You are on page 1of 103

46

TINJAUAN TERHADAP TERJEMAHAN AL-QURAN AL-KARIM


BACAAN MULIA KARYA H.B.JASSIN

(Analisa Terhadap Terjemahan karya H.B. Jassin Pada Surat Ar-Rahman dan
Perbandingannya dengan terjemahan Departemen Agama Republik Indonesia)

NASRULLOH

NIM : 1982414681

JURUSAN TERJEMAH
FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2003

TINJAUAN TERHADAP TERJEMAHAN AL-QURAN AL-KARIM


BACAAN MULIA KARYA H.B.JASSIN

46
47

(Analisa Terhadap Terjemahan karya H.B. Jassin Pada Surat Ar-Rahman dan
Perbandingannya dengan terjemahan Departemen Agama Republik Indonesia)

Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Adab dan Humaniora
Untuk memenuhi persyaratan memperoleh
Gelar Sarjana Sasatra (S.S)

Oleh :
NASRULLOH
NIM:1982414681
Pembimbing,

Drs. HD. Sirojuddin. AR, M.Ag


NIP:150 234 507

JURUSAN TERJEMAH
FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2003

47

48
PENGESAHAN PANITIA UJIAN

Skripsi berjudul “TINJAUAN TERHADAP TERJEMAHAN ALQUR’AN


AL-KARIM BACAAN MULIA KARYA H.B. JASSIN(Analisa Terhadap Terjemahan
karya H.B. Jassin Pada Surat Ar-Rahman dan Perbandingannya dengan terjemahan Departemen
Agama Republik Indonesia) telah diujikan dalam sidang Munaqasyah Fakultas Adab dan
Humaniora UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 1 Oktober 2008, Skripsi ini telah
diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Sastra (S.S) pada program studi
Tarjamah.
Jakarta, 1 Oktober 2008

Sidang Munaqasyah

Ketua Merangkap Anggota Sekretaris Merangkap Anggota Drs. Ikhwan Azizi. M.A

Akhmad Syaekhuddin. M.Ag


NIP: 150 262 446 NIP: 150 303 001

Anggota
Drs. HD. Sirojuddin. AR, M.Ag

NIP:150 234 507

48
49
49

50
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Setiap muslim sudah tentu mempunyai keinginan untuk dapat membaca dan memahami
Al-Qur'an dalam gaya bahasa yang asli, yaitu Bahasa Arab. Tetapi karena tiap orang tidak
mempunyai kemampuan atau kesempatan yang sama, maka tidaklah keinginan tersebut di atas
dapat dicapai oleh setiap muslim. Untuk itulah maka Al-Qur'an diterjemahkan ke dalam berbagai
bahasa di dunia.1
Terjemahan Al-Qur'an ke dalam berbagai bahasa dunia di antaranya telah dilakukan
dalam bahasa Persia, Turki, Urdu, Tamil, Pastaho, Jepang, Perancis, Spanyol, dan berbagai
bahasa di kepulauan timur dan beberapa Bahasa Afrika. Juga terdapat terjemahan dalam bahasa
China. Terjemahan dalam Bahasa Urdu yang pertama dimulai oleh Syah Abdul Qodir dari Delhi
(wafat tahun 1826). Kemudian setelah itu banyaklah dilakukan orang terjemahan ke dalam
Bahasa Urdu, yang sebagian dari hasil terjemahannya tidak sampai selesai.
Di antara terjemahan yang lengkap dan masih dipergunakan sampai saat ini ialah
terjemahan dari Syah Rafiuddin, Syah Asyraf Ali Thanawi dan Maulvi Nazir Ahmad, mereka
semua dari Delhi.
Beberapa tahun terakhir Al-Qur'an telah diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa atas
bantuan Rabithah Al Alam Al Islami dan Dar Al Ifta Wa Al Irsyad yang bermarkas di Saudi 1
Departemen Agama, Al-Qur'an dan Terjemahannya, (Semarang : PT. Karya Toha Putra, 1990),
h.30

50
51
Arabia. Mujamma’ Khadim Al Haramain Al Syarifain Al Malik Fahd untuk pencetakkan
mushaf telah mencetak terjemahan Al-Qur'an dalam berbagai bahasa seperti Inggris, Perancis,
Turki, Urdu, China, Hausa, dan Indonesia.2
Berbagai hasil penerjemahan Al-Qur'an di dunia ini ternyata bayak membawa nilai
positif, baik bagi penerjemah itu sendiri maupun bagi pembacanya, di antaranya adalah seorang
penerjemah Al-Qur'an dalam Bahasa Inggris Marmaduke Pickthall, ia telah menerjemahkan
AlQur'an dalam gaya bahasa sastra. Karena latar belakang tersebut ia akhirnya memeluk Islam
karena menganggap Islam agama yang mudah dipahami oleh setiap orang dan sebagai agama
yang rasional.3
Keperluan kita akan berbagai ilmu agama yang bersumber dari Al-Qur'an rnemang sangat
besar dan tidak ada batasnya, akan tetapi untuk memahaminya ternyata memang bukan hal yang
mudah, terutama bagi para pembaca yang tidak memahami gaya bahasa Al-Qur'an. Oleh sebab
itu saat ini di tengah berbagai berita dan opini, serta makin pesatnya ilmu pengetahuan di
Indonesia, hasil karya terjemahan Al-Qur'an ke dalam Bahasa Indonesia sangat memberi
kontribusi dalam proses pemahaman isi Al-Qur'an.
Semua terjemahan itu pada umumnya ditulis dalam bahasa prosa, hal mana tiada
mengherankan karena yang dipentingkan oleh para penerjemah yang pada umumnya guru-guru
agama, ialah isi kandungan kitab suci itu. Juga disebabkan karena Al Qur'an itu sendiri secara
visuil disusun sebagai prosa, meskipun sebenarnya bahasanya sangat puitis dan ayat-ayatnya
dapat disusun sebagai puisi dalam pengertian sastra. Maka tidaklah mengherankan pula apabila
belakangan ini ada usaha-usaha dari para penyair untuk mempuitisasikan terjemahan ayat-
ayatnya, seperti yang mula-rnula dilakukan oleh beberapa penyair Islam golongan pujangga baru
2 Ibid., h.35.
3 H.B. Jassin, Al-Qur'anul Karim-Bacaan Mulia, (Jakarta: PT. Jambatan, 1991), cet. Ke-
3, h. XVI 51

52
di antaranya Rifa'i Ali dan kemudian setelah perang dunia kedua oleh Diponegoro,
Syu'bah Asa, Ali Audah, Taufik Ismail, Ajip Rosyidi, dan lain-lain.4
Terjemahan Al-Qur'an dalam Bahasa Indonesia yang beredar saat ini sudah cukup
banyak. Di antaranya yang terpopuler adalah Tafsir Qur'an Karim Mahmoed Joenoes yang terbit
pertama kali tahun 1938, Al Furqan A. Hasan, terbit tahun 1953, Tafsir Annur karya TM. Hashi
Ash Siddieqy yang jilid pertamanya terbit pada tahun 1956 dan jilid X dan terakhir tahnn 1973,
Tafsir Qur'an H. Zainuddin Hamidy dan Fachruddin HS tahun 1960, dan yang terkemudian
AlQur'an dan terjemahnya yang
pertama kali terbit tahun 1970, dengan sponsor Departemen Agama Republik Indonesia.5
Dari sekian banyak tokoh penerjemah Al-Qur'an yang berusaha menerjemahkan dengan
gaya bahasa syair dan prosa, melalui skripsi ini saya akan menyajikan seorang tokoh penyair
yang semasa hidupnya banyak menghasilkan karya sastra dan berhasil menerjemahkan Al-Qur'an
dengan gaya bahasa puisi, ia adalah Hans Bague Jassin.
Sebagai seorang yang bergelut dalam dunia sastra tentunya ia mempunyai banyak
pengalaman dalam menulis karya yang identik dengan dirinya, salah satu karya yang cukup
populer di kalangan masyarakat pecinta Al-Qur'an adalah terjemahan Al-Qur'anul Karim-Bacaan
Mulia yang hasil terjemahannya bergaya puitis. Karena alasan tersebut maka penulis merasa
termotivasi untuk menuangkannya dalam bentuk skripsi dengan judul “TINJAUAN
TERHADAP TERJEMAHAN AL-QUR'ANUL KARIM BACAAN MULIA
KARYA
H.B. JASSIN”.
Pendapat H.B. Jassin tentang penerjemahan Al-Qur'an adalah bahwasanya untuk
memperoleh terjemahan puitis yang efektif diperlukan perbendaharaan kata yang luas untuk 4
H.B. Jassin, Pengantar Al Qur’anul Karim-Bacaan Mulia, (Jakarta: PT. Jambatan, 1978), cet.
Ke-1, h.12
5 Ibid.

52

53
memungkinkan mencari kata-kata sinonim yang lebih merdu bunyinya atau jumlah suku
katanya memungkinkan irama yang lebih harmonis dalam hubungan kandungan makna. Kata-
kata sinonim diperlukan supaya ada variasi dalam pengungkapan sesuai dengan keindahan bunyi
dan keserasian irama.

Begitu pula kata-kata yang dimiliki oleh terjemahan yang puitis sebenarnya bersifat
netral. Oleh karenanya menurut ia kata-kata yang dikatakan puitis adalah kata-kata yang menurut
bunyinya enak didengar. Contoh :

Artinya : l. Menurut terjemahan Departemen Agama

"mengapa kamu mengatakan apa yang tidak kamu perbuat"


2. Menurut terjemahan H.B.Jassin

“mengapa kamu katakan

apa yang tiada kamu lakukan?

Artinya : 1. Menurut terjemahan Departement Agama

“mereka yang memelihara sholat”

2. Menurut terjemahan H.B.Jassin

“mereka yang setia menjalankan sembahyang”


Selain itu penulis ingin mengetahui bagaimana langkah-langkah H.B. Jassin dalam
menerjemahkan kitab suci tersebut, karena sebagaimana tercantum dalam berbagai buku yang
berkaitan dengan hasil terjemahannya ia bukanlah seorang tokoh agama dan ia menyelesaikan 53

54
hasil terjemahannya ini di beberapa kota besar di dunia seperti Kuala Lumpur,
Amsterdam, Berlin, Paris, London, Singapura, Jakarta, dan beberapa kota kecil di mancanegara.
B.
Pembatasan dan Perumusan Masalah

Berdasarkan hasil karya terjemahan Al-Qur'an versi H.B. Jassin, bayak hal menarik yang
dapat diperoleh darinya. Kesemuanya itu tidak mungkin dapat dibahas dalam satu kali penulisan,
oleh karena itu penulis membatasi masalah dalam skripsi ini hanya pada analisa terhadap
terjemahan Al-Quran Karya H.B. Jassin dalam surat Ar-Rahman, aspek penggunaan bahasa,
diksi, dan pola penerjemahannya.
Dalam penyajian karya ilmiah ini penulis juga menyajikan beberapa contoh hasil
terjemahan H.B. Jassin dan membandingkannya kepada hasil terjemahan Departeman Agama
R.I.
Atas dasar latar belakang masalah di atas penulis akan mendapatkan permasalahan yang
akan dirumuskan sebagai berikut:
1. Siapa H.B. Jassin dan mengapa ia tertarik menerjemahkan kitab suci Al-Qur'an ?
2. Mengapa ia menerjemahkan Al-Qur'an secara Puitis ?
3. Apakah seluruh ayat dalam surat Ar-Rahman ia terjemahkan secara puitis ?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian terhadap hasil karyanya antara lain:


1. Dapat menambah wawasan tentang berbagai pola penerjemahan Al-Qur'an.
2. Mengetahui tentang penggunaan dan pemilihan kata yang dipakai dalam melakukan
kegiatan penerjemahan kitab ini sehingga dapat ditentukan terjemahan yang terbaik.

54

55
3. Sebagai upaya memahami subtansi yang terkandung pada tiap - tiap ayat dalam surat
Ar-Rahman dan berusaha untuk mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari.

D. Metodologi Penelitian

l. Subjek penelitian.
Subjek penelitian ini adalah hasil terjemahan H.B. Jassin pada Al-Qur'anul Karim-
Bacaan Mulia.
2. Instrumen Pengumpulan Data.
Untuk mengumpulkan data, penulis menggunakan instrumen pengumpulan data dengan
studi dokumenter. Penulis mencari data dari dokumen-dokumen yang berkaitan dengan H.B.
Jassin, terutama yang bertajuk hasil terjemahannya. Dokumen-dokumen tersebut dapat
berupa buku-buku karangan H.B. Jassin atau tentang H.B. Jassin dan terjemahan Al-Qur'anul
Karim-Bacaan MuIia karyanya.
Selain itu penulis juga mencari data dari berbagai buku terjemahan Al-Quran dan tafsir.
E. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan skripsi ini dapat digambarkan sebagai berikut: Bab I. Berupa
pendahuluan berisi:
Latar belakang masalah, Pembatasan dan perumusan masalah, Tujuan
penelitian, Metodologi penelitian (subjek penelitian dan instrumen
pengumpulan data), dan sistematika penulisan.
Bab II. Berupa gambaran umum tentang penerjemahan AI-Quran yang berisi: Sejarah
penerjemahan Al Qur'an, Sejarah penerjemahan Al Qur'an ke dalam Bahasa Indonesia, Latar
belakang penerjemahan Al- Qur'anul Karim-Bacaan Mulia, Latar belakang penamaan Al-
Qur'anul Karim Bacaan Mulia.

55
56
Bab III. Berupa hasil penelitian yang berupa:

Riwayat hidup H.B. Jassin dan hasil karyanya.


Bab IV. Berupa hasil. penelitian tentang analisa terhadap terjemahan Al--
Qur'anul Karim Bacaan Mulia yang berisi :
Cara kerja H.B. Jassin dalam menerjemahkan Al Qur'an, hambatanhambatan dan
tanggapan beberapa tokoh penerjemah Al-Quran terhadap terjemahan AlQur'anul Karim Bacaan
Mulia, serta analisa terhadap terjemahan karya H.B
Jassin pada surat Ar-Rahman dan perbandingan dengan terjemahan Departemen Agama
RI.
Bab V. Berupa penutup yang berisi kesimpulan dan saran-saran.
56

57
BAB II

GAMBARAN UMUM TENTANG PENERJEMAHAN AL-QUR'AN

A. Sejarah Penerjemahan Al-Qur'an.


Sebelum penulis menyajikan informasi tentang penerjemahan Al-Qur'an, ada baiknya
saya singgung sedikit tentang pengertian terjemah dari beberapa tokoh penerjemah dan seberapa
penting hal tersebut Kata “Tarjamah" dalam tuturan Bahasa Arab meliputi berbagai makna,
bahkan pengertian yang satu ini seringkali tergantung pada situasi di mana kata itu diucapkan.
Pengertian-pengertian yang dapat dijangkau oleh ungkapan kata "Tarjamah" antara lain:
1. (Menyampaikan pembicaraan kepada orang - orang yang belum menerimanya). Jadi
menyampaikan menyebarkan ajaran Al-Qur'an kepada masyarakat yang belum menerimanya, itu
termasuk menerjemahkan ajaran Al- Qur'an.
2. (Menjelaskan kalam dengan menggunakan bahasa kalam itu sendiri). Oleh karena itu
menafsirkan Al - Qur'an dengan menggunakan Bahasa Al -Qur'an ( Arab ) masih termasuk arti
menerjemahkan Al-Qur'an.

3. ( Mengalih pembicaraan / kalam dari satu bahasa ke bahasa lain), atau dengan bahasa
yang sederhana alih bahasa.6
Berdasarkan keterangan di atas, yang intinya mengandung arti penjelasan, karena
memang sampai dengan millenium ketiga ini masih banyak manusia yang belum memahami 6
Rifa'i Sauqi dan M. Ali Hasan, Pengantar Ilmu Tafsir, (Jakarta : Bulan Bintang, 1992), cet. Ke-
2, h. 169 -
171.

