat dari yang lunak sampai
yang kaku. Ada dua jenis polietilen yaitu polietilen densitas rendah (low-density
polyethylene / LDPE) dan polietilen densitas tinggi (high-density polyethylene / HDPE).
Polietilen densitas rendah relatif lemas dan kuat, digunakan antara lain untuk pembuatan
kantong kemas, tas, botol, industri bangunan, dan lain-lain.
Polietilen densitas tinggi sifatnya lebih keras, kurang transparan dan tahan panas sampai
suhu 1000C. Campuran polietilen densitas rendah dan polietilen densitas tinggi dapat
digunakan sebagai bahan pengganti karat, mainan anak-anak, dan lain-lain.
2. Polipropilen
Polipropilen mempunyai sifat sangat kaku; berat jenis rendah; tahan terhadap bahan
kimia, asam, basa, tahan terhadap panas, dan tidak mudah retak. Plastik polipropilen
digunakan untuk membuat alat-alat rumah sakit, komponen mesin cuci, komponen mobil,
pembungkus tekstil, botol, permadani, tali plastik, serta bahan pembuat karung.
156
3. Polistirena
Polistiren adalah jenis plastik termoplast yang termurah dan paling berguna serta bersifat
jernih, keras, halus, mengkilap, dapat diperoleh dalam berbagai warna, dan secara kimia
tidak reaktif. Busa polistirena digunakan untuk membuat gelas dan kotak tempat
makanan, polistirena juga digunakan untuk peralatan medis, mainan, alat olah raga, sikat
gigi, dan lainnya.
4. Polivinil klorida (PVC)
Plastik jenis ini mempunyai sifat keras, kuat, tahan terhadap bahan kimia, dan dapat
diperoleh dalam berbagai warna. Jenis plastik ini dapat dibuat dari yang keras sampai
yang kaku keras. Banyak barang yang dahulu dapat dibuat dari karet sekarang dibuat dari
PVC. Penggunaan PVC terutama untuk membuat jas hujan, kantong kemas, isolator
kabel listrik, ubin lantai, piringan hitam, fiber, kulit imitasi untuk dompet, dan pembalut
kabel.
5. Potetrafluoroetilena (teflon)
Teflon memiliki daya tahan kimia dan daya tahan panas yang tinggi (sampai 260 0C)
Keistimewaan teflon adalah sifatnya yang licin dan bahan lain tidak melekat padanya.
Penggorengan yang dilapisi teflon dapat dipakai untuk menggoreng telur tanpa minyak.
6. Polimetil pentena (PMP)
Plastik poli metil pentena adalah plastik yang ringan dan melebur pada suhu 240 0C.
Barang yang dibuat dari PMP bentuknya tidak berubah bila dipanaskan sampai 200 0C
dan daya tahannya terhadap benturan lebih tinggi dari barang yang dibuat dari
polistiren.Bahan ini tahan terhadap zat-zat kimia yang korosif dan tahan terhadap pelarut
organik, kecuali pelarut organik yang mengandung klor, misalnya kloroform dan karbon
tetraklorida. PMP cocok untuk membuat alatalat laboratorium dan kedokteran yang tahan
panas dan tekanan, tanpa mengalami perubahan, Barang-barang dari bahan ini tahan
lama.

157
Soal-soal Latihan Bab. VIII
1. Senyawa berikut yang tidak digolongkan ke dalam hidrokarbon adalah:
a. CH3CH2CH3
b. CH3CH=CH2
c. CH3C≡CH
d. CH3CH2-OH
e. C6H6 (benzena)
2. Senyawa berikut yang mempunyai jumlah ikatan sigma() dua kali ikatan phi()
antara atom karbonnya adalah:
a. C6H10 d. C6H8
b. C6H6 e. C6H12
c. C6H4
3. Dalam pembentukan molekul metana dari atom karbon terjadi dulu konfigurasi
hibrida:
a. sp3 b. sp2 c. sps2 d. ps2 e. p2
4. Bila tingkat energi misalnya orbital 2s = 20 sedang 2p = 30, maka tingkat energi
hibrida orbital sp3 dari 2s dan 2p adalah:
a. 20 b. 22,5 c. 25 d. 27,5 e. 30
5. Urutan panjang ikatan C-C dari hibrida di bawah yang tidak benar adalah:
a. s-sp3 > s-sp2 > s-sp d. sp3-sp3 > sp3-sp2 > sp3-sp
2 2 2 2 3
b. sp -sp > sp -sp > sp -sp e. sp-sp3 > sp-sp2 > sp-sp
c. sp3-sp2 > sp2-sp2 > sp-sp2

6. Reaksi subtitusi berikut CH4 + 3Cl2 x + yHCl maka x dan y adalah :


A. Etilen klorida dan 2 B. Etilen klorida dan 3 C. Triklorometana dan 3
D. Tetraklorometana dan 3 E. Kloroform dan 3
7. Yang merupakan alkohol sekunder berikut ini adalah :
A. Etanol B. Siklobutanol C. Fenol D. Neopentil alkohol E. Isobutil alkohol
8. Gugus karbonil (C=O), mempunyai sifat-sifat sebagai berikut, KECUALI :
A. Dapat bersifat sebagai asam B. sudut molekulnya 120o
C. Bersifat non polar D. Hibridisasi atom karbonnya adalah sp2
E. Memiliki satu ikatan sigma dan satu ikatan phi

9. Senyawa tert.-butilklorida dapat bereaksi SN2 dengan amoniak, maka pernyataan


yang sesuai dengan maksud tersebut adalah :
A. Reaksi yang berlangsung dua tahap B. Angka 2 menyatakan dua tahap
C. Hasil reaksinya adalah amina primer D. Simbol N pada SN2 = Nukleotida
E. Terjadi reaksi rasemisasi
10. Untuk membedakan jenis senyawa alkohol 10 , 20 dan 30 dapat dilakukan :
A. Reaksi Oksidasi B. Reaksi dgn reagen Lucas C. Reaksi reduksi
D. Reaksi dengan H2SO4 E. Semua pernyataan benar

158
PUSTAKA

1. McMurry J, Fay RC. 2003. Chemistry. Ed. Ke-4. New Jersey: Prentice Hall.
2. Olmsted JA, Williams JM. 2005. Chemistry. Ed. Ke-4. New York: John Wiley &
Sons.
3. Silberberg SM. 2007. Principles of General Chemistry. New York: McGraw-Hill.
4. Whitten WK, Davis RE, Peck ML, Stanley GG. 2003. General Chemistry.
California: Brook Cole.

159

You might also like