Professional Documents
Culture Documents
2. Definisi
Atresia Bilier suatu suatu penghambatan didalam pipa/ saluran-saluran yang membawa
cairan empedu (bile) dari liver menuju ke kantung empedu (gallbladder), yang terjadi akibat
tidak adanya atau obstruksi satu atau lebih kandung empedu ekstrahepatik atau intrahepatik,
yang menyebabkan penyimpanan drainase kandung empedu (Morgan Speer, 2008).
Atresia Bilier adalah suatu keadaan dimana tidak adanya lumen pada traktus ekstrahepatik
yang menyebabkan hambatan aliran empedu atau karena adanya proses inflamasi yang
berkepanjangan yang menyebabkan kerusakan progresif pada duktus bilier ekstrahepartik
sehingga terjadi hambatan aliran empedu (kolestasis) yang mengakibatkan terjadinya
penumpukan garam empedu dan peningkatan bilirubin direk dalam hati dan darah (Julinar,
dkk, 2009).
Kasai mengajukan klasifikasi atresia bilier sebagai berikut :
Klasifikasi Penjelasan Gambar
I Atresia (sebagian atau total)
duktus bilier komunis,
segmen proksimal paten.
3. Etiologi
Faktor penyebab dari Atresia Bilier ini belum jelas. Namun, sebagian besar penulis
berpendapat bahwa Atresia Bilier disebabkan oleh suatu proses inflamasi yang merusak duktus
bilier dan juga akibat dari paparan lingkungan (disebabkan oleh virus) selama periode kehamilan
dan perinatal (Sodikin, 2011). Teori dasar yang berkembang adalah kesalahan embryogenik yang
menetap pada oklusi bilier cabang ekstrahepatik, namun terbantahkan dengan tidak adanya
penyakit kuning pada kelahiran, dan bukti histologis saluran bilier paten yang semakin menghilang
selama bulan-bulan pertama kehidupan. Sebagian ahli menyatakan bahwa faktor genetik ikut
berperan, yang dikaitkan dengan adanya kelainan kromosom trisomi 17,18 dan 21; serta
terdapatnya anomali organ pada 10 – 30% kasus atresia bilier. Namun, sebagian besar penulis
berpendapat bahwa atresia bilier adalah akibat proses inflamasi yang merusak duktus bilier, bisa
karena infeksi atau iskemi.
Ada 2 tipe Atresia Bilier yakni bentuk "janin", yang muncul segera setelah lahir dan biasanya
memiliki kongenital anomali pada organ lainnya seperti pada hati, limpa, dan usus, dan bentuk
"perinatal", terlihat ikterik beberapa minggu setelah kelahiran yang lebih khas dan akan jelas
terlihat pada minggu kedua sampai keempat pasca kelahiran.
Atresia bilier bukanlah penyakit keturunan. Hal ini dibuktikan dengan adanya kasus bayi
lahir kembar identik dengan hanya satu anak yang memiliki penyakit ini. Atresia bilier paling
mungkin disebabkan oleh suatu peristiwa yang terjadi selama hidup janin atau sekitar waktu
kelahiran. Kemungkinan untuk "memicu" hal tersebut bisa saja salah satu atau kombinasi dari
faktor-faktor berikut:
- infeksi virus atau bakteri, implikasi reovirus
- masalah dengan sistem kekebalan tubuh
- komponen abnormal empedu
- kesalahan dalam perkembangan hati dan saluran empedu
Menurut Sodikin (2011), bayi dengan atresia bilier biasanya tampak sehat ketika baru lahir.
Gejala penyakit ini biasanya muncul dalam dua minggu pertama setelah lahir., gejala-gejala
tersebut yaitu :
a. Data Subjektif
- Iritabilitas (bayi menjadi rewel)
- Sulit untuk menenangkan bayi
b. Data Objektif
- Ikterus
Terjadinya kekuningan pertama kali akan terlihat pada sklera dan kulit karena tingkat
bilirubin yang sangat tinggi (pigmen empedu) dalam aliran darah. Mungkin terdapat
sejak lahir. Biasanya tidak terlihat sampai usia 2 hingga 3 minggu.
