You are on page 1of 36

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang


Foto thorax atau sering disebut chest x-ray (CXR) adalah suatu proyeksi
radiografi dari thorax untuk mendiagnosis kondisi-kondisi yang mempengaruhi
thorax, isi dan struktur-struktur di dekatnya. Foto thorax menggunakan radiasi
terionisasi dalam bentuk x-ray. Dosis radiasi yang digunakan pada orang dewasa
untuk membentuk radiografi adalah sekitar 0.06 mSv.
Foto thorax digunakan untuk mendiagnosis banyak kondisi yang melibatkan
dinding thorax, tulang thorax dan struktur yang berada di dalam kavitas thorax
termasuk paru-paru, jantung dan saluran-saluran yang besar. Pneumonia dan gagal
jantung kongestif sering terdiagnosis oleh foto thorax. CXR sering digunakan untuk
skrining penyakit paru yang terkait dengan pekerjaan di industri-industri seperti
pertambangan dimana para pekerja terpapar oleh debu.
Secara umum kegunaan foto thorax/ CXR adalah:
- Untuk melihat abnormalitas congenital (jantung, vaskuler)
- Untuk melihat adanya trauma (pneumothorax, hematothorax)
- Untuk melihat adanya infeksi (umumnya tuberculosis/TB)
- Untuk memeriksa keadaan jantung
- Untuk memeriksa keadaan paru
- Pemanfaatan radiasi yang sudah begitu meluas dalam berbagai bidang
pemanfaatan yaitu kesehatan, industri, penelitian dan pendidikan dan
bervariasinya aktivitas yang digunakan yang disesuaikan dengan tujuan
pemanfaatan. Resiko yang berhubungan dengan penggunaan sumber radiasi
yang terencana umumnya telah dapat diprediksi sehingga persyaratan
keselamatan telah dapat ditentukan. Walaupun begitu kecelakaan masih juga
terjadi dan bahkan terjadi juga kecelakaan yang serius dan mematikan. Oleh
karena itu perhatian dari masyarakat proteksi radiasi mengupayakan pada
usaha untuk pencegahan daripada melakukan penanggulangannya. Salah satu

1
cara yaitu dengan dilakukan pengenalan terhadap peralatan yang
menggunakan sumber radiasi dan zat radioaktif tersebut.
- Pada makalah ini akan dibahas tentang Computed Tomography (CT) Scan
sebagai alat penunjang diagnostik. CT-scan saat ini paling banyak digunakan
untuk melihat potongan penampang lintang dari susunan syaraf pusat (otak)
manusia. Seperti halnya pada diagnostik sinar-X konvensional, CT-scan ini
juga kurang baik untuk pemeriksaan bagian/organ tubuh yang bergerak.
Sehingga sampai saat ini CT-scan lebih banyak digunakan untuk pemeriksaan
bagian kepala.
- Obyek pengawasan Computed Tomography (CT) Scan dalam bidang
kesehatan dan industri dicoba disajikan dalam makalah ini yang meliputi jenis
dan gambaran fisik peralatan, kegunaan serta prinsip kerja/ prosedur
pengoperasian, aspek keselamatan dan potensi bahaya penggunaan dalam
pengoperasiannya.
- Makalah ini bertujuan agar peserta mengetahui tentang jenis peralatan sumber
radiasi yang digunakan dalam pemanfaatan bidang kesehatan dan industri,
prinsip kerja dan sistem serta aspek keselamatan peralatan dalam
pengoperasiannya.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Jenis Pemeriksaan Foto Thorax


1. Fluoroscopy Thorax
Adalah cara pemeriksaan yang mempergunakan sifat tembus sinar
rontgen dan suatu tabir yang bersifat fluorosensi bila terkena sinar tersebut.
Umumnya cara ini tidak dipakai lagi, hanya pada keadaan tertentu yaitu bila
kita ingin menyelidiki pergerakan suatu organ / system tubuh seperti dinamika
alat-alat peredaran darah, misalnya jantung dan pembuluh darah besar, serta
pernapasan berupa diafragma dan aerasi paru-paru.
2. Rontgenography
Adalah pembuatan foto rontgen thorax, yang biasanya dibuat dengan
arah postero-anterior (PA) dan lateral bila perlu. Agar distorsi dan magnifikasi
yang diperoleh menjadi sekecil mungkin, maka jarak antara tabung dan film
harus 1,80 meter dan foto dibuat sewaktu penderita sedang bernapas dalam
(inspirasi maksimal).
3. Bronchography
Adalah pemeriksaan percabangan bronkus, dengan cara mengisi
saluran bronchial dengan salah satu bahan kontras yang bersifat opaque
(menghasilkan bayangan putih pada foto). Bahan kontras tersebut biasanya
mengandung jodium (lipiodol, dionosil, dsb).
Indikasi pemeriksaan ini misalnya pada bronkiektasis untuk meneliti
letak, luas, dan sifat bagian-bagian bronkus yang melebar dan pada tumor
yang terletak dalam lumen bronkus (space occupying lesions), yang mungkin
mempersempit bahkan menyumbat sama sekali bronkus bersangkutan.

