You are on page 1of 11

I.

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Darah merupakan cairan tubuh yang terdapat dalam jantung dan pembuluh
darah. Darah terdiri dari dua bagian, yaitu sel-sel darah (butir-butir darah) dancairan
darah (plasma darah). Sel-sel darah merupakan bagian yang mempunyai bentuk. Ada
3 macam sel darah yaitu, sel darah merah (eritrosit), sel darah putih(leukosit), dan
keping darah (trombosit) (Wulangi, 1993).
Darah sendiri merupakan tipe sel yang begitu rentan terhadap kondisi
osmosis, yaitu perubahan media mengakibatkan sel darah menjadi abnormal. Hal ini
dikaitkan dengan kecendrungan sel dalam aliran materi dan media lingkungan,
dimana aliran air terhadap gradien konsentrasi akan mengakibatkan sel pecah
maupun sebaliknya (Bryon dan Doroth, 1973). Pembekuan darah terjadi jika terjadi
luka, hal ini dikarenakan faktor enzim trambokinase, vitamin k, dan ion kalsium,
dimana trombokinase mampu mengubah fibrinogen menjadi benang fibrin yang akan
menutup darah (Campbell, 2009).
Terdapat berbagai respon darah ketika berada pada lingkungan eksternal
yang berbeda. Ketika darah berada pada konsentrasi lingkungan yang lebih tinggi
konsentrasinya maka darah akan mengalami pembengkakan (hipotonik). Hal ini
disebabkan terdapat aliran materi dari luar kedalam sehingga sel akan menggembung
dan pecah atau lisis. Saat darah berada pada lingkungan yang lebih rendah
konsentrasinya maka sel darah akan mengalami pengkerutan (hipertonik),
dikarenakan aliran materi dari dalam ke luar sel. Saat lingkungan eksternal
konsentrasinya sama dengan lingkungan internal maka darah akan mengalami
kondisi isotonik sehingga tidak terjadi perubahan struktur sel (Latief, 2002).

B. Tujuan
Tujuan dari praktikum ini adalah untuk memahami respon sel darah merah
terhadap berbagai macam media yang mempunyai konsentrasi osmotis berbeda dan
mengetahui konsentrasi internal sel darah merah, memahami bentuk dan struktur sel
dan membandingkan bentuk dan struktur sel darah katak dan manusia serta untuk
memahami proses pembekuan darah dan menentukan lamanya waktu pembekuan
darah pada manusia.
II. MATERI DAN CARA KERJA

A. Materi

Alat-alat yang digunakan dalam praktikum kali ini adalah pipet isap,
komparator, batang pengaduk, pembuluh kaca kapiler (pipa kapiler),
mikroskop,object glass dan cover glass, kapas, syring dan lancet.
Bahan yang digunakan adalah darah segar manusia dan darah katak sawah
(Fejervarya cancrivora), akuades, larutan NaCl (0,2 %, 0,4 %, 0,6 %, 0,9 % dan
1 %), kloroform/eter, alkohol 70 % dan larutan EDTA (etil diamin tetra aseticacid).

B. Cara Kerja

a) Mengamati struktur dan bentuk sel darah merah pada darah katak :

1. Katak disiapkan terlebih dahulu kemudian ditusuk pada bagian kepala tepat
pada sistem syaraf (otak) menggunakan batang penusuk, penusukan pada
sistem syaraf ini dilakukan agar katak tidak mati tapi hanya melumpuhkan
sistem syarafnya.
2. Katak diinsisi dengan gunting pada bagian ventral sisi kiri dan kanan,
selanjutnya melintang di bagian posterior jantung. Kulit dan otot katak
diangkat ventral agar tampak jantungnya, kemudian insisi diteruskan hingga
rongga dada terbuka.
3. Spuit injeksi disiapkan dan dibilas dengan larutan EDTA, darah katak dihisap
pada bagian jantung.
4. Darah katak ditempatkan pada cawan yang sudah dibasahi oleh EDTA.
5. Darah katak diteteskan pada objek glass dan ditutup cover glass, kemudian
diamati dibawah mikroskop.

b) Mengamati struktur dan bentuk sel darah merah pada darah manusia:

