You are on page 1of 28

KERATITIS NUMULARIS

Tugas Kepanitraan Klinik


Bagian Ilmu Penyakit Mata RST Dr. Soedjono Magelang

Pembimbing:
dr. Dwidjo Pratiknjo, Sp.M
dr. YB. Hari Trilunggono, Sp.M

Disusun oleh :

Dini Reulina 1620221169

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”
PERIODE 10 SEPTEMBER – 12 OKTOBER 2018

1
LEMBAR PENGESAHAN

OS KERATITIS NUMULARIS

Disusun dan diajukan untuk memenuhi persyaratan tugas


Kepaniteraan Klinik Departemen Ilmu Penyakit Mata
Rumah Sakit Tk.II dr. Soedjono Magelang

Oleh :

Dini Reulina 1620221169

Magelang, September 2018


Telah dibimbing dan disahkan oleh,

Pembimbing,

(dr. Dwidjo Pratiknjo, Sp.M) (dr. YB. Hari Trilunggono, Sp.M)

2
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
rahmat dan karunia-Nya lah penulis dapat menyelesaikan laporan kasus yang berjudul
“OS Keratitis” ini. Adapun laporan kasus ini disusun untuk memenuhi salah satu
syarat Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Penyakit Mata.
Penyusunan laporan ini terselesaikan atas bantuan dari banyak pihak yang
turut membantu terselesaikannya laporan ini. Untuk itu, dalam kesempatan ini penulis
ingin menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dr. Dwidjo
Pratiknjo, Sp.M dan dr. Hari Trilunggono, Sp.M selaku pembimbing dan seluruh
teman kepaniteraan klinik Ilmu Penyakit Mata atas kerjasamanya selama penyusunan
laporan ini.
Penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca guna
perbaikan yang lebih baik. Semoga laporan ini dapat bermanfaat baik bagi penulis
sendiri, pembaca maupun bagi semua pihak-pihak yang berkepentingan.

Magelang, September 2018

Penulis

3
BAB I
STATUS PASIEN

1. IDENTITAS PASIEN
 Nama : Tn. M
 Usia : 45 tahun
 Jenis Kelamin : Laki-Laki
 Alamat : Muneng
 Pendidikan : SMP
 Pekerjaan : Petani
 Status : Sudah menikah
 Agama : Islam
Datang ke Rumah Sakit : 12 September 2018
Anamnesis dilakukan secara : Autoanamnesis pada tanggal 12 September 2018
di Poli Mata RST Soedjono Magelang.

2. ANAMNESA
a. Keluhan Utama
Mata kanan terasa perih sejak 3 minggu sebelum masuk rumah sakit.
b. Keluhan Tambahan
Mata kanan merah, penglihatan buram, dan silau.
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke poli mata RST Soedjono dengan keluhan mata kanan terasa
perih sejak 3 minggu sebelum masuk rumah sakit. Keluhan nyeri dirasakan terus
menerus ketika membuka mata dan semakin memberat. Awalnya mata kanan pasien
terkena cipratan air sawah kemudian beberapa hari kemudian mata kanan pasien
menjadi merah, terasa nyeri, penglihatan buram serta silau bila melihat sinar. Keluhan
tersebut hanya dirasakan pada mata kanan. Pada mata kiri tidak ada keluhan nyeri,
merah, penglihatam buram, dan berair.

4
Pasien menyangkal keluhan kedua mata gatal, mata kelilipan disangkal, demam
disangkal, mata belekan dan berair disangkal, rasa nyaman saat melihat di malam hari
disangkal.

d. Riwayat Penyakit Dahulu


 Riwayat trauma pada mata disangkal
 Riwayat gejala serupa sebelumnya disangkal
 Riwayat terpapar debu dan angin disangkal
 Riwayat kencing manis disangkal
 Riwayat operasi mata disangkal
 Riwayat penggunaan kacamata disangkal
 Riwayat penggunaan lensa kontak disangkal

e. Riwayat Penyakit Keluarga


Keluarga pasien tidak ada yang memiliki keluhan yang sama seperti pasien.

f. Riwayat Pengobatan
Pasien sudah berobat ke puskesmas di dekat rumahnya 4 hari setelah terkena air
sawah dan diberikan obat tetes mata yang diteteskan ke mata kanan 3 kali sehari dan
obat tablet yang diminum 3 kali sehari namun pasien lupa nama obatnya. Setelah
menggunakan obat tersebut pasien merasa keluhannya lebih baik tetapi kambuh
kembali setelah obat habis.

g. Riwayat Sosial Ekonomi


Pasien sehari-hari bekerja sebagai petani dan biaya pengobatan ditanggung
BPJS. Kesan ekonomi cukup.