3
4. Tomography
Istilah lainnya adalah Plannigrafi, Laminagrafi, atau Stratigrafi.
Pemeriksaan lapis demi lapis dari rongga dada, biasanya untuk evaluasi
adanya tumor atau atelektase yang bersifat padat.

5. Computerized Tomography (Ct-Scan)


Adalah tomography tranversal, dengan X-ray dan computer.
Pemeriksaan ini terutama pada daerah mediastinum.
6. Arteriography
Mengisi kontras pada pembuluh darah pulmonale, sehingga dapat
diketahui vaskularisasi pada mediastinum atau pada paru.

4
7. Angiocardiography
Adalah pemeriksaan untuk melihat ruang-ruang jantung dan pembuluh
darah besar dengan sinar rontgen (fluoroskopi atau rontgenografi), dengan
menggunakan suatu bahan kontras radioopaque, misalnya Hypaque 50%
dimasukkan dalam salah satu ruang jantung melalui kateter secara intravena.

2.2. Indikasi Pemeriksaan Foto Thorax


Indikasi dilakukan antara lain :
1. Infeksi traktus respirasi bawah (TBC Paru, Bronkitis, Pneumonia)
2. Batuk kronis / berdarah
3. Trauma dada
4. Tumor
5. Nyeri dada
6. Metastase neoplasma
7. Penyakit paru kerja
8. Aspirasi benda asing
9. Persiapan pasien pre-operasi
10. Pemeriksaan berkala (follow up) yang objektif

2.3. Pemilihan Proyeksi Pada Posisi Foto Thorax


1. Posisi PA (Postero Anterior)

5
Pada posisi ini film diletakkan di depan dada, siku ditarik kedepan supaya scapula
tidak menutupi parenkim paru.

2. Posisi AP (Antero Posterior)

Dilakukan pada anak-anak atau pada pasien yang tidak koorperatif. Film
diletakkan dibawah punggung, biasanya scapula menutupi parenkim paru. Jantung
juga terlihat lebih besar daripada posisi PA.

3. Posisi lateral dextra & sinistra

6
Posisi ini hendaknya dibuat setelah posisi PA diperiksa. Buatlah proyektil lateral kiri
kecuali semua tanda dan gejala klinis terdapat di sebelah kanan, maka dibuat proyeksi
lateral kanan, berarti sebelah kanan terletak pada film. Foto juga dibuat dalam posisi
berdiri

4. Posisi lateral decubitus

Foto ini hanya dibuat pada keadaan tertentu, yaitu bila klinis diduga ada cairan bebas
dalam cavum pleura, tetapi tidak terlihat pada posisi PA atau lateral. Penderita terbaring
pada satu sisi (kanan atau kiri). Film diletakkan di punggung penderita dan diberikan
sinar dari depan arah horizontal.

5. Posisi apical (lordotik)

7
Foto ini dibuat pada foto PA bila menunjukkan kemungkinan adanya kelainan pada
daerah kedua apex paru. Proyeksi tambahan ini hendaknya hanya dibuat setelah foto rutin
diperiksa dan bila ada kesulitan menginterpretasikan suatu lesi di apex.
6. Foto Oblique Iga

8
Hanya dibuat bila pada PA menunjukkan kemungkinan adanya kelainan pada
daerah apeks kedua paru. Proyeksi tambahan ini hendaknya hanya dibuat setelah foto
rutin diperiksa dan bila ada kesulitan dalam menginterpretasikan suatu lesi di apeks paru.

7. Posisi ekspirasi
Adalah foto thorax PA atau AP yang diambil pada saat penderita dalam ekspirasi
penuh. Hanya dibuat bila foto rutin gagal menunjukkan adanya pneumothorax yang
diduga secara klinis atau suatu benda asing yang terinhalasi.
2.4. Kriteria Kelayakan Foto
Foto thorax harus memenuhi beberapa criteria tertentu sebelum dinyatakan layak
baca. Di antara lain :
1. Faktor Kondisi
Yaitu faktor yang menentukan kualitas sinar-X selama di kamar rontgen (tempat
expose). Faktor kondisi meliputi hal-hal berikut yang biasa dinyatakan dengan
menyebut satuannya.
 Waktu / lama exposure milliseconds (ms)
 Arus listrik tabung mili Ampere (mA)
 Tegangan tabung kilovolt (kV)
Ketiga hal di atas akan menentukan kondisi foto apakah
 Cukup / normal
 Kurang bila foto thorax terlihat putih (samar-samar)
9
 Lebih bila foto thorax terlihat sangat hitam

