You are on page 1of 17

LAPORAN PENDAHULUAN

KONSEP DASAR MEDIS

A. Definisi

Fibrilasi atrium adalah disritmia atrium yang terjadi sewaktu atrium

berdenyut dengan kecepatan lebih dari 350-600x/menit. Depolarisasi

ventrikel menjadi ireguler dan mungkin dapat mengikuti depolarisasi atrium

mungkin pula tidak. Pengisian ventrikel tidak secara total bergantung pada

kontraksi atrium yang terorganisasi, sehingga aliran darah yang masuk dan

keluar ventrikel biasanya cukup kecuali pada waktu-waktu terjadi

peningkatan kebutuhan misalnya, selama berolahraga (Corwin, 2009).

Fibrilasi atrium adalah depolarisasi muncul di banyak tempat di atrium,

menyebabkan depolarisasi yang tidak terkoordinasi dengan frekuensi tinggi.

Sentakan fokus ektopik pada struktur vena yang dekat dengan atrium

(biasanya vena pulmonal) merupakan penyebab tertinggi (Dharma, 2012).

Fibrilasi atrium didefinisikan sebagai irama jantung yang abnormal.

Aktivitas listrik jantung yang cepat dan tidak beraturan mengakibatkan atrium

bekerja terus menerus menghantarkan impuls ke nodus AV sehingga respon

ventrikel menjadi ireguler. Atrial fibrilasi dapat bersifat akut maupun kronik

dan umumnya terjadi pada usia di atas 50 tahun (Berry and Padgett, 2012).

Fibrilasi atrium adalah takiaritmia supraventrikular yang khas, dengan

aktivasi atrium yang tidak terkoordinasi mengakibatkan perburukan fungsi

mekanis atrium. Pada elektrokardiogram (EKG), ciri dari FA adalah tiadanya

konsistensi gelombang P, yang digantikan oleh gelombang getar (fibrilasi)

yang bervariasi amplitudo, bentuk dan durasinya. Pada fungsi NAV yang

1
normal, FA biasanya disusul oleh respons ventrikel yang juga ireguler, dan

seringkali cepat (PDSKI, 2014)

Ciri-ciri FA pada gambaran EKG umumnya sebagai berikut (PDSKI,

2014):

1. EKG permukaan menunjukkan pola interval RR yang ireguler

2. Tidak dijumpainya gelombang P yang jelas pada EKG permukaan.

Kadang-kadang dapat terlihat aktivitas atrium yang ireguler pada

beberapa sadapan EKG, paling sering pada sadapan V1.

3. Interval antara dua gelombang aktivasi atrium tersebut biasanya

bervariasi, umumnya kecepatannya melebihi 450x/menit.

B. Klasifikasi

Banyak tipe atau klasifikasi atrial fibrilasi yang umum dibahas. Beberapa

hal diantaranya berdasarkan waktu timbulnya dan keberhasilan intervensi,

berdasarkan ada tidaknya penyakit lain yang mendasari, dan terakhir

berdasarkan bentuk gelombang P.

Menurut AHA (American Heart Association), klasifikasi dari atrial

fibrilasi dibedakan menjadi 4 jenis, yaitu:


a. AF deteksi pertama
Semua pasien dengan AF selalu diawali dengan tahap AF deteksi
pertama. Tahap ini merupakan tahapan dimana belum pernah
terdeteksi AF sebelumnya dan baru pertama kali terdeteksi.
b. Paroksismal AF
AF yang berlangsung kurang dari 7 hari atau AF yang mempunyai
episode pertama kalikurang dari 48 jam dinamakan dengan
paroksismal AF. AF jenis ini juga mempunyai kecenderungan untuk
sembuh sendiri dalam waktu kurang dari 24 jam tanpa bantuan
kardioversi.

2
c. Persisten AF
AF yang sifatnya menetap dan berlangsung lebih dari 48 jam tetapi
kurang dari 7 hari. Berbeda dengan paroksismal AF, persisten AF
perlu penggunaan dari kardioversi untuk mengembalikan irama sinus
kembali normal.
d. Kronik/permanen AF
AF yang sifatnya menetap dan berlangsung lebih dari 7 hari. Pada
permanen AF, penggunaan kardioversi dinilai kurang berarti, karena
dinilai cukup sulit untuk mengembalikan ke irama sinus yang normal.
Disamping klasifikasi menurut AHA (American Heart Association), AF
juga sering diklasifikasikan menurut lama waktu berlangsungnya, yaitu AF
akut dan AF kronik. AF akut dikategorikan menurut waktu berlangsungnya
atau onset yang kurang dari 48 jam, sedangkan AF kronik sebaliknya, yaitu
AF yang berlangsung lebih dari 48 jam.

