Professional Documents
Culture Documents
Di Susun Oleh :
FAKULTAS FARMASI
2017
1
DAFTAR ISI
Cover
Daftar Isi
BAB I Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
BAB II Preformulasi
BAB IV Formulasi
BAB III Kesimpulan
Daftar Pustaka
2
BAB I
PENDAHULUAN
Sediaan obat tetes atau biasa juga disebut dengan “Guttae” adalah sediaan cair
berupa larutan, emulsi, atau suspensi. Dimaksudkan untuk obat dalam atau obat luar,
digunakan dengan cara meneteskan menggunakan penetes yang menghasilkan tetesan
setara dengan tetesan yang dihasilkan penetes baku dalam Farmakope Indonesia. Obat
tetes digunakan dengan cara meneteskan ke dalam minuman atau makanan.
a. Macam – MacamObattetes
Tetes telinga (Guttae Auriculares)
Tetes hidung (Guttae Nasales)
Tetes mata (Guttae Ophthalmicae)
Tetes mulut (Guttae Oris)
3
digunakan minyak mineral ringan, minyak nabati, dan hydrogen peroksida. Saat ini
digunakan larutan surfaktan sintetik. Salah satu dari agen ini adalah kondensat trietanol
amin polipeptida oleat, yang secara komersial diformulasi dengan pembawa propilen
glikol, digunakan untuk emulsifikasi serumen untuk mempermudah pengeluarannya.
Sediaan lainnya adalah karbamida peroksida (6,5%) dalam campuran gliserin,
propilen glikol, dan asam sitrat. Pada saat berkontak dengan serumen, karbamida
peroksida melepas oksigen yang merusak integritas dari wax serumen yang memadat,
sehingga mudah dihilangkan.
Sediaan antiseptik
Agen anti septic sering digunakan untuk pengobatan penyakit kanal eksternal
telinga. Beberapa antiseptik biasa digunakan untuk profilaksis pembedahan telinga.
Sediaan antiseptik etologi dipasarkan hanya sebagai larutan asam asetat (cuka). Sedian
asam asetat (biasanya larutan 2-5%) menunjukkan aktivitas antibakteri dan antijamur.
Sangat bermanfaat untuk P. Aeruginosa, Staphilooccus, b hemoliticstreptococci,
candidaspesies, dan Aspergillus. Tidak ada mikroorganisme yang resisten terhadap
sediaan ini. Larutan asam asetat pada telinga luar biasanya dapat ditoleransi dan
nonsensitisasi, hanya instalasi kedalam jaringan telinga tengah dapat menimbulkan rasa
nyeri.Larutan asam asetat dapat dikombinas idengan aluminium asetat atau senyawa
steroid karena bersifat antiinflamasi dan antipruritik. Ada kecenderungan larutan asam
asetat menginduksi lapisan keratin yang akan meningkatkan jaringan mati dalam
liangselnya. Hal iniakan mempengaruhi infeksi dan memperlambat proses
penyembuhan.
Antiseptikumum, sepertipovidon iodine, klorheksidinglukonat, dan heksakhlorofen
dapat digunakan ototopikal untuk profilaksis pembedahan. Paling umum digunakan
adalah povidon jodium karena spectrum aktivitasnyalebar terhadap mikroflora,
mikrozoa, dan virus. Selama profilaksis pembedahan, antiseptikharus di cegah jangan
sampai memasuki telinga tengah karena menghambat migrasi fibrolast selama proses
penyembuhan.
Sediaan antijamur
Kebanyakan infeks iotomikotok adalah konsekuensi dari pengobatan dengan
antibiotika. Dengan cara pembersihankan aleksternal telinga dan menghentikan
pengobatan (dengan antibiotika), biasanya cukup untuk menghilangkan infeksi.
Sediaan tetes antimikroba
Sediaan satu kelompok, obat tetes antimikroba otik paling banyak diminta dokter
melalui resep. Kebanyakan sediaan ini mengandung campuran antibiotika yang
dikombinasikan dengan agens steroid. Untuk aktivitas bakterisid dapat ditambahkan
asam asetat atau suatau alkohol. Beberapa dari sediaan ini mengandung asam asetat
4
sebagai agen antibakteri utama. Kebanyakan formulasi untuk sediaan ini mempunyai
pH rendah antara 3-5, sama dengan kenal eksternal telingan normal.
Sediaan serbuk
Sediaan serbuk sudah digunakan sejak lama dalam pengobatan otologi. Pada
awalnya digunakan dalam bentuk serbuk tabor untuk pengobatan otitis kronis.
Terutamanya berguna untuk rongga mastoid. Berbeda dengan sediaan otik lainnya.
Serbuk tidak bisa menyebabkan nyeri pada waktu pemberian. Untuk instilasi
(pemasukan) obat serbuk dapat digunakan suatu alat ‘in sulfator’ ke dalam kanal
eksternal telinga atau rongga mastoid. Sediaan antibiotika yang sesuai untuk alat
insulfator antaralain,kloramfenikol-sulfanilamid-fungizone,kloramfenikol-sulfanilamida-
fungizone-hidrokortison.