Dalam membuat foto thorax ada dua kondisi yang dapat sengaja dibuat,
tergantung bagian mana yang ingin diperiksa yaitu :
a. Kondisi pulmo (kondisi cukup) foto dengan kV rendah
Inilah kondisi standard pada foto thorax, sehingga gambaran parenkim dan
corakan paru dapat terlihat. Cara mengetahui apakah suatu foto rontgen pulmo
kondisinya cukup atau tidak :
 Melihat lusensi udara (hitam) yang terdapat di luar tubuh
 Memperhatikan vertebrae thorakalis :
- Pada proyeksi PA kondisi cukup : tampak VTh I-IV
- Pada proyeksi PA kondisi kurang : hanya tampak VTh I
b. Kondisi kosta (kondisi keras / tulang) foto dengan kV tinggi
Cara mengetahui apakah suatu pulmo kondisinya keras atau tidak :
 Pada foto kondisi keras, infiltrate pada paru tidak terlihat lagi. Cara
mengetahuinya adalah dengan membandingkan densitas paru dengan jaringan
lunak. Pada kondisi keras densitas keduanya tampak sama.
 Memperhatikan vertebra thorakalis
- Proyeksi PA kondisi keras : tampak VTh V-VI
- Proyeksi PA kondisi tulang : yang tampak VTh I-XII selain itu densitas
jaringan lunak dan kosta terlihat mirip

2. Inspirasi Cukup
Foto thorax harus dibuat dalam keadaan inspirasi cukup. Cara mengetahuinya
adalah :
a. Foto dengan inspirasi cukup :
 Diafragma setinggi VTh X (dalam keadaan expirasi diafragma setinggi VTh
VII-VIII)
 Kosta VI anterior memotong dome diafragma
b. Foto dengan inpirasi kurang :

10
 Ukuran jantung dan mediastinum meningkat sehingga dapat menyebabkan
salah interpretasi
 Corakan bronkovesikuler meningkat sehingga dapat terjadi salah interpretasi

3. Posisi Sesuai
Seperti telah diterangkan di atas, posisi standard paling banyak dipakai adalah PA
dan lateral. Foto thorax biasanya diambil dalam posisi erect.
Cara membedakan foto thorax posisi AP dan PA adalah :
 Pada foto AP scapula terletak dalam bayangan thorax sementara pada foto PA
scapula terletak di luar bayangan thorax
 Pada foto AP clavicula terlihat lebih tegak dibandingkan foto PA
 Pada foto PA jantung biasanya terlihat lebih jelas
 Pada foto AP gambaran vertebrae biasanya terlihat lebih jelas
 Untuk foto PA label terletak sebelah kiri foto sementara pada foto AP label
terletak di sebelah kanan foto
Cara membedakan foto posisi erect dengan supine :
Erect
 Di bawah hemidiafragma sinistra terdapat gambaran udara dalam fundus gaster
akibat aerofagia. Udara ini samar-samar karena bercampur dengan makanan.
Jarak antara udara gaster dengan permukaan diafragma adalah 1 cm atau kurang.
Udara di fundus gaster ini disebut Magenblase.
 Terdapat gas di flexura lienalis akibat bakteri komensal yang hidup di tempat itu.
Warna lebih gelap.
Supine
 Udara magenblase bergerak ke bawah (corpus gaster) sehingga jarak udara
magenblase dengan diafragma kurang lebih 3 cm. Jadi pada posisi supine udara
magenblase jarang terlihat.

4. Simetris

11
Jarak antara sendi sternoklavikularis dekstra dan sinistra terhadap garis
median adalah sama. Jika jarak antara foto kanan dan kiri berbeda maka foto tidak
simetris.

5. Foto thorax tidak boleh terpotong.

2.5. Interpretasi Foto Thorax


Cara sistematis membaca foto thorax antara lain :
 Cek apakah sentrasi foto sudah benar dan foto dibuat saat penderita inspirasi
penuh. Foto yang dibuat pada waktu ekspirasi bisa menimbulkan keraguan karena
bisa menyerupai suatu penyakit misalnya kongesti paru, kardiomegali, atau
mediastinum melebar. Kesampingkan bayangan yang terjadi karena rambut,
pakaian, atau lesi kulit.
 Cek apakah eksposure sudah benar (bila sudah diperoleh densitas yang benar,
maka jari yang diletakkan di belakang “daerah hitam” pada foto tepat dapat
terlihat). Foto yang pucat karena “underexposed” harus diinterpretasikan dengan
hati-hati, gambaran paru dapat memberi kesan ada edema paru atau konsolidasi.
Foto yang hitam karena “underexposed” bisa memberikan kesan emfisema.
 Cek apakah tulang-tulang (iga, clavicula, scapula, dll) normal.
 Cek jaringan lunak yaitu kulit , subcutan fat, musculi seperti pectoralis mayor,
trapezius, dan sternocleidomastoideus. Pada wanita terlihat mamae serta nipple.
 Cek apakah posisi diafragma normal : diafragma kanan biasanya 2,5 cm lebih
tinggi dibanding kiri. Normalnya pertengahan costae VI depan memotong pada
pertengahan hemidiafragma kanan.
 Cek sinus costophrenicus baik pada foto PA maupun lateral.
 Cek mediastinum superior apakah melebar, ataukah ada massa abnormal, dan
carilah trakea.
 Cek adakah kelainan pada jantung dan pembuluh darah besar. Lebar jantung pada
orang dewasa (posisi berdiri) harus kurang dari separuh lebar dada. Atau dapat
ditentukan melalui CTR (Cardio Thoracalis Ratio).