57
58
Bahasa Al-Qur'an. Oleh karenanya dibutuhkan terjemahan Al-Qur'an sebagai salah satu
sarana dan upaya berbagai pihak yang berkepentingan untuk mengajarkan dan memahaminya.
Al-Qur'an mulai diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW pada tanggal 17 Ramadhan,
ketika itu usia Nabi 41 tahun bertepatan dengan tanggal 16 Agustus 610 M. Adapun tentang
sejarah penerjemahan Al-Qur'an, penulis perlu membaginya menjadi beberapa babak
berdasarkan dengan bahasa apa kitab suci ini diterjemahkan. Karena adanya perbedaan antara
sejarah penerjemahan Al-Qur'an dalam Bahasa Barat dan bukan Barat termasuk Bahasa
Indonesia.
Sebelum berkembangnya Bahasa-bahasa Eropa modern, maka yang lebih dahulu
berkembang di Eropa saat itu adalah Bahasa Latin. Oleh karena itu, terjemahan Al-Qur'an
dimulai ke dalam bahasa latin. Usaha terjemahan itu dilakukan dalam upaya memenuhi
kebutuhan rumah peribadatan biara clugny kiri-kira pada tahun 1135 M.
Prof. W. Montgomery Watt dalam bukunya Bells Introductins 70 The Quran (Islamic
Surveys 8) menyebutkan bahwa terdata dimulainya perhatian barat terhadap studi Islam (Islamic
Studies) adalah dengan kunjungan Peter The Venerable, Abbot Clugny ke Toledo pada abad ke-
12 M.7
Di antara usahanya adalah menerbitkan serial keilmuan untuk menandingi kegiatan
intelektual Islam saat itu (terutama di Andalusia). Sebagai bagian dari kegiatan tersebut adalah
menerjemahkan Al-Qur'an ke dalam Bahasa Latin yang dilakukan oleh Robert Of Ketton
(Robertus Retanensis) yang diselesaikan pada bulan Juli 1143 M.8
Sedangkan keterangan yang lain menyatakan bahwa penerjemahan Al-Qur'an yang
pertama ke dalam Bahasa Eropa dilakukan oleh Robert de Retines pada tahun 1141-1143 M atau
7 Departemen Agama, Al-Qur'an dan terjemahnya, (Semarang : 1990), op.cit., h. 30
8 Ibid.

58

59
menurut Abu Bakar Atjeh tahun 1146 M.9 Terjemahan yang dilakukan oleh Robert de
Retines ini ternyata sebagai upaya untuk menyudutkan ajaran agama (Risalah) yang dibawa oleh
Muhammad SAW, karena hasil terjemahannya ternyata sangatlah tidak sesuai isi dan kandungan
Al-Qur'an itu sendiri, bahkan setengahnya sengaja dibuat menyimpang supaya makna Al-Qur'an
itu menjadi rusak.10
Usaha tersebut di atas memang sengaja dilakukan, karena memang mereka bermaksud
menandingi kemajuan Islam waktu itu. Pada umumnya penerjemahan AlQur'an yang dilakukan
oleh kaum orientalis itu mempunyai kecenderungan atau tendensi negatif, yaitu menjelek-
jelekkan Islam, karena motif mereka bukan untuk menggali dan memahami petunjuk-petunjuk
Al-Qur'an melainkan demi kepentingan misi mereka yaitu menyudutkan Islam.
Abad renaissance di barat memberi dorongan lebih besar untuk menerbitkan buku-buku
Islam. Pada awal abad ke-16 buku-buku yang beraliran pemikiran Islam banyak diterbitkan,
termasuk salah satunya yaitu penerbitan Al-Qur'an pada tahun 1530 M di Venice dan terjemahan
Al-Qur'an dalam Bahasa Latin oleh Robert Of Ketton tahun 1543 M di Basle dengan penerbitnya
Bibliander.11
Lodovici Meracci misalnya menggunakan sebagian usianya (selama 40 tahun) untuk
mempelajari Al-Qur'an dan pada tahun 1689 M mengeluarkan terjemahan Al-Qur'an dalam
Bahasa Latin dengan teks Arab dan beberapa nukilan dari berbagai tafsir berbahasa Arab yang
dipilih demikian rupa, ditujukan untuk memberi kesan buruk tentang Islam di Eropa. Merracci
sendiri adalah orang pandai dan dalam menerjemahkan Al-Qur'an itu jelas bertujuan
mendiskreditkan Islam di kalangan masyarakat Eropa, dengan mengambil pendapat para ulama
Islam sendiri. Keterangan lain tentang tokoh ini adalah bahwasannya ia seorang Roma Katholik
9 Rifa’i Sauqi dan M. Ali Hasan, Pengantar Ilmu Tafsir, op. Cit., h. 33
10 Ibid.
11 Departemen Agama, Al-Qur'an dan terjemahnya, loc.cit.

59

60
dan terjemahnya itu dipersembahkan kepada Emperor Romawi. Pada terjemahannya itu
di beri pengantar yang isinya adalah sebagaimana apa yang ia katakan "Bantahan terhadap
Quran ".
Adapun terjemahan ke dalam Bahasa Inggris pertama kali dilakukan oleh A. Ross yang
merupakan terjemahan dari Bahasa Perancis yang dilakukan oleh Du Ryer pada tahun 1647 dan
baru diterbitkan beberapa tahun kemudian setelah karya Ryer itu. George Sale seorang yang
berhasil menerjemahkan ke dalam Bahasa Inggris pada tahun 1734 ternyata seorang plagiat besar
karena sebagian besar karangannya merujuk pada karangan Meracci. Mengingat bahwa tujuan
kaum orientalis menerjemahkan Al-Qur'an untuk menjelekkan Islam di kalangan masyarakat
Eropa, maka terjemahannya dianggap yang terbaik dalam dunia yang berbahasa Inggris dan telah
dicetak berulang kali dan dimasukkan dalam seri apa yang dikatan “Chandos Cllassics” dan
mendapat pujian serta restu dari Sir E. Denisson Ros.
Pada tahun 1812 terjemahan George Sale diterbitkan di London dalam edisi baru (dua
jilid) terjemahan tersebut diberi judul The Koran atau The Akoran of Mohamad: translated from
the original Arabic. Disebutkan di dalam terjemahannya berdasarkan sumber berbahasa Arab,
para mufassir muslim, terutama tafsir Al Baidlowi.
Pada abad ke-19 penerjemahan Al-Qur'an semakin berkembang. Gustav Flugel (wafat
1870) menerjemahkan Al-Qur'an sejak tahun 1834 dan telah mengalami cetak ulang dan refisi
oleh Gustav Redslob. Diikuti kemudian oleh Gustav Weil (wafat 1889) dan juga menulis sejarah
Nabi Muhammad SAW (tahun 1843). Usahanya diteruskan oleh pelanjutnya yaitu Aloys
Sprenger dan William Muir, keduanya mempunyai perhatian yang besar dalam mempelajari
AlQur'an dan sejarah Nabi Muhammad SAW.
J.M. Rodwell menerbitkan terjemahannya pada tahun 1861 dan berusaha menyusun
surat-surat Al-Qur’an berdasarkan urutan turunnya. Sekalipun ia berusaha untuk mengungkapkan
60

61
secara jujur, tetapi catatan-catatannya menujukkan fikiran seorang pendeta Kristen yang
lebih mementingkan untuk memperlihatkan apa yang menurut pendapatnya kekurangan-
kekurangan dalam Al-Qur'an daripada menunjukkan penghargaan atau ketinggian Al-Qur'an.
Terjemahan Al-Qur'an dalam Bahasa Jerman oleh Rudy Paret dianggap baik. Menurut
pendapat Richard-Bell bahwa penyusunan ayat demi ayat secara kronologis seperti yang
dilakukannya tidak mungkin. Terjemahan Al-Qur'an dalam bahasa Eropa lainnya dilakukan oleh
E.H. Palmer (Guru besar Universitas Cambridge wafat tahun 1883). Hasil terjemahannya
diterbitkan untuk pertama kalinya pada tahun 1876. Dia tidak mampu memahami keindahan dan
keagungan gaya Bahasa Al-Qur'an. Menurutnya Bahasa Al-Qur'an itu kasar dan tidak terdapat
keteraturan. Terjemahannya dianggap sembrono dan tidak teliti.12
Mengingat Luasnya tujuan-tujuan terselubung dari kegiatan para orientalis yang anti
Islam dalam menerjemahkan Al-Qur'an menyebabkan penulis-penulis muslim berusaha
menerjemahkan Al-Qur'an ke dalam Bahasa Inggris. Berbagai ketimpangan dan penyimpangan
yang terjadi dalam penerjemahan Al-Qur'an oleh orang-orang Eropa disebabkan karena AlQur'an
yang diterjemahkan itu tidak dikerjakan dari sumber aslinya yang berbahasa Arab, melainkan
menerjemahkan hasil terjemahan.
Thomas Carlyle, seorang ahli ketimuran mengatakan bahwa Al-Qur'an itu sampai ke
Eropa dengan cara yang tidak shahih. Bahkan pada masa orang-orang muwahhidin memerintah
Spanyol tahun 1141-1289, secara lebih keras lagi memerintahkan agar Al-Qur'an yang
diterjemahkan dalam Bahasa-bahasa Eropa itu harus segera dimusnahkan.13 Meskipun demikian
ada beberapa karya terjemahan Al-Qur'an yang disetujui penggunaannya oleh para Ulama Islam.

12 Ibid. h.31
13 Ibid. h.32

61
62
Sarjana Muslim yang pertama-tama melakukan penerjemahan Al-Qur'an ke dalam
Bahasa Inggris adalah Dr. Muhammad Abdul Hakim Khan, dari Patiala pada tahun 1905 M.
Mirza Hairat dari Delhi juga menerjemahkan Al-Qur'an dan diterbitkan di Delhi tahun
1919 M.
Nawab Imadal Mulk Sayyid Husein Bilgrami dari Hyderabad Dacca juga menerjemahkan
sebagian Al-Qur'an, ia meninggal sebelum menyelesaikannya. Ahmadiah Qodiani juga
menerjemahkan bagian pertama kitab ini pada tahun 1915, begitu pula Ahmadiah Lahore ia juga
menerbitkan terjemahan Maulvi Muhammad Ali yang pertama terbit tahun 1917 M. Terjemahan
itu merupakan hasil karya ilmiah yang diberi catatan-catatan yang luas dan pendahuluan serta
indeks yang cukup.
Terjemahan Al-Qur'an lain yang perlu disebutkan ialah terjemahan oleh Hafidz Ghulam
Sarwar yang terbit tahun1930 M. Dalam terjemahannya itu ia memberikan ringkasan surat demi
surat, bagian demi bagian tetapi tidak diberinya footnote pada terjemahan itu. Catatan-catatan
yang dimaksud kiranya amat perlu untuk memahami ayat-ayat di dalamnya. Bahasa Al-Qur'an
dengan ungkapan-ungkapan yang kaya akan arti memerlukan catatan-catatan yang memadai.14

Di antara sarjana Muslim Barat yang menerjemahkan Al-Qur'an adalah Muhammad


Marmaduke Pickthall dari Inggris, ahli dalam Bahasa Arab. Terjemahannya dilakukan kalimat
demi kalimat dan diterbitkan pada tahun 1930 M. Hasil terjemahannya telah dicetak berulangkali
sebanyak lima kali sampai tahun 1476 M. Pada terjemahannya disertai dengan pengantar yang
menguraikan tentang Al-Qur'an, sejarah singkat Nabi penerima kitab tersebut, serta tidak
ketinggalan yang amat penting yaitu Ilmu Tajwid sebagai salah satu alat untuk membaca AI-
Qur'an secara tertib dan benar (Tartil). Pada setiap awal surat diberi keterangan singkat tentang
surat dan pada bagian akhir dilengkapi dengan indeks.

14 Ibid. h.33

62

63
Terjemahan Pickthall tersebut diberi judul "The meaning of Glorius Koran" dengan
keterangan singkat tentang surat dan kesimpulan ayatnya.15
Terjemahan Al-Qur'an yang terkenal di dunia Barat maupun Timur adalah terjemahan
Abdullah Yusuf Ali "The Holy Quran", Text Translation and commentary telah diterbitkan
berulang kali. Hasil karyanya dilengkapi dengan keterangan singkat surat dan kesimpulannya.

Terjemahan Al-Qur'an ke dalam Bahasa Indonesia


Al-Qur'an al-karim sebagai Bacaan yang mulia bagi umat Islam juga mulai diterjemahkan
ke dalam Bahasa Indonesia, kegiatan ini dilakukan dimulai pada pertengahan abad ke-17 oleh
seorang ulama bernama Abdul Rauffàl-Fansuri, tokoh asal singkel, Aceh. Terjemahan yang ia
lakukan bukan dalam Bahasa Indonesia yang kita kenal seperti sekarang ini, akan tetapi dalam
Bahasa Melayu, oleh karenanya apabila ditinjau dari sudut Bahasa Indonesia moderen
kemungkinan dapat dikatakan belum sempurna, namun demikian kreatifitas semacam ini
sungguh amat besar artinya terutama sebagai perintis jalan menuju ke arah yang lebih
sempurna.16
Selain yang dilakukan oleh Al-Fansuri terdapat tejemahan yang lain, di antaranya adalah
terjemahan yang dilakukan oleh kemajuan Islam Yogyakarta; Qur'an kejawen dan Qur'an
Sundawiah, terbitan percetakan A.B. Sib Syamsiah Solo , Tafsir Hidayatur Rahman oleh KH.
Munawar Khalil, Tafsir Qur'an Indonesia oleh Prof. Mahmud Yunus (1935), AI-Furqan
dan Tafsir Qur'an oleh A. Hasan dari Bandung (1928), Tafsir Al-Qur'an oleh H. Zainuddin
Hamidi cs (1959), al-Ibris disusun oleh Kiayi Biysri Musthafa dari Rembang (1960), Tafsir Al-
Qur'an Al-Hakim oleh H.M. Kasim Bakri cs (1960), dan banyak lagi yang lain. Dari berbagai
macam 15 Rifa’i Sauqi dan M. Ali Hasan, op.cit., h. 178
16 Ibid. h.179

63

64
terjemahan Al-Qur'an tersebut ada yang lengkap dan ada yang tidak selesai, seperti
penerbitan terjemahan tafsir dari perkumpulan Muhammadiyah, Persatuan Islam Bandung, dan
Al-Ittihadul Islamiyah di bawah pimpinan KH. A. Sanusi Sukabumi, sementara terjemahan ke
dalam Bahasa Jawa di antaranya adalah Al-Qur'an suci Basa Jawi, oleh Prof.
K.H.R.Muhammad Adrian (1969), dan Al- Huda, oleh Drs. H. Bakry Syahid (1972).17
Dari berbagai hasil terjemahan yang telah Penulis sebutkan di atas pada umumnya
semuanya ditulis dalam gaya bahasa prosa dan kemunculannya tidak mendapatkan reaksi yang
menimbulkan kontrofersi.
Salah satu terjemahan Al-Qur'an dalam Bahasa Indonesia ada yang kemunculannya
mampu menimbulkan pro dan kontra ialah "Bacaan Mulia" oleh kritikus sastra H.B Jassin, yang
dalam penerjemahan itu ia mempergunakan pendekatan puitis. Bebagai reaksi timbul setelah
terbitnya bacaan tersebut, baik yang disampaikan melalui media massa maupun buku-buku
ilmiah, karena terjemahan karya Jassin ini dianggap banyak yang tidak mencapai maksud ayat
yang diterjemahkan.18
Masyarakat penerjemah Al-Qur'an di Indonesia sampai saat ini belum memiliki data pasti
yang memadai mengenai sejarah penerjemahan Al-Qur'an ke dalam Bahasa Indonesia Melayu,
orang mengenal Qur'an dalam terjemahan Bahasa Melayu-Indonesia, yang konon diterjemahkan
dari tafsir Baidlowi pada petengahan abad ke-17 oleh Abdul Rauff Al-fansuri, sebagaimana telah
Penulis kemukakan sebelumnya.19
Meskipun demikian, Pemerintah Republik Indonesia menaruh perhatian besar terhadap
terjemahan Al-Qur'an ini. Hal ini terbukti bahwa terjemahan ini temasuk pola I Pembangunan 17
Ibid
18 Ibid. h.180
19 Thamem Ushama, Metodologi Tafsir Al-Qur’n (Kajian Kritis, Objektif dan
Konfrehensif), (Jakarta: Riora Cipta, 2000), h. 99

