You are on page 1of 15

MAKALAH

FORMULASI TEKNOLOGI SEDIAAN STERIL

PREFORMULASI DAN FORMULASI TETES TELINGA

Di Susun Oleh :

Nira Setiawati 1508010117

Liani Sugesi 1508010119

Melda Henara 1508010123

Shinta Setiani Safitri 1508010125

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO

2017

1
DAFTAR ISI

Cover
Daftar Isi

BAB I Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
BAB II Preformulasi
BAB IV Formulasi
BAB III Kesimpulan
Daftar Pustaka

2
BAB I
PENDAHULUAN
Sediaan obat tetes atau biasa juga disebut dengan “Guttae” adalah sediaan cair
berupa larutan, emulsi, atau suspensi. Dimaksudkan untuk obat dalam atau obat luar,
digunakan dengan cara meneteskan menggunakan penetes yang menghasilkan tetesan
setara dengan tetesan yang dihasilkan penetes baku dalam Farmakope Indonesia. Obat
tetes digunakan dengan cara meneteskan ke dalam minuman atau makanan.

a. Macam – MacamObattetes
 Tetes telinga (Guttae Auriculares)
 Tetes hidung (Guttae Nasales)
 Tetes mata (Guttae Ophthalmicae)
 Tetes mulut (Guttae Oris)

b. Defenisi Obat Tetes Telinga


 FI III : Guttae Auriculares, tetes telinga adalah obat tetes yang digunakan untuk
telinga dengan cara meneteskan obat ke dalam telinga. Kecuali dinyatakan lain, tetes
telinga dibuat menggunakan cairan pembawa bukan air.
 Ansel : Tetes telinga adalah bentuk larutan, suspensi atau salep yang digunakan
pada telinga dengan cara diteteskan atau dimasukkan dalam jumlah kecil ke dalam
saluran telinga untuk melepaskan kotoran telinga (lilin telinga) atau untuk mengobati
infeksi, peradangan atau rasa sakit.
 DOM King : Tetes telinga adalah bahan obat yang dimasukkan ke dalam saluran
telinga, yang dimaksudkan untuk efek lokal, dimana bahan – bahan obat tersebut
dapat berupa anestetik lokal, peroksida, bahan – bahan antibakteri dan fungisida,
yang berbentuk larutan, digunakan untuk membersihkan, menghangatkan, atau
mengeringkan telinga bagian luar.
 Formulasi Steril : Obat Tetes telinga adalah larutan zat aktif dalam air atau dalan
pembawa lain yang digunakan dengan meneteskan ke dalam lubang telinga.
c. Sediaan Untuk Tetes Telinga
 Sediaan untuk menghilangkan serumen
Serumen adalah kombinasi sekresi keringat dari kelenjar sebaseous dan kanal
eksternal auditori. Sekresi ini jika mengering akan membentuk masa semisolida lengket
dan dapat mengikat sel epithelial, rambut rontok, debu dan benda asing lainnya yang
masuk ke dalam liang telinga. Akumulasi serumen secara berlebihan dalam telinga dapat
menyebabkan rasa gatal, nyeri, dan mengganggu pendengaran, jika tidak di keluarkan
secara periodic, maka serumen dapat mengeras dan menghilangkannya akan lebih sulit
serta menimbulkan rasa sakit. Untuk melunakkan serumen yang sudah memadat

