You are on page 1of 32

Kuis Administrasi Pekerjaan Sosial

1. Kemukakan tiga (3) definisi Administrasi Pekerja Sosial sebagai metode utama!
Menurut Holil Soelaiman metode pokok dibedakan atas:
a. Social case work method
Bimbingan sosial individu/perseorangan adalah suatu rangkaian pendekatan
teknik pekerjaan sosial yang ditujukan untuk membantu individu yang mengalami
masalah berdasarkan relasi antara pekerja sosial dengan seorang penerima pelayanan
secara tatap muka.

Prinsip dasar pada bimbingan sosial perseorangan adalah:

1. Penerimaan, seorang pekerja sosial harus mau menerima dan menghormati penerima
pelayanan (klien) dalam setiap kondisi yang dialaminya.
2. Komunikasi, antara pekerja sosial dan klien harus saling memberi dan menerima
informasi.
3. Individualisasi, pekerja sosial harus memahami, menerima bahwa klien sebagai
pribadi yang unik, dalam arti berbeda antara individu yang satu dengan individu
lainnya.
4. Pertisipasi, pekerja sosial harus ikut serta secara langsung dalam membantu
mengatasi permasalahan klien.
5. Kerahasiaan, pekerja sosial harus mampu merahasiakan informasi yang diberikan
oleh klien.
6. Kesadaran diri, sebagai manusia pekerja sosial menyadari akan respon klien serta
motivasi dan relasi bantuan profesional.

Pekerja sosial profesional yang telah memiliki pengetahuan dan pengalaman


menggunakan metode bimbingan sosial perorangan ini akan menghindari sejauh
mungkin bias-bias subyektifitas dan interest pribadi. Beberapa peranan pekerja sosial
profesional yang menerapkan bimbingan perorangan adalah:

1. Broker, membantu memberikan pelayanan sosial kepada klien.


2. Mediator, menghubungkan klien kepada sumber-sumber pelayanan sosial.
3. Public educator, memberikan dan menyebarluaskan informasi mengenai masalah dan
pelayanan sosial.
4. Advocate, membela klien memperjuangkan haknya memperoleh pelayanan atau menjadi
penyambung lidah klien agar lembaga respon memenuhi kebutuhan klien.
5. Outreach, pekerja sosial mendatangi atau menjangkau pelayanan.
6. Behavioral specialist, sebagai ahli yang dapat melakukan berbagai strategi atau teknis
mengubah perilaku seseorang.
7. Konsultan, memberikan nasehat kepada klien untuk memenuhi kebutuhan atau
pemecahan masalah.
8. Konselor, mencarikan alternatif yang dapat membantu klien dalam upaya mengatasi
masalahnya.

b. Social group work method

Bimbingan sosial kelompok adalah suatu pelayanan kepada kelompok yang tujuan
utamanya untuk membantu anggota kelompok mempengaruhi fungsi sosial, pertumbuhan
atau perubahan anggota kelompok. Jadi bimbingan sosial kelompok digunakan untuk
membantu individu dalam mengembangkan atau menyesuaikan diri dengan
kelompok/lingkungan sosialnya dengan kondisi tertentu atau membantu kelompok
mencapai tujuannya. Beberapa prinsip bimbingan sosial kelompok antara lain:

1. Memiliki tujuan yang akan dicapai bersama. Di dalam bimbingan sosial kelompok tujuan,
perkembangan individu dan kelompok harus dirumuskan dengan cermat oleh
pembimbing kelompok agar terdapat keserasian antara harapan dan kemampuan
kelompok.
2. Penciptaan interaksi terpimpin. Dalam bimbingan sosial kelompok harus dibina
hubungan yang bertujuan antara pekerja sosial dengan anggota-anggota kelompok dan
atas dasar keyakinan bahwa pekerja sosial akan menerima anggota kelompok
sebagaimana adanya.
3. Pengambilan keputusan. Kelompok harus dibantu dalam mengambil keputusan-
keputusan sendiri dan menentukan kegiatan yang diinginkan sesuai dengan
kemampuannya.
4. Organisasi bersifat fleksibel dalam arti organisasi dapat disesuaikan dengan situasi dan
kondisi. Organisasi yang formal harus fleksibel dan harus didorong bila sedang berusaha
mencapai tujuan yang penting, yang dipahami oleh para anggotanya dan dapat bekerja
sesuai dengan fungsinya.
5. Penggalian sumber-sumber dan penyusunan program. Sumber yang ada di masyarakat
harus dapat digunakan untuk memperkaya pengalaman kelompok, untuk dimanfaatkan
para anggota dan kelompok itu sendiri. Penilaian kegiatan secara terus-menerus terhadap
proses dan hasil program atau pekerjaan kelompok yang merupakan jaminan dan
pertanggungjawaban terhadap apa yang diselesaikan masing-masing pihak untuk
keseluruhan.

Tugas-tugas bimbingan sosial kelompok:

1. Membentuk kelompok dalam memahami tujuan dari badan sosial yang


menyelenggarakan bimbingan sosial kelompok itu dan sampai sejauh mana dapat
memberikan keuntungan bagi pencapaian tujuan kelompok.
2. Membantu kelompok dalam merumuskan sasaran kerja, maksud dan tujuan kelompok.
3. Membantu kelompok dalam mengembangkan jiwa kelompok dan kesadaran para anggota
kelompok.
4. Membantu kelompok untuk menyadari kemampuan dan kelemahannya sehingga ia dapat
mengambil keputusan sesuai tingkatnya.
5. Membantu kelompok untuk mengetahui atau mengenal persoalan-persoalan yang terjadi
di dalam kelompok.
6. Membantu kelompok untuk berusaha menyempurnakan organisasi, kemudian membantu
para pemimpinnya memahami tugas.
7. Membantu kelompok dalam usahanya untuk memperoleh sumber-sumber yang
diperlukan.
8. Membantu individu-individu untuk saling menerima temannya dan saling bergaul dengan
penuh tanggung jawab sebagai sesama anggota kelompok.

c. Community organization/community development


Bimbingan sosial dengan masyarakat sebagai salah satu metode pekerjaan sosial yang
bertujuan untuk memperbaiki kualitas hidup masyarakat melalui pendayagunaan sumber-
sumber yang ada di dalam masyarakat serta menekankan dengan adanya prinsip peran
serta atau partisipasi masyarakat. Upaya tersebut cenderung mengarah pada pemenuhan
kebutuhan bidang tertentu di masyarakat seperti kesejahteraan keluarga, kesejahteraan
anak dan lain sebagainya. Prinsip yang perlu diperhatikan dalam metode ini adalah:

1. Penyusunan program didasarkan kebutuhan nyata yang mendesak di masyarakat.


2. Partisipasi aktif seluruh anggota masyarakat.
3. Bekerja sama dengan berbagai badan dalam rangka keberhasilan bersama dalam
pelaksanaan program.
4. Titik berat program adalah upaya untuk pencegahan, rehabilitasi, pemulihan,
pengembangan dan dukungan.

2. Jelaskan definisi Adminstrasi Pekerja Sosial sebagai metode bantu!


Metode bantu dalam praktik pekerjaan sosial menurut Holil adalah:
a. Social administration

Administrasi Kesejahteraan Sosial adalah sesuatu proses penyelenggarakan dan


pelaksanaan usaha kerja sama sekelompok orang yang terorganisir dengan baik, dengan
menggunakan sumber fasilitas yang ada untuk memberikan pertolongan sosial kepada
masyarakat agar dapat meningkatkan fungsi sosial dan taraf hidupnya.

Fungsi administrasi kesejahteraan sosial:

1. Pengumpulan data dan sumber.


2. Analisa terhadap situasi sosial, pelayanan sosial untuk menentukan kebutuhan-kebutuhan
manusia.
3. Perumusan dan penentuan tujuan pelayanan kesejahteraan sosial.
4. Pengorganisasian usaha pertolongan/pelayanan kesejahteraan sosial.
5. Manajemen usaha pertolongan/pelayanan kesejahteraan sosial.
6. Komunikasi Sosial.
7. Tata Usaha.
8. Partisipasi Masyarakat.

Syarat administrasi kesejahteraan sosial:

1. Adanya proses penyelenggaraan dan pelaksanaan usaha kerja sama sekelompok orang.
2. Adanya usaha kerja sama sekelompok orang yang terorganisir secara baik.
3. Pelaksanaan usaha kerja sama diilhami oleh nilai-nilai pekerjaan sosial.
4. Adanya sumber, fasilitas dan dana.
5. Adanya tujuan yang hendak dicapai yaitu memberikan pertolongan kepada masyarakat
penyandang masalah sosial sehingga dapat melaksanakan fungsi sosialnya secara wajar.

b. Social research

Penelitian pekerjaan sosial adalah kegiatan penelitian yang dilaksanakan berdasarkan


metode ilmiah untuk memperoleh informasi tentang berbagai permasalahan sosial, baik
aktual maupun potensial dalam upaya meningkatkan mutu pengetahuan pekerjaan sosial
maupun kualitas pelayanan sesuai tujuan pekerjaan sosial.