C. Etiologi Atrial Fibrilasi (Af)

1. Penyebab penyakit kardiovaskuler

a. Penyakit jantung iskemik

b. Hipertensi kronis

c. Kelainan katup mitral (stenosis mitral)

d. Perikarditis

e. Kardiomiopati, gagal jantung, Sindrome WPW, dan LVH

f. Tumor intracardiac

2. Penyebab non kardiovaskuler

a. Kelainan metabolik :

- Tiroksikosis

- Alkohol akut/kronis

b. Penyakit pada paru


- Emboli paru

3
- Pneumonia

- PPOM

- Kor pulmonal

c. Gangguan elektrolit : Hipokalemia, Magnesium, dan Calsium

d. Simpatomimetik obat-obatan dan listrik

D. Patofisiologi

Adanya regangan akut dinding atrium dan fokus ektopik di lapisan

dinding atrium diantara vena pulmonalis atau vena cavajunctionsmerupakan

pencetus AF.Daerah ini dalam keadaan normal memiliki aktifitas listrik yang

sinkron, namun pada regangan akut dan aktifitas impuls yang cepat, dapat

menyebabkan timbulnya after-depolarisation lambat dan aktifitas triggered.

Triggered yang dijalarkan kedalam miokard atrium akan menyebabkan

inisiasi lingkaran-lingkaran gelombang reentry yang pendek (wavelets of

reentry) dan multiple. Lingkaran reentry yang terjadi pada AF tedapat pada

banyak tempat (multiple) dan berukuran mikro, sehingga menghasilkan

gelombang P yang banyak dalam berbagai ukuran dengan amplitudo yang

rendah (microreentrant tachycardias).Berbeda halnya dengan flutter atrium

yang merupakan suatu lingkaran reentry yang makro dan tunggal di dalam

atrium (macroreentrant tachycardias).


AF dimulai dengan adanya aktifitas listrik cepat yang berasal dari

lapisan muskular dari vena pulmonalis. Aritmia ini akan berlangsung terus

dengan adanya lingkaran sirkuit reentry yang multipel. Penurunan masa

refrakter dan terhambatnya konduksi akan memfasilitasi terjadinya reentry.

Setelah AF timbul secara kontinu, maka akan terjadi remodeling listrik

(electrical remodeling) yang selanjutnya akan membuat AF permanen.

4
Perubahan ini pada awalnya reversibel, namun akan menjadi permanen

seiring terjadinya perubahan struktur, bila AF berlangsung lama.

Atrium tidak adekuat memompa darah selama AF berlangsung.

Walaupun demikian, darah akan mengalir secara pasif melalui atrium ke

dalam ventrikel, dan efisiensi pompa ventrikel akan menurun hanya sebanyak

20 – 30 %. Oleh karena itu, dibanding dengan sifat yang mematikan dari

fibrilasi ventrikel, orang dapat hidup selama beberapa bulan bahkan bertahun-

tahun dengan fibrilasi atrium, walaupun timbul penurunan efisiensi dari

seluruh daya pompa jantung. Atrial fibrilasi (AF) biasanya menyebabkan

ventrikel berkontraksi lebih cepat dari biasanya. Ketika ini terjadi, ventrikel

tidak memiliki cukup waktu untuk mengisi sepenuhnya dengan darah untuk

memompa ke paru-paru dan tubuh.

Terjadi penurunan atrial flow velocities yang menyebabkan statis pada

atrium kiri dan memudahkan terbentuknya trombus. trombus ini

meningkatkan resiko terjadinya stroke emboli dan gangguan hemostasis.

Kelainan tersebut mungkin akibat dari statis atrial tetapi mungkin juga

sebagai kofaktor terjadinya tromboemboli pada AF. Kelainan-kelainan

tersebut adalah peningkatan faktor von Willebrand ( faktor VII ), fibrinogen,

D-dimer, dan fragmen protrombin 1,2. AF akan meningkatkan agregasi

trombosit, koagulasi dan hal ini dipengaruhi oleh lamanya AF.