3
digunakan minyak mineral ringan, minyak nabati, dan hydrogen peroksida. Saat ini
digunakan larutan surfaktan sintetik. Salah satu dari agen ini adalah kondensat trietanol
amin polipeptida oleat, yang secara komersial diformulasi dengan pembawa propilen
glikol, digunakan untuk emulsifikasi serumen untuk mempermudah pengeluarannya.
Sediaan lainnya adalah karbamida peroksida (6,5%) dalam campuran gliserin,
propilen glikol, dan asam sitrat. Pada saat berkontak dengan serumen, karbamida
peroksida melepas oksigen yang merusak integritas dari wax serumen yang memadat,
sehingga mudah dihilangkan.
 Sediaan antiseptik
Agen anti septic sering digunakan untuk pengobatan penyakit kanal eksternal
telinga. Beberapa antiseptik biasa digunakan untuk profilaksis pembedahan telinga.
Sediaan antiseptik etologi dipasarkan hanya sebagai larutan asam asetat (cuka). Sedian
asam asetat (biasanya larutan 2-5%) menunjukkan aktivitas antibakteri dan antijamur.
Sangat bermanfaat untuk P. Aeruginosa, Staphilooccus, b hemoliticstreptococci,
candidaspesies, dan Aspergillus. Tidak ada mikroorganisme yang resisten terhadap
sediaan ini. Larutan asam asetat pada telinga luar biasanya dapat ditoleransi dan
nonsensitisasi, hanya instalasi kedalam jaringan telinga tengah dapat menimbulkan rasa
nyeri.Larutan asam asetat dapat dikombinas idengan aluminium asetat atau senyawa
steroid karena bersifat antiinflamasi dan antipruritik. Ada kecenderungan larutan asam
asetat menginduksi lapisan keratin yang akan meningkatkan jaringan mati dalam
liangselnya. Hal iniakan mempengaruhi infeksi dan memperlambat proses
penyembuhan.
Antiseptikumum, sepertipovidon iodine, klorheksidinglukonat, dan heksakhlorofen
dapat digunakan ototopikal untuk profilaksis pembedahan. Paling umum digunakan
adalah povidon jodium karena spectrum aktivitasnyalebar terhadap mikroflora,
mikrozoa, dan virus. Selama profilaksis pembedahan, antiseptikharus di cegah jangan
sampai memasuki telinga tengah karena menghambat migrasi fibrolast selama proses
penyembuhan.
 Sediaan antijamur
Kebanyakan infeks iotomikotok adalah konsekuensi dari pengobatan dengan
antibiotika. Dengan cara pembersihankan aleksternal telinga dan menghentikan
pengobatan (dengan antibiotika), biasanya cukup untuk menghilangkan infeksi.
 Sediaan tetes antimikroba
Sediaan satu kelompok, obat tetes antimikroba otik paling banyak diminta dokter
melalui resep. Kebanyakan sediaan ini mengandung campuran antibiotika yang
dikombinasikan dengan agens steroid. Untuk aktivitas bakterisid dapat ditambahkan
asam asetat atau suatau alkohol. Beberapa dari sediaan ini mengandung asam asetat

4
sebagai agen antibakteri utama. Kebanyakan formulasi untuk sediaan ini mempunyai
pH rendah antara 3-5, sama dengan kenal eksternal telingan normal.
 Sediaan serbuk
Sediaan serbuk sudah digunakan sejak lama dalam pengobatan otologi. Pada
awalnya digunakan dalam bentuk serbuk tabor untuk pengobatan otitis kronis.
Terutamanya berguna untuk rongga mastoid. Berbeda dengan sediaan otik lainnya.
Serbuk tidak bisa menyebabkan nyeri pada waktu pemberian. Untuk instilasi
(pemasukan) obat serbuk dapat digunakan suatu alat ‘in sulfator’ ke dalam kanal
eksternal telinga atau rongga mastoid. Sediaan antibiotika yang sesuai untuk alat
insulfator antaralain,kloramfenikol-sulfanilamid-fungizone,kloramfenikol-sulfanilamida-
fungizone-hidrokortison.
 Sediaan Anestetika
Agen anestetika digunakan untuk menghilangkan nyeri terkait dengan infeksi,seperti
otitis eksternal,otitis media,dan miringitis gelembung (bullous).dapat pula digunakan
secara local sebelum operasi,pada umumnya selama miringotomi pada pasien dengan
membran timpanik tidak rusak atau utuh. Kebanyakan sediaan anestetik mengandung
benzokain karena benzokain diabsorbsi buruk melalui kulit sehingga terlokalisasi untuk
waktu lama,hanya saja efektifitasnya sulit diramalkan. Benzokain diketahui pula menjadi
penyebab reaksi hipersensitivitas.
 Sediaan Lain
Propilenglikoln adalah pembawa yang baik untuk beracam obat tetes
antibiotika,menunjukkan efek dehidrasi terhadap jamur, dan meningkatkan efektifitas
pengobatan antijamur lainnya.kadang-kadang menimbulkan kontak dermatitis pada saat
pengunaan pada pasien. Kortikosteroid kadang-kadang di tambahkan pada bermacam
obat tetes kombinasi ototopikal untuk mengurangi inflamasi dan gatal-gatal berkaitan
dengan infeksi telinga akut. Kortikosteroid dapat pula digunakan untuk pengobatan
pertama dermatosis pada kanal eksternal telinga,terutama psoriasis dan dermatitis
seboreika.pembuatan sediaan otik ini didasarkan pada pembuatan sediaan steril
sehingga cara sterilisasi dan teknik aseptik yang di gunakan sama dengan cara sterilisasi
dan teknik aseptik untuk preparasi obat steril,seperti injeksi.