3. PEMERIKSAAN FISIK
a. Status Umum
 Kesadaran : Compos mentis

5
 Kooperatif : Kooperatif
 Status gizi : Baik
b. Vital Sign
 TD : 120/80 mmHg
 Nadi : 83 x.menit
 RR : 22 x/menit
 Suhu : 36,7ºC

c. Status Ophthalmicus
Oculus Dexter Oculus sinister

Skema
Oculus Dexter Oculus Sinister

Injeksi siliar
infiltrat

6
No. Pemeriksaan Oculus Dexter Oculus Sinister

1. Visus 6/60
6/6
(Tidak dikoreksi)
Bulbus okuli Bulbus okuli Bulbus okuli
- Gerak bola mata Baik ke segala arah Baik ke segala arah
2. - Enoftalmus - -
- Eksoftalmus - -
- Strabismus - -
3. Suprasilia Normal Normal

Palpebra Superior : Palpebrerio: --


- Vulnus laceratum - -
- Edema - -
- Hematom - -
- Hiperemia - -
4.
- Entropion - -
- Ektropion - -
- Blefarospasme - -
- Silia Trikiasis (-) Trikiasis (-)
- Ptosis/ Pseudoptosis - -
- Secret - -
PalpebraInferior : rior-Inf: io-r :
- Vulnus laceratum - -
- Edema - -
- Hematom - -
5.
- Hiperemia - -
- Entropion - -
- Ektropion - -
- Blefarospasme - -
- Silia Trikiasis (-) Trikiasis (-)
Konjungtiva :
- Injeksi konjungtiva - -
6. - Injeksi siliar + -
- Sekret Tidak ditemukan -
- Laserasi - -
Kornea :
- Kejernihan Keruh Jernih
7.
- Edema - -
- Infiltrat + -

7
- Sikatrik Tidak ditemukan -
- Ulkus Tidak ditemukan -
- Pannus Tidak ditemukan -
- Fluoresein test Tidak dilakukan Tidak dilakukan
COA :
- Kedalaman Tidak dangkal dalam
8.
- Hifema - -
- Hipopion Tidak ditemukan -
Iris :
- Edema - -
9. - Sinekia
 Anterior Tidak ditemukan -
 Posterior - -
Pupil :
- Bentuk Sulit dinilai Bulat
10.
- Diameter Sulit dinilai ± 3mm
- Reflek pupil Sulit dinilai +
Lensa:
- Kejernihan jernih jernih
11. - Iris shadow - -
- Snow flake - -
- Edema - -
Corpus Vitreum
- Kejernihan Jernih Jernih
12.
- Floaters - -
- Hemoftalmus - -
13.
Retina:
Fundus Refleks Suram Cemerlang
Funduskopi
Fokus fundus 0
- Papil N II Sulit dinilai Bulat Berbatas tegas,
berwarna oranye
- Vasa
a. AV Ratio Sulit dinilai 2/3
14.
b. Mikroaneurisma Sulit dinilai -
c. Neovaskularisasi Sulit dinilai -
- Macula
a. Fovea Refleks Sulit dinilai +
b. eksudat Sulit dinilai -

8
c. edema Sulit dinilai -
- Retina
a. Ablasio retina Sulit dinilai -
b. Edema Sulit dinilai -
b. Bleeding Sulit dinilai -
16. TIO(digital) Normal Normal

d. PEMERIKSAAN PENUNJANG
 Pemeriksaan penunjang
o Pemeriksaan Flourescein
o Pewarnaan gram, giemsa, KOH pada pulasan kornea

e. DIAGNOSA BANDING
1. OD Keratitis Pungtata Superfisial
Dipertahankan karena pada keratitis ditemukan trias keratitis yaitu fotofobia, injeksi
siliar, dan infiltrate. Pada pasien didapatkan adanya trias keratitis yaitu fotofobia,
injeksi siliar, infiltrat halus pada permukaan kornea saat pemeriksaan dengan slitlamp
dan terdapat keluhan pandangan kabur, mata merah serta nyeri.

2. OD Keratitis Intertisial
Disingkirkan karena pada keratitis intertisial terdapat neovaskularisasi, kelopak
meradang, dan terdapat injeksi siliar disertai dengan serbukan pembuluh ke dalam
sehingga memberikan gambaran merah kusam atau disebut dengan “salmon patch”,
seluruh kornea berwarna merah cerah. Sedangkan pada pasien ini tidak terdapat
neovaskularisasi, tidak terdapat kelopak meradang, dan tidak terdapat salmon patch.

3. OD Ulkus Kornea Ex Causa Keratitis


Disingkirkan karena pada ulkus kornea terdapat hipopion, sikatriks, adanya jaringan
kornea yang hilang saat dilihat dengan slitlamp sedangkan pada pasien ini tidak
ditemukannya hipopion, sikatriks dan jaringan kornea yang hilang.

