You are on page 1of 20

BAB I

KONSEP DASAR MEDIS


A. Definisi
Menurut WHO stroke adalah adanya tanda-tanda klinik yang berkembang
cepat akibat gangguan fungsi otak fokal (global) dengan gejala-gejala yang
berlangsung selama 24 jam atau lebih yang menyebabkan kematian tanpa
adanya penyebab lain yang jelas selain vaskular (Muttaqin, 2008).
Menurut Batticaca (2008) stroke adalah suatu keadaan yang timbul karena
terjadi gangguan peredaran darah di otak yang menyebabkan terjadinya
kematian jaringan otak sehingga mengakibatkan seseorang menderita
kelumpuhan atau kematian. menurut Corwin (2009) ada dua klasifikasi umum
cedera vascular serebral (stroke) yaitu iskemik dan hemoragik. Stroke iskemik
terjadi akibat penyumbatan aliran darah arteri yang lama kebagian otak. Stroke
Hemoragik terjadi akibat perdarahan dalam otak.
Jadi stroke hemoragik adalah suatu keadaan kehilangan fungsi otak yang
diakibatkan oleh perdarahan dalam otak sehingga mengakibatkan seseorang
menderita kelumpuhan atau kematian.
B. Etiologi
Menurut Muttaqin (2008) perdarahan intracranial atau intraserebri meliputi
perdarahan di dalam ruang subarachnoid atau di dalam jaringan otak sendiri.
Perdarahan ini dapat terjadi karena aterosklerosis dan hipertensi. Pecahnya
pembuluh darah otak menyebabkan perembesan darah ke dalam parenkim
otak yang dapat mengakibatkan penekanan, pergesaran, dan pemisahan
jaringan otak yang berdekatan, sehingga otak akan membengkak, jaringan
otak tertekan sehingga terjadi infark otak, edema, dan mungkin herniasi otak.
C. Patofisiologi
Penghentian total aliran darah ke otak menyebabkan hilangnya kesadaran
dalam waktu 15-20 detik dan kerusakan otak yang irreversibel terjadi setelah
tujuh hingga sepuluh menit. Penyumbatan pada satu arteri menyebabkan
gangguan di area otak yang terbatas (stroke). Mekanisme dasar kerusakan ini
adalah selalu defisiensi energi yang disebabkan oleh iskemia. Perdarahan juga
menyebabkan iskemia dengan menekan pembuluh darah di sekitarnya
(Silbernagl, 2007).
Dengan menambah Na+/K+-ATPase, defisiensi energi menyebabkan
penimbunan Na+ dan Ca2+ di dalam sel, serta meningkatkan konsentrasi K+
ekstrasel sehingga menimbulkan depolarisasi. Depolarisasi menyebabkan
penimbunan Cl- di dalam sel, pembengkakan sel, dan kematian sel.
Depolarisasi juga meningkatkan pelepasan glutamat, yang mempercepat
kematian sel melalui masuknya Na+ dan Ca2+ (Silbernagl, 2007).
Pembengkakan sel, pelepasan mediator vasokonstriktor, dan
penyumbatan lumen pembuluh darah oleh granulosit kadang-kadang
mencegah reperfusi, meskipun pada kenyataannya penyebab primernya telah
dihilangkan. Kematian sel menyebabkan inflamasi, yang juga merusak sel di
tepi area iskemik (penumbra). Gejala ditentukan oleh tempat perfusi yang
terganggu, yakni daerah yang disuplai oleh pembuluh darah tersebut
(Silbernagl, 2007).
Penyumbatan pada arteri serebri media yang sering terjadi
menyebabkan kelemahan otot dan spastisitas kontralateral, serta defisit
sensorik (hemianestesia) akibat kerusakan girus lateral presentralis dan