Dalam bekerja dengan individu, keluarga, kelompok, organisasi, dan masyarakat,


pekerja sosial menggunakan suatu pendekatan pemecahan masalah (problem-solving
approach). Proses pemecahan-masalah dapat dilustrasikan dalam beragam cara, namun
akan terdiri dalam tahapan berikut:

1. Mengidentifikasi secara jelas kemugkinan masalah atau masalah


2. Munculkan kemungkinan solusi arternatif
3. Mengevaluasi alternatif solusi
4. Memilih sebuah solusi atau solusi-solusi yang akan digunakan dan menetukan tujuan
5. Implementasi solusi
6. Tindak lanjuti untuk mengevaluasi apakah solusi bekerja.

c. Social action

Merupakan upaya menggerakkan masyarakat untuk mendapatkan atau menciptakan


sumber-sumber dalam memenuhi kebutuhannya. Pekerja sosial berupaya memberikan
bimbingan kepada masyarakat untuk menyadari kekurangan, memahami akan potensi dan
sumber yang dimiliki dan berupaya mengatasi masalah secara bersama-sama.

3. Kemukakan sejarah perkembangan Administrasi Pekerja Sosial sebagai metode


utama!
Awalnya dari kepedulian tentang masalah sosial dan ingin memberikan layanan
sosial bagi manusia. Pada tahun 1893 Anna L Dawes, dari Pittsfield, Mastachusetts,
menyarankan agar sekolah-sekolah dikelompokkan untuk melatih pekerja untuk
membantu memberikan layanan sosial yang efektif kepada mereka yang membutuhkan.
John Kidneigh (dalam Raharjo, 2010) mengatakan bahwa administrasi pekerjaan sosial
adalah proses trasformasi kebijakan sosial ke dalam pelayanan-pelayanan sosial melalui
dua cara yaitu yang pertama adalah transformasi kebijakan ked ala pelayanan-pelayanan
sosial nyata dan kedua yaitu menggunakan pengaaman dengan merekomendasikan
modifikasi kebijakan, daripengertian tersebut menekankan bahwa administrasi
merupakan proses implementasi, penerjemah kebijakan ke dalam program-program.
Sebenarnya banyak posisi yang ditempati oleh administrasi pekerjaan sosial.
Pertama, posisi administrasi pekerjaan sosial sebagai prolem solving, yang difokuskan
dalam memahami dan pemecahan masalah yang berkaitan dengan social functioning dan
social relationship. Kedua, administrasi pekerjaan sosial diposisikan sebagai metode
praktik pekerjaan sosial. sebagai metode, administrasi pekerjaan sosial memiliki dua
posisi yaitu sebagai metode utama dan metode bantu. Pada metode utama, posisi
administrasi pekerjaan sosial sejajar dengan metode pekerjaan sosial lainnya, seperti case
work, group work dan community development.

4. Apa perbedaan dan persamaan Administrasi Pekerja Sosial dengan Administrasi


Bisnis dan Administrasi Pemerintahan dari publik?

Administrasi pekerjaan sosial dengan administrasi bisnis dan publik sama-sama


merupakan proses sistematis dari mengelola manajemen data maupun ketatausahaan
suatu organisasi yang mempelajari tentang proses kerja sama antara dua orang atau lebih
dalam upaya untuk mencapai tujuan tertentu. Dalam hal ini, objeknya adalah manusia.
Sedangkan perbedaannya yaitu, administrasi pekerjaan sosial ruang lingkupnya hanya
untuk membantu pengolahan data satu individu maupun kelompok, lalu administrasi
bisnis untuk membangun suatu kerjasama yang saling menguntungkan antara dua orang
atau lebih dengan memanfaatkan segala sumber daya yang ada. Sedangkan administrasi
public, sumber daya dan personel publik diorganisir dan dikoordinasikan untuk
memformulasikan, mengimplementasikan, dan mengelola (manage) keputusan-keputusan
dalam kebijakan publik.

5. Apa perbedaan dan persamaan Administrasi Pekerja Sosial dengan Manajemen?


Administrasi pekerjaan sosial merupakan suatu proses bekerja dengan orang
dengan cara mengarahkan dan menghubungkan energi mereka, sehingga mereka mampu
menggunakan atau memanfaatkan sumber yang tersedia
Manajemen pelayanan sosial merupakan suatu tindakan mengelola orang dan
pekerjaan mereka, untuk mendapatkan tujuan umum dengan menggunakan sumber daya
organisasi. Manajemen membuat lingkungan manajer dan bawahannya bisa bekerja
bersama untuk mendapatkan tujuan kelompok.
Manajemen adalah aktivitas pada tingkat fungsional dan bisnis, sementara
administrasi adalah aktivitas pada level tinggi,
Manajemen memainkan peran eksekutif di organisasi. Tidak seperti administrasi
yang memiliki peran menentukan, Administrasi menentukan semua keputusan penting
dari organisasi sementara manajemen membuat keputusan di dalam batas yang ditentukan
administrasi.
Administrasi dan manajemen keduanya sama-sama memanfaatkan sumber daya
yang ada dan selalu bergantung kepada sekelompok orang dan organisasi dan juga suatu
kumpulan orang yang merupakan karyawan dari organisasi secara kolektif disebut
sebagai manajemen. Di sisi lain, administrasi mewakili pemilik dari organisasi.

6. Kemukakan prinsip-prinsip Administrasi Pekerja Sosial!


a. Penerimaan Pimpinan dan anggota-anggota staf didorong dan diharapkan untuk
dapat saling menerima satu sama lainnya dan bertindak sesuai dengan adanya
saling menerima Tujuannya adalah memperoleh sumber-sumber dan kemampuan-
kemampuan terbaik dari anggota-anggota staf untuk membantu organisasi dalam
memberikan pelayanan. Hal ini tidak berarti mengabaikan evaluasi dan perbaikan
tapi lebih mengutamakan agar semua anggota staf merasakan keterjaminan
mendasar (rasa aman) sebagai perseorangan, baik menyangkut hak-haknya
maupun tanggung jawabnya.
b. Keterlibatan secara demokratis dalam merumuskan kebijakan dan prosedur
Pekerjaan social menyarankan agar anggota staf menjadi bagian dari administrasi
partisipatoris, sehingga mereka menunjukkan kinerja yang tinggi, begitu juga
organisasi.
c. Komunikasi terbuka : pekerja perlu untuk saling bertukar ide/gagasan, dan
perasaan serta bertindak dan berekreasi secara jujur, ikhlas serta tulus.
d. Prinsip nilai-nilai kerja sosial: nilai-nilai profesinya adalah fondasi di mana
layanan dikembangkan dan tersedia bagi orang-orang yang membutuhkannya.
e. Prinsip kebutuhan masyarakat dan klien: kebutuhan masyarakat dan individu di
dalamnya selalu menjadi dasar bagi keberadaan badan-badan sosial dan
penyediaan program.
f. Prinsip tujuan keagenan: tujuan sosial dari agensi harus secara jelas dirumuskan,
dinyatakan, dipahami, dan digunakan.
g. Prinsip pengaturan budaya: budaya masyarakat harus dipahami sejauh itu
mempengaruhi cara kebutuhan diungkapkan dan cara layanan diberi wewenang,
didukung, dan dimanfaatkan oleh orang-orang yang membutuhkannya.
h. Prinsip hubungan yang terarah: hubungan kerja yang efektif dan terarah harus
ditetapkan antara administrator, dewan, staf, dan konstituen.
i. Prinsip totalitas agensi: agensi harus dipahami dalam totalitas dan keutuhannya.
Itu harus dilihat sebagai alat yang hidup yang terdiri dari bagian-bagian yang
saling terkait.
j. Prinsip tanggung jawab profesional: administrator bertanggung jawab atas
penyediaan layanan profesional berkualitas tinggi berdasarkan standar praktik
profesional.
k. Prinsip partisipasi: kontribusi yang tepat dari dewan, staf, dan konstituen dicari
dan dimanfaatkan melalui proses partisipasi dinamis yang berkesinambungan.
l. Prinsip komunikasi: saluran komunikasi yang terbuka sangat penting untuk fungsi
lengkap orang.
m. Prinsip kepemimpinan: administrator harus membawa tanggung jawab utama
untuk kepemimpinan lembaga dalam hal pencapaian tujuan dan penyediaan
layanan profesional.
n. Prinsip perencanaan: proses perencanaan berkelanjutan adalah dasar untuk
pengembangan layanan yang berarti.
o. Prinsip organisasi: pekerjaan banyak orang harus diatur secara terorganisasi dan
harus terstruktur sehingga tanggung jawab dan hubungan didefinisikan dengan
jelas.
p. Prinsip pendelegasian: pendelegasian tanggung jawab dan wewenang kepada
orang profesional lain sangat penting.
q. Prinsip koordinasi: pekerjaan yang didelegasikan kepada banyak orang harus
dikoordinasikan dengan tepat sehingga kontribusi spesifik dibawa ke atas tugas
utama lembaga dan semua energi benar difokuskan pada misi yang harus
diselesaikan.
r. Prinsip pemanfaatan sumber daya: sumber daya uang, fasilitas, dan personel harus
dipupuk dengan hati-hati, dilestarikan, dan digunakan sesuai dengan kepercayaan
yang diberikan kepada agen oleh masyarakat.
s. Prinsip perubahan: proses perubahan terus menerus, baik di dalam komunitas
maupun di dalam agensi.
t. Prinsip evaluasi: evaluasi berkelanjutan atas proses dan program yang penting
untuk pemenuhan tujuan-tujuan lembaga.
u. Prinsip pertumbuhan: pertumbuhan dan perkembangan semua peserta dibohongi
oleh administrator yang memberikan tugas yang menantang pengawasan yang
bijaksana, dan peluang untuk pembelajaran individu dan kelompok.