9
4. OD Nebula Kornea Ex Causa Keratitis
Disingkirkan karena pada nebula kornea terdapat sikatriks yang dapat diliat dengan
slitlamp sedangkan pada pasien ini tidak terdapat sikatriks.

6. DIAGNOSA KERJA
OD Keratitis Numularis

7. TERAPI
 Medikamentosa
 Topikal
 Cendo levofloksasin OD
 Cendo tropin tetes OD
 Oral
 Siprofloksasin tablet 2x500 mg
 Parenteral
 Tidak ada
 Operatif
 Tidak ada
 Non Medikamentosa
 Menggunakan kacamata hitam

8. EDUKASI
 Menjelaskan kepada pasien bahwa pandangan kabur yang dialami
pasien dikarenakan ada proses peradangan/infeksi yang terjadi di
lapisan paling luar mata kanan akibat terkena air sawah.
 Menjelaskan kepada pasien untuk menjaga agar peradangan pada
matanya tidak menjadi lebih parah (menjadi ulkus kornea) yaitu
dengan tidak mengucek mata kanan apabila terasa perih.
 Menjelaskan kepada pasien untuk menggunakan obat secara teratur
untuk mempercepat proses penyembuhan dan mencegah kekambuhan.

10
 Memberitahukan kepada pasien untuk menggunakan pelindung mata
(kacamata hitam) untuk melindungi mata dari terpapar debu.
 Menjelaskan kepada pasien bahwa penyakit yang sekarang (keratitis)
dapat sembuh sempurna tetapi akan meninggalkan bekas.
 Menjelaskan kepada pasien agar mata sebelah kiri dijaga dengan baik
apabila kelilipan debu, angin atau terkena alang-alang segera dibawa
ke dokter.

9. KOMPLIKASI
o OD Ulkus Kornea
o OD Nebula Kornea
o OD Makula Kornea
o OD Leukoma Kornea

10. RUJUKAN
Dalam kasus ini tidak dilakukan rujukan

11. PROGNOSIS
Oculus Dexter Oculus Sinister
Quo ad visam : Dubia Ad bonam Ad malam
Quo ad sanam : Dubia Ad bonam Ad bonam
Quo ad functionam : Ad bonam Ad bonam
Quo ad cosmetican : Dubia Ad bonam Ad malam
Quo ad vitam : Ad bonam Ad bonam

11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1 Anatomi dan Fisiologi Kornea


Kornea merupakan bagian selaput mata yang tembus cahaya, bersifat
transparan, berukuran 11-12 mm horizontal dan 10-11 mm vertikal, tebal 0,6-1 mm.
Indeks bias kornea 1,375 dengan kekuatan pembiasan 80%. Sifat kornea yang
dapatditembus cahaya ini disebabkan oleh struktur kornea yang uniform, avaskuler
dan diturgesensatau keadaan dehidrasi relatif jaringan kornea yang dipertahankan
oleh pompa bikarbonataktif pada endotel dan oleh fungsi sawar epitel dan endotel.
Endotel lebih penting daripadaepitel dalam mencegah dehidrasi, dan cedera kimiawi
atau fisik pada endotel jauh lebih beratdaripada cedera pada epitel. Kerusakan sel-sel
endotel jauh menyebabkan sifat transparanhilang dan edema kornea, sedangkan
kerusakan epitel hanya menyebabkan edema lokal sesaat karena akan menghilang
seiring dengan regenerasi epitel.
Batas antara sklera dan kornea disebut limbus kornea. Kornea merupakan
lensa cembung dengan kekuatan refraksi sebesar + 43 dioptri. Jika kornea oedem
karena suatu sebab, maka kornea juga bertindak sebagai prisma yang dapat
menguraikan sinar sehingga penderita akan melihat halo.
Kornea bersifat avaskuler, maka sumber-sumber nutrisi kornea berasal dari
pembuluh-pembuluh darah limbus, humor aquaeus dan air mata. Kornea superfisial
juga mendapatkan oksigen sebagian besar dari atmosfer. Kornea dipersarafi oleh
banyak serat saraf sensorik yang didapat dari percabangan pertama (oftalmika) dari
nervus kranialis V yang berjalan supra koroid, masuk kedalam stromakornea,
menembus membran bowman dan melepaskan selubung schwannya. Bulbus Krause
untuksensasi dingin ditemukan didaerah limbus. Daya regenerasi saraf sesudah
dipotong didaerahlimbus terjadi dalam waktu 3 bulan.
Kornea merupakan lapis jaringan yang menutup bola mata sebelah depan dan
terdiri atas lima lapisan dari anterior ke posterior yaitu: lapisan epitel (yang

12
bersambung dengan lapisan epitel konjungtiva bulbaris), membran bowman, stroma,
membran descemet dan lapisan endotel.