12
 Cek hilus dan bronkovaskular pattern. Hilus adalah bagian tengah pada paru
dimana tempat masuknya pembuluh darah, bronkus, syaraf dan pembuluh limfe.
Hilus kiri normal lebih tinggi daripada hilus kanan.

2.6. Syarat Foto Thorax Normal


1. Posisi penderita simetris
Hal ini dapat dievaluasi dengan melihat apakah proyeksi tulang korpus vertebra
toracal terletak di tengah sendi sternoclaviculer kanan dan kiri.
2. kondisi sinar x sesuai.
jumlah sinar dan kualitas sinar cukup
3. Film meliputi seluruh kavum thorax, mulai dari puncak cavum thorax sampai sinus
phrenicocostalis kanan dan kiri dapat terlihat pada film tersebut.

2.7. Kelainan Foto Thorax


Berikut ini kelainan radiologi thorax :
1. Kesalahan teknis saat pengambilan foto sehingga mirip suatu penyakit.
- Sendi sternoclavicula sama jauhnya dari garis tengah
- Diafragma letak tinggi,
- Corakan meningkat pada kedua lobus bawah,
- diameter jantung bertambah.

2. Pada jantung : Cardiomegali

13
Setelah dibuat garis-garis seperti di atas selanjutnya kita hitung menggunakan
rumus perbandingan :
CTR= A+B/C x 100%
Ketentuan :
Jika nilai perbandingan di atas nilai 50% dapat dikatakan telah terjadi
pembesaran jantung (cardiomegali).
- Apex cordis tergeser ke bawah kiri pada pembesaran ventrikel kiri
- Apex cordis terangkat lepas dari diafragma pada pembesaran ventrikel kanan

3. Pada Mediastinum : Massa Mediastinum

14
4. Pada Pulmo :
a. Oedema Paru

- Bayangan dengan garis tidak tegas


- Terdapat suatu bronkogram udara
- Tanda “Silhouette” yaitu hilangnya visualisasi bentuk diafragma atau
mediastinum berdekatan

b. Pemadatan Paru, Misalnya Tbc Paru, Pneumonia

15
TB Paru

Pneumonia

- Terlihat pemadatan bercak-bercak dengan bayangan tidak jelas


- Terlihat adanya kavitas (pembentukan abses)

16
c. Kolaps Paru / Atelektasis

Tampak perselubungan homogen pada lapangan paru sebelah kiri yang


menutupi batas kiri jantung, diafragma, dan sinus disertai dengan shift midline
ke kiri.
- Terdapat bayangan lobus yang kolaps
- Ditemukan tanda “Silhouette”
- Pergeseran struktur untuk mengisi ruangan yang normalnya ditempati
lobus kolaps
- Pada kolaps keseluruhan paru tampak opaque dan ada pergeseran hebat
pada mediastinum dan trakea
d. Massa paru, misal : abses paru, kista hydatid
- Ditemukan lesi uang logam (coin lesion) / nodulus

- Terdapat bayangan sferis

17
e. Bayangan kecil tersebar luas
- Bayangan cincin 1 cm bersifat diagnostic bagi bronkiektasis

- Kalsifikasi paru yang kecil tersebar luas dapat timbul setelah infeksi paru oleh
TB
- Area pemadatan kecil berbatas tidak jelas menunjukkan adanya bronkiolitis

f. Bayangan garis
- Biasanya tidak lebih tebal dari garis pensil, yang terpenting adalah garis septal,
dapat terlihat pada limfangitis Ca.

18
g. Sarkoidosis
- Terlihat limfadenopati hilus dan paratrachealis

- Bayangan retikulonodularis pada paru.

h. Fibrosis paru
- Bayangan kabur pada basis paru yang menyebabkan kurang jelasnya garis
bentuk pembuluh darah,kemudian terlihat nodulus berbatas tak jelas dengan
garis penghubung.
- Volume paru menurun, sering jelas, dan translusensi sirkular terlihat
memberikan pola yang dikenal sebagai “paru sarang tawon”, kemudian jantung
dan arteria pulmonalis membesar karena semakin parahnya hipertensi
pulmonalis.