postsentralis. Akibat selanjutnya adalah deviasi okular, hemianopsia,
gangguan bicara motorik dan sensorik, gangguan persepsi spasial, apraksia,
dan hemineglect (Silbernagl, 2007).
Penyumbatan arteri serebri anterior menyebabkan hemiparesis dan
defisit sensorik kontralateral, kesulitan berbicara serta apraksia pada lengan
kiri jika korpus kalosum anterior dan hubungan dari hemisfer dominan ke
korteks motorik kanan terganggu. Penyumbatan bilateral pada arteri serebri
anterior menyebabkan apatis karena kerusakan dari sistem limbic (Silbernagl,
2007).
Penyumbatan arteri serebri posterior menyebabkan hemianopsia
kontralateral parsial dan kebutaan pada penyumbatan bilateral. Selain itu, akan
terjadi kehilangan memori (Silbernagl, 2007).
Penyumbatan arteri karotis atau basilaris dapat menyebabkan defisit di
daerah yang disuplai oleh arteri serebri media dan anterior. Jika arteri koroid
anterior tersumbat, ganglia basalis (hipokinesia), kapsula interna
(hemiparesis), dan traktus optikus (hemianopsia) akan terkena. Penyumbatan
pada cabang arteri komunikans posterior di talamus terutama akan
menyebabkan defisit sensorik (Silbernagl, 2007).
Penyumbatan total arteri basilaris menyebabkan paralisis semua
eksteremitas dan otot-otot mata serta koma. Penyumbatan pada cabang arteri
basilaris dapat menyebabkan infark pada serebelum, mesensefalon, pons, dan
medula oblongata. Efek yang ditimbulkan tergantung dari lokasi kerusakan
(Silbernagl, 2007):
 Pusing, nistagmus, hemiataksia (serebelum dan jaras aferennya, saraf
vestibular).
 Penyakit Parkinson (substansia nigra), hemiplegia kontralateral dan
tetraplegia (traktus piramidal).
 Hilangnya sensasi nyeri dan suhu (hipestesia atau anastesia) di bagian
wajah ipsilateral dan ekstremitas kontralateral (saraf trigeminus [V] dan
traktus spinotalamikus).
 Hipakusis (hipestesia auditorik; saraf koklearis), ageusis (saraf traktus
salivarus), singultus (formasio retikularis).
 Ptosis, miosis, dan anhidrosis fasial ipsilateral (sindrom Horner, pada
kehilangan persarafan simpatis).
 Paralisis palatum molle dan takikardia (saraf vagus [X]). Paralisis otot
lidah (saraf hipoglosus [XII]), mulut yang jatuh (saraf fasial [VII]),
strabismus (saraf okulomotorik [III], saraf abdusens [V]).
 Paralisis pseudobulbar dengan paralisis otot secara menyeluruh (namun
kesadaran tetap dipertahankan).
D. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis yang muncul pada klien SH seperti:
1. Pengaruh terhadap status mental:
a. Tidak sadar : 30% - 40%
b. Konfuse : 45% dari pasien biasanya sadar
2. Daerah arteri serebri media, arteri karotis interna akan menimbulkan:
a. Hemiplegia kontralateral yang disertai hemianesthesia (30%-80%)
b. Afasia bila mengenai hemisfer dominant (35%-50%)
c. Apraksia bila mengenai hemisfer non dominant(30%)
3. Daerah arteri serebri anterior akan menimbulkan gejala:
a. hemiplegia dan hemianesthesia kontralateral terutama tungkai (30%-
80%)
b. inkontinensia urin, afasia, atau apraksia tergantung hemisfer mana
yang terkena.