Gambar 1. Anatomi Kornea

1. Epitel
Lapisan epitel kornea tebalnya 50m berbentuk pipih berlapis tanpa tanduk, ada
satu lapis sel basal dan sel polygonal. Sel bersifat fat soluble substance. Pada sel
basal sering terlihat mitosis sel dan sel muda ini terdorong kedepan menjadi lapis sel
sayap dan semakin maju kedepan menjadi sel pipih, sel basal berikatan erat dengan
sel basal disampingnya dan sel polygonal didepannya melalui desmosom dan macula
okluden. Ikatan ini menghambat pengaliran air, elektrolit dan glukosa melalui barrier.
Sel basal menghasilkan membran basal yang saling melekat erat. Bila terjadi
gangguan akan menjadi erosi rekuren. Ujung saraf kornea berakhir di epitel, oleh
karena itu kelainan pada epitel akan menyebabkan gangguan sensibilitas korena dan
rasa sakit dan mengganjal. Daya regenerasi epitel juga cukup besar.

2. Membran Bowman
Terletak di bawah membran basal epitel kornea yang merupakan kolagen yang
tersusun tidak teratur seperti stroma dan berasal dari bagian depan stroma. Lapisan

13
ini tidak mempunyai daya regenerasi. Kerusakan pada lapisan ini akan berakhir
dengan terbentuknya jaringan parut.

3. Stroma
Stroma merupakan lapisan yang paling tebal dari kornea, mencakup sekitar
90% dari ketebalan kornea. Bersifat water soluble substance. Terdiri atas jaringan
kolagen yang tersusun atas lamel-lamel, pada permukaannya terlihat anyaman yang
teratur sedang dibagian perifer serat kolagen bercabang. Stroma bersifat higroskopis
yang menarik air, kadar air diatur oleh fungsi pompa sel endotel dan penguapan oleh
sel epitel. Terbentuknya kembali serat kolagen memakan waktu lama yang kadang-
kadang sampai 15 bulan. Keratosit merupakan sel stroma kornea yang merupakan
fibroblast terletak di antara serat kolagen stroma. Diduga keratosit membentuk bahan
dasar dan serat kolagen dalam perkembangan embrio atau sesudah trauma.

4. Membran Descemet
Merupakan membran aselular yang tipis, kenyal, kuat dan bening, terletak
dibawah stroma dan pelindung atau barrier infeksi dan masuknya pembuluh darah.
Membran ini sangat elastis dan berkembang terus seumur hidup, mempunyai tebal
40m.

5. Endotel
Merupakan lapisan kornea yang penting untuk mempertahankan kejernihan
kornea, mengatur cairan didalam stroma kornea dan tidak mempunyai daya
regenerasi, sehingga endotel mengkompensasi sel-sel yang mati dengan mengurangi
kepadatan seluruh endotel dan memberikan dampak pada regulasi cairan, jika endotel
tidak lagi dapat menjaga keseimbangan cairan akibat gangguan sistem pompa
endotel, maka stroma akan bengkak karena kelebihan cairan (edema kornea) dan
hilangnya transparansi (kekeruhan) akan terjadi. Dapat rusak atau terganggu
fungsinya akibat trauma bedah, penyakit intraokuler dan usia lanjut. Lapisan endotel
berasal dari mesotalium, terdiri atas satu lapis sel berbentuk heksagonal dengan tebal

14
20-40m yang melekat pada membran descmet melalui hemi desmosom dan zonula
okluden.

Keratitis
1 Definisi
Keratitis adalah radang pada kornea atau infiltrasi sel radang pada kornea yang
akan mengakibatkan kornea menjadi keruh sehingga tajam penglihatan menurun.

2 Epidemiologi
Menurut Murillo Lopez (2006), Sekitar 25.000 orang Amerika terkena keratitis
bakteri per tahun. Kejadian keratitis bakteri bervariasi, dengan lebih sedikit pada
negara-negara industri yang secara signifikan lebih sedikit memiliki jumlah pengguna
lensa kontak. Insiden keratitis jamur bervariasi sesuai dengan lokasi geografis dan
berkisar dari 2% dari kasus keratitis di New York untuk 35% di Florida. Spesies
Fusarium merupakan penyebab paling umum infeksi jamur kornea di Amerika
Serikat bagian selatan (45-76% dari keratitis jamur), sedangkan spesies Candida dan
Aspergillus lebih umum di negara-negara utara. secara signifikan lebih sedikit yang
berkaitan dengan infeksi lensa kontak.