7. Mengapa pekerja sosial perlu mengkaji dan memahami administrasi?


Seorang social work perlu mengkaji dan memahami ilmu administrasi agar dapat
menerapkan ilmu-ilmu untuk membantu dalam melakukan pencatatan, pelaporan dan
pengarsipan data klien yang bersifat ketatausahaan yang dilakukan pada pendekatan
pelayanan antara social work yang ditujukan untuk membantu individu dalam
menghadapi masalah.

8. Posisi jabatan apa yang bisa ditempati oleh social work administrator?
a. Managerial work:
Seorang pekerja sosial yang memiliki pemahaman mengenai administrasi
pekerjaan sosial dapat menjadi seorang field/ project officer, senior project officer,
manager, dan program director.
b. Profesional Work:
Case/ Community Worker, Case/ Community Development Manager, Supervisor
(Senior), Advisor
c. Others:
Posisi lain yang bisa ditempati oleh pekerja sosial yang memahami APS menjadi
specialist, adviser, consultant, researcher, social planner, policy advocacy.

9. Bagaimana ciri-ciri seorang administration social work yang sukses ?


Untuk menjadi seorang administrator yang sukses harus memiliki kemampuan:
a. Berpikir dan berencana ke depan secara realistis.
b. Memperkirakan kemungkinan-kemungkinan perencanaan khusus.
c. Meramalkan dan memperkirakan yang akan timbul dari keputusan yang dilaksanakan.
d. Menentukan prioritas.
e. Membuat keputusan.
f. Menangani berbagai peran dan tugas secara bersamaan.
g. Menciptakan keseimbangan pribadi.
h. Memahami fungsi sistem birokrasi dan teori yang berhubungan dengan
keorganisasian untuk mencapai tujuan.
i. Membuat yang lainnya bekerja produktif dalam memanfaatkan talenta-talenta tertentu
dari individu-individu dan kelompok-kelompok serta menutupi keterbatasan mereka.
j. Menggunakan dan mendelegasikan wewenang secara tepat.
k. Berkomunikasi secara efektif dengan yang lain.
l. Bersikap meyakinkan.
10. Jelaskan pengetahuan yang harus dimiliki social work administrator?
Seorang administrator memberikan pelayanan kepada klien harus mempergunakan
pengetahuan-pengetahuan yang sudah teruji kevaliditasannya. Berikut adalah
pengetahuan yang harus dimiliki oleh seorang social work administrator:
1. Administrator mengetahui tujuan-tujuan , kebijakan-kebijakan, pelayanan-pelayanan,
serta sumber daya-sumber daya dengan lembaga.
2. Administrator memiliki pengetahuan dasar mengenai dinamika tingkah laku manusia.
3. Administrator memiliki pengetahuan yang luas tentang sumber daya masyarakat,
terutama yang berhubungan dengan lembaganya.
4. Administrator memahami metode-metode pekerjaan sosial yang digunakan di
lembaga.
5. Administrator mengetahui prinsip-prinsip, proses-proses, dan teknik-teknik
manajemen.
6. Administrator telah mengenal baik asosiasi-asosiasi pekerjaan sosial profesional.
7. Administrator memahami teori keorganisasian.
8. Administrator mengetahui proses-proses dan teknik-teknik evaluasi.

11. Kemukakan sikap seorang social work administrator!


A. Administrator menghormati tiap anggota tim sebagai individu yang memiliki
kekhasan.
B. Administrator mengetahui bahwa tidak ada seorang pun yang sempurna dan
menerima hal ini bagi tim dan dirinya.
C. Administrator berharap dapat memberikan keadaan fisik dan suasana kejiwaan yang
akan membantu tiap anggota tim agar dapat memberikan yang terbaik.
D. Administrator menyadari pentingnya nilai-nilai.
E. Administrator memiliki pikiran terbuka dan menerima ide-ide baru dan kenyataan-
kenyataan.
F. Administrator mengetahui bahwa kesejahteraan lembaga lebih penting daripada
kesejahteraan pekerja lainnya , termasuk administrator itu sendiri.
12. Kemukakan tindakan seorang social work administrator!
Seorang administrator yang kompeten harus pandai dalam bertindak. Kemampuan
dalam bertindak bisa dikatakan sebagai perpaduan antara pengetahuan dan sikap.
Disinilah seorang administrator mempraktekan tindakan apa saja yang harus dilakukan
ketika melaksakan praktiknya. Berikut tindakan yang harus dimiliki seorang
administrator yang kompeten:
a. Accepting (Penerimaan), menerima staf dan klien apa adanya, serta tenaga profesional
lainnya dan pemimpin dalam komunitas dimana ia bekerja. Pemimpin menghormati
setiap orang sebagai individu yang unik dengan aset dan keterbatasan, masing-masing
berusaha menuju menjadi lebih baik.
b. Caring (Peduli), administrator pekerjaan sosial memberikan sikap yang hangat
(peduli) terhadap staffnya dan memnumbuhkan rasa memiliki diantara staffnya. Tentu
saja hal ini tidak hanya sekadar diucapkan namun perlu ditnjukkan dengan tindakan.
Ketika staff sudah memperoleh itu semua, mereka akan semakin merasa dihargai.
c. Creating, seorang administrator pekerjaan sosial harus kreatif, pribadi yang gemar
untuk merintis atau menetapkan kebijakan yang inovatif, metode dan prosedur yang
akan meningkatkan jasa dan hubungan staf.
d. Democratizing, seorang administrator merupakan seorang advokasi dari proses
demokrasi. Ia menghargai setiap pendapat dan nilai para staffnya, menyadari bahwa
dengan partisipasi mereka bisa membuat pelayanan yang lebih baik dari sebelumnya.
Dalam hal ini seorang administrator tidak memiliki sifat dictator.
e. Trusting, mempunyai kepercayaan yg implisit kepada stafnya. Dia menghargai
pandangan atau gagasan dr anggota, walaupun mungkin ada perbedaan antara
gagasan dengan apa yang mereka lakukan.
f. Approving, memahami bahwa setiap orang (staf atau klien) mengharapkan
persetujuan atau pengakuan. Dia memberi pujian dan pengharagaan kepada anggota
atau staf jika memang layak secara tertulis atau langsung.
g. Memelihara keseimbangan pribadi. (balancing) Hidup dalam lingkungan yang baik,
mempunyai perhatian terhadap kesehatan fisik dan mental dan berusaha untuk
bersikap tenang. Berusaha menyimpan frustrasi dan masalahnya sehingga tidak
dilampiaskan kepada stafnya. Dia suka berkreasi dan melakukan hal yang
menyenangkan dan mampu mendapatkan energi yang baru.
h. Delegating, administrator pekerjaan sosial dapat menggunakan dan mendelegasikan
wewenang secara tepat.
i. Interacting, berinteraksi dengan masyarakat dan profesi pemberi bantuan lain.
j. Decision Making
k. Facilitating
l. Communicating, seorang administrator memiliki kemampuan komunikasi yang baik.
Mampu berkomunikasi secara efektif.