64

65
Semesta Berencana, sesuai dengan keputusan MPR. Untuk melaksanakan pekerjaan ini
oleh Menteri Agama waktu itu telah dibentuk sebuah lembaga yang diketuai oleh Prof.
R.H.A.Sunarjo SH. Mantan Rektor Institut Agama Islam Negeri Sunan Kali Jaga Yogyakarta.
Lembaga tersebut beranggotakan para Ulama dan Cerdik pandai Muslim yang memiliki keahlian
dalam bidangnya masing-masing
Dari waktu ke waktu Pemerintah Indonesia selalu mencetak kitab suci al-Qur'an. Pada
Repelita IV (1984-1989) telah dicetak 3.729.250 buah, terdiri dari Mushhaf Al-Qur'an, Juz
Amma, Al-Qur'an dan Terjemahnya, serta Al-Quran dan Tafsirnya.
Atas berbagai saran masyarakat dan pendapat musyawarah kerja ulama Al-Qur'an XV
(23-25 Maret 1989) terjemah dan tafsir Al-Qur'an tersebut disempurnakan oleh pustaka
penelitian dan pengembangan Lektur Agama bersama Lajnah Pentashhih Mushhaf Al-Qur'an.20

B. Penerjemahan Al-Qur'an Ke dalam Bahasa Indonesia.


Dalam sub judul berikut ini Penulis bermaksud menyajikan tentang bebagai
permasalahan yang terdapat dalam terjemahan Al-Qur’an dalam Bahasa Indonesia. Dalam
memperbincangkan masalah penerjemahan Al-Qur'an ini kita tidak dapat melepaskan diri dari
perbincangan tentang masalah pembinaan dan pengembangan bahasa karena penerjemahan juga
termasuk masalah kebahasaan.
Pernyataan ini menjadi mengemuka karena pola penerjemahan Al-Qur'an di Indonesia
cukup beragam, ada yang menulisnya dengan gaya bahasa prosa dan ada pula yang menulisnya
dengan gaya bahasa yang puitis, seperti yang telah dilakukan oleh H.B. Jassin.21

20 Departemen Agama, Al-Qur’an dan Terjemahannya, loc.cit.


21 Ali Audah, Dar Khazaah Dunia Islam, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1999), cet. Ke-1, h.
329

65

66
Seorang Penerjemah dituntut kreatif. Penerjemahan Al-Qur'an ke dalam Bahasa
Indonesia saat ini pada dasarnya tidak akan banyak menemui kesulitan, sebab sudah ada
beberapa contoh hasil terjemahan yang dapat dijadikan sebagai pembanding selain dalam Bahasa
Indonesia juga dalam Bahasa Asing, terutama dalam Bahasa Inggris banyak juga yang dapat
diangkat sebagai bahan perbandingan.
Di samping itu istilah-istilah khusus dalam Al-Qur'an yang suka diterjemahkan ke dalam
Bahasa Asing, Bahasa Indonesia telah terbantu dengan istilah-istilah itu yang sudah dipakai
dalam Bahasa Indonesia, seperti kata shadaqah, miskin, shalat, iman, akhirat, sabar, taqwa,
tawakal, kiamat, dan sebagainya, meskipun kadang mengalami sedikit pergeseran makna.22
Di antara berbagai hasil terjemahan itu masih terdapat beberapa kelemahan yang
dirasakan, yang sebenarnya tidak seharusnya terjadi, kelemahan-kelemahan itu antara lain : l.
Bahasa terjemahan, terutama terjemah dari Bahasa Arab, lebih khusus lagi Bahasa Arab Al-
Qur'an, dalam hal ini mungkin penerjemah selain terpengaruh oleh bahasa sumber, terutama
karena ingin menjaga kesucian Al-Qur'an dan bahasanya, sehingga tidak berani mengubah terlalu
jauh dari kata-kata dan susunan kalimatnya, inilah yang kita kenal dengan terjemahan Harfiah
(Literal Translation) dengan akibat tidak sedap dibaca dan tidak mudah dicerna artinya.23
Kekakuan dalam terjemahan mungkin karena terlalu mengikuti konstruksi kalimat Arab
dengan tidak memperhatikan konstruksi menurut rasa Bahasa Indonesia atau suatu ungkapan
Arab diambil begitu saja dan tidak digantikan dengan ungkapan Bahasa Indonesia. Misalnya
surat 17:107

22 Ibid., h.331
23 Ibid., h.330

66

67
Diterjemahkan demikian :
“Mereka menyungkur atas muka mereka sambil bersujud" (Q.S :17:107).
Dengan rasa Bahasa Indonesia yang baik seharusnya kalimat ini diterjemahkan dengan :
"Merekapun jatuh tunduk atas mukanya dalam sujud "
begitu pula yang terjadi pada surat 26:29

diterjemahkan menurut susunan kalimat Arab akan berbunyi :


"Sungguh jika kamu menyembah tuhan selain Aku, benar-benar Aku akan menjadikan
kamu salah seorang yng dipenjarankan" (Q.S.Asy-Syuara:29).
Lebih lancar menurut susunan Bahasa Indonesia rasanya jika bagian kedua kalimat itu
diterjemahkan :
"......... pasti ku masukan kau ke dalam penjara ".
Tetapi tidak semua terjemahan harfiah itu kaku dan janggal, contohnya dalam surat al-
Hasyr (59) ayat 23,



Artinya: "Dia-lah Allah yang tiada Tuhan selain Dia, raja yang maha suci, yang maha
sejahtera, yang maha mengaruniakan rasa aman, yang maha memelihara, yang maha perkasa,
yang maha kuasa, yang memiliki segala keagungan, maha suci Allah dari apa yang mereka
persekutukan".

67

68
2. Adakalanya ia menguasai bahasa sumber dengan baik, tapi tidak pada bahasa sasaran,
sehingga banyak hasil terjemahan tidak enak dibaca dan sukar difahami. Yang demikian inilah
yang sering kita jumpai dalam hasil-hasil terjemahan, terutama tentunya terjemahan Qur' an atau
Hadits.
3. Teknik penulisan, tidak sdikit penerjemah yang tidak mampu menguasai teknik
penulisan sebagaimana mestinya, seperti menempatkan paragraf, titik, titik korna, huruf miring,
huruf tebal, huruf kapital, catatan bawah (footnote) penerjemah dan sebagainya.
4. Transliterasi, oleh karena tansliterasi Arab-Latin di Indonesia sudah beberapa kali
mengalami perubahan, maka tidak jarang penulis dan penerjemah tidak memiliki keseragaman
dalam penulisan translitrasi. Penulisan translitrasi terakhir yang disahkan oleh Surat Keputusan
bersama Menteri Agama dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan R.I. No. 158 tahun 1987 yang
pada pokoknya disusun sejalan dengan Ejaan Yang Disempurnakan (EYD). Huruf Arab yang
belum ada padanannya dalam huruf latin dilakukan dengan cara memberi tambahan tanda
diakritik (diacritical mark) dengan dasar
"satu
fonem
satu
lambang"
juga
dalam
penulisan
huruf-huruf
pada
suda diseragamkan dengan lturuf /a/ bukan /o/ tet sampai sekarang sistem baru ini
tampaknya tak banyak dikenal orang. Transliterasi demikian tidak berlaku untuk kata-kata
bahasa Arab yang sudah diserap ke dalam bahasa Indonesia seperti kata
shalat/doa/zikir/wudlu/ridla/sedekah/hadis/ramadhan/ dan sebagainya.
Dalam terjemahan Qur'an yang demikian itu hampir tidak pernah dihiraukan, juga dalam
sebagian besar media massa Islam. Orang tetap menulis shalat atau sholat, do'a, dzikir, wudlu,
ridla atau ridho, hadits dan seterusnya. Penulisan Ejaan ini sampai sekarang tetap kacau. Berbeda
68

69
dengan EYD, yang begitu dikeluarkan ketentuannya ditaati orang, transliterasi Arab-
Latin ternyata kurang mendapat perhatian.24

C. Latar Belakang Penerjemahan Al-Qur'anul Karim Bacaan Mulia


Latar belakang pembahasan penerjemahan Al-Qur'anul Karim Bacaan Mulia dimulai
dengan pengalaman pribadi yang dialami oleh H.B. Jassin sendiri. Pada mulanya bagaimana
timbul pertanyaan pada dirinya, bagaimana ia jatuh cinta kepada Al-Qur'an.
Pada tanggal 12 Maret 1962 istrinya yang tercinta meninggal dunia, kejadian tersebut
sangat menggugah kesadarannya akan arti hidup manusia yang singkat di dunia ini. Berbuat
baiklah terhadap sesama manusia, bersabarlah, beramallah, balaslah kejahatan dengan kebaikan,
niscaya kejahatan berubah menjadi kebaikan. Tujuh hari lamanya setiap malam diadakan
pembacaan Al-Qur’an di rumah keluarganya, sejak malam pertama jenazah istrinya diangkut dari
rumah sakit dan dibaringkan dalam rumah, ia mengikuti semua kegiatan itu sampai selesai 30 juz
dalam waktu tujuh hari. Pada malam kedelapan sepilah rumah, tidak ada lagi yang datang
membaca Al-Qur’an, maka timbullah fikiran pada dirinya, mengapa saya, ungkap Jassin dalam
hati, tidak meneruskan sendiri pengajian itu? lalu ia coba mengaji dengan suara perlahan, makin
lama makin keras dengan suara beralun terbawa oleh rasa haru yang terkandung di dalam hati.25
Pagi-pagi ia membaca Firman-firman Allah SWT, menangkap getaran-getaran udara
yang diproduksi oleh tenggorokan, diolah menjadi pengertian-pengertian oleh akal dan fikiran
dan merasuk ke dalam hati yang peka menerima. Alangkah nikmat isi kandungan Firman-firman
Allah, alangkah dalam, luas, jauh, tinggi, luhur, dan murni.

24 Ibid. h.334
25 H.B. Jassin, Sastra Indonesia Sebagai Warga Sastra Dunia, (Jakarta: PT. Gramedia,
1985), h.219
69

70
Ia memulai pekerjaan dengan Bismillah dan mengakhirinya dengan Alhamdulillah, kedua
kalimat tayyibah tersebut bukan sekedar ucapan rutin, tetapi merupakan sebuah rutinitas yang
dilakukan dengan penuh kesadaran tiap gerak langkah hidup hanyalah terjadi karena Allah dan
H.B. Jassin bersukur bahwa ia telah selamat melakukan sesuatu pekerjaan karena karunia-Nya,26
Sepuluh tahun lebih ia menyelami ayat demi ayat, tidak satu pun hari yang lewat tanpa
menghirup firman Allah SWT yang maha suci, sekalipun hanya satu ayat dalam sehari. Ujian
demi ujian menimpa pula, bahkan pernah dituduh murtad dan berhadapan dengan hakim
pengadilan atas tuduhan menghina Tuhan, menghina agama Islam, Rasul dan Nabi-nabi,
Pancasila dan UUD 1945. Tapi semua itu diterimanya sebagai cambuk untuk lebih dalam
menyelam ke dalam inti hakikat (kebenaran) dan hal yang demikian ia anggap sebagai karunia
dari Tuhan Yang Maha Esa. Berbagai fitnahan dan tuduhan demikian ia jadikan sebagai
pelajaran dan ia tidak berkeinginan untuk menjawabnya. Selanjutnya H.B. Jassin dengan lapang
dada dan berjiwa besar memanfaatkan waktu yang ia miliki untuk menukik lebih dalam ke dalam
samudra Al-Qur'an.
Ayat demi ayat dibacanya secara cermat dan teliti dengan penuh penghayatan dari sinilah
mulai muncul pemikiran untuk menerjemahkan Bacaan Mulia ke dalam Bahasa Indonesia yang
puitis.27

Mulai menerjemahkan Al-Qur'an

26 Ibid., h.220
27 Ibid., h.221

70
\

71
Sampai tibalah suatu hari hati H.B Jassin terbuka untuk memulai menerjemahkan
AlQur'an, pada tanggal 7 Oktober 1972, di negeri yang dingin jauh dari katulistiwa, yakni di
negeri Belanda.
Satu tahun lamanya di negeri kincir angin tersebut Jassin menerjemahkan sebagian dari
isi kandungan Al-Qur'an dan sekembali di Indonesia lebih dari satu tahun pula ia
mengerjakannya, Alhamdulillah selesailah seluruhnya sebanyak 30 juz tanggal 18 Desember
1974 di Jakarta, Ibukota Republik Indonesia. Karena selalu dibawa ke mana-mana untuk
mengerjakannya, tercatatlah berbagai kota tempat terjemahan pernah dilakukan seperti
Amsterdam, Berlin, Paris, London, Antwerpen, Kuala Lumpur, Singapura, tetapi juga kampung-
kampung kecil seperti Leiden; Zaandam, Reuver, Peperga dan beberapa kali dalam perjalanan di
pesawat terbang.
Pikiran untuk menerjemahkan Al-Qur'an secara puitis muncul pada diri H.B. Jassin
setelah membaca terjemahan Abdullah Yusuf Ali The Holy Quran yang diperolehnya dari
seorang kawan, Haji Kasim Mansyur tahun 1969.
Itulah terjemahan yang dirasakan yang paling indah penuh rasa estetika yang tinggi
karena dalam estetika disertai pula dengan berbagai keterangan yang luas dan universal sifatnya.
Dalam pekerjaan menerjemahkan sudah barang tentu Jassin bertolak dari kitab induk
AlQur'anul Karim sendiri yang berbahasa Arab artinya ia tidak menerjemahkan hasil terjemahan
orang lain, di samping itu ia mempergunakan sebagai perbandingan terjemahan-terjemahan lain
dalam bahasa asing sebagai bahan perbandingan dan Bahasa Indonesia serta beberapa kamus
Arab-Inggris. Jadi, terjemahanya bukanlah terjemahan dari terjemahan Yusuf Ali ataupun
terjemahan lainnya. Susunan sajak terjemahan dalam Bahasa Indonesia adalah susunan karya 71

72
H.B. Jassin sendiri, sedang susunan sajak dalam Bahasa Arab (Al-Qur'an) disusun baru
sesuai dengan baris-baris sajak dalam Bahasa Indonesia.28
Sesudah tanggal 18 Desember 1974 terjemahan tersebut selesai secara keseluruhan,
diketiknya baik-baik dan diserahkan kepada penerbit Djambatan berangsur-angsur sampai
lengkap 27 Agustus 1975. Tapi dalam pada itu di luaran timbul, pertanyaan apakah terjemahan
saya, menurut H.B. Jassin dapat dipertanggung jawabkan dari sudut isinya, mengingat bahwa
saya bukan seorang ulama yang telah mempelajari isi Al-Qur'an secara mendalam dari berbagai
sudut sebagaimana yang disyaratkan bagi seorang penerjemah Al-Qur'an tutur Jassin.29
Sebelum hasil karyanya diterbitkan dan didistribusikan kepada masyarakat umum,
kepada Majelis Ulama Indonesia yang ketika itu diketuai oleh Hamka, datang permintaan supaya
terjemahan itu diperiksa oleh para ulama, tugas itu oleh MUI pusat diserahkan kepada Majelis
Ulama DKI. Untuk keperluan penjelasan, lembaga tersebut mengundang H.B. Jassin dalam suatu
pertemuan di kediaman Gubernur Jakarta Raya saat itu Haji Ali Sadikin, tanggal 25 Agustus
1976. Pertemuan ini di pimpin oleh K.H. Rahmatullah Shiddiq.
Hasilnya adalah bahwa Majelis Ulama DKI menghargai usaha penerjemahan yang
dilakukan oleh Jassin, dan akan memberikan bantuan untuk meneliti isi terjemahan tersebut.
Untuk itu dibentuklah suatu panitia yang terdiri atas K.H. Saleh Suaidy, Muchtar Luthfi
Al Anshari, dan H. Iskandar Idris. Oleh karena K.H. Saleh Suaidy meninggal dunia,
kedudukannya digantikan oleh K.H. Abdul Azis, itu pun hanya beberapa waktu saja karena
kemudian beliau ditugaskan oleh pemerintahan DKI untuk menjadi ketua rombongan Haji ke
Tanah Suci Mekkah menjelang akhir tahun 1976.