19
i. Neoplasma

- Bayangan bulat dengan tepi tak beraturan berlobulasi dan tepi infiltrasi
- Terdapat kavitas dengan massa
5. Pada Pleura :
a. Efusi Pleura

20
- Terlihat cairan mengelilingi paru, lebih tinggi di lateral daripada medial,
juga dapat berjalan ke dalam fissure terutama ke ujung bawah fissure
oblique

b. Fibrosis Pleura
- Penampilannya serupa dengan cairan pleura, tetapi selalu lebih kecil
daripada bayangan asli. Sudut costophrenicus tetap terobliterasi.

c. Kalsifikasi Pleura

21
- Plak kalsium tak teratur, dapat terlihat dengan atau tanpa disertai penebalan pleura

d. Pneumothorax

- Garis pleura yang membentuk tepi paru yang terpisah dari dinding dada,
mediastinum, atau diafragma oleh udara
- Tidak ada bayangan pembuluh darah di luar garis ini

e. Hematothorax

Hematothorax adalah adanya darah dalam rongga pleura. Sumber darah mungkin
dinding dada, parenkim paru, jantung, atau pembuluh darah besar. Meskipun
beberapa penulis menyatakan bahwa nilai hematokrit setidaknya 50% diperlukan
untuk membedakan hematotoraks dari efusi pleura berdarah, sebagian besar tidak

22
setuju pada setiap perbedaan yang spesifik. Biasanya akibat dari trauma tumpul
atau penetrasi. Lebih jarang, mungkin merupakan komplikasi dari penyakit, dapat
induksi iatrogenik, atau mungkin berkembang secara spontan.

3.1 CT-Scan (Computed Tomography)


CT-Scan (computed tomography) pertama kali digunakan untuk diagnosa
kedokteran pada awal tahun 1970-an. Teknik diagnosa ini dilakukan dengan melewatkan
seberkas sinar-X terkolimasi (lebar ±2 mm) pada tubuh pasien dan berkas radiasi yang
diteruskan ditangkap oleh suatu sistem detektor. Sumber sinar-X berikut detektor
bergerak di suatu bidang mengitari tubuh pasien. Berdasarkan perbedaan respon detektor
pada berbagai posisi penyinaran kemudian dibuat suatu rekonstruksi ulang untuk
mendapatkan gambar bidang tomografi dari objek (pasien) yang disinari.

Prinsip pencitraan akuisisi pada alat CT-Scan


3.2.1 Peralatan CT-Scan
Peralatan CT-Scan terdiri dari :
o Meja tempat pasien
o Gantry scanning yang berisi sumber sinar-X terkolimasi dan susunan
detektor
o Perangkat elektronik untuk akuisisi data
o Generator sinar-X
23
o Komputer, TV-monitor berikut panel kontrol

Gantry scanning

Peralatan untuk
akuisisi data Meja pasien

Peralatan pesawat CT-Scan

Meja pasien dan gantry scanning harus dapat menempatkan posisi pasien pada
posisi yang tepat, akurat dan nyaman, sehingga dari proses rekonstruksi akan didapatkan
hasil tomografi yang benar. Tegangan sinar-X yang digunakan bervariasi dari 50-150 kV
dengan kuat arus antara 0-600 mA. Gambar bidang tomografi yang ditampilkan pada
layar monitor komputer selanjutnya dapat dibuatkan film fotografi (seperti pada
diagnostik konvensional), dicetak pada printer ataupun disimpan dalam disket (floppy
disk).

3.2.2 Penggunaan CT-Scan

CT-scan adalah test diagnostik yang memiliki informasi yang sangat tinggi.
Tujuan utama penggunaan CT-scan adalah mendeteksi perdarahan intra cranial, lesi yang
memenuhi rongga otak (space occupying lesions/ SOL), edema serebral dan adanya
perubahan struktur otak. Selain itu Ct scan juga dapat digunakan dalam mengidentikasi

24
infark , hidrosefalus dan atrofi otak. Bagian basilar dan posterior tidak begitu baik
diperlihatkan oleh CT Scan.
CT-scan ini paling banyak digunakan untuk melihat potongan penampang lintang
dari susunan syaraf pusat (otak) manusia. Pasien yang akan diperiksa harus tidur di meja
pasien. Setelah didapatkan posisi yang dikehendaki, kemudian dilakukan pengambilan
data yang diatur dari panel kontrol. Panel kontrol ini harus terletak di ruang pemeriksaan.
Pengambilan data ini bisa memakan waktu beberapa menit, tergantung dari jenis
pemeriksaan dan tipe pesawat CT-scan yang digunakan.
Setelah data terkumpul, kemudian dilakukan proses rekonstruksi untuk
mendapatkan gambar. Proses rekonstruksi ini merupakan suatu pekerjaan yang sangat
komplek dan hanya dilakukan dengan komputer, sehingga teknik diagnosa ini dikenal
computerized tomography atau computed tomography.
Seperti halnya pada diagnostik sinar-X konvensional, CT-scan ini juga kurang
baik untuk pemeriksaan bagian/organ tubuh yang bergerak. Sehingga sampai saat ini CT-
scan lebih banyak digunakan untuk pemeriksaan bagian kepala.

3.2.3 Prinsip kerja

Pada alat konvensional tube sinar X berputar secara fisik dalam bentuk sirkuler.
Sedangkan pada alat elektron beam tomography (EBT) yang berputar adalah aliran
elektronnya saja.
Data yang dihasilkan akan memperlihatkan densitas dari berbagai lapisan. Pada
saat sinar X melalui sebuah lapisan maka lapisan tersebut akan mengabsorbsi sinar dan
sisanya akan melalui lapisan tersebut yang akan ditangkap oleh detektor yang sensitive
terhadap elektron. Jumlah radiasi yang diabsorbsi akan tergantung pada densitas jaringan
yang dilaluinya. Pada tulang energi yang melalui (penterasi) jaringan itu lebih sedikit
maka akan muncul gambaran berwarna putih atau abu-abu yang terang. Sedangkan pada
cairan serebrospinal dan udara akan menghasilkan gambaran lebih gelap. CT-Scan dapat
memberikan gambaran pada potongan 0,5 -11,3 cm dan memberikan gambaran akurat
pada abnormalitas yang sangat kecil.