E. Manifestasi Klinis

1. Palpitasi (perasaan yang kuat dari detak jantung yang cepat atau

“berdebar” dalam dada).

2. Perasaan tidak nyaman di dada (nyeri dada).

3. Sesak napas/dispnea.

5
4. Pusing, atau sinkop (pingsan mendadak) yang dapat terjadi akibat

peningkatan laju ventrikel atau tidak adanya pengisian sistolik ventrikel.

5. Kelelahan, kelemahan/kesulitan berolahraga/beraktifitas.

Namun, beberapa kasus atrial fibrilasi bersifat asimptomatik (National

Collaborating Center for Chronic Condition, 2006). Trombus dapat terbentuk

dalam rongga atrium kiri atau bagian lainnya karena tidak adanya kontraksi

atrium yang mengakibatkan stasis darah. Hal ini akan menyebabkan

terjadinya emboli pada sirkulasi sistemik terutama otak dan ekstremitas


sehingga atrial fibrilasi menjadi salah satu penyebab terjadinya serangan

stroke (Philip and Jeremy, 2007).

H. Pemeriksaan Diagnostik

1. Pemeriksaan Fisik :

a. Tanda vital :Denyut nadi berupa kecepatan dengan regularitasnya,

tekanan darah, dan pernapasan meningkat.

b. Tekanan vena jugularis.

c. Ronkhi pada paru menunjukkan kemungkinan terdapat gagal jantung

kongestif.

d. Irama gallop S3 pada auskultasi jantung menunjukkan kemungkinan

terdapat gagal jantung kongestif, terdapat bising pada auskultasi

kemungkinan adanya penyakit katup jantung.

e. Hepatomegali : kemungkinan terdapat gagal jantung kanan.

f. Edema perifer : kemungkinan terdapat gagal jantung kongestif.

2. Laboratorium :

a. Darah rutin : Hb, Ht, Trombosit.

b. TSH (Penyakit gondok)

6
c. Enzim jantung bila dicurigai terdapat iskemia jantung.

d. Elektrolit : K, Na, Ca, Mg.

e. PT/APTT.

3. Pemeriksaan EKG :

Merupakan standar baku cara diagnostik AF

a. Irama EKG umumnya tidak teratur dengan frekuensi bervariasi (bisa

normal/lambat/cepat). Jika kurang dari 60x/menit disebut atrial

fibrilasi slow ventricular respons (SVR), 60-100x/menit disebut atrial

fibrilasi normo ventricular respon (NVR) sedangkan jika

>100x/menit disebut atrial fibrilasi rapid ventricular respon (RVR).

b. Gelombang P tidak ada atau jikapun ada menunjukkan depolarisasi

cepat dan kecil sehingga bentuknya tidak dapat didefinisikan.

c. Interval segmen PR tidak dapat diukur.

d. Kecepatan QRS biasanya normal atau cepat

4. Foto Rontgen Toraks : Gambaran emboli paru, pneumonia, PPOM, kor

pulmonal.

5. Ekokardiografi untuk melihat antara lain kelainan katup, ukuran dari

atrium dan ventrikel, hipertrofi ventrikel kiri, fungsi ventrikel kiri,

obstruksi outflow.

6. TEE ( Trans Esophago Echocardiography ) untuk melihat trombus di

atrium kiri.

I. Penatalaksanaan

AF paroksimal yang singkat, tujuan strategi pengobatan adalah dipusatkan

pada kontrol aritmianya (rhytm control).Namun pada pasien dengan AF yang

persisten, terkadang kita dihadapkan pada dilema apakah mencoba


mengembalikan ke irama sinus (rhytm control) atau hanya mengendalikan

7
laju denyut ventrikular (rate control) saja.Terdapat 3 kategori tujuan

perawatan AF yaitu :

1. Terapi profilaksis untuk mencegah tromboemboli

2. Mengembalikan kerja ventrikuler dalam rentang normal

3. Memperbaiki irama yang tidak teratur.

Berikut penatalaksanaan AF berdasarkan Standar Pelayanan Medik (SPM)

RS Harapan Kita Edisi III 2009, yaitu:

1. Farmakologi

a. Rhythm control. Tujuannya adalah untuk mengembalikan ke irama

sinus / irama jantung yang normal.Diberikan anti-aritmia gol. I

(quinidine, disopiramide dan propafenon). Untuk gol.III dapat

diberikan amiodaron. Dapat juga dikombinasi dengan kardioversi

dengan DC shock.