- Urine berwarna gelap dan menodai popok. Urine gelap yang disebabkan oleh
penumpukan bilirubin (produk pemecahan dari hemoglobin) dalam darah. Bilirubin
kemudian disaring oleh ginjal dan dibuang dalam urine.
- Feses berwarna lebih pucat daripada yang perkirakan atau berwarna putih atau coklat
muda karena tidak ada empedu atau pewarnaan bilirubin yang masuk ke dalam usus
untuk mewarnai feses
- Hepatomegali
- Distensi abdomen
- Splenomegali
Keadaan ini menunjukkan sirosis yang progresif dengan hipertensi portal / tekanan
darah tinggi pada vena porta (pembuluh darah yang mengangkut darah dari lambung,
usus dan limpa ke hati).
- Gangguan metabolisme lemak yang menyebabkan pertambahan berat badan yang
buruk, dan kegagalan tumbuh kembang secara umum.
- Letargi
- Pruritus (gatal disertai ruam)
- Asites
- Jaundice, disebabkan oleh hati yang belum dewasa adalah umum pada bayi baru lahir.
Ini biasanya hilang dalam minggu pertama sampai 10 hari dari kehidupan. Seorang
bayi dengan atresia bilier biasanya tampak normal saat lahir, tapi ikterus berkembang
pada dua atau tiga minggu setelah lahir
- Anoreksia
- Lambat saat makan, kadang-kadang tidak ada nafsu untuk makan
- Kekeringan
- Kerusakan kulit
- Edema perifer
5. Patway
ATRESIA BILIER
Gg. Penyerapan
Obstruksi aliran dari Lemak dan vitamin
lemak dan
hati ke dalam larut lemak tidak
vitamin larut
dapat di absorbsi
lemak
Gg. Supply Proses
darah pd sel Malnutrisi
peradangan Kekurangan vitamin
hepar pada hati larut lemak (A, D, E
Mual Muntah dan K)
Kerusakan Hepatomegaly
ductus
empedu sel Distensi abdomen dan MK : MK : Gg.
hepatik kebutuhan oksigen Kekurangan Pertumbuhan dan
meningkat Volume Cairan perkembangan
Kerusakan sel
MK : Pola nafas
ekskresi MK : Gg. Nutrisi
tidak efektif
kurang dari
kebutuhan tubuh
Bilirubin
Keluar ke aliran
darah dan kulit
Gambar 4. Color Doppler US images in a 32-day-old girl with BA. (a) The presence of hepatic
arterial flow (arrow) extended to the hepatic surface. (b) An arterial waveform was seen in the
enlarged vessel at the hepatic surface.
Gambar 5. Tampak bayangan echo inhomogen pada tekstur hepar, dan dinding yang jelas pada common
bile duct (CBD) (panah)
Gambar 6: Atresia biliaris dan kista sentral. Sonogram oblique yang menggambarkan atresia biliaris dan
kista sentral besar pada porta hepatis.
2. Hepatobiliary scintiscanning (HSS)
Gambar 7 : HSS pada pasien dengan Atresia Bilier yang menunjukkan tidak adanya ekskresi marker ke
usus dalam 24 jam.
Gambar 8. Perempuan 14 tahun dengan Atresia bilier dan transplantasi hepar. Gambaran intensitas
maksimum pada Magnetic resonance cholangiography memperlihatkan batu bilier (panah) pada
proksimal dari duktus hepatikus kiri.
4. Cholangiography Intraoperatif
Kolangiografi intraoperatif dilakukan ketika biopsi hati menunjukkan adanya etiologi
obstruktif. Pemeriksaan ini dilakukan dengan metode memasukkan kontras ke dalam
saluran empedu lalu kemudian difoto X-Ray ketika laparotomi eksploratif dilaksanakan.
Pemeriksaan ini dilakukan ketika pemeriksaan biopsi dan scintiscan gagal menunjukkan
hasil yang adekuat.