1. Sediaan darah manusia diperoleh dengan menusuk jari menggunakan lancet


yang sebelumnya lancet dan jari telah dibersihkan dengan alkohol 70% dan di
tampung pada wadah secukupnya
2. Darah yang diperoleh ditempatkan pada cawan yang sebelumnya sudah
dibasahi dengan larutan EDTA.
3. Darah manusia diteteskan pada objek glass dan ditutup cover glass, kemudian
amati dibawah mikroskop.
4. Kedua bentuk dan struktur sel darah merah pada katak dan manusia
dibandingkan

c) Mengamati konsentrasi sel darah merah katak :

1. Sediaan darah katak diambil menggunakan spuit injeksi pada bagain jantung
dengan cara menghisapnya.
2. Kalibrasi dihitung dengan melihat mikrometer pada mikroskop.
3. Darah katak diteteskan menggunakan pipit tetes pada objek glass dan ditutup
dengan cover glass. Kemudian dilihat skala awal darah katak di bawah
mikroskop.
4. Darah katak diteteskan kembali pada objek glass dan tetesan larutan NaCl
0,2%, kemudian dilihat skalanya di bawah mikroskop.
5. Langkah 4 diulang dengan larutan NaCl 0,4%, 0,6%, 0,9% dan 1,0%
kemudian dilihat skalanya di bawah mikroskop.

d) Mengamati konsentrasi sel darah merah manusia :

1. Sediaan darah manusia diperoleh dengan menusuk jari menggunakan


lancet yang sebelumnya lancet dan jari telah dibersihkan dengan
alkohol 70% dan di tampung pada wadah secukupnya.
2. Kalibrasi dihitung dengan melihat mikrometer pada mikroskop.
3. Darah manusia diteteskan menggunakan pipet tetes pada objek glass dan
ditutup dengan cover glass. Kemudian dilihat skala awal darah katak di
bawah mikroskop.
4. Darah manusia diteteskan kembali pada objek glass dan tetesan larutan NaCl
0,2%, kemudian dilihat skalanya di bawah mikroskop.
5. Langkah 4 diulang dengan larutan NaCl 0,4%, 0,6%, 0,9% dan 1,0%
kemudian lihat skalanya di bawah mikroskop.

e) Mengamati waktu beku darah pada darah manusia:


1. Sediaan darah manusia diperoleh dengan menusuk jari menggunakan lancet
steril yang sebelumnya lancet dan jari telah di bersihkan dengan alkohol 70%.
Kemudian darah di tampung pada wadah secukupnya.
2. Ujung pipa kapiler ditempelkan ada tetesan darah yang keluar.
3. Ditunggu 1 menit kemudian pembuluh kaca kapiler dipotong sedikit-demi
sedikit dengan jangka waktu 1 menit sampai terlihat benang fibrin yang
terbentuk yang ditandakan dengan potongan pipa kapiler tetap menggantung
setelah dipatahkan.
4. Waktu yang diperlukan untuk pembekuan darah dicatat sampai terbentuk
benang fibrin.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil pengamatan, konsentrasi sel darah merah katak sawah