28 Ibid., hal. 222


29 Ismail Lubis, Falsifikasi Terjemahan Al-Qur’an, Departemen Agama edisi 1990,
(Jakarta: Pustaka Firdaus, 2000), cet.ke-1, h. 110

72

73
Mukhtar Lutfi yang juga dikenal sebagai pengurus lembaga pendidikan Al Irsyad pusat
menyebutkan tidak seluruh terjemahan Al-Qur'anul Karim Bacaan Mulia diteliti oleh tim
peneliti, tapi hanya sebagian saja, itupun dilakukan apabila H.B. Jassin merasa ragu terhadap
terjemahan ayat yang diterjemahkannya. Penelitian tersebut berlangsung lebih kurang 45 hari.30
Apabila ditelaah secara mendalam karya H.B. Jassin yang berjudul kontroversi Al-Qur'an
berwajah puisi, kelihatan bahwa hal-hal yang melatar belakangi kritikus sastra ini
menerjemahkan secara puitis (bukan mempuisikan Al-Qur'an) adalah sebagai berikut : 1. Jassin
memandang Al-Qur'an baik edisi Indonesia, Turki, Mesir maupun Arab, semua susunannya sama
yakni berbentuk prosa menurut istilah H.B: Jassin.
2. Bahasa Al-Qur'an itu puitis seperti puisi, sehingga rasanya lebih indah kalau disusun
berbentuk puisi dan tentunya enak dibaca.
3. Dari segi spiritualpun keindahan bahasanya bisa diresapi, enak dibaca dan penuh
irama.31
Kitab Rujukan

Menurut DR. Ismail Lubis M.A dalam disertasinya yang berjudul Falsifikasi terjemahan
Al-Qur'an Departemen Agama 1990 menyatakan apabila dilihat dalam beberapa catatan H.B.
Jassin yang dikutipnya dari media cetak Kompas tertanggal 08 Nopember 1978 diuraikan
kembali dalam polemik tentang Al-Qur'anul Karim Bacaan Mulia, kiranya tidak tepat kalau
H.B.
Jassin dalam menerjemahkan AlQur'an secara puitis dikatakan mempergunakan kitab
rujukan tetapi lebih tepat mempergunakan bahan perbandingan, seperti tampak pada kutipan
pernyataan berikut ini:

30 Ibid.,
31 Ibid., h.111

73

74
“Tentulah ada untungnya bahwa Al-Qur'an yang saya terjemahkan sudah ada
terjemahannya dalam bahasa-bahasa yang saya kuasai. Tidak ada salahnya untuk
mempergunakan terjemahan-terjemahan tersebut sebagai perbandingan, asalkan induk yang
ditejemahkan tetap Al-Qur'an dalam Bahasa Arab”.
Dari pernyataan ini muncul alasan bahwa ia tidak mempergunakan kitab rujukan. Ia tidak
mengingkari telah memakai berbagai terjemahan sebagai bahan. perbandingan dalam fungsinya
sebagai kamus dan buku tafsiran. Kemudian Jassin menambahkan bahwa ia mempergunakannya
secara kritis, cermat dan hati-hati tidak sekedar ambil sana ambil sini.
Bahan perbandingan yang dipergunakan dalam menerjemahkan bacaan mulia ke dalam
Bahasa Indonesia secara puitis antara lain ialah :
1. The Eternal Message Of Muhammad, oleh Abdul Rachman Azzam.
2. Sejarah Al-Qur'an, oleh Haji Aboebakar.
3. The Message Of The Qur'an, oleh Ali Hasyim Amir.
4. An Advanced Learner's Arabic English Dictionary, oleh H. Anthony Salamone 5. The
Koran Interpreted oleh Arthur J. Arberry
6. The Holy Qur'an, oleh A. Yusuf Ali
7. Baidawi's commentary on surat 12 of the Qur'an, oleh F.L. Besston 8. The Koran,
oleh George Sale
9. Concordantiae Corani Arabicae, oleh Gustavus Flagel
10. Die Richtungen der Islamischen koran Auslengung, oleh Ignaz Goldziher 11.
Arabic-English Dictionary, oleh J.G. Have S.J
12. De Koran, oleh J. H. Kramers
13. The Koran, oleh J.M Rodwell

74

75
14. A Dictionary and Glossary of the Koran, oleh John Penrice 15. Al-Qur'anul karim
beserta Terjemah dan Tafsirnya, oleh H.M Kasim Bakry 16. The Qur'an, oleh Muhammad
Khan Zafrulla
17. The Meaning of the Glorius Koran, oleh M. Picthall
18. The Koran, oleh NJ Dawood
19. Le Coran, oleh Regris Blachere
20. The Qura'an, oleh Richard Bell
21. Der Koran, oleh Rudy Paret
22. Sejarah dan Pengantar Ilrnu Tafsir, oleh T.M. Hasbi Ash Shiddiedy 23. An
Introduction to the Qur'an, oleh W. Montgomery Bell Watt 24. Tafsir Qur'un Karim, oleh H.
Zainuddin Hamidy.32

B. Latar Belakang Penyebutan Al-Qur'anul Karim Bacaan Mulia


Penyebutan kalimat Bacaan Mulia setelah Al-Qur'anul Karim sengaja diletakkan oleh
H.B Jassin dalam kitab terjemahan Al-Qur’anul Karim bertolak pada ayat 77 surat Al-Waqi'ah
yang berbunyi :

" Bahwa ini .sesungguhnya Bacaan yang mulia "


Judul buku terjemahan karangan H.B. Jassin bukan "Bacaan Mulia ", tapi Al-Qur'anul
Karim Bacaan Mulia. Kata-kata itu jelas tertulis pada bagian kulit buku dengan huruf berbahasa
Indonesia berwarna Emas. Kata-kata Al-Qur'anul Karim bahkan ditulis dengan huruf yang indah.
Kemudian pada halaman Franse Titel, tertulis kata-kata yang sama dengan huruf-huruf
yang sama dan kemudian lagi pada halaman judul dengan jelas dan terang tercantum pula di atas
32 Ibid., h.114

75
76
dengan kaligrafi yang artistik "Al-Quranu'l Karim" dan di bawahnya sebagai keterangan
"Bacaan Mulia ".
Prinsipnya sama dengan halaman-halaman terjemahan, yakni nama surah dengan tulisan
Arab dan di sampingnya terjemahannya dalam Bahasa Indonesia: Al-Baqarah dengan huruf
Arab, di sebelahnya dengan huruf Latin: "Sapi Betina " dengan huruf Arab: Ali Imran, Annisa di
sampingnya Keluarga Imran, dan Wanita-wanita dan seterusnya. Di punggung buku tertulis pula
Al-Qur'anul Karim Bacaan Mulia dan di atas kotak edisi istimewa memancar pula dengan huruf-
huruf emas.33
Ada orang yang mengusulkan supaya "Al-Qur'an" jangan diterjemahkan dengan
"Bacaan
", karena dengan demikian Al-Qur'an disamakan saja dengan sembarang bacaan,
katanya.
Apakah untuk membaca Qur'an orang harus mengatakan "mengqara'a Qur'an” karena
membaca Qur'an dianggap ungkapan yang merendahkan martabat Qur'an? Adakah suatu
larangan berupa ayat atau hadits yang melarang untuk menerjemahkan kata "Qur'an " dengan
"Bacaan ".34
BAB III
BIOGRAFI H.B.JASSIN

33 H.B. Jassin, Sastra Indonesia warga sastra dunia,op.cit., h. 239


34 Ibid.

76

77
A. Riwayat Hidup H.B.Jassin

Nama lengkap Jassin adalah Hans Bague Jassin, lahir 31 juli 1917 di Gorontalo (Sulawesi
Utara), dan wafat pada tanggal 11 maret tahun 2000. Berpendidikan Guovernements H.I.S.
Gorontalo (tamat 1932), H.B.S-B 5 tahun di Medan (tamat 1939), Fakultas Sastra
Universitas Indonesia (tamat 1957), kemudian memperdalam pengetahuan dalam bidang Ilmu
Perbandingan Kesusastraan di Universitas Yale, Amerika Serikat (1953-1959), dan terakhir
menerima gelar Doctor Honoris Causa dari Universitas Indonesia (1975).35
Pengalaman pendidikan di Universitas Yale oleh Jassin memiliki pengalaman tersendiri
yang ia tuangkan dalam bentuk sebuah buku yang berjudul "Omong-omong H.B. Jassin
perjalanan ke Amerika 1958-1959)" terbitan Balai Pustaka. Dalam buku tersebut penulis
bermaksud menyajikannya secara singkat
Ia adalah salah seorang dari 16 pegawai negeri yang ditugaskan belajar di Amerika
Serikat, sesuai dengan Surat Keputusan Perdana Menteri R.I. tanggal 17 juli 1958, No.
303/P.M./1958. Penugasannya juga atas anjuran Menteri P dan K, yang menurut rencana
setelah kembali dari Amerika, ia akan pergi ke Uni Soviet dan R.R.C. Beasiwa dan biaya
perjalanan ia peroleh dari Pemerintah Amerika Serikat melalui Kementerian P dan K, Dalam
Surat Keputusan itu dilampirkan daftar nama-nama peserta yang akan berangkat beserta tujuan
sekolah masing-masing di Amerika. Jadi, walaupun mereka berada dalam satu kelompok mereka
pergi dan pulang dengan tujuan masing-masing.
Lamanya perjalanannya sebelas bulan, ia berangkat dari Jakarta tanggal 21 juli 1958 dan
tiba kembali di Jakarta tanggal 21 juli 1959. Ia sempat mengunjungi negara-negara bagiannya
antara lain Indiana, North Carolina, Connecticut.

35 Pamusuk Eneste, Leksikon kesusastraan Indonesia modern, (Jakarta: PT. Jambatan,


1990), edisi baru, h.
73-75

77

78
Enam minggu yang pertama, yaitu tanggal 24 Juli sampai 3 September 1958 Jassin
berada di Bloomington, Indiana untuk mengikuti Orientation Course, yang diadakan di Indiana
University. Di sana dia diajarkan “Comparative Literature” , tetapi saat itu muslin panas
sehingga ia tidak dapat mengikuti kuliah-kuliah yang diadakan. Profesor Horts Frencz, sebagai
ketua jurusan comparative literature mengundangnya untuk menghadapi kongres Comparative
Literature Association. Kesempatan ini dipergunakannya dengan senang hati, sekedar untuk
mendapatkan bayangan dan pengalaman tentang kongres tingkat Internasional. Tempat Kongres
itu diadakan di Chapel Hill, North Carolina, yang dimulai tanggal 8-12 september 1958. Dan
kongres itu dihadiri oleh para sarjana Ilmu Perbandingan Kesusasteraan,dari Eropa, Amerika dan
beberapa negara lain.
Tempat kuliahnya sebenarnya di Yale University, New Heaven, Connecticut. Kuliah itu
diadakan dua Catur Wulan yaitu dari pertengahan September1958 sampai dengan Mei 1959. Di
Tempat tersebut jurusan Comparative Litrature menjadi bagian yang berdiri sendiri dengan
ketuanya Reene Weliek, ia mengikuti empat mata kuliah, pertama dua mata kuliah dari Profesor
Wellek yaitu Contemporary Criticism in England, The United States, and the European
Continent dan Tolstoy in his European setting. Kedua, dari Profesor Brooks yaitu Twentieth
Century, dan ketiga dari - Profesor Wimsat, yaitu Theories of Poetry.
Satu hal yang perlu Jassin catat adalah mata kuliah Kesusasteraan diajarkan tersendiri di
dalam satu jurusan, tidak sebagai mata kuliah tambahan atau pembantu. Lain dari keadaan di
Universitas Indonesia pada tahun 50-an, mata kuliah kesusastraan diajarkan bersama dengan
mata kuliah bahasa. Mata kuliah bahasa tersebut lebih mendapat tempat, atau menjadi mata
kuliah utama. Namun kini kedua mata kuliah itu, keseusastraan dan bahasa atau linguistik,
pengajaranya telah berhasil dipisahkan. Jadi kedua ilmu itu mempunyai masing-masing jurusan.

78

79
Di Yale University untuk mencapai satu tingkat M.A. atau Ph.D, mahasiswa wajib
mengikuti berbagai persyaratan. Persyaratan itu umumya adalah mahasiswa harus menempuh
empat mata kuliah, yang dipilih bersama ketua jurusan. Dengan terbatasnya mata kuliah yang
dipilih memungkinkan mahasiswa lebih khusus dan mendalam mempelajarinya.
Sistem pengajaran di Amerika umumnya lebih mementingkan bentuk seminar. Dengan
bentuk seperti ini mahasiswa diajarkan untuk membuat makalah sendiri, dan harus
mempertahankannya dalam diskusi antar mahasiswa. Hal ini dapat dilakukan karena jumlah mata
kuliah yang terbatas.
Dengan memperdalam dan memperluas pengetahuan tentang “Ilmu Perbandingan
Kesusastraan” yang dipelajarinya di Amerika sangat menunjang ajar mengajarnya di Fakultas
Sastra-UI, selain itu, juga mendukung Disertasi tentang “Kesusastraan Indonesia Modern”
yang sedang dipersiapkannya.36
Sebagai seorang akademisi tentunya banyak pengalaman dan penghargaan yang telah
diperolehnya, dalam buku sastra Indonesia sebagai warga sastra Dunia ia mendapatkan
pengakuan yang beragam dari berbagai pihak: H.B. Jassin adalah tokoh yang sudah tidak asing
lagi dalam kesusastraan Indonesia. Gayus Siagian menyebutnya “Paus Kesusastraan Indonesia”
, Profesor Teeuw menyebutnya “Penjaga Sastra Indonesia” , Arief Budiman menyebutnya
“Kritikus Sastra yang bekerja secara cermat dan kontinyu” , M.H. Rustandi Kartakusuma
memberinya predikat “Penerjemah yang baik” , dan Profesor Harsya W.Bachtiar, ketika masih
menjabat Dekan Fakultas Sastra Universitas Indonesia (1975) pernah mengatakan 36 Balai
Pustaka, Omong-omong H.B. Jassin (Perjalanan ke Amerika 1958-1959), (Jakarta PT. Balai
Pustaka, 2000), cet/ke-10, h. VII-X.

