You are on page 1of 6

TUGAS UJIAN

Disusun Oleh:

Dini Reulina 1610221169

Pembimbing:

dr. Bagus Sulistyo Budhi, SpKJ, Mkes

KEPANITERAAN KLINIK DEPARTEMEN KEDOKTERAN JIWA


UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAKARTA
RUMAH SAKIT PUSAT ANGKATAN DARAT GATOT SOEBROTO
PERIODE 20 NOVEMBER 2017 – 23 DESEMBER 2017

1
Pertanyaan : Bagaimana mekanisme terjadinya depresi secara biomolekuler?

Mood didefinisikan sebagai “alam perasaan” atau “suasana perasaan” yang bersifat internal.
Ekspresi eksternal dari mood disebut afek. Yang paling utama dari gangguan mood ini adalah
mood yang menurun atau tertekan yang disebut depresi dan mood yang meningkat disebut
mania.

Depresi merupakan suatu sindrom yang ditandai dengan sejumlah gejala klinik yang
manifestasinya bisa berbeda pada masing – masing individu. Diagnostic and Statistical Manual
of Mental Disorders (DSM – IV) merupakan salah satu instrument yang dipakai untuk
menegakan diagnosis depresi, selain PPDGJ III (ICD – X) yang dipakai di RSJ di Indonesia. Bila
manifestasi gejala depresi muncul dalam bentuk keluhan yang berkaitan dengan mood (seperti
murung, sedih, putus asa), diagnosis depresi dengan mudah dapat ditegakan. Ada masalah yang
dapat menutupi diagnosis depresi, misalnya individu penyalah guna alkohol atau NAPZA untuk
mengatasi depresi, atau depresi muncul dalam bentuk gangguan perilaku.

Gangguan depresi sering dijumpai. Prevalensi selama kehidupan pada wanita 10% - 25%
dan pada laki – laki 5% - 12%. Walaupun depresi lebih sering pada wanita, bunuh diri lebih
sering pada laki – laki terutama usia muda dan tua. Faktor – faktor yang diduga berperan pada
terjadinya gangguan depresi ini, yaitu peristiwa – peristiwa kehidupan yang berakibat stressor
(masalah keuangan, perkawinan, pekerjaan, dan lain lain), faktor kepribadian, genetik, dan
biologik seperti ketidakseimbangan neurotransmitter, gangguan hormon imunologik

Gangguan suasana perasaan (gangguan mood) merupakan sekelompok penyakit yang


biasanya mengarah ke depresi atau elasi (suasana perasaan yang meningkat) pasien dengan mood
yang meninggi menunjukkan sikap yang meluap luap, gagasan yang meloncat loncat, penurunan
kebutuhan tidur, peninggian harga diri dan gagasan kebesaran. Pasien dengan mood yang
terdepresi merasakan hilangnya energi dan minat, perasaan bersalah, kesulitan konsentrasi,
hilangnya nafsu makan, pikiran tentang kematian dan bunuh diri.

Secara sederhana, depresi adalah suatu pengalaman yang menyakitkan dan perasaan tidak
ada harapan lagi. Pada saat ini, depresi menjadi gangguan kejiwaan yang sangat mempengaruhi
kehidupan, baik hubungan dengan orang lain maupun dalam pekerjaan. WHO memprediksikan

2
pada tahun 2020, depresi akan menjadi salah satu penyakit mental yang banyak dialami
masyarakat dunia.

Pada sindrom depresi terjadi defisiensi dari salah satu atau beberapa neurotransmitter
aminergik, pada celah sinaps neuron khususnya di sistem limbik sehingga aktivitas reseptor
serotonin menurun. Gangguan manik depresi atau yang lebih dikenal dengan gangguan bipolar
adalah gangguan mood yang mempengaruhi sekitar 5.700.000 orang Amerika. Gangguan ini
memiliki ciri episode depresi dan manik bergantian. Gejala gangguan bipolar sangat bervariasi
dan sering mempengaruhi keseharian individu dan hubungan interpersonal. Gangguan bipolar
memiliki resiko bunuh diri yang besar.

Depresi adalah suatu perasaan sedih yang sangat mendalam yang terjadi setelah
mengalami suatu peristiwa dramatis atau menyedihkan, misalnya kehilangan seseorang yang
disayangi. Seseorang bisa jatuh dalam kondisi depresi jika ia terus-menerus memikirkan kejadian
pahit, menyakitkan, keterpurukan dan peristiwa sedih yang menimpanya dalam waktu lama
melebihi waktu normal bagi kebanyakan orang.