13. Apakah social work administrator perlu taat pada kode etik pekerja sosial?
Kode etika pekerjaan sosial diperlukan sebagai pedoman yang mengarahkan secara
konkrit tindakan yang dilakukan manusia. Tindakan atau lebih tepatnya tingkah laku manusia,
selalu mempunyai dasar normatifnya. Suatu perbuatan dikatakan baik atau buruk dinilai dari
nilai-nilai etis yang hidup di masyarakat. Etika pekerjaan sosial membimbing, mengatur dan
mengendalikan perilaku dalam kapasitas peranan-peranan dan status pekerja sosial. Etika
pekerjaan sosial menggambarkan apa yang diharapkan dari pekerja sosial di dalam penampilan
fungsi-fungsi profesional mereka dan didalam tingkah laku mereka sebagai anggota profesi
pekerjaan sosial. Harapan tersebut berlaku di dalam berbagai relasi baik dari relasi dengan klien,
teman sejawat, badan atau lembaga maupun profesi pekerjaan sosial itu sendiri.
Cakupan penilaian profesionalisme etika pekerjaan sosial sangat luas karena
pekerja sosial memikul tanggung jawab atas pelaksanaan praktek dan aktivitas pekerjaan
sosial didalam kapasitas dan statusnya sebagai pekerja sosial, di dalam keragaman
peranan yang harus ditampilkan, dan didalam hubungan-hubungan selama penampilan-
penampilan peranan-peranan mereka ditengah-tengah masyarakat. Adanya kegagalan
tentang etika dalam lingkungn pemerintah, politik, kesehatan dan hukum telah
menjadikan para pekerja sosial peka terhadap perlunya menerapkan standar perilaku etik.
Tentu saja dengan pengalaman pekerja sosial telah menjadi masukan aspiratif bagi
profesi lainnya. Fokus utama pekerja sosial adalah mengenai perilaku pekerja sosial
dalam kaitannya dengan kapasitas dan status profesi mereka yang ditandai dengan
penampilan diri mereka. Prinsip-prinsip etika pekerjaan sosial dalam kategori ini
dikaitkan dengan begitu banyak pola perilaku pekerja sosial seperti penampilan dalam
berbagai peranan profesional harus menyesuaikan dengan tindakan dan sudut pandang
mereka sebagaimana layaknya sebagai seorang pekerja sosial tanpa memandang relasi-
relasi profesional yang ada dan yang aktual.

14. Kemukakan kode etik pekerja sosial yang dikeluarkan oleh Ikatan Pekerja Sosial
Profesional Indonesia (IPSPI)!
Kode Etik Profesi Pekerjaan Sosial ini, selanjutnya disebut dengan
“KODEPEKSOS”, adalah suatu pedoman perilaku bagi anggota Ikatan Pekerja Sosial
Profesional Indonesia (IPSPI).
Kodepeksos ini sekaligus merupakan landasan untuk memutuskan persoalan-
persoalan etika manakala perilaku pekerja sosial dalam menyelenggarakan hubungan
profesional dengan klien, rekan sejawat, lembaga tempat ia dipekerjakan, dan dengan
masyarakat dinilai menyimpang dari standar perilaku etik.
Profesi pekerjaan sosial mendorong perubahan sosial, pemecahan masalah dalam
hal hubungan antar manusia, penguatan kelompok yang lemah, pembebasan mereka yang
tertindas dan teraniaya, dan pelibatan mereka yang terpinggirkan dalam rangka
memenuhi kebutuhan dan mengembangkan potensi manusia demi peningkatan
kesejahteraan sosial. Pendayagunaan teori-teori hubungan antar manusia dan sistem
sosial profesi pekerjaan sosial memberikan bantuan pada titik dimana orang berinteraksi
dengan lingkungannya.
Profesi pekerjaan sosial menempatkan kaidah-kaidah hak asasi manusia,
demokrasi, dan keadilan sosial sebagai landasan dan motivasi bagi tiap-tiap pekerja sosial
untuk mengakui keunikan dan kesetaraan setiap orang dan oleh karenanya menghargai
harkat dan martabat serta tanggung jawab sosial. Dengan menerima dan menaati
Kodepeksos ini, seorang pekerja sosial menyatakan komitmen pribadinya terhadap
prinsip-prinsip umum profesi pekerjaan sosial di Indonesia dan di seluruh dunia;
menegaskan kemauan dan semangat untuk bertindak dengan integritas profesional yang
setinggi-tingginya; serta menyatakan kesediaannya untuk dinilai secara etis dalam
seluruh perbuatan mereka sebagai pekerja sosial profesional, terutama dalam berbagai
situasi yang mempunyai implikasi etis.
KODE ETIK PROFESI PEKERJAAN SOSIAL

BAB I KETENTUAN UMUM

Pasal 1 Pengertian

a. Pekerja Sosial Profesional adalah seseorang yang bekerja, baik di lembaga pemerintah maupun
swasta yang memiliki kompetensi dan profesi pekerjaan sosial, dan kepedulian dalam pekerjaan
sosial yang diperoleh melalui pendidikan tinggi dan pelatihan serta pengalaman praktek pekerjaan
sosial untuk melaksanakan tugas-tugas pelayanan dan penanganan masalah sosial.
b. Klien adalah orang perorang, keluarga, kelompok, organisasi dan masyarakat yang membutuhkan
dan menerima jasa pelayanan pekerjaan sosial dari Pekerja Sosial Profesional.
c. Teman Sejawat adalah seseorang yang menjalankan praktek pekerjaan sosial sebagai Pekerja Sosial
Profesional.
d. Teman Sejawat Asing adalah Pekerja Sosial Profesional yang bukan berkewarganegaraan Indonesia
yang menjalankan praktek pekerjaan sosial di Indonesia sesuai dengan ketentuan perundang-
undangan yang berlaku.
e. Dewan Pengawas Kode Etik Profesi adalah dewan yang dibentuk oleh Ikatan Pekerja Sosial
Profesional Indonesia (IPSPI) yang berfungsi dan berwenang mengawasi pelaksanaan Kode Etik
Pekerjaan Sosialdan berhak menerimaserta memeriksa pengaduan atas pelanggaran Kode Etik
Pekerjaan Sosial yang dilakukan oleh Pekerja Sosial Profesional.
f. Honorarium adalah pembayaran kepada Pekerja Sosial Profesional sebagai imbalan atas jasa
pelayanan Pekerja Sosial Profesional berdasarkan kesepakatan dan/atau perjanjian dengan kliennya.

BAB II PERILAKU DAN INTEGRITAS PRIBADI

Pasal 2 Perilaku

(1) Pekerja Sosial Profesional wajib memelihara dan senantiasa meningkatkan standar perilaku pribadi
selama menggunakan identitas dan bertindak dalam kapasitas sebagai Pekerja Sosial Profesional,
yaitu:

a. Tidak melibatkan diri dalam tindak ketidakjujuran, kesombongan, kecurangan dan kekeliruan.
b. Membedakan secara tegas pernyataan-pernyataan dan tindakan-tindakan pribadinya dari
pernyataan-pernyataan dan tindakan-tindakannya sebagai seorang profesional.
(2) Pekerja Sosial Profesional wajib memelihara rasa solidaritas diantara teman sejawat.
(3) Pekerja Sosial Profesional tidak dibenarkan melakukan pekerjaan lain yang dapat merugikan
kebebasan, derajat dan martabat Pekerja Sosial Profesional.

Pasal 3 Integritas

(1) Pekerja Sosial Profesional dapat menolak untuk memberi pelayanan kepada klien dengan
pertimbangan oleh karena tidak sesuai dengan keahliannya dan bertentangan dengan hati
nuraninya, tetapi tidak dapat menolak dengan alasan karena perbedaan agama, kepercayaan, suku,
keturunan, jenis kelamin, keyakinan politik dan kedudukan sosialnya.
(2) Pekerja Sosial Profesional harus senantiasa bertindak dengan integritas profesional, yaitu:

a. Mewaspadai dan menolak pengaruh-pengaruh dan tekanan-tekanan yang membatasi


kebebasan profesionalnya.
b. Tidak menggunakan hubungan profesional demi kepentingan pribadi.

BAB III KOMPETENSI

Pasal 4 Kemampuan Profesional

Dalam menerima tanggung jawab dan pekerjaan, Pekerja Sosial Profesional harus
mendasarinya dengan pemahaman bahwa ia mampu:

a. Memiliki kapasitas sesuai dengan Kompetensi Inti Pekerja Sosial yang ditetapkan oleh IPSPI
b. Memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya sesuai dengan kemampuan profesionalnya
c. Meningkatkan terus-menerus kemampuan praktik dan pelaksanaan fungsi profesional.
d. Tidak menyalahgunakan kemampuan pengetahuan, keterampilan, pengalaman, ataupunjabatan
profesionalnya.

Pasal 5 Mutu dan Lingkup Pelayanan

Pekerja Sosial Profesional wajib memastikan mutu dan keluasan lingkup pelayanan dengan cara:

a. Menyelenggarakan proses pelayanan mulai dari kontak awal (intake) sampai dengan pengakhiran
secara bertanggungjawab dan sesuai dengan kompetensinya.
b. Mencegah praktik pekerjaan sosial yang tidak manusiawi dan diskriminatif, baik terhadap perorangan
maupun kelompok.