5
BAB II

PREFORMULASI

1. Gliserin
a. Fungsi : Pengental.
b. Alasan pemilihan : Karena bentuknya kental dapat memungkinkan
kontak antara obat dengan jaringan telinga lebih lama, dan karena sifat
higroskopisnya memungkinkan menarik kelembapan dari jaringan telinga sehingga
mengurangi peradangan dan membuang lembab yang tersedia untuk proses
kehidupan mikroorganisme yang ada(6).
c. Rumus Molekul : C3H8O3,
d. Sinonim : Croderol; E422; glycerine; Glycon G-100;
Kemstrene; Optim; Pricerine; 1,2,3-propanetriol; trihydroxypropane glycerol.
e. BM : 92,09.
f. Deskripsi : Jernih, tidak berwarna, tidak berbau, kental,
cairan higroskopis, tetapi memilikirasa manis,sekitar 0,6 kali semanis sukrosa.
g. Kelarutan : sedikit larut dalam aseton, praktis tidak latur
dalam benzene, kloroform, oils; larut dalam etanol (95%), methanol, air; larut
dalam 11 bagian etil asetat, 500 bagian eter.
h. Inkompatibilitas : Agen pengoksidasi kuat seperti chromium
trioxide, potassium chlorate, or potassium permanganate.
i. Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik pada tempat yang
kering dan sejuk (7)

2. Natrium Bikarbonat
a. Fungsi : Zat Aktif
b. Alasan pemilihan : (tambah)
c. Rumus Molekul : Na2CO3
d. Sinonim : natrium subcarbonas, natrium bikarbonat
e. BM : 106
f. Deskripsi : hablur tidak berwarna, atau serbuk hablur putih
g. Kelarutan : Mudah larut dalam air, lebih mudah larut dalam air
mendidih
h. Farmakologi : sebagai antasidum ( tambah)
i. Titik lebur : 2700C
j. Stabilitas : pH antara 6-7,5
k. Penyimpanan : Disimpan dalam wadah tertutup baik

6
3. Aquadestilata
 Fungsi : Pelarut.
 Sinonim : Aqua, hydrogen oxide.
 Rumus Molekul : H2O.
 BM : 18,02.
 Deskripsi : Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau, tidak
berasa.
 Kelarutan : Larut dalam beberapa pelarut polar.
 Titik Lebur : 100 º C.
 pH : 5-7.
 BJ : 1.
 Inkompatibilitas : Logam alkali, calcium oxide, magnesium oxide.
 Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat.

BAB III

FORMULASI

7
a. Formula Umum
R/ Zat aktif
Bahan tambahan :
- Pengental
- Pensuspensi (untuk bentuk sediaan suspensi)
- Antioksidan
- Dll
Teori Bahan Pembantu
 Cairan pembawa/pelarut
Digunakan cairan yang mempunyai kekentalan yang cocok agar mudah menempel
pada dinding telinga. Umumnya digunakan propilenglikol atau gliserin. Keuntungan
pelarut ini adalah karenaviskositas yang cukup tinggi hingga kontak dengan permukaan
mukosa telinga akan lebih lama (Art of Compounding him 257).
Sifat higroskopis dari pelarut ini menyebabkan terjadinya prosespenarikan lembab
sehingga mengurangi pembengkakan jaringan dan pertumbuhan mikroorganisme
dengan cara membuang lembab yang tersedia untuk proses kehidupan mikroorganisme
yang ada. Selain itu dapat juga dipakai etanol 90%, heksilen glikol, dan minyaklemak
nabati (Ansel him 569).
(Repetitorium) Ex : kloramfenikol (kelarutan dalam air 1 : 400 dan dalam
propilenglikol 1 : 7), maka dipakai pelarut propilenglikol untuk memperoleh larutan obat
tetes telinga yang efektif dan cukup kental.
 Pensuspensi (FI III, hal 10)
Dapat digunakan sorbitan (Span), polisorbat (Tween) atau surfaktan lain yang cocok
 Pengental
Dapat ditambahkan pengental agar viskositas larutan cukup kental. Viskositas
larutan yang meninggi membantu memperkuat kontak antara sediaan dengan
permukaan yang terkena infeksi/mukosa telinga.
 Pengawet (The Pharmaceutical Codex; Ansel, 569)
Pengawet umumnya ditambahkan ke dalam sediaan tetes telinga, kecuali
sediaan itu sendiri memiliki aktivitas antimikroba (The Pharmaceutieal Codex
hlm 158). Pengawet yang biasanya digunakan adalah klorobutanol (0,5%),
timerosal (0,01%), dan kombinasi paraben-paraben (Ansel him 569). Bila
aktivitas antinikroba didapat dari Zat Aktif, harus tetap digunakan
pengawet,kecuali aktivitas antimikroba didapat dari eksipient yang lain.
 Antioksidan (Ansel hal. 569)
Jika diperlukan antioksidan dapat ditambahkan ke dalam sediaan tetes telinga,
misalnya Nadisulfida/Na-bisulfit.