4. Daerah arteri serebri posterior
a. Nyeri spontan pada kepala
b. Afasia bila mengenai hemisfer dominant (35-50%)
5. Daerah vertebra basiler akan menimbulkan:
a. Sering fatal karena mengenai pusat-pusat vital di batang otak
b. Hemiplegia alternans atau tetraplegia
c. Kelumpuhan pseudobulbar (kelumpuhan otot mata, kesulitan menelan,
emosi labil)
Apabila dilihat bagian hemisfer mana yang terkena, gejala dapat berupa:
1. Stroke hemisfer kanan
a. Hemiparese sebelah kiri tubuh
b. Penilaian buruk
c. Mempunyai kerentanan terhadap sisi kontralateral sebagai
kemungkinan terjatuh ke sisi yang berlawanan
2. Stroke hemisfer kiri
a. Mengalami hemiparese kanan
b. Perilaku lambat dan sangat berhati-hati
c. Kelainan bidang pandang sebelah kanan
d. Disfagia global
e. Afasia
f. Mudah frustasi
E. Komplikasi
Peningkatan tekanan intrakranial dan herniasi adalah komplikasi yang
paling ditakutkan pada perdarahan intraserebral. Perburukan edema serebri
sering mengakibatkan deteoriasi pada 24-48 jam pertama. Perdarahan awal
juga berhubungan dengan deteorisasi neurologis, dan perluasan dari hematoma
tersebut adalah penyebab paling sering deteorisasi neurologis dalam 3 jam
pertama. Pada pasien yang dalam keadaan waspada, 25% akan mengalami
penurunan kesadaran dalam 24 jam pertama. Kejang setelah stroke dapat
muncul. Selain dari hal-hal yang telah disebutkan diatas, stroke sendiri adalah
penyebab utama dari disabilitas permanen (Nesissi, 2010).
Prognosis bervariasi bergantung pada tingkap keparahan stroke dan lokasi
serta ukuran dari perdarahan. Skor dari Skala Koma Glasgow yang rendah
berhubungan dengan prognosis yang lebih buruk dan mortalitas yang lebih
tinggi. Apabila terdapat volume darah yang besar dan pertumbuhan dari
volume hematoma, prognosis biasanya buruk dan outcome fungsionalnya juga
sangat buruk dengan tingkat mortalitas yang tinggi. Adanya darah dalam
ventrikel bisa meningkatkan resiko kematian dua kali lipat. Pasien yang
menggunakan antikoagulasi oral yang berhubungan dengan perdarahan
intraserebral juga memiliki outcome fungsional yang buruk dan tingkat
mortilitas yang tinggi (Nesissi, 2010).
F. Penatalaksanaan Medis
1. Secepatnya pada terapeutik window (waktu dari serangan hingga
mendapatkan pengobatan maksimal). Therapeutik window ini ada 3
konsensus:
a. Konsensus amerika : 6 jam
b. Konsensus eropa: 1,5 jam
c. Konsensus asia: 12 jam
Prinsip pengobatan pada therapeutic window:
a. Jaringan penubra ada aliran lagi sehingga jaringan penubra tidak
menjadi iskhemik.
b. Meminimalisir jaringan iskhemik yang terjadi.
2. Terapi umum
Untuk merawat keadaan akut perlu diperhatikan faktor – faktor kritis
sebagai berikut :
a. Menstabilkan tanda – tanda vital
1) Mempertahankan saluran nafas (sering melakukan penghisapan
yang dalam , O2, trakeotomi, pasang alat bantu pernafasan bila
batang otak terkena)
2) Kendalikan tekanan darah sesuai dengan keadaan masing – masing
individu ; termasuk usaha untuk memperbaiki hipotensi maupun
hipertensi.
b. Deteksi dan memperbaiki aritmia jantung
