You are on page 1of 4

BAB 2

TIJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Parafimosis merupakan suatu kondisi dimana prepusium penis yang di

retraksi sampai di sulkus koronarium tidak dapat dikembalikan pada keadaan

semula dan timbul jeratan pada penis dibelakang sulkus koronarius. 1

2.2 Anatomi Penis

Penis mempunyai radix penis yang terfiksasi dan corpus yang tergantung

bebas. Radix penis dibentuk oleh tiga massa jaringan erektil yang dinamakan

bulbus penis dan crus penis dextra dan sinistra. Bulbus penis terletak di garis

tengah dan melekat pada permukaan bawah diaphragma urogenitale. Bulbus penis

terletak ditembus oleh urethra dan permukaan luarnya di bungkus oleh musculus

bulbospongiosus. Masing-masing crus penis melekat pada pinggir arcus pubicus

dan permukaan luarnya dibungkus oleh musculus ischiocavernosus. Bulbus

melanjutkan diri ke depan sebagai corpus penis dan membentuk corpus

spongiosum penis. Di anterior kedua crus penis saling mendekati dan di bagian

dorsal corpus penis terletak berdampingan membentuk corpus cavernosum penis.2

Corpus penis pada hakekatnya terdiri atas tiga jaringan erektil yang di

liputi sarung fascia berbentu tubular. Jaringan erektil dibentuk dari dua corpora

cavernosa penis yang terletak di dorsal dan satu corpus spongiosum penis terletak

pada permukaan ventralnya. Pada bagian distal corpus spongiosum penis melebar

membentuk glans penis yang meliputi ujung distal corpora cavernosa penis. Pada

ujung glans penis terdapat celah yang merupakan muara urethra disebut ostium

urethra eksternum.3

1
Preputium penis merupakan lipatan kulit seperti kerudung yang menutupi

glans penis. Normalnya, kulit preputium selalu melekat erat pada glans penis dan

tidak dapat ditarik ke belakang pada saat lahir, namun seiring bertambahnya usia

serta diproduksinya hormon dan faktor pertumbuhan, terjadi proses keratinisasi

lapisan epitel dan deskuamasi antara glans penis dan lapis bagian dalam

preputium sehingga akhirnya kulit preputium terpisah dari glans penis.2


Penis dipersyarafi oleh 2 jenis syaraf yakni syaraf otonom (para simpatis

dan simpatis) dan syaraf somatik (motoris dan sensoris). Syaraf-syaraf simpatis

dan parasimpatis berasal dari hipotalamus menuju ke penis melalui medulla

spinalis (sumsum tulang belakang). Khusus syaraf otonom parasimpatis ke luar

dari medulla spinalis (sumsum tulang belakang) pada kolumna vertebralis di S2-4.

Sebaliknya syaraf simpatis ke luar dari kolumna vertebralis melalui segmen Th 11

sampai L2 dan akhirnya parasimpatis dan simpatis menyatu menjadi nervus

kavernosa. Syaraf ini memasuki penis pada pangkalnya dan mempersyarafi otot-

otot polos. Syaraf somatis terutama yang bersifat sensoris yakni yang membawa

impuls (rangsang) dari penis misalnya bila mendapatkan stimulasi yaitu rabaan

pada badan penis dan kepala penis (glans), membentuk nervus dorsalis penis yang

menyatu dengan syaraf-syaraf lain yang membentuk nervus pudendus.2


Vaskularisasi untuk penis berasal dari arteri pudenda interna lalu menjadi

arteria penis communis yang bercabang 3 yakni 2 cabang ke masing-masing yakni

ke korpus kavernosa kiri dan kanan yang kemudian menjadi arteria kavernosa atau

arteria penis profundus yang ketiga ialah arteria bulbourethralis untuk korpus

spongiosum. Arteria memasuki korpus kavernosa lalu bercabang-cabang menjadi

arteriol-arteriol helicina. arteriol-arteriol helicina mengalami relaksasi atau

2
pelebaran pembuluh darah sehingga aliran darah bertambah besar dan cepat

kemudian berkumpul di dalam rongga-rongga lakunar atau sinusoid.2


Sebaliknya darah yang mengalir dari sinusoid ke luar melalui satu pleksus

yang terletak di bawah tunica albugenia. Bila sinusoid dan trabekel tadi

mengembang karena berkumpulnya darah di seluruh korpus kavernosa, maka

vena-vena di sekitarnya menjadi tertekan. Vena-vena di bawah tunica albuginea

ini bergabung membentuk vena dorsalis profunda lalu ke luar dari Corpora

Cavernosa pada rongga penis ke sistem vena yang besar dan akhirnya kembali ke

jantung.2

2.3 Epidemiologi

Parafimosis yang di diagnosis secara klinis ini, dapat terjadi pada penis

yang belum disunat (disirkumsisi) atau telah disirkumsisi namun hasil

sirkumsisinya kurang baik. Fimosis dan parafimosis dapat terjadi pada laki-laki

semua usia, namun kejadiannya tersering pada masa bayi dan remaja.4

2.4 Etiologi

Parafimosis dapat disebabkan oleh tindakan menarik prepusium ke

proksimal yang biasanya di lakukan pada saat bersenggama atau masturbasi atau

sehabis pemasangan kateter tetapi preputium tidak dikembalikan ketempat semula

secepatnya. Parafimosis yang di diagnosis secara klinis ini, dapat terjadi pada

penis yang belum disunat (disirkumsisi) atau telah disirkumsisi namun hasil

sirkumsisinya kurang baik.5 6

2.5 Patofisiologi

3
Parafimosis atau pembengkakan yang sangat nyeri pada prepusium bagian

distal dari phimotic ring, terjadi bila prepusium tetap retraksi untuk waktu lama.

Hal ini menyebabkan terjadinya obstruksi vena dan bendungan pada glans penis

yang sangat nyeri. Pembengkakan dapat membuat penurunan prepusium yang

meliputi glans penis menjadi sulit7.

Seiring waktu, gangguan aliran vena dan limfatik ke penis menjadi

terbendung dan semakin membengkak. Dengan berjalannya proses

pembengkakan, suplai darah menjadi berkurang dan dapat menyebabkan

terjadinya infark/nekrosis penis, gangren, bahkan autoamputasi8.

Daftar Pustaka:

1. Tanagho, EA and McAninch, JW. Smith’s General Urology. Sixteen


edition. 2004. USA: Appleton and Lange.
2. Qadrijati, I. Anatomi dan Fisiologi Sistem Reproduksi Manusia. 2011.
Simposium Reproductive Health Women During the Life Cycle
3. Purnomo, Basuki B. Anatomi sistem Urogenital. Dasar-dasar Urologi.
Ed.2. Jakarta : CV. Infomedika. 2008. p: 10
4. Santoso, A,. Fimosis dan Parafimosis. 2005. Tim Penyusun Panduan
Penatalaksanaan Pediatric Urologi di Indonesia. Jakarta: Ikatan Ahli
Urologi Indonesia
5. Tanagho, EA and McAninch, JW. Smith’s General Urology. Sixteen
edition. 2004. USA: Appleton and Lange.
6. Purnomo, Basuki B. Kelainan Penis dan Uretra. Dasar-dasar Urologi.
Ed.2. Jakarta : CV. Infomedika. 2008. p: 150
7. Wein. Penetrating Trauma to Penis. 2007. Wein: Campbell-Walsh
Urology, 9th ed. Sauders, An Imprint of Elsevier
8. Ghory, Hina Z. 2010. Phimosis and Paraphimosis. Available from :
www.medscape.com. (Accessed: May, 12th 2012)

You might also like