b. Rate control.Rate control bertujuan untuk mengembalikan /

menurunkan frekwensi denyut jatung dapat diberikan obat-obat yang

bekerja pada AV node seperti :digitalis, verapamil, dan obat penyekat

beta (β bloker) seperti propanolol. Amiodaron juga dapat dipakai

untuk rate control.

c. Profilaksis tromboemboli.Tanpa melihat pola dan strategi pengobatan

AF yang digunakan, pasien harus mendapatkan anti- koagulan untuk

mencegah terjadinya tromboemboli.Pasien yang mempunyai

kontraindikasi terhadapwarfarin dapat di berikan antipletelet.

2. Non-farmakologi

a. Kardioversi. Kardioversi eksternal dengan DC shock dapat dilakukan

pada setiap AF paroksismal dan AF persisten. Untuk AF sekunder,

8
seyogyanya penyakit yang mendasari dikoreksi terlebih dahulu.

Bilamana AF terjadi lebih dari 48 jam, maka harus diberikan

antikoagulan selama 4 minggu sebelum kardioversi dan selama 3

minggu setelah kardioversi untuk mencegah terjadinya stroke akibat

emboli. Konversi dapat dilakukan tanpa pemberian antikoagulan, bila

sebelumnya sudah dipastikan tidak terdapat trombus dengan

transesofageal ekhokardiografi.

b. Pemasangan pacu jantung (pacemaker). Beberapa tahun belakangan

ini beberapa pabrik pacu jantung (pacemaker) membuat alat pacu

jantung yang khusus dibuat untuk AF paroksismal.Penelitian

menunjukkan bahwa pacu jantung kamar ganda (dual chamber),

terbukti dapat mencegah masalah AF dibandingkan pemasangan pacu

jantung kamar tunggal (single chamber).

c. Ablasi kateter. Ablasi saat ini dapat dilakukan secara bedah (MAZE

procedure) dan transkateter.Ablasi transkateter difokuskan pada vena-

vena pulmonalis sebagai trigger terjadinya AF. Ablasi nodus AV

dilakukan pada penderita AF permanen, sekaligus pemasangan pacu

jantung permanen.

J. KOMPLIKASI

1. Cardiac arrest / gagal jantung

2. Stroke

3. Demensia

9
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian

1. Aktivitas / istirahat

Keluhan kelemahan fisik secara umum dan keletihan berlebihan.Temuan

fisik berupa disritmia, perubahan tekanan darah dan denyut jantung saa

aktivitas.

2. Sirkulasi

Melaporkan adanya riwayat penyakit jantung koroner (90 -95 %


mengalami disritmia), penyakit katup jantung, hipertensi, kardiomiopati,

dan CHF. Riwayat insersi pacemaker. Nadi cepat/lambat/tidak

teratur,palpitasi.Temuan fisik meliputi hipotensi atau hipertensi selama

episode disritmia.Nadi ireguler atau denyut berkurang.Auskultasi jantung

ditemukan adanya irama ireguler, suara ekstrasisitole. Kulit mengalami

diaforesis,pucat, sianosis.Edema dependen, distensi vena

jugularis,penurunan urine output.

3. Neurosensori

Keluhan pening hilang timbul, sakit kepala,pingsan. Temuan fisik : status

mental disorientasi,confusion,kehilangan memori, perubahan pola

bicara,stupor dan koma. Letargi (mengantuk), gelisah, halusinasi; reaksi

pupil berubah.Reflek tendon dalam hilang menggambarkan disritmia

yang mengancam jiwa (ventrikuler tachicardi atau bradikardia berat).

4. Kenyamanan

Keluhan nyeri dada sedang dan berat (infark miokard) tidak hilang

dengan pemberian obat anti angina. Temuan fisik gelisah.

10
5. Respirasi

Keluhan sesak nafas, batuk, (dengan atau tanpa sputum ), riwayat

penyakit paru,riwayat merokok.Temuan fisik perubahan pola nafas selam

periode disritmia. Suara nafas krekels mengindikasikan oedem paru atau

fenomena thromboemboli paru.

6. Cairan dan Nutrisi

Keluhan berupa intoleransi terhadap makanan, mual, muntah.Temuan

fisik berupa tidak nafsu makan,perubahan turgor atau kelembapan kulit.