25
CT-Scan digunakan di dalam kedokteran sebagai alat diagnostik dan sebagai
pemandu
untuk prosedur intervensi. Kadang-kadang membandingkan material seperti kontras yang
diodinasi kedalam pembuluh darah . Ini berguna bagi menyoroti struktur seperti
pembuluh darah yang jika tidak akan sukar untuk menggambarkan jaringan sekitarnya.
Penggunaan material kontras dapat juga membantu ke arah memperoleh informasi
fungsional tentang jaringan.
Ukuran gambar (piksel) yang didapat pada CT-scan adalah radiodensitas. Ukuran
tersebut berkisar antara skala -1024 to +3071 pada skala housfield unit. Hounsfileds
sendiri adalah pengukuran densitas dari jaringan.
Peningkatan teknologi CT-Scan adalah menurunkan dosis radiasi yang diberikan,
menurunkan lamanya waktu dalam pelaksanaan scaning dan peningkatan kemampuan
merekonstruksi gambar. sebagai contoh, untuk lihat di penempatan yang sama dari suatu
penjuru/sudut berbeda) telah meningkat dari waktu ke waktu. Meski demikian, dosis
radiasi dari CT meneliti beberapa kali lebih tinggi dibanding penyinaran konvensional
meneliti. Sinar-X adalah suatu format radiasi pengion dan tentunya berbahaya.

Gambaran jaringan pada CT-Scan

Jaringan Hounsfield unit Warna abu-abu


Udara -1000 Hitam (↓↓↓)
Lemak -100 Hitam (↓↓)
Cairan cerebrospinal 0 Hitam (↓)
Otak 30 Abu-abu (-)
Darah 100 Putih (↑↑)
Tulang 1000 Putih (↑↑↑)

3.2.4 Aplikasi CT-Scan

Aplikasi CT-Scan pada klinis :


Pada cranial :
- diagnosa dari cerebrovascular accidents dan intracranial hemorrhage
- deteksi tumor; Ct scan dengan kontras lebih sensitif dari MRI

26
- deteksi peningkatan intracranial pressure sebelum dilakukan lumbar puncture
atau evaluasi fungsi ventriculoperitoneal shunt.
- Evaluasi fraktur wajah atau kranial
- Pada kepala/leher/wajah/mulut CT scanning digunakan pada rencana operasi
bagi deformitas kraniofasial dan dentofasial dan evaluasi tumor sinus, nasal,
orbital, dan rencana rekonstruksi implant dental
Pada dada
- mendeteksi perubahan akut ataupun kronik parenklim paru
- evaluasi proses intrestitial kronik (emfisema, fibrosis)
- evaluasi mediatinum dan limfadenopati menggunakan kontrast per IV
- metode pemeriksaan utama pada emboli paru, dan disecsi aorta menggunakan
kontras IV
Pada abdomen dan pelvik
- diagnosa pada batu ginjal, apendisitis, pankreatitis, diverkulitis, anerisma aorta
- abdomen, obstruksi usus
- pilihan pertama mendeteksi trauma menelan benda solid
- CT scan bukan pilhan utama pada pelvik, pilhan pertama adalah ultrasonografi
Pada Ekstremitas
- digunakan pada fraktur kompleks

Pada aplikasi sehari-hari sering dibanding-bandingkan antara penggunaan CT-Scan


dan MRI. MRI adalah sebuah metode pemeriksaan diagnoatik yang mulai digunakan
sejak tahun 1980. gambar yang dihasilkan juga merupakan hasil rekonstruksi komputer.
Namun berbeda dengan CT-Scan MRI tidak menggunakan radiasi ion melainkan
menggunakan medan magnet dan radiofrekuensi.
MRI merupakan studi pilihan bagi evaluasi pada sebagian besar lesi pada otak dan
spinal. MRI melakukan scan terhadap nukleus hidrogen yang merupakan atom terbanyak
ditubuh manusia.

Keuntungan CT Scan dan MRI


Keuntungan penggunaan CT Scan adalah :

27
- dapat digunakan pada pasien dengan implant metal
- lebih sedikit menghasilkan klaustrofobia
- waktu yang dibutuhkan lebih sedikit sehingga tepat untuk pasien emergensi

Keuntungan penggunaan MRI


- tidak terpapar radiasi
- diferensiasi yang lebih baik antara abu-abu dan putih sehingga sangat baik pada
diagnosa MS dan infrak lakunar
- gambaran lebih baik pada fossa posterior
- gambaran lebih baik pada medula spinal
- visualisasi lebih baik secara noninvasif menggunakan MR angiografi

4.1 Cara Pembacaan Foto Cranium


PROYEKSI AP

POSISI PASIEN

 Pasien tidur pada posisi Supine di atas meja pemeriksaan, dengan MSP tubuh
tepat pada Mid Line meja pemeriksaan.

