Professional Documents
Culture Documents
A. PENGERTIAN
Halusinasi merupakan salah satu gejala yang sering ditemukan pada klien dengan gangguan
jiwa, Halusinasi sering diidentikkan dengan Schizofrenia. Dari seluruh klien Schizofrenia 70 %
diantaranya mengalami halusinasi. Gangguan jiwa lain yang juga disertai dengan gejala halusinasi
adalah gangguan maniak depresiasi dan delerium.
Halusinasi merupakan gangguan persepsi dimana klien mempresepsikan sesuatu yang
sebenarnya tidak terjadi. Suatu penerapan panca indra tanpa ada rangsangan dari luar. Suatu
penghayatan yang dialami suatu persepsi melalui panca indra tanpa stimulus eksteren : Persepsi
palsu. Berbeda dengan ilusi dimana klien mengalami persepsi yang salah terhadap stimulus, salah
persepsi pada halusinasi terjadi tanpa adanya stimulus eksternal yang terjadi. Stimulus internal
dipersepsikan sebagai sesuatu yang nyata ada oleh klien.
C. FASE HALUSINASI
Halusinasi yang dialami oleh klien biasanya berbeda intensitas dan keparahannya. Fase
halusinasi terbagi empat :
1. Fase Pertama
Pada fase ini klien mengalami kecemasan, stress, perasaan gelisah, kesepian. Klien
mungkin melamun atau memfokuskan pikiran pada hal yang menyenangkan untuk
menghilangkan kecemasan dan stress. Cara ini menolong untuk sementara.
Klien masih mampu mengontrol kesadarannya dan mengenal pikirannya, namun intensitas
persepsi meningkat.
2. Fase Kedua
Kecemasan meningkat berhubungan dengan pengalaman internal dan eksternal, klien berada
pada tingkat “listening” pada halusinasi.
Pemikiran internal menjadi menonjol, gambaran suara dan sensasi halusinasi dapat berupa
bisikan yang tidak jelas klien takut apabila orang lain mendengar dan klien merasa tak
mampu mengontrolnya.
Klien membuat jarak antara dirinya dan halusinasi dengan memproyeksikan seolah-olah
halusinasi datang dari orang lain.
3. Fase Ketiga
Halusinasi; lebih menonjol, menguasai dan mengontrol klien menjadi terbiasa dan tak
berdaya pada halusinasinya. Halusinasi memberi kesenangan dan rasa aman sementara.
4. Fase Keempat
Klien merasa terpaku dan tak berdaya melepaskan diri dari kontrol halusinasinya.
Halusinasi yang sebelumnya menyenangkan berubah menjadi mengancam, memerintah dan
memarahi klien tidak dapat berhubungan dengan orang lain karena terlalu sibuk dengan
haslusinya klien berada dalam dunia yang menakutkan dalam waktu singkat, beberapa jam
atau selamanya. Proses ini menjadi kronik jika tidak dilakukan intervensi.
2. Faktor Presipitasi
Faktor –faktor pencetus respon neurobiologis meliputi :
a. Berlebihannya proses informasi pada sistem syaraf yang menerima dan memproses
informasi di thalamus dan frontal otak.