8
 Keasaman-kebasaan
Kecuali dinyatakan lain pH larutan antara 5,0-6,0. (FI III, hal 10)Sedangkan pada
“The Art of Compound, hal. 257” disebutkan bahwa pH optimum larutan
air untuk pengobatan telinga adalah 5-7,8. Umumnya tidak dikenhendaki dalam
suasana basa karena tak fisiologis dan malah memberikan medium optimum
untuk pertumbuhan bakteri/terjadi infeksi
 Tonisitas & Sterilisasi
Tidak mutlak diperlukan, sebaiknya steril
 Viskositas
Harus kental agar dapat lebih lama bertahan di telinga.

b. Metode Dan ProsedurPembuatan


Disesuaikan dengan jenis sediaannya (larutan, suspensi, atauemulsi).
1. Semua zat ditimbang pada kaca arloji sesuai dengan formula dan segera
dilarutkan dengan aqua bidestilata (hati-hati bila pembawa OTT yang akan digunakan
bukan aquabidest, mungkin tampak lebih cocok bila dilarutkan dalam pembawa)
secukupnya. Jika terdapat beberapa zat, maka segera dilarutkan sebelum menimbang
zat berikutnya. (Sangat tidak memungkinkan pada ujian praktek coz ruang timbang ada
di luar ruangan steril, so tampak harus timbang semua zat dulu, baru dicampur-campur
di ruang steril disesuaikan dengan metide sterilisasi yang akan digunakan)
2. Semua bahan dimasukkan ke dalam gelas piala yang dilengkapi dengan batang
pengaduk, dan dilarutkan dalam aqua bidestilata. Kaca arloji dibilas dengan aqua
bidestilata minimal sebanyak dua kali.
3. Setelah zat larut, larutan tersebut dituang ke dalam gelas ukur hingga volume
tertentu di bawah volume yang seharusnya dibuat (contoh : jika dibuat 100 mL larutan,
larutan dalam gelas ukur diatur tepat hingga 75 mL _ ini maksudnya + 25mL digunakan
untuk membilas-bilas wadah yang digunakan, sehingga bisa meminimalkan kehilangan
zat aktif, misal melekat pada wadah; selengkapnya bisa dilihat di Buku Petunjuk
Praktikum Steril hlm 25) Suspensi tetes telingasecara aseptis, diisikan langsung dari
gelas ukur ke dalam botol steril yang telah dikalibrasi. Tutup dengan pipet tetesnya
kemudian dipasang. (mengacu pada pembuatan suspensi tetes mata di Petunjuk
Praktikum Steril hlm 36). Petunjuk Praktikum Likuida & Semisolida, hal 34 ; Pembuatan
sediaan suspensi steril dilakukan secara aseptik, di mana semua bahan yang akan dibuat
sediaan disterilisasi dulu dengan cara yang sesuai, kemudian dicampur di bawah Laminar
Air Flow.
4. Penandaan pada etiket harus juga tertera ’Tidak boleh digunakan lebih dari 1
bulan setelah tutup dibuka’.

9
c. Cara Penggunaan Tetes Telinga
(Menyuruh orang lain untuk membantumu menggunakan tetes telinga ini akan
membuat prosedur menjadi lebih mudah)
1. Bersihkan telingamu dengan kapas wajah yang basah kemudian keringkan
telingamu
2. Cuci tanganmu dengan sabun dan air
3. Hangatkan tetes telinga mendekati suhu tubuh dengan cara memegang
wadahnya dalam tanganmu selama beberapa menit
4. Jika tetes telinga merupakan suspensi yang berkabut, kocok botol dengan baik
selama 10 detik
5. Periksa ujung penetes untuk meyakinkan bahwa tidak pecah atau retak
6. Tarik obat ke dalam penetes
7. Miringkan telinga yang terinfeksi ke atas atau ke samping
8. Hindari menyentuh ujung penetes pada telinga atau apapun, tetes telinga dan
penetesnya harus tetap terjaga bersih
9. Teteskan sejumlah yang benar ke telinga. Kemudian tarik penetesnya dari telinga
agar tetesannya dapat turun ke saluran telinga.
10. Tahan agar telingamu tetap miring selama beberapa menit atau masukkan kapas
telinga yang lembut ke dalam telingamu.
11. Letakkan kembali penetesnya pada botol dan tutup kencang penutupnya.
12. Cuci tanganmu untuk menghilangkan bahan-bahan obat yang mungkin ada.

