You are on page 1of 11

TUGAS PRAKTIKUM ORAL MEDICINE

MANIFESTASI PENYAKIT HEMATOLOGI


DI RONGGA MULUT

Oleh:
Arwinda Hening Pangestu 141611101010
Hanifah Nailul Amania 141611101013
Arofah Noor Berliana 141611101075
Arimbi Gupitasari 141611101069
Silvitania Putri 141611101083
Nur Qum Irfan 141611101086

Pembimbing:
drg. Ayu Mashartini Prihanti, Sp.PM.
Praktikum Putaran IV
Semester Gasal Tahun Ajaran 2018-2019

BAGIAN ILMU PENYAKIT MULUT


FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS JEMBER
2018
KELAINAN DARAH DAN MENIFESTASI DI RONGGA MULUT
Hemopoisis merupakan serangkaian proses pembentukan komponen seluler
darah dari stem sel pluripotent, yang mulai dibentuk sejak masa embrio dan akan
selalu beregeneresi sepanjang hidup. Proses ini akan dirangsang oleh faktor
pertumbuhan hemopoisis, sehingga sel prekursor akan merangsang sel progenitor
untuk berkembang melalui jalur spesifik. Sel progenitor ini mempunyai rangkaian
urutan pembelahan dan maturase dan berkembang menjadi sel myeloid maupun
limfoid yang matur pada sirkulasi darah. Selama perkembangan sel progenitor ini
dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal yang dapat mengakibatkan adanya
kelainan darah.
KELAINAN SEL DARAH MERAH
1. Polisitemia
Polisitemia merupakan peningkatan abnormal sel darah merah pada pembuluh
darah tepi yang diiringi dengan peningkatan hemoglobin dan hematokrit. Polisitemia
dibagi menjadi 2 yaitu eritrositosis absolut (peningkatan massa sel darah merah
secara nyata) dan eritrositosis relatif (massa sel darah merah normal akan tetapi
volume plasma berkurang). Polisitemia relatif disebabkan oleh hilangnya cairan pada
jaringan dan intravaskuler yang kemungkinan disebabkan oleh diabetic ketoacidosis,
dehidrasi oleh karena post operasi, muntah atau diare yang lama, dan diuresis
sekunder yang cepat akibat terapi penyakit gagal jantung. Pada polisitemia relatif,
peningkatan kadar hemoglobin lebih dari 25 % dan tidak ada gambaran klinis pada
rongga mulut. Polisitemia ini dibagi menjadi 3 kelompok polisitemia yaitu primary
proliferative polycythemia (polycythemia rubra vera), secondary polycythemia akibat
karena perubahan konsentrasi eritropoitin, dan apparent polycythemia. Ketiganya
menunjukkan peningkatan massa sel darah merah secara nyata.
A. Polisitemia vera
Polisitemia vera merupaka kelainan myeloproliferative disorder yang ditandai
adanya poliferasi yang berlebihan elemen eritrosit diikuti sel granulositik dan
megakariosit pada umumnya terjadi pada usia diatas 50 tahun dan penyebabnya tidak
jelas, kemungkinan karena gangguan genetik dapatan sehingga menyebabkan
gangguan perkembangan sel progenitor.
Hasil pemeriksaan darah menunjukkan:
1. Jumlah sel eritrosit meningkat menjadi 6 to 12 juta/mm3
2. Kadar meningkat Hb 18 sampai 24 g/dl (penyebab peningkatan viskositas
darah dan memicu thrombosis)
3. Jumlah sel darah putih dan platelet meningkat
4. Kadar besi dan ferritin pada serum rendah
5. Leukocyte alkaline phosphatase meningkat
6. Kadar erythropoietin menurun.
Gambaran klinis:
1. Muka dan ekstremitas pucat kemerahan oleh karena adanya deoksigenasi
darah pada pembuluh darah kutaneus
2. Pusing dan sakit kepala hebat, telinga berdengung, dan gatal-gatal
3. Splenomegali
4. Coronary thrombosis (erythromelalgia)
5. Parestesi pada saraf cranial
Manifestasi rongga mulut berupa mukosa rongga mulut merah keunguan
terutama pada lidah, bukal, dan labial. Gingival kemerahan dan perdarahan spontan.
Adanya petechiae dan ekimosis oleh karena abnormalitas platelet. Varicosities pada
ventral lidah. Terapi berupa kemoterapi dengan busulfan, chlorambucil,
cyclophosphamide, dan melphalan. Penatalaksanaan di bidang kedokteran gigi tidak
ada kekhususan, akan tetapi perlu mengontrol adanya perdarahan dan thrombosis,