c. Merawat kandung kemih. Sedapat mungkin jangan memasang kateter
tinggal; cara ini telah diganti dengan kateterisasi “keluar – masuk”
setiap 4 sampai 6 jam.
d. Menempatkan posisi penderita dengan baik secepat mungkin :
1) penderita harus dibalik setiap jam dan latihangerakan pasif setiap 2
jam
2) dalam beberapa hari dianjurkan untuk dilakukan gerakan pasif
penuh sebanyak 50 kali per hari; tindakan ini perlu untuk
mencegah tekanan pada daerah tertentu dan untuk mencegah
kontraktur (terutama pada bahu, siku dan mata kaki)
3. Pengobatan konservatif
Pada percobaan vasodilator mampu meningkatkan aliran darah otak
(ADO), tetapi belum terbukti demikian pada tubuh manusia. Dilator yang
efektif untuk pembuluh di tempat lain ternyata sedikit sekali efeknya
bahkan tidak ada efek sama sekali pada pembuluh darah serebral, terutama
bila diberikan secara oral (asam nikotinat, tolazolin, papaverin dan
sebagainya), berdasarkan uji klinis ternyata pengobatan berikut ini masih
berguna : histamin, aminofilin, asetazolamid, papaverin intraarteri.
4. Pembedahan
Endarterektomi karotis dilakukan untuk memeperbaiki peredaran darah
otak. Penderita yang menjalani tindakan ini seringkali juga menderita
beberapa penyulit seperti hipertensi, diabetes dan penyakit kardiovaskular
yang luas. Tindakan ini dilakukan dengan anestesi umum sehingga saluran
pernafasan dan kontrol ventilasi yang baik dapat dipertahankan.
G. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan penunjang disgnostik yang dapat dilakukan adalah :
1. laboratorium: mengarah pada pemeriksaan darah lengkap, elektrolit,
kolesterol, dan bila perlu analisa gas darah, gula darah dsb.
2. CT scan kepala untuk mengetahui lokasi dan luasnya perdarahan atau
infark
3. MRI untuk mengetahui adanya edema, infark, hematom dan bergesernya
struktur otak
4. Angiografi untuk mengetahui penyebab dan gambaran yang jelas
mengenai pembuluh darah yang terganggu.
5. Fungsi Lumbal : Menunjukan adanya tekanan normal dan biasanya ada
trombosis, emboli serabral dan TIA, sedangkan tekanan meningkat dan
cairan yang mengandung darah menujukan adanya hemoragi suaraknoid
intrakranial. Kadar protein meningkat pada kasus trombosis sehubungan
dengan adanya proses imflamasi.
6. Mengidentifikasi maslah didasarkan pada gelombang otak dan mungkin
adanya daerah lesi yang spesifik.
7. Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal daerah yang
berlawanan dari masa yang meluas; klasifikasi karptis interna terdapat
pada trombosis serebral.
8. Ultrasonografi Doppler : Mengidentifikasi penyakit arteriovena (masalah
system arteri karotis), aliran darah / muncul plak (arteriosklerotik).
BAB II
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Identitas Klien
Mengcakup nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan, agama, No Mr,
pendidikan, status pekawinan, diangnosa medis dll.
2. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat Kesehatan Dahulu
Biasanya pada klien ini mempunyai riwayat hipertensi, diabetes
melitus, penyakit jantung, anemi, riwayat trauma kepala, kontrasepsi