Sediaan Anestetika
Agen anestetika digunakan untuk menghilangkan nyeri terkait dengan infeksi,seperti
otitis eksternal,otitis media,dan miringitis gelembung (bullous).dapat pula digunakan
secara local sebelum operasi,pada umumnya selama miringotomi pada pasien dengan
membran timpanik tidak rusak atau utuh. Kebanyakan sediaan anestetik mengandung
benzokain karena benzokain diabsorbsi buruk melalui kulit sehingga terlokalisasi untuk
waktu lama,hanya saja efektifitasnya sulit diramalkan. Benzokain diketahui pula menjadi
penyebab reaksi hipersensitivitas.
Sediaan Lain
Propilenglikoln adalah pembawa yang baik untuk beracam obat tetes
antibiotika,menunjukkan efek dehidrasi terhadap jamur, dan meningkatkan efektifitas
pengobatan antijamur lainnya.kadang-kadang menimbulkan kontak dermatitis pada saat
pengunaan pada pasien. Kortikosteroid kadang-kadang di tambahkan pada bermacam
obat tetes kombinasi ototopikal untuk mengurangi inflamasi dan gatal-gatal berkaitan
dengan infeksi telinga akut. Kortikosteroid dapat pula digunakan untuk pengobatan
pertama dermatosis pada kanal eksternal telinga,terutama psoriasis dan dermatitis
seboreika.pembuatan sediaan otik ini didasarkan pada pembuatan sediaan steril
sehingga cara sterilisasi dan teknik aseptik yang di gunakan sama dengan cara sterilisasi
dan teknik aseptik untuk preparasi obat steril,seperti injeksi.
5
BAB II
PREFORMULASI
1. Gliserin
a. Fungsi : Pengental.
b. Alasan pemilihan : Karena bentuknya kental dapat memungkinkan
kontak antara obat dengan jaringan telinga lebih lama, dan karena sifat
higroskopisnya memungkinkan menarik kelembapan dari jaringan telinga sehingga
mengurangi peradangan dan membuang lembab yang tersedia untuk proses
kehidupan mikroorganisme yang ada(6).
c. Rumus Molekul : C3H8O3,
d. Sinonim : Croderol; E422; glycerine; Glycon G-100;
Kemstrene; Optim; Pricerine; 1,2,3-propanetriol; trihydroxypropane glycerol.
e. BM : 92,09.
f. Deskripsi : Jernih, tidak berwarna, tidak berbau, kental,
cairan higroskopis, tetapi memilikirasa manis,sekitar 0,6 kali semanis sukrosa.
g. Kelarutan : sedikit larut dalam aseton, praktis tidak latur
dalam benzene, kloroform, oils; larut dalam etanol (95%), methanol, air; larut
dalam 11 bagian etil asetat, 500 bagian eter.
h. Inkompatibilitas : Agen pengoksidasi kuat seperti chromium
trioxide, potassium chlorate, or potassium permanganate.
i. Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik pada tempat yang
kering dan sejuk (7)
2. Natrium Bikarbonat
a. Fungsi : Zat Aktif
b. Alasan pemilihan : (tambah)
c. Rumus Molekul : Na2CO3
d. Sinonim : natrium subcarbonas, natrium bikarbonat
e. BM : 106
f. Deskripsi : hablur tidak berwarna, atau serbuk hablur putih
g. Kelarutan : Mudah larut dalam air, lebih mudah larut dalam air
mendidih
h. Farmakologi : sebagai antasidum ( tambah)
i. Titik lebur : 2700C
j. Stabilitas : pH antara 6-7,5
k. Penyimpanan : Disimpan dalam wadah tertutup baik
6
3. Aquadestilata
Fungsi : Pelarut.
Sinonim : Aqua, hydrogen oxide.
Rumus Molekul : H2O.
BM : 18,02.
Deskripsi : Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau, tidak
berasa.
Kelarutan : Larut dalam beberapa pelarut polar.
Titik Lebur : 100 º C.
pH : 5-7.
BJ : 1.
Inkompatibilitas : Logam alkali, calcium oxide, magnesium oxide.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat.
BAB III
FORMULASI
7
a. Formula Umum
R/ Zat aktif
Bahan tambahan :
- Pengental
- Pensuspensi (untuk bentuk sediaan suspensi)
- Antioksidan
- Dll
Teori Bahan Pembantu
Cairan pembawa/pelarut
Digunakan cairan yang mempunyai kekentalan yang cocok agar mudah menempel
pada dinding telinga. Umumnya digunakan propilenglikol atau gliserin. Keuntungan
pelarut ini adalah karenaviskositas yang cukup tinggi hingga kontak dengan permukaan
mukosa telinga akan lebih lama (Art of Compounding him 257).
Sifat higroskopis dari pelarut ini menyebabkan terjadinya prosespenarikan lembab
sehingga mengurangi pembengkakan jaringan dan pertumbuhan mikroorganisme
dengan cara membuang lembab yang tersedia untuk proses kehidupan mikroorganisme
yang ada. Selain itu dapat juga dipakai etanol 90%, heksilen glikol, dan minyaklemak
nabati (Ansel him 569).