BAB III
FORMULASI

10
R/ Sodium Bikarbonat
Gliserin
Aquabidest

a. ALASAN PEMILIHAN:

1. Zat Aktif (Natrium Bikarbonat)


Natrium Bikarbonat, obat ini mudah larut dalam air. Larutan berair dari natrium
bikarbonat memiliki pH 6-7,5 . Obat ini juga dapat disimpan dalam wadah tertutup
baik (tambah)
2. Pengental / Antioksidan (Gliserin)
Karena bentuknya kental dapat memungkinkan kontak antara obat dengan
jaringan telinga lebih lama, dan karena sifat higroskopisnya memungkinkan
menarik kelembapan dari jaringan telinga sehingga mengurangi peradangan dan
membuang lembab yang tersedia untuk proses kehidupan mikroorganisme yang
ada
3. Aquadestilata
Karena Sodium Bikarbonat sulfat hampir larut dalam air

b. Pembuatan tetes telinga

Sodium bikarbonat dilarutkan dalam aquadestilata dan diaduk hingga


homogen.

Gliserin ditambahkan sedikit demi sedikit kedalam campuran dan diaduk


hingga homogen.

Dimasukkan dalam wadah gelas atau plastic berukuran kecil dengan


memakai alat penetes

Di evaluasi sediaan tetes telinga yang dibuat

11
Evaluasi
I. Evaluasi Fisika
 Organoleptik (bau, rasa, warna)
Dilakukan dengan cara melihat warna, mencium bau, dan rasa dari
sediaan tetes telinga.
 Kejernihan larutan

Masukkan sediaan ke tabung reaksi

Sinari dari atas/samping dengan latar belakang sehelai papan yang


separuhnya dicat hitam dan separuh dicat putih

Latar belakang hitam dipakai untuk menyelidiki kotoran berwarna muda,


sedangkan latar belakang putih untuk kotoran berwarna gelap.

 Volume terpindahkan

Tuang isi perlahan-lahan dari tiap wadah ke dalam gelas ukur kering
terpisah (kapasitas gelas ukur tidak lebih dari dua setengah kali volume
yang diukur dan telah di kalibrasi) secara hati-hati agar tidak membentuk
gelembung udara

Diamkan selama tidak lebih dari 30 menit

Jika telah bebas dari gelembung udara, ukur volume dari tiap campuran

Volume rata-rata larutan yang diperoleh dari 10 wadah tidak kurang dari
100% dan tidak satupun volume wadah yang kurang dari 95% dari volume
yang tertera pada etiket(3).

 Penetapan pH

12
Cek pH larutan dengan menggunakan pH meter atau kertas indikator
universal.

 Kebocoran

sediaan dalam kemasan diletakkan terbalik dengan ujung dibawah ketika


disterilisasi akhir

Apabila wadah bocor maka isi dari wadah akan keluar

 Pengemasan dan Penyimpanan:


Dilakukan pengemasan primer di white area,
dandikemasdalamwadahgelasatau plastic berukurankecil (5-15 mL)
dengan memakai alat penetes; pengemasan sekunder di black
area.Penyimpanan di tempat yang sejukdankering, dibawah 25 º C dan
jauh dari cahaya

BAB IV

13
KESIMPULAN

Tetes telinga adalah larutan, suspensi, atauemulsidarisatuataulebihzataktifdalam


air, dilarutkandalametanol, gliserin, propilenglikol, ataupembawa lain yang cocok.
Tetes telinga merupakan cairan untukpengobatansaluran pendengaran eksternal
dan kadang-kadang telinga tengah serta kebanyakan memiliki efek lokal. Tetes telinga
umumnya berbentuk larutan, emulsi atau suspensi dari satu atau lebih zat aktif dalam
cairan yang cocok untuk penggunaan pada meatus auditori (ronggatelinga)
tanpa tekanan berbahayapada gendang telinga namun pada pembuatan guttae
auriculares, biasanya bentuk yang paling sering digunakan adalah bentuk larutan.
Bagian luartelinga yang tertutupkulit, mudah terkena kondisi dermatologi, maka guttae
auriculares paling banyak berbentuk larutan.

DAFTAR PUSTAKA

14
Depkes. RI. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Jakarta: Depkes RI.
Depkes. RI. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta: Depkes RI.
Howard, C.Ansel. 1989. Pengantar bentuk sediaan Farmasi Edisi 4 . Jakarta : UI Press
Moh.Anief.1998. Ilmu Meracik Obat Teori dan Praktek.Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press
R.Voight. Buku Pembelajaran Teknologi Farmasi. Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press.

15

You might also like