3 Etiologi
Keratitis dapat disebabkan oleh banyak faktor, diantaranya:
1. Virus
2. Bakteri
3. Jamur
4. Paparan sinar ultraviolet seperti sinar matahari atau sunlamps
5. Iritasi dari penggunaan berlebihan lensa kontak.
6. Mata kering yang disebabkan oleh kelopak mata robek atau tidak cukupnya
pembentukan air mata
7. Adanya benda asing di mata

15
8. Reaksi terhadap obat tetes mata, kosmetik, polusi, atau partikel udara seperti
debu, serbuk sari, jamur, atau ragi
9. Efek samping obat tertentu.

4 Patofisiologi
Mata yang kaya akan pembuluh darah dapat dipandang sebagai pertahanan
imunologik yang alamiah. Pada proses radang, mula-mula pembuluh darah
mengalami dilatasi, kemudian terjadi kebocoran serum dan elemen darah yang
meningkat dan masuk ke dalam ruang ekstraseluler. Elemen-elemen darah makrofag,
leukosit polimorf nuklear,limfosit, protein C-reaktif imunoglobulin pada permukaan
jaringan yang utuh membentuk garis pertahanan yang pertama. Karena tidak
mengandung vaskularisasi, mekanisme kornea dimodifikasi oleh pengenalan antigen
yang lemah. Keadaan ini dapat berubah, kalau di kornea terjadi vaskularisasi.
Rangsangan untuk vaskularisasi timbul oleh adanya jaringan nekrosis yang dapat
dipengaruhi adanya toksin, protease atau mikroorganisme. Secara normal kornea
yang avaskuler tidak mempunyai pembuluh limfe. Bila terjadi vaskularisasi terjadi
juga pertumbuhan pembuluh limfe dilapisi sel.
Reaksi imunologik di kornea dan konjungtiva kadang-kadang disertai dengan
kegiatan imunologik dalam nodus limfe yang masuk limbus (kornea perifer) dan
sklera yang letaknya berdekatan dapat ikut terkait dalam sindrom iskhemik kornea
perifer, suatu kelainan yang jarang terjadi, tetapi merupakan kelainan yang serius.
Patofisiologi keadaan ini tidak jelas, Antigen cenderung ditahan oleh komponen
polisakarida di membrana basalis. Dengan demikian antigen dilepas dari kornea yang
avaskuler, dan dalam waktu lama akan menghasilkan akumulasi sel-sel yang
memiliki kompetensi imunologik di limbus. Sel-sel ini bergerak ke arah sumber
antigen di kornea dan dapat menimbulkan reaksi imun di tepikornea. Sindrom
iskhemik dapat dimulai oleh berbagai stimuli. Bahwa pada proses imunologik secara
histologik terdapat sel plasma, terutama di konjungtiva yang berdekatan dengan
ulkus. Penemuan sel plasma merupakan petunjuk adanya proses imunologik. Pada

16
keratitis herpetika yang kronik dan disertai dengan neo-vaskularisasi akan timbul
limfosityang sensitif terhadap jaringan kornea.

5 Klasifikasi
Klasifikasi keratitis berdasarkan lapisan kornea yang terkena, yaitu:
A. Keratitis Pungtata
Keratitis yang terkumpul di daerah Bowman, dengan infiltrat berbentuk bercak-
bercak halus. Keratitis pungtata superfisial memberikan gambaran seperti infiltrat
halus bertitik-titik pada permukaan kornea. Merupakan cacat halus kornea superfisial
dan hijau bila diwarnai fluoresein. Sedangkan keratitis pungtata subepitel adalah
keratitis yang terkumpul di daerah membran Bowman.

Gambar Keratitis pungtata

B. Keratitis Marginal
Merupakan infiltrat yang tertimbun pada tepi kornea sejajar dengan limbus.
Penyakit infeksi lokal konjungtiva dapat menyebabkan keratitis kataral atau keratitis
marginal ini. Keratitis marginal kataral biasanya terdapat pada pasien setengah umur
dengan adanya blefarokonjungtivitis.

17
Gambar 3. Keratitis Marginal
C. Keratitis Interstitial
Keratitis interstitial adalah kondisi serius dimana masuknya pembuluh darah ke
dalam kornea dan dapat menyebabkan hilangnya transparansi kornea. Keratitis
interstitial dapat berlanjut menjadi kebutaan. Sifilis adalah penyebab paling sering
dari keratitis interstitial.

