You are on page 1of 6

LAPORAN PENDAHULUAN

A. PENGERTIAN
Halusinasi merupakan salah satu gejala yang sering ditemukan pada klien dengan gangguan
jiwa, Halusinasi sering diidentikkan dengan Schizofrenia. Dari seluruh klien Schizofrenia 70 %
diantaranya mengalami halusinasi. Gangguan jiwa lain yang juga disertai dengan gejala halusinasi
adalah gangguan maniak depresiasi dan delerium.
Halusinasi merupakan gangguan persepsi dimana klien mempresepsikan sesuatu yang
sebenarnya tidak terjadi. Suatu penerapan panca indra tanpa ada rangsangan dari luar. Suatu
penghayatan yang dialami suatu persepsi melalui panca indra tanpa stimulus eksteren : Persepsi
palsu. Berbeda dengan ilusi dimana klien mengalami persepsi yang salah terhadap stimulus, salah
persepsi pada halusinasi terjadi tanpa adanya stimulus eksternal yang terjadi. Stimulus internal
dipersepsikan sebagai sesuatu yang nyata ada oleh klien.

B. RENTANG RESPON HALUSINASI


Halusinasi merupakan salah satu respon maladaptif individu yang berada dalam rentang
respon neurobiology. Ini merupakan respon persepsi paling maladaptif. Jika klien sehat persepsinya
akurat, mampu mengidentifikasi dan menginterpretasikan stimulus berdasarkan informasi yang
diterima melalui panca indra (pendengaran, penglihatan, penghidu, pengecapan dan perabaan),
klien dengan halusinasi mempersepsikan suatu stimulus panca indra walaupun sebenarnya stimulus
itu tidak ada.diantara kedua respon tersebut adalah respon individu yang karena sesuatu hal
mengalami kelainan persepsi yaitu salah mempersepsikan stimulus yang diterimanya yang disebut
sebagai ilusi. Klien mengalami ilusi jika interprestasi yang dilakukannya terhadap stimulus panca
indra tidak akurat sesuai stimulus yang diterima.
Rentang respon :

Respon Adaptif Respon maladaptif


 Pikiran logis  Distorsi pikiran  Gangguan pikiran
 Persepsi akurat
 Ilusi  Halusinasi
 Emosi konsisten
dengan  Reaksi emosi Berlebihan  Sulit berespon emosi
pengalaman
atau kurang  Perilaku disorganisasi
 Perilaku sesuai
 Berhubungan  Perilaku aneh/tidak biasa  Isolasi sosial
sosial
Menarik diri
A. JENIS-JENIS HALUSINASI
Jenis
Karakteristik
Halusinasi
Pendengaran Mendengar suara atau kebisingan, paling sering suara orang.
70 % Suara berbentuk kebisingan yang kurang jelas sampai kata-
kata yang jelas berbicara tentang klien, bahkan sampai pada
percakapan lengkap antara dua orang yang mengalami
halusinasi. Pikiran yang terdengar dimana klien mendengar
perkataan bahwa klien disuruh untuk melakukan sesuatu
kadang dapat membahayakan.
Penglihatan Stimulus visual dalam bentuk kilatan cahaya, gambar
20 % geometris, gambar kartun, bayangan yang rumit atau
kompleks. Bayangan bias menyenangkan atau menakutkan
seperti melihat monster.
Penghidu Membaui bau-bauan tertentu seperti bau darahm urin dan
feses umumnya bau-bauan yang tidak menyenangkan.
Halusinasi penghidu sering akibat stroke, tumor, kejang atau
dimensia.
Pengecapan Merasa mengecap rasa seperti rasa darah, urin atau feses
Perabaan Mengalami nyeri atau ketidaknyamanan tanpa stimulus yang
jelas. Rasa tersetrum listrik yang datang dari tanah, benda
mati atau orang lain.
1
Cenesthetic Merasakan fungsi tubuh seperti aliran darah di vena atau arteri
pencernaan makan atau pembentukan urine
Kinisthetic Merasakan pergerakan sementara berdiri tanpa bergerak