Pasal 6 Kegiatan Keilmuan dan Penelitian

Pekerja sosial profesional yang melakukan penelitian dan mengembangkan keilmuan, wajib
mengikuti dan mematuhi ketentuan-ketentuan ilmiah dengan:

a. Mempertimbangkan kemungkinan-kemungkinan akibatnya bagi kesejahteraan sosial.


b. Memastikan bahwa keikutsertaan subjek penelitian bersifat sukarela dan didasari persetujuan yang
bersangkutan, tanpa menghukum atas penolakan mereka untuk berpartisipasi dan dengan
mempertimbangkan hak pribadi serta martabat mereka.
c. Menjaga kerahasiaan informasi dari dan tentang subjek yang terlibat dalam penelitian.
d. Melindungi subjek penelitian dari gangguan fisik atau tekanan mental, bahaya atau kerugian sebagai
akibat dari keikutertaan mereka dalam kegiatan penelitian.

BAB IV HUBUNGAN DENGAN KLIEN

Pasal 7 Hubungan dengan Klien

(1) Pekerja Sosial Profesional harus mengakui, menghargai dan berusaha sebaik mungkin melindungi
kepentingan klien dalam konteks pelayanan, yaitu :

a. Memberi pelayanan sesuai dengan kompetensi profesionalnya.


b. Memberi informasi yang akurat dan lengkap tentang keluasan lingkup, jenis dan sifat pelayanan.
c. Memberitahukan hak, kewajiban, kesempatan-kesempatan dan risiko yang melekat pada dan
atau timbul dari hubungan pelayanan yang diberikan.
d. Meminta saran, nasehat, dan bimbingan dari rekan sejawat dan atau penyelia manakala
diperlukan demi kepentingan klien.
e. Segera menarik diri dari konteks pelayanan manakala lingkungan dan suasana yang ada tidak lagi
memungkinkan bagi pemberian pertimbangan yang seksama, penyampaian pelayanan yang
sebaik-baiknya, dan pengurangan atau pencegahan dampak negatif yang mungkin muncul atau
terjadi.
f. Memberitahu klien tentang pengakhiran konteks pelayanan, baik yang dilakukan melalui
pengalihan, perujukan atau pemutusan pelayanan.

(2) Pekerja Sosial Profesional wajib mengakui, menghargai, berupaya mewujudkan dan melindungi
hak-hak klien.Hak klien untuk menentukan nasib sendiri, yang meliputi:

a. Dalam menjalankan pekerjaannya, Pekerja Sosial Profesional harus selalu melindungi


kepentingan-kepentingan dan hak-hak asasi klien.
b. Bila Pekerja Sosial Profesional melimpahkan/memberikan wewenang kepada orang lain untuk
bertindak demi kepentingan klien, maka dia harus menjaga agar pelayanan itu tetap sesuai
dengan kepentingan klien.
c. Pekerja Sosial Profesional tidak ikut campur dalam tindakan yang melanggar atau mengurangi
hak-hak sipil atau hak-hak asasi klien.

(3) Pekerja Sosial Profesional menjaga kerahasiaan klien dalam konteks pelayanan, yang meliputi:

a. Memberitahu klien tentang hak-hak mereka terhadap kerahasiaan dalam konteks pelayanan,
juga termasuk bila melibatkan pihak ketiga dalam pelayanan.
b. Memberitahukan klien tentang pentingnya kerahasiaan informasi dalam konteks pelayanan.
c. Memberitahukan catatan informasi atas permintaan klien, dan sejauh itu untuk kepentingan
pelayanan.
d. Tidak membuka rahasia klien kepada pihak lain, kecuali atas perintah ketentuan hukum.
e. Tidak membuka rahasia klien kepada pihak lain tanpa mendapatkan persetujuan dari yang
bersangkutan, sekalipun pertimbangan-pertimbangan profesional mengharuskannya.

Pasal 8

(1) Pekerja Sosial Profesional tidak dibenarkan memanfaatkan hubungan dengan klien untuk
kepentingan pribadi.
(2) Pekerja Sosial Profesional tidak dibenarkan memberikan atau melibatkan diri dalam hubungan dan
komitmen yang bertentangan dengan kepentingan klien.
(3) Pekerja Sosial Profesional tidak dibenarkan melakukan, menyetujui, membantu, bekerja sama atau
ikut serta dalam konteks pelayanan yang diskriminatif atas dasar ras, status sosial ekonomi, etnis,
budaya, warna kulit, jenis kelamin, orientasi seksual, usia, agama, status perkawinan, pandangan
politik, dan perbedaan kapasitas mental atau fisik serta terhadap orang dengan HIV/AIDS dan
mantan narapidana.

Pasal 9 Imbalan Jasa

(1) Pekerja Sosial Profesional dapat menerima imbalan jasa dalam bentuk honorarium dari klien
dan/atau lembaga pelayanan atas jasa pelayanan yang diberikannya kepada klien.
(2) Pekerja Sosial Profesional dalam menentukan besarnya honorarium wajib mempertimbangkan
kemampuan klien dan tidak dibenarkan membebani klien dengan biaya-biaya yang tidak perlu.
(3) Pekerja Sosial Profesional wajib memastikan bahwa terdapat biaya yang harus dibayarkan oleh
klien atau pihak ketiga kepada lembaga atas pelayanan yang diterima, dengan ketentuan:

a. Menjelaskan sejak awal kepada klien atau pihak ketiga tentang biaya, sumber, dan cara
pembayarannya serta apabila terjadi perubahan yang terjadi dari kesepakatan semula.
b. Memastikan biaya yang diajukan kepada klien bersifat adil, wajar dan sepadan dengan
pelayanan yang diberikan, serta memperhatikan tingkat kemampuan klien atau pihak ketiga.
c. Tidak dibenarkan memanipulasi biaya pelayanan kepada klien atau pihak ketiga dalam rangka
pelaksanaan pelayanan dan rujukan.
d. Tidak mengakhiri pelayanan semata-mata karena klien atau pihak ketiga tidak mampu
membayar ongkos biaya pelayanan; jika pengakhiran pelayanan tidak dapat dihindari maka
harus dilaksanakan secara jelas, terbuka dan sesuai prinsip hubungan profesional dengan klien

BAB V HUBUNGAN DENGAN TEMAN SEJAWAT

Pasal 10 Penghormatan, Penghargaan, Keterbukaan terhadap Teman Sejawat

(1) Hubungan antara teman sejawat Pekerja Sosial Profesional harus dilandasi sikap saling
menghormati, saling menghargai dan saling mempercayai.
(2) Pekerja Sosial Profesional menghargai, terbuka dan menghormati teman sejawat dalam hal :

a. Menjaga kerahasiaan yang disampaikan oleh teman sejawat dalam konteks pelayanan dan
membuat kontrak pelayanan dengan pihak yang bermitra termasuk Kesepakatan dengan / antar
profesi dan instansi
b. Bekerjasama dengan teman sejawat untuk meningkatkan kepentingan-kepentingan profesional.
c. Menciptakan dan memelihara kondisi-kondisi praktek sehingga agar mempermudah teman
sejawat dalam melaksanakan etika dan kompetensi profesionalnya.
d. Menghormati pandangan dan menggunakan saluran yang tepat dalam memberi komentar
tentang perbedaan pendapat.
e. Pekerja Sosial yang menggantikan dan atau yang digantikan harus mempertimbangkan
kepentingan dan reputasi teman sejawat.
f. Mencari penengah jika terjadi perbedaan pendapat di kalangan teman sejawat yang
memerlukan pemecahan menurut pertimbangan profesional.
g. Sebagai penyelia untuk teman sejawat, pekerja sosial profesional wajib mengatur kondisi secara
khusus agar relasi profesional dengan terhadap teman sejawat tetap terpelihara.
h. Melaksanakan penilaian kinerja secara objektif terhadap teman sejawat sesuai dengan kriteria
yang berlakuterhadap teman sejawat.
i. Pekerja Sosial Profesional yang bertanggung jawab mengevaluasi kinerja pegawai, penyelia atau
mahasiswa, harus menjelaskan hasilnya evaluasi secara terbuka kepada mereka.

Pasal 11 Rujukan terhadap Rekan Sejawat

Pekerja Sosial Profesional sesuai dengan keahliannya menerima klien teman sejawat dengan
melayani klien yang dirujuk oleh teman sejawat, baik yang sifatnya darurat, sementara, atau
berkelanjutan dengan penghargaan dan perlakuan yang sama seperti terhadap klien lainnya.

Pasal 12 Konflik dengan Teman Sejawat

(1) Pekerja Sosial Profesional tidak dibenarkan mengambil alih atau merebut klien dari teman sejawat.
(2) Keberatan-keberatan terhadap tindakan teman sejawat yang dianggap bertentangan dengan Kode
Etik Profesi Pekerjaan Sosial harus diajukan kepada Dewan Pengawas Kode Etik untuk diperiksa dan
tidak dibenarkan untuk disiarkan melalui media massa atau cara lain.