 Kepala diposisikan AP, dengan menempatkan :

 MSP kepala tegak lurus pada bidang film.

 Orbito Meatal Line (OML) tegak lurus dengan bidang film.

 Pastikan tidak terjadi perputaran pada objek kepala

 Letakkan Marker yang sesuai R atau L .Lakukan fiksasi bagian kepala dengan
menggunakan spon dan sand bag agar tidak terjadi pergerakan objek.

 Atur Central Ray Tegak Lurus bidang film tepat dipertengahan film, dengan
menyalakan lampu kolimator dan batasi luas lapangan penyinaran sesuai dengan
besarnya objek.

28
 Atur Central Point tepat pada Glabella atau pada Nasion, dengan memposisikan
glabella atau nasion tepat dipertengahan bidang film.

 Jika sudah siap seluruhnya, lakukan eksposi dengan faktor eksposi yang telah
disesuaikan untuk pemotretan kepala posisi AP.

 Selesai eksposi lanjutkan proses pencucian film

KRITERIA GAMBARAN

 Seluruh kepala tampak pada proyeksi antero posterior, batas atas verteks, batas
bawah simphysis menti, kedua sisi tidak terpotong

 Kepala simetris, jarak batas orbita dengan lingkar kepala sama kiri dan kanan.

 Tampak Sinus frontalis, maksilaris, sinus ethmoidalis, dan crista galli

 Os frontalis tampak jelas. nMarker R/L harus tervisualisasi.

PROYEKSI LATERAL

POSISI PASIEN

 Pasien tidur pada posisi semi Prone di atas meja pemeriksaan, dengan MSP tubuh
tepat pada Mid Line meja pemeriksaan.

 Kepala diposisikan Lateral, dengan menempatkan :

 MSP kepala sejajar pada bidang film.

 Infra Orbito Meatal Line (IOML) sejajar dengan bidang film.

 Inter Pupillary line (IPL) tegak lurus dengan bidang film

 Letakkan Marker yang sesuai R atau L

 Lakukan fiksasi bagian kepala dengan menggunakan spon dan sand bag agar tidak
terjadi pergerakan objek.

29
 Atur Central Ray Tegak Lurus bidang film tepat dipertengahan film, dengan
menyalakan lampu kolimator dan batasi luas lapangan penyinaran sesuai dengan
besarnya objek.

 Atur Central Point tepat pada daerah 5 cm di atas Meatus Acusticus Externa
(MAE), dengan memposisikan daerah tersebut tepat dipertengahan bidang film.

 Jika sudah siap seluruhnya, lakukan eksposi dengan faktor eksposi yang telah
disesuaikan untuk pemotretan kepala posisi Lateral.

 Selesai eksposi lanjutkan proses pencucian film

KRITERIA GAMBARAN

 Seluruh cranium lateral batas atas vertex, batas belakang os occipital, batas depan
soft tissue hidung

 Sella tursica tidak berotasi

 PCP & PCA , Dorsum sellae

 Ramus mandibula superposisi

 Mastoid superposisi

 MAE superposisi

30
PROYEKSI PA

POSISI PASIEN

 Pasien tidur pada posisi Prone di atas meja pemeriksaan, dengan MSP tubuh tepat
pada Mid Line meja pemeriksaan.

 Kepala diposisikan PA, dengan menempatkan :

 Dahi dan hidung menempel meja pemeriksaan

 MSP kepala tegak lurus pada bidang film.

 Orbito Meatal Line (OML) tegak lurus dengan bidang film.

 Dagu diganjal dengan spon

 Pastikan tidak terjadi perputaran pada objek kepala nLakukan fiksasi bagian
kepala dengan menggunakan spon dan sand bag agar tidak terjadi pergerakan
objek

 Atur Central Ray Tegak Lurus bidang film tepat dipertengahan film, dengan
menyalakan lampu kolimator dan batasi luas lapangan penyinaran sesuai dengan
besarnya objek.

31
 Atur Central Point tepat pada Glabella atau pada Nasion, dengan memposisikan
glabella atau nasion tepat dipertengahan bidang film.

 Jika sudah siap seluruhnya, lakukan eksposi dengan faktor eksposi yang telah
disesuaikan untuk pemotretan kepala posisi PA.