Gambar 13. Kolangiogram intraoperatif menggambarkan pengisian kista dan dilatasi sedang duktus
intrahepatis tapi tidak ada hubungan langsung ke duodenum.
7. Rencana Keperawatan
Menurut Nurarif & Kusuma (2015), adapun perencanaan tujuan dan intervensi pada diagnosa
keperawatan yang muncul pada kasus diatas adalah sebagai berikut :
a. Diagnosa 1
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakmampuan mengabsorpsi nutrien
Tujuan :
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama x 24 jam, diharapkan nutrisi anak terpenuh
Kriterian Hasil :
1) Adanya peningkatan berat badan sesuai dengan tujuan
2) Tidak ada tanda-tanda malnutrisi
3) Tidak terjadi penurunan berat badan yang berarti Intervensi
Intervensi :
1) Monitor jumlah nutrisi
R/ Mengetahui pemenuhan nutrisi pasien
2) Kaji pemenuhan nafsu makan pasien
R/ Agar dapat dilakukan intervensi dalam pemberian makanan pada pasien
3) Ajarkan pasien atau keluarga bagaimana membuat catatan makanan harian
R/ Membuat catatan makanan harian dapat memantau pemenuhan nutrisi yang
diperlukan
4) Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan nutisi yang dibutuhkan pasien
R/ Ahli gizi adalah spesialis dalam ilmu gizi yang membantu pasien memilih makanan
sesuai dengan keadaan sakitnya
b. Diagnosa 2
Hipertermia berhubungan dengan penyakit atresia bilier
Tujuan :
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama x 24 jam, diharapkan suhu tubuh dalam
batas normal (36.5-37oC)
Kriteria Hasil :
1) Suhu tubuh dalam rentang normal (36,5-37oC)
2) Nadi dalam rentang normal (100-160x/menit)
3) Pernapasan dalam rentang normal (20-60x/menit)
4) Tidak ada perubahan warna kulit, tidak tampak lemas
Intervensi :
1) Kaji tingkat kenaikan suhu tubuh dan perubahan yang menyertainya
R/ Suhu diatas normal menunjukkan proses infeksi akut sehingga dapat menentukan
intervensi yang tepat
2) Beri kompres hangat pada daerah dahi, aksila dan lipatan paha
R/ Dengan memberikan kompres hangat dapat menurunkan demam
3) Monitor tanda-tanda vital
R/ sebagai indikator perkembangan keadaan pasien
4) Anjurkan keluarga untuk memberikan minum yang cukup kepada bayi
R/ Intake cairan yang adekuat membantu penurunan suhu tubuh serta mengganti jumlah
cairan yang hilang melalui evaporasi
5) Anjurkan untuk menggunakan pakaian tipis dan menyerap keringat
R/ Mempercepat proses evaporasi
6) Kolaborasi dalam pemberian antipiretik
R/ Untuk menurunkan demam dengan aksi sentralnya di hipotalamus
c. Diagnosa 3
Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan distensi abdomen
Tujuan :
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama x 24 jam, diharapkan pola napas kembali
efektif
Kriteria Hasil :
1) Sesak berkurang
2) Frekuensi napas dalam batas normal (22-34x/menit)
3) Irama napas teratur
Intervensi :
1) Kaji keluhan sesak, frekuensi dan irama napas
R/ Dengan mengkaji keluhan sesak, frekuensi dan irama napas dapat mengetahui
sejauh mana kondisi pasien
2) Monitor/kaji pola napas (misalnya: bradipnea, takipnea, hiperventilasi, pernapasan
kusmaul)
R/ Keabnormalan pola napas menyertai obtruksi paru
3) Tinggikan kepala atau bantu mengubah posisi yang nyaman fowler atau semifowler
R/ Duduk tinggi memungkinkan ekspansi paru dan memudahkan pernapasan
4) Kolaborasi pemberian oksigen tambahan bila diperlukan