79
80
“Fakultas Sastra Universitas Indonesia sendiri sudah sejak 1969 ingin mengangkatnya
sebagai guru besar.37

Pembelaan Dalam Perkara “LANGIT MAKIN MENDUNG”


Selain pengalamannya dalam dunia pendidikan H.B.Jassin juga memiliki pengalaman
yang tidak dapat dilupakannya begitu saja, karena hal tersebut berkaitan dengan karya cipta
orang lain tapi ia bersedia untuk menjadi terdakwa saat itu.
Pembelaannya dalam perkara “Langit Makin Mendung” di muka pengadilan Jakarta
Pusat pada bulan Agustus 1968 dilakukannya dengan ikhlas dan senang hati terhadap cerita
pendek karya seseorang yang berada di balik nama Ki panji kusmin. Pembelaan yang dimaksud
adalah karena isi cerita dalam Cerpen itu berkaitan dengan hal-hal yang bertentangan dengan
akidah agama tertentu (Islam), menurut Jaksa penuntut dan Menteri Agama waktu itu, sedangkan
menurut Jassin sendiri semua fakta yang tersaji dalam cerita itu hanya bersifat imajinasi, khayal,
atau fantasi, sedangkan akidah adalah soal dogma atau hakikat. Dan fantasi tidak sama dengan
hakikat.
Logika yang semu dicoba saudara jaksa paksakan kepada terdakwa dengan pertanyaan
sebagai berikut :
1. Tuhan di antara salah satu sifatnya adalah Qadir, artinya maha kuasa, kalau Tuhan
digambarkan sebagai terpaksa, apakah itu tidak bertentangan dengan agama? Ketika terdakwa
memberikan penjelasan, penjelasannya ditolak, yang dikehendaki oleh jaksa hanya jawaban
“ya” atau “tidak” , menurut Jassin saat itu ia berhadapan dengan logika jaksa karena jaksa
mensejajarkan karangan sastra yang bersifat imajiner dengan ajaran agama ynag bukan imajiner.

37

80
81
2. Contoh lain di mana penuntut umum dalam tanya jawabnya hanya meminta jawaban
“ya” atau “tidak” atas pertanyaan menurut sifat dua puluh dan ayat Qur'an, Tuhan itu
sempurna; dijawab tertuduh “ya” , betul, lalu penuntut melanjutkan dalam cerita itu Tuhan
digambarkan sebagai orang tua, berarti Tuhan tidak sempurna. Dia bisa muda dan bisa tua dan
tentu bisa mati. Apakah ini tidak bertentangan dengan keyakinan dan iman saudara sebagai orang
Islam? Dijawab oleh terdakwa “ya” ini bertentangan dengan keyakinan dan agama. Di sini
menurut Jassin nampak suatu kontradiksi, suatu kelicikan terjadi dan manipulasi dalam
pemikiran. Menurutnya lagi Tuhan tidak tergantung pada cara manusia menggambarkan ada-
Nya. Dia menerima semua yang beritikad baik mencari Wajah-Nya. Sifat dua puluh hanyalah
tafsiran manusia, sekalipun bedasarkan Qur'an dan Hadits. Tuhan di sini coba dirumuskan
dengan kata-kata dan istilah, tapi Tuhan tidak dapat dirumuskan. Jadi sifat 20 pun belum lengkap
menafsirkan, apalagi menggambarkan Tuhan yang sesungguhnya. Pengarang Ki panji kusmin
tak bermaksud menghina Tuhan hanya karena ia menggambarkannya sebagai orang tua
berkacamata (apakah orang tua berkacamata hina?). Lagi pula yang digambarkan ini bukanlah
zat Tuhan, siapakah yang zat Tuhan? Tuhan yang digambarkan ini adalah Tuhan imajiner, bukan
Tuhan hakikat, bagaimanakah pengarang dapat menghina Tuhan yang sesungguhnya dalam
dunia yang imajiner.
3. Tuduhan berikutnya berdasarkan KUHP 156 menyatakan di muka umum penghinaan
terhadap sesuatu golongan, dalam hal ini ialah golongan kiai-kiai Islam. Menurut terdakwa
adalah tidak beralasan sama sekali. Pertama pengarang dengan ceritanya sama sekali tidak
bermaksud menghina para kiai historis. Kedua cerita itu adala imajiner, bukan laporan-sejarah:
Ketiga; tokoh-kiai yang imajiner itu dalam rangka kejadian 81
82
imajiner adalah kiai yang menyelewengkan agama dan sebagian yang demikian patut
dicela. Kiai-kiai yang dimaksud pengarang dalam ceritanya yang imajiner itu tentulah bukan
yang seperti Hamka, Muhammad Natsir, Isa Anshari, Firdaus A.N. sebab para kiai yang
semacam mereka ini yang menegakkan Islam, tapi mengapa justru dijebloskan ke dalam tahanan.
Rangkuti berpendapaat bahwa tujuan pengarang adalah hendak mensucikan Islam dari
racun-racun faham baru yang menyesatkan (Nasakom), sehingga banyak dari pengikut-
pengikutnya dengan sadar ataupun tidak memperpincang ataupun melumpuhkan Islam. lman dan
Islam menjadi permainan bibir semata. Semua peristiwa dan gejala yang destruktif untuk Islam
inilah yang menjadi latar belakang timbulnya imajinasi pengarang Ki panji kusmin.
Menurut H.B. Jassin, saya tidak kenal dengan Ki panji kusmin waktu karangan-karangan
yang pertama saya terima, sebagaimana biasa tiap pengarang yang berhasil lolos masuk dalam
majalah SASTRA, otomatis saya kirimi formulir biografi pengarang untuk keperluan
dokumentasi, tapi ia mendapat jawaban: “Saya baru mulai pak. Belum sepatutnya saya
memberikan biografi saya, nantilah apabila saya telah maju dalam karang mengarang akan
saya kirimkan” . Jawaban ini bagi Jassin jadi petunjuk bahwa pengarang bukan seorang yang
suka menonjolkan diri, tapi seorang yang rendah hati, seorang yang jatmika.
Kemudian pada saat berikutnya, barulah terdakwa mendapatkan gambaran sedikit
mengenai pengarang. Ibu Ki panji kusmin melukiskan dia sebagai seorang yang pendiam, tidak
banyak bergaul dengan orang, suka menyisihkan diri, sederhana, suka merenung-merenung dan
menulis-menulis. Ki panji kusmin lahir tahun 1941, sekolahnya sampai tamat Akademi
Pelayaran dan beberapa tahun menjadi mualim. Tapi pekerjaan di kapal rupanya tidak menarik
hatinya dan ia kemudian turun ke darat dan bekerja di lapangan perdagangan. Mengenai agama
82
83
Ki panji kusmin lahir dari keluarga beragama Islam. Tapi ia sekolah di sekolah katolik
sejak sekolah dasar.
Sebagai seorang pendiam dan pemalu serta tidak banyak pergaulan, ia mempunyai rasa
rendah diri, dapatkah kita bayangkan jiwa pengarang tatkala ceritanya dihebohkan orang. Orang
berdemonstrasi, mendatangi kantor majalah yang memuat ceritanya, mencari pemimpin
perusahaan dan pemimpin redaksi dan mencari pengarang, ia cepat-cepat minta maaf kaget
sendiri oleh akibat tulisannya. Pendidikan pengarang di sekolah katolik sejak sekolah dasar,
mempunyai pengaruh pada hasil ciptaannya, seperti demikian halnya dengan Amir Hamzah.
Dapatlah kita mengerti mengapa ia sampai mempersonifikasikan Tuhan dan melukiskan
Nabi-nabi, hal-hal yang tidak asing dalam seni Nasrani.
Cerita “Langit makin mendung” adalah bagian pertama dari satu cerita panjang. Tiap
orang yang membaca bagian pertama ini merasakan bahwa cerita belum selesai, masih ada
sambungannya. Cerita perjalannya Nabi ke bumi baru berada pada tingkat pertama. Dikatakan
bahwa Nabi membuat riset ke bumi.
Turunnya Nabi ke bumi adalah karena pertimbangan yang mulia mengadakan riset
karena umatnya akhir-akhir ini sudah jarang yang nampak masuk surga. Di bumi berkecamuk
kemesuman, kemunafikkan, kelaparan, tangis dan kebencian. Maka apabila Nabi merasa
terpanggil untuk mengadakan riset itu adalah sesuai dengan kemuliaan jiwanya sebagai
pemimpin umat yang bertanggungjawab.
Pengarang tidak sesaat pun merendahkan Nabi. Ketika burak kendaraannya bertabrakkan
dengan Sputnik Rusia terpental bersama Jibril, mereka tidak cidera suatu apapun, tersangkut di
gumpalan awan yang empuk bagaikan kapas. Sebaliknya sputnik yang tidak punya rem
ketiganya masuk ke dalam neraka. Apabila Iblis terdengar mengatakan bahwa Islam terancam 83
84
digantikan Nasakom. Nabi dengan pasti berkat “sabda Allah tidak akan kalah. Begitu
pun Islam.
Ia ada dan tetap ada, walau bumi hancur sekalipun” .
Meskipun Nabi turun di atas daerah yang penuh kemaksiatan, jauh dari pada beliau sesuai
dengan kemuliaan akan lakunya untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang terkutuk,
sebaliknya beliau murka melihat keadaan di daerah itu. Nabi menggeleng-geleng melihat segala
kemaksiatan. Betapa mungkin rakyat yang sebagian besar beragama Islam begitu bebas berbuat
cabul katanya, dan apabila Nabi kemudian akan mengusulkan supaya dipasang TV di surga,
Jassin mengartikan bahwa maksud pemasangan itu adalah untuk mengikuti keadaan masyarakat
yang tambah merosot dan untuk dapat mengambil tindakan-tinadakan pencegahan atau
perbaikan. Jadi bukanlah untuk menyaksikan adegan-adegan cabul yang telah ternyata
menjijikan bagi Nabi. Kecabulan di daerah senen digambarkan dengan realistis, justru untuk
menampilkan kebobrokan masyarakat di tengah Alam Nasakom yang membawa kemelaratan.
Tapi meskipun realistis, gambarannya tidak menjadi porno.
Dalam cerpen tersebut tidak sesaat pun pengarang memperlihatkan romantik yang
menggugah syahwat nafsu birahi, malahan Nabi merasa jijik melihat kemesuman dan perihatin
terhadap kemelaratan dan penderitaan umatnya. Keadaan agama sudah sangat menyedihkan,
disebabkan karena pengaruh Ajaran Nasakom. Sundel-sundel pun sudah dijadikan soko guru
revolusi. Batu-batu di seluruh dunia tidak cukup untuk menghukum para pezinah , pelacur-
pelacur telah menguasai seluruh negeri.
Yang dikeritik pengarang Ki panji kusmin ialah "PBR" yang menciptakan nasakom dan
menuduh orang yang menentang komunis sebagai komunistophobi. Ia mengkritik juga para Kiai
yang tidak berani menegur apalagi menentang PBR. Meskipun ia nyata-nyata melanggar
berbagai suruhan agama dan melakukan kekejian pengarang dalam berimajinasi pergunakan alat-
84

85
alat gaya bahasa berupa pekerjaan maksiat di depan umum. Kepandaian pengarang dalam
berimajinasi diiringi dengan kepandaiannya dalam mempergunakan alat-alat gaya bahasa berupa
ironi, sarkasme, humor, satire, sinisme dan sebagainya. Tapi alat-alat ini tanpa pengertian dari
pihak pembaca bisa disalah tafsirkan sebagai contoh ironi, ironi adalah cara pengucapan dimana
seseorang mengatakan sesuatu, sedangkan yang dimaksud adalah sebaliknya. Setelah Nabi
menyaksikan adegan-adegan mesum di daerah planet, adegan pengeroyokan terhadap pencopet
yang kemudian dilindungi oleh orang berbaju hijau, berkatalah Nabi: “Sesungguhhya tontonan
ini mengasyikkan meskipun kotor. Akan ku usulkan dipasang TV di surga” . Pembaca yang tidak
sadar tingkat-tingkat gaya bahasa tersebut di atas, akan mengira bahwa ucapan itu dikatakan
serius, sedang sebenarnya Nabi justru hendak mengatakan yang sebaliknya.38
Demikianlah sekelumit tentang pembelaan H.B. Jassin terhadap cerita pendek “Langit
makin mendung” karangan Ki panji kusmin.

Meskipun demikian setelah sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat selesai H.B. Jassin
yang pulang ditemani istrinya bersama dengan Hamka yang berada dalam satu mobil, Hamka
memohon kepada hakim agar pesakitan (H.B. Jassin) dibebaskan saja. Sebab menurut Hamka
pesakitan belum mengetahui lebih mendalam pandangan Islam terhadap karangan seperti itu.

B. Hasil Karyanya
l. Karya Asli

Dalam opini umum yang berkembang saat ini, salah satu unsur penting yang dapat
dijadikan tolok ukur dalam menilai kualitas keilmuan seorang tokoh adalah berupa banyaknya 38
Ibid., h. 138

85

86
jumlah dan sejauh mana bobot karya tulis yang dihasilkannya. Di antara karangan H.B.
Jassin yang tercatat adalah :
- Angkatan 45 (1952), Tifa penyair dan daerahnya (1952), Kesusastraan Indonesia
Modern dalam kritik dan Esai I-IV (1954 dan 1957). Pertanggung jawab (1970D, Sastra
Indonesia sebagai warga Sastra Dunia(1983), Pengarang Indonesia dan Dunianya (1983),
Surat-surat 1943-1983 (1984), Sastra Indonesia dan Perjuangan Bangsa (1993), Koran dan
Sastra Indonesia (1994), Omong-omong H.B.Jassin (perjalanan ke Amerika 1958-1959) edisi
revisi (2000), Gema Tanah Air, edisi revisi (2000).

2. Karya Terjemahan
Di antara berbagai karya hasil terjemahannya antara lain saat ini telah terkumpul di Pusat
Dokumentasi Sastra H.B. Jassin adalah : Chushinguran karya Sakat Syioya, Renungan Indonesia
karya Syahrasad (1947), Terbang Malam karya A. De St Exupery, Kisah-kisah dari Rumania,
Api Islam karya Syed Ameer Ali, Cerita Panji dalam Perbandinangan, bersama Zuber Usman
karya R.M.Ng.Poerbatjaraka, Max Haveluar karya Multatuli (1972), Kian kemari Indonesia dan
Belanda dalam Sastra, The Complette Poems of Chairil Anwar dikerjakan bersama Liau Yoek
fang, Al-Quran Bacaan Mulia yang telah di terbitkan beberapa kali (1978,1982,dan 1990).
Dan beberapa karya di mana ia bertindak sebagai Editor karya-karya tersebut. Di
antaranya adalah: Pancaran Cita (1946), Kesusastraan Indonesia di masa Jepang (1948), Amir
Hamzah raja Penyair Pujangga Baru (1962), Pujangga Baru;Prosa dan Puisi (1963), Angkatan
66 ; Prosa dan Puisi (1968), Kontroversi Al-Qur'an Berwajah Puisi (1995).

86

87
Di tengah berbagai kesibukan dan aktifitasnya sebagai seorang penulis akademisi dan
lain sebagainya, ternyata Jassin memiliki beberapa catatan menarik, selain untuk kegiatan dalam
dunia pendidikan seperti pada tahun 1939 ia bekerja di Kantor Asisten Residen Gorontalo,
kemudian di Balai Pustaka ia bergelut cukup lama, sekitar tujuh tahun (1940-1947), dan terakhir
pada Lembaga Bahasa dan Budaya pada tahun 1953-1973.39
39 Kusman K dan Mahmud SU, Sastra Indonesia dan Daerah (sejumlah masalah),
(Bandung: PT. Angkasa Bandung, 1997), h.17

87
88

BAB IV

TINJAUAN TERHADAP TERJEMAHAN AL-QURANUL KARIM

BACAAN MULIA

A. Cara kerja H.B. Jassin dalam menerjemahkannya. H.B. Jassin bekerja 1. Dengan
cara mempelajari berbagai terjemahan dalam Bahasa Indonesia dan Bahasa Asing.