BAB VI HUBUNGAN TERHADAP TEMAN SEJAWAT ASING

Pasal 13 Hubungan Serasi dengan teman Sejawat Asing

Pekerja Sosial Profesional patut membangun kerjasama yang serasi dengan Pekerja Sosial
Profesional Asing dalam memberikan pelayanan pekerjaan social kepada klien
Pasal 14 Kewajiban Pekerja Sosial Professional Asing

(1) Pekerja Sosial Profesional Asing yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku
menjalankan profesinya di Indonesia, tunduk kepada serta wajib menaati Kode Etik Profesi
Pekerjaan Sosial ini.
(2) Pekerja Sosial Profesional Asing yang menjalankan profesinya di Indonesia, wajib menggunakan
wadah atau berada dalam lembaga pelayanan pekerjaan sosial di Indonesia.

BAB VII TANGGUNG JAWAB TERHADAP PROFESI

Pasal 15 Tanggung Jawab terhadap Profesi

(1) Pekerja Sosial Profesional harus memelihara dan mengembangkan profesi pekerjaan sosial yang
meliputi misi, nilai-nilai, etika, ilmu pengetahuan dan praktiknya, dengan:

a. Mempertahankan standar perilaku pribadi yang tinggi dalam kapasitasnya sebagai Pekerja Sosial
Profesional.
b. Meningkatkan terus menerus kepakaran dan keahlian profesional sesuai tataran kompetensinya.
c. Mengembangkan, mengadvokasi, membela dan melindungi martabat serta integritas profesi.
d. Menjadi anggota organisasi resmi profesi pekerjaan sosial yang resmi.
e. Mengambil tindakan untuk mencegah, memperbaiki atau menghentikan praktik yang tidak
bertanggung jawab dan yang tidak memenuhi prinsip, nilai serta standar profesi pekerjaan sosial.
f. Tidak melibatkan diri, melakukan, atau membiarkan situasi dan tindakan-tindakan yang dapat
menganggu integritas profesi.

(2) Pekerja Sosial Profesional harus berperan aktif dalam mengidentifikasi, mengembangkan dan
memanfaatkan profesi pekerjaan sosial dengan:

a. Memperkaya khasanah profesi pekerjaan sosial melalui penelitian ilmiah, penghimpunan


pengalaman praktik, serta berbagi pengalaman dengan sejawat.
b. Mendasarkan prakteknya senantiasa pada prinsip dan standar profesi pekerjaan sosial secara
terus menerus dengan mengikuti perkembangan, mengkaji secara kritis, menjaga, serta ikut
mengembangkan ilmu pekerjaan/kesejahteraan sosial serta ilmu-ilmu lain yang terkait.

Pasal 16 Tanggung Jawab terhadap Lembaga Pelayanan


Pekerja Sosial harus senantiasa berperanserta aktif dalam meningkatkan kinerja pelayanan
lembaga yang mempekerjakannya terhadap klien, baik melalui hubungan kerja yang kondusif
maupun dalam bentuk pelayanan yang lebih bermutu, kepada klien dengan:

a. Mengupayakan perbaikan dan perubahan kebijakan, program, dan pelayanan lembaga yang tidak
sesuai dengan prinsip dan standar profesi pekerjaan sosial.
b. Memperbaiki secara aktif kebijakan, program dan tatacara administrasi pelayanan demi
meningkatkan pelayanan secara profesional.
c. Melaksanakan tugas, kewajiban dan tanggungjawab sebaik-baiknya dan secara akuntabel dalam
bidang, jabatan dan kompetensinya.
d. Tidak menyalahgunakan identitas, jabatan, dan sumberdaya lembaga untuk kepentingan pribadi.
e. Mengupayakan perbaikan dan perubahan kebijakan yang diskriminatif terhadap karyawan.
f. Mengupayakan langkah-langkah penyelesaian konflik antara manajemen dan karyawan agar
pelayanan terhadap klien tidak terganggu.

Pasal 17 Tanggung Jawab terhadap Masyarakat

Pekerja sosial profesional harus senantiasa berupaya untuk memperkuat profesi pekerjaan sosial
sebagai pilar usaha kesejahteraan sosial dengan:

a. Mencegah dan mengurangi dominasi, eksploitasi dan diskriminasi terhadap setiap orang dan
kelompok yang didasari atas oleh ras, etnisitas, jenis kelamin, usia, status perkawinan, keyakinan
politik, agama atau keterbatasan fisik dan mental, serta terhadap orang dengan HIV/AIDS dan
mantan narapidana.
b. Menjamin agar semua orang memiliki akses terhadap sumber-sumber, pelayanan-pelayanan dan
kesempatan-kesempatan yang mereka butuhkan.
c. Mengembangkan pilihan dan kesempatan bagi semua orang terutama bagi orang-orang dan
kelompok-kelompok yang kurang beruntung atau yang tertindas.
d. Menciptakan kondisi yang mendorong munculnya rasa hormat terhadap keanekaragaman budaya
bangsa.
e. Memberikan pelayanan-pelayanan profesional yang tepat terutama dalam keadaan darurat.
f. Mendorong dan mengusahakan adanya perubahan-perubahan kebijakan dan perundang-undangan
untuk meningkatkan kondisi-kondisi sosial dan untuk meningkatkan keadilan sosial.
g. Mendorong tumbuhnya partisipasi masyarakat melalui kebijakan-kebijakan dan lembaga-lembaga
sosial.

BAB VIII PELAKSANAAN KODE ETIK

Pasal 18 Kewajiban dan Pengawasan

(1) Setiap Pekerja Sosial Profesional wajib tunduk dan mematuhi Kode Etik Profesi Pekerjaan Sosial ini.
(2) Pengawasan atas pelaksanaan Kode Etik Profesi Pekerjaan Sosial ini dilakukan oleh Dewan
Pengawas Kode Etik.

BAB IX PENGAWASAN, PELAKSANAAN KODE ETIK PROFESI

Bagian Pertama DEWAN PENGAWAS KODE ETIK PROFESI

Pasal 19 Kewenangan Dewan Pengawas Kode Etik Profesi

(1) Dewan Pengawas Kode Etik Profesi berwenang memeriksa dan memutus perkara
pelanggaran Kode Etik yang dilakukan oleh Pekerja Sosial Profesional.
(2) Pengaduan Pelanggaran Kode Etik dilakukan melalui dua tingkat, yaitu :
a. Dewan Pengurus Daerah (DPD) IPSPI
b. Dewan Pengawas Kode Etik Profesi
(3) Dewan Pengawas Kode Etik Profesimemeriksa pengaduan baik yang disampaikan melalui
DPD IPSPI maupun yang langsung kepada Dewan Pengawas Kode Etik Profesi.
(4) Segala biaya yang dikeluarkan dapat dibebankan kepada :
a. Dewan Pengurus Daerah (DPD) IPSPI dimana teradu terdaftar sebagai anggota.
b. Dewan Pengurus Pusat (DPP) IPSPI
c. Pengadu dan/atau Teradu

Bagian Kedua PENGADUAN

Pasal 20 Pengaduan Pelanggaran Kode Etik Profesi

(1) Pengaduan dapat diajukan oleh pihak-pihak yang berkepentingan dan merasa dirugikan, yaitu :
a. Klien
b. Teman Sejawat Pekerja Sosial Profesional
c. Pejabat Pemerintah
d. Anggota Masyarakat
e. Pengurus Pusat dan/atau Daerah Ikatan Pekerja Sosial Profesional dimana teradu menjadi
anggota.

(2) Selain untuk kepentingan organisasi, Dewan Pengawas Kode Etik Profesi dapat juga bertindak
sebagai pengadu dalam hal yang menyangkut kepentingan pelayanan pekerjaan sosial.
(3) Pengaduan yang dapat diajukan hanyalah yang mengenai pelanggaran terhadap Kode Etik
Profesi Pekerjaan Sosial.

Bagian Ketiga TATA CARA PENGADUAN

Pasal 21 Penerimaan Pengaduan

(1) Pengaduan terhadap Pekerja Sosial Profesional sebagai Teradu yang dianggap melanggar
Kode Etik Profesi Pekerjaan Sosial harus disampaikan secara tertulis disertai dengan alasan-
alasannya kepada Dewan Pengawas Kode Etik Profesi Daerah atau Dewan Pengawas Kode
Etik Profesi Pusat dimana Teradu menjadi anggota.
(2) Bilamana di suatu daerahbelum ada Pengurus Ikatan Pekerja Sosial Profesional, pengaduan
disampaikan kepada Dewan Pengawas Kode Etik Profesi.
(3) Bilamana pengaduan disampaikan kepada Pengurus IPSPI Daerah, maka Pengurus Daerah
meneruskannya kepada Dewan Pengawas Kode Etik Profesi.
(4) Bilamana pengaduan disampaikan kepada Pengurus Pusat/Dewan Pengawas Kode Etik
Profesi Pusat, maka Dewan Pengawas Kode Etik Profesi langsung memeriksa pengaduan
tersebut.