.Gambar 4. Keratitis Interstitial

Klasifikasi keratitis berdasarkan penyebabnya, yaitu :

A. Keratitis Bakteri
1. Faktor Risiko
Setiap faktor atau agen yang menciptakan kerusakan pada epitel kornea adalah
potensi penyebab atau faktor risiko bakteri keratitis, beberapa faktor risiko terjadinya
keratitis bakteri diantaranya:
 Penggunaan lensa kontak
 Trauma

18
 Kontaminasi pengobatan mata
 Riwayat keratitis bakteri sebelumnya
 Riwayat operasi mata sebelumnya
 Gangguan defense mechanism
 Perubahan struktur permukaan kornea

2. Etiologi
Tabel 1. Etiologi Keratitis Bakteri

3. Manifestasi Klinis
Pasien keratitis biasanya mengeluh mata merah, berair, nyeri pada mata yang
terinfeksi, penglihatan silau, adanya sekret dan penglihatan menjadi kabur. Pada
pemeriksaan bola mata eksternal ditemukan hiperemis perikornea, blefarospasme,
edema kornea, infiltrasi kornea
4. Pemeriksaan Laboratorium
 Pemeriksaan kultur bakteri dilakukan dengan menggores ulkus kornea dan
bagian tepinya dengan menggunakan spatula steril kemudian ditanam di
media cokelat, darah dan agar Sabouraud, kemudian dilakukan pengecatan
dengan Gram.
 Biopsy kornea dilakukan jika kultur negatif dan tidak ada perbaikan secara
klinis dengan menggunakan blade kornea bila ditemukan infiltrat dalam di
stroma.
5. Terapi

19
Dapat diberikan inisial antibiotik spektrum luas sambil menunggu hasil kultur
bakteri. Berikut tabel pengobatan inisial antibiotik yang dapat diberikan:
Tabel 2. Terapi inisial untuk keratitis bakteri

B. Keratitis Fungi (Jamur)


1. Etiologi
Keratitis jamur dapat disebabkan oleh:
a. Jamur berfilamen (filamentous fungi)
Bersifat multiseluler dengan cabang-cabang hifa, terdiri dari:
 Jamur bersepta :Furasium sp, Acremonium sp, Aspergillus sp,
Cladosporium sp, Penicillium sp, Paecilomyces sp, Phialophora sp,
Curvularia sp, Altenaria sp.
 Jamur tidak bersepta :Mucor sp, Rhizopus sp, Absidia sp.
b. Jamur ragi (yeast) yaitu jamur uniseluler dengan pseudohifa dan tunas
:Candida albicans, Cryptococcus sp, Rodotolura sp.

20
c. Jamur difasik. Pada jaringan hidup membentuk ragi sedang media
pembiakan membentuk miselium :Blastomices sp, Coccidiodidies sp,
Histoplastoma sp, Sporothrix sp.

2. Patologi
Hifa jamur cenderung masuk stroma secara paralel ke lamella kornea.Mungkin
ada nekrosis koagulatif stroma kornea yang meluas dengan edema serat kolagen dan
keratosit. Reaksi inflamasi yang menyertai kurang terlihat daripada keratitis
bakterialis. Abses cincin steril mungkin ada yang terpisah pusat ulkus. Mikroabses
yang multipel dapat mengelilingi lesi utama. Hifa berpotensi masuk ke membran
descemet yang intak dan menyebar ke kamera okuli anterior.
3. Manifestasi Klinis
Reaksi peradangan yang berat pada kornea yang timbul karena infeksi jamur
dalam bentuk mikotoksin, enzim-enzim proteolitik, dan antigen jamur yang larut.
Agen-agen ini dapat menyebabkan nekrosis pada lamella kornea, peradangan akut ,
respon antigenik dengan formasi cincin imun, hipopion, dan uveitis yang berat.
Ulkus kornea yang disebabkan oleh jamur berfilamen dapat menunjukkan
infiltrasi abu-abu sampai putih dengan permukaan kasar, dan bagian kornea yang
tidak meradang tampak elevasi keatas. Lesi satelit yang timbul terpisah dengan lesi
utama dan berhubungan dengan mikroabses stroma. Plak endotel dapat terlihat paralel
terhadap ulkus. Cincin imun dapat mengelilingi lesi utama, yang merupakan reaksi
antara antigen jamur dan respon antibodi tubuh. Sebagai tambahan, hipopion dan
sekret yang purulen dapat juga timbul. Reaksi injeksi konjungtiva dan kamera okuli
anterior dapat cukup parah. Untuk menegakkan diagnosis klinik dapat dipakai
pedoman berikut :
 Riwayat trauma terutama tumbuhan, pemakaian steroid topikal lama
 Lesi satelit
 Tepi ulkus sedikit menonjol dan kering, tepi yang ireguler dan tonjolan
seperti hifa di bawah endotel utuh
 Plak endotel

21
 Hypopyon, kadang-kadang rekuren
 Formasi cincin sekeliling ulku
 Lesi kornea yang indolen

Gambar 6. Keratitis Fungi


4. Pemeriksaan Penunjang
 Pemeriksaan yang dapat dilakukan yaitu pemeriksaan kerokan kornea
(sebaiknya dengan spatula Kimura) yaitu dari dasar dan tepi ulkus dengan
biomikroskop. Dapat dilakukan pewarnaan KOH.
 Biopsi jaringan kornea dan diwamai dengan Periodic Acid Schiff atau
Methenamine Silver.
5. Terapi
Obat-obat anti jamur yang dapat diberikan meliputi:
 Polyenes termasuk natamycin, nistatin, dan amfoterisin B.
 Azoles (imidazoles dan triazoles) termasuk ketoconazole, Miconazole,
flukonazol, itraconazole, econazole, dan clotrimazole.`