2. Cara menyasun baris-baris sajak dipertimbangkan. Dari sudut irama yang bertalian
dengan pengaturan nafas, dari sudut keteraturan bunyi demi kenikmatan pendengaran dan juga
dari sudut kesatuan isi kalimat atau bagian-bagian kalimat. Hal ini dapat kita lihat dalam seluruh
hasil terjemahannya di dalam terjemahan Al-Qur'an "Bacaan Mulia" di bawah ini contoh
mengatur irama dengan merubah letak perkataan sesuai dengan makna yang terkandung di
dalamnya. Di dalam surat Asy-Syu'aro dikisahkan Fir'aun meminta pertimbangan kepada para
pembesarnya apa yang harus dilakukan untuk rnelawan Musa.
Terjemahannya adalah :
Mereka menjawab : ‘Suruhlah tunggu

(Musa)
dan
saudarianya

Dan kirim ke kota-kota para bentara.


Menurut H.B. Jassin lebih bertenaga dan penuh ancaman rasanya jika baris terakhir
disusun demikian :

88

89

Dan kirim para bentara ke kota-kota.40


3. Adakalanya demi irama persajakan ia menerjemahkan menurut akibat dari apa yang
diterbitkan oleh kata itu, misalnya:

Dan hari itu sangkakala pun ditiup


Lebih hidup dan lebih lancar kedengarannya, jika diterjemahkan:
Dan hari itu sangkakala pun dibunyikan (Q.S. 27, 87)
4. Dengan mempergunakan berbagai kamus Arab dengan keterangan dalam Bahasa
Asing, daftar kata, konkordansi dan buku-buku ilmu bantu untuk menyokong pengertian,
sebagaimana dinyatakan sendiri oleh HB. Jassin sendiri.41 “Dalam mempelajari isi AlQur’an
dan kemudian menerjemahkannya ke dalam Bahasa Indonesia dan Bahasa Asing dan
mempergunakan berbagai kamus Arab dengan keterangan dalam bahasa asing yang saya
mengerti, daftar kata-kata, korkondansi dan sekian banyak buku-buku ilmu Bantu untuk
menyokong pengertian.”
Selanjutnya H.B. Jassin memberikan contoh praktek kerjanya ketika menerjemahkan kata
tukadzziban dalam surat Arrahman ayat 55. Dalam Bahasa lnggris diterjemahkan : (you) deny,
kata kerjanya tidak menunjukkan keduaan. Tetapi, kata H.B. Jassin, ada seorang penerjemah
Arthur. J. Arberry, yang memberikan pemecahan bagus sekali.
Surat Ar-Rahman ayat 55 yang berbunyi :

Wich of your lord's bounties, will you and you deny ?

40 H.B. Jassin, Pengantar Bacaan Mulia,


41 Ismail Lubis, Falsifkasi terjemahan Al-Qur’an Depag 1990.op.cit., h. 121.

89
90
Meskipun kata-kata Inggrisnya tidak menjadi dualis, kata personanya yang diulang
menunjukkan dualis, lanjutnya. Tetapi tetap saja masih terdapat kekurangan tidak jelas siapa
yang dimaksud "you and you". Kuncinya ditemukan dalam terjemahan Departemen Agama, di
sana diterangkan bahwa yang dimaksud ialah golongan jin dan manusia, yaitu dalam terjemahan
ayat 35 surat yang sama "yursalu'alaikuma syuwazun "
: kepada kamu jin dan manusia dilepaskan nyala api .... maka ayat tersebut
diterjemahkannya demikian :
Maka karunia manakah dari Tuhanmu yang kamu (manusia) dan kamu (jin) dustakan ?

B.

Hambatan-hambatan dan tanggapan tokoh penerjemah Al-Qur'an terhadap


terjemahan Al-Quranul Karim Bacaan Mulia.
- Hambatan-hambatan (dalam penerjemahan Bacaan Mulia).

Usaha menerjemahkan Al-Qur' an ke dalam Bahasa Indonesia bukanlah tugas mudah dan
tanpa hambatan. Berbagai tanggapan dan respon datang dari berbagai pihak yang disampaikan
melalui barbagai media dan instansi pada waktu itu.

Apa yang menjadi kekhawatiran H.B. Jassin rrrengenai isi terjemahannya benar-benar
menjadi kenyataan, meski H.A. Mukti Ali dan Hamka, masing-masing sebagai Menteri Agama
dan ketua Majelis Ulama Indonesia, telah memberikan sambutan atas terbitnya terjemahan
AlQur'an tersebut.

Saya amat berterima kasih atas catatan-catatan yang disampaikan kepada saya tutur
Jassin mengenai terjemahannya "Bacaan Mulia ". Ada yang sifatnya membangun, ada yang
diuraikan dengan hati yang dingin dan ada pula yang dilontarkan dengan emosi meluap-luap.

90

91
Semua respon dan tanggapan tersebut diterimanya dengan perasaan bersyukur, karena
menggugahnya untuk mempelajari Al-Qur'an lebih mendalam lagi dan menjadikannya sebagai
bahan pertimbangan.

Dengan mengadakan perbaikan-perbaikan, Insya Allah akan diperoleh hasil terjemahan


yang lebih dapat dipertanggungjawabkan.

Di antara hambatan yang paling bermasalah menurut H.B. Jassin adalah : 1. Kekakuan
terjemahan
Kekakuan dalam terjemahan mungkin timbul karena terlalu dipengaruhi oleh susunan
kalimat dalam Bahasa Arab dengan tidak memperhatikan susunan menurut rasa Bahasa
Indonesia atau pengambilan suatu ungkapan dalam konstruksi kalimat Bahasa Arab tanpa
menggantinya dengan ungkapan Bahasa Indonesia.
2. Tidak adanya tanda-tanda baca yang jelas, sehingga masing-masing orang dapat
menggunakan tanda baca yang beda, akibatnya akan menimbulkan pengertian yang berbeda
pula.
3. Jenis kata sambung yang terbatas dan masing -masing mempunyai fungsi yang dapat
berbeda-beda. Kata sambung wa tidak selalu diterjemahkan dengan "dan" bisa juga dengan
‘karena, sedang, sementara’ dan juga dapat berfungsi sebagai titik dan koma saja, sekedar tanda
pemisah antara dua kalimat. Fa bisa diterjemahkan dengan `maka, karena itu' atau tidak
diterjemahkan sama sekali.42
Di bawah ini dapat rnelihat reaksi yang datang dari berbagai lapisan, di antaranya : 1. H.
Oemar Bakry, dalam bentuk surat ia menyampaikannya kepada Menteri Agama waktu itu, ketua
Majelis Ulama Indonesia, dan ketua Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia. Suratnya berisi
contoh-contoh terjemahan yang dengan istilahnya sendiri 42 Pengantar Bacaan Mulia, op.cit., h.
19-21

91

92
disebut "keganjilan-keganjilan ". Berbagai contoh yang dikatakan ganjil oleh Oemar
Bakry ialah :
1. Kata "
" kadang-kadang diterjemahkan oleh H.B. Jassin dengan
"petunjuk" seperti pada ayat 2 surah Al-Baqarah dan kadang-kadang diterjemahkan
dengan “pimpinan" seperti pada ayat 16 surat yang sama.
Terjemahnya berbunyi "Merekalah yang menukar pimpinan dengan kesesatan. "
2. Ayat ke-3 pada surah Al-Baqarah "Wal ladzina yu'minuna bil ghaibi"
diterjema.hkan dengan "(bagi) mereka yang beriman kepada yang ghaib" ini berarti
bahwa Al-Qur'an itu adalah petunjuk bagi :
a. Mereka yang takwa (kepada Tuhan)
b. Mereka yang beriman kepada yang ghaib dan dapat menjadi petunjuk kepada orang
yang bertakwa walaupun tidak beriman kepada yang ghaib, dan
sekalipun kepada orang mempercayainya saja adanya hari kiamat walaupun tidak
bertaqwa kepada Tuhan.
Menurut Oemar Bakry, demikianlah pengertian dari teks pada potongan ayat tersebut,
karena penerjemah menilai kata "Alladzina yu'minuna" adalah keterangan tujuan kedua setelah
kata "Iil muttaqina" atau dalam ilmu Nahwu, kata "Alladzina" di i'rabkan oleh Jassin mengikuti
(ma'tuf) kepada "Al-Muttaqina ". Sedangkan menurut Bakry hal tersebut jelas suatu kesalahan
besar menurut aturan ilmu tata Bahasa Arab, karena sesuatu kata yang tanpa didahului oleh huruf
àtaf telah dinilai sebagai ma'tuf (keterangan atau bagian kedua dari yang sedang dijelaskan).
Kata "alladzina" dalam ilmu Nahwu menurut Oemar Bakry adalah "Isim Mausul" ,
apabila tidak ada yang mengubah dari fungsi aslinya, ia berfungsi sebagai penghubung dan
kalimat sesudahnya sebagai "shilah" (keterangan) lebih lanjut dari kata sebelumnya
(Maushulnya) bukan sebagai bagian yang terpisah atau berdiri sendiri dari maushulnya.

92

93
Dengan demikian, kata Oemar Bakry, isi ayat tersebut telah dipecah oleh H.B. Jassin
karena kekeliruan dalam menetapkan fungsi sesuatu kata atau anak kalimat dari ayat-ayat
AlQur'an yang berbahasa Arab itu.
Surat Oemar Bakry ini ditutup dengan harapan pada Departemen Agama dan Majelis
Ulama untuk meneliti hasil terjemahan H.B. Jassin dan mengambil langkah-langkah positif dari
hasil penelitian tersebut.
2. Surat Team Peneliti Bacaan Mulia H.B. Jassin dari surabaya kepada Menteri Agama
RI di Jakarta. Surat ini pada pokoknya berisi :
1) Contoh-contoh terjemahan H.B. Jassin yang dinilai tidak tepat.
2) Penolakan terhadap hasil perbaikan yang dilakukan oleh Lajnah Pentashih
Departemen Agama RI.
3) Keraguan terhadap basil penelitian dan koreksian yang dilakukan oleh Majelis Ulama
DKI Jakarta.
4) Rasa penyesalan atas sambutan Menteri Agama dan Hamka ketika Bacaan Mulia ini
diterbitkan.
5) Harapan kepada Menteri Agama untuk mencegah peredaran Bacaan Mulia tersebut.

Sebagai contoh yang tidak tepat menurut basil penelitian Team Peneliti Bacaan Mulia
H.B. Jassin ini ialah :

1) Terjemahan ayat 44 surat al-Baqarah :


Apakah kamu perintahkan orang
Berbuat kebaikan,

93

94
Sedang kamu sendiri lupa

(melakukan),
Padahal kamu membaca Al-Kitab?

Tidakkah kamu menggunakan pikiran?

Kata “
” Menurut Team Peneliti
dari Surabaya ini, H.B. Jassin telah salah mengartikan. Seharusnya: "Kamu melupakan
dirimu sendiri."
2) Terjemahan ayat 49 surat al-Baqarah :
Dan (ingatlah) ketika kami

Selamatkan kamu dari orang Fir’aun.

Mereka menimpakan kepadamu



Siksaan yang pedih menyakitkan.

Mereka menyembelih putera-puteramu


Dan membiarkan hidup

Anak-anak perempuanmu.


Yang demikian itu merupakan ujian.

Yang dasyat dari tuhanmu.

Kata “
” seharusnya diterjemahkan : “dari Fir’aun
dan pengikut-pengikutnya.”

3. Surat (catatan-catatan) dari Dewan Da'wah Islamiyah Jakarta Raya tentang kesalahan-
kesalahan dalam Teriemah atau Arti yang Tidak Mencapai Maksud Al-Qur'anul Karim Bacaan
Mulia H.B. Jassin.
94

53
Sebagai contoh yang salah atau yang tidak mencapai maksud menurut Dewan Da'wah
Islamiyah Indonesia Jakarta Raya ini ialah:
1) Penggunaan kata "Bacaan Mulia " untuk ' Al-Qur'an al-Karim ", tidak mengenai
maksud yang sebenarnya.
2) Terjemahan ayat 56 surat Ar-Rahman :
Dalam

keduanya

(gadis-gadis)
Yang suci
menundukka
n pandang,
Tiada
manusia
maupun jin
Sebelum
mereka
pernah
menjamah
Menurut Dewan Da'wah, kalimat: "Dalam keduanya (gadis-gadis) yang suci
menundukkan pandang. Tiada menusia maupun jin sebelum mereka menjamah, " tidak memberi
pengertian yang jelas. Mungkin maksudnya, "Dalam sorga itu ada gadis-gudis suci yang
menundukkan pandangan yang belum pernah sebelumnya manusia dan jin menjamah ", kata
Dewan Da'wah mengakhiri pendapatnya.

53

54
Contoh-contoh kesalahan dan arti yang tidak mencapai maksud di atas, dilampiri dengan
sepucuk surat yang isinya memohon kepada Menteri Agama :
1) Agar membentuk sebuah panitia pemeriksa yang terdiri atas ulama dan cendikiawan
yang memenuhi sekurang-kurangnya dua syarat, yaitu "tabahhur"
dalam ilmu-ilmu agama (mengusai betul ilmu-ilmu agama) dan "ta'amuq" dalam Bahasa
Al-Qur'an dan Bahasa Indonesia (mendalam betul dalam Bahasa AlQur'an dan Bahasa
Indonesia).
2) Menahan sementara penerbitan dan penyebaran Al-Qur'anul Karim Bacaan Mulia
H.B. Jassin sampai pemeriksaan yang dilakukan oleh Panitia selesai.
Masih banyak tanggapan atas terbitnya Al-Qur'anul Karim Bacaan Mulia H.B.
Jassin, baik berbentuk surat maupun artikel yang isinya secara keseluruhan tidak sempat
dikemukakan di sini, di antaranya :
1) Surat dari Majelis Pertimbangan Kesehatan Dan Syara' Departemen Kesehatan R.I
kepada Menteri Agama.
2) Artikel dengan judul "Bacaannya Mengasyikkan, Tapi Terjemahannya Perlu
Diamankan, " oleh aminuddin Aziz, Pelita, Jumat 22 dan 23 Desember 1978.
3) Pendapat dari anggota Dewan Perwakilan Rakyat Zaidan Djauhari dan Amin Iskandari
yang disampaikan kepada pers tentang banyaknya kesalahan dalam Terjemahan Al-Qur'an H.B.
Jassin, Pos Kota, 23 Oktober 1978.
Apabila diperhatikan reaksi masyarakat atas terjemahan H.B. Jassin yang pada umumnya
disampaikan melalui surat kepada Menteri Agama, Ketua Majelis Ulama Indonesia, Ketua
Dewan Dakwah Islamiah Indonesia, atau ditulis dalam berbagai media cetak seperti surat kabar,
sudah selayaknya penerbitan karya tersebut ditangguhkan.