Perubahan berat badan akibat odema.

7. Apakah ada riwayat pengguna alkohol.

8. Keamanan : Temuan fisik berupa hilangnya tonus otot.

9. Psikologis : Merasa cemas, takut, menarik diri, marah, menangis, dan

mudah tersinggung.

B. Diagnosis Keperawatan

Diagnosis keperawatan menurut PPNI, 2017:

1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan irama jantung,

perubahan frekwensi jantung, kontraktilitas, perubahan preload, dan

perubahan afterload.

2. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan depresi pusat pernapasan,


hambatan upaya napas (mis, nyeri saat bernapas, kelemahan otot

pernapasan), gangguan neurologis (mis EEG positif, cedera kepala),

penurunan energy dan kecemasan)

3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara

suplai dan kebutuhan oksigen, tirah baring, kelemahan, imobilitas, dan

gaya hidup monoton

11
4. Kelebihan Volume Cairan/hipervolemia berhubungan dengan gangguan

mekanisme reguasi, kelebihan asupan cairan, kelebihan asupan natrium,

gangguan aliran balik vena, efek agen farmakologis (mis kortikosteroid,

chlorpropamide)

5. Ansietas berhubungan dengan krisis situasional, kebutuhan tidak

terpenuhi, ancaman terhadap konsep diri, ancaman terhadap kematian,

kekhawatiran mengalami kegagalan, dan kurang terpapar informasi.

12
C. Intervensi Keperawatan

Luaran
No Diagnosis Keperawatan Intervensi Rasional
Keperawatan
Penurunan curah jantung 1. Auskultasi nadi apical, catat penilaian 1. Biasnya terjadi takikardi (meskipun
1 berhubungan dengan denyut jantung dan irama pada saat istirahat) untuk
perubahan irama jantung, mengkompensasi penurunan
perubahan frekwensi jantung, kontraktilitas ventrikel.
kontraktilitas, perubahan 2. Catat bunyi jantung 2. S1 dan S2 mungkin terdengar lemah
preload, dan perubahan akibat penurunan jantung untuk
afterload. memompa. Irama gallop yang umum
(S3 dan S4) juga mungkn terdengar.
Murmur mungkin menunjukan
kelainan katup dan sianosi.
3. Palpasi denyut nadi perifer 3. Penurunan curah jantung dapat terlihat
pada penurunan denyut jantung
radialis, nadi popliteal, nadi dorsalis
pedis, dan nadi posttibialis.
4. Pantau tekanan darah 4. Pada GJK dini, sedang atau kronis
tekanan drah dapat meningkat. Pada
HCF lanjut tubuh tidak mampu lagi
mengkompensasi danhipotensi tidak
dapat norml lagi.
5. Kaji kulit terhadap pucat dan sianosis. 5. Pucat merupakan indikasi
berkurangnya perfusi perifer sejunder

13
akibat dari curah jantung yang tidak
adekuat, vasokontriksi, dan anemia.
Sianosis dapat terjadi pada gagal
jantung refraktori.
6. Berikan oksigen tambahan dengan kanula 6.
nasal/masker dan obat sesuai indikasi
(kolaborasi)
Pola napas tidak efektif 1. Pantau suara nafas dan catat suara nafas 1. menyatakan adnya kongesti
2 berhubungan dengan depresi tambahan. paru/pengumpulan secret
pusat pernapasan, hambatan menunjukkan kebutuhan untuk
upaya napas (mis, nyeri saat intervensi lanjut.
bernapas, kelemahan otot 2. Ajarkan/anjurkan klien batuk efektif, 2. membersihkan jalan nafas dan
pernapasan), gangguan nafas dalam. memudahkan aliran oksigen.
neurologis (mis EEG positif, 3. Dorong perubahan posisi. 3. Membantu mencegah atelektasis dan
cedera kepala), penurunan pneumonia.
energy dan kecemasan) 4. Kolaborasi dalam Pantau/gambarkan 4. Hipoksemia dapat terjadi berat selama
seri GDA, nadi oksimetri. edema paru.
5. Berikan oksigen tambahan sesuai 5. Meningkatkan jumlah O2 yang ada
indikasi. untuk pemakaian miokardium
sekaligus mengurangi
ketidaknyamanan sekunder terhadap
iskemia.