oral yang lama, pengunaan obat-obat antikoagulan, aspirin dan
kegemukan/obesitas.
b. Riwayat Kesehatan Sekarang
Biasanya klien sakit kepala, mual muntah bahkan kejang sampai tak
sadarkan diri, kleumpuhan separoh badan dan gangguan fungsi otak.
c. Riwayat Kesehatan Keluarga
Biasanya ada anggota keluarga yang menderita atau mengalami
penyakit seperti : hipertensi, Diabetes Melitus, penyakit jantung.
d. Riwayat Psikososial
Biasanya masalah perawatan dan biaya pengobatan dapat membuat
emosi dan pikiran klein dan juga keluarga sehingga baik klien maupun
keluarga sering merasakan sterss dan cemas.
3. Pemeriksaan Fisik Sistem Neurologis
a. Tingkat Kesadaran
1) Kualitatif
Adalah fungsi mental keseluruhan dan derajat kewasapadaan.
 CMC → dasar akan diri dan punya orientasi penuh
 APATIS → tingkat kesadaran yang tampak lesu dan mengantuk
 LATARGIE → tingkat kesadaran yang tampak lesu dan
mengantuk
 DELIRIUM → penurunan kesadaran disertai pe ↑ abnormal
aktifitas psikomotor → gaduh gelisah
 SAMNOLEN → keadaan pasien yang selalu mw tidur →
diransang bangun lalu tidur kembali
 KOMA → kesadaran yang hilang sama sekali
2) Kuantitatif
Dengan Menggunakan Glasgow Coma Scale (GCS)
 Respon membuka mata ( E = Eye )
o Spontan (4)
o Dengan perintah (3)
o Dengan nyeri (2)
o Tidak berespon (1)
 Respon Verbal ( V= Verbal )
o Berorientasi (5)
o Bicara membingungkan (4)
o Kata-kata tidak tepat (3)
o Suara tidak dapat dimengerti (2)
o Tidak ada respons (1)
 Respon Motorik (M= Motorik )
o Dengan perintah (6)
o Melokalisasi nyeri (5)
o Menarik area yang nyeri (4)
o Fleksi abnormal/postur dekortikasi (3)
o Ekstensi abnormal/postur deserebrasi (2)
o Tidak berespon (1)
b. Pemeriksaaan Nervus Cranialis
1) Test nervus I (Olfactory)
Fungsi penciuman Test pemeriksaan, klien tutup mata dan minta
klien mencium benda yang baunya mudah dikenal seperti sabun,
tembakau, kopi dan sebagainya. Bandingkan dengan hidung bagian
kiri dan kanan.
2) Test nervus II ( Optikus)
Fungsi aktifitas visual dan lapang pandang Test aktifitas visual,
tutup satu mata klien kemudian suruh baca dua baris di koran,
ulangi untuk satunya. Test lapang pandang, klien tutup mata kiri,
pemeriksa di kanan, klien memandang hidung pemeriksa yang
memegang pena warna cerah, gerakkan perlahan obyek tersebut,
informasikan agar klien langsung memberitahu klien melihat benda
tersebut.
3) Test nervus III, IV, VI (Oculomotorius, Trochlear dan Abducens)
Fungsi koordinasi gerakan mata dan kontriksi pupil mata (N III).
 Test N III Oculomotorius (respon pupil terhadap cahaya),
menyorotkan senter kedalam tiap pupil mulai menyinari dari
arah belakang dari sisi klien dan sinari satu mata (jangan
keduanya), perhatikan kontriksi pupil kena sinar.
 Test N IV Trochlear, kepala tegak lurus, letakkan obyek
kurang lebih 60 cm sejajar mid line mata, gerakkan obyek
kearah kanan. Observasi adanya deviasi bola mata, diplopia,
nistagmus.
 Test N VI Abducens, minta klien untuk melihat kearah kiri
dan kanan tanpa menengok.
4) Test nervus V (Trigeminus)