(Fejervarya cancrivora) adalah 17,08 dan pada yang telah diberikan NaCl 0,9%
didapatkan konsentrasi sebesar 15,806 μm. Pada darah manusia didapatkan 5 μm
sedangkan pemberian NaCl sebesar 0,9% didapatkan 8,784 μm. Pada katak
seharusnya setelah diberikan larutan NaCl akan memperbesar diameter (Yuwono,
2001), dimana sel akan larutan diluar sel akan masuk ke dalam sel, namun hal ini
mungkin dikarenakan NaCl 0,9% pada sel eutrosit katak memiliki gradien yang
berbeda dengan manusia. Struktrur sel darah pada manusia pada pengamatan lebih
kecil dibandingkan pada sel darah katak sawah (Fejervarya cancrivora), berbentuk
bulat bikonkaf dan tidak berinti, dimana katak lebih berbentuk lonjong, dan berinti.
Menurut Soedjono (1998) tidak adanya inti dan degenerasi pada inti sel darah di
mamalia terjadi ketika mamalia menjadi dewasa dikarenakan aktivitas mamalia yang
tinggi dan hidup di daerah yang paparan oksigennya lebih banyak sehingga sel darah
yang kecil dan tidak berinti mampu secara efisien menangkap lebih banyak oksigen.
Kecilnya ukuran sel darah menjadi indikator luas bidang pengikatan oksigen,
sedangkan menurut Watson (1997) bentuk sel darah yang pipih bikonkaf memiliki
tujuan untuk mudahnya sel darah masuk ke dalam kapiler.
Struktur sel darah merah sendiri sangat mudah berubah jika konsentrasi
didalam darah berbeda dengan di lingkungan. Hal ini terjadi karena adanya peristiwa
osmosis, yaitu proses perpindahan zat pelarut tinggi menuju zat pelarut rendah. Pada
percobaan kita membuat eritosit dalam keadaan hipotonis dengan memberikan
larutan NaCl. Hipotonis sendiri merupakan keadaan dimana konsentrasi larutan di sel
lebih tinggi dibandingkan dengan lingkungan, sebaliknya dengan hipertonis yang
konsentrasi larutan sel lebih tinggi dilingkungan, dan isotonis memiliki konsentrasi
yang sama antara sel dengan lingkungan luarnya (Yuwono, 2001). Penelitian yang
dilakukan Tan, et al. (2010) dengan memakai alat dimana didapatkan komparasi
dimana pada hipotonik memiliki kondisi deformasi yang besar pada sel, sedangkan
pada keadaan hipertonik hanya mengalami deformasi yang kecil.
Darah merupakan komponen dalam sistem sirkulasi yang berperan penting
dalam mendistribusikan berbagai senyawa esensial yang dibutuhkan tubuh. Darah
hewan Vertebrata terdiri atas sel-sel darah yang tersuspensi di dalam plasma dan
beredar menuju organ-organ tubuh. Unsur seluler atau sel darah terbagi menjadi sel
darah merah (eritrosit), sel darah putih (leukosit), dan keping darah (trombosit).
Mamalia mempunyai eritrosit yang tidak berinti, sedangkan hewan dari kelas Pisces,
Amphibia, dan Reptilia mempunyai eritrosit berinti. Eritrosit berinti. Katak memiliki
ukuran eritrosit paling besar, setara dengan diameter kapiler katak yang berkisar
12,5-13,4 µm (Rousdy & Linda, 2018).
Sel darah merah (Eritrosit) merupakan salah satu sel darah dengan jumlah
paling banyak dibandingkan dengan sel darah lainnya. Sel darah merah matang
berbentuk cakram bikonkaf dengan struktur sel yang tidak lengkap dengan tebal 1,5-
2,5 mikron. Darah merah normal mempunyai volume 80-96 Femoliter (1fL = 10-15
liter) dengan diameter kira-kira 7-8 mikron, sama dengan inti limfosit kecil.
Diameter sel darah merah dapat diukur dengan membandingkan sel darah merah
dengan inti limfosit kecil dalam bidang yang sama atau berdekatan. Sel darah merah
hanya terdiri dari membran dan sitoplasma tanpa inti sel. Sel darah merah yang
berukuran lebih besar dari inti limfosit kecil pada apusan darah tepi disebut
makrositik. Sel darah merah yang berukuran lebih kecil dari inti limfosit kecil
disebut mikrositik (Setiawan , Suryani , & Wiharto , 2014).
Sel eritosit pada katak maupun manusia mengalami perbesaran diameter
dengan pemberian konsentrasi NaCl menandakan benarnya terjadi osmosis antara sel
dengan larutan hipotonis, namun naiknya konsentrasi NaCL pada data yang kita
temukan tidak berbanding lurus dengan diameter masing-masing sel darah merah