Bagian Keempat PEMERIKSAAN OLEH DEWAN PENGAWAS KODE ETIK PROFESI


DAERAH

Pasal 22 Proses Pemeriksaan

(1) Dewan Pengawas Kode Etik Profesi setelah menerima pengaduan tertulis yang disertai
dengan surat-surat bukti yang dianggap perlu, menyampaikan pemberitahuan selambat-
lambatnya dalam waktu 14 (empat belas) hari dengan surat kilat khusus / tercatat kepada
teradu tentang adanya pengaduan dengan menyampaikan salinan / copy surat pengaduan
tersebut.
(2) Selambat-lambatnya dalam waktu 21 (dua puluh satu) hari pihak teradu harus memberikan
jawabannya secara tertulis kepada Dewan Pengawas Kode Etik Profesi, disertai surat-surat
bukti yang dianggap perlu.
(3) Jika dalam waktu 21 (dua puluh satu) hari tersebut teradu tidak memberikan jawaban tertulis,
Dewan Pengawas Kode Etik Profesimenyampaikan pemberitahuan kedua dengan peringatan
bahwa apabila dalam waktu 14 (empat belas) hari sejak tanggal surat peringatan tersebut ia
tetap tidak memberikan jawaban tertulis, maka ia dianggap telah melepaskan hak jawabnya.
(4) Dalam hal teradu tidak menyampaikan jawaban sebagaimana diatur dalam Pasal 21 ayat (3),
maka ia dianggap telah melepaskan hak jawabnya sehingga Dewan Pengawas Kode Etik
Profesi dapat segera menjatuhkan putusan tanpa kehadiran pihak-pihak yang bersangkutan.
(5) Dalam hal jawaban yang diadukan telah diterima, maka Dewan Pengawas Kode Etik Profesi
dalam waktu selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari menetapkan hari sidang dan
menyampaikan panggilan secara patut kepada pengadu dan kepada teradu untuk hadir di
persidangan yang sudah ditetapkan.
(6) Panggilan-panggilan tersebut harus sudah diterima oleh yang bersangkutan paling lambat 6
(enam) hari sebelum hari sidang yang ditentukan.
(7) Pengadu dan yang terpadu :
a. Harus hadir secara pribadi dan tidak dapat menguasakan kepada orang lain.
b. Berhak untuk mengajukan saksi-saksi dan bukti-bukti.

(8) Pada sidang pertama yang dihadiri kedua belah pihak :


a. Dewan Pengawas Kode Etik Profesiakan menjelaskan tata cara pemeriksaan yang
berlaku
b. Kedua belah pihak diminta mengemukakan alasan-alasan pengaduannya atau
pembelaannya secara bergiliran, sedangkan surat-surat bukti akan diperiksa dan saksi-saksi
akan didengar oleh Dewan Pengawas Kode Etik Profesi.
(9) Apabila pada sidang yang pertama kalinya salah satu pihak tidak hadir :
a. Sidang ditunda sampai dengan sidang berikutnya paling lambat 14 (empat belas) hari
dengan memanggil secara patut pihak yang tidak hadir.
b. Apabila pengadu yang telah dipanggil sampai 2 (dua) kali tidak hadir tanpa alasan yang
sah, pengaduan dinyatakan gugur dan ia tidak dapat mengajukan pengaduan lagi atas dasar
yang sama kecuali Dewan Pengawas Kode Etik Profesi Daerah berpendapat bahwa materi
pengaduan berkaitan dengan kepentingan umum atau kepentingan organisasi.
c. Apabila teradu telah dipanggil sampai 2 (dua) kali tidak datang tanpa alasan yang sah,
pemeriksaan diteruskan tanpa hadirnya teradu dan Dewan Pengawas Kode Etik Profesi
berwenang untuk memberikan keputusan di luar hadirnya yang teradu, yang mempunyai
kekuatan yang sama seperti keputusan biasa.

Bagian Kelima SIDANG DEWAN PENGAWAS KODE ETIK PROFESI DAERAH

Pasal 23 Majelis Sidang Pelanggar Kode Etik Profesi

a. Dewan Pengawas Kode Etik Profesibersidang dengan majelis yang terdiri dari sekurang-
kurangnya 3 (tiga) orang anggota yang salah satu merangkap sebagai Ketua Majelis, tetapi harus
selalu berjumlah ganjil.
b. Majelis dapat terdiri dari Dewan Pengawas Kode Etik Profesi atau ditambah dengan Anggota
Ikatan Pekerja Sosial Profesional Indonesia (IPSPI) kompeten menjalankan profesi pekerjaan sosial
serta mempunyai pengetahuan di bidang materi aduan dan menjiwai Kode Etik Profesi Pekerjaan
Sosial.
c. Majelis dipilih dalam rapat Dewan Pengawas Kode Etik Profesi yang khusus dilakukan untuk itu
yang dipimpin oleh Ketua Dewan Pengawas Kode Etik Profesiatau jika berhalangan oleh anggota
dewan lainnya yang disepakati bersama.
d. Setiap dilakukan persidangan, Majelis diwajibkan membuat atau menyuruh membuat berita
acara persidangan yang disahkan dan ditandatangani oleh Ketua Majelis yang menyidangkan
pelanggaran kode etik profesi.
e. Sidang-sidang dilakukan secara tertutup, sedangkan keputusan diucapkan dalam sidang terbuka.

Bagian Keenam CARA PENGAMBILAN KEPUTUSAN

Pasal 24 Cara Pengambilan Keputusan

(1) Setelah memeriksa dan mempertimbangkan pengaduan, pembelaan, bukti-bukti, dan keterangan
saksi-saksi, maka Dewan Pengawas Kode Etik Profesi mengambil keputusan yang dapat berupa :
a. Menyatakan pengaduan dari pengadu tidak dapat diterima
b. Menerima pengaduan dari pengadu dan memutus serta menjatuhkan sanksi-sanksi kepada
teradu.

(2) Keputusan harus memuat pertimbangan-pertimbangan yang menjadi dasarnya dengan merujuk
pada pasal-pasal Kode Etik Profesi yang dilanggar.
(3) Dewan Pengawas Kode Etik Profesi mengambil keputusan dengan suara terbanyak dan
mengucapkannya dalam sidang terbuka dengan atau tanpa dihadiri oleh pihak-pihak yang
bersangkutan, setelah sebelumnya memberitahukan hari, tanggal dan waktu persidangan tersebut
kepada pihak-pihak yang bersangkutan.
(4) Anggota Majelis yang kalah dalam pengambilan suara berhak membuat catatan keberatan yang
dilampirkan di dalam berkas perkara.
(5) Keputusan ditandatangani oleh Ketua dan semua Anggota Majelis, dan apabila ada yang
berhalangan untuk menandatangani keputusan, harus disebut dalam keputusan tersebut.

Bagian Ketujuh SANKSI

Pasal 25 Bentuk dan Pertimbangan

(1) Sanksi yang diberikan lewat keputusan dalam bentuk:

a. Peringatan keras
b. Pemberhentian sementara untuk waktu tertentu
c. Pemecatan dari keanggotaan IPSPI

(2) Dengan pertimbangan atas berat atau ringannya sifat pelanggaran Kode Etik Profesi Pekerjaan
Sosial dapat dikenakan sanksi :

a. Peringatan biasa bilamana sifat pelanggarannya tidak berat


b. Peringatan keras bilamana sifat pelanggarannya berat atau karena mengulangi kembali
melanggar Kode Etik ProfesiPekerjaan Sosial dan/atau tidak mengindahkan sanksi peringatan
yang pernah diberikan
c. Pemberhentian sementara untuk waktu tertentu bilamana sifat pelanggarannya berat, tidak
mengindahkan dan tidak menghormati ketentuan Kode Etik Profesi Pekerjaan Sosial atau
bilamana setelah mendapat sanksi berupa peringatan keras masih mengulangi pelanggaran
Kode Etik Pekerjaan Sosial.
d. Pemecatan dari keanggotaan organisasi profesi bilamana dilakukan pelanggaran Kode Etik
Pekerjaan Sosial dengan maksud dan tujuan merusak citra serta martabat kehormatan profesi
pekerja sosial yang wajib dijunjung tinggi sebagai profesi yang mulia dan terhormat.