Depresi dapat terjadi pada siapa pun, golongan mana pun, keadaan sosial ekonomi apa
pun, serta pada usia berapa pun. Tetapi umumnya depresi mulai timbul pada usia 20 sampai 40
tahun-an. Depresi biasanya berlangsung selama 6-9 bulan, dan sekitar 15-20% penderita
berlangsung sampai 2 tahun atau lebih. Episode depresi cenderung berulang sebanyak beberapa
kali dalam kehidupan seseorang.

Menurut National Institute of Mental Health (dalam Siswanto, 2002), gangguan


depresi dipahami sebagai suatu penyakit tubuh yang menyeluruh (whole-body), yang meliputi
tubuh, suasana perasaan dan pikiran. Ini berpengaruh terhadap cara makan dan tidur, cara
seseorang merasa mengenai dirinya sendiri dan cara orang berpikir mengenai sesuatu. Gangguan
depresi tidak sama dengan suasana murung (blue mood). Ini juga tidak sama dengan kelemahan
pribadi atau suatu kondisi yang dapat dikehendaki atau diharapkan berlaku. Orang dengan
penyakit depresi tidak dapat begitu saja “memaksa diri mereka sendiri” dan menjadi lebih baik.

Beberapa bahan kimia di dalam otak dan tubuh memiliki peranan yang penting dalam
mengendalikan emosi kita. Dalam otak terdapat substansi biokimia yaitu neurotransmitter yang
berfungsi sebagai pembawa pesan komunikasi antar neuron di otak. Jika neurotransmitter ini

3
berada pada tingkat yang normal, otak akan bekerja secara harmonis. Berdasarkan riset,
kekurangan neurotransmitter serotonin, norepinefrin dan dopamin dapat menyebabkan depresi.
Disatu sisi, jika neurotransmitter ini berlebihan dapat menyebabkan gangguan manik. Selain itu
antidepresan trisiklik dapat memicu mania.

Serotonin adalah neurotransmitter aminergic yang paling sering dihubungkan dengan


depresi. Penurunan serotonin dapat menyebabkan depresi. Pada beberapa pasien yang bunuh diri
memiliki konsentrasi metabolit serotonin yang rendah di cairan serebrospinalnya. Pada
penggunaan antidepresan jangka panjang terjadi penurunan jumlah tempat ambilan kembali
serotonin.

Norepinefrin. Korelasi yang dinyatakan oleh penelitian ilmiah dasar antara regulasi turun
(down-regulation) reseptor adrenergic-beta dan reseptor antidepresan klinik kemungkinan
merupakan bagian data yang paling memaksakan yang menyatakan adanya peranan langsung
sistem noradrenergik dalam depresi. Jenis bukti lain juga telah melibatkan reseptor adrenergic-
alfa2 dalam depresi, karena aktivasi reseptor tersebut menyebabkan penurunan jumlah
norepinefrin yang dilepaskan. Reseptor adrenergik-alfa2 juga berlokasi pada neuron serotonergic
dan mengatur jumlah serotonin yang dilepaskan. Adanya noradrenergik yang hampir murni, obat
antidepresan yang efektif secara klinis sebagai contohnya, desipramine (norpramine) mendukung
lebih lanjut peranan norepinefrin di dalam patofisiologi sekurangnya gejala depresi.

Dopamin juga diperkirakan memiliki peranan dalam menyebabkan depresi. Data


menunjukkan aktivitas dopamin yang menurun pada depresi dan meningkat pada mania. Obat
yang menurunkan kadar dopamin seperti reserpine dan pada penyakit yang mengalami
penurunan dopamin seperti Parkinson disertai juga dengan gejala depresi. Obat – obat yang
meningkatkan kadar dopamin seperti tyrosin, amphetamine, bupropion menurunkan gejala
depresi. Disfungsi jalur dopamin mesolimbic dan hipoaktivitas reseptor dopamin tipe 1 (D1)
terjadi pada depresi.

4
Gambar 1. Mekanisme terjadinya depresi dengan etiologi neurotransmitter

5
DAFTAR PUSTAKA

Cynthia, T & Zulkaida Anita. (2009) Kecenderungan Depresi Pada Mahasiswa Dan Perbedaan
Berdasarkan Jenis Kelamin. Fakultas Psikologi Universitas Gunadarma. Diakses tanggan
22 Desember 2017 [
file:///C:/Users/USER/Downloads/KECENDERUNGAN_DEPRESI_PADA_MAHASIS
WA.pdf ]
Kaplan, B.J., Sadock, V.A, 2007, Kaplan & Sadock’s Synopsis of Psychiatry :
Behavioral
Maramis, W.F. 2005. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa cetakan kesembilan.
Airlangga University Press : Surabaya
Semiun, Yustinus. 2006. Kesehatan Mental 1. Yogyakarta : Kanisius.

You might also like