yang kita dapatkan, contohnya pada data diameter katak dimana dari konsentrasi 0,4
ke 0,6 % mengamalami penurunan, sedangkan pada konsentrasi 0,6 ke 0,9
mengalami peningkatan pada manusia. Katak sendiri mengalami perubahan diameter
yang tidak konsisten juga. Hal ini tidak sesuai dengan pernyataan Yuwono (2001)
dimana larutan hipotonis akan membuat sel semakin membesar karena tekanan dari
arah masuk air kedalam sel, dan bahkan pecah karena tidak kuat menahan tekanan.
Amfibia merupakan salah satu organisme penting di ekosistem teresterial
maupun akuatik. Keberadaannya sering digunakan sebagai bioindikator kerusakan
lingkungan. Hal ini dikarenakan amfibia memiliki sensitivitas yang tinggi terhadap
perubahan lingkungan (Sari, Tjong, & Rahayu, 2016). Sel darah merah pada katak
berbentuk oval, memiliki inti dan ukurannya lebih besar dibandingkan dengan sel
darah merah pada manusia. Berbeda dengan sel darah merah pada manusia yang
bentuknya bikonkaf dan tidak berinti. Bentuk bikonkaf pada sel darah manusia
manusia bertujuan untuk meningkatkan luas permukaan untuk difusi gas. Ukuran sel
darah merah pada katak tiga kali lebih besar dari pada sel darah merah manusia,
namun ukurannya dengan sel darah putih sama besar dan keduanya memiliki inti
sehingga pada darah katak sulit dibedakan antara sel darah merah dan sel darah
putihnya (Mediawati, 2009).
Pembekuan darah adalah rangkaian kompleks dan peristiwa dimana fibrinogen,
protein plasma yang larut diubah menjadi bakuan fibrin yang stabil. Koagulasi darah
disebut juga denga pembekuan darah, hal yang diperlukandalam penggumpalan
darah yaitu garam Ca2+ sel yang luka dan membebaskan trombin dan trompokinase,
dari fibrin dan protombin yang dibentuk dari fibrinogen. Mekanisme pembekuan
darah yaitu sesudah trombosit meninggalkan pembuluh darah kemudian
pecah. Maka trombosit mengeluarkan tromboplastin dan bersama-sama dengan
Ca+ tromboplastin mengaktifkan protrombin menjadi trombin. Trombin sendiri
yaitu enzim yang dapat mengubah fibrinogen menjadi fibrin. Fibrin tersebut
berfungsiuntuk menjaring sel-sel darah merah menjadi sebuah gel atau gumpalan,
fibrinogen yang berfungsi dalam proses koagulasi darah,jika terjadi luka, fibrinogen
ini membentuk benang-benang fibrin (Fuadi, Santoso, & Syauqi, 2018).
Koagulasi darah adalah proses yang melibatkan interaksi berbagai protein
plasma, faktor koagulasi, dan trombosit untuk akhirnya membentuk untaian fibrin
stabil untuk pencegahan perdarahan. Proses ini terdiri dari dua jalur, bernama
intrinsik dan ekstrinsik, yang dipicu oleh berbagai aktivator, tetapi mengarah ke jalur
umum. Jalur umum berakhir dengan konversi bakteriogen menjadi bekuan fibrin
(Isiksacan, Hastar, Erel, & Elbuken, 2018).
Pembekuan darah disebut juga koagulasi darah. Faktor yang diperlukan dalam
penggumpalan darah adalah garam kalsium sel yang luka yang membebaskan
trompokinase, trombin dari protombin dan fibrin yang terbentuk dari fibrinogen.
Mekanisme pembekuan darah dimulai setelah trombosit meninggalkan pembuluh
darah dan pecah, lalu trombosit akan mengeluarkan tromboplastin. Bersama-sama
dengan ion Ca tromboplastin mengaktifkan protrombin menjadi trombin. Trombin
adalah enzim yang mengubah fibrinogen menjadi fibrin. Fibrin inilah yang
berfungsi menjaring sel-sel darah merah menjadi gel atau menggumpal. (Guyton,
1989).
Kisaran waktu terjadinya koagulasi darah adalah 15 detik sampai 2 menit
dan umumnya akan berakhir dalam waktu 5 menit. Waktu koagulasi darah adalah
waktu darah keluar sampai keluarnya benang fibrin (Soewolo, 1999). Faktor-faktor
yang mempengaruhi proses pembekuan darah yaitu tekanan darah, lokasi, kadar
glukosa, protombin, fibrinogen, ikon kalsium, trombokinase, Vitamin K dan
konsentrasi trombosit.(Sadikin, 2002).
IV. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil dan pembahasan dapat disimpulkan sebagai berikut :