terutama pada tindakan pembedahan maupun ekstraksi gigi. Dapat dilakukan
tindakan bedah kalau kadar Hb dibawah 16 g/dL dan hematocrit kurang dari 47% .
B. Polisitemia sekunder: eritrositosis
Polisitemia sekunder disebabkan oleh peningkatan produksi eritropoitin
sebagai proses kompensasi adanya hipoksia. Kemungkinan terjadi pada orang yang
tinggal di daerah dengan tekanan atmosfer yang rendah, penyakit paru kronis,
kelainan jantung bawaan (right to-left shunt), penyakit ginjal (hydronephrosis), tumor
pada otak, ginjal, dan paru (menghasilkan erythropoietin-like substance) serta
kelainan endokrin. Terapi dengan plebotomi.
C. Apparent Polycythemia
Apparent polycythemia ditandai dengan peningkatan kadar hemoglobin dan
hematokrit, akan tetapi massa sel darah merah normal, oleh karena volume plasma
berkurang. Paling sering terjadi pada laki-laki usia pertengahan dengan obesitas,
disertai hipertensi dan mempunyai kebiasaan merokok dan minum alkohol.
2. ANEMIA
Anemia merupakan kelainan darah yang ditandai penurunan kadar
hemoglobin. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh kehilangan darah, defisiensi zat
besi, peningkatan obstruksi sel darah merah (hemolytic anemias), penurunan jumlah
produksi sel darah merah (pernicious and folic acid deficiency anemias), atau
kombinasi. Anemia diklasifikasikan berdasarkan perubahan fisiologis yaitu
ukurannya (microcytic, normocytic, atau macrocytic), atau kadar hemoglobin
(hypochromic, normochromic). Istilah “hyperchromic” jarang digunkan oleh karena
sel makrositik akan dikuti peningkatan jumlah hemoglobin. Gejalanya pucat pada
kulit, konjuntiva palpebral conjunctiva, dan dasar kuku, sesak nafas dan mudah lelah.
A. Anemia karena kehilangan darah: defisiensi besi
Anemia defisiensi besi disedbut anemia oleh karena kehilangan darah atau
hipokrom mikrositik. Anemia ini disebabkan oleh kehilangan perdarahan kronis
karena menstruasi, perdarahan menopause, melahirkan, keganasan, hemoroid,
perdarahan salauran cerna, malabsorbsi syndrome, inadekuat intake besi, atau infeksi
parasit. Gejalanya kuku mudah pecah, lemah, disfagia, dan sesak nafas. Manifestasi
oral berupa mukosa pucat, atropi pada sel epitel, kehilangan normal keratinisasi, lidah
tampak halus (atropi papilla filiform dan fungiform), angular stomatitis, dan rasa
terbakar pada lidah. Hasil pemeriksaan menunjukkan kadar hemoglobin rendah,
hapusan darah tampak mikrositik hipokrom, mean corpuscular hemoglobin (MCH),
mean corpuscular hemoglobin concentration (MCHC), dan mean corpuscular volume
(MCV) menurun, kadar besi dan ferritin serum menurun. Penatalaksanaan di bidang
kedokteran gigi harus mendapatkan persetujuan dari dokter spesialis. Tindakan bedah
atau scaling seharusnya tidak dilakukan oleh karena resiko perdarahan. Selain itu,
pemberian anestesi umum harus dihindari. Terapi berupa pemberian zat besi.
B. Anemia hemolitik
Anemia hemolitik terjadi karena penurunan kemampuan sel darah merah
untuk hidup lebih lama, baik secara episodik maupun terus menerus, diakibatkan
kelainan pada intracorpuscular eritrosit (pada umumnya herediter) atau
extracorpuscular. Sumsum tulang mempunyai kapasitas untuk memproduksi sel darah
merah 8 kali lipat untuk merespon penurunan kemampuan hidup eritrosit, diharapkan
tidak terjadi anemia. Hemolisis sel darah merah yang ringan tidak menimbulkan
manifestasi jaundice, karena kemampuan liver untuk meningkatkan pengeluaran
bilirubin.
Penyebab anemia hemolitik:
1. Extracorpuscular factors
a. Overwhelming infections and toxins
b. Cardiac valvular prostheses
c. Hypersplenism
d. Rh factor incompatibility (hemolytic disease of newborn, erythroblastosis
fetalis)
e. Chronic liver disease
f. Autoimmune hemolytic disease (eg, as in systemic lupus erythematosus)
g. Transfusion reactions