Fungsi sensasi, caranya : dengan mengusap pilihan kapas pada
kelopak mata atas dan bawah.
 Refleks kornea langsung maka gerakan mengedip ipsilateral.
 Refleks kornea consensual maka gerakan mengedip
kontralateral.
Usap pula dengan pilihan kapas pada maxilla dan mandibula
dengan mata klien tertutup. Perhatikan apakah klien
merasakan adanya sentuhan
 Fungsi motorik, caranya : klien disuruh mengunyah,
pemeriksa melakukan palpasi pada otot temporal dan
masseter.
5) Test nervus VII (Facialis)
 Fungsi sensasi, kaji sensasi rasa bagian anterior lidah,
terhadap asam, manis, asin pahit. Klien tutup mata, usapkan
larutan berasa dengan kapas/teteskan, klien tidak boleh
menarik masuk lidahnya karena akan merangsang pula sisi
yang sehat.
 Otonom, lakrimasi dan salvias
 Fungsi motorik, kontrol ekspresi muka dengancara meminta
klien untuk: tersenyum, mengerutkan dahi, menutup mata
sementara pemeriksa berusaha membukanya.
6) Test nervus VIII (Acustikus)
Fungsi sensoris :
 Cochlear (mengkaji pendengaran), tutup satu telinga klien,
pemeriksa berbisik di satu telinga lain, atau menggesekkan jari
bergantian kanan-kiri.
 Vestibulator (mengkaji keseimbangan), klien diminta berjalan
lurus, apakah dapat melakukan atau tidak.
7) Test nervus IX (Glossopharingeal) dan nervus X (Vagus)
N IX, mempersarafi perasaan mengecap pada 1/3 posterior lidah,
tapi bagian ini sulit di test demikian pula dengan
M.Stylopharingeus. Bagian parasimpatik N IX mempersarafi M.
Salivarius inferior. N X, mempersarafi organ viseral dan thoracal,
pergerakan ovula, palatum lunak, sensasi pharynx, tonsil dan
palatum lunak.
8) Test nervus XI (Accessorius)
Klien disuruh menoleh kesamping melawan tahanan. Apakah
Sternocledomastodeus dapat terlihat ? apakah atropi ? kemudian
palpasi kekuatannya. Minta klien mengangkat bahu dan pemeriksa
berusaha menahan test otot trapezius.
9) Nervus XII (Hypoglosus)
 Mengkaji gerakan lidah saat bicara dan menelan
 Inspeksi posisi lidah (mormal, asimetris / deviasi)
Keluarkan lidah klien (oleh sendiri) dan memasukkan dengan
cepat dan minta untuk menggerakkan ke kiri dan ke kanan.
4. Data Penunjang
a. Laboratorium
1) Hematologi
2) Kimia klinik
b. Radiologi
1) CT Scan: Memperlihatkan adanya edema , hematoma, iskemia dan
adanya infark
2) MRI: Menunjukan daerah yang mengalami infark, hemoragik.
3) Sinar X Tengkorak: Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng
pineal
B. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan takipnea / dispnea
2. Ketidakefektifan perfusi jaringan cerebral berhubungan dengan suplai
darah dan O2 ke otak menurun
3. Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan fungsi tonus otot facial
menurun
4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan proses menelan tidak efektif/disfagia
5. Resiko jatuh berhubungan dengan penurunan kemampuan retina untuk
menangkap objek bayangan
PENYIMPANGAN KDM
- Faktor pencetus HT, DM, penyakit jantung
- Merokok, stres, gaya hidup yang tidak baik
- Faktor obesitas & kolesterol yang meningkat dalam darah