Intoleransi aktivitas 1. Periksa tanda vital sebelum dan segera 1. Hipotensi ortostatik dapat terjadi
3 berhubungan dengan setelah aktivitas, khususnya bila klien dengan aktivitas karena efek obat
ketidakseimbangan antara menggunakan vasodilator,diuretic dan (vasodilasi), perpindahan cairan
suplai dan kebutuhan oksigen, penyekat beta. (diuretic) atau pengaruh fungsi
tirah baring, kelemahan, jantung.
2. Catat respons kardiopulmonal terhadap 2. Penurunan/ketidakmampuan

14
imobilitas, dan gaya hidup aktivitas, catat takikardi, diritmia, miokardium untuk meningkatkan
monoton dispnea berkeringat dan pucat volume sekuncup selama aktivitas dpat
menyebabkan peningkatan segera
frekuensi jantung dan kebutuhan
oksigen juga peningkatan kelelahan
dan kelemahan.
3. Evaluasi peningkatan intoleran aktivitas 3. Dapat menunjukkan peningkatan
dekompensasi jantung daripada
kelebihan aktivitas.
4. Implementasi program rehabilitasi 4. Peningkatan bertahap pada aktivitas
jantung/aktivitas (kolaborasi) menghindari kerja jantung/konsumsi
oksigen berlebihan. Penguatan dan
perbaikan fungsi jantung dibawah
stress, bila fungsi jantung tidak dapat
membaik kembali,
Kelebihan Volume 1. Pantau pengeluaran urine, catat jumlah 1. Pengeluaran urine mungkin sedikit dan
Cairan/hipervolemia dan warna saat dimana diuresis terjadi. pekat karena penurunan perfusi ginjal.
berhubungan dengan Posisi terlentang membantu diuresis
gangguan mekanisme reguasi, sehingga pengeluaran urine dapat
kelebihan asupan cairan, ditingkatkan selama tirah baring.
2. Pantau/hitung keseimbangan pemaukan 2. Terapi diuretic dapat disebabkan oleh
kelebihan asupan natrium,
dan pengeluaran selama 24 jam kehilangan cairan tiba-tiba/berlebihan
gangguan aliran balik vena, (hipovolemia) meskipun edema/asites
efek agen farmakologis (mis masih ada
kortikosteroid, 3. Pertahakan duduk atau tirah baring 3. Posisi tersebut meningkatkan filtrasi
chlorpropamide) dengan posisi semifowler selama fase ginjal dan menurunkan produksi ADH
akut. sehingga meningkatkan diuresis.
4. Pantau TD dan CVP (bila ada) 4. Hipertensi dan peningkatan CVP
menunjukkan kelebihan cairan dan
dapat menunjukkan terjadinya
peningkatan kongesti paru, gagal

15
jantung.
5. Kaji bising usus. Catat keluhan 5. Kongesti visceral (terjadi pada GJK
anoreksia, mual, distensi abdomen dan lanjut) dapat mengganggu fungsi
konstipasi. gaster/intestinal.
6. Pemberian obat sesuai indikasi 6. perlu memberikan diet yang dapat
(kolaborasi) dan Konsul dengan ahli diterima klien yang memenuhi
diet. Rasional : kebutuhan kalori dalam pembatasan
natrium.
Ansietas berhubungan dengan 1. Observasi adanya tanda verbal dan non 1. Pasien mungkin tidak mengungkapkan
krisis situasional, kebutuhan verbal ansietas, serta temani pasien saat kekhawatiran secara langsung tetapi kata-
tidak terpenuhi, ancaman ansietas kata atau tindakan dapat menyampaikan
terhadap konsep diri, ancaman rasa ansietas.
terhadap kematian, 2. Orientasikan pasien atau keluarganya 2. Prediktabilitas dan informasi dapat
tentang prosedur rutin, serta aktivitas yang mengurangi ansietas pasien.
kekhawatiran mengalami
diperkirakan
kegagalan, dan kurang 3. Berikan waktu istirahat dan tidur tanpa 3. Menyimpan energy dan meningkatkan
terpapar informasi. terganggu, serta lingkungan yang tenang . koping adaptif
4. Kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain 4. Mendorong relaksasidan istirahat, serta
dalam pemberian obat anti-ansietas atau mengurangi ansietas.
hipnotik sesuai indikasi.

16
DAFTAR PUSTAKA

17

You might also like