1. Sel darah akan membesar ketika diberikan larutan hipotonis, keriput jika
diberikan larutan hipertonik, dan normal ketika diberikan larutan isotonis. Hal
ini dikarenakan sifat osmoritas pada sel dengan larutan.
2. Struktur darah katak berukuran besar, berinti, dan lonjong, sedangkan pada
manusia berukuran kecil, bulat bikonkaf, dan tidak berinti. Hal ini
dikarenakan alam dan aktifitas manusia dan katak yang berbeda, dimana
manusia lebih efisien mengikat oksigen di paparan oksigen yang tinggi dan
aktifitas yang tinggi pula.
3. Waktu normal pembekuan darah adalah 2-5 menit, dan didapatkan
abnormalitas mencapai 17 menit dalam pembekuan darah. Hal ini
dimungkinkan oleh tidak terpenuhinya faktor-faktor pada pembekuan darah
yaitu fibrinogen trombin, prothrombin, tromboplastin, kalsium, proaccelerin,
koagulasi, proconvertin, anthemophilic faktor, komponen tromboplastin,
stuart faktor, faktor antihemophilic C, hageman faktor, dan faktor penstabil.
DAFTAR REFERENSI

Bryon, et al., S. 1973. Text Book of Physiology. St Lourst the Mosby Co. Toppon.
Co. Ltd. Japan.

Campbell. 2009. Biology 8th Edition. Benjamin Cummings, San Fransisco.

Fuadi, M. C., Santoso, H., & Syauqi, A. (2018). Uji Aktivitas Salep Luka dari
Albumin Ikan Sidat (Anguilla bicolor) pada Mencit (Mus musculus). Jurnal
Ilmiah Sains Alami, 20-26.
Guyton, A. 1989. Fisiologi Manusia dan Mekanismenya terhadap Penyakit. Jakarta:
Buku Kedokteran EGC
Isiksacan, Z., Hastar, N., Erel, O., & Elbuken, C. (2018). An optofluidic point-of-
care device for quantitative investigation of erythrocyte aggregation during
coagulation. Journal Sector and Actuators : A Physical, 24-30.
Latief, AS, dkk. 2002. Petunjuk Praktis Anestesiologi: Terapi Cairan Pada
Pembedahan. Ed.Kedua. Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif, FKUI
Mayer H, Follin SA. Fluid and Electrolyte Made Incredibly Easy. 2nd ed.
Pennsylvania:Springhouse:3-189.
Mediawati, Dina, dkk. 2009. Fisiologi Darah Katak dan Manusia. FMIPA.
Universitas Negeri Jakarta.
Rousdy, D. W., & Linda, R. (2018). Hematologi Perbandingan Hewan Vertebrata:
Lele (Clarias batracus) Katak (Rana sp.), Kadal (Eutropis multifasciata)
MERPATI (Columba livia) dan Mencit (Mus musculus). Jurnal Bioma, 1-13.
Sadikin, M. 2002. Biokimia Darah. Jakarta: Widya Medika\

Sari, Y., Tjong, D. H., & Rahayu, R. (2016). Gambaran Darah Katak Fejervarya
limnocharis di Lahan Pertanian yang Menggunakan Pestisida di Sumatera
Barat. Jurnal Ilmiah Biologi, 115-121.
Setiawan , A., Suryani , E., & Wiharto . (2014). Segmentasi Citra Sel Darah Merah
Berdasarkan Morfologi Sel Untuk Mendeteksi Anemia Defisiensi Besi.
Jurnal Itsmart, 2301-7201.
Soedjono, Basuki M.Pd. 1988. Anatomi dan Fisioplogi Manusia. Depdikbud,
Jakarta.
Soewolo. 2000. PengantarFisiologi Hewan. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan
Tinggi. Departemen Pendidikan Nasional.
Watson, Roger. 1997. Anatomi dan Fisiologi untuk Perawat Edisi 10. EGC Buku
Kedokteran, Jakarta.

Wulangi, K. 1993. Prinsip-Prinsip Fisiologi Hewan. UGM press, Yogyakarta.

Y.Tan, D. Sun, W.Huang, and J.Wang. 2010, Mechanical Characterization of


Human Red Blood Cell Under Different Osmotic Conditions by Robotic
Manipulation With Optical Tweezers. Biomedical Enginceering, 57 (7) :
1816-1825.

Yuwono, E. 2001. Fisiologi Hewan I. Fakultas Biologi UNSOED, Purwokerto.

You might also like