2. Intracorpuscular defects
a. Abnormal shape of the erythrocytes
· Hereditary spherocytosis
· Hereditary elliptocytosis
b. Paroxysmal nocturnal hemoglobinuria
c. Erythrocyte enzyme deficiencies
· Glucose-6-phosphate dehydrogenase deficiency
· Pyruvate kinase deficiency
d. Abnormal hemoglobins (hemoglobinopathies)
· Sickle cell anemia and sickle cell trait
· Thalassemia
· Other hemoglobinopathies (eg, hemoglobin C and F)
e. Erythrocyte defects associated with other disease
·CGL
· Folic acid and vitamin B12 deficiency anemias
Hasil pemeriksaan menunjukkan hemoglobin menurun, retikulosit meningkat,
bilirubin serum meningkat terutama (unconjugated, prehepatic), penurunan serum
haptoglobins (globulins untuk melihat afinitas ikatan hemoglobin), hiperbilirubin.
Ketika Hb dilepas oleh sel darah, Hb akan berikatan dengan haptoglobin, dan ikatan
haptoglobin-hemoglobin keluar dari sirkulasi, sehingga serum haptoglobin rendah.
Hapusan darah nampak normocytic normochromic, spheric atau elliptic.
Manifestasi rongga mulut yaitu kepucatan pada mukosa, terutama palatum
molle, lidah, sublingual. Dental radiografi adanya hiperplasia sumsum tulang
(pembesaran ruang medulla, trabekula tampak lebih menonjol, tulang tampak
radiolusen dengan penonjolan pada lamellar striations.
C. Sickle Cell Disease.
Sickle cell disease merupakan kelainan autosomal resesif dimana terjadi
abnormalitas rantai β hemoglobin, posisi valine diganti oleh residu asam glutamic.
Kelainan ini menyebabkan penurunan tekanan oksigen darah atau peningkatan pH
darah, hemoglobin membentuk kristal berbentuk sickle didalam eritrosit. Manifestasi
klinis hampir sama dengan anemia hemolitik, pada tahap lanjut tampak adanya infark
limpa, ulser kronis pada kaki, stroke, priapism, nyeri pada perut dan tulang.
Manifestasi rongga mulut yaitu jaundice, kepucatan pada mukosa rongga mulut,
erupsi gigi terlambat, hipoplasia gigi, radiolusen pada tulang trabekula, lamina dura
tampak tebal dan nyata. Hasil pemeriksaan pada hapusan darah sel normokrom
normositik. Terapi yaitu pemberian asam folat, antibiotic, dan analgesik.
Penatalaksanaan di bidang kedokteran gigi yaitu menghindari tindakan bedah karena
proses penyembuhannya lama.
D. Thalassemia
Thalassemia merupakan kelainan kongenital yang disebabkan oleh defisiensi
rantai α atau β globin dari molekul hemoglobin. Kelainan ini menyebabkan sel darah
merah microcytic dan hypochromic dengan morfologi yang menyimpang atau
abnormal. Thalassemia dikaitkan dengan anemia hipoproliferasi, hemolitik dan
anemia karena kelainan hemoglobin. Hasil pemeriksaan menunjukkan adannya sel
darah merah hypochromic microcytic, jumlah hemoglobin bervariasi dan terkadang
normal. Sebagian besar tidak mendapatkan terapi oleh karena tingkat keparahannya
masih ringan. Apabila membutuhkan terapi, biasanya dilakukan transfusi darah.
Manifestasi rongga mulut berupa protrusi bimaksiler dan kelainan oklusi.
Abnormalitas gigi dan wajah berupa diastema gigi yang parah, open bite, tulang
molar yang menonjol, dan perubahan skeletal, bibir atas terangkat (chipmunk facies).
Hasil gambaran rontgen menunjukkan penipisan tulang alveolar, tulang kortikal,
pembesaran ruang sumsum, trabekula kasar, dan palsi pada syaraf cranial. Tidak ada
penatalaksaan khusus di bidang kedokteran gigi selama tidak ada gejala hipoksia
serebral dan jantung, serta anemia.
E. Anemia karena penurunan produksi sel darah merah
Anemia karena penurunan produksi sel darah merah disebut anemia
megaloblastic oleh karena gambaran perubahan morfologi yang nyata. Sel
mempunyai nukleus yang imatur dan sitoplasma yang besar dan matur, sehingga
tampak tidak sinkron. Manifestasi oral berupa glossitis, glossodynia, lidah kemerahan
dan meradang, ada area eritematous kecil pada tepi lidah, papilla filiformis hilang dan
bahkan permukaan dan tonus lidah juga hilang, adanya makula eritematosa pada
mukosa bukal dan labial. Pemakai gigi tiruan merasakan ketidaknyamanan karena
tidak didukung oleh jaringan mukosa dan “burning mouth” oleh karena neuropati dan
infeksi candida. Hasil pemeriksaan menunjukkan macrocytic normochromic sel darah
merah, MCV meningkat, MCH normal, ukuran platelet abnormal, hipersegmentasi
pada neutrofil (lobus ada lebih dari 6). Manifestasi oral berupa angular cheilitis,
ulcerative stomatitis dan pharyngitis.
F. Aplastic Anemia.
Aplastic anemia merupakan anemia normochromic normocytic oleh karena
kerusakan sumsum tulang yang kemungkinan disebabkan oleh bahan kimia (larutan
cat, benzol, chloramphenicol) atau terpapar sinar X dengan dosis tinggi. Di bidang
kedokteran gigi perlu memperhatikan resiko infeksi dan perdarahan. Infeksi dan
bakteremia dari rongga mulut dapat menimbulkan komplikasi fatal. Pada perdarahan
gingival yang parah bisa diberikan systemic antifibrinolytic agents, seperti
aminocaproic acid atau tranexamic acid. Obat kumur dapat menurunkan bakteri plak
dan mikroorganisme. Hindari penggunaan anatesi karena beresiko trombositopenia
dan perdarahan.