(Repetitorium) Ex : kloramfenikol (kelarutan dalam air 1 : 400 dan dalam
propilenglikol 1 : 7), maka dipakai pelarut propilenglikol untuk memperoleh larutan obat
tetes telinga yang efektif dan cukup kental.
Pensuspensi (FI III, hal 10)
Dapat digunakan sorbitan (Span), polisorbat (Tween) atau surfaktan lain yang cocok
Pengental
Dapat ditambahkan pengental agar viskositas larutan cukup kental. Viskositas
larutan yang meninggi membantu memperkuat kontak antara sediaan dengan
permukaan yang terkena infeksi/mukosa telinga.
Pengawet (The Pharmaceutical Codex; Ansel, 569)
Pengawet umumnya ditambahkan ke dalam sediaan tetes telinga, kecuali
sediaan itu sendiri memiliki aktivitas antimikroba (The Pharmaceutieal Codex
hlm 158). Pengawet yang biasanya digunakan adalah klorobutanol (0,5%),
timerosal (0,01%), dan kombinasi paraben-paraben (Ansel him 569). Bila
aktivitas antinikroba didapat dari Zat Aktif, harus tetap digunakan
pengawet,kecuali aktivitas antimikroba didapat dari eksipient yang lain.
Antioksidan (Ansel hal. 569)
Jika diperlukan antioksidan dapat ditambahkan ke dalam sediaan tetes telinga,
misalnya Nadisulfida/Na-bisulfit.
8
Keasaman-kebasaan
Kecuali dinyatakan lain pH larutan antara 5,0-6,0. (FI III, hal 10)Sedangkan pada
“The Art of Compound, hal. 257” disebutkan bahwa pH optimum larutan
air untuk pengobatan telinga adalah 5-7,8. Umumnya tidak dikenhendaki dalam
suasana basa karena tak fisiologis dan malah memberikan medium optimum
untuk pertumbuhan bakteri/terjadi infeksi
Tonisitas & Sterilisasi
Tidak mutlak diperlukan, sebaiknya steril
Viskositas
Harus kental agar dapat lebih lama bertahan di telinga.
9
c. Cara Penggunaan Tetes Telinga
(Menyuruh orang lain untuk membantumu menggunakan tetes telinga ini akan
membuat prosedur menjadi lebih mudah)
1. Bersihkan telingamu dengan kapas wajah yang basah kemudian keringkan
telingamu
2. Cuci tanganmu dengan sabun dan air
3. Hangatkan tetes telinga mendekati suhu tubuh dengan cara memegang
wadahnya dalam tanganmu selama beberapa menit
4. Jika tetes telinga merupakan suspensi yang berkabut, kocok botol dengan baik
selama 10 detik
5. Periksa ujung penetes untuk meyakinkan bahwa tidak pecah atau retak
6. Tarik obat ke dalam penetes
7. Miringkan telinga yang terinfeksi ke atas atau ke samping
8. Hindari menyentuh ujung penetes pada telinga atau apapun, tetes telinga dan
penetesnya harus tetap terjaga bersih
9. Teteskan sejumlah yang benar ke telinga. Kemudian tarik penetesnya dari telinga
agar tetesannya dapat turun ke saluran telinga.
10. Tahan agar telingamu tetap miring selama beberapa menit atau masukkan kapas
telinga yang lembut ke dalam telingamu.
11. Letakkan kembali penetesnya pada botol dan tutup kencang penutupnya.
12. Cuci tanganmu untuk menghilangkan bahan-bahan obat yang mungkin ada.
BAB III
FORMULASI
10
R/ Sodium Bikarbonat
Gliserin
Aquabidest
a. ALASAN PEMILIHAN:
11
Evaluasi
I. Evaluasi Fisika
Organoleptik (bau, rasa, warna)
Dilakukan dengan cara melihat warna, mencium bau, dan rasa dari
sediaan tetes telinga.
Kejernihan larutan
Volume terpindahkan
Tuang isi perlahan-lahan dari tiap wadah ke dalam gelas ukur kering
terpisah (kapasitas gelas ukur tidak lebih dari dua setengah kali volume
yang diukur dan telah di kalibrasi) secara hati-hati agar tidak membentuk
gelembung udara
Jika telah bebas dari gelembung udara, ukur volume dari tiap campuran
Volume rata-rata larutan yang diperoleh dari 10 wadah tidak kurang dari
100% dan tidak satupun volume wadah yang kurang dari 95% dari volume
yang tertera pada etiket(3).
Penetapan pH
12
Cek pH larutan dengan menggunakan pH meter atau kertas indikator
universal.
Kebocoran
BAB IV
13
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
14
Depkes. RI. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Jakarta: Depkes RI.
Depkes. RI. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta: Depkes RI.
Howard, C.Ansel. 1989. Pengantar bentuk sediaan Farmasi Edisi 4 . Jakarta : UI Press
Moh.Anief.1998. Ilmu Meracik Obat Teori dan Praktek.Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press
R.Voight. Buku Pembelajaran Teknologi Farmasi. Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press.
15