(3) Pemberian sanksi pemberhentian sementara untuk waktu tertentu harus diikuti larangan untuk
menjalankan profesi pekerjaan sosial di luar maupun di dalam lembaga pelayanan.
(4) Terhadap mereka yang dijatuhi sanksi pemberhentian sementara untuk waktu tertentu dan atau
pemecatan dari keanggotaan organisasi profesi disampaikan kepada Dewan Pengawas Kode Etik
Profesi Pusat untuk diketahui dan dicatat dalam daftar Pekerja Sosial Profesional yang terkena
sanksi.

Bagian Kedelapan PENYAMPAIAN SALINAN KEPUTUSAN

Pasal 26 Penyampaian Keputusan

Dalam waktu selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari setelah keputusan diucapkan, salinan
keputusan Ikatan Pekerja Sosial Profesional Indonesia diDaerah harus disampaikan kepada :

a. Anggota yang diadukan / teradu


b. Pengadu
c. Dewan Pengawas Kode Etik Profesi Pusat
d. Instansi-instansi yang dianggap perlu apabila keputusan telah mempunyai kekuatan hukum yang
pasti

Bagian Kesembilan

PEMERIKSAAN TINGKAT BANDING OLEH DEWAN PENGAWAS KODE ETIK


PROFESI PUSAT

Pasal 27 Permohonan Banding


(1) Apabila pengadu atau teradu tidak puas dengan keputusan Dewan Pengawas Kode Etik Profesi
Daerah, ia berhak mengajukan permohonan banding atas keputusan tersebut kepada Dewan
Pengawas Kode Etik Profesi.
(2) Pengajuan permohonan banding serta Memori Banding yang sifatnya wajib, harus disampaikan
melalui Ikatan Pekerja Sosial Profesional Indonesia Daerah dalam waktu 21 (dua puluh satu) hari
sejak tanggal yang bersangkutan menerima salinan keputusan.
(3) Dewan Pengawas Kode Etik Daerah setelah menerima Memori Banding yang bersangkutan selaku
pembanding selambat-lambatnya dalam waktu 14 (empat belas) hari sejak penerimaannya,
mengirimkan salinannya melalui surat kilat khusus / tercatat kepada pihak lainnya selaku
terbanding.
(4) Pihak terbanding dapat mengajukan Kontra Memori Banding selambat-lambatnya dalam waktu 21
(dua puluh satu) hari sejak penerimaan Memori Banding.
(5) Jika jangka waktu yang ditentukan terbanding tidak menyampaikan Kontra Memori Banding, ia
dianggap telah melepaskan haknya itu.
(6) Selambat-lambatnya dalam waktu 14 (empat belas hari) sejak berkas perkara dilengkapi dengan
bahan-bahan yang diperlukan, berkas perkara tersebut diteruskan oleh Ikatan Pekerja Sosial
Profesional Indonesia Daerah kepada Dewan Pengawas Kode Etik Profesi.
(7) Pengajuan permohonan banding menyebabkan ditundanya pelaksanaan keputusan Ikatan Pekerja
Sosial Profesional Indonesia Daerah.
(8) Dewan Pengawas Kode Etik Profesi memutus dengan susunan majelis yang terdiri dari sekurang-
kurangnya 3 (tiga) orang anggota atau lebih tetapi harus berjumlah ganjil yang salah satu
merangkap Ketua Majelis.
(9) Majelis dapat terdiri dari Dewan Pengawas Kode Etik Profesi atau ditambah dengan Anggota
Majelis yaitu orang yang menjalankan profesi di bidang pekerjaan sosial serta mempunyai
pengetahuan dan menjiwai Kode Etik Pekerjaan Sosial.
(10) Majelis dipilih dalam rapat Dewan Pengawas Kode Etik Profesi yang khusus diadakan untuk itu yang
dipimpin oleh Ketua Dewan Pengawas Kode Etik Profesi Pusat atau jika berhalangan oleh anggota
dewan lainnya yang tertua.
(11) Dewan Pengawas Kode Etik Profesi memutus berdasar bahan-bahan yang ada dalam berkas perkara,
tetapi jika dianggap perlu dapat meminta bahan tambahan dari pihak-pihak yang bersangkutan
atau memanggil mereka langsung atas biaya sendiri.
(12) Dewan Pengawas Kode Etik Profesi secara preogasi dapat menerima permohonan pemeriksa
langsung dari suatu perkara yang diteruskan oleh Dewan Pengawas Kode Etik Profesi Daerah asal
saja permohonan seperti itu dilampiri surat persetujuan dari kedua belah pihak agar perkaranya
diperiksa langsung oleh Dewan Pengawas Kode Etik Profesi Pusat.
(13) Semua ketentuan yang berlaku untuk pemeriksaan pada tingkat pertama oleh Dewan Pengawas
Kode Etik Profesi Daerah, mutatis mutandis berlaku untuk pemeriksaan pada tingkat banding oleh
Dewan Pengawas Kode Etik Profesi Pusat.

Bagian Kesepuluh

KEPUTUSAN DEWAN PENGAWAS KODE ETIK PROFESI PUSAT

Pasal 28 Keputusan Dewan Pengawas Kode Etik

(1) Dewan Pengawas Kode Etik Profesi dapat menguatkan, mengubah, atau membatalkan keputusan
Dewan Pengawas Kode Etik Profesi Daerah dengan memutus sendiri.
(2) Keputusan Dewan Pengawas Kode Etik Profesi mempunyai kekuatan tetap sejak diucapkan dalam
sidang terbuka dengan atau tanpa dihadiri para pihak dimana hari, tanggal, dan waktunya telah
diberitahukan sebelumnya kepada pihak-pihak yang bersangkutan.
(3) Keputusan Dewan Pengawas Kode Etik Profesi adalah final dan mengikat yang tidak dapat
diganggung gugat dalam forum manapun, termasuk dalam Kongres.
(4) Dalam waktu selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari setelah keputusan diucapkan, salinan
keputusan Dewan Pengawas Kode Etik Profesi harus disampaikan kepada:

a. Anggota yang diadukan/teradu baik sebagai pembanding maupun terbanding


b. Pengadu baik selaku pembanding maupun terbanding
c. Pengurus Daerah
d. Ikatan Pekerja Sosial Profesional Indonesia Daerah yang bersangkutan
e. Dewan Pengurus Pusat
f. Instansi-instansi yang dianggap perlu

(5) Apabila seseorang telah dipecat, maka Dewan Pengawas Kode Etik Profesi atau Ikatan Pekerja
Sosial Profesional Indonesia Daerah meminta kepada Pengurus Pusat untuk memecat orang yang
bersangkutan dari keanggotaan organisasi profesi.
Bagian Kesebelas

KETENTUAN LAIN

Pasal 29 Ketentuan Lain

Dewan Pengawas Kode Etik Profesi berwenang menyempurnakan hal-hal yang telah diatur
tentang Dewan Pengawas dalam Kode Etik Profesi ini dan/atau menentukan hal-hal yang belum
diatur di dalamnya dengan kewajiban melaporkannya kepada Pengurus Pusat Ikatan Pekerja
Sosial Profesional agar diumumkan dan diketahui oleh setiap anggota.

BAB X

KODE ETIK PROFESI& DEWAN PENGAWAS KODE ETIK PROFESI

Pasal 30 Kode Etik & Dewan Pengawas Kode Etik

Kode Etik Profesi ini adalah peraturan tentang Kode Etik Profesi dan ketentuan tentang Dewan
Pengawas Kode Etik Profesi bagi mereka yang menjalankan profesi pekerjaan sosial, sebagai
satu-satunya peraturan Kode Etik Profesi yang diberlakukan dan berlaku di Indonesia.

BAB XI ATURAN PERALIHAN

Pasal 31 Aturan Peralihan

(1) Kode Etik Profesi ini dibuat oleh Ikatan Pekerja Sosial Profesional Indonesia yang disahkan dan
ditetapkan oleh Kongres I pada tanggal 19 Agustus 1998,disempurnakan oleh Kongres III pada
tanggal 20 Februari 2010 dan direvisi pada Kongres IV pada tanggal 4 Juni 2016 di Yogyakarta yang
dinyatakan berlaku bagi setiap orang yang menjalankan profesi pekerjaan sosial di Indonesia tanpa
terkecuali.
(2) Setiap Pekerja Sosial Profesional wajib menjadi anggota Ikatan Pekerja Sosial Profesional Indonesia
sebagaimana tersebut dalam ayat (1) pasal ini.
(3) Apabila terdapat perkara-perkara pelanggaran Kode Etik Profesi yang belum diperiksa dan belum
diputus atau belum berkekuatan hukum yang tetap atau dalam pemeriksaan tingkat banding akan
diperiksa dan diputus berdasarkan Kode Etik Profesi Pekerjaan Sosial ini.

BAB XII PENUTUP


Pasal 32 Pemberlakuan

Kode Etik Profesi Pekerjaan Sosial ini berlaku sejak tanggal ditetapkan

You might also like