KELAINAN SEL DARAH PUTIH


Leukosit berfungsi untuk mencegah invasi jamur, bakteri, virus dan parasit.
Leukosit berasal dari stem sel hemopoisis pluripotent di sumsum tulang atau jaringan
limfoid. Granulosit ada tiga jenis yaitu neutrofil untuk melawan bakteri dengan
melakukan kemotaksis pada jaringan dan fagositosis, eosinofil tidak dapat membunuh
bakteri dan hanya memfaositosis benda asing oleh karena respon alergi, dan basofil
juga mengelurrkan mediator untuk merespon reaksi alergi (sel mast). Monosit atau
makrofak dapat melakukan fagositosis dan menyajikan antigen untuk mengawali
respon dari limfosit. Limfosit merupakan sel imun. Kelainan sel darah putih ini dapat
dibagi berdasarkan kuantitas, kualitas dan myeloproliferatif. Kuantitas meliputi
jumlah sel darah putih yang abnormal, kualitas berupa kelainan fungsi sel darah
putih, sedangkan myeloproliferatif berupa leukemia.

1. Quantitative Leukocyte Disorders


A. GRANULOCYTOSIS
Peningkatan jumlah sel darah putih oleh karena infeksi, nekrosis jaringan,
alergi, neoplasia, keradangan, stress yang memicu pengeluaran epinefrin secara
berlebihan. Peningkatan jumlah sel darah putih, dimana neutrofil lebih dari
30,000/mm3 dengan adanya left shift (myelocytes atau metamyelocytes).,
B. GRANULOCYTOPENIA DAN AGRANULOCYTOSIS
Penurunan jumlah granulosit terutama neutrofil oleh karena supresi dari
sumsum tulang, disebut juga neutropenia. Kemungkinan disebabkan oleh infeksi
bakteri berat. Harga normal netrofil pada darah tepi 3.000/mm3 sampai 6.000/mm3,
ringan 1.000-2000/mm3, moderate 500-1000 /mm3, berat lebih dari 500/mm3.
Agranulocytosis merupakan gambaran tidak adanya neutrofil pada hapusan darah
perifer. Kondisi ini merupakan kondisi yang kritis, karena sangat sedikitnya jumlah
neutrofil. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh efek dari pengobatan, vitamin B12,
dan asam folat serta akibat dari anemia. Manifestasi klinis malaise (sakit kepala, tidak
nyaman, dan otot lemah), mukosa ulser, takikardia, faringitis akut, dan limfadenopati.
Komplikasi dari neutropeni dan agranulocytosis adalah infeksi. Tanda di rongga
mulut berupa ulserasi di mukosa rongga mulut, disekitar ulser adanya jaringan
nekrosis (yang mebedakan dengan ulser yang lain), nyeri, bau busuk (ciri khas infeksi
fusospirochetal organisms), penyakit periodontal tahap lanjut, pericoronitis, dan
infeksi pulpa. Terapi dengan pemberian antibiotik dosis tinggi, obat kumur,
kombinasi topical neomycin, bacitracin.
C. Chronic Idiopathic Neutropenia
Kelainan ini disebut juga familial neutropenia, chronic benign neutropenia,
chronic neutropenia, dan hypoplastic neutropenia. Penyebab kelainan ini tidak
diketahui. Banyak dijumpai sel immature dan netrofil mature menurun, disebut
“maturation arrest,”. Manifestasi klinis asimtomatis, netrofil kurang dari 500/mm3.
Kelainan ini memicu infeksi saluran nafas, otitis media, bronchitis, and furunculosis,
oral ulcers, penyakit periodontal, sinusitis, dan infeksi perirektal. Penatalaksanaan di
bidang kedokteran gigi tergantung riwayat infeksi, yang perlu diingat oleh dokter gigi
yaitu penderita ini mempunyai resiko yang besar mengalami infeksi yang
dikompensasi dengan monositosis.