54

55
Kenyataannya tetap diterbitkan sebagaimana diharapkan oleh H.B. Jassin dan sebagian
masyarakat yang cara pandangnya terhadap karya tersebut berbeda dengan mereka yang
bereaksi.
Ketika hal izin penerbitan ini ditanyakan ke Departemen Agama, secara tegas dijawab
bahwa selain naskah itu sudah dikoreksi oleh tim, tetap saja memerlukan penyempurnaan-
penyempurnaan di kemudian hari seperti yang dialami oleh terjemahan-terjemahan Al-Qur'an
lainnya. Jadi, dapat dikatakan selalu ada permasalahan-pemasalahan yang akan muncul sesuai
dengan perkembangan pemikiran para pembaca dan perkembangan bahasa penerima sebagai
konsekuensi dari karya terjemahan yang mengandung nilai subyektif.
Di sisi lain tidak semua hasil koreksian yang disampaikan oleh masyarakat kepada
Departemen Agama, Majelis Ulama dan badan-badan lain sebagai hal yang prinsip (kebenaran
yang menjadi pokok dasar bertindak). Sebagai contoh dapat dikemukakan hasil koreksian yang
disampaikan oleh H. Oemar Bakry :
Kata-kala "huda" kadang-kadang diterjemahkan dengan "penunjuk" seperti pada ayat 2
surat Al-Baqarah, dan kadang-kadang diterjemahkan dengan "pimpinan" seperti pada ayat 16
surat Al-Baqarah. Terjemahan berbunyi "merekalah yang menukar pimpinan dengan kesesatan".
Bukanlah pasangan yang lebih tepat ialah "petunjuk"
sehingga keindahan bahasanya dapat terpelihara?

Dalam koreksian di atas, Oemar Bakry menginginkan pasangan yang lebih tepat dalam
kalimat terjemahan sehingga keindahan bahasanya dapat terpelihara. Dalam hal ini H.B. Jassin
juga berkata : "tapi saya menerjemahkan Qur'an ke dalam Bahasa Indonesia yang puitis, dengan
memperhatikan keindahan bunyi, irama, hiasan, warna dan 55

56
suasana." Jadi, penggunaan kata "pimpinan" pada ayat 16 surat Al-Baqarah tersebut
dimaksudkan oleh H.B. Jassin untuk keindahan bunyi dan suasana sehingga tidak membosankan
pembaca, sebab kata pimpinan sama artinya dengan bimbingan, yang juga merupakan
terjemahan kata "huda" pada ayat 175 surat Al-Baqarah.
Contoh kedua adalah kata "
" pada ayat 265 surat Al-Baqarah yang
diartikan oleh H.B. Jassin dengan "ernbun ". Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia,
embun yang dimaksudkan oleh H.B. Jassin tidak terlaiu menyimpang dari makna yang
dimaksudkan oleh Ibnu Kasir.
Dalam tafsirnya, Tafsir al-Qur’an al-Azim, Ibnu Kasir mengartikan "
"
dengan “ ” `gerimis' ataùhujan rintik-rintik', sedangkan embun dalam Bahasa Indonesia
salah satu pengertiannya ialah titik-titik air yang jatuh dari udara. (pada malam hari).43
C. Analisa Terhadap Terjemahan Karya H.B. Jassin Pada Surat Ar-Rahman dan
Perbandingannya dengan Terjemahan Departemen Agama R.I.
Suatu terjemahan biasanya ditulis pada naskah agar dapat dikaji oleh orang yang tidak
memahami Bahasa Arab (bahasa Al-Qur'an) sehingga dapat memahami kehendak Allah Azza
Wa Jalla dari kitab-Nya Al-Aziz lantaran terjemahan itu.44
Kata "terjemah" dapat digunakan pada dua arti yaitu terjemah harfiah atau pengalihan
bahasa secara Iafzi dari suatu bahasa ke dalam bahasa lain di mana tertib bahasa kedua sesuai
dengan susunan dan tertib bahasa sumber, dan terjemah tafsiriah atau terjemah maknawiyah, 43
Ibid., h. 116 - 121
44 Muhammad Ali Ashobuni, Attibyun fi ulumil Qur’an, penerjemah, Muhammad
Qodirun Nur, (Jakarta: Pustaka Amani, 1988), h. 285.

56

57
yaitu menjelaskan makna pembicaraan dengan bahasa lain tanpa adanya ikatan dengan
konteks bahasa asal atau memperhatikan susunan kalimatnya.45
Daiam surat Ar-Rahman terdapat 78 ayat yang memiliki keistimewaan tersendiri karena
terdapat 31 ayat dimana bunyi ayat tersebut di ulang-ulang sebanyak itu pula. Lebih lanjut,
sehubungan dengan analisa yang penulis lakukan pada terjemahan surat Ar-Rahman karya H.B.
Jassin yang akan dibandingkan dengan terjemahan Departemen Agama, terdapat
beberapa kesamaan dan perbedaan:
Agar jenis penerjemahan Al-Qur'an yang dilakukan oleh H.B. Jassin bisa ditetapkan,
terlebih dahulu dikemukakan contoh-contoh sebagai sampel. Dalam haI ini penulis mengambil
surat Ar-Rahman agar mudah dibandingkan dengan terjemahan Departemen Agama.
Berikut ini adalah kutipan Ar-Rahman yang secara langsung diambil dari H.B. Jassin
(1991,749-754) tanpa perubahan.

AR-RAHMAN-YANG MAHA PEMURAH

Turun di Makkah, 78 ayat

Dengan nama Allah

Yang maha pemurah

Yang maha penyayang

1.

(Tuhan) yang Maha pemurah

2.

Mengajari (Muhammad) Al Quran.


3.

Menciptakan Insan.

4.

Diajari-Nya fasih perkataan.


5.

Matahari dan bulan (beredari) dengan

perhitungan.

45 Manna Khalil Alqattan, Mabahis fi ulumil Qur’an, penerjemah, Muzakir AS, (Jakarta:
Litera Antar Nusa, 1996), cet.ke-3, h. 443.

57
58

6.

Tanaman merambat dan pohonan keduaya sujud

kepada Tuhan.

7.

Langit ia tinggikan dan diadakan-Nya Neraca


(keadilan),

8.

Supaya kamu jangan melampaui batas

Timbangan.

9.

Tegakkan neraca dengan keadilan,

dan jangan kamu kurangi sukatan.

10.

Bumi ia bentangkan untuk semua insan


11.

Di atasnya tumbuh buah-buahan dan pohon

korma dengan selodang.

12.

Juga padi-padian yang berkulit,

Dan tumbuh-tumbuhan yang harum baunya.

13.

Maka karunia manakah dari Tuhnmu,

Yang Kamu (manusia) dan kamu (jin)

Dustakan ?

14.
Ia ciptakan manusia dari tanah liat

Kering bunyi seperti tembikar,

15.

Dan dia menciptakan jin dari nyalanya api.


16.

Maka karunia manakah dari Tuhanmu, Yang

kamu (manusia) dan kamu (jin)

Dustakan?



17.

(Ia adalah) Tuhan kedua timur

dan Tuhan kedua barat


18.

Maka karunia manakah dariTuhanmu,

Yang Kamu (manusia) dan kamu (jin)

Dustakan?

19.
Ia lepaskan kedua lautan

Yang saling bertemu

58
59

20.

Antara keduanya ada ada sempadan,

Masing-masing tiada saling berlewatan

21.

Maka karunia manakah dari Tuhanmu,

Yang Kamu (manusia) dan Kamu (jin)


Dustakan?


22.
Dari keduanya keluarlah mutiara

dan merjan.

23.

Maka karunia manakah dari Tuhanmu,

Yang Kamu (manusia) dan Kamu (jin)

Dustakan?


24.

Kepunyaan-Nya bahtera-bahtera

Berlayar tinggi lintas lautan,


laksana gunung menjulang.

25.

Maka karunia manakah dari Tuhanmu,

Yang Kamu (manusia) dan Kamu (jin)

Dustakan?

26.

Segala yang ada di (bumi)

Akan binasa,

27.

Tapi kekal (selama-lamanya)

Wajah Tuhanmu, agung dan mulia



28.

Maka karunia manakah dari Tuhanmu,

Yang Kamu (manusia) dan Kamu (jin)

Dustakan?

29.
Segala makhluk dilangit dan dibumi

Kepada-Nya memohon,

Setiap hari ia penuh kesibukkan

30.

Maka karunia manakah dari Tuhanmu,

Yang Kamu (manusia) dan Kamu (jin)

Dustakan?
(Yakni) kami kan membuat

59

60
31.
perhitungan terhadapmu.

hai (kedua jenis makhluk)

jin dan manusia!


32.

Maka karunia manakah dari Tuhanmu,

Yang Kamu (manusia) dan Kamu (jin)

Dustakan?

Hai kumpulan jin dan manusia!

33.
Jika sanggup kamu menembus keluar

Dari daerah-daerah langit dan bumi,

Tembuslah !

Tiada kamu sanggup

Menembus (Nya)


Tanpa kekuasaan (kami).


34.

Maka karunia manakah dari Tuhanmu,

Yang Kamu (manusia) dan Kamu (jin)

Dustakan?

35.

Kepada kamu, (jin) dan kamu (manusia)

Dilepaskan nyala api dan cairan

tembaga

Maka tiadalah kamu dapat

Membela diri.

36.

Maka karunia manakah dari Tuhanmu,

Yang Kamu (manusia) dan Kamu (jin)

Dustakan?


37.
Bila langit pecah terbelah

Kemerah-merahan seperti bunga mawar

Yang merah laksana minyak berkilauan


38.

Maka karunia manakah dari Tuhanmu,

Yang Kamu (manusia) dan Kamu (jin)


Dustakan?

39.

Hari itu tiada dinyatakan (lagi)

Hai dosa kepada manusia dan jin

60

61
40.

Maka karunia manakah dari Tuhanmu,


Yang Kamu (manusia) dan Kamu (jin)

Dustakan?

41.

Orang-orang yang durjana

Akan dikenal akan tanda-tandanya,

Dan mereka akan dicekam pada

Ubun-ubu dan kakinya

42.
Maka karunia manakah dari Tuhanmu,

Yang Kamu (manusia) dan Kamu (jin)

Dustakan?

43.
Inilah neraka jahanam yang

Didustakan orang durjana

44.

Di tengah-tengahnya

Dan tengah air panas mendidih,

Mereka berputar berkeliling!

45.

Maka karunia manakah dari Tuhanmu,

Yang Kamu (manusia) dan Kamu (jin)


Dustakan?

46.

Tapi bagi orang yang takut akan saat

Ia berdiri di depan Tuhannya,

Ada dua sorga (tersedia).

47.

Maka karunia manakah dari Tuhanmu,

Yang Kamu (manusia) dan Kamu (jin)

Dustakan?

48.

Dalam keduanya (tumbuh) aneka macam


Pohonan.

49.

Maka karunia manakah dari Tuhanmu,

Yang Kamu (manusia) dan Kamu (jin)

Dustakan?

50.
Dalam keduanya mengalir

Dua mata air.

61
62
51.

Maka karunia manakah dari Tuhanmu,

Yang Kamu (manusia) dan Kamu (jin)

Dustakan?

52.

Dalam keduanya berpasangan-pasangan


Setiap macam buah-buahan

Maka karunia manakah dari Tuhanmu,

53.

Yang Kamu (manusia) dan Kamu (jin)

Dustakan?


54.

Mereka berbaring diatas permadani,

Yang sebelah dalamnya dari sutra

Yang tebal

Buah-buahan kedua sorga


Bergantung rendah (mudah dicapai)

55.

Maka karunia manakah dari Tuhanmu,

Yang Kamu (manusia) dan Kamu (jin)

Dustakan?

56.

Dalam keduanya (gadis-gadis)

Yang suci menundukkan pandang.

Tiada manusia maupun jin

Sebelum mereka pernah menjamah


57.

Maka karunia manakah dari Tuhanmu,

Yang Kamu (manusia) dan Kamu (jin)

Dustakan?

58.
Mereka laksana permata

Batu delima dan merjan

59.

Maka karunia manakah dari Tuhanmu,

Yang Kamu (manusia) dan Kamu (jin)

Dustakan?

60.
Apakah ada balasan kebaikan

Selain kebaikkan?

62

63

Maka karunia manakah dari Tuhanmu,


61.

Yang Kamu (manusia) dan Kamu (jin)


Dustakan?

Selain yang dua itu ada lagi dua sorga

62.

Maka karunia manakah dari Tuhanmu,


63.

Yang Kamu (manusia) dan Kamu (jin)

Dustakan?

Hijau tua warnanya

64.

(karena daun yang rimbun)


Maka karunia manakah dari Tuhanmu,

65.

Yang Kamu (manusia) dan Kamu (jin)

Dustakan?

Dalam (masing-masing dari) keduanya


66.


Ada dua mata air memancar

Berlimpahan

Maka karunia manakah dari Tuhanmu,

67.

Yang Kamu (manusia) dan Kamu (jin)

Dustakan?

Dalam keduanya ada buah-buahan,

68.

Pohon korma dan delima

Maka karunia manakah dari Tuhanmu,


69.

Yang Kamu (manusia) dan Kamu (jin)

Dustakan?

Dalam (semua sorga) itu


70.


Ada hauri-hauri yang baik

Dan rupawan
Maka karunia manakah dari Tuhanmu,

71.

Yang Kamu (manusia) dan Kamu (jin)

Dustakan?

63

64
72.

Hauri-hauri yang jelita

Dan sopan diri,

Dipingit dirumah-rumah peranginan

73.

Maka karunia manakah dari Tuhanmu,

Yang Kamu (manusia) dan Kamu (jin)

Dustakan?

Tiada manusia maupun jin

74.
Sebelum mereka pernah menjamah


75.

Maka karunia manakah dari Tuhanmu,

Yang Kamu (manusia) dan Kamu (jin)

Dustakan?

76.

Mereka bersandari pada bantal-bantal

Yang hijau,

Dan permadani yang indah-indah

77.

Maka karunia manakah dari Tuhanmu,


Yang Kamu (manusia) dan Kamu (jin)

Dustakan?

78.

Terpujilah nama Tuhanmu,

Penuh keagungan, penuh kemuliaan


64

65



65

66
Dari contoh contoh di atas, dapat dikatakan bahwa penerjemahan yang dilakukan oleh
H.B. Jassin terdapat kesamaan dengan terjemahan Departemen Agama yaitu adanya footnote
sebagai penjelas dari kata-kata yang tidak dipahami seperti pada ayat 17, 46, dan 62. Dapat
dikatakan pula bahwa penerjemahannya secara harfiah (walaupun tidak mutlak). Dikatakan
demikian karena terdapat kata-kata yang tidak dapat diketahui maksud dan penggunaannya
sebagai akibat logis dari penerjemahan tersebut. Hal ini terjadi karena tidak selamanya bahasa
penerima mampu membunyikan bahasa sumber seperti yang dimaksud oleh bahasa sumber itu
sendiri. Untuk itulah tim penerjemah Al-Qur'an Departemen Agama daIam mengatasi kalimat
terjemahan yang tidak dipahami memberikan tambahan kata-kata atau catatan.
Kata-kata yang tidak dapat diketahui maksud penggunaanya pada terjemahan H. B. Jassin
di atas antara lain ialah :
l. Pada ayat 20 "tiada saling berlewatan" tidak jelas apa yang dimaksudkan dengan
kalimat itu. Terjemahan Departemen Agama Republik Indonesia melalui catatan kaki nomor
1444 mengatakan : bahwa "laa yabghiyan" menurut ahli tafsir maksudnya adalah
"masing-masingnya tidak menghendaki". Dengan demikian maksud ayat 19-20 ialah
bahwa ada dua laut yang keduanya tercerai karena dibatasi tanah genting. Tetapi tanah itu tidak
dikehendaki (tidak diperlukan) maka pada akhirnya, tanah itu dibuang (digali untuk keperluan
lalu lintas) maka betemulah dua lautan itu seperti Terusan Suez dan Terusan Panama.46
2. Pada ayat 29 "... Ia penuh kesibukan" tidak jelas maksudnya. Terjemahan Al-Qur'an
Departemen Agama Republik Indonesia, melalui catatan kaki nomor 1445 menjelaskan, 46
Departemen Agama, Al-Qur’an dan Terjemahannya, Madinah Al-Munawaroh, loc.cit.