Penimbunan lemak / Lemak yang sudah


kolesterol yang meningkat nekrotik & berdegenerasi
dalam darah
Infiltrasi limfosit
Pembuluh darah menjadi (trombus)
kaku

Pembuluh darah menjadi


HEMORAGIC Kompresi jaringan otak
pecah
STROKE
Proses metabolisme TIK
dalam otak terganggu
Arteri vertebra Arteri carotis
Suplai darah & O2 ke basilaris interna
Suplai O2 ke paru
otak
Kerusakan
neurocerebrospinal N. fungsi N. X, N.IX Disfungsi N.II
Kebutuhan O2 Ketidakefektifan Perfusi VII (facialis), N. IX
Jaringan Cerebral (glossofaringeus)
Proses menelan Aliran darah
Kompensasi tidak efektif ke retina
frekuensi nafas Fungsi tonus otot
facial menurun
Disfagia kemampuan retina
Takipnea/dispnea
untuk menangkap
Hambatan
Ketidakseimbangan objek bayangan
Komunikasi Verbal
Ketidakefektifan Nutrisi Kurang Dari
Pola Nafas Kebutuhan Tubuh Resiko Jatuh
C. Intervensi Keperawatan

RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN


DIAGNOSA TUJUAN DAN KRITERIA
NO. INTERVENSI
KEPERAWATAN HASIL RASIONAL
(NIC)
(NOC)
1. Ketidakefektifan pola Setelah dilakukan tindakan 1) Monitor TTV 1) Memantau keadaan klien
nafas berhubungan keperawatan diharapkan pola nafas 2) Monitor status oksigen yang 2) Melihat keadekuatan oksigen
dengan takipnea / klien kembali efektif dengan sesuai 3) Menjaga aliran oksigen mencukupi
dispnea kriteria hasil : 3) Monitor aliran oksigen kebutuhan
a. Frekuensi nafas dalam batas 4) Monitor kecepatan, ritme, 4) Monitor keadekuatan pernapasan
normal kedalaman dan usaha pasien 5) Melihat apakah ada obstruksi di salah
b. Klien nampak rileks saat bernafas satu bronkus atau adanya gangguan pada
c. Tanda-tanda vital dalam batas 5) Catat pergerakan dada, simetris ventilasi
normal (Tekanan darah 120-90/ atau tidak, menggunakan otot 6) Mengetahui adanya sumbatan pada jalan
90-60 mmHg; Nadi 80-100 x/ bantu pernafasan napas
menit; Frekuensi nafas 18-24 x/ 6) Monitor suara nafas seperti 7) Memonitor keadaan pernapasan klien
menit; Suhu 36,5-37,5oC snoring
7) Monitor pola nafas: bradypnea,
tachypnea, hiperventilasi,
respirasi kussmaul, respirasi
cheyne-stokes dll
2. Ketidakefektifan Setelah dilakukan tindakan 1) Monitor TTV seperti Tekanan 1) Mengupayakan TTV klien tetap stabil
perfusi jaringan keperawatan diharapkan perfusi darah; frekuensi nadi, frekuensi 2) Untuk mengetahui tingkat kesadaran
cerebral berhubungan jaringan cerebral klien kembali pernapasan & suhu badan 3) Mengetahui ada tidaknya tanda-tanda
dengan suplai darah efektif dengan kriteria hasil : 2) Pantau tingkat kesadaran dehidrasi
dan O2 ke otak a. TTV dalam batas normal klien/GCS 4) Menjaga agar jalan nafas klien tetap
menurun b. GCS meningkat 3) Monitor status dehidrasi paten dan tidak ada penyumbatan jalan
c. Akral dingin (-) misalnya kelembapan membran nafas akibat penurunan kesadaran
d. KU baik mukosa, kecukupan denyut
nadi, tekanan darah.
4) Pertahankan kepatenan jalan
nafas.
3. Hambatan komunikasi Setelah dilakukan tindakan 1) Libatkan keluarga untuk 1) Keluarga berpartisipasi dalam proses
verbal berhubungan keperawatan diharapkan hambatan membantu memahami atau penyembuhan
dengan fungsi tonus komunikasi verbal dapat berkurang memahamkan informasi dari 2) Untuk mengetahui tingkat kesadaran
otot facial menurun dengan kriteria hasil : atau ke pasien klien
a. Verbal klien meningkat 2) Pantau tingkat kesadaran / GCS 3) Mengurangi kecemasan dan
b. GCS meningkat klien kebingungan saat berkomunikasi
c. KU baik 3) Dengarkan setiap ucapan pasien 4) Memenuhi kebutuhan pasien saat
dengan penuh perhatian berkomunikasi
4) Gunakan kata-kata yang
sederhana & pendek dalam
berkomunikasi
4. Ketidakseimbangan Setelah dilakukan tindakan 1) Kaji status nutrisi pasien 1) Pengkajian penting dilakukan untuk