C. FASE HALUSINASI
Halusinasi yang dialami oleh klien biasanya berbeda intensitas dan keparahannya. Fase
halusinasi terbagi empat :
1. Fase Pertama
Pada fase ini klien mengalami kecemasan, stress, perasaan gelisah, kesepian. Klien
mungkin melamun atau memfokuskan pikiran pada hal yang menyenangkan untuk
menghilangkan kecemasan dan stress. Cara ini menolong untuk sementara.
Klien masih mampu mengontrol kesadarannya dan mengenal pikirannya, namun intensitas
persepsi meningkat.
2. Fase Kedua
Kecemasan meningkat berhubungan dengan pengalaman internal dan eksternal, klien berada
pada tingkat “listening” pada halusinasi.
Pemikiran internal menjadi menonjol, gambaran suara dan sensasi halusinasi dapat berupa
bisikan yang tidak jelas klien takut apabila orang lain mendengar dan klien merasa tak
mampu mengontrolnya.
Klien membuat jarak antara dirinya dan halusinasi dengan memproyeksikan seolah-olah
halusinasi datang dari orang lain.
3. Fase Ketiga
Halusinasi; lebih menonjol, menguasai dan mengontrol klien menjadi terbiasa dan tak
berdaya pada halusinasinya. Halusinasi memberi kesenangan dan rasa aman sementara.
4. Fase Keempat
Klien merasa terpaku dan tak berdaya melepaskan diri dari kontrol halusinasinya.
Halusinasi yang sebelumnya menyenangkan berubah menjadi mengancam, memerintah dan
memarahi klien tidak dapat berhubungan dengan orang lain karena terlalu sibuk dengan
haslusinya klien berada dalam dunia yang menakutkan dalam waktu singkat, beberapa jam
atau selamanya. Proses ini menjadi kronik jika tidak dilakukan intervensi.

D. PENGKAJIAN KLIEN DENGAN HALUSINASI


Halusinasi merupakan salah satu gejala yang ditampakkan oleh klien yang mengalami
psikotik, khususnya schizofrenia. Pengkajian klien dengan halusinasi demikian merupakan
proses identifikasi yang melekat erat dengan pengkajian respon neurobiologi lainnya seperti
yang terdapat juga pada schizofrenia.
1. Faktor Predisposisi
Beberapa faktor predisposisi yang berkontribusi pada munculnya respon
neurobiologi seperti halusinasi antara lain :
a. Faktor Genetik
Telah diketahui bahwa genetik schizofrenia diturunkan melalui kromoson
tertentu. Namun demikian kromoson yang ke berapa yang menjadi factor penentu
gangguan ini sampai sekarang masih dalam tahap penelitian. Diduga letak gen
schizofrenia adalah kromosin nomor enam, dengan kontribusi genetik tambahan No. 4,
8,5 dan 22 (Buchanan dan Carpenter, 2002). Anak kembar identik memiliki
kemungkinan mengalami schizofrenia sebesar 50 % jika salah satunya mengalami
schizofrenia, sementara jika di zygote peluangnya sebesar 15 % jika salah satunya
mengalami schizofrenia, sementara jika di zygote peluangnya sebesar 15 % seorang
anak yang salah satu orang tuanya mengalami schizofrenia berpeluang 15 % mengalami
schizofrenia, sementara bila kedua orang tuanya schizofrenia maka peluangnya menjadi
35 %.
b. Faktor Neurobiologi
Ditemukan bahwa korteks pre frontal dan korteks limbiks pada klien
schizofrenia tidak pernah berkembang penuh. Ditemukan juga pada klien schizofrenia
terjadi penurunan volume dan fungsi otak yang abnormal.
Neutransmitter dopamin berlebihan, tidak seimbang dengan kadar serotin.
c. Studi Neurotransmitter
Schizofrenia diduga juga disebabkan oleh ketidak seimbangan neurotransmitter
dimana dopamin berlebihan, tidak seimbang dengan kadar serotin.
2
d. Teori Virus
Paparan virus influenza pada trimester ke 3 kehamilan dapat menjadi factor
predisposisi schizofrenia.
e. Psikologis
Beberapa kondisi psikologis yang menjadi factor predisposisi schizofrenia antara
lain anak yang dipelihara oleh ibu yang suka cemas, terlalu melindungi, dingin dan tak
berperasaan, sementara ayah yang mengambil jarak dengan anaknya.

2. Faktor Presipitasi
Faktor –faktor pencetus respon neurobiologis meliputi :
a. Berlebihannya proses informasi pada sistem syaraf yang menerima dan memproses
informasi di thalamus dan frontal otak.
b. Mekanisme penghataran listrik disyaraf terganggu (mekanisme gatering abnormal)
c. Gejala-gejala pemicu kondisi kesehatan lingkungan, sikap dan perilaku seperti yang
tercantum pada tabel di bawah ini :
Kesehatan Nutrisi kurang
Kurang tidur
Ketidakseimbangan irama sirkardian
Kelelahan infeksi
Obat-obatan sistem syaraf pusat
Kurangnya latihan
Hambatan untuk menjangkau pelayanan kesehatan
Lingkungan Lingkungan yang memusuhi, kritis
Masalah di rumah tangga
Kehilangan kebebasan hidup, pola aktivitas sehari-hari
Kesukaran dalam berhubungan dengan orang lain
Isolaso sosial
Kurangnya dukungan sosial
Tekanan kerja (kurang keterampilan dalam bekerja)
Stigmasasi
Kemiskinan
Kurangnya alat transportasi
Ketidakmampuan mendapat pekerjaan
Sikap/Perilaku Merasa tidak mampu (harga diri rendah)
Putus asa (tidak percaya diri)
Merasa gagal (kehilangan motivasi menggunakan
keterampilan diri
Kehilangan kendali diri (demoralisasi)
Merasa punya kekuatan berlebihan dengan gejala
tersebut
Merasa malang (tidak mampu memenuhi kebutuhan
spiritual)
Bertindak tidak seperti orang lain dari segi usia maupun
kebudayaan
Rendahnya kemampuan sosialisasi
Perilaku agresif
Perilaku kekerasan
Ketidakadekuatan pengobatan
Ketidakadekuatan penanganan gejala

3. Mekanisme Koping
Mekanisme koping yang sering digunakan klien dengan halusinasi adalah :
 Register, menjadi malas beraktiftas sehari-hari
 Proyeksi, mencoba menjelaskan gangguan persepsi dengan mengalihkan tanggung
jawab kepada orang lain atau sesuatu benda
 Menarik diri, sulit mempercayai orang lain dan asyik dengan stimulus internal.
 Keluarga mengingkari masalah yang dialami klien.

3
4. Perilaku
Halusinasi benar-benar riil dirasakan oleh klien yang mengalaminya, seperti mimpi
saat tidur. Klien mungkin tidak punya cara untuk menentukan persepsi tersebut nyata. Sama
halnya seperti seseorang mendengarkan suara-suara dan tidak lagi meragukan orang yang
berbicara tentang suara tersebut. Ketidakmampuannya mempersepsikan stimulus secara riil
dapat menyulitkan kehidupan klien. Karenanya halusinasi harus menjadi prioritas untuk
segera diatasi. Untuk memfasilitasinya klien perlu dibuat nyaman untuk menceritakan
perihal halusinasinya.
Klien yang mengalami halusinasi sering kecewa karena mendapatkan respon negatif
ketika mencoba menceritakan halusinasinya kepada orang lain. Karenanya banyak klien
enggan untuk menceritakan pengalaman – pengalaman aneh halusinasinya. Pengalaman
halusinasi menjadi masalah untuk dibicarakan dengan orang lain. Kemampuan untuk
memperbincangkan tentang halusinasi yang dialami oleh klien sangat penting untuk
memastikan dan memvalidasi pengalaman halusinasi yang dialami oleh klien sangat
penting untuk memastikan dan memvalidasi pengalaman tersebut. Pesawat harus memiliki
ketulusan dan perhatian untuk dapat memfasilitasi percakapan tentang halusinasi.
Perilaku klien yang mengalami halusinasi sangat tergantung pada jenis
halusinasinya. Apabila perawat mengidentifikasi adanya tanda-tanda dan perilaku halusinasi
maka pengkajian selanjutnya harus dilakukan tidak hanya sekedar mengetahui jenis
halusinasi saja. Validasi informasi tentang halusinasi yang diperlukan meliputi :
 Isi Halusinasi
Ini dapat dikaji dengan menanyakan suara siapa yang didengar, apa yang
dikatakan suara itu, jika halusinasi audiotorik. Apa bentuk bayangan yang dilihat oleh
klien, jika halusinasi visual, bau apa yang tercium jika halusinasi penghidu, rasa apa
yang dikecap jika halusinasi pengecapan, dan apa yang dirasakan dipermukaan tubuh
jika halusinasi perabaan.
 Waktu dan Frekuensi
Ini dapat dikaji dengan menanyakan kepada klien pengalaman halusinasi
muncul, berapa kali sehari, seminggu, atau sebulan pengalaman halusinasi itu muncul.
Informasi ini sangat penting untuk mengidentifikasi pencetus halusinasi dan
menentukan bilamana klien perlu perhatian saat mengalami halusinasi.
 Situasi Pencetus halusinasi
Perawat perlu mengidentifikasi situasi yang dialami sebelum halusinasi
muncul. Selain itu perawat juga bias mengobservasi apa yang dialami klien menjelang
munculnya halusinasi untuk memvalidasi pernyataan klien.
 Respon Klien
Untuk menentukan sejauh mana halusinasi telah mempengaruhi klien bisa dikaji
dengan apa yang dilakukan oleh klien saat mengalami pengalaman halusinasi. Apakah
klien masih bisa mengontrol stimulus halusinasinya atau sudah tidak berdaya terhadap
halusinasinya.

E. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Klien yang mengalami halusinasi dapat kehilangan kontrol dirinya sendiri biasa
membahayakan diri sendiri, orang lain dan lingkungan. Hal ini terjadi jika halusinasi sudah
sampai pada fase IV, dimana klien mengalami panik dan perilakunya dikendalikan oleh isi
halusinasinya. Klien benar-benar kehilangan kemampuan penilaian realitas terhadap
lingkungan. Dalam situasi ini klien dapat melakukan bunuh diri (sucide) membunuh orang lain
(nomocide) dan merusak lingkungan.
Selain masalah yang diakibatkan oleh halusinasi, klien biasanya juga mengalami
masalah-masalah keperawatan yang menjadi penyebab munculnya halusinasi. Masalah ini
antara lain harga diri rendah dan isolasi sosial (stuart dan laria, 2001). Akibat harga diri rendah
dan kurangnya keterampilan berhubungan sosial, klien menjadi menarik diri dari lingkungan.
Dampak selanjutnya lebih dominan dibandingkan stimulus eksternal. Klien selanjutnya
kehilangan kemampuan membedakan stimulus internal dengan stimulus ekternal. Ini memicu
timbulnya halusinasi.

4
Dari masalah tersebut diatas dapat disusun pohon masalah sebagai berikut:

EFEK Resiko mencederai diri sendiri,


orang lain dan lingkungan

C.P Perubahan persepsi sensori : Defisit perawatan diri :


Halusinasi pendengaran Mandi/Kebersihan diri, berpakaian /
berhias.

ETIOLOGIKerusakan interaksi sosial : MenarikIntolerasi aktifitas


Diri

Gangguan konsep diri :


Harga diri rendah

Dari pohon masalah di atas dapat dirumuskan diagnosa keperawatan sebagai berikut :
1. Risiko mencederai diri sendiri, orang lain, dan lingkungan berhubungan dengan halusinasi
audiotorik
2. Perubahan persepsi sensorik : Audiotorik berhubungan dengan menarik diri
3. Kerusakan interaksi sosial : Menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah
4. Difisit perawatan diri : mandi / kebersihan, berpakaian / berhias berhubungan dengan
intoleransi aktivitas

F. TUJUAN ASUHAN KEPERAWATAN


Tujuan Umum
 Klien dapat mengenal dan mengontrol halusinasi
Tujuan itu dapat dirinci sebagai berikut :
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya
2. Klien dapat mengenal halusinasinya
3. Klien dapat mengontrol halusinasinya
4. Klien mendapat dukungan keluarga dalam mengontrol halusinasinya
5. Klien dapat memanfaatkan obat untuk mengatasi halusinasinya

G. TINDAKAN KEPERAWATAN
 Tindakan keperawatan untuk membantu klien mengatasi masalahnya dimulai dengan
membina saling percaya dengan klien
 Setelah hubungan saling percaya terbina, intervensi keperawatan selanjutnya adalah
membantu klien mengenali halusinasinya
 Setelah klien mengenal halusinasinya selanjutnya klien dilatih bagaimana cara yang biasa
terbukti mengatasi atau mengontrol halusinasinya.
Adapun cara yang efektif dalam memutuskan halusinasi adalah :
1. Menghardik halusinasi
2. Berinteraksi dengan orang lain
3. Beraktivitas secara teratur dengan menyusun kegiatan harian
4. Memanfaatkan obat dengan baik

Keluarga perlu diberi penjelasan tentang bagaimana penanganan klien yang mengalami
halusinasi sesuai dengan kemampuan keluarga. Hal ini penting karena keluarga adalah sebuah
sistem dimana klien berasal dan halusinasi sebagai salah satu gejala psikosis dapat berlangsung
lama (kronis) sehingga keluarga perlu mengetahui cara perawatan klien halusinasi di rumah.
Dalam mengendalikan halusinasi diberikan psikoformaks oleh tim medis sehingga
perawatan juga perlu memfasilitasi klien untuk dapat menggunakan obat secara tepat. Prinsip
lima benar harus menjadi focus utama dalam pemberian obat

H. EVALUASI
Asuhan keperawatan klien dengan halusinasi berhasil jika :
5
1. Klien menunjukkan kemampuan mandiri untuk mengontrol halusinasi
2. Mampu melaksanakan program pengobatan berkelanjutan
3. Keluarga mampu menjadi sebuah sistem pendukung yang efektif dalam membantu klien
mengatasi masalahnya.

You might also like