66

67
maksudnya : Allah senantiasa dalam keadaan menciptakan; menghidupkan, memelihara,
memberi rezeki, dan lain-lain .47
3. Pada ayat 41, "dicekam pada ubun-ubun dan kaki-kakinya", tidak jelas apa yang
dimaksudkan dengan dicekam pada ubun-ubun dan kaki-kakinya. Terjemahan Al-Qur'an
Departemen Agama Republik Indonesia melalui catatan kaki nomor 1446 mengatakan
maksudnya : pada hari berhisab tidak lagi didengar alasan-alasan dan uzur-uzur yang mereka
kemukakan.
4. Pada ayat 46, "Dua sorga". Apakah yang dimaksud dengan dua surga. Ada kesamaan
antara Jassin dengan Departemen Agama. Tetapi terjemahan Al-Qur'an Departemen Agama
Republik Indonesia melalui catatan kaki nomor 1447 mengatakan yang dimaksud dua surga
selain yang dikatakan oleh H.B. Jassin. Departemen Agama memberi tambahan yaitu surga
untuk manusia dan surga untuk jin.48
H.B. Jassin dalam menerjemahkan ayat-ayat Al-Qur'an kadangkala berusaha memberikan
kejelasan makna dengan cara membuat kata-kata dalam kurung seperti yang dilakukan oleh tim
penerjemah Al-Qur'an departemen Agama, misalnya :
1.
Pada ayat 2, "mengajari (Muhammad) Al-Qur'an", darimana datangnya kata
(Muhammad) secara harfiah, dalam bahasa sumber tidak ada yang tepat diartikan yang demikian,
akan tetapi kalau secara maknawiyah bisa saja ada, sebagaimana dalam tafsirnya lbnu Katsir.
Departemen Agama tidak menggunakan kata tersebut dalam terjemahannya.
2. Pada ayat 12 kalimat
(Al-habbu) diartikan dengan padi-padian,
padahal dalam bahasaArab padi itu
(ruzzun). Secara harfiah dalam bahasa sumber
kata Al-habbu diterjemah "biji-bijian di dalam kulit" walaupun padi itu tennasuk biji-47
Ibid., loc.cit.
48 Ibid.

67

68
bijian yang berkulit tetapi tidak tepat apabila kata Al-habbu diterjemahkan dengan biji-
bijian di dalam kulit. Departemen Agama RI sendiri menerjemahkan kata Al-habhu dengan biji-
bijian yang berkulit.
3. Pada ayat 13, "maka karunia manakah dari Tuhanmu yang kamu (manusia) dan kamu
(
jin) dustakan?" kata Arab mana yang diartikan dengan " dari". Dalam ayat ini tidak ada
kata atau
atau
. Mengapa lalu muncul makna "dari". Jadi keberadaan kata dari semata-mata
pertimbangan maknawi, sedangkan Departemen Agama kata tersebut tidak ada. Ayat ini
berjumlah 31 kali disebut dengan terjemahan yang sama.
4. Pada ayat 14, "tanah liat kering berbunyi" dari mana datangnya kata "berbunyi".
Secara harfiah dalam bahasa sumber tidak ada kata yang tepat diartikan dengan "berbunyi".
Dalam kamus kontemporer Arab-Indonesia ditemukan kata tersebut dengan arti "suara
bising" atau "keramaian". Kata
dalam terjemahan Departemen Agama
diterjemahkan secara harfiah yaitu "tanah kering".
5. Pada ayat 56, " dalam keduanya (gadis-gadis)". Dalam ayat ini tidak ada kata yang
menunjukkan arti "gadis-gadis" sedangkan Departemen Agama menerjemahkan dengan
"bidadari-bidadari" kalau dilihat daripada sifat "bidadari-bidadari" yang masih gadis
tentunya orang tidak akan menyangkalnya akan tetapi gadis-gadis tidak sama dengan bidadari-
bidadari.
6. Pada ayat 64. "hijau tua warnanya (karena daun yang rimbun)". Darimanakah asalnya
kata "karena daun yang rimbun". Dalam bahasa sumber tidak ada yang tepat diartikan dengan
karena daun yang rimbun. Sementara Departemen Agama tidak menggunakan kalimat tersebut
dalam terjemahannya hanya ada penambahan kata kelihatan yang tidak terdapat dalam
terjemahan H.B. Jassin.
7. Pada ayat 66, "dalam (masing-masing dari) keduanya". Apabila dillhat dari susunan
bahasa sumber tidak ditemukan kata-kata yang dapat diterjemahkan dengan "masing-masing
dari". Dalam ayat ini tidak ada kata
dan
. Menurut penulis
keberadaan kata-kata "masing-masing dari" hanya karena pertimbangan maknawi.

68
69
8. Pada ayat 70 dan 72 kata
dan ⌦
diterjemahkan dengan
hauri-hauri. Menurut penulis H.B. Jassin melakukan Arabisasi dalam terjemahannya
karena dalam Ensiklopedi Al-Qur' an kedua kata tersebut salah satu artinya adalah
"bidadari" sebagaimana dalam terjemahan Departemen Agama.
9. Pada ayat 78, H.B. Jassin menerjemahkan kata
dengan "terpujilah".
Sedangkan Departemen Agama mengartikannya dengan "Maha suci". Menurut penulis
terjemahan H.B. Jassin tidak tepat karena dalam kamus Arab-Indonesia sendiri kata
diterjemahkan dengan "Maha luhur atau Maha suci".

Dari 78 ayat yang ada dalam surat Ar-Rahman ini H.B. Jassin maupun tim penerjemah
Al-Qur'an Departemen Agama menerjemahkan surat ke-55 ini mendekati harfiah, dikatakan
demikian karena :
1. Sudah diartikan sesuai dengan padanan kata, meskipun ada juga yang susunannya tidak
sesuai dengan susunan bahasa sumber. Misalnya pada ayat 56 dan ayat 74.
2. Sudah diartikan sesuai dengan padanan kata, tetapi terdapat penambahan kata-kata
baik di dalam kurung ataupun tidak. Dalam hal ini contoh penerjemahan H.B. Jassin pada ayat 2,
14, 17, 20, 24, dan ayat 31.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa penerjemahan yang dilakukan oleh H.B.
Jassin dan tim penerjemah Departemen Agama terdapat beberapa kesamaan dan
perbedaan.
Penerjemahan yang dilakukan oleh kedua pihak ini hampir mendekati harfiah, dan ada
pula maknawiah atau tafsiriyah. Perbedaan yang paling mencolok adalah. H.B. Jasssin
menerjemahkan surat Ar-rahman secara puitis sedangkan Departemen Agama secara prosa.

69

70
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan

Pada sub bagian akhir dari penulisan ini, penulis berusaha mengambil beberapa
kesimpulan dari seluruh hasil penelitian dan analisa tentang terjemahan AlQur'an. Khususnya
Bacaan Mulia karya H.B. Jassin. Kesimpulan-kesimpulan ini dibuat sesuai dengan rumusan-
rumusan masalah sebagaimana telah dikemukakan pada Bab I.
Kesimpulan-kesimpulan tersebut adalah :
1. Setiap muslim sudah tentu berkeinginan untuk dapat membaca dan memahami isi
kandungan Al-Qur'an dalam gaya bahasanya yang asli, tetapi kesempatan yang demikian tidak
semudah yang dibayangkan, oleh karenanya terjemahan dan tafsir ke dalam berbagai bahasa di
dunia sangat membantu proses
tersebut. Sebagaimana yang dilakukan oleh syah Abdul Qodir dari Delhi, ataupun para
penerjemah Indonesia seperti Mahmud Yunus, Zinuddin
Hamidy, dan lain-lain. Terjemahan-terjemahan Al-Qur'an tersebut ada yang ditulis secara
prosa dan sastra.
2. Terjemahan adalah menyampaikan pembicaraan kepada orang yang belum
menerimanya atau menjelaskan dengan rnenggunakan bahasa aslinya, atau 70

71
dengan bahasa yang lebih sederhana. Terjemah adalah mengalih pembicaraan dari satu
bahasa ke bahasa yang lain.
3. Usaha penerjemahan Al-Qur'an yang dilakukan oleh penerjemah-penerjemah Eropa
(Orientalis) bermaksud menandingi Islam dan berkecenderungan atau bertendensi negatif dalam
rangka mencapai target-target mereka yaitu menyudutkan Islam. Di antara mereka adalah
Ladovicci Meracci, A. Ross, Du Ryer, dan J.M. Rodwell. Usaha yang hina tersebut diikuti oleh
para sarjana muslim yang berusaha menerjemahkan secara obyektif seperti DR.
Muhammad Abdul Hakim Khan dan Muhammad Mannaduke Pickthall.
4. Beberapa kelemahan dalam terjemahan Al-Qur'an adalah masalah bahasa terjemahan,
tidak menguasai bahasa sasaran, teknik penulisan dan
transliterasi.
5. Cara kerja H.B. Jassin dalam menerjemahkan Al- Qur'an adalah dengan mempelajari
berbagai terjemahan Al-Qur'an dalam Bahasa Indonesia dan Bahasa Asing serta mempergunakan
bermacam-macam kamus bahasa Arab,
daftar kata korkondansi, dan berbagai buku ilmu bantu untuk dapat
menyokong berbagai pengertian.
6. Berbagai hambatan dalam penerjemahan "Bacaan Mulia di antaranya adalah
kekakuan dalam terjemahan, tidak adanya tanda-tanda baca yang jelas sehingga akan
menghasilkan pengertian yang berbeda, dan jenis kata sambung yang terbatas dan masing-
masing mernpunyai fungsi yang dapat berbeda. "

71

72
7. Seluruh pola penerjemahan dalam Bacaan Mulia pada umumnya bersifat puitis, begitu
pula pada surat Ar-Rahman, dan pada ayat yang diulang sebanyak 31 kali langsung menjelaskan
maksud ayat. Namun tidak sama
kalimat-kalimat prosa dapat disusun secara visuil menjadi puisi, karena tergantung pada
pmilihan kata yang dipergunakan.

B. Saran-Saran
1. Menjalin hubungan kerjasama dengan lembaga pemerintah yaitu departemen Agama
RI untuk pelatihan penerjemahan Al-Qur'an dan tafsirnya serta
pembuatan kamus Al-Qur'an.
2. Mengadakan berbagai seminar dan lokakarya dengan para ahli dan
penerjemah, khususnya penerjemah Al-Qur'an, dan bimbingan yang
diperuntukkan bagi para peminat pemula agar tidak terjadi kesalahan dalam
penerjemahannya.
3. Mendirikan lembaga-lembaga atau biro-biro penerjemahan Arab-Indonesia dan
sebaliknya secara profesional sebagai sarana pengembangan bakat
keterampilan menerjemah bagi para peminatnya.
4. Mengadakan buku-buku tafsir berbahasa Indonesia semacam tafsir Al-Azhar demi
memperkaya intetektualitas Islam di tanah air sebagai bukti pemahaman yang meningkat kepada
kitab suci Al-Qur'an.
5. Menyusun program penerjemahan buku-buku berbahasa Arab dan
pemeliharaannya oleh sebuah lembaga konsorsium dari perguruan-perguruan 72

73
tinggi baik negeri maupun swasta, beserta jumlah buku yang akan di
terjemahkan dan diterbitkan tiap tahun.
6. Mengkaji ulang berbagai terjemahan Al-Qur’an baik yang berbahasa Indonesia
maupun berbahasa Asing guna memperoleh informasi dari tiap-tiap terjemahan tersebut yang
pada akhirnya menemukan terjemahan Al-Qur’an yang layak berlaku di masyarakat.
7. Membuat sejarah penerjemahan Al-Qur’an secara akurat dan secara detail, karena
sampai saat ini berbagai literatur tentang penerjemahan ini belum ditemukan yang memiliki data
akurat dan lengkap.

73
74
DAFTAR PUSTAKA

AI-Ahwani, Ahmad Fuad, Dr., Filsafat Islam, Jakarta: Pustaka Firdaus, 1997.
Al-Mahalli, Jalaluddin Muhammad bin Ahmad, dan As-Suyuthi, Jalalludin Abdurrahman
bin Abi Bakri, Tafsiran Al-Quranu' al-adhimu lil imamaini Al-Jalalaini, Surabaya.
Audah, Ali, Dari Khazanah Dunia Islam, Jakarta: Pustaka Firdaus, 1999, Cet. Ke-1.
_________, Konkordansi Al Qur'an: Panduan Kata dalam Mencari Ayat Al Qur'an,
Bandung: PT. Pustaka Litera Antar Nusa, 1996, Cet. Ke-2
Badriyatim M.A, Drs, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: Rajawali Pers, 1997
Chaer, Abdul, Kamus Dialek Jakarta, Jakarta: PT. Nusa Indah 1976
Guntur Tangan, Henry, Prinsip-prinsip Dasar, Sastra, Bandung: Angkara, 1993
Hanafi, Nurachman, Teori dan Seni Menerjemahkan, NTT: PT. Nusa Indah, 1986, Cet.
Ke-2
Hoesin, Oemar Amin, Gelanggang Sastra, Jakarta: Pustaka Islam, 1953
Hassan, Abdul Kodir, Kamus Al-Quran, Jakarta : PT. Tinta Mas Jakarta, Al-Muslimun
Bangil 1984
Jassin, H.B, Kesusasteraan Indonesia di Masa, Jepang, Jakarta: PN. Balai Pustaka, 1985
_________, , Kesusasteraan Indonesia Modern Dalam Kritik dan Esei III, Jakarta: PT.
Gramedia, 1985
_________, Kontroversi Al Qur'an Berwajah Puisi, Jakarta: Pustaka Utama, 1985
_________, Sastra Indonesia, Sebagai Warga Sastra Dunia, Jakarta: PT. Gramedia;
1983
_________, Al-Qur'anul Karim-Bacaan Mulia, Jakarta: PT. Djambatan, 1978,1982 &
1991

74

75
_________, Gema Tanah Air, Prosa dan Puisi, Jakarta: Balai Pustaka, 2000, jilid 1&2
_________, (Perjalanan Ke Amerika), Jakarta: Balai Omong-omong H.B. Jas,sin
Pustaka, 2000
Keraf, Gorys, Diksi Dan Gaya Bahasa, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama,1996
_________, Al-Qur'an dan Terjemahannya, Semarang: PT. Karya Toha Putra, 1985
Lubis MA Ismail, DR., "Falsifikasi Terjemahan Al-Qur'an ", Departemen Agama
Repubilk Indonesia, Yogyakarta: PT. Tiara Wacan, Edisi 1990.
Machali, Rachayah, Pedoman Bagi Penerjemah, Jakarta, PT. Grasindo, 2000
Muhammad Najib, Izzuddin, DR, Usus Al Tarjamah (Min Al-Injiliziah ila al--
Arabiyah bi al-Arabiyah), Kairo
Shaleh, Qamaruddin, K.H., Dahlan, H.A.A, Dahlan, M.D, Prof, Dr., Asbabbun Nuzul
Latar Belakang Historis Turunnya Ayat-ayat Al-Qur'an, Bandung: CV.
Diponegoro, 1992, cet.ke-14
_________, Al-Qur'anul Karim wa tarjamatu ma'anihi Al-Lugho Al-Andanisiyyah
Soegeng M.Pd, A.J Drs, dan Susilo, Madya Eko, drs, Pedoman Penerjemah, Semarang: Danara
Prize, 1991.
Surin, Bacthiar, Terjemah dan tafsir Al-Qur’an, Bandung: Fa. Sumatera.
Tombak Alam, Datuk. H, Metode menerjemahkan Al Qur’anul Hakim, Rineka Cipta.
Widyamartaya, A, Seni Menerjemahkan, Yogyakarta: PT. KANISIUS, 1989.
Yusuf, Suhendra, Drs., Teori Terjemah (Pengantar kearah pendekatan linguistik dan
sosiolinguistik), Bandung: Mandari Maju, 1994, Cet. Ke-1

75

76

76

You might also like