D. Leukemia
Leukemia merupakan keganasan yang mempengaruhi sel darah putih di
sumsum tulang, dimana terjadi diferensiasi dan proliferasi system hemopoisis di
sumsum tulang dan menekan sel darah normal. Hal ini menyebabkan anemia,
thrombocytopenia, dan defisiensi fungsi normal leukosit. Jaringan gingiva pada
penderita leukimia biasanya tampak kemerahan, hipertropi, perdarahan yang spontan
dan adanya rasa nyeri dengan penekanan. Penyebabnya tidak diketahui. Leukemia
dibagi menjadi akut dan kronis.
a. Leukemia akut
Leukemia akut merupakan malignansi sel progenitor hemopoisis, dimana
terjadi kegagalan sel untuk berdiferensiasi dan matur. Kelainan ini dibagi
menjadi acute lymphocytic leukemia (ALL) dan acute myelogenous leukemia
(AML). ALL terjadi pada 65% kasus, berupa gangguan pada limfosit B dan
prekursornya, 20 % kasus berupa sel T, dan 15% berasal dari sel B dan T.
AML merupakan kelanjutan dari preleukemia atau sindrom myelodysplastic
dengan abnormalitas sumsum tulang, yang mempengaruhi sel darah putih, sel
darah merah, dan platelet. ALL banyak ditemukan pada anak-anak, AML
pada dewasa muda. Gejala dan tanda dikaitkan dengan anemia,
thrombocytopenia, dan penurunan fungsi netrofil. Anemia berupa kepucatan,
nafas pendek, dan mudah lelah. Trombositopenia berupa perdarahan spontan
(petechiae, ecchymoses, epistaxis, melena, perdarahan menstruasi spontan,
dan perdarahan gingival), purpura bleeding, dan jumlah platelet kurang dari
25,000/mm3, dan terkadang seperti DIC, sehingga terjadi koagulasi dan
perdarahan.
b. Chronic Leukemia
Chronic leukemia ditandai dengan adanya sel yang berdiferensiasi pada
sumsum tulang, pembuluh darah perifer dan jaringan dalam jumlah yang
banyak. Jumlah sel imatur lebih dominan dibanding sel yang matur. Ada dua
jenis leukemia kronis yaitu chronic granulocytic leukemia (CGL, atau chronic
myelocytic leukemia [CML]) dan chronic lymphocytic leukemia (CLL). CGL
sebagian besar disebabkan oleh radiasi sinar X dan bahan toksis yang ditandai
CML. Biasanya terjadi pada kelainan kromosom philadelpia yaitu translokasi
22 ke 9. Manifestasi klinis yaitu terjadi pada usia 30 dan 50 tahun, tidak ada
gejala, splenomegali, peningkatan jumlah SDP. Gejala dikaitkan dengan
adanya anemia berupa lemah, lelah, sesak nafas, nyeri tulang dan perut pada
kuadran atas kiri. Trombositopenia menyebabkan petechiae, ecchymoses, dan
perdarahan. Terapi transpantasi sumsum tulang. CLL merupakan keganasan
yang berjalan lambat dengan melibatkan proliferasi limfosit. 90 % kasus
melibatkan sel limfosit B, dan 5 % limfosit T. Manifestasi klinis banyak
terjadi pada laki-laki usia 40 tahun, asimtomatis, gejala dikaitkan anemia dan
trombositopenia, lymphadenopathy, splenomegaly, hepatomegaly, infiltrasi ke
kulit atau mukosa, hypogammaglobulinemia, Manifestasi rongga mulut
lifadenopati servikal, perdarahan rongga mulut, infiltrasi gingival, infeksi
rongga mulut dan ulser rongga mulut. Bentuk ulser yaitu lebar, irregular, bau
busuk, dikelilingi mukosa yang pucat. Yang perlu diperhatikan oleh dokter
gigi adalah resiko infeksi rongga mulut dan perdarahan. Terapi yang diberikan
topical collagen sponge, obat kumur, dan antibiotik.

You might also like