C. Keratitis Virus
1. Etiologi
Herpes Simpleks Virus (HSV) merupakan salah satu infeksi virus tersering
pada kornea. Virus herpes simpleks menempati manusia sebagai host, merupakan
parasit intraselular obligat, dapat ditemukan pada mukosa, rongga hidung, rongga
mulut, vagina dan mata. Penularan dapat terjadi melalui kontak dengan cairan dan
jaringan mata, rongga hidung, mulut, alat kelamin yang mengandung virus.

22
2. Patofisiologi
Patofisiologi keratitis herpes simpleks dibagi dalam 2 bentuk :
 Pada epitelial : kerusakan terjadi akibat pembiakan virus intraepitelial
mengakibatkan kerusakan sel epitel dan membentuk tukak kornea
superfisial.
 Pada stromal : terjadi reaksi imunologik tubuh terhadap virus yang
menyerang yaitu reaksi antigen-antibodi yang menarik sel radang ke
dalam stroma. Sel radang ini mengeluarkan bahan proteolitik untuk
merusak virus tetapi juga akan merusak stroma di sekitarnya.
3. Manifestasi Klinis
Pasien dengan HSV keratitis mengeluh nyeri, fotofobia, penglihatan kabur,
mata berair, mata merah, tajam penglihatan turun terutama jika bagian pusat yang
terkena.
Infeksi primer herpes simpleks pada mata biasanya berupa konjungtivitis
folikularis akut disertai blefaritis vesikuler yang ulseratif, serta pembengkakan
kelenjar limfe regional. Pada dasarnya infeksi primer ini dapat sembuh sendiri, akan
tetapi pada keadaan tertentu di mana daya tahan tubuh sangat lemah akan menjadi
parah dan menyerang stroma

Gambar 7. Keratitis Virus Herpes Simpleks


4. Pemeriksaan Penunjang
Usapan epitel dengan Giemsa multinuklear noda dapat menunjukkan sel-sel raksasa,
yang dihasilkan dari perpaduan dari sel-sel epitel kornea yang terinfeksi dan virus
intranuclear inklusi
5. Terapi
 Debridement

23
Cara efektif mengobati keratitis dendritik adalah debridement epithelial, karena
virus berlokasi didalam epithelial. Debridement juga mengurangi beban antigenic
virus pada stroma kornea. Epitel sehat melekat erat pada kornea namun epitel yang
terinfeksi mudah dilepaskan. Debridement dilakukan dengan aplikator berujung kapas
khusus. Obat siklopegik seperti atropine 1% atau homatropin 5% diteteskan kedalam
sakus konjungtiva, dan ditutup dengan sedikit tekanan. Pasien harus diperiksa setiap
hari dan diganti penutupnya sampai defek korneanya sembuh umumnya dalam 72
jam.
 Terapi Obat
 IDU (Idoxuridine) analog pirimidin (terdapat dalam larutan 1% dan
diberikan setiap jam, salep 0,5% diberikan setiap 4 jam)
 Vibrabin: sama dengan IDU tetapi hanya terdapat dalam bentuk salep
 Trifluorotimetidin (TFT): sama dengan IDU, diberikan 1% setiap 4
jam
 Asiklovir (salep 3%), diberikan setiap 4 jam.
 Asiklovir oral dapat bermanfaat untuk herpes mata berat, khususnya
pada orang atopi yang rentan terhadap penyakit herpes mata dan kulit
agresif.

 Terapi Bedah
Keratoplasti penetrans mungkin diindikasikan untuk rehabilitasi penglihatan
pasien yang mempunyai parut kornea yang berat, namun hendaknya dilakukan
beberapa bulan setelah penyakit herpes non aktif.

D. Keratitis Alergi
1. Etiologi
Reaksi hipersensitivitas tipe I yang mengenai kedua mata, biasanya penderita sering
menunjukkan gejala alergi terhadap tepung sari rumput-rumputan.