nutrisi kurang dari keperawatan diharapkan 2) Kaji frekuensi mual, durasi, mengetahui status nutrisi pasien
kebutuhan tubuh pemenuhan kebutuhan pasien tingkat keparahan, faktor sehingga dapat menentukan intervensi
berhubungan dengan tercukupi dengan kriteria hasil : frekuensi, presipitasi yang yang diberikan.
proses menelan tidak a. Intake nutrisi tercukupi. menyebabkan mual. 2) Penting untuk mengetahui karakteristik
efektif/disfagia b. Asupan makanan dan cairan 3) Anjurkan pasien makan sedikit mual dan faktor-faktor yang
tercukupi demi sedikit tapi sering. menyebabkan mual. Apabila
c. Penurunan intensitas terjadinya 4) Anjurkan pasien untuk makan karakteristik mual dan faktor penyebab
mual muntah selagi hangat mual diketahui maka dapat menetukan
d. Penurunan frekuensi terjadinya 5) Delegatif pemberian terapi intervensi yang diberikan.
mual muntah. antiemetik 3) Makan sedikit demi sedikit dapat
meningkatkn intake nutrisi.
4) Makanan dalam kondisi hangat dapat
menurunkan rasa mual sehingga intake
nutrisi dapat ditingkatkan.
5) Antiemetik dapat digunakan sebagai
terapi farmakologis dalam manajemen
mual dengan menghamabat sekres asam
lambung.
5. Resiko jatuh Setelah dilakukan tindakan 1) Ciptakan lingkungan yang 1) Mencegah terjadinya risiko cidera
berhubungan dengan keperawatan diharapkan risiko aman untuk pasien 2) Menentukan kebutuhan pasien
penurunan kemampuan cidera dapat diminimalisir dengan 2) Identifikasi kebutuhan terhadapm keamanan dan menentukan
retina untuk kriteria hasil : keamanan pasien, berdasarkan intervensi yang tepat
menangkap objek a. Tingkat kesadaran baik tingkat fisik, fungsi kognitif dan 3) Mencegah risiko cidera
bayangan b. Pasien mengenal tanda dan sejarah tingkah laku 4) Mencegah risiko cidera
gejala yang mengindikasikan 3) Hilangkan bahaya lingkungan 5) Mencegah pasien mengalami risiko
faktor resiko cidera 4) Jauhkan objek berbahaya dari cidera
c. Pasien dapat mengidentifikasi lingkungan 6) Membantu pasien memudahkan
resiko kesehatan yang mungkin 5) Menjaga dengan siderail jika menjangkau tempat tidur dan
terjadi diperlukan mengurangi risiko cidera
6) Sediakan tempat tidur yang
rendah jika diperlukan
DAFTAR PUSTAKA
Batticaca, Fransisca B. 2008. Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan Gangguan
Sistem Persyarafan. Jakarta: Salemba Medika.
Carpenito, Lynda Juall. 2007. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 10.
Jakarta: EGC.
Corwin, Elizabeth J. 2009.Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC
Muttaqin, Arif. 2008. BukuAjar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan
Sistem Persarafan. Jakarta: Penerbit Salemba Medika.
Nasissi, Denise. 2010. Hemorrhagic Stroke Emedicine. Medscape,. [diunduh dari:
http://emedicine.medscape.com/article/793821-overview]
Silbernagl, S., Florian Lang. Teks & Atlas Berwarna Patofisiologi. EGC: Jakarta,
2007.
PATHWAY

- Faktor pencetus HT, DM, penyakit jantung


- Merokok, stres, gaya hidup yang tidak baik
- Faktor obesitas & kolesterol yang meningkat dalam darah

Penimbunan lemak / Lemak yang sudah


kolesterol yang meningkat nekrotik & berdegenerasi
dalam darah
Infiltrasi limfosit
Pembuluh darah menjadi (trombus)
kaku

HEMORAGIC Pembuluh darah menjadi


Kompresi jaringan otak
STROKE pecah

Proses metabolisme TIK


dalam otak terganggu
Arteri vertebra
Suplai darah & O2 ke Suplai O2 ke paru basilaris
otak
Kerusakan
Ketidakefektifan Perfusi Kebutuhan O2 neurocerebrospinal N.
Jaringan Cerebral VII (facialis), N. IX
Kompensasi (glossofaringeus)
frekuensi nafas
Fungsi tonus otot
Takipnea/dispnea facial menurun

Hambatan
Ketidakefektifan
Komunikasi Verbal
Pola Nafas

You might also like