 Selesai eksposi lanjutkan proses pencucian film

KRITERIA GAMBARAN

 Keseluruhan cranium dengan batas atas vertex, batas bawah simphysis menti,
bagian samping kanan dan kiri kepala tidak terpotong

 Sinus frontalis, maksilaris, ethmoidalis

 Dorsum sellae, PCA, bagian superior sinus ethmoidalis

 Crista galli

 Lingkar orbita

 Jarak batas lateral kepala simetris

 Marker R/L tervisualisasi

32
BAB III
KESIMPULAN
1. Foto thorax atau sering disebut chest x-ray (CXR) adalah suatu proyeksi
radiografi dari thorax untuk mendiagnosis kondisi-kondisi yang mempengaruhi
thorax, isi dan struktur-struktur di dekatnya.
2. Secara umum kegunaan Foto thorax/CXR adalah :
- untuk melihat abnormalitas congenital (jantung, vaskuler)
- untuk melihat adanya trauma (pneumothorax, haemothorax)
- untuk melihat adanya infeksi (umumnya tuberculosis/TB)
- untuk memeriksa keadaan jantung
- untuk memeriksa keadaan paru-paru
3. Macam-Macam Pemeriksaan: Fluoroscopy Thorax, Rontgenography,
Tomography, Computerized Tomography (Ct-Scan), Bronchography,
Arteriography, Angiocardiography
4. Indikasi Pemeriksaan Foto Thorax: Infeksi traktus respirasi bawah (TBC Paru,
Bronkitis, Pneumonia), Batuk kronis / berdarah, Trauma dada, Tumor, Nyeri dada,
Metastase neoplasma, Penyakit paru kerja, Aspirasi benda asing, Persiapan pasien
pre-operasi, Pemeriksaan berkala (follow up) yang objektif.
5. Pemilihan Proyeksi Pada Posisi Foto Thorax: Posisi PA (Postero Anterior)AP
(Antero Posterior), lateral dextra & sinistra, lateral decubitus, apical (lordotik),
Foto Oblique Iga, ekspirasi.
6. Kriteria Kelayakan Foto : Faktor Kondisi, Inspirasi Cukup, Posisi Sesuai,
Simetris, Foto thorax tidak boleh terpotong.
7. Interpretasi Foto Thorax

33
 Cek apakah sentrasi foto sudah benar dan foto dibuat saat penderita inspirasi
penuh
 Cek apakah eksposure sudah benar (bila sudah diperoleh densitas yang benar
 Cek apakah tulang-tulang (iga, clavicula, scapula, dll) normal
 Cek jaringan lunak yaitu kulit , subcutan fat, musculi
 Cek apakah posisi diafragma normal
 Cek sinus costophrenicus baik pada foto PA maupun lateral
 Cek mediastinum superior apakah melebar, ataukah ada massa abnormal, dan
carilah trakea
 Cek adakah kelainan pada jantung dan pembuluh darah besar
 Cek hilus dan bronkovaskular pattern
8. Syarat Foto Thorax Normal: Posisi penderita simetris, kondisi sinar x sesuai, Film
meliputi seluruh kavum thorax, mulai dari puncak cavum thorax sampai sinus
phrenicocostalis kanan dan kiri dapat terlihat pada film tersebut.
9. Kelainan Foto Thorax: Kesalahan teknis saat pengambilan foto sehingga mirip
suatu penyakit, Pada jantung : Cardiomegali, Pada mediastinum : Massa
Mediastinum. Pada pulmo :Oedema paru, Pemadatan paru, misalnya TBC Paru,
Pneumonia, Kolaps Paru / Atelektasis, Massa paru, Bayangan kecil tersebar luas,
Bayangan garis, Sarkoidosis, Fibrosis paru, Neoplasma. Pada pleura : Efusi
pleura, Fibrosis Pleura, Kalsifikasi Pleura, Pneumothorax, Hematothorax. Pada
Diafragma: Paralisis Diafragma, Eventrasi Diafragma
10. CT-scan merupakan test diagnostik yang memiliki informasi yang sangat tinggi.
11. CT-scan memerlukan waktu yang singkat dalam menegakkan diagnostik sehingga
tepat sebagai pemeriksaan penunjang untuk pasien-pasien emergensi.
12. Pelaksanaan CT-scan sendiri tidak memiliki kontraindikasi pada pasien, serta
tidak memiliki bahaya yang fatal kecuali pada dosis radiasi yang tinggi atau telah
terakumulasi. Sedangkan bahaya sesungguhnya dapat terjadi pada penggunaan
kontras.

34
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA

1. Lemone P, Burke K.(2004). Medical Surgical Nursing : clinical


thinking in client care.ed-3 . New Jersey : Pearson.
2. International Atomic Energy Agency, Safety Report Series No. 34,
Radiation Protection and the Management of Radioactive Waste in the
Oil and Gas Industry, IAEA, Vienna (2003).
3. Studi Penyusunan Konsep Peraturan untuk Keselamatan Radiasi
Fasilitas Iradiator dan Lingkungan. Jurusan Fisika, Fakultas MIFA,
UGM, Yogyakarta, 2004.
4. Sjahriar, Rasad . 2005. Radiologi Diagnostik. Edisi ke-2. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI.
5. Rusdi Gazali,Malueka.2008. Radiologi Diagnostik. Yogyakarta:
Pustaka Cendekia Press
6. Amstrong Peter, L.Wastie Martin. 1989. Pembuatan Gambar
Diagnostik. Jakarta : EGC.

35
36

You might also like