24
2. Manifestasi Klinis
 Bentuk palpebra: cobble stone (pertumbuhan papil yang besar), diliputi
sekret mukoid.
 Bentuk limbus: tantras dot (penonjolan berwarna abu-abu, seperti lilin)
 Gatal
 Fotofobia
 Sensasi benda asing
 Mata berair dan blefarospasme

3. Terapi
 Biasanya sembuh sendiri tanpa diobati
 Steroid topikal dan sistemik
 Kompres dingin
 Obat vasokonstriktor
 Cromolyn sodium topikal
 Koagulasi cryo CO2.
 Pembedahan kecil (eksisi).
 Antihistamin umumnya tidak efektif
 Kontraindikasi untuk pemasangan lensa kontak

Klasifikasi keratitis berdasarkan bentuk klinisnya, yaitu:


A. Keratitis Flikten/Skrofulosa/Eksemtosa
Flikten merupakan benjolan berdiameter 1-3 mm berwarna abu-abu pada
lapisan superfisial kornea. Epitel diatasnya mudah pecah dan membentuk ulkus.
Ulkus ini dapat sembuh atau tanpa meninggalkan sikatrik. Adapula ulkus yang
menjalar dari pinggir ke tengah, dengan pinggir meninggalkan sikatrik sedangkan
bagian tengah nya masih aktif, yang disebut wander phlyctaen. Keadaan ini
merupakan proses yang mudah sembuh, tetapi kemudian kambuh lagi di tempat lain

25
bila penyebabnya masih ada dan dapat menyebabkan kelainan kornea berbentuk
bercak-bercak sikatrik, menyerupai pulau-pulau yang disertai ‘geographic pattern’.

B. Keratitis Sika
Merupakan peradangan konjungtiva dan kornea akibat keringnya permukaan kornea
dan konjungtiva. Penyebab keringnya permukaan konjungtiva dan kornea, yaitu:
 Berkurangnya komponen lemak, seperti pada blefaritis
 Berkurangnya airmata, seperti pada syndrome syrogen, setelah memakai obat
diuretik, atropin atau dijumapai pada usia tua.
 Berkurangnya komponen musin, dijumpai pada keadaan avitaminosis A,
penyakit-penyakit yang menyebabkan cacatnya konjungtiva, seperti trauma
kimia, Sindrom Steven Johnson, trakoma.
 Penguapan yang berlebihan seperti pada kehidupan gurun pasir, lagoftalmus,
keratitis neuroparalitika.
 Adanya sikatrik pada kornea.

Gejala klinis yang sering timbul yaitu mengeluh mata terasa gatal, terasa seperti
ada pasir,fotopobi,visus menurun, secret lengket, mata terasa kering. Dari hasil
pemeriksaan didapatkansekret mukus dengan tanda-tanda konjungtivitis dengan
xerosis konjuntiva, sehingga konjungtiva bulbi edema, hiperemi, menebal, kering, tak
mengkilat, warnanya mengkilat. Terdapat infiltrat-infiltrat kecil,letak epiteleal,tes
fluoresen (+). Terdapat juga benang-benang (filamen) yang sebenarnya sekret yang
menempel, karena itu, disebut juga keratitis filamentosa.

C. Keratitis Numularis
Diduga dari virus. Pada klinis, tanda-tanda radang tidak jelas, terdapat infiltrat
bulat-bulat subepitelial di kornea, dimana tengahnya lebih jernih, disebut halo
(diduga terjadi karena resorpsi dari infiltrat yang dimulai di tengah). Tes fluoresen (-).
Keratitis ini kalau sembuh meninggalkan sikatrik yang ringan.

26
6. Komplikasi
Komplikasi yang paling ditakuti dari keratitis adalah penipisan kornea dan
akhirnya perforasi kornea yang dapat mengakibatkan endophtalmitis sampai
hilangnya penglihatan (kebutaan). Beberapa komplikasi yang lain diantaranya:
 Gangguan refraksi
 Jaringan parut permanent
 Ulkus kornea
 Perforasi kornea
 Glaukoma sekunder

7. Prognosis
Keratitis dapat sembuh dengan baik jika ditangani dengan tepat dan jika tidak
diobati dengan baik dapat menimbulkan ulkus yang akan menjadi sikatriks dan dapat
mengakibatkan hilang penglihatan selamanya.
Prognosis visual tergantung pada beberapa faktor, tergantung dari:
 Virulensi organisme
 Luas dan lokasi keratitis
 Hasil vaskularisasi dan atau deposisi kolagen

27
DAFTAR PUSTAKA

1. Ilyas, Sidarta,Prof.dr.H spM. Ilmu penyakit Mata. FKUI, edisi ketiga, Jakarta:

2009; page 1-2, 89-97

2. James, Bruce. Lecture Notes On Opthalmology. 9 th ed. Blackwell publishing,

Australia : 2013; page 52-4

3. Popham, Jerry MD. In Cosmetic facial and eye plastic surgery : Eyelid Anatomy.

Viewed 10 November 2013.

<http://www.drpopham.com/347-Anatomy%20-%20Eyelid/>

4. Vaughan D. Oftalmologiumum (General Ophthalmology). Widya Medika.

Jakarta: 2003; page 78-80

28

You might also like