b. Mekanisme penghataran listrik disyaraf terganggu (mekanisme gatering abnormal)
c. Gejala-gejala pemicu kondisi kesehatan lingkungan, sikap dan perilaku seperti yang
tercantum pada tabel di bawah ini :
Kesehatan Nutrisi kurang
Kurang tidur
Ketidakseimbangan irama sirkardian
Kelelahan infeksi
Obat-obatan sistem syaraf pusat
Kurangnya latihan
Hambatan untuk menjangkau pelayanan kesehatan
Lingkungan Lingkungan yang memusuhi, kritis
Masalah di rumah tangga
Kehilangan kebebasan hidup, pola aktivitas sehari-hari
Kesukaran dalam berhubungan dengan orang lain
Isolaso sosial
Kurangnya dukungan sosial
Tekanan kerja (kurang keterampilan dalam bekerja)
Stigmasasi
Kemiskinan
Kurangnya alat transportasi
Ketidakmampuan mendapat pekerjaan
Sikap/Perilaku Merasa tidak mampu (harga diri rendah)
Putus asa (tidak percaya diri)
Merasa gagal (kehilangan motivasi menggunakan
keterampilan diri
Kehilangan kendali diri (demoralisasi)
Merasa punya kekuatan berlebihan dengan gejala
tersebut
Merasa malang (tidak mampu memenuhi kebutuhan
spiritual)
Bertindak tidak seperti orang lain dari segi usia maupun
kebudayaan
Rendahnya kemampuan sosialisasi
Perilaku agresif
Perilaku kekerasan
Ketidakadekuatan pengobatan
Ketidakadekuatan penanganan gejala
3. Mekanisme Koping
Mekanisme koping yang sering digunakan klien dengan halusinasi adalah :
Register, menjadi malas beraktiftas sehari-hari
Proyeksi, mencoba menjelaskan gangguan persepsi dengan mengalihkan tanggung
jawab kepada orang lain atau sesuatu benda
Menarik diri, sulit mempercayai orang lain dan asyik dengan stimulus internal.
Keluarga mengingkari masalah yang dialami klien.
3
4. Perilaku
Halusinasi benar-benar riil dirasakan oleh klien yang mengalaminya, seperti mimpi
saat tidur. Klien mungkin tidak punya cara untuk menentukan persepsi tersebut nyata. Sama
halnya seperti seseorang mendengarkan suara-suara dan tidak lagi meragukan orang yang
berbicara tentang suara tersebut. Ketidakmampuannya mempersepsikan stimulus secara riil
dapat menyulitkan kehidupan klien. Karenanya halusinasi harus menjadi prioritas untuk
segera diatasi. Untuk memfasilitasinya klien perlu dibuat nyaman untuk menceritakan
perihal halusinasinya.
Klien yang mengalami halusinasi sering kecewa karena mendapatkan respon negatif
ketika mencoba menceritakan halusinasinya kepada orang lain. Karenanya banyak klien
enggan untuk menceritakan pengalaman – pengalaman aneh halusinasinya. Pengalaman
halusinasi menjadi masalah untuk dibicarakan dengan orang lain. Kemampuan untuk
memperbincangkan tentang halusinasi yang dialami oleh klien sangat penting untuk
memastikan dan memvalidasi pengalaman halusinasi yang dialami oleh klien sangat
penting untuk memastikan dan memvalidasi pengalaman tersebut. Pesawat harus memiliki
ketulusan dan perhatian untuk dapat memfasilitasi percakapan tentang halusinasi.
Perilaku klien yang mengalami halusinasi sangat tergantung pada jenis
halusinasinya. Apabila perawat mengidentifikasi adanya tanda-tanda dan perilaku halusinasi
maka pengkajian selanjutnya harus dilakukan tidak hanya sekedar mengetahui jenis
halusinasi saja. Validasi informasi tentang halusinasi yang diperlukan meliputi :
Isi Halusinasi
Ini dapat dikaji dengan menanyakan suara siapa yang didengar, apa yang
dikatakan suara itu, jika halusinasi audiotorik. Apa bentuk bayangan yang dilihat oleh
klien, jika halusinasi visual, bau apa yang tercium jika halusinasi penghidu, rasa apa
yang dikecap jika halusinasi pengecapan, dan apa yang dirasakan dipermukaan tubuh
jika halusinasi perabaan.
Waktu dan Frekuensi
Ini dapat dikaji dengan menanyakan kepada klien pengalaman halusinasi
muncul, berapa kali sehari, seminggu, atau sebulan pengalaman halusinasi itu muncul.
Informasi ini sangat penting untuk mengidentifikasi pencetus halusinasi dan
menentukan bilamana klien perlu perhatian saat mengalami halusinasi.
Situasi Pencetus halusinasi
Perawat perlu mengidentifikasi situasi yang dialami sebelum halusinasi
muncul. Selain itu perawat juga bias mengobservasi apa yang dialami klien menjelang
munculnya halusinasi untuk memvalidasi pernyataan klien.