R/ Terapi oksigen dapat mengoreksi hipoksemia yang terjadi akibat penurunan
ventilasi
d. Diagnosa 4
Kekurangan volume cairan berhubungan kehilangan cairan aktif
Tujuan :
Setelah Diberikan asuhan keperawatan selama…x 24 jam, diharapkan tidak menunjukkan
adanya tanda-tanda dehidrasi dan mempertahankan hidrasi adekuat
Kriteria Hasil :
1) Turgor kulit baik
2) Frekuensi irama nadi dalam rentang normal
3) Frekuensi dan irama nafas dalam rentang normal
4) Elektrolit serum (misalnya natrium, kalium, dan magnesium) dalam batas normal
5) Membrane mukosa lembab
6) Intake dan output cairan seimbang
Intervensi :
1) Kaji masukan dan keluaran, karakter dan jumlah feses, hitung intake dan ouput
R/ untuk memberikan informasi tentang cairan dan juga sebagai pedoman pengganti
cairan
2) Kaji tanda-tanda vital (Suhu, Nadi dan Respirasi) pasien
R/ hipotensi, takikardi, deman dan sesak dapat menunjukan respond terhadap efek
kehilangan cairan
3) Observasi turgor kulit, membrane mukosa, pengisian kapiler dan ukur berat badan tiap
hari
R/ untuk dapat menunjukan kehilangan cairan berlebih
4) Berikan dan pantau cairan intravena sesuai ketentuan
R/ untuk mengobati phatogen khususnya yang mengakibatkan kehilangan cairan
berlebihan
5) Kolaborasi dalam pemberian obat
R/ untuk mempercepat proses penyembuhan
e. Diagnosa 5
Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan gangguan metabolisme
Tujuan :
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama x 24 jam diharapkan integritas kulit tidak
mengalami kerusakan
Kriteria hasil :
1) Ketebalan dan tekstur jaringan normal
2) Tidak ada perubahan warna kulit
3) Tidak adanya gatal-gatal disertai ruam
Intervensi :
1) Monitor warna kulit
R/ Perubahan warna kulit pada pasien menunjukkan
2) Ganti popok jika basah atau kotor
R/ Untuk menjaga kulit anak agar bersih dan kering
3) Memandikan anak dengan sabun dan air hangat
R/ Menjaga agar kulit anak tetap bersih
4) Ubah posisi anak setiap dua jam sekali
R/ Untuk menjaga kelembapan kulit anak
5) Oleskan minyak/baby oil pada daerah gatal
R/ Dengan mengoleskan minyak dapat mengurangi rasa gatal
f. Diagnosa 6
Gangguan tumbuh kembang berhubungan dengan efek ketidakmampuan fisik
Tujuan :
Setelah diberikan asuhan keperawatan x 24 jam diharapkan pertumbuhan dan
perkembangan anak meningkat
Kriteria Hasil :
1) Anak berfungsi optimal sesuai tingkatannya
2) Status nutrisi seimbang
3) Status pertumbuhan sesuai dengan usia anak
Intervensi :
1) Kaji faktor penyebab gangguan perkembangan
2) Kaji asupan nutrisi anak (misalnya kalori dan zat gizi)
3) Pantau kecenderungan kenaikan dan penurunan berat badan
4) Kolaborasi dengan ahli gizi, jumalah kalori dan jenis nutrisi yang dibutuhkan untuk
memenuhi persyaratan gizi yang sesuai
DAFTAR PUSTAKA
Herdman, T. Heather. (2015). NANDA International Inc. Diagnosa Keperawatan: Definisi &
Klasifikasi 2015-2017. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
Julinar, Dianne, Y & Sayoeti, Y. (2009). Atresia Bilier Bagian Ilmu Kesehatan Anak. Jurnal
Kedokteran Andalas, Vol. 33. No.2.
Nurarif, A.H. & Kusuma, H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis
& NANDA NIC-NOC Jilid 2. Jakarta: EGC
Speer Morgan, Kathleen. (2008). Rencana Asuhan Keperawatan Pediatrik dengan Clinical
Pathways. Jakarta: EGC
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta
Selatan: DPP PPNI