Respon Klien
Untuk menentukan sejauh mana halusinasi telah mempengaruhi klien bisa dikaji
dengan apa yang dilakukan oleh klien saat mengalami pengalaman halusinasi. Apakah
klien masih bisa mengontrol stimulus halusinasinya atau sudah tidak berdaya terhadap
halusinasinya.
E. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Klien yang mengalami halusinasi dapat kehilangan kontrol dirinya sendiri biasa
membahayakan diri sendiri, orang lain dan lingkungan. Hal ini terjadi jika halusinasi sudah
sampai pada fase IV, dimana klien mengalami panik dan perilakunya dikendalikan oleh isi
halusinasinya. Klien benar-benar kehilangan kemampuan penilaian realitas terhadap
lingkungan. Dalam situasi ini klien dapat melakukan bunuh diri (sucide) membunuh orang lain
(nomocide) dan merusak lingkungan.
Selain masalah yang diakibatkan oleh halusinasi, klien biasanya juga mengalami
masalah-masalah keperawatan yang menjadi penyebab munculnya halusinasi. Masalah ini
antara lain harga diri rendah dan isolasi sosial (stuart dan laria, 2001). Akibat harga diri rendah
dan kurangnya keterampilan berhubungan sosial, klien menjadi menarik diri dari lingkungan.
Dampak selanjutnya lebih dominan dibandingkan stimulus eksternal. Klien selanjutnya
kehilangan kemampuan membedakan stimulus internal dengan stimulus ekternal. Ini memicu
timbulnya halusinasi.
4
Dari masalah tersebut diatas dapat disusun pohon masalah sebagai berikut:
Dari pohon masalah di atas dapat dirumuskan diagnosa keperawatan sebagai berikut :
1. Risiko mencederai diri sendiri, orang lain, dan lingkungan berhubungan dengan halusinasi
audiotorik
2. Perubahan persepsi sensorik : Audiotorik berhubungan dengan menarik diri
3. Kerusakan interaksi sosial : Menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah
4. Difisit perawatan diri : mandi / kebersihan, berpakaian / berhias berhubungan dengan
intoleransi aktivitas
G. TINDAKAN KEPERAWATAN
Tindakan keperawatan untuk membantu klien mengatasi masalahnya dimulai dengan
membina saling percaya dengan klien
Setelah hubungan saling percaya terbina, intervensi keperawatan selanjutnya adalah
membantu klien mengenali halusinasinya
Setelah klien mengenal halusinasinya selanjutnya klien dilatih bagaimana cara yang biasa
terbukti mengatasi atau mengontrol halusinasinya.
Adapun cara yang efektif dalam memutuskan halusinasi adalah :
1. Menghardik halusinasi
2. Berinteraksi dengan orang lain
3. Beraktivitas secara teratur dengan menyusun kegiatan harian
4. Memanfaatkan obat dengan baik
Keluarga perlu diberi penjelasan tentang bagaimana penanganan klien yang mengalami
halusinasi sesuai dengan kemampuan keluarga. Hal ini penting karena keluarga adalah sebuah
sistem dimana klien berasal dan halusinasi sebagai salah satu gejala psikosis dapat berlangsung
lama (kronis) sehingga keluarga perlu mengetahui cara perawatan klien halusinasi di rumah.
Dalam mengendalikan halusinasi diberikan psikoformaks oleh tim medis sehingga
perawatan juga perlu memfasilitasi klien untuk dapat menggunakan obat secara tepat. Prinsip
lima benar harus menjadi focus utama dalam pemberian obat
H. EVALUASI
Asuhan keperawatan klien dengan halusinasi berhasil jika :
5
1. Klien menunjukkan kemampuan mandiri untuk mengontrol halusinasi
2. Mampu melaksanakan program pengobatan berkelanjutan
3. Keluarga mampu menjadi sebuah sistem pendukung yang efektif dalam membantu